BEBERAPA NEGARA DENGAN ALIRAN FILSAFAT P

Tugas Makalah Filsafat Pendidikan

FI LSAFAT PEN DI DI K AN
DAN

BEBERAPA N EGARA DEN GAN ALI RAN FI LSAFAT
PEN DI DI K AN YAN G DI AN U T N YA

Oleh :

Iwan Sunarya Panjaitan
NIM. 8136132065
Program Studi Administrasi Pendidikan
Konsentrasi Kepengawasan

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2013

1


KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha
Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang
diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas “Filsafat Pendidikan dan Beberapa
Negara dengan Aliran Filsafat yang Dianutnya.”
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman akan beberapa aliran
filsafat pendidikan yang akan menentukan sistem pendidikan suatu bangsa dan sekaligus
melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti mata kuliah “Filsafat
Ilmu Pendidikan ”
Dalam proses pendalaman materi Filsafat Pendidikan ini, tentunya kami
mendapatkan bimbingan, arahan, dan pengetahuan, untuk itu rasa terima kasih yang
dalam-dalamnya kami sampaikan kepada:


Bapak Dr. Irsan Rangkuti, M.Pd, M.si, selaku dosen mata kuliah “Filsafat Ilmu
Pendidikan”



Rekan-rekan


mahasiwa

yang

telah

banyak

memberikan

masukan

untuk makalah ini.

Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat,

Medan, 24 Oktober 2013
Penyusun


Iwan Sunarya Panjaitan

2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Batasan Masalah
D. Tujuan
E. Manfaat Makalah

Halaman
i
ii
1
2

3
3
3

BAB II PEMBAHASAN DAN ANALISIS
A. Pengertian Filsafat
B. Filsafat Pendidikan
C. Berbagai Aliran dam Filsafat Pendidikan
1. Filsafat Pendidikan Pragmatisme
2. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
3. Filsafat Pendidikan Progresivisme
4. Filsafat Pendidikan Humanisme
5. Filsafat Pendidikan Perenialisme
6. Filsafat Pendidikan Rekontruksionisme
D. Beberapa Negara dengan Aliran Filsafat Pendidikan yang Dianutnya
1. Malasya
2. Republik Rakyat China
3. Amerika Serikat
4. Jerman
5. Mesir

6. Jepang

4
5
7
7
8
8
9
10
11
15
15
16
17
18
20
21

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

23
23

DAFTAR PUSTAKA

24

3

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bilamana pendidikan dipandang sebagai sub sistem kehidupan masyarakat, maka
kehadirannya sejalan dengan proses perkembangan masyarakat yang bersangkutan.
Apalagi bila diingat bahwa pendidikan yang disistematisasi kedalam bentuk
kelembagaan seperti sekolah, ia merupakan agence of social change (lembaga yang
bertugas mengubah masyarakat), sekaligus merupakan sarana yang melakukan tugas

dan fungsi kultural dalam masyarakat dalam rangka merealisasi cita-cita.
Sebagai agence of

social change, lembaga pendidikan melaksanakan misi yang

ditugaskan oleh masyarakat. Misi tersebut berupa aspirasi atau ide yang dipandang
dapat memajukan masyarakat. Aspirasi atau ide-ide tersebut dioperasionalisasikan
dalam bentuk program pendidikan yang dikelola secara konsisten melalui proses yang
menuju kearah tujuan yang ideal yang ditetapkan.
Lembaga pendidikan juga merupakan sarana bagi proses pewarisan maupun
transformasi pengetahuan dan nilai-nilai antar generasi. Dari sini, dapat dipahami bahwa
pendidikan senantiasa memiliki muatan ideologis tertentu yang antara lain terekam
melalui kontruksi filosofis yang mendasarinya. Pendidikan dianggap wahana terbaik
bagi pewarisan dan pelestarian nilai-nilain yang nyatanya sekedar yang resmi, sedang
berlaku, dan direstui bahkan wajib diajarkan disemua sekolah dengan satu penafsiran
resmi yang seragam pula.
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik,
baik potensi fisik, potensi cipta, rasa maupun karsanya agar dasar kependidikan adalah
cita-cita kemanusiaan universal. Karenanya pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi
dalam keseimbangan, kesatuan, organis, dinamis, guna mencapai tujuan hidup

kemanusiaan, melalui filsafat kependidikan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang

4

digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Filsafat pendidikan
merupakan aplikasi dalam pendidikan. Ditinjau dari substansi atau isinya, ilmu
pendidikan merupakan suatu sistem pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh
melalui riset dan disajikan dalam bentuk konsep-konsep pendidikan.
Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya
menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah yang
lebih luas, dalam, serta kompleks, yang tidak dapat dibatasi pengalaman dan fakta
pendidikan, dan tidak memungkinkan dijangkau oleh sains pendidikan. Filsafat
pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik untuk mewarnai
sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar.
Kemajuan teknologi yang tinggi dan perubahan sosial masyarakat yang sangat
beragam terasa terhadap pendidikan diberbagai negara. Persaingan ekonomi dan sosial
di berbagai negara menjadikan pendidikan sebagai sesuatu yang harus diperbaiki
sebagai suatu kebutuhan masyarakat mencapai cita-cita suatu negara. Dengan adanya
perkembangan dan pola hidup manusia yang dinamis, maka setiap negara menganut
alirab filsafat pendidikan sebagai arah dalam menentukan sistem pendidikan, tujuan

pendidikan, kurikulum yang dipakai dan proses kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka makalah ini akan membahas filsafat
pendidikan dan beberapa negara dengan aliran filsafat pendidikan yang dianutnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan
akan dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana aliran-aliran filsafat pendidikan akan mempengaruhi tujuan
pendidikan, kurikulum dan proses belajar mengajar?
2. Bagaimana aliran filsafat yang diterapkan di beberapa negara (sebagai
perbandingan) ?

5

C. Batasan Masalah
Mengingat banyaknya negara didunia ini dan keterbatasan waktu dalam membuat
makala ini, maka makalah ini hanya membahas beberapa negara dan aliran filsafat
pendidikan yang dianutnya.
D. Tujuan Makalah
Bertitik tolak dari masalah yang akan dibahas secara umum, makalah ini
bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana aliran-aliran filsafat pendidikan akan
mempengaruhi tujuan pendidikan, kurikulum dan proses belajar mengajar.
2. Untuk mengetahui bagaimana aliran filsafat yang diterapkan di beberapa
negara (sebagai perbandingan).
E. Manfaat Makalah
Dengan tercapainya tujuan makalah ini, makalah ini mempunyai manfaat praktis,
yaitu makalah ini akan dapat menambah wawasan tentang filsafat pendidikan
yang dianut diberbagai negara, dan dapat memberikan gambaran mengenai
sistem pendidikan diberbagai negara.

6

BAB II
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
A. Pengertian Filsafat
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan
jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam
kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris;
“philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab. Menurut
Simanjuntak (2013:8) para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat,

namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat
ditinjau dari dua segi yaitu secara epistemologi dan secara terminologi.
Secara epistemologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau
juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia - philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan.
Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah
pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.
Surip dan Mursini (2010:3) mengemukakan bahwa pengertian filsafat secara
terminologi sangat beragam baik dalam ungkapan maupun titik tekanannya . Bahkan,
Hatta dan Langeveld ( dalam Surip dan Mursini, 2010:4) mengatakan bahwa defenisi
filsafat tidak perlu diberikan karena Setiap orang memiliki titik tekan sendiri dalam
defenisinya. Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat
mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles
berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang
terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik,
dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu
( pengetahuan ) tentang alam maupun bagaimana hakikat yang sebenarnya.
Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran ,
tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, dan sistematik.

7

Stephen Palmquis dalam bukunya Pohon Filsafat mendefenisikan filsafat sebagai
disiplin yang mendefenisikan Sendiri (dalam Simanjuntak, 2013:7).
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan
bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala
sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai
hakikat segala situasi tersebut.
B. Filsafat Pendidikan
Lembaga pendidikan adalah sarana bagi proses pewarisan maupun transformasi
pengetahuan dan nilai-nilai antar generasi. Dari dini dapat dipahami bahwa pendidikan
senantiasa memiliki muatan ideologis tertentu yang antara lain terekam melalui
kontruksi filosofi yang mendasarinya. Dalam dunia pendidikan, filsafat mempunyai
peranan yang sangat besar. Karena, filsafat yang merupakan pandangan hidup ikut
menentukan arah dan tujuan proses pendidikan.
Oleh karena itu, filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat.
Sebab, pendidikan sendiri pada hakikatnya merupakan proses pewarisan nilai-nilai
filsafat, yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang
lebih baik atau sempurna dari keadaan sebelumnya (Saifullah, 1981: 117).
Dalam pendidikan diperlukan bidang filsafat pendidikan. Simanjuntak (2013:71)
mengemukakan bahwa filsafat pendidikan adalah ilmu yang menyelidiki hakikat
pelaksanaan pendidikan yang berkaitan dengan tujuan, latar belakang, cara, hasil, serta
hakikat ilmu pendidikan yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan
kegunaan pendidikan itu sendiri. Saifullah (1981: 118) menekankan filsafat pendidikan
sebagai cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada penerapan
pendekatan filosofis pada bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
hidup dan penghidupan manusia pada umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik
atau guru pada khususnya.

8

Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus
menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan
hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya.
Dengan demikian, muncullah filsafat pendidikan yang menjadi dasar bagaimana suatu
bangsa itu berpikir, berperasaan, dan berkelakuan yang menentukan bentuk sikap
hidupnya. Adapun proses pendidikan dilakukan secara terus menerus dilakukan dari
generasi ke generasi secara sadar dan penuh keinsafan.
Filsafat pendidikan merupakan terapan filsafat umum.oleh karena itu, membahas
filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat. Hal ini dipahami dalam pengertian
bahwa filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan
menggunakan hasil-hasil filsafat, yaitu hasil pemikiran manusia tentang realitas,
pengetahuan dan nilai.
Seorang ahli bernama Brubacher (dalam Simanjuntak, 2013: 22)

membedakan

aliran-aliran filsafat pendidikan sebagai: pragmatis-naturalis; rekonstruksionisme;
romantis naturalis; eksistensialisme; idealisme; realisme; rasional humanisme;
scholastic realisme; fasisme; komunisme; dan demokrasi. Pengklasifikasian yang
dilakukan oleh Brubracher sangat teliti, hal ini dilakukan untuk menghindari
adanya overlapping dari masing-masing aliran.
Sebagian ahli mengklasifikasikan aliran filsafat pendidikan ke dalam tiga kategori
(Saifullah 1981: 121). Yaitu, kategori filsafat pendidikan akademik skolastik, kategori
filsafat religious theistic, dan kategori filsafat pendidikan social politik. Filsafat
pendidikan akademik skolastik meliputi dua kelompok yang tradisonal meliputi aliran
perenialisme,

esensialisme,

idealisme,

dan

realisme,

dan

progresif

meliputi

progresivisme, rekonstruksionisme, dan eksistensialisme. Filsafat religious theistik
meliputi segala macam aliran agama yang paling tidak terdiri dari empat besar agama di
dunia ini, dengan segala variasi sekte-sekte agama. Sedangkan filsafat pendidikan social
politik terdiri dari humanisme, nasionalisme, sekulerisme, dan sosialisme.

9

C. Berbagai Aliran Filsafat dalam Pendidikan
1. Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Tokoh yang mengembangkan filsafat pragmatisme adalah John Dewey.
Pragmatisme merupakan doktrin bahwa tes akhir dari sesuatu baik bergantung pada
apakah sesuatu itu bekerja dan bermanfaat atau tidak. Terdapat dua pandangan
mengenai tujuan pendidikan dari aliran pragmatisme, yaitu konsep sosial dan konsep
kreatif. Filsuf pragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan
seseorang tentang bagaimana berpikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang
terjadi di dalam masyarakat.
Sekolah harus bertujuan mengembangkan pengalaman-pengalaman tersebut yang
akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik (Simanjuntak, 2013:
30). Filsuf pragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang
tentang bagaimana berpikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di
dalam masyarakat. Sekolah harus bertujuan mengembangkan pengalaman-pengalaman
tersebut yang akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik.
2. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Filsafat eksistensialisme itu unik yakni memfokuskan pada pengalamanPengalaman individu. Eksistensialisme memberi individu suatu jalan berpikir mengenai
kehidupan, apa maknanya bagi saya, apa yang benar bagi saya. Secara umum,
eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektivitas manusia, dan tindakan
konkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema nasional untuk hakikat manusia atau
realitas.
Eksistensialisme berasal dari pemikiran Soren Kierkegaard . Tokoh - tokoh
eksistensialisme lainnya adalah Martin Bobber, Karl Jasper, dan Gabril Marcel. Pusat
pembicaraan eksistensialisme adalah 'keberadaan' manusia, sedangkan pendidikan
hanya dilakukan oleh manusia. Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap

10

individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk pengembangan semua
potensinya untuk pemenuhan diri. Setiap individu memiliki kebutuhan dan perhatian
yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan dirinya, sehingga dalam menentukan
kurikulum yang pasti dan ditentukan berlaku secara umum (Sadulloh, 2008: 135).
Menurut pandangan eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran tertentu yang
lebih penting daripada yang lainnya. mata pelajaran merupakan materi dimana individu
akan menemukan dirinya dan kesadaran akan dunianya. Mata pelajaran yang dapat
memenuhi tuntutan si atas adalah mata pelajaran IPA, sejarah, sastra, filsafat dan seni.
Bagi beberapa anak, pelajaran yang dapat membantu untuk menemukan dirinya adalah
IPA, namun bagi yang lainnya mungkin saja bisa sejarah, filsafat, sastra dan sebagainya.
Dalam proses belajar mengajar, pengetahuan tidak dilimpahkan, melainkan
ditawarkan. Untuk menjadikan hubungan antara guru dengan siswa sebagai suatu dialog,
maka pengetahuan yang akan diberikan kepada siswa harus menjadi bagian dari
pengalaman pribadi guru itu sendiri, sehingga guru akan berjumpa dengan siswa
sebagai pertemuan antara pribadi dengan pribadi. Para guru harus memberikan
kebebasan kepads siswa memilih dan memberi mereka pengalaman-pengalaman yang
akan membantu mereka mengajukan ide-ide.
3. Filsafat Pendidikan Progresivisme
Filsafat progresif berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini
mungkin tidak benar dimasa mendatang. Karenanya, cara terbaik mempersiapkan para
siswa untuk suatu masa depan yang tidak diketahui adalah membekali mereka dengan
strategi-strategi pemecahan masalah yang memungkinkan mereka mengatasi tantangan tantangan baru dalam kehidupan dan untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang
relevan pada saat ini.
Sadulloh (2008: 143) mengatakan orang-orang progresif merasa bahwa kehidupan
itu berkembang dalam suatu arah positif dan bahwa umat manusia, muda maupun tua,

11

baik dan dapat dipercaya untuk bertindak dalam minat-minat terbaik mereka sendiri.
Progresivisme didasarkan pada keyakinan bahwa pendidikan harus terpusat pada
anak (child-centered) bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Namun
hal ini tidak berarti bahwa anak akan diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya,
karena ia belum cukup matang untuk menentukan tujuan yang memadai. Tujuan
pendidikan adalah memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk
berinteraksi dengan lingkungan yang berada pada proses perubahan secara terus
menerus. Proses belajar terpusatkan pada perilaku cooperative dan disiplin diri. Dimana
kebudayaan sangat dibutuhkan dan sangat berfungsi dalam masyarakat.
Kurikulum disusun sekitar pengalaman siswa, baik pengalaman pribadi maupun
pengalaman sosial. Sains sosial sering dijadikan pusat pelajaran yang digunakan dalam
pengalaman-pengalaman siswa, dan dalam kegiatan proyek. Peranan guru adalah
membimbing siswa-siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan kegiatan proyek.
Guru harus menolong siswa dalam menentukan dan memilih masalah-masalah yang
bermakna, menemukan sumber-sumber data yang relevan, menafsirkan dan menilai
akurasi data, serta merumuskan kesimpulan.
4. Filsafat Pendidikan Humanisme
Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan harus terdiri dari suatu susunan mata
pelajaran yang terbatasi, tetapi yang harus dikuasai sebaik-baiknya. Mata pelajaran itu
harus memiliki kekuatan melatih dan mengembangkan tubuh dan akal budi manusia.
Bagi aliran ini, penduduk dan pribadi yang terbaik adalah orang yang terpelajar. Tokoh
humanis yang muncul adalah J.J Rousseau.
Dua pandangan mengenai tujuan pendidikan timbul dari aliran humanisme ini,
yaiut :
-

Pengetahuan

menjadi

tujuan

pendidikan.

Maksud

pendidikan

adalah

mengorganisir segala pengetahuan.

12

-

Disiplin mental adalah tujuan pendidikan. Para pengikut disiplin mental
memberi penekanan pada metode, yaitu cara memperoleh pengetahuan, bukan
pada isi.

Pandangan utama aliran filosofis pendidikan humanistik adalah proses pendidikan
berpusat pada subyek didik. Hakekat pendidik adalah fasilatator baik dalam aspek
kognitif, afektif dan psikomotor.
5. Filsafat Pendidikan Perenialisme
Perenilaisme memandang bahwasanya pada zaman modern ini telah banyak
menimbulkan krisis diberbagai bidang dalam kehidupan manusia, trutama dalam bidang
pndidikan. Oleh karena itu, perenialisme memberikan solusi jalan keluar dari kekrisisan
tersebut dengan kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal
dan teruji ketangguhannya.Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan
pusat perhatiannya kepada kebudayaan yang telah teruji dan tangguh.
Perenialisme merupakan suatu aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan,
dimana susunan tersebut merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemungkinan
bagi orang untuk bersikap yang tegas dan lurus. Karena itulah perenialisme berpendapat
bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama
filsafat khususnya filsafat pendidikan.
Dalam bidang pendidikan, perenialisme dipengaruhi oleh tokoh-tokoh, seperti Plato,
Aristoteles, dan Thomas Aquinas. Teori atau konsep pendidikan perenialisme
dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat Plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat
Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik, dan filsafat Thomas Aquinas yang mencoba
memadukan antara filsafat Aristoteles dengan ajaran Gereja Katolik yang tumbuh pada
zamannya (Simanjuntak, 2013 : 35).
Bagi perenialis, nilai-nilai kebenaran bersifat universal dan abadi. Inilah yang
menjadi tujuan pendidikan sejati. Oleh karena itu, tujuan pendidikan adalah membantu
peserta didik menyiapkan dan menginternalisasikan nilai-nilai kebenaran yang abadi

13

agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup. Pendidikan harus sama bagi semua
orang, dimana pun dan kapanpun ia berada, begitu pula tujuan pendidikan harus sama,
yaitu memperbaiki manusia sebagai manusia.
Kurikulum pendidikan bersifat subject centered, berpusat pada materi pelajaran.
Materi pelajaran bersifat seragam, universal dan abadi. Selain itu, materi pelajaran
terutama harus terarah kepada pembentukan rasionalitas manusia sebab demikianlah
hakikat manusia. Mata pelajaran yang mempunyai status tertinggi adalah mata pelajaran
yang mempunyai “rational content” yang lebih besar. Oleh karena itu, titik berat
kurikulum diletakkan pada pelajaran sastra, matematika, bahasa dan humonaria,
termasuk sejarah (liberal art).
6. Filsafat Pendidikan Rekontruksionisme
Rekontruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini
lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan
melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat ini (Sadulloh,
2008:166). Rekontruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada
tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil.
Aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus mendominasi/mengarahkan perubahan
atau rekontruksi pada tatanan sosial saat ini. Sekolah harus bersatu dengan kekuatan
buruh progresif, wanita, para petani, dan kelompok minoritas untuk mengadakan
perubahan-perubahan yang diperlukan. Sekolah merupakan agen utama perubahan
sosial, politii, dan ekonomi di masyarakat.
Kurikulum sekolah tidak boleh di dominasi oleh budaya mayoritas maupun oleh
budaya yang ditentukan atau disukai. Semua budaya dan nilai-nilai yang berhubungan
berhak untuk mendapatkan tempat dalam kurikulum. Pelajaran sekolah harus mewakili
budaya masyarakat.

14

Untuk mempermudah pemahaman tentang berbagai aliran filsafat pendidikan dan implikasinya dalam pendidikan, maka dapat disajikan
dalam bentuk tabel seperti dibawah ini .

EKSISTENSIALISME

PRAGMATISME

Tujuan Pendidikan

Anak Didik

Guru

Kurikulum

Metode

 Memampukan anak
 Murid belajar hal
 Guru berperan
 Ikuti perubahan
 Metode dan kompetensi
didik hidup
yang dibutuhkan dan
sebagai rekan dialog
sosial; tekankan
pemecahan masalah dan
dimasyarakat;
diminatinya
peserta didik
proses bukan isi.
partisipatif diutamakan.
membentuk
menghadapi
 Keberhasilan
pengetahuan
kenyataan hidup.
pendidikan dilihat  Suasana belajar
menjawab kebutuhan
dari penilaian
menyenangkan;
sosial
sosial
demokratis; karyawisata.
 Pendidikan bertujuan  Pembelajaran sangat  Tugas dan peran guru  Kurikulum selalu  Pengajaran pengetahuan
membebaskan
individual; unik bagi
sebgai
pembantu
berubah dan harus
dasar dan humaniora
manusia dari tekanan
setiap orang. Anak
menemukan makna;
menjawab
ditekankan.
dan keterikatan sosial
didik
mengambil
fasilitator
kebutuhan
anak
dan
menemukan
keputusan apa yang
didik
realisasi diri secara
ingin dipelajarinya
optimal
 Pendidikan
membantu anak didik
menyadari
dirinya
sebagai pribadi yang
memilih, bebas dan
bertanggung jawab

15

HUMANISME

PROGRESIVISME

Tujuan Pendidikan

 Membentuk anak
didik mampu hidup
dalam masyarakat
 Pendidikan bertolak
dari anak didik (yang
belajar)

 Membentuk peserta
didik menjadi dirinya
sendiri (menemukan
kemampuan/potensi
dan makna dirinya)

Anak Didik

 Pribadi mandiri: aktif,
dan penuh minat;
bukan pasif
 Anak didik bukan
pribadi yang harus
senantiasa bergantung
paa orang lain.

Guru

Kurikulum

Metode

 Guru
berperan  Hal yang
 Kegiatan dikelas sarat
sebagai
penasihat,
dipelajari anak
dengan pemecahan
pembimbing, rekan
bersesuaian
masalah (problem
perjalanan
anak
dengan masalah
solving); bukan menguasai
didik, bukan sebagai
dan kebutuhan
informasi yang diajarkan
pribadi yang otoriter
masyarakat.
guru atau yang ditulis
dan pengatur.
dalam buku sumber.
 Guru tidak boleh
 Suasana belajar kooperatif
mengharuskan anak
(kerjasama) dan
didik
menerima
demokratis (politik
gagasan
yang
pembelajaran).
dianggap
guru
absolut.
 Pribadi yang
 Guru berperan
 Hal yang
 Kelas terbuka; sekolah
mempunyai potensi
sebagai pembimbing,
dipelajari apa yang
bebas; dan anak tidak
dan kreativitas untuk
motivator, serta
dirasakan anak
boleh gagal dalam
dikembangkan dalam
pendamping anak
bagi dirinya.
kegiatan belajarnya.
sepanjang hayatnya
didik.
 Suasana terbuka,
 Pribadi yang
 Membangun
rasa
penggunaan imajinasi dan
mempunyai kebebasan
percaya diri untuk
kreativitas ditekankan.
belajar.
berhasil

16

REKONTRUKSIONISME

PERELIANISME

Tujuan Pendidikan

 Membentuk dan
menyiapkan anak
didik menjadi cerdas,
elit, berpengetahuan,
berdisiplin tinggi,
agar mampu
menunaikan tugas
hidupnya.
 Menentang konsep
progresivisme
 Pendidikan bersifat
aristokratik
 Pendidikan bertujuan
menyiapkan anak
didik berperan aktif
memperbaharui
tatanan kehidupan
sosialnya yang
dilanda berbagai
ragam krisis dan
masalah.

Anak Didik

Guru

Kurikulum

Metode

 Anak didik dianggap
 Memiliki
 Bahan-bahan
 Fokuis pembelajaran
“Hewan”
pengetahuan
yang
pelajaran dasar
kepada penguasaan bahan
rasional/berpikir.
luas yang berisi
yang berisi hakiki
pelajaran melalui olah
 Sebagai manusia,
kebenaran
hakiki
harus diajarkan
pikiran.
semua anak didik sama
harus diajar.
 Bahan pemikiran  Metode disiplin dan
hakekatnya, jadi
 Menguasai
masa lalu harus
latihan perlu
membutuhkan
ilmu-ilmu
dan
terus dilestarikan
dikembangkan agar anak
pendidikan yang
pengetahuan masa
dan diajarkan
mampu menguasai
serupa.
lalu yang teruji dan
kepada anak didik.
pengetahuan.
diajarkan
kepada
anak didik.
 Anak didik bagian dari  Guru berperan
 Hal yang
masyarakatnya dan
sebagai pemrakarsa
dipelajari adalah
harus aktif.
gagasan untuk
masalah-masalah
pembaruan sosial.
sosial, keluarga,
 Anak didik sebagai
masyarakat-isu
agen pembaharuan
 Guru
berperan
kemiskinan,
sosial, bukan hanya
sebagai pembimbing,
korupsi,
penerima pengetahuan.
fasilitator, motivator,
ketidakadilan,
dan transformator.
penderitaan,
HAM.

 Pendekatan belajar di
kelas menekankan prinsip
demokratis; berpikir
cerdas dan kritis dalam
rangka pemecahan
masalah sosial
 Proyek, aksi, dan refleksi
ditekankan.

17

D. Beberapa Negara dengan Aliran Filsafat Pendidikan yang Dianutnya.
1. Malasya
Pada zaman ini Sistem Pendidikan Nasional dikemas sejalan dengan
perkembangan dunia teknologi informasi. Dengan mempertimbangkan berbagai
perubahan dan tantangan abad ke-21, peningkatan dan pemantapan sistem
pendidikan diperlihatkan dalam hukum, kebijakan dan program utama. Perubahan
paling signifikan dalam sejarah perkembangan pendidikan negara adalah
pendirian Departemen Pendidikan Malaysia (KPTM) pada tahun 2004. Dengan
pembagian ini KPM dipertanggungjawabkan kepada pembangunan pendidikan
prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah, matrikulasi dan pendidikan guru.
Falsafah Pendidikan Negara (FPN) Malaysia telah disusun berdasarkan
dokumen-dokumen dasar dan ideologi negara. Rukun Negara adalah ideologi
nasional Malaysia yang dibentuk pada tanggal 31 Agustus 1970 oleh Dewan
Gerakan Negara yaitu setahun setelah terjadinya tragedi 13 Mei 1969 yang
menghancurkan persatuan dan ketentraman negara. Kini FPN dikenal sebagai
Filsafat Pendidikan Kebangsaan (FPK). FPK yang dinyatakan berikut akan
menentukan arah haluan, dasar dan sumber inspirasi kepada semua usaha dan
rencana dalam bidang pendidikan. Dari sudut sejarah, filsafat pendidikan negara
lahir dari proses yang agak panjang yaitu satu proses pembangunan bangsa dan
negara Malaysia sejak merdeka lagi.
Adapun falsafah pendidikan Malaysia adalah falsafah kebangsaan berbunyi
sebagai mana berikut:
Pendidikan di Malaysia adalah suatu usaha berkelanjutan ke arah
mengembangkan potensi individu secara menyeluruh dan terpadu untuk
mewujudkan insan yang seimbang dan harmonis dari segi intelek, rohani, emosi,
dan jasmani berdasarkan kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan. Usaha ini
adalah untuk melahirkan rakyat Malaysia yang berilmu pengetahuan, terampil,
berakhlak mulia, bertanggung jawab, dan mampu memimpin rakyatnya mencapai
kesejahteraan diri
dan
memberi
kontribusi
terhadap
keharmonisan
dankemakmuran keluarga, masyarakat, dan Negara.
Filsafat Pendidikan Kebangsaan bersifat eklektisisme, yaitu gabungan antara
filsafat tradisional dan filsafat progresif. Filsafat pendidikan negara mencakup

18

filsafat aliran epistemologi, metafisika dan aksiologi yang juga secara langsung
meliputi

filsafat

dealisme,

realisme,

perenilaisme,

progresivisme

dan

eksistensialisme. Filsafat Pendidikan Kebangsaan disusun dari usaha berpikir
yang rasional dan kritis, berlandaskan dari ideologi negara sebagaimana yang
telah dimanifestasikan dalam Laporan dan Kebijakan Pendidikan, termasuk
Rukun Negara. Filsafat Pendidikan Kebangsaan ini mengambil inspirasi dari
proses pembangunan bangsa dan negara yang agak panjang. Apa yang digariskan
dalam filsafat ini juga sangat berkaitan dengan perkembangan dunia Islam dan
pembangunan negara Malaysia.
Pendidikan di Malaysia bertujuan mengembangkan potensi individu secara
menyeluruh dan terpadu untuk mewujudkan insan yang seimbang dan harmonis
dari segi intelek, rohani, emosi, dan jasmani, berdasarkan kepercayaan dan
kepatuhan kepada Tuhan. Tujuan ini dimaksudkan agar dapat melahirkan rakyat
Malaysia yang berilmu pengetahuan berketerampilan, berakhlak mulia, dan
bertanggung jawab terhadap masyarakat dan negara.
2. Republik Rakyat China
Sikap orang Cina yang mementingkan pendidikan di dalam kehidupannya
tela melahirkan sebuah filofis orang Cina mengenai pendidikan dan pendidikan ini
telah lama menjaga kekuasaan Cina berapa lama, sampai pada masuknya bangsa
asing ke Cina yang akan merubah wajah sistem pendidikan kuno di Cina. Tradisi
pemikiran falsafah di Cina bermula sekitar abad ke-6 SM pada masa
pemerintahan Dinasti Chou di Utara. Kon Fu Tze, Lao Tze, Meng Tze dan
Chuang Tze dianggap sebagai peletak dasar dan pengasas falsafah Cina.
Pemikiran mereka sangat berpengaruh dan membentuk ciri-ciri khusus yang
membedakannya dari falsafah India dan Yunani.
Dalam upaya melihat bahwa teori dan kehidupan praktis tidak dapat
dipisahkan, kita perlu melihat bagaimana orang Cina memahami hubungan antara
teori dan praktek dalam suatu pemikiran yang bersifat falsafah. Kita juga perlu
mengetahui bagaimana teori dihubungkan dengan kehidupan nyata. Ada dua
19

perkara yang harus dikaji dan ditelusuri secara mendalam: Pertama, konsep umum
tentang ‘kebenaran’ dalam falsafah Cina; kedua, kemanusiaan yang dilaksanakan
dalam kehidupan nyata dan kemanusiaan yang diajarkan para filosof Cina dalam
sistem falsafah mereka. Secara umum pula pemahaman terhadap dua perkara
tersebut ditafsirkan dari Konfusianisme, yaitu ajaran falsafah yang dikembangkan
dari pemikiran Konfusius.
Konfusianisme sendiri berkembang menjadi banyak aliran, di antaranya
kemudian dikembangkan menjadi semacam agama, dengan kaedah dasar dari
ajaran etikanya yang dirujuk pada pandangan atau ajaran Konfusius. Sebagai
ajaran falsafah pula, Konfusianisme telah berperan sebagai landasan falsafah
pendidikan di Cina selama lebih kurang 2000 tahun lamanya. Karena itu ia
benar-benar diresapi oleh bangsa Cina secara turun temurun selama ratusan
generasi. Konfusisnismelah yang mengajarkan bahwa antara teori dan praktek
tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan individu atau masyarakat. Dalam
Konfusianisme, seperti dalam banyak falsafah Cina yang lain, pemikiran
diarahkan sebagai pemecahan masalah-masalah praktis . Karena itu falsafah Cina
cenderung menolak kemutalakan atau pandangan hitam putih secara berlebihan.
Kebenaran harus diuji dalam peristiwa-peristiwa aktual dalam panggung
kehidupan, dan baru setelah teruji ia dapat diakui sebagai kebenaran.
3. Amerika Serikat
Bangsa Amerika Serikat sangat mengandalkan kemampuan pendidikan,
karena

melalui

pendidikan

yang

dikembangkan

dalam

bentuk

program-programnya, warga negara Amerika Serikat dengan sekolah-sekolah
mereka, mampu melaksanakan pemerintahannya sendiri (self government) sesuai
kecerdasaan yang tinggi. Dan melalui pendidikan disekolahnya mereka dapat
dipersatukan sebagai satu banga yang bhineka tunggal ika (Arifin, 2003: 73).
Amerika merupakan suatu negara yang dibentuk dari bangsa-bangsa asing
yang mendiaminya. Mereka secara sadar memilih menjadi warga negara Amerika.
Kondisi tersebut berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia, karena pada
20

umumnya suatu negara dibentuk dari penduduk-penduduk asli bangsanya.
Perbedaan tersebut memicu berkembangnya 2 aliran filsafat yang berlainan, yaitu
Transcendentalisme dan Pragmatisme.
Transcendentalisme mengekspresikan hal-hal yang berkenaan dengan
kebudayaan, sedangkan Pragmatisme merupakan suatu pemikiran yang berusaha
membentuk Amerika yang hidup, dinamis, dan progresif. Kedua aliran filsafat
tersebut saling tidak bersesuaian sehingga belum ada kesepakatan tentang filsafat
nasional Amerika. Meskipun demikian, kegiatan pendidikan di Amerika tetap
berpijak

pada

landasan

kependidikan

yang

berupa

pemikiran

kefilsafatan/keilmuwan/wawasan-wawasan lain (Arifin, 2013: 73).
Ada seperangkat nilai yang merupakan sumber perilaku dan sikap orang
Amerika yaitu:
1)

berorientasi pada prestasi kerja individual;

2)

bekerja atau melakukan kegiatan sebagai nilai kesusilaan;

3)

berorientasi pada efisiensi, nilai praktis, dan kegunaan;

4)

berorientasi pada masa yang akan datang sebagai suatu kemajuan,
oleh karenanya harus bekerja keras;

5)

percaya bahwa dengan rasionalitas dan ilmu pengetahuan orang akan
dapat menguasai lingkungan;

6)

berorientasi pada keuntungan material;

7)

berorientasi pada nilai kesamaan derajat di bidang kesempatan pada
berbagai bidang kehidupan;

8)

berorientasi pada kemerdekaan; dan

9)

berorientasi pada nilai kemanusiaan,dalam arti membantu yang lemah

4. Jerman
Kekalahan mutlak Jerman dalam Perang Dunia II membuat perubahan
besar dalam kehidupan bangsa Jerman, termasuk pada perubahan filsafat yang
dijadikan landasan bagi pembangunan sistem pendidikan. Berbagai kondisi buruk
yang terjadi pasca kekalahan, termasuk terbagi duannya negara Jerman menjadi
21

Jerman Barat dan Jerman Timur,

menjadi awal bagi bangsa Jerman untuk

mereformulasi ulang landasan falsafi yang dijadikan panduan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Bangsa Jerman kemudian memandang persatuan
(Einheit), pembagian kekuasaan agar tidak

tertumpuk pada satu orang (die

Macht verteilen), dan kemampuan untuk membangun sebagai falsafah penting
bagi bangsa Jerman yang tengah mengalami kehancuran. Dalam pandangan ini
bisa kita lihat pengaruh filsafat Eksistensialisme yang menekankan kemampuan
diri sendiri, filsafat progresivisme dengan proporsi sains dan perubahan yang
terencana, juga pengaruh filsafat critical pedagogy dalam upaya memformulasi
ulang kebenaran setelah kehancuran akibat ideologi nazi. Beragamnya landasan
filsafat sangat mungkin terjadi di Jerman karena sistem negara yang menganut
sistem federal. Dalam sistem ini, negara bagian mempunyai kewenangan untuk
mengatur sistem pendidikannya sendiri. Itulah sebabnya lama masa pendidikan di
beberapa negara bagian berbeda dengan satu sama lain.
Pengaruh dari perubahan landasan filsafat pendidikan ini pada gilirannya
berimbas pada kebijakan yang diambil oleh pemerintahan federal maupun
pemerintahan negara bagian dalam bidang pendidikan. Berikut adalah beberapa
kebijakan sistem pendidikan Jerman yang khas.
a. Pemerintah Jerman memandang pendidikan sebagai modal utama untuk
bangkit dari keterpurukan ekonomi dan keterpurukan ideologi. Untuk
itu, pemerintah berusaha menjamin ketercapaian akses pendidikan bagi
seluruh warga negara dengan membebaskan biaya pendidikan dari
Kindergarten sampai tingkat pendidikan tinggi. Tidak hanya itu,
pemerintah Jerman juga mengalokasikan dana yang relatif besar bagi
penyediaan sarana penunjang pelaksanaan proses belajar mengajar yang
baik.
b. Pemerintah

federal/pemerintah

pusat

tidak

“memonopoli”

kewenangan pengaturan sistem pendidikan secara mutlak. Kewenangan
pengaturan sistem pendidikan juga dimiliki oleh pemerintahan negara
bagian. Pembagian kewenangan ini mengarah kepada upaya untuk tidak
22

menumpukkan kekuasaan di satu pundak, sehingga bila sewaktu-waktu
terjadi kesalahan atau pengambilan kebijakan pendidikan yang lemah,
tidak akan berimbas secara global.
c. Keterlibatan masyarakat dalam menciptakan pendidikan yang berhasil
cukup besar. Hal ini mencerminkan pemikulan tanggung jawab bersama
dan rasa kesatuan antara pemerintah dengan masyarakatnya.
5. Mesir
Mesir yang terkenal dengan sebutan ardhul anbiyâ (negeri para nabi),
memang telah menjadi kiblat keilmuan keislaman dunia. Di samping mempunyai
segudang peradaban, negeri seribu menara ini juga merupakan gudang segala ilmu.
Negara ini seakan memiliki magnet tersendiri. Terbukti, Mesir telah memikat
jutaan hati para pelajar dari berbagai penjuru dunia untuk menimba ilmu di sana.
Tentunya, semua ini tak lepas dari peran al-Azhar: pusat pendidikan tertua yang
telah melahirkan banyak ulama dunia.
Pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan
masyarakat bangsa tertentu. Karena itu diperlukan landasan dan asas-asas tertentu
dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Beberapa landasan pendidikan
yang sangat memegang peranan penting dalam membentuk tujuan pendidikan
adalah landasan filosofis.
Abduh Ibnu Hasan Khairullah, filosofi islam di Mesir mengemukakan
bahwa pendidikan bertujuan mendidik akal dan jiwa serta mengembangkannya
hingga batas-batas yang memungkinkan anak didik mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat. Proses pendidikan dapat membentuk kepribadian muslim yang
seimbang, pendidikan tidak hanya mengembangkan aspek kognitif (akal) tapi perlu
menyelaraskan afektif (moral) dan psikomotorik (keterampilan).
Filosofi Islam dari Mesir, Muhammad Abduh mengemukakan bahwa
pendidikan bertujuan mendidik akal dan jiwa serta mengembangkannya hingga
batas-batas yang memungkinkan anak didik mencapai kebahagian hidup di dunia
dan akhirat. Proses pendidikan dapat membentuk kepribadian muslim yang
23

seimbang, pendidikan tidak hanya mengembangkan aspek kognitif (akal) semata
tapi perlu menyeleraskan dengan aspek afektif (moral) dan psikomotorik
(keterampilan). Oleh sebab itulah baru-baru ini terdengar isu bahwa menteri
pendidikan Mesir Ahmed Zaki Badr akan merubah kurikulum tahun akademik
2011/2012 dengan menambahkan pelajaran tentang “etika”.
Secara historis, modernisasi pendidikan di Mesir berawal dari pengenalan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Napoleon Bonaparte pada saat
penaklukan

Mesir.

dicapai Napoleon

Kemajuan

Bonaparte yang

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi

berkebangsaan Perancis ini,

yang

memberikan

inspirasi yang kuat bagi para pembaharu Mesir untuk melakukan modernisasi
pendidikan di Mesir yang dianggapnya stagnan.
6. Jepang
Peraturan pendidikan di Jepang dapat dibedakan dalam dua periode, yaitu
sebelum dan sesudah perang Dunia II. Sebelum perang, kebijakan pendidikan yang
berlaku adalah Salinan Naskah Kekaisaran tentang Pendidikan (Imperial Rescript
on Education). Dinyatakan bahwa para leluhur Kaisar terdahulu telah membangun
Kekaisaran dengan berbasis pada nilai yang luas dan kekal, serta menanamkannya
secara mendalam dan kokoh. Materi pelajarannya dipadukan dalam bentuk
kesetiaan dan kepatuhan dari generasi ke generasi yang menggambarkan
keindahannya (Arifin, 2003: 89).
Itulah kejayaan dari karakter Kaisar, dan ia juga telah mengendalikannya
dengan

sumber-sumber

berpendidikan.

Pendidikan

hendaknya

mampu

mengafiliasikan seseorang kepada orang tuanya, suami isteri secara harmoni,
sebagai sahabat sejati, menjadi diri sendiri yang sederhana dan moderat,
mencurahkan kasih sayang kepada semua pihak, serta menuntut ilmu dan
memupuk seni.
Dari situlah pendidikan tersebut dapat mengembangkan daya intelektual
dan kekuatan moralnya yang sempurna, selalu menghormati konstitusi, dan
menjalankan hukum. Dalam kondisi darurat sekalipun, diharapkan

dapat
24

mempersembahkan

keberanian

demi

negara,

melindungi

dan

menjaga

kesejahteraan istana Kaisar seusia langit dan bumi. Maka, tidaklah menjadi orang
yang baik dan setia semata, melainkan mampu melanjutkan tradisi leluhur yang
amat mulia.
Pada Maret 1947 juga berlaku Hukum Dasar Pendidikan (Fundamental
Law of Education) yang pada hakekatnya merupakan statement filsafat pendidikan
demokratis atau aliran filsafat pendidikan rekontruksionisme yang dalam banyak
hal berbeda dengan Imperial Rescript on Education. Misalnya, dalam hubungan
antara warga dengan negara, dalam setiap warga memiliki kewajiban untuk
mengembangkan daya intelektual dan moral mereka, melaksanakan hukum dan
mempersembahkan keberaniannya demi negara untuk melindungi dan menjaga
kesejahteraan istana Kaisar.
Sedangkan

dalam Fundamental

Law

of

Education disebutkan

bahwa, Setiap warga memiliki kesempatan yang sama menerima pendidikan
menurut kemampuan mereka, bebas dari diskriminasi atas dasar ras, jenis kelamin,
status sosial, posisi ekonomi, asal usul keluarga, bantuan finansial, bagi yang
memerlukan, kebebasan akademik, dan tanggung jawab untuk membangun negara
dan masyarakat yang damai.
Perbedaan yang lain adalah mengenai tujuan pendidikan. Dalam Imperial
Rescript on Education disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk
meningkatkan kesetiaan dan ketaatan bagi Kaisar agar dapat memperoleh persatuan
masyarakat di bawah ayah yang sama, yakni Kaisar. Adapun tujuan pendidikan
menurut Fundamental

Law

of

Education adalah

untuk

meningkatkan

perkembangan kepribadian secara utuh, menghargai nilai-nilai individu, dan
menanamkan jiwa yang bebas.

25

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan :
1. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak
hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi
masalah yang lebih luas, dalam, serta kompleks, yang tidak dibatasi
pengalaman dan fakta pendidikan, dan tidak memingkinkan dijangkau oleh
sains pendidikan.
2. Filsafat akan menentukan arah pendidikan suatu negara, karena filsafat
mempengaruhi tujuan pendidikan, bagaimana guru menyelenggarakan proses
belajar mengajar, kurikulum yang diterapkan serta metode belajar yang harus
digunakan untuk mencapai tujuan.
3. Setiap negara memiliki sistem pendidikannya masing-masing yang lahir
berdasarkan aliran filsafat yang dianut oleh negara tersebut sesuai dengan
kondisi kebutuhan masyarakat dan berbagai perkembangan didalam
masyarakat.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis data dan kesimpulan yang dikemukakan
sebelumnya, maka disarankan agar mencari sumber informasi yang lebih banyak,
dan membahas negara yang lebih banyak juga.

26

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H.M. 2003. Ilmu Perbandingan Pendidikan. Jakrta : Golden Terayon
press
Eka.2012.
Potret
Sistem
Pendidikan
di
Mesir.
[online].
http://ekagoodlight.blogspot.com/2012/05/potret-sistem-pendidikan-di-mesir.
html [ diakses tanggal 20 Oktober 2013]
Rochman,
Arif.
2012.
Pendidikan
di
Malasya.
[online].
http://almasakbar45.blogspot.com/2012/04/bab-i.html [diakses 16 Oktober
2015]
Sadulloh, Uyoh. 2008. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Saifullah, Ali. 1981. Antara Filsafat dan Pendidikan-Pengantar Filsafat
Pendidikan. Surabaya :Usaha Nasional
Samantho, Ahmad. 2012. Potret Pendidikan di Cina.
http://ahmadsamantho.wordpress.com [diakses 16 oktober 2013]

[online].

Simanjuntak, Junihot. 2013. Filsafat Pendidikan dan Pendidikan Kristen.
Yogyakarta : Andi
Surip, Muhammad dan Mursini. 2010. Filsafat Ilmu-Pengembang Wawasan
Keilmuan dalam Berpikir Kritis. Medan : Cita Pustaka Media Perintis

27