ISOLASI DAN IDENTIFIKASI STRUKTUR SENYAWA TRAPEZIFOLIXANTHONE DARI KULIT BATANG TUMBUHAN SLATRI (Calophyllum soulattri Burm f.)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI STRUKTUR SENYAWA TRAPEZIFOLIXANTHONE DARI KULIT BATANG TUMBUHAN SLATRI (Calophyllum soulattri Burm f.)

Disusun Oleh : TRI BINTARI ACHADIYAH M0308064

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Mendapatkan gelas sarjana sains.

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSIYTAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari, 2013

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ISOLASI DAN IDENTIFIKASI STRUKTUR SENYAWA TRAPEZIFOLIXANTHONE DARI KULIT BATANG SLATRI (Calophyllum soulattri Burm f.)” adalah benar- benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapa yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surkarta, Januari 2013

TRI BINTARI ACHADIYAH

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI STRUKTUR SENYAWA TRAPEZIFOLIXANTHONE DARI KULIT BATANG TUMBUHAN SLATRI (Calophyllum soulattri Burm f.) TRI BINTARI ACHADIYAH

Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Calophyllum soulattri yang lebih dikenal dengan nama “slatri”, merupakan salah satu spesies dari genus Calophyllum (Clusiaceae). Komponen utama dari Calophyllum merupakan senyawa-senyawa turunan santon, kumarin, flavonoid, triterpenoid, dan steroid. Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa aromatik pada kulit batang C. soulattri. Proses isolasi dilakukan dengan metode maserasi dengan pelarut etil asetat (EtOAc) sedangkan proses fraksinasi dilakukan dengan kromatografi vakum cair dengan fase diam berupa silika gel 60

GF 254 dan fase gerak berupa n-heksan:EtOAc dengan variasi perbandingan volume. Pemurnian senyawa dilakukan dengan kromatografi flash dengan fase diam silika gel

60 (0,04-0,063 mm) dan fase gerak berupa n-heksan:aseton. Hasil isolasi senyawa sebanyak 14 mg berbentuk padatan kuning berminyak, diidentifikasi dengan

spektrofotometri UV, IR, 1 H NMR, 13 C NMR, COSY, HSQC, dan HMBC.

Didapatkan suatu senyawa turunan santon yaitu trapezifolixanthone yang kemudian dibandingkan strukturnya dengan ananixanthone, turunan santon dengan struktur kimia yang hampir sama.

Kata kunci : Calophyllum soulattri, kulit batang, trapezifolixanthone.

ISOLATION AND IDENTIFICATION STRUCTURE OF TRAPEZIFOLIXANTHONE FROM STEM BARK OF SLATRI (Calophyllum soulattri Burm f.) TRI BINTARI ACHADIYAH

Department of Chemistry. Faculty of Mathematics and Natural Science. Sebelas Maret University

ABSTRACT

Calophyllum soulattri which is known as “slatri’ belongs to genus of Calophyllum (Clusiaceae). The major compounds of Calophyllum are derivative of xanthones, coumarins, flavonoids, triterpens and steroids. This research purposed to isolate and identificate aromatic compounds from stem bark of C. soulattri. Isolation by maceration method with etyl acetate (EtOAc) as a solvent and the extract were fractinated by vacuum liquid chromatography with silica gel 60 GF 254 as static phase and n-heksane:EtOAc with a variation volume as a mobile phase. A simplier fraction was purificated by flash chromatography with silica gel 60 (0,04-0,063 mm) as static phase and mobile phase n-heksane:acetone. The result of isolation 14 mg yellow oily

solid was identificated by UV, IR, 1 H NMR, 13 C NMR, COSY, HSQC, and HMBC.

Obtained a derivative of xanthone, trapezifolixanthone that has been elucidated earlier from stem bark of C. soulattri. It was compared with similar xanthone, ananixanthone.

Key words : Calophyllum soulattri, stem bark, trapezifolixanthone.

MOTTO

“ ALL WE NEED IS LOVE ” ~ John Lennon

“A mother knows what her child’s gone through, even if she didn’t see it herself” ~ Pramoedya Ananta Toer

“ sabar dan ikhlas adalah ilmu dengan tingkatan yang paling susah, ujian kenaikannya setiap saat , kapan saja, dan buahnya manis” ~mama

“man jadda wa jada”

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk - mama dan bapak…. Terimakasih atas keringat yang menetes setiap detiknya untukku, dan maaf karya ini begitu terlambat untuk kalian. - mba ika, mba wie, puput.. eventhough we used to fight and made our

home so noisy, but loving u all. - keponakanku naila, fakhry dan raihan, terimakasih hiburan2 polosnya untuk te  - untuk partner skripsi, Doni Eka saputra. Atas semangatnya, bantuannya, wejangan disaat sedih, dan suntuk. - untuk temen-temen KIDAL, I love you for your sense of togetherness and belonging. - untuk TARGET 1, 2,3,4 yang membuat saya selalu termotivasi.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam atas berkah dan karuniaNya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi untuk memenuhi persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Sains dari Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari, tanpa bantuan dari banyak pihak, skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik.

Pada kesempatan kali ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan dan penyusunan penelitian skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:

1. Bapak Eddy Heraldy, M.Si. selaku ketua Jurusan Kimia FMIPA UNS.

2. Bapak M. Widyo Wartono, M.Si., selaku Pembimbing I atas arahan dan dukungannya dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini.

3. Ibu Nestri Handayani, M.Si.,Apt. selaku Pembimbing II atas arahan dan motivasinya dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini.

4. Bapak Candra Purnawan, M.Sc., selaku pembimbing akademik atas masukan dan motivasinya.

5. Bapak Edi Pramono, M.Si., selaku ketua Laboratorium Kimia FMIPA UNS, serta laboran-laboran mbak Nanik dan mas Anang atas bantuannya selama praktikum penelitian.

6. Teman-teman Kimia ’08, terutama Doni, Ima, Eti, Apem. Terimakasih atas kebersamaan dan suka dukanya selama penelitian ini.

7. Segenap pihak Civita akademia Kimia FMIPA UNS atas segala bantuan dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai bahan Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai bahan

Surakarta, Januari 2013

Penulis

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1

Serapan khas gugus fungsi pada IR…………………….

17 Tabel 2

Pergeseran kimia proton 1 H yang khas (Relatif terhadap TMS)

19 Tabel 3

Intepretasi sinyal karbon pada isolat fraksi 7 G ………….

33 Tabel 4

Geseran kimia, multiplisitas, konstanta kopling dan jenis

proton pada senyawa fraksi 7 G ………………………….

34 Tabel 5

Hubungan karbon dan proton dalam satu ikatan dari data HSQC 37 Tabel 6

Hubungan korelasi proton dan karbon 2-3 ikatan dari data HMBC 39 Tabel 7

Hubungan 1 H– 1 H dari data COSY…………………….

42 Tabel 8

Perbandingan pergeseran kimia trapezifolixanthone

dan ananixanthone………………………………………

45

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1

Kerangka Dasar Santon ……………………………………

5 Gambar 2

Kerangka Dasar Kumarin ………………………………….

6 Gambar 3

Kerangka Dasar Kromanon ………………………………..

7 Gambar 4

Kerangka Dasar Triterpenoid ……………………………...

8 Gambar 5

Kerangka Dasar Flavonoid ………………………………...

9 Gambar 6

Buah dan Kulit Batang Tumbuhan C. soulattri ……………

10 Gambar 7

Posisi Relatif Absorbsi 13 C NMR …………………………

18 Gambar 8

Hasil uji KLT penggabungan KVC I dan II dengan eluen pada KLT n-heksan : EtOAc (9:1)………………………………

27 Gambar 9

KLT hasil penggabungan hasil kromatografi flash fraksi 7 dengan eluen n-heksan : EtOAc (8,5:1,5)………………………….

28 Gambar 10 Hasil KLT ulang fraksi 7

, dan F, G H dengan eluen n-heksan : EtOAc (8,5:1,5)…………………………………………………….

29 Gambar 11

Uji kemurnian, A : n-heksan:EtOAc (8,5:1,5); B: n-heksan:Aseton (8,5:1,5); C: n-heksan:kloroform:aseton (8,5:0,5:1,5)……..

29 Gambar 12

Spektrum UV fraksi 7 G pelarut MeOH dan MeOH+NaOH .

30 Gambar 13

Spektrum IR senyawa isolat fraksi 7 G ………………………

31 Gambar 14

Spektra 13 C NMR senyawa isolat fraksi 7 G……………………….

32 Gambar 15

Spektra 1 H NMR isolat fraksi 7 G …………………………..

34 Gambar 16

Spektra HSQC senyawa fraksi 7 G ………………………….

36 Gambar 17

Kerangka Dasar Cincin Santon ……………………………

38 Gambar 18

Spektra data HMBC senyawa isolat fraksi 7 G ……………..

38 Gambar 19

Hubungan proton ke karbon 2-3 ikatan pada cincin aromatik Dan gugus prenil …………………………………………..

40 Gambar 20

Korelasi proton δH 3,48 ppm ……………………………..

Gambar 21 Hubungan proton hidroksi δH 13,06 ppm dengan karbon

δC 104,6 dan 156,0 ppm…………………………….

41 Gambar 22

Hubungan proton karbon 2- 3 ikatan δH 6,72 dan 5,63 ppm.

41 Gambar 23

Korelasi proton- proton δH 1,48 ppm ………………...

42 Gambar 24

Hubungan 1 H- 1 H dari data COSY …………………..

43 Gambar 25

Struktur yang disarankan dari senyawa isolat fraksi 7 G dan geseran kimia protonnya…………………………

43 Gambar 26

Struktur yang disarankan dari senyawa isolat fraksi 7 G dan geseran kimia karbonnya…………………………

43 Gambar 27

Struktur ananixanthon yang pernah diisolasi…………

44 Gambar 28

Senyawa turunan santon dari isolat fraksi 7 G …………

44

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil determinasi tumbuhan C. soulattri…………………….

Lampiran 2 Diagram cara kerja………………………………………….

52 Lampiran 3 Perbesaran 1 H NMR proton hidroksi……………………….

54 Lampiran 4 Perbesaran 1 H NMR proton aromatik………………………

54 Lampiran 5 Perbesaran spektra 1 H NMR daerah proton alkena…………

55 Lampiran 6 Perbesaran spektra 13 C NMR range δC 140-180 ppm……..

55 Lampiran 7 Spektra perbesaran 13 C NMR range δC 100-130 ppm…….

56 Lampiran 8 Spektra perbesaran 13 C NMR karbon alkana………………

Lampiran 9 Perbesaran spektra HSQC range δH proton 5-8 ppm………

57 Lampiran 10 Perbesaran spektra HSQC pada δH proton 1 – 3,5 ppm fraksi 7 G 57

Lampiran 11 Perbesaran spektra HMBC proton hidroksi………………...

Lampiran 12 Perbesaran spektrum HMBC range proton aromatik………

Lampiran 13 Perbesaran spekra HMBC range proton alkana…………….

59 Lampiran 14 Spektra Inframerah dari isolat fraksi 7 G……………………………..

59 Lampiran 14 Spektra DEPT isolat fraksi 7 G ……………………………...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan keanekaragaman hayati yang melimpah. Melimpahnya flora dan fauna di Indonesia menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara yang merupakan sumber tumbuhan obat. Penggunaan tumbuhan obat sebagai obat tradisional pada umumnya hanya didasarkan atas warisan atau pengalaman tanpa mengetahui kandungan kimianya secara pasti. Tumbuhan tersebut, jika diteliti lebih lanjut mengandung senyawa-senyawa dengan bioaktivitas tertentu. Salah satu tumbuhan di Indonesia yang banyak di gunakan untuk pengobatan berasal dari family Clusiaceae dari genus Calophyllum. Calophyllum merupakan salah satu tumbuhan tropis yang terdiri dari 180-200 spesies (Su et al., 2008).

Pada genus Calophyllum, masih sedikit senyawa yang telah diisolasi. Kelompok senyawa yang telah diisolasi dari genus Calophyllum ini bermacam– macam. Berdasarkan studi fitokimia, menunjukkan adanya santon, kumarin, triterpenoid (Ee et al., 2011), biflavonoid (Ito et al., 1999), khalkon dan benzofuran (Ito et al., 2002).

Salah satu spesies dari genus Calophyllum yang belum banyak diteliti yaitu Calophyllum soulattri. Dari penelitian sebelumnya, telah dilakukan isolasi dari daun, kulit akar, dan kulit batang tumbuhan C. soulattri. Dari daun C. soulattri yang berasal dari hutan tropis di Sumatra, dengan metode maserasi menggunakan pelarut methanol dan etanol didapatkan suatu senyawa friedelin yang merupakan turunan terpenoid (Putra dkk., 2008). Dari bagian kulit akar C. soulattri yang berasal dari Magelang Jawa Tengah, telah diidentifikasi senyawa ananixanthone dari ekstrak etil asetat (Mulia, 2012). Sedangkan dari kulit batang C. soulattri, telah diidentifikasi beberapa Salah satu spesies dari genus Calophyllum yang belum banyak diteliti yaitu Calophyllum soulattri. Dari penelitian sebelumnya, telah dilakukan isolasi dari daun, kulit akar, dan kulit batang tumbuhan C. soulattri. Dari daun C. soulattri yang berasal dari hutan tropis di Sumatra, dengan metode maserasi menggunakan pelarut methanol dan etanol didapatkan suatu senyawa friedelin yang merupakan turunan terpenoid (Putra dkk., 2008). Dari bagian kulit akar C. soulattri yang berasal dari Magelang Jawa Tengah, telah diidentifikasi senyawa ananixanthone dari ekstrak etil asetat (Mulia, 2012). Sedangkan dari kulit batang C. soulattri, telah diidentifikasi beberapa

C. soulattri yang berasal dari Serawak Malaysia, telah diidentifikasi suatu senyawa turunan santon yang berupa soulattrin, caloxanthone C, calosanton B, macluraxanthone, brasixanthone serta steroid stigmasterol dari ekstrak diklorometana dan β-sitoserol dari ekstran n-heksana (Ee et al., 2012).

Dari penelitian yang telah dilakukan, kulit batang C. soulattri merupakan bagian yang belum banyak diteliti. Perbedaan tempat hidup, iklim, dan curah hujan mempengaruhi kandungan kimia suatu tumbuhan meskipun dalam bagian yang sama, yaitu kulit batang C. soulattri. Selain itu, perbedaan metode isolasi dan pelarut yang digunakan juga memberikan pengaruh terhadap senyawa hasil isolasi.

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Tumbuhan C. soulattri banyak ditemukan di hutan tropis di Indonesia, akan tetapi kandungan kimia yang terdapat pada tumbuhan tersebut banyak yang belum teridentifikasi, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tumbuhan ini. Perbedaan iklim, curah hujan, dan tempat hidup dari suatu daerah memungkinkan adanya perbedaan senyawa yang terkandung dalam suatu tumbuhan meskipun berasal dari bagian yang sama.

Pada penelitian sebelumnya, telah diidentifikasi kelompok senyawa santon, steroid, dan triterpenoid dari kulit batang C. soulattri yang berasal dari Malaysia (Ee et al., 2011). Senyawa aromatik yang teridentifikasi dari kulit batang C. soulattri masih sangat terbatas, yaitu hanya sebatas senyawa turunan santon yang berupa caloxanthone B, caloxanthone C, phylattrin, soulattrin, macluraxanthone, dan brasixanthone. Pengayaan akan senyawa aromatik yang terkandung pada kulit batang

C. soulattri diharapkan dapat menghasilkan senyawa santon baru oleh karena itu perlu dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa fraksi yang lain dari bagian kulit batang C. soulattri.

Isolasi dari suatu senyawa bahan alam dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metode. Beberapa cara ekstraksi dapat dilakukan, antara lain dengan ekstraksi padat-cair maserasi maupun perkolasi. Untuk fraksinasi, dapat dilakukan dengan cara kromatografi maupun partisi dan untuk proses pemurnian dapar dilakukan dengan kromatografi maupun kristalografi.

Dalam penentuan struktur suatu senyawa isolat, dapat digunakan berbagai instrumen, seperti spektrofotometri UV-Vis, IR, 1 H NMR, 13 C NMR dam NMR dua

dimensi. Pengayaan penggunaan NMR dua dimensi juga akan mempengaruhi kemungkinan struktur yang lebih sempit sehingga dapat ditentukan satu saja struktur senyawa yang disarankan.

2. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi oleh :

a. Tumbuhan C. soulattri yang digunakan berasal dari Magelang, Jawa Tengah.

b. Bagian tanaman yang digunakan yaitu kulit batang.

c. Isolasi dilakukan dengan tahapan : maserasi, kromatografi cair vakum kolom, dan kromatografi flash.

d. Identifikasi senyawa kimia dilakukan dengan KLT, Spektrofotometri UV-Vis, Spektrofotometri IR, 1 H NMR, 13 C NMR, HSQC, HMBC, dan COSY.

e. Isolasi senyawa kimia dari C. soulattri difokuskan pada kelompok senyawa santon.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Senyawa santon apa yang teridentifikasi dari uji KLT, analisis IR, UV, dan NMR dari ekstrak EtOAc dari kulit batang tumbuhan C. soulattri ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengisolasi senyawa santon yang terdapat pada kulit batang tumbuhan C. soulattri yang berasal dari Magelang, Jawa Tengah.

2. Mengidentifikasi senyawa santon yang diisolasi dari kulit batang C. soulattri yang berasal dari Magelang, Jawa Tengah.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperolah dari penelitian ini adalah memberikan informasi serta referensi baru mengenai senyawa kimia yang terdapat pada kulit batang tumbuhan C. soulattri. Selain itu digunakan sebagai langkah awal studi penelusuran bioaktivitas senyawa yang berhasil diisolasi.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tumbuhan genus Calophyllum

Calophyllum dari bahasa Yunani. Kalos yang artinya cantik, dan phullon yang artinya daun (Su et al., 2008). Calophyllum terdiri lebih dari 200 jenis pohon dan semak–semak tropis asli Asia, Afrika Timur, India dan Australia (Ee et al., 2011). Genus Calophyllum memiliki berbagai macam spesies, antara lain : C. inophyllum, C. teysmannii. C. soulattri, C. brasiliense, C. lanigerum, C. cordato- oblongum, C. lanigerum, C. cerasiferum, C. moonii, C. polyanthum, C. recedens, C. blancoi, dan C. austraiianum (Su et al., 2008). Manfaat tumbuhan dari genus Calophyllum cukup beragam, hal ini dikarenakan adanya senyawa-senyawa yang terkandung didalamnya. Dari penelitian yang telah dilaporkan, senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan genus Calophyllum cukup beragam, antara lain : santon, kumarin, kromanon, terpenoid, dan flavonoid.

1. Santon Dari studi fitokimia, senyawa turunan santon adalah senyawa yang paling banyak terdapat pada Calophyllum. Struktur dasar dari santon, ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar struktur dasar santon :

Gambar 1. Kerangka dasar santon

Salah satu contoh senyawa aromatik turunan santon yang diisolasi dari Calophyllum yaitu caloxanthone B (1), caloxanthone C (2) dan macluraxanthone (3) yang diisolasi dari spesies C. soulattri (Ee et al., 2011). Brasilixanthone (4), 1,3,5- Salah satu contoh senyawa aromatik turunan santon yang diisolasi dari Calophyllum yaitu caloxanthone B (1), caloxanthone C (2) dan macluraxanthone (3) yang diisolasi dari spesies C. soulattri (Ee et al., 2011). Brasilixanthone (4), 1,3,5-

2. Kumarin Senyawa turunan kumarin beberapa sudah diisolasi dari C. soulattri. Senyawa turunan golongan kumarin ini terdistribusi luas dalam tanaman, terutama pada famili Umbeli ferae dan Rutaceae (Sastrohamidjojo, 1996). Kerangka dasar kumarin :

Gambar 2. Kerangka dasar kumarin.

O HO O

OH

Senyawa-senyawa turunan kumarin yang pernah diisolasi dan ditentukan strukturnya dari genus Calophyllum salah satunya yaitu teysmanone A (7) dan teysmanone B (8) yang diisolasi dari batang C. teysmannii (Cao et al, 1998).

3. Kromanon Belum banyak turunan kromanon yang diisolasi dan diidentifikasi beberapa senyawa turunan kromanon telah diisolasi dan diidentifikasi. Salah satu kromanon baru yang ditemukan dari C. brasiliense diketahui mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Sthapyllococcus epidrmidi, yaitu berupa suatu asam kromanon brasiliensiphyllic acid A (9) dan isobrasiliensiphyllic acid A (10) (Cottiglia et al., 2004). Kerangka dasar kromanon ditunjukkan oleh gambar berikut. Kerangka dasar kromanon :

Gambar 3. Kerangka dasar kromanon.

4. Terpenoid Dalam genus Calophyllum, golongan terpenoid yang pernah diisolasi yaitu suatu triterpenoid. Friedelin (11) telah diisolasi dan diidentifikasi dari kulit batang C. soulattri (Ee et al., 2011).

Kerangka dasar triterpenoid :

Gambar 4. Kerangka dasar triterpenoid

(11)

O OH

O HOOC

5. Flavonoid Suatu senyawa flavonoid biasanya terdapat dalam bunga-bungaan, berwarna dan mencolok. Flavonoid mengandung C15 terdiri dari dua inti fenolik yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon.

RR

Gambar 5. Kerangka dasar flavonoid

Flavonoid sederhana yang pernah diisolasi dari genus Calophyllum berupa myricetin (12) telah diisolasi dari bagian bunga dari C. inophyllum (Subramanian, et al., 1971).

2. Tumbuhan Calophyllum soulattri

a. Deskripsi C. soulattri Salah satu spesies dari genus Calophyllum adalah C. soulattri. Tumbuhan ini memiliki nama khas masing-masing di setiap daerah. Di daerah Bangka dikenal dengan sebutan bintangur bunut, di daerah Belitung lebih dikenal dengan sebutan membalung, di Sunda dikenal dengan sulatri, dan di daerah Jawa Tengah lebih a. Deskripsi C. soulattri Salah satu spesies dari genus Calophyllum adalah C. soulattri. Tumbuhan ini memiliki nama khas masing-masing di setiap daerah. Di daerah Bangka dikenal dengan sebutan bintangur bunut, di daerah Belitung lebih dikenal dengan sebutan membalung, di Sunda dikenal dengan sulatri, dan di daerah Jawa Tengah lebih

Kingdom

: Plantae (tumbuhan)

Subkingdom

: Tracheobionta (berpembuluh)

Superdivisio

: Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisio

: Mangnoliophyta (berbunga)

Kelas : Mangnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub-kelas

: Clusiaceae/Gutiferae

: Calophyllum soulattri

Gambar 6. Buah dan batang tumbuhan C. soulattri.

a. Manfaat tumbuhan C. soulattri Tumbuhan C. soulattri secara tradisional sering digunakan sebagai tanaman obat tradisional. Kulit batangnya sering digunakan sebagai insektisida (Syahputra et al., 2004), mengobati pembengkakan kelenjar sedangkan secara internal dapat digunakan untuk memperlancar buang air kecil (diuretic) (Steenis et al., 1975). Getah a. Manfaat tumbuhan C. soulattri Tumbuhan C. soulattri secara tradisional sering digunakan sebagai tanaman obat tradisional. Kulit batangnya sering digunakan sebagai insektisida (Syahputra et al., 2004), mengobati pembengkakan kelenjar sedangkan secara internal dapat digunakan untuk memperlancar buang air kecil (diuretic) (Steenis et al., 1975). Getah

b. Kandungan senyawa pada C. soulattri Dari penelitian yang pernah dilakukan, belum banyak penelitian yang melaporkan tentang kandungan senyawa kimia dalam C. soulattri. Dari hasil penelitian yang pernah dilaporkan, kandungan senyawa kimia yang utama pada kulit batang C. soulattri adalah suatu senyawa turunan santon dengan cincin piran. Caloxanthone B (1), caloxanthone C (2), macluraxanthone (3), brasilixanthone (4), pylattrin (13), dan soulattrin (14) pernah diisolasi dari kulit batang C. soulattri yang berasal dari Malaysia (Ee et al., 2012). Selain santon, suatu triterpenoid yang berupa friedelin (11) dan steroid yang berupa stigmasterol (15) juga telah diisolasi dari kulit batang C. soulattri yang berasal dari daerah Malaysia (Ee et al, 2012).

O HO O

OH

OH

HO

OMe

OH

OH

OMe

3. Metode isolasi tumbuhan

Salah satu metode pemisahan bahan alam yaitu dengan cara ekstraksi. Ekstraksi adalah suatu metode pemisahan kimia berdasarkan perbedaan kelarutan komponen dengan pelarut yang digunakan. Pemilihan metode ekstraksi yang tepat tergantung dari tekstur, kandungan air, bahan tumbuhan yang diekstraksi, dan jenis senyawa yang diisolasi (Padmawinata, 1996). Ekstraksi pada padatan digunakan untuk memisahkan senyawa hasil alam dari jaringan kering tumbuhan, mikroorganisme dan hewan. Metode ekstraksi yang tepat ditentukan oleh tekstur, kandungan air bahan-bahan yang akan diekstrak dan senyawa-senyawa yang akan diisolasi. Jika substansi yang akan diekstrak terdapat di dalam campurannya yang berbentuk padat, maka dilakukan proses ekstraksi padat-cair (Rusdi, 1998).

Maserasi merupakan suatu contoh metode ekstraksi padat–cair bertahap yang dilakukan dengan membiarkan padatan atau bahan terendam dalam suatu pelarut. Proses perendaman dapat dilakukan dengan jalan pemanasan, tanpa pemanasan (pada suhu kamar), atau bahkan dengan suhu pendidihan. Keuntungan dari metode maserasi yaitu waktu yang diperlukan cepat, terutama apabila maserasi dilakukan pada suhu didih pelarut. Waktu perendaman dapat bervariasi antara 15 – 30 menit tetapi terkadang sampai 24 jam. Akan tetapi kekurangan pada metode maserasi ini, pelarut yang dibutuhkan cukup besar, berkisar 10 – 20 kali jumlah sampel, karena sampel harus terrendam sempurna oleh pelarut (Kristanti dkk., 2008).

Ekstraksi biasanya dimulai dengan menggunakan pelarut organik secara berurutan dengan kepolaran yang semakin meningkat. Digunakan pelarut n-heksan, eter, petroleum eter atau kloroform untuk mengambil senyawa dengan tingkat kepolaran rendah. Selanjutnya digunakan pelarut yang lebih polar seperti alkohol dan etil asetat untuk mengambil senyawa – senyawa yang lebih polar. Pemilihan pelarut berdasarkan kaidah “like dissolve like”, yang berarti suati senyawa yang bersifat polar akan larut dalam suatu pelarut non polar. Jika maserasi dilakukan dengan pelarut air, maka perlu dilakukanproses ekstraksi lebih lanjut, yaitu ekstraksi fasa air yang diperoleh dengan pelarut organik. Sedangkan apabila menggunakan pelarut organik, Ekstraksi biasanya dimulai dengan menggunakan pelarut organik secara berurutan dengan kepolaran yang semakin meningkat. Digunakan pelarut n-heksan, eter, petroleum eter atau kloroform untuk mengambil senyawa dengan tingkat kepolaran rendah. Selanjutnya digunakan pelarut yang lebih polar seperti alkohol dan etil asetat untuk mengambil senyawa – senyawa yang lebih polar. Pemilihan pelarut berdasarkan kaidah “like dissolve like”, yang berarti suati senyawa yang bersifat polar akan larut dalam suatu pelarut non polar. Jika maserasi dilakukan dengan pelarut air, maka perlu dilakukanproses ekstraksi lebih lanjut, yaitu ekstraksi fasa air yang diperoleh dengan pelarut organik. Sedangkan apabila menggunakan pelarut organik,

4. Metode pemurnian senyawa

Kromatografi pada hakekatnya adalah suatu metode pemisahan dimana komponen – komponen yang dipisahkan terdistribusi di dalam dua fasa yang tidak saling bercampur yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa gerak adalah fasa yang membawa cuplikan sedangkan fasa diam adalah fasa yang menahan cuplikan secara efektif (Sastrohamidjojo, 2002).

a. Kromatografi lapis tipis Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi cair-padat dan merupakan metode pemisahan fisikokimia. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik bahan penyerap maupun cuplikannya. KLT juga dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik. KLT juga dapat berfungsi untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Fase diam dapat berupa pembentukan lapis tipis dimana fase gerak dibiarkan naik berdasarkan kapilaritas (Hostettmann et al., 1985). Fase diam mempunyai sifat tidak larut dalam fase gerak maupun dalam komponen sampel. Komponen campuran yang bergerak melalui plat KLT mempunyai kecepatan yang berbeda-beda tergantung pada kelarutan komponen dalam pelarut dan kelarutan adsorpsi fase diam terhadap komponen (Sastrohamidjojo, 1991).

Fase diam tersebut dapat berupa lapisan tipis silika gel atau bahan serbuk lainnya, fase diam yang bisa digunakan sebagai pelapis plat adalah silika gel (SiO 2 ), selulosa, alumina (Al 2 O 3 ) dan kieselgur (tanahdiatome) (Gritter, 1991). Silika gel

adalah yang paling banyak digunakan pada pemisahan senyawa bahan alam.rata-rata adalah yang paling banyak digunakan pada pemisahan senyawa bahan alam.rata-rata

Pelarut sebagai fasa gerak merupakan faktor yang menentukan gerakan komponen-komponen dalam campuran. Pemilihan pelarut tergantung pada sifat kelarutan komponen tersebut terhadap pelarut yang digunakan. Trappe dalam Sastrohamidjojo (1991) mengatakan bahwa kekuatan elusi dari deret-deret pelarut untuk senyawa-senyawa dalam KLT dengan menggunakan silika gel akan turun dengan urutan sebagai berikut : air murni > metanol > etanol > propanol > aseton > etilasetat > kloroform > metilklorida > benzena > toluen > trikloroetilena > tetraklorida > sikloheksana > heksana. Fasa gerak yang bersifat lebih polar digunakan untuk mengelusi senyawa-senyawa yang adsorbsinya kuat, sedangkan fasa gerak yang kurang polar digunakan untuk mengelusi senyawa yang adsorbsinya lemah. Teknik KLT sangat popular, dikarenakan penggunaannya sangat mudah, cepat, dapat digunakan untuk mengelusi sampel dengan serentak, dan sampel yang dibutuhkan sangat sedikit (Sastrohamidjojo, 1992).

Identifikasi dari senyawa terpisah pada KLT diperoleh dari harga faktor retensi (R f ) yaitu dengan membandingkan jarak yang ditempuh senyawa terlarut dengan jarak tempuh pelarut. R

Jarak yang digerakkan oleh senyawa darititik asal f :

Jarak yang ditempuh pelarut dari titik asal

Nilai R f senyawa murni dpat dibandingkan dengan harga R f senyawa standar. Oleh karena itu, harga R f selalu lebih kecil dari 1,0. Campuran yang akan

dipisahkan berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah plat diletakkan dalam larutan pengembang yang cocok, pemisahan yang terjadi adalah adsorbsi. Kekuatan adsorbsi tergantung kuat lemahnya interaksi antara senyawa, pelarut, dan adsorben (Padmawinata, 1991).

Identifikasi senyawa pada KLT dapat dilakukan dengan melihat warna noda dibawah sinar UV atau dengan menyemprotkan pereaksi warna sesuai dengan jenis Identifikasi senyawa pada KLT dapat dilakukan dengan melihat warna noda dibawah sinar UV atau dengan menyemprotkan pereaksi warna sesuai dengan jenis

b. Kromatografi Vakum Cair Kromatografi vakum cair merupakan salah satu kolom khusus yang biasanya juga menggunakan silika gel sebagai adsorben (Kristanti dkk., 2008). Kromatografi kolom prinsipnya sama dengan KLT, hanya saja pada kromatografi kolom fase diam dan fase geraknya terletak pada suatu kolom yang biasanya terbuat dari kaca. Senyawa yang akan dipisahkan dan dipartisikan diantara padatan penyerap (fasa diam) dan pelarut (fasa gerak) yang mengalir melalui padatan penyerap. Senyawa yang kurang larut dalam fasa gerak cair akan bergerak lebih lambat sepanjang berada dalam cairan pelarut (Sastrohamidjojo, 1992).

Fraksinasi suatu sampel bahan alam dapat dilakukan denga metode KVC untuk memisahkan fraksi polar dengan fraksi non polarnya. Teknik kromatografi vakum cair menggunakan system pengisapan untuk mempercepat proses elusi menggantikan system penekanan dengan gas. Pada kromatografi vakum cair, fraksi – fraksi yang ditampung biasanya volumenya lebih banyak dibandingkan denga fraksi- fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom biasa.

Langkah pemisahan menggunakan kromatografi vakum cair biasanya dilakukan pada tahap awal pemisahan, berbeda halnya dengan kromatografi kolom yang menggunakan tekanan pada bagian atas kolom untuk meningkatkan laju aliran, pada kromatografi vakum cair bagian atasnya terbuka sehingga untuk mengotak-atik kolom untuk penggantian pelarut mudah dilakukan (Kristanti dkk., 2008).

c. Kromatografi Flash Fraksinsi suatu sampel bahan alam dapat dilakukan dengan metode kromatografi vakum cair untuk memisahkan fraksi polar dengan non polarnya. Fraksi yang diperoleh dari kromatografi vakum cair diisolasi dan dilakukan pemurnian dengan kromatografi flash dan atau sephadek. Besarnya cuplikan berbanding lurus dengan luas penampang kolom. Adsorben yang paling sering digunakan adalah silika gel Gypsum flouresence 60 (G60) ukuran 63- 200 μm dan silika gel G60 ukuran 40-43

μm. Panjang kolom 30-45 cm untuk jumlah sampel 250-3000 ml. Fasa diam yang sering digunakan adalah silika gel G60 ukuran 63-200 µm dan silika gel G60 ukuran 40-43 µm dengan ukuran partikel 40-63 mess. Besarnya cuplikan berbanding lurus dengan luas penampang kolom. Adsorben yang paling sering digunakan adalah silika gel G60 ukuran 63- 200 μm dan silika gel G60 ukuran 40-43 μm (Kristanti dkk, 2008).

Pemilihan eluen untuk kromatografi flash disesuaikan dengan R f senyawa yang hendak dipisahkan. R f dari senyawa dianjurkan berada pada range 0,15-0,2. Jika R f senyawa 0,2, jumlah eluen yang digunakan 5 kali berat silika gel dalam kolom. Fraksi-fraksi yang didapatkan tersebut kemudian diuji dengan KLT. Dari uji KLT, fraksi-fraksi yang mengandung senyawa yang diinginkan akan teridentifikasi dan harga Rf nya diketahui (Still et al., 1978).

5. Metode identifikasi senyawa

Setelah didapatkan senyawa isolat, senyawa diidentifikasi dan ditentukan dengan instrumen. Keuntungannya, sampel yang digunakan sedikit, terkadang dalam ukuran ppm. Untuk elusidasi, dapat digunakan spektroskopi UV-Vis, IR, NMR dan NMR dua dimensi.

a. Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri

absorbsi radiasi

elektromagnetik suatu senyawa di daerah UV yang terentang dalam range panjang gelombang 100 – 400 nm dan sinar visible dengan range 400 nm (ungu) sampai 750 nm (merah). Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi electron dari ground state ke exited state yang berenergi lebih tinggi (Fessenden and Fessenden, 1986).

Prinsip dari spektrofotometri UV-Vis adalah adanya transisi elektronik suatu molekul yang disebabkan oleh peristiwa absorbs energi berupa radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai oleh molekul yang sesuai oleh molekul tersebut (Rohman, 2007). Absorbansi radiasi oleh sampel diukur oleh detektor dan Prinsip dari spektrofotometri UV-Vis adalah adanya transisi elektronik suatu molekul yang disebabkan oleh peristiwa absorbs energi berupa radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai oleh molekul yang sesuai oleh molekul tersebut (Rohman, 2007). Absorbansi radiasi oleh sampel diukur oleh detektor dan

b. Spektrofotometri IR Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi inframerah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrofotometri inframerah. Spektrofotometri inframerah didasari adanya getaran atau osilasi. Keadaan vibrasi dari ikatan terjadi pada keadaan tetap, atau terkuantitas pada tingkat-tingkat energi. Panjang gelombang absorbs oleh suatu tipe ikatan tertentu bergantung pada macam getarannya. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang khas. Banyaknya energi yang diabsorbsi oleh suatu ikatan bergantung pada perubahan dalam momen ikatan (Fessenden and Fessenden, 1986).

Frekuensi IR biasanya dinyatakan dalam satuan bilangan gelombang (wave number), yang didefinisikan sebagai banyaknya gelombang persentimeter. Daerah IR mempunyai daerah pengukuran dari 4000-625 cm -1 . Spektrum IR yang berada di daerah di atas 1600-400 cm -1 menunjukkan pita spektrum yang disebabkan adanya vibrasi yang khas dari ikatan kimia gugus fungsi molekul yang ditentukan. Sedangkan pada daerah 1300-625 menunjukkan pita spektrum yang disebabkan oleh getaran seluruh molekul yang dikenal dengan sebutan daerah sidik jari (finger print) (Carey,2000). Tabel 1. Serapan khas gugus fungsi pada IR (Smith, 2006).

Gugus

Daerah Serapan

Kuat,lebar

C sp-H

C C 2250

Medium

C=C

1650

Medium

1600-1500

Medium

c. Spektrofotometri NMR Spektrofotometri NMR merupakan jenias spektrofotometri absorbsi lainnya selain UV dan IR. Spektrofotometri NMR tergantung dari kondisi medan magnet. Sampel dapat menyerap radiasi elektromagnetik dalam daerah radio frekuensi pada frekuensi yang diatur oleh karakteristik sampel (Silverstein, 2005). Dasar dari metode spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR) ini adalah kajian terhadap momen magnet dari inti atom dalam molekul yang timbul akibat perputaran inti tersebut. Momen magnet dari suatu inti atom dipengaruhi oleh atom-atom yang ada di dekatnya, sehingga atom yang sama dapat mempunyai momen magnet yang berbeda bergantung pada lingkungannya. Bila inti atom diletakkan diantara kutub-kutub magnet yang sangat kuat, maka inti akan mensejajarkan medan magnetiknya sejajar (paralel) atau melawan (antiparalel) dengan medan magnet (Hart, 2003).

1) 13 C NMR. Penelitian kerangka karbon pada suatu senyawa mulai dikembangkan pada awal tahun 1970-an. Spektrofotometri 13 C NMR memberikan informasi tentang jumlah atom karbon dari struktur molekul. Pergeseran kimia 13 C terjadi pada daerah yang lebih lebar dibandingkan daerah geseran kimia 1 H. keduanya diukur terhadap

senyawa standar yang sama, yaitu tetrametilsilen (TMS), yang semua karbon metilnya ekuivalen dan memberikan sinyal yang tajam (Achmadi, 2003). Posisi

relatif absorbsi 13 C ditunjukkan pada gambar 7.

C aldehid dan keton

C alkena dan aromatik

C-O dan C=N

C ester,amida,dan karboksilat C alkunil

C alkil

200 150 100 50 0 ppm

Gambar 7. Posisi relatif absorbsi 13 C NMR (Pudjaatmaka, 1982).

Pergeseran kimia untuk 13 C dinyatakan dalam satuan δ, pada umumnya

dituliskan dalam kisaran 0-200 ppm dibawah medan TMS (Achmadi,2003).

2) 1 H NMR Spektrofotometri proton atau 1 H NMR memberikan informasi struktural mengenai atom-atom hidrogen dalam sebuah molekul organik. Tidak semua inti 1 H

membalikkan spinnya tepat sama dengan frekuensi radio karena inti-inti tersebut mungkin berbeda dalam lingkungan kimianya atah bahkan lingkungan elektroniknya. Kondisi ini menuyebabkan pergeseran kimia. Pergeseran kimia untuk beberapa jenis

inti 1 H ditunjukkan pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Pergeseran kimia proton 1 H yang khas (Relatif terhadap TMS)

Jenis 1 H δ (ppm)

Jenis 1 H δ (ppm)

C – CH 3 0,85 – 0,95

5,2 – 5,7 CH 3 –C=C

O –C–H

3) HSQC (Heteronuclear Single Quantum Correlation) HSQC merupakan salah satu NMR dua dimensi. Teknik HSQC pada dasarnya sama dengan teknik HMQC yaitu memberikan informasi tentang korelasi antara proton dengan karbon dalam satu ikatan (Rumampuk, 2005). Data hasil HSQC adalah hubungan CH dua dimensi yang ditunjukkan sebagai sinyal δC vs δH. Pergeseran dari hubungan karbon proton berguna dalam elusidasi struktur karena

memberikan jawaban inti 1 H mana yang terikat pada inti 13 C.

4) HMBC (Heteronuclear Multiple Bond Correlation) HMBC merupakan salah satu jenis NMR dua dimensi yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara proton dengan karbon yang berjarak 2 sampai 3 ikatan sehingga dapat diketahui atom karbon tetangga (Breitmaier, 2002).

5) 1 H– 1 H COSY (Homonuclear Correlated Spectroscopy)

1 H- 1 H COSY merupakan salah satu jenis NMR dua dimensi. Spektrum 1 H- 1 H COSY

dapat memberikan korelasi H dengan H tetangga melalui kontur yang muncul pada spektrum. Dari spektrum ini dapat diketahui proton-proton yang berdekatan pada

suatu senyawa. Spektroskopi 1 H- 1 H COSY adalah metode yang paling mudah pada 2D NMR (Supratman, 2010).

B. Kerangka Pemikiran

Salah satu manfaat dari kulit batang C. soulattri yaitu sebagai insektisida (Syahputra et al., 2007). Pada penelitian sebelumnya, dilaporkan bahwa pada kulit batang C. soulattri yang tumbuh di Malaysia mengandung senyawa piranosanton terprenilasi, soulattrin, triterpene friedelin, dan steroid stigmasterol (Ee et al., 2011). Pada penelitian kulit batang C. soulattri yang diambil di daerah Magelang Jawa Tengah ini, diduga akan didapatkan senyawa–senyawa kimia yang berbeda dari penelitian – penelitian sebelumnya dikarenakan adanya perbedaan pelarut yang digunakan dalam proses maserasi dan eluen yang digunakan untuk proses kromatografi.

Beberapa senyawa santon, yaitu piranosanton, caloxanthone B, caloxanthone

C (Ee et al., 2011), macluraxanthone dan brasixanthone (Ee et al ,2012) telah berhasil diisolasi dari kulit batang tumbuhan C. soulattri dengah pelarut diklorometan. Akan tetapi, diharapkan masih ada senyawa aromatik lain yang belum teridentifikasi dengan adanya perbedaan pelarut saat proses maserasi dan eluen pada saat proses pemisahan. Senyawa aromatik yang terdapat dalam kulit batang C. soulattri masih sangat terbatas. Selain senyawa-senyawa turunan santon, diduga senyawa aromatik lain, seperti flavonoid dan kumarin dapat dipisahkan dari ekstrak kulit batang C.

soulatttri karena pelarut yang digunakan berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penggunaan pelarut EtOAc yang cenderung lebih polar dari diklorometan diharapkan dapat memberikan informasi tentang senyawa-senyawa aromatik lain yang terkandung.

C. Hipotesis

Dari kerangka pemikiran di atas dapat ditarik hipotesis sebagai berikut : Senyawa santon yang mungkin diisolasi dari kulit batang C. soulattri yang

berasal dari Magelang Jawa Tengah antara lain senyawa turunan pyranosanton terprenilasi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan metode eksperimen laboratorium. Isolasi senyawa bahan alam menggunakan metode ekstraksi dan kromatografi. Ekstraksi dilakukan untuk mengambil senyawa bahan alam dari sampel tumbuhan. Isolasi dan purifikasi senyawa murni menggunakan teknik kromatografi kolom dengan fasa diam silika gel. Isolasi senyawa dipandu dengan kromatografi lapis tipis (KLT).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS dan laboratorium Pusat MIPA Sub Laboratorium Kimia Pusat UNS yang dilaksanakan pada bulan Maret – Desember 2012. Uji karakterisasi UV, IR, dan NMR dilakukan di Universitas Maret Surakarta.

C. Alat dan Bahan

1. Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan antara lain seperangkat alat maserasi yang berbahan alumunium. Setelah maserasi sampel disaring dengan penyaring buchner. Peralatan gelas seperti pipet tetes, pipet volumetri, gelas beker juga digunakan. Sampel dikentalkan dengan menggunakan rotatory evaporator dan didiamkan dalam desikator. Ekstrak kental difraksinasi dengan kromatografi vakum kolom dengan lebar kolom 9 cm untuk vakum digunakan pompa vakum. Sampel hasil fraksinasi dimurnikan dengan kromatografi kolom, kolom yang digunakan berdiameter 2 cm. untuk KLT digunakan chamber berbahan kaca. Untuk melihat spot digunakan lampu UV dengan λ 254 nm. Elusidasi struktur menggunakan spektrofotometri UV

(Shimadzu UV mini 1240), Spektrofotometri IR (shimadzu PRESTIGE 21), dan NMR ( AGILENT VNMR 400 MZ)

2. Bahan-bahan yang digunakan

Kulit batang C. Soulattri sebanyak 2,99 kg basah digiling hingga menjadi serbuk. Dimaserasi dengan pelarut etil asetat 8 L. Untuk KLT, digunakan n-heksan, aseton, dan EtOAc redestilasi. Untuk kromatografi vakum kolom, digunakan pelarut n-heksan dan EtOAc redestilasi. Silika gel yang digunakan untuk KVC merck Si-gel

60 GF 254 . Untuk kromatografi flash digunakan silika gel merck kieselgel 60 (0,04- 0,063 mm). untuk kromatografi lapis tipis, digunakan plat silika berlapis alumunium (Merck kieselgel 60 GF 254 ). Silika yang digunakan untuk impregnasi, digunakan silika adsorb Merck Kieselgel 60 (0,2-0,5 mm). Penggunaan MeOH untuk melarutkan sampel pada saat uji UV, digunakan MeOH grade pro analisis. Untuk reagen semprot

pada KLT, digunakan Ce(SO 4 ) 2 2% Ce(SO 4 ) 2 .4H 2 O dalam H 2 SO 4 1M.

D. Prosedur Penelitian

1. Determinasi

Determinasi sampel C. soulattri yang akan digunakan dalam penelitian dilakukan di herbarium UGM. Determinasi dilakukan berdasarkan pengamatan ciri fisiologis tumbuhan.

2. Persiapan sampel

Kulit batang C. soulattri dipotong kemudian dikeringkan. Selanjutnya kulit batang C. soulattri kering dibuat serbuk. Preparasi sampel menjadi simplisia serbuk dilakukan di Jurusan Farmasi Universitas Setia Budi.

3. Ekstraksi sampel

Serbuk kering kulit batang dimaserasi dalam etil asetat selama 3 hari. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan buchner untuk memisahkan ekstrak etil asetat dari residu. Ekstrak EtOAc dievaporasi sampai kental.

4. Kromatografi

Ekstrak EtOAc kental difraksinasi menggunakan kromatografi vakum cair (KVC) untuk memisahkan fraksi polar dan non polarnya. Fraksi polar yang diperoleh diisolasi dan dilakukan pemurnian dengan kromatografi flash menggunakan pelarut yang tidak sama saat KVC dan dipandu dengan KLT.

5. Identifikasi

Elusidasi struktur senyawa bahan alam senyawa aromatik dari C. soulattri menggunakan spektroskopi UV, IR, dan NMR ( 1 H NMR, 13 C NMR, HSQC, HMBC, dan COSY).

E. Bagan Alir Cara Kerja

Kulit batang tumbuhan C. soulattri

EtOAc

Serbuk kulit batang C.

Senyawa murni

Uji KLT pemilihan eluen

Kromatografi flash

Fraksi dengan bobot yang mencukupi

Uji kemurnian senyawa

Uji UV, IR, NMR

Struktur senyawa

KLT

F. Teknik Analisa Data

Pada penelitian ini akan diperoleh beberapa macam data. Untuk analisis KLT akan diperoleh noda yang berwarna yang dipandu dengan lampu UV serta

disemprot dengan reagen penanda Ce(SO 4 ) 2 . Dari KLT, dapat diketahui pola

pemisahan dan dapat digunakan untuk menentukan eluen yang sesuai untuk proses kromatigrafi. Kemudian akan dilakukan analisis gugus kromofor dan kerangka menggunakan spektroskopi UV. Gugus fungsi senyawa diketahui dengan analisis infra merah (IR). Kerangka dasar, jumlah proton karbon senyawa dianalisis dengan

metode 1 H NMR dan 13 C NMR. Dari 1 H NMR dapat diketahui geseran kimia, multiplisitas dan konstanta kopling (J), sedangkan dari 13 C NMR dapat diketahui

kerangka dasar melalui jumlah karbon dan geseran kimianya. Dari data ini didukung dengan data HSQC, HMBC, dan COSY dimana dari data HSQC menunjukkan hubungan karbon dan proton yang berjarak satu ikatan sehingga dapat diketahui jenis karbon dan protonnya. Hubungan proton 2–3 ikatan akan terlihat dari dara HMBC. Selain itu, dari data COSY dapat diketahui proton-proton yang saling bertetangga.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Isolasi Senyawa dari Kulit Batang C. soulattri

Hasil penyaringan dan evaporasi ekstrak dari ekstrak EtOAc kulit batang tumbuhan C. soulattri diperoleh ekstrak EtOAc sebanyak 52 g. Dari sejumlah ekstrak yang didapatkan, dilakukan suatu fraksinasi. Ekstrak di KVC sebanyak 2 kali, dimana sekali proses KVC sampel yang digunakan sebanyak 20 g. Eluen yang digunakan yaitu n-heksan : EtOAc dengan perbandingan (10:0) (1 kali) ; (9,5:0,5) (2 kali); (9:1) (4 kali); (8,5:1,5) (4 kali); (8:2) (2 kali); (1:1) (1 kali); dan (0:10) (1 kali).

Kemudian hasil dari kedua KVC digabung. Penggabungan hasil KVC 1 dan KVC 2 didasarkan pada spot-spot yang terlihat. Spot dengan pola pemisahan yang sama digabung menjadi satu. Sehingga, dari penggabungan hasil KVC 1 dan 2 didapatkan hasil pada gambar 8.

Gambar 8. Hasil uji KLT penggabungan KVC I dan II dengan eluen pada KLT n-heksan:EtOAc (9:1) dengan penampak bercak Ce(SO 4 ) 2 .

Dari hasil KLT penggabungan diatas, masing-masing didapatkan beratnya sebanyak : fraksi 1 (0,68 g), fraksi 2 (2,67 g), fraksi 3 (2,16 g), fraksi 4 (4,04 g), Dari hasil KLT penggabungan diatas, masing-masing didapatkan beratnya sebanyak : fraksi 1 (0,68 g), fraksi 2 (2,67 g), fraksi 3 (2,16 g), fraksi 4 (4,04 g),

Dari hasil yang didapat, fraksi 7 merupakan fraksi dengan spot yang paling sederhana dan dengan berat yang memadahi. Oleh karena itu, fraksi 7 merupakan fraksi target yang dipakai untuk pemisahan lebih lanjut. Selain itu, pada fraksi 7 memiliki tingkat kepolaran yang lebih tinggi dari fraksi-fraksi sebelumnya sehingga dimungkinkan didapatkannya senyawa aromatik lebih besar pada fraksi ini. Sebelum dilakukan kromarografi flash, perlu dilakukan KLT untuk mencari eluen yang lebih sesuai. Pada kromatogtrafi flash, digunakan eluen n-heksan : aseton (9:1) (2 kali) dalam 150 mL dan (8:2) (1 kali) dalam 100 mL.

Hasil kromatografi flash dari fraksi 7 didapatkan 26 fraksi. Dari kesamaan spot pada KLT, fraksi-fraksi dengan spot yang dengan spot yang hampir mirip kemudian digabung sehingga didapatkan 12 fraksi yang lebih sederhana. Penggabungan KLT hasil kromatografi flash ditunjukkan oleh gambar 8.

Gambar 8. KLT hasil penggabungan hasil kromatografi flash fraksi 7 dengan eluen n-heksan : EtOAc (8,5:1,5) dengan penampak

bercak Ce(SO 4 ) 2

Dari hasil KLT gabungan hasil kromatografi flash fraksi 7 diatas, didapatkan