Hukum Perjanjian Bagi para hasil
Hukum Perjanjian Bagi hasil
Pemegang hak atas tanah sekarang banyak melakukan menjual haknya kepada developer untuk secara
bagi bangun. Hal ini dianggap cara mudah dan murah bagi pemegang hak atas tanah untuk
mendapatkan bangunan (baru) tanpa harus mengeluarkan biaya.
Dalam Bagi Bangun, pada umumnya dilakukan perjanjian yang dibuat di hadapan Notaris antara
pemegang hak atas tanah dengan developer. Pada prinsipnya, pemegang hak atas tanah menukar
sebagian luas tanahnya untuk membayar bangunan yang dibangunkan oleh developer dan sebaliknya
developer melakukan pembangunan gedung untuk pemegang hak atas tanah sebagai pembayaran
pemberian sebagian hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah. Secara de facto, pemegang hak atas
tanah juga dapat meminta sejumlah pembayaran tidak seluruhnya dengan bangunan, tetapi
dikombinasikan dengan sejumlah uang. Hal ini sesuai kesepakatan (pasal 1338 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata) yang tertuang dalam akta notaris.
Atas dasar perjanjian bagi bangun, developer berhak atas sebagian tanah yang menjadi hak pemegang
hak atas tanah. Dalam hal ini jual beli antara developer dan pemegang hak atas tanah telah terjadi
meskipun harga belum dibayar (pasal 1458 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
Oleh karena telah terjadi jual beli meskipun belum dibayar maka pemegang hak atas tanah
memberikan kuasa menjual untuk sebagian tanah yang menjadi bagian developer. Pemberian kuasa
tidak dilakukan dalam bentuk kuasa tersendiri yang dibuat di hadapan notaris yang bukan membuat
perjanjian bagi bangun. Hal ini menyiratkan bahwa pemberian kuasa merupakan perbuatan hukum
yang berdiri sendiri dan bukan satu kesatuan dalam pelaksanaan perjanjian bagi bangun yang pernah
dibuat sebelumnya. Atas dasar kuasa menjual tersebut, developer dapat menjual bagiannya yang
belum dibayarkan kepada pemegang hak atas tanah dalam bentuk bangunan yang menjadi bagian
pemegang hak atas tanah bahkan sejumlah uang sisa.
Baik perjanjian bagi bangun maupun kuasa menjual tentunya tidak hanya mengikat untuk semua halhal yang dinyatakan dalam akta-akta tersebut, akan tetapi juga segala sesuatu yang diharuskan oleh
kepatutan, kebiasaan atau undang-undang (pasal 1339 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
Perbuatan menjual developer yang belum melaksanakan pembayaran adalah suatu hal yang tidak
patut. Sepatutnya, pembeli yang membeli benda melakukan pembayaran kepada penjual dan
sebaliknya penjual akan menyerahkan benda yang telah dibayar kepada pembeli. Hak kebendaan telah
beralih kepada pembeli apabila penyerahan benda telah dilakukan oleh penjual (pasal 1459 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata).
Pada prinsipnya, hak pemegang hak atas tanah (pihak III yang membeli berdasarkan kuasa menjual
yang digunakan oleh developer), dapat dibatalkan apabila ternyata pembelian hak tersebut
bertentangan dengan undang-undang, kepatutan dan kebiasaan (pasal 32 ayat [2] Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Sebelum sampai jalur yudikatif, tentunya dapat dilakukan
pelaksanaan mediasi atas perjanjian bagi bangun yang dilakukan bersama notaris yang membuat
perjanjian bagi bangun dengan notaris yang membuat kuasa menjualnya. Kedudukan notaris sebagai
mediator ini adalah kedudukannya sebagai penyuluh hukum (pasal 15 ayat [2] Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004). Notaris dapat menjadi penyeimbang hubungan ekonomi dan sosial antara
developer dan pemegang hak atas tanah.
Untuk meminimalisir resiko yang mungkin terjadi, sebaiknya kuasa jual dibuat dalam satu ketentuan
dalam perjanjian bagi bangun. Kuasa jual merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan
dengan perjanjian bagi bangun. Kuasa jual dapat diperjanjikan dapat dilaksanakan jika telah
dilaksanakan penyerahan benda yang menjadi hak pemegang hak atas tanah dan pelaksanaan semua
kewajiban dari developer. Pejabat Pembuat Akta Tanah akan melaksanakan jual beli tidak serta merta
melaksanakan kuasa jual akan tetapi juga terikat dengan segala syarat dan ketentuan yang dinyatakan
dalam perjanjian bagi bangun.
Apabila dalam perjanjian bagi bangun tidak mencantumkan kuasa menjual, maka diperlukan peran
aktif dari pemberi kuasa untuk melindungi kepentingannya tersebut. Notaris juga dapat aktif mengali
maksud dari pemberian kuasa jual tersebut. Jika ternyata terdapat perjanjian bagi bangun maka
sebaiknya dibuatkan juga ketentuan tentang pembatasan kuasa seperti pelaksanaan kuasa dapat
dilakukan jika telah dilaksanakan penyerahan benda yang menjadi hak pemegang hak atas tanah dari
developer dan/atau pembayaran sejumlah uang dari developer.
Pada prinsipnya perjanjian bagi bangun dilaksanakan dalam perjanjian yang mengikat para pihak
yang beritikad baik. Dalam pelaksanaannya juga wajib sejalan dengan kepatutan, kebiasan dan
undang-undang. Para pihak seharusnya dapat membentengi kepentingannya sendiri agar tercipta
kepastian dari perbuatan hukum bagi bangun tersebut. Notaris sebagai penyuluh hukum dapat berdiri
sebagai penyeimbang dari kepentingan para pihak agar bermanfaat bagi para pihak.at bagi para pihak.
Pemegang hak atas tanah sekarang banyak melakukan menjual haknya kepada developer untuk secara
bagi bangun. Hal ini dianggap cara mudah dan murah bagi pemegang hak atas tanah untuk
mendapatkan bangunan (baru) tanpa harus mengeluarkan biaya.
Dalam Bagi Bangun, pada umumnya dilakukan perjanjian yang dibuat di hadapan Notaris antara
pemegang hak atas tanah dengan developer. Pada prinsipnya, pemegang hak atas tanah menukar
sebagian luas tanahnya untuk membayar bangunan yang dibangunkan oleh developer dan sebaliknya
developer melakukan pembangunan gedung untuk pemegang hak atas tanah sebagai pembayaran
pemberian sebagian hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah. Secara de facto, pemegang hak atas
tanah juga dapat meminta sejumlah pembayaran tidak seluruhnya dengan bangunan, tetapi
dikombinasikan dengan sejumlah uang. Hal ini sesuai kesepakatan (pasal 1338 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata) yang tertuang dalam akta notaris.
Atas dasar perjanjian bagi bangun, developer berhak atas sebagian tanah yang menjadi hak pemegang
hak atas tanah. Dalam hal ini jual beli antara developer dan pemegang hak atas tanah telah terjadi
meskipun harga belum dibayar (pasal 1458 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
Oleh karena telah terjadi jual beli meskipun belum dibayar maka pemegang hak atas tanah
memberikan kuasa menjual untuk sebagian tanah yang menjadi bagian developer. Pemberian kuasa
tidak dilakukan dalam bentuk kuasa tersendiri yang dibuat di hadapan notaris yang bukan membuat
perjanjian bagi bangun. Hal ini menyiratkan bahwa pemberian kuasa merupakan perbuatan hukum
yang berdiri sendiri dan bukan satu kesatuan dalam pelaksanaan perjanjian bagi bangun yang pernah
dibuat sebelumnya. Atas dasar kuasa menjual tersebut, developer dapat menjual bagiannya yang
belum dibayarkan kepada pemegang hak atas tanah dalam bentuk bangunan yang menjadi bagian
pemegang hak atas tanah bahkan sejumlah uang sisa.
Baik perjanjian bagi bangun maupun kuasa menjual tentunya tidak hanya mengikat untuk semua halhal yang dinyatakan dalam akta-akta tersebut, akan tetapi juga segala sesuatu yang diharuskan oleh
kepatutan, kebiasaan atau undang-undang (pasal 1339 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
Perbuatan menjual developer yang belum melaksanakan pembayaran adalah suatu hal yang tidak
patut. Sepatutnya, pembeli yang membeli benda melakukan pembayaran kepada penjual dan
sebaliknya penjual akan menyerahkan benda yang telah dibayar kepada pembeli. Hak kebendaan telah
beralih kepada pembeli apabila penyerahan benda telah dilakukan oleh penjual (pasal 1459 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata).
Pada prinsipnya, hak pemegang hak atas tanah (pihak III yang membeli berdasarkan kuasa menjual
yang digunakan oleh developer), dapat dibatalkan apabila ternyata pembelian hak tersebut
bertentangan dengan undang-undang, kepatutan dan kebiasaan (pasal 32 ayat [2] Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Sebelum sampai jalur yudikatif, tentunya dapat dilakukan
pelaksanaan mediasi atas perjanjian bagi bangun yang dilakukan bersama notaris yang membuat
perjanjian bagi bangun dengan notaris yang membuat kuasa menjualnya. Kedudukan notaris sebagai
mediator ini adalah kedudukannya sebagai penyuluh hukum (pasal 15 ayat [2] Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004). Notaris dapat menjadi penyeimbang hubungan ekonomi dan sosial antara
developer dan pemegang hak atas tanah.
Untuk meminimalisir resiko yang mungkin terjadi, sebaiknya kuasa jual dibuat dalam satu ketentuan
dalam perjanjian bagi bangun. Kuasa jual merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan
dengan perjanjian bagi bangun. Kuasa jual dapat diperjanjikan dapat dilaksanakan jika telah
dilaksanakan penyerahan benda yang menjadi hak pemegang hak atas tanah dan pelaksanaan semua
kewajiban dari developer. Pejabat Pembuat Akta Tanah akan melaksanakan jual beli tidak serta merta
melaksanakan kuasa jual akan tetapi juga terikat dengan segala syarat dan ketentuan yang dinyatakan
dalam perjanjian bagi bangun.
Apabila dalam perjanjian bagi bangun tidak mencantumkan kuasa menjual, maka diperlukan peran
aktif dari pemberi kuasa untuk melindungi kepentingannya tersebut. Notaris juga dapat aktif mengali
maksud dari pemberian kuasa jual tersebut. Jika ternyata terdapat perjanjian bagi bangun maka
sebaiknya dibuatkan juga ketentuan tentang pembatasan kuasa seperti pelaksanaan kuasa dapat
dilakukan jika telah dilaksanakan penyerahan benda yang menjadi hak pemegang hak atas tanah dari
developer dan/atau pembayaran sejumlah uang dari developer.
Pada prinsipnya perjanjian bagi bangun dilaksanakan dalam perjanjian yang mengikat para pihak
yang beritikad baik. Dalam pelaksanaannya juga wajib sejalan dengan kepatutan, kebiasan dan
undang-undang. Para pihak seharusnya dapat membentengi kepentingannya sendiri agar tercipta
kepastian dari perbuatan hukum bagi bangun tersebut. Notaris sebagai penyuluh hukum dapat berdiri
sebagai penyeimbang dari kepentingan para pihak agar bermanfaat bagi para pihak.at bagi para pihak.