Asal usul situ bagendit di

Asal usul situ bagendit
Bagenda endit=orang kaya yang pelit
Pada zaman dahulu kala, di sebuah desa, ada seorang wanita janda kaya raya,
menurut peribahasa téh éstu lubak-libuk sagala boga. Kekayaannya tidak
terhitung jumlahnya. Wanita janda itu dijuluki nyi endit oleh warga, nyi endit
memiliki tubuh tinggi berisi tetapi suaranya cempreng. Kalau memarahi anakanak, sampai membuat telinga sakit mendengarnya. Nyi endit tidak cantik,
memiliki wajah standar orang desa, akan tetapi karena kekayaannya dia merasa
seolah dirinya paling cantik di desa itu. sehari-harinya pekerjaannya hanya
melihat-lihat pakaian dan perhiasannya yang mahal-mahal. Kalung emasnya
setebal gagang sapu lidi dengan liontin yang sebesar buah jengkol. Antingantingnya besar menggantung di kedua telinganya. Setiap hari, meja makannya
penuh dengan makanan 4 sehat lima sempurna, segalanya ada. Makanan yang
banyak itu tidak boleh dimakan orang lain meskipun dirumahnya ada yang
bantu-bantu, tidak pernah ditawari makanan oleh janda itu. nyi endit tidak
pernah berbagi ke orang lain. kalau menyuruh orang untuk bekerja cerewet
banget, tapi soal upah perhitungan banget. Karena itulah, oleh penduduk
setempat nyi endit dijuluki janda pelit. Teman-teman sedesanya sudah hafal
betul dengan perilaku nyi endit ini, bukan hanya pelit kepada para pekerjanya,
nyi endit juga pelit dengan tetangga dan warga sekitar. Nyi enduit tidak mau
berbaur dengan warga karena takut diambil hartanya, tidak pernah memberi
sumbangan kepada warga miskin. Di desa itu nyi endit seperti hidup sendirian,
tidak pernah bersosialisasi ke tetangga. Tidak pernah mau membantu warga

yang kesusahan, setiap harinya ia hanya melihat dan menghitung harta
bendanya takut ada yang hilang. Duit-duitnya disembunyikan dibawah kasur,
emasnya digembok di peti, pakaian-pakaiannya dikunci di dalam lemari.
Pada suatu hari, ada seorang kakek-kakek dengan badan kurus dan bongkok
memakai tongkat kayu yang sudah jelek, dengan pakaian kumal. Kakek-kakek
yang tidak diketahui darimana datangnya itu lantas mengetuk-ngetuk pintu
rumah nyi endit “Assalamualaikum, nu kagungan bumi aya linggih? Punten aki
kamawantun … nyuhungkeun sangu sakedik mah… lapar aki téh” begitu dia
berkata sambil duduk diemperan.
Tidak lama setelah itu nyi endit datang membukakan pintu dengan kesal, sambil
berteriak dia menunjuk nunjuk ke kakek tua itu “apa? minta nasi? Memangnya
saya punya nasi untuk dibagi-bagikan gitu, usaha dong, jangan meminta-minta”
dengan telunjuknya pula ia mendorong kepala kakek-kakek itu mengusirnya.
Merebut tongkatnya sehingga Kakek-kakek itu pun jatuh tersungkur. Kakek itu
sakit hati dengan perlakuan dan perkataan kasar nyi endit. Ia menancapkan
tongkatnya ke tanah di halaman rumah nyi endit, nyi endit marah-marah melihat
benda kumal itu tertinggal, sambil marah-marah ia melihat sekeliling tapi kakek
tersebut tidak terlihat, nyi endit mencabut tongkat tersebut dari dalam tanah,
seketika ada air yang keluar dari lubang bekas tercabutnya tongkat tersebut.
Semakin lama air yang keluar semakin deras, dan menutupi halamannya dengan

air, nyi endit kaget bukan main, airnya kini sudah semata kaki, nyi endit
langsung berlari ke rumah mengingat harta bendanya, membungkusnya dengan
kain. tapi air semakin deras dan hampir menenggelamkan seisi rumah, nyi endit
berteriak-teriak minta tolong tapi tak satu pun warga yang mau menolongnya,
nyi endit tetap tidak ingin meninggalkan harta bendanya, akhirnya nyi endit ikut

tenggelam bersama harta bendanya. Air tetap tidak mau berhenti dan lama
kelamaan menutup seluruh rumah dan halaman rumah nyi endit hingga akhirnya
menjadi sebuah danau.
Warga minta air gak dikasih