Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Agama (1)
Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB
(Study pada pembelajaran akhlak anak tunarungu)
By: Muhammad Gus Nur Wahid1
NIM:16790003
E-mail: gusnurwahid@gmail.com.
No hp: 085758923720.
Abstract
Writing this articel based on the observation of the author conducted on
Children Deaf, related to the religious condition, this observation is done from
October 2014 until September 2015. Observing some cases that occurred in front of
the author at the time to see the reality of the field that is related to understanding of
worship, Muamalah. And understanding Islamic morals. So based on these conditions,
it is very necessary to raise a title: Learning Approach to Islamic Religious Education
in SLB (case study on the religious condition of children with hearing impairment).
Based on the survey results in the field can be described some criteria of children with
hearing impairment, deaf children are very theoretical children, the truth according to
them is what is most viewed and felt based on their social experience with parents,
teachers, and society. Based on the discussion then in the moral learning of the most
important teachers should try to create a sense of security, this condition needs to be
because deaf children have the nature of easy prejudice to others this is due to the
learning of children with hearing impaired more use of the senses of sight and touch.
Keywords: Learning Morals, Approach Deaf Children
Abstrak
Penulisan articel ini didasari atas pengamatan penulis yang dilakukan pada
Anak Tunarungu, terkait tentang kondisi keagamaannya, pengamatan ini dilakukan
sejak bulan Oktober tahun 2014 sampai dengan bulan September 2015. Mengamati
beberapa kasus yang terjadi dihadapan penulis pada saat melihat kenyataan
dilapangan yaitu terkait pemahaman ibadah, pemahaman muamalah. Dan pemahaman
akhlak Islami. Maka berdasarkan kondisi tersebut, dirasa sangat perlu mengangkat
sebuah judul: Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB(Study kasus
pada kondisi keagamaan anak tunarungu). Berdasarkan hasil survey dilapangan dapat
digambarkan beberapa kriteria anak tunarungu, anak tunarungu merupakan anak yang
sangat teoritis, kebenaran menurut mereka adalah apa yang paling banyak dilihat dan
dirasakan berdasarkan pengalaman pergaulan mereka dengan orang tua, guru, dan
masyarakat. Berdasarkan pembahasan maka dalam pembelajaran akhlak yang paling
1 M. Gus Nur Wahid, M. Pd. I, Mahasiswa Doktoral PAI SBI. Pascasarjana Uin Maliki
Malang. Tahun. 2016.
utama guru harus berusaha menciptakan rasa aman, kondisi ini perlu dikarenakan
anak tunarungu memiliki sifat mudah berperasangka buruk kepada orang lain hal ini
disebabkan karena pembelajaran anak tunarungu lebih banyak memakai indra
penglihatan dan perabaan.
Kata Kunci: Pembelajaran Akhlak, Pendekatan Akhlak Anak Tunarungu.
A. Latar Belakang Masalah.
Penulisan articel ini didasari atas
ketrampilan khusus yang siap diterjunkan
pengamatan penulis lakukan pada Anak
ke sekolah–sekolah luar biasa, kecuali
Tunarungu,
kondisi
yang pernah dilakukan oleh Departemen
keagamaannya, pengamatan ini dilakukan
Agama dengan membuka PGA-LB untuk
sejak bulan Oktober tahun 2014 sampai
tuna netra yang ditutup tahun 1976,
dengan bulan September 2015, Dan pada
penutupan itu terjadi karena sulitnya
saat
mengangkat
itupun
terkait
tentang
penulis
diminta
untuk
guru
Pendidikan
agama
mengajari anak-anak tunarungu setelah
Islam
agenda penelitian selesai pada bulan Mei
sekolah luar biasa, dan belum tersedianya
2015.
buku-buku teks atau pedoman Pendidikan
Pada proses pengamatan, penulis
mengamati beberapa kasus yang terjadi
untuk diterjunkan ke sekolah–
agama Islam khusus yang diberlakukan
dihadapan penulis pada saat melihat
bagi sekolah–sekolah luar biasa”.2
Berdasarkan pendapat tersebut di
kenyataan
terkait
atas dapat digambarkan bahwa belum
pemahaman
tersedianya tenaga pengajar pendidikan
dilapangan
pemahaman
muamalah.
Islami.
belum
ibadah,
Dan
pemahaman
Ternyata
dilapangan
pada
akhlak
agama Islam untuk anak berkebutuhan
kenyataan
khusus yang memiliki ketrampilan khusus
Pendidikan Agama
mampu
anak-anak
yaitu
memasuki
tunarungu
Islam
yang siap ditempatkan untuk mengajar di
kehidupan
sekolah-sekolah luar biasa seperti SLB-A
bukan
hanya
(tuna netra), SLB-B (Tunarungu), SLB-C
sebagai pemahaman teoritis namun juga
(tuna grahita), SLB-D (tuna daksa), SLB-
sebagai bentuk yang aplikatif dalam
E (tuna laras) dan SLB-G (tuna ganda).3
Salah
satu
faktor
penyebab
kehidupan sehari-hari.
Hal ini sesuai dengan pendapat
pendidikan agama Islam pada anak
Husni Rahim, “Kita belum memiliki data
tunarungu mengalami kendala dalam
tentang Implementasi Pendidikan agama
memperoleh pengetahuan tentang agama
Islam di SLB–SLB tersebut, hal ini
disebabkan
belum
tersedianya
guru
Pendidikan agama Islam yang memiliki
2Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan
Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos, 2001),
hlm. 98–99.
3Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan
Islam di Indonesia, hlm. 98–99.
Islam karena dunia Sekolah Luar Biasa
pendidikan Islam tidak cukup dibekali
khususnya
(Tunarungu),
dengan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga
mengalami dilema yang cukup serius
membutuhkan ilmu kependidikan atau
terkait tenaga pengajar Pendidikan Agama
ilmu psikologi. Selama ini keilmuan
Islam. Apabila pengajar PAI itu berangkat
keislaman sudah mulai dikembangkan
dari lulusan Pendidikan Luar Biasa maka
dengan baik melalui kajian diskusi,
hanya beberapa Lulusan PLB yang
seminar,
menguasai
secara
saatnya keilmuan psikologi juga perlu
mendalam. Begitupun sebaliknya jika
pengembangan. Sebab, ke depan sarjana
pengajar berangkat dari lulusan Tarbiyah
pendidikan
mereka tidak mengerti tentang cara
melakukan tugasnya dengan baik, yaitu
mengajari anak tunarungu.
Hal ini seperti pendapat Monica J.
memberikan pembelajaran yang tepat
SLB
B
Materi-materi
PAI
TAYLOR “agak sedikit yang diketahui
tentang bagaimana orang biasa benarbenar berpikir, merasa, dan tindakan
dalam kaitannya dengan kepedulian moral
dan
masalah
kehidupan
sehari-hari.
dan
sebagainya.
Islam
Sekarang
dituntut
mampu
untuk siswa-siswanya. Di lapangan nanti
lulusan Jurusan Tarbiyah tidak hanya
mengajari anak-anak normal, tetapi juga
akan bertemu dengan anak yang tidak
normal yang butuh perhatian lebih.5
Berangkat dari dilema tersebut
Sebaliknya, upaya pendidikan Kohlberg,
sudah
yang intensif dan moral fokus sekolah
pendidikan agama Islam pada Anak
saja Community, yang terkait dengan
tunarungu adalah tamatan tarbiyah, yang
siswa
sama-sekali
'
Pengalaman
sebenarnya
hidup
moral
yang
tidak
menjadi
belajar
guru
mengenai
kelompok,
pendekatan-pendekatan pengajaran PAI
kurang mendapat perhatian oleh para
pada anak tunarungu, sehingga terjadi
peneliti dan pendidik, karena tuntutan
beberapa kasus seperti, terdapat beberapa
khusus mereka di guru dan konteks
anak yang melakukan kegiatan buruk
sekolah.”4
Kurangnya perhatian para peneliti
seperti mengambil hak orang lain namun
Khususnya
keilmuan
dalam
keislaman,
dalam
yang
tentu
pengembangan
lulusan
sarjana
J. Taylor, Marking Moral
Education: Some Reflections and Issues,
Education Journal《教育學報》, Vol. 36, Nos.
1–2, Summer–Winter 2008, 121–136© The
Chinese University of Hong Kong
2009,Institute of Education University of
London. hlm. 124.
mereka berkata meminjam, dan menyukai
lawan jenis namun kegitan tersebut
dilakukan
seperti-halnya
orang
yang
4Monica
5Muzdalifah M. Rahman, Keberbakatan
Anak Berkebutuhan khusus di SLB B
Purwosari Kudus, Jurnal Penelitian, Vol. 9,
No. 2, Agustus 2015, STAIN Kudus, Jawa
Tengah,
Indonesia,
muzdakukudus@gmail.com. hlm. 279.
sudah
menjadi
suami-istri
seperti
pendengaran sehingga masih mampu
berciuman, pegang-pegangan dan adapula
memproses informasi linguistik melalui
yang melakukan hubungan intim. Namun
pendengaran
mereka tidak mengetahui bahwa ternyata
menggunakan alat bantu dengar, anak
itu adalah perbuatan yang dilarang oleh
tunarungu lebih banyak menggunakan
agama.
bahasa
(audition)
isyarat
dalam
dengan
berkomunikasi
Kondisi tersebut terjadi karena cara
dengan lingkungannya. sehingga anak
belajar anak tunarungu lebih banyak
tunarungu kesulitan memahami ungkapan
memakai indra pengelihatan dan perabaan
lisan dari lingkungannya dan lingkungan
daripada indra pendengaran sekalipun
juga kesulitan memahami bahasa isyarat
menggunakan alat bantu dengar, sehingga
yang dipergunakan oleh anak tunarungu6
Anak yang mengalami gangguan
apa yang dilihat merupakan kebenaran
mutlak yang di yakini daripada kebenaran
yang tertulis dibuku dan samar dalam
prakteknya, maka berdasarkan kondisi
tersebut, dirasa sangat perlu mengangkat
sebuah judul: Pendekatan Pembelajaran
PAI pada Anak Tunarungu. (Study pada
pembelajaran Akhlak anak tunarungu)
B. Kajian Teori
1. Konsep Tunarungu.
a. Pengertian Ketunarunguan
Anak tunarungu, adalah salah satu
sebutan bagi kaum difabel yang memiliki
kesulitan pendengaran yang berorientasi
pada
pendidikan,
mereka
yang
tuli
(deaf)
memiliki
adalah
kesulitan
pendengaran sehingga tidak mungkin
berhasil memproses informasi linguistik
melalui pendengaran (audition), baik
dengan
maupun
tanpa
alat
bantu
Sementara itu, orang yang mengalami
kesulitan pendengaran (hard of hearing)
adalah mereka yang masih memiliki sisa
Tunarungu
mereka
tidak
mungkin
berhasil memproses informasi linguistik
melalui pendengaran (audition), baik
dengan
maupun
tanpa
alat
bantu,
6Priska Nur Asriani dan Riama Maslan
Sihombing, Metoda Pembelajaran Musik
Untuk Anak Tuna rungu melalui buku Pop–
Up “Ada Bunyi”, jurnal tingkat sarjana,
Institut Teknologi Bandung, ITB, Fakultas
Seni Rupa dan Desain. Tt. dalam http;//
www.googlecendikia.com. Diambil Kamis 18
September 2014. Lihat juga. Stela Bunga
Parmawati, Tesis Efektifitas Pendekatan
Modifikasi Perilaku dengan Teknik Fading
dan Token Economy dalam Meningkatkan
KosaKata Siswa Tuna Rungu Prelingual
Profound” (Depok: Fakultas Psikologi
program Studi Psikologi Profesi Peminatan
Psikologi
Pendidikan
Pascasarjana
Universitas Indonesia: 2012), hlm .21. dalam
http;//www.googlecendikia.com.
Diambil
Kamis 13 November 2014. Lihat juga.
Nichcy, Deafness & Hearing Loss, is the
National Dissemination Center for Children
with Disabilities. Disability Fact Sheet No.
3 January 2004. NICHCY P.O. Box 1492
Washington, DC 20013, hlm. 1. Lihat juga,
Bushra Akram, dkk, “Scientific Consep of
Hearing and Deaf Students of Grade VIII”,
Jornal of Elemntary Education Vol. 23, No. 1
pp. 1-12. University of Gujarat, University of
Mangement and Technology Lahore, and
University of the Punjab, hlm. 4.
sedangkan
orang
yang
mengalami
belajar-mengajar
guru
tidak
terlalu
kesulitan pendengaran (hard of hearing)
memaksakan murid harus menguasai
adalah mereka yang masih memiliki sisa
materi yang diajarkan.
c. Karakteristik anak Tunarungu
Tunarungu adalah istilah yang
pendengaran
dan
masih
mampu
memproses informasi linguistik melalui
pendengaran
(audition)
dengan
menggunakan alat bantu dengar.
b. Etiologi Anak Tuna-rungu
Informasi mengenai beberapa
menunjukan pada kondisi ketidakfungsian
organ pendengaran atau telinga seorang
anak, kondisi ini menyebabkan mereka
memiliki karakteristik yang khas, berbeda
penyebab ketunarunguan adalah sebagai
dengan anak-anak normal pada umumnya,
berikut:.
“Faktor hereditas, penyakit cacar
beberapa karekteristik anak tunarungu
air, campak (Maternal rubella, Gueman
dari “segi fisik, segi bahasa, intelektual
measles), lahir Prematur, radang selaput
dan sosio-emosional.”8
Berdasarkan
otak, ketidaksesuainan rhesus antara anak
karekteristik anak tunarungu di atas lebih
dan Ibu yang mengandungnya, keracunan
lanjut dijelaskan sebagai berikut:
1) Segi fisik
Cara berjalannya kaku dan
pada darah (toxoemia) yang berpengaruh
pada rusaknya plasenta dan janin yang
dikandungnya, pemakaian anti biotik
(overdosis), infeksi setelah lahir misalnya
terkena penyakit tifus, stuip, dan campak,
otiti media kronis adalah tertimbunnya
cairan-carian yang berwarna kekuningkuningan di dalam telinga bagian tengah,
penggunaan tang sebagai alat bantu
melahirkan dan infeksi pada alat-alat
pernapasan”.7
Berdasarkan penjelasan faktorfaktor
penyebab
ketunarunguan
diharapkan guru dapat mengenal kondisi
fisiknya, sehingga dalam proses kegiatan
7Muhammad
Efendi,
Pengantar
PsikoPedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009), cet. 3, hlm. 64-69, lihat
juga, T. Sujihati Somantri, Psikologi Anak
Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama,
2009), cet. 3, hlm. 94-95.
beberapa
agak
membungkuk, yang disebabkan karena
terjadinya permasalahan pada organ
keseimbangan di telinga, pernapasan
yang pendek dan tidak teratur karena
tidak bisa mendengar dengan baik
sehingga mengakibatkan anak tidak bisa
mengatur pernapasan dengan baik, dan
cara pengelihatannya agak bringas hal
ini
disebabkan
karena
pengelihatan
merupakan salah satu indra paling
dominan
yang
menunjukan
keingintahuannya.
2) Segi bahasa
Miskin akan kosa kata.
Sulit mengartikan kata-kata
yang
mengandung ungkapan atau idiomatik.
Tatabahasanya kurang teratur.
8Laili S cahya, Buku Anak untuk ABK,
Yogyakarta: Familia, 2013.hlm. 16-18.
3) Intelektual
Kemampuan
Mild
intelektualnya
normal
The
child
difficulty
may
hearing
have
faint
namun karena keterbatasan dalam
speech at a distance, may
berkomunikasi
berbahasa,
miss up to 10% of speech
perkembangan intelektualnya menjadi
signal when speaker is at a
lamban, hal ini pula yang menjadi
distance greater than three
penyebab
feet or if the environment is
dan
keterlambatan
dalam
perkembangan akademiknya.
noisy,
and
is
likely
to
experience some difficulty in
4) Sosial-emosional
Sering merasa curiga dan berperasangka,
Moderate
group education settings.
The child can understand
sikap ini terjadi akibat kelainan fungsi
conversational speech at a
pendengaran sehingga mereka tidak dapat
distance of three-to-five feet
memahami apa yang dibicarakan orang
in quiet settings. A hearing
lain sehingga mereka mudah curiga.
Sering bersikap agresif.
Sering bersikap impulsive (tindakan yang
aid may help the child hear
tidak didasarkan pada perencanaan yang
a hearing aid, 50% to 100%
most speech sounds. Without
of speech signal may be
hati-hati.
Selalu khawatir dan ragu-ragu.
Melihat
karateristik
anak
missed.
Moderate to Severe If hearing loss occurs
tunarungu maka metode pembelajaran
before spoken language is
untuk
dengan
learned, the child’s spoken
memfaaatkan kondisi fisik, intelektual,
language development and
dan sosial-emosianal untuk menanbah
speech
kosa kata mereka.
d. Klasifikasi Anak Tunarungu
Berdasarkan tingkat daya dengar
delayed
anak
tunarungu
may
be severely
unless
early
intervention has occurred.
anak tunarungu ada dua pandangan yang
With an adequate hearing
berbeda
aid, the child should be able
mengenai
tunarungu.
1) Menurut
Traumatic
pembagian
anak
to detect the sounds of
The
National
Stress
Child
Network,
speech
and
environmental
identify
sounds.
mengemukakan pembagian deaf child
Without amplification, the
sebagai berikut.
Degree of Deafness Possible Effects on
child is aware of loud voices
Communicative Functioning
about one foot from the ear
and is likely to rely on vision
melihat kemampuan daya dengarnya,
for communication. Use of a
maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Kategori
mild
anak
mungkin
sign language or a signed
mengalami kesulitan mendengar pidato
system can promote and
enhance
Profound
samar
language
vision
rather
than
hearing for communication
and learning. Speech and
oral
language
develop
will
not
spontaneously
without early intervention
and extensive training. Use
of a sign language or a
signed
system
should
kejauhan,
mungkin
kehilangan hingga 10% dari sinyal
development.
The child will primarily rely
on
di
2)
suara ketika pembicara pada jarak
lebih dari tiga meter atau jika
lingkungan berisik, dan kemungkinan
akan mengalami beberapa kesulitan
dalam
pengaturan
pendidikan
kelompok .
3) Kategori sedang anak dapat memahami
pidato percakapan pada jarak tiga
sampai lima meter dalam pengaturan
yang tenang, sebuah alat bantu dengar
language
dapat membantu anak mendengar.
4) Kategori sedang sangat parah, Jika
speech
gangguan pendengaran terjadi sebelum
intelligibility is often greatly
bahasa lisan dipelajari, pengembangan
compromised. A hearing aid
bahasa lisan mungkin tertunda kecuali
can be useful for alerting
penanganan awal telah terjadi, melalui
the child to environmental
alat bantu dengar yang memadai, anak
promote
development,
sounds.9
Berdasarkan
but
mampu
pembagian
tunarungu tersebut di atas dengan
9National
Child Traumatic Stress
Network (2006), White paper on addressing
the trauma treatment needs of children who
are deaf or hard of hearing and the hearing
children of deaf parents. (Los Angeles, Calif,
and Durham, NC: National Child Traumatic
Stress Network, 2006), hlm. 15. Lihat juga:
Elindra Yati, Peningkatan Ketajaman
Pendengaran Siswa Tunarungu Melalui
Pembelajaran Tari Pendidikan, Jurnal Seni
“Aristika” Vol 1 No 1 Juni–September 2011
ISSN 9771411305012 (Jakarta:
Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ,
2011), hlm. 85-87.
mendeteksi
mengidentifikasi
suara
suara
dan
lingkungan.
Penggunaan bahasa isyarat atau sistem
yang dibakukan dapat mempromosikan
dan
meningkatkan
perkembangan
bahasa.
5) Kategori sangat parah, anak akan
bergantung
pada
visi
dari
pada
mendengar untuk komunikasi dan
pembelajaran, bahasa lisan tidak akan
berkembang tanpa penanganan dini
dan latihan yang ekstensif. Penggunaan
bahasa isyarat harus meningkatkan
mampu mendengar suara burung yang
perkembangan bahasa.
Berdasarkan
terbang,
pembagian
kemampuan daya dengar tersebut di atas
maka dapat disimpulkan apabila anak
tunarungu
mengalami
gangguan
pendengaran 90db lebih maka Individu
mungkin mendengar suara yang sangat
keras tetapi tidak dapat mendengar suara
percakapan
adalah
sama
modal
berkomunikasi.
kalaupun
sekali.
Penglihatan
utama
Ucapan
berkembang,
dalam
individu,
tidak
mudah
dipahami. pembelajaran memanfaatkan
indra pengelihatan, yaitu dengan metode
oral, isyarat dan tulis.
Adapun kondisi kemampuan daya
suara
percakapan
jam
dinding,
normal.
dan
Sedangkan
kemampuan daya dengar anak gangguan
pendengaran anatara: 100 sampai 120 db,
ini hanya mampu mendengar suara mobil
besar, konser musik, dan mesin pesawat
terbang dengan ketentuanbenda tersebut
berda
dekat
sebenarnya
dengan
anak
masih
anak,
namun
belum
bisa
mendengar suarnya tapi getaranya sampai
kegendang telinga.
e. Kelemahan Anak Tunarungu.
Beberapa kelemahan wicara anak
tunarungu
terjadi
karena:
“adanya
gangguan pendengaran dan gangguan
pada organ bicara sebagai penyebab
dengar tersebut, dalam kehidupan sehari-
utama dan selanjutnya tidak mendapatkan
hari dapat disetarakan dengan hal-hal
latihan atau pembinaan yang sebaiknya.11
Berdasarkan penjelasan di atas
sebagai berikut:
organ-organ wicara seperti otot-otot lidah,
ketegangan pada mulut secara berlebihan
serta kekakuan lidah sangat mengganggu
dalam berbahasa anak tunarungu. Kondisi
ini menyebabkan perlunya latihan dan
10
Tingkat kemampuan daya dengar.
Gambar: 1.1.
Decibel Levels of Noice In American
Evirontment
Berdasarkan gambar di atas dapat
dijelaskan bahwa kondisi anak normal
yaitu antara: 0 sampai 26 db, ini masih
10Diunduh
di.
http://www.slideshare.net/happyarun/understa
nding-the-deaf-community-focus-india, and
http://www.evdcweb.org/lessons/ts/audiogra
m.html, pada tanggal. 11 Oktober 2015, hlm.
7.
pembinaan kepada anak tunarungu secara
berkelanjutan
pembelajaran
dan
bertahap
memberikan
tanpa
adanya
unsur-unsur paksaan dan menggunakan
penerapan pembelajaran yang mengerti
kondisi anak-anak tunarungu.
11Hermanto, Optimalisasi Pelaksanaan
Bina Wicara untuk Mendukung Kemampuan
Berkomunikasi Anak Tuna Rungu, JUR TP
UNY, Oktober. 2008, hlm. 5. dalam http;//
www.googlecendikia.com. Diambil Kamis 18
September 2014.
2. Karakteristik
dan
Tujuan
Mata
Pelajaran PAI
secara maksimal sesuai dengan ajaran
Islam.
Karakteristik mata pelajaran PAI
Setiap mata pelajaran memiliki
ciri
khas
atau
karakteristik
tertentu
yang dapat membedaknnya dengan mata
pelajaran lainnya, begitu juga halnya mata
sebagaimana
Zakiyah
Daradjat,
dalam
buku
pedoman khusus PAI (Depdiknas, 2002)
adalah
sebagai
merupakan
pelajaran PAI.
Menurut
dijelaskan
berikut:
mata
(1)
pelajaran
PAI
yang
dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok
pendidikan agama Islam adalah suatu
agama
usaha untuk membina dan mengasuh
membentuk peserta didik agar beriman
peserta
dapat
dan bertakwa kepada Allah SWT, serta
secara
memiliki akhlak mulia, (3)PAI mencakup
didik
memahami
agar
senantiasa
ajaran
Islam
Islam,
(2)
tiga
yang pada akhirnya dapat mengamalkan
syari`ah, dan akhlak. Aqidah merupakan
serta
penjabaran dari konsep iman; syari`ah
Islam
pandangan hidup.12
Tayar
Yusuf
sebagai
merupakan
mengartikan
pendidikan agama Islam sebagai usaha
sadar
generasi
tua
mengalihkanpengalaman,
kecakapan,
generasi
untuk
pengetahuan,
dan keterampilan kepada
muda
agar
kelak
menjadi
manusia bertakwa kepada Allah
Swt.13
kajian
dari konsep
yaitu
ibadah
dan
dan akhlak merupakan
berkembang berbagai kajian keislaman
(ilmu-ilmu
kalam
pendidikan
Agama
Islam
ilmu
diberikan
aqidah,
penjabaran dari konsep ihsan.14
Dari ketiga prinsip dasar itulah
Ahmad Tafsir,
yang
pokok,
muamalah;
menurut
bimbingan
penjabaran
yaitu
Islam, syari`ah memiliki dua dimensi
Sedangkan
adalah
dasar,
Bertujuan
menyeluruh. Lalu mengahayati tujuan,
menjadikan
kerangka
PAI
agama)
seperti
ilmu
(theologi
Islam, ushuluddin,
tauhid)
yang merupakan
seseorang
pengembangan dari aqidah. Ilmu fiqh
kepada seseorang agar ia berkembang
merupakan pengembangan dari syari`ah.
Ilmu akhlak (etika Islam, moralitas
Islam) merupakan pengembangan dari
12Pandi Kuswoyo, Ketuntasan Belajar
Siswa pada Mata Pelajaran PAI Melalui
Metode Kisah, Jurnal Pendidikan Islam:
Volume I, Nomor 1, Juni 2012/1433 ISSN:
2301-9166.Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sunan Kalijaga. hlm. 73-74.
13Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2006), hlm 130
akhlak,
termasuk
kajian-kajian
yang
terkait dengan ilmu dan teknologi serta
14Depdiknas, Pendidikan Berorientasi
Kecakapan Hidup (Life Skill) melalui
Pendekatan Broad-Based Education (Draft).
(Jakarta:
Departemen
Pendidikan
Nasional,2002)
seni dan budaya yang dapat dituangkan
sekaligus dipraktikkan dalamkehidupan
dalam berbagai mata pelajaran.
Azra
mengemukakan
nyata sehari-hari.
Pendidikan Agama Islam (PAI)
karakteristik
bahwa
pendidikan
Islam
pada dasarnya memiliki
menekankan kepada: pertama, pencarian
selaras dengan
ilmu
muslim,
pengetahuan,
penguasaan
dan
tujuan
tujuan
yaitu
yang
hidup seorang
untuk menciptakan
pengembangan atas dasar ibadah kepada
pribadi-pribadi
sebagai hamba Allah
Allah SWT. setiap muslim diwajibkan
yang bertakwa dan dapat mencapai
mencari ilmu
pengetahuan
untuk
kehidupan
dikembangkan
dalam
akhirat. Sebagaimana dijelaskan dalam
guna kemaslahatan
al-Qur`an, “Tidaklah Aku ciptakan jin
dipahami
dan
kerangka
ibadah
umat manusia sebagai
suatu
yang bahagia di dunia dan
proses
dan manusia kecuali untuk mengabdi
yang berkesinambungan dan berlangsung
kepada-Ku” (QS.AL-Dzariat:56). Dalam
sepanjang hayat (life long education).
konteks sosial -masyarakat, bangsa, dan
Kedua, nilai-nilai akhlak. Dalamkonteks
negara-maka pribadi yang bertakwa ini
ini
menjadi rahmatan
kejujuran,
tawadlu’,
lil
`alamin,
menghormatisumber-sumber
dalam
skala
pengetahuan dan sebagainya merupakan
Tujuan
hidup
prinsip-prinsip yang perlu dipegang setiap
dapat disebut juga sebagai tujuan akhir
pencari ilmu. Ketiga, pengakuan
pendidikan Islam. Meskipun demikian
akan
kecil
baik
maupun
besar.
manusia dalam
Islam
potensi dan kemampuan seseorang untuk
disamping
berkembangdalamsuatu kepribadian.
Setiap pencari ilmu dipandang
umum, terdapat tujuan khusus yang
sebagai
makhluk Tuhan yang perlu
dihormati dan disantuni agar potensipotensinya dapat teraktualisasi dengan
sebaik-baiknya. Keempat, pengamalan
ilmu pengetahuan atas dasar tanggung
jawab kepada Tuhan dan masyarakat.
15
Disini pengetahuan bukan hanya untuk
diketahui dan dikembangkan, melainkan
15Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam:
Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium
Baru. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999),
hlm. 10.
sifatnya
tujuan
lebih
tahap-tahap
akhir
praktis
yang
lebih
berupa
penguasaan anak didik
terhadap bimbingan
dalam
yang
berbagai
yang
diberikan
aspeknya;
pikiran,
perasaan, kemauan, intuisi, keterampilan
(kognitif, afektif, dan psikomotor). Dari
tahapan-tahapan
dicapai
terperinci
ini kemudian
tujuan-tujuan
lengkap
yang
dengan
dapat
lebih
materi,
metode, dan sistem evaluasi. Inilah yang
kemudian dinamakan dengan kurikulum,
yang selanjutnya diperinci
lagi
dalam
bentuk silabus dari berbagai materi
keilmuan dari semua mata. pelajaran
yang akan diberikan.16
Dengan demikian, melalui mata
dan bahan kajian yang diajarkan di
pelajaran PAI diharapkan menghasilkan
manusia
yang
selalu
menyempurnakan
iman,
akhlak,
aktif
serta
berupaya
takwa,
dan
membangun
sekolah.Keempat,
PAI
harus
menjadi
landasan
sosial
dalam kehidupan sehari-hari
siswa.17
Berdasarkan
moral
dapat
dan
etika
penjelasan
diatas,
peradabandan keharmonisan kehidupan,
pelaksanaan PAI pada dasarnya akan
khususnya dalam memajukan peradaban
bermuara pada
bangsa
didik
yang
bermartabat.
Manusia
yang
terbentuknya
memiliki
peserta
akhlak
yang
seperti itu diharapkan tangguh dalam
mulia (budi pekerti yang luhur). Akhlak
menghadapi tantangan, hambatan, dan
mulia
perubahan yangmuncul dalam pergaulan
diutusnya Nabi Muhammad SAW. di
masyarakat baik dalam lingkup lokal,
dunia. Dengan demikian, pendidikan
nasional, regional, maupun global.
Adapun kebijaksanaan
yang
akhlak (budi pekerti) adalah jiwa PAI.
harus
dijadikan
pelaksanaan
PAI
dikemukakan
arahan
dalam
sebagaimana
yang
Firdaus
Basuni
dalam
Shaleh, adalah sebagai berikut:
Pertama, PAI harus
mampu
mengembangkan
sebagai
landasan
aqidah
keberagamaan
siswa
dalam
meningkatkan iman, takwa, dan akhlak
mulia.Kedua, PAI harus mengembangkan
konsep keterpadua antara ketercapaian
kemampuan
yang
bersifat
kognitif,
afektif, maupun psikomotorik. PAI bukan
hanya bersifat hafalan, melainkan juga
praktik dan amalan.Ketiga, PAI harus
mampu
mengajarkan
agama
landasan
dasar
dan inspirasi
untuk
mengembangkan
sebagai
siswa
bidang
16Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam:
Tradisi, hlm. 8-9.
ini
merupakan
misi
utama
Mencapai akhlak yang karimah (mulia)
adalah
tujuan
sebenarnya
pelaksanaan Pendidikan Agama
dari
Islam.
Hal ini tidak berarti bahwa Pendidikan
Agama
Islam
tidak
memperhatikan
jasmani, akal, ilmu ataupun segi-segi
praktis lainnya, tetapi maksudnya adalah
bahwa
Pendidikan
memperhatikan
Agama
segi-segi
Islam
pendidikan
akhlak seperti juga segi-segi lainnya.
Peserta didik membutuhkan kekuatan
dalam hal jasmani, akal, dan ilmu, tetapi
mereka juga membutuhkan pendidikan
budi pekerti, perasaan, kemauan,
cita
rasa, dan kepribadian. Sejalan dengan
konsep ini maka semua mata pelajaran
atau
bidang
studi
yang
diajarkan
17Shaleh, A.R.
Pendidikan Agama
dan Pembangunan Watak Bangsa. (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2005). Hlm. x-xi.
kepada
peserta
didik
haruslah
Hadits, serta ditambah dengan sejarah
mengandung muatan pendidikan akhlak
Islam (tarikh) sehingga secara berurutan:
dan setiap guru haruslah memperhatikan
(1) ilmu tauhid atau ketuhanan, (2)
akhlak atau tingkah laku peserta didiknya.
ilmu fiqih, (3) al-Qur’an, (4) hadits, (5)
Menurut Zuhairini, bahan atau
materi pembelajaran pendidikan Agama
Islam.
Sebagaimana
diketahui
ajaran
a. Masalah keimanan (Aqidah) adalah
bersifat I’tikad batin, mengajarkan
keEsaan Allah.
b. Masalah keislaman (Syari’ah) adalah
hubungan dengan alam lahir dalam
rangka mentaati semua peraturan dan
Tuhan,
hubungan
antara
guna
mengatur
manusia
dengan
Tuhan dan mengatur pergaulan hidup
dan kehidupan bangsa.
c. Masalah ihsan (Akhlak)
suatu
amalan
pelengkap
yang
adalah
bersifat
penyempurnaan
bagi
kedua diatas dan mengajarkan tata
cara pergaulan hidup manusia. Tiga
inti
ajaran
dijabarkan
pokok
dalam
ini
kemudian
bentuk
rukun
iman, rukun Islam dan akhlak.Dari
ketiga hal tersebut lahirlah beberapa
keilmuan
agama
yaitu:
ilmu
tauhid,ilmu fiqh dan ilmu akhlak.
Tiga kelompok ilmu agama ini
kemudian dilengkapi dengan pembatasan
rukun Islam dan materi pendidikan
agama
Islam
yaitu:
dalam kurikulum pendidikan Agama di
sekolah
pengembangannya
dilakukan
melalui pendekatan dalam:
pokok Islam meliputi:
hukum
akhlak, (6) tarikh18.
Dalam penyusunan materi pokok
al-Qur’an dan
a. Hubungan manusia dengan Tuhan
b. Hubungan manusia dengan manusia
c. Hubungan manusia dengan alam19
.Ruang kingkup pembahasan, luas
dan mendalam tergantung kepada jenis
lembaga pendidikan yang bersangkutan,
tingkatan kelas, tujuan kemampuan anakanak sebagai konsumennya. Sementara itu
secara
empirik
pendidikan
dalam
Agama
pelaksanaan
masih
dirasakan
terjadinya kesenjangan antara peran dan
harapan yang ingin di
terbatasnya
alokasi
disediakan.
Untuk
agama tentunya
capai dengan
waktu
yang
sekolah-sekolah
pembahasannya lebih
luas, mendalam dan terperinci dari pada
sekolahan
umum,
demikian
pula
perdebatan untuk tingkatan rendah dan
tingginya kelas yang tinggi.
3. Pendekatan Pembelajaran Akhlak.
Sebelum memahami pendekatan
pembelajaran
moralterlebih
dahulu
18Zuhairini, dkk, Metodik Khusus
Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1981), hlm.60-61
19Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan
Agama &Pembangunan Watak Bangsa,
(Jakarta: RajagrafindoPersada, 2005), hlm. 6
pahami makna menurutJaap Schuitema,
Pendidikan moral adalah sekolah
Geert ten Dam and Wiel Veugelers
apapun
“pendidikan moral mengacu pada ajaran
bagaimana siswa berpikir, merasa, dan
yang
bertindak mengenai masalah rigth dan
disengaja
tertentu,sikap
dan
tentang
nilai-nilai
disposisi
lakukan
untuk
inffluence
untuk
sekolah umum Amerika yang salah
merangsang perkembangan prososial dan
memiliki tradisi panjang keprihatinan
moral siswa.20
Kecerdasan moral bukan salah
tentang pendidikan moral, dan baru-baru
satu dari kecerdasan majemuk Gardner,
kekhawatiran ini telah berkembang lebih
tetapi terkait dengan dua nyaoriginal tujuh
intens22
Pendekatan
- intrapersonal dan interpersonal - serta
pendidikan
salah satu candidates-- mungkin nya
digambarkan
kecerdasan
yangmendatang
spiritual.
Meskipun
umum
untuk
nilai-nilai
dan
kontras
biasanya
di
(misalnya,
litera-
Halstead,
kecerdasan moral mengandung aspek
1996; Solomon, Watson & Battistich,
interpersonal Gardner (Kemampuan untuk
2001). Pendekatan tradisionalmenekanka
mengenali niat, perasaan dan motivasi
n transmisi dewasa moral masyarakat
dari
melalui
orang
lain)
intrapersonal(kemampuan
dan
untuk
pendidikan
langsungmengajar,
memahamidiri sendiri dan menggunakan
penggunaan
informasi
(Durkheim, 1961).23
tersebut
untuk
mengatur
imbalan
karakter,
nasihat,
dan
dan
hukuman
kehidupan) kecerdasan sendiri dan untuk
konstruksi terkait kecerdasan sosial dan
emosional, itu berbeda. Perbedaan utama
adalah bahwa kecerdasan emosional dan
sosial
yang
bebas
nilai,
sedangkan
kecerdasan moral adalah nilai berpusat.21
20Jaap Schuitema, Geert ten Dam and
Wiel Veugelers, Teaching strategies for moral
education: a review, Universiteit van
Amsterdam, Graduate School of Teaching and
Learning, Wibautstraat 2—41091 GM
Amsterdam, The Netherlands, hlm. 6.
21Rodney H Clarken, Moral Intelligence
in the Schools, Paper presented at the annual
meeting of the Michigan Academy of
Sciences, Arts and LettersWayne State
University, Detroit, MI, March 20, 2009,
School of Education, Northern Michigan
University, Clarken, Moral Intelligence,hlm.
2.
22ASCD
Panel
On
Moral
Education,Moral Education in the Life of the
School. A Reportfrom the ASCD Panel on
Moral Education.ndria, Va.REPORT NO
ISBN-0-87120-152-6 ED 298 651 EA 020
327 April 1988. Association for Supervision
and Curriculum DevelopmentAlexandria,
Virginia. hlm 7.
23Robert Thornberg and Ebru Oğuz,
Teachers' views on values education: A
qualitative
study
in
Sweden
and
Turkey,Mimar Sinan Fine Arts University,
Istanbul, Turkey, Robert Thornberg and Ebru
Oğuz, Teachers' views on values education: A
qualitative study in Sweden and Turkey,
2013, International Journal of Educational
Research,
(59),
1,
4956.http://dx.doi.org/10.1016/j.ijer.2013.03.00
5
Copyright:
Elsevier
http://www.elsevier.com/ Postprint available
at: Linköping University Electronic Press
Tujuannya adalahuntuk mengajar
demikian, perbedaan ini telah dikritik
mendisiplinkan
untuk
karena menyederhanakan lapangan dan
mengembangkan karakter yang baik dan
program pendidikan atau pendekatan
kebajikan, dan sesuai dengannilai-nilai
dapat,
yang dominan, aturan yang sah, dan
tradisionaldan pendekatan konstruktivis.
Lebih-lebih, pendekatan ketiga
dan
otoritas
siswa
masyarakat. Contoh
untuk
incul-cate
dalam
kebajikan
pendidikan
karakter yang "jujur, pekerja keras,
mematuhi otoritas yang sah,baik, patriotik
misalnya,
atau posisi di bidang pendidikan nilai
adalah dilihat-kritisPendekatan, yang
mengklaim bahwa pengaruh moral di
sekolah,
dan bertanggung jawab.
Sebaliknya,progresif
atau
jatuhantara
terutama
dalam
praktek
sekolahdisiplin dan dalam kurikulum
konstruksiPendekatan tivist "menekankan
tersembunyi,
konstruksi aktif anak-anak dari makna
memiliki
moral
(Bernstein, 2000; Giroux & Penna, 1983;
dan
pembangunanmental
dari
bisa
efek
dipertanyakan
luas
tanpaketahuan
komitmen pribadi untuk prinsip-prinsip
Jones,
keadilan
terhadap
benarmembuat perbedaan antara orientasi
kesejahteraan orang lain melalui proses
kritis dan postmodern pendidikan nilai-
interaksi
dan
kepedulian
sosial
"(Solomon
et
dan
al.,
2009;). Jones
dan
(2009)
benar-
wacana
moral
nilai, diyang pertama adalah tentang
2001,
hal.
melibatkan siswa lebih aktif dalam isu-isu
573).Penalaran dan penjelasan, diskusi
keadilan
deliberatif tentang dilema moral, dan
sedangkan nanti "nikmat ajaran berbagai
partisipasidalam
perspektif
proses
pengambilan
sosial
dan
politikaktivisme,
tentang
isu-isu
dan
orientasi
keputusan dipandang metode sebagai
danpengetahuan,
khas untuk pendekatan ini (Dewey,
dekonstruktif kritis terhadap nilai-nilai
1916;Nucci, 2006; Power, Higgins &
sosial dan Praktekseperti hegemoni atau
Kohlberg, 1989). 24
Tujuannya
diskursif kebenaran/ asumsi setiap waktu
adalah
untuk
mempromosikan otonomi moral,berpikir
rasional,
keterampilan
moral
atau budaya tertentu yang re-vealed "(hal.
42). 25
yang
Pendekatan
lain
mengenai
penalaran, dan nilai-nilai demokrasi dan
pembelajaran Akhlak melalui Metode
kompetensi
kisah
di
antarasiswa. Namun
ialah
pengajaran
http://urn.kb.se/resolve?
urn=urn:nbn:se:liu:diva-91056, hlm. 3-4.
24Robert Thornberg and Ebru Oğuz,
Teachers' views on values education, hlm. 3-4
metode
Islam
pendidikan
melalui
dan
kisahkisah
peristiwa yang telah terjadi pada masa
25Robert Thornberg and Ebru Oğuz,
Teachers' views on values education, hlm. 3-4
lalu. Metode kisah sangat erat kaitannya
yang bertahan melalui kelas delapan
dengan
(Hamre & Pianta, 2001). Dalam sebuah
metode
al-ibrah,
yaitu
merenungkan dan memikirkan kejadian-
studi
kejadianyangada.Karenaumumnya
Wentzel
direnungkan
dan
difikirkan
yang
adalah
dari
siswa
sekolah
menengah
(2002) menunjukkan
mengajar
gaya
yang
bahwa
sesuai
dengan
kejadiankejadian dan peristiwa-peristiwa
dimensi pengasuhan yang efektif adalah
yang terjadi dalamkisah-kisah masa lalu,
prediktor signifikan dari tujuan akademis
makakedua
siswa, minat di sekolah dan orientasi
metode
menjadi satu.26
Melalui
ini
digabungkan
belajar
berta`ammul
dan
bertafakkur melalui kisah-kisah itu dapat
dicapai oleh setiap orang yang memiliki
pikiran yang cerdas. Dengan perkataan
lain, orang yang cerdas pikirannya tentu
akan
bisa
mengambil
hikmah
atau
pelajaran kebenaran yang terkandung
dibalik kisah-kisah itu.
KomunitasSekolahpeduli.pembent
ukan karakter dimulai dengan hubungan
peduli, pertama di rumah dan kemudian di
sekolah. Hubungan peduli membentuk
jembatan dari orang dewasa ke anak
melalui mana pengaruh timbal balik dapat
terjadi(Greenspan & Shanker, 2005).
Seorang anak yang dirawat kemungkinan
akan merawat orang lain dan terlibat
sebagai warga negara dalam kehidupan
moral masyarakat. Kualitas hubungan
guru-murid awal dapat memiliki pengaruh
yang kuat pada hasil akademik dan sosial
26Pandi Kuswoyo, Ketuntasan Belajar
Siswa pada mata Pelajaran PAI Melalui
Metdoe Kisah, Volume 1, Nomor 1, Juni
2012/1433ISSN
2301-9166,
Jurnal
Pendidikan Islam (JPI), UIN Sunan Kalijaga,
E-mail: jurnaljpi@yahoo.co.id. hlm. 75.
penguasaan
(bahkan
setelah
mengendalikan faktor demografi, seperti
jenis kelamin dan ras, dan keyakinan
kontrol siswa). Secara khusus, guru-guru
yang memiliki harapan yang tinggi
cenderung
memiliki
siswa
yang
mendapatkan nilai yang lebih baik tetapi
juga
mengejar
mengambil
tujuan
tanggung
menunjukkan
prososial,
jawab
komitmen
dan
untuk
penguasaan belajar.Sebaliknya, guru yang
kasar kritis dan dianggap tidak adil
memiliki siswa yang tidak bertindak
secara bertanggung jawab sehubungan
dengan
peraturan
kelas
akademik.27
Komunitassekolah
pandangan
di
atas
harus
dan
tujuan
menurut
senantiasa
memperhatikan faktor demografi, seperti
jenis kelamin dan ras, dan keyakinan
kontrol siswa, kondisi individu siswa, dan
27 Darcia Narvaez and Daniel K.
Lapsley, Teaching Moral Character: Two
Strategies for Teacher Education, Please
address correspondence to Dr. Narvaez at this
address: Center for Ethical Education, 118
Haggar Hall, University of Notre Dame,
Notre
Dame,
IN
46556;
Email:
dnarvaez@nd.edu, hlm 2-4
selalu memberikan image positif pada
(Narvaez, 2006; di tekan)29. Langkah-
semua siswa baik kondisinya normal atau
langkah dapat diambil satu per satu atau
tidak.
semua pada once.Within konteks jenuh
Selain komunitas sekolah peduli
adalah Seperti Goleman (2004, p. Viii)
mengatakan,
"Sosial
dan
program
pembelajaran emosional membuka jalan
untuk
belajar
baik.Mereka
akademik
yang
mengajarkan
lebih
dengan
harapan
membangun
yang
perilaku
tinggi
dan
untuk
prestasi,
pendidik deliberatively dalam kelas dan
sekolah, sebagai berikut:
Langkah 1: gambaran
iklim
yang
anak-anak
mendukung bagi perilaku moral dan
social dan keterampilan emosional yang
prestasi yang tinggi.
Langkah 2: Menumbuhkan keterampilan
sangat erat terkait dengan perkembangan
kognitif."Keterampilan
emosional
sosial
memfasilitasi
dan
kehidupan
sehari-hari,yang mempengaruhi hubungan
dan sekolah prestasi-keterampilan dalam
komunikasi,
resolusi
konflik,
pengambilan keputusan dan kerjasama
etika.
Langkah 3: Gunakan pendekatan magang
untuk instruksi (pemula-ke-pakar praktek
dipandu).
Langkah 4: Nurture keterampilan selfregulation
Langkah
5:
Membangun
struktur
(Catalano, Haggerty, Oesterle, Fleming,
dukungan dengan masyarakat
Melalui langkah-langkah tersebut dapat
& Hawkins, 2004).28
Program pembelajaran emosional
diaplikatifkan
yang
terencana
ketrampilan
dapat
sosial
membentuk
memfasilitasi
kehidupansehari-hari,
yang
mempengaruhi hubungan dan sekolah
prestasi-keterampilandalam
komunikasi,
dalam
mengembangkan
pendidikan
rangka
pembelajaran
moral
pelajar,
khususnya
untuk anak tunarungu dengan melihat
kondisi
psikologis,
memperoleh
dan
tata
cara
pengatahuan
anak
resolusi konflik, pengambilan keputusan
tunarungu.
Pendekatandomain di pendidikan
dan kerjasama.
Pendidikan
moral
Etisintegratif.Integrative Etis Pendidikan
(IEE)
Model
memadukan
beberapa
temuan kunci dari ilmu empiris untuk
memberikan
kerangka
langkah-demi-
langkah untuk budidaya karakter moral
28Darcia Narvaez and Daniel
Lapsley, Teaching Moral, hlm. 2-4
K.
memfasilitasi
memahami
dunia
siswa
sosial
untuk
dengan
menyelidiki isu-isu sosial penting dalam
domain konvensi sosial dan domain
moral.Sebagai domain ini berbeda, siswa
tentu
harus
mengembangkan
kedua
29Darcia Narvaez and Daniel
Lapsley, Teaching Moral, hlm. 2-4
K.
domain
sehingga
mengembangkan
diri
mereka
bisa
sebagai
warga
negara yang konstruktif dengan nilai-nilai
moral yang tinggi umumnya dan individu
secara spesifik.Domain Pendekatan persis
berfokus pada pengembangan penilaian
perilaku refleksif dalam hubungan dengan
domain konvensi moral dan sosial (Nucci,
4. Domain Pembelajaran Akhlak untuk
saat
stres
(Bowlby, 1973, 1998; Holmes, 2001).31
Domain kedua diberi label
Eksplorasi
dan
Kenikmatan.
Untuk
mengeksplorasidan bermain memerlukan
beberapa tingkat keamanan. Ketika orang
merasa terancam negara merekamaka
fisiologis normal terhambat dan mereka
Yang pertama dari domain ini
adalah Basis Aman (SB).istilah yang
digunakan
untuk
menggambarkan
pengasuh. SB ini akan memberikan aman
atau Pengalaman lampiran tidak aman.
SB terkait dengan kelangsungan hidup
karena setiap bayi kebutuhan dasar,
apakah itu aman atau tidak aman, untuk
hidup.Tanggapan
SB
untuk
marabahaya bayi di perasaan terancam
dan kondisi psikologis yang Hasil bayi di,
menentukan lampiran aman atau tidak
aman.The disinternalisasi SB representasi
didirikan
pada
menentukan
masa
dewasa
kanak-kanak
internal
internal
dan menikmati diri mereka sebagai
mereka pra-sibuk dengan keberadaan
pengasuh
mereka.
menimbulkan
domain
kekhawatiran
ini
tentang
pengelolaan kedekatan dalam angka dua
HC / DC karena dengan kemampuan
gangguan
dari
pengasuh
tuli
untuk
menanggapi isyarat lisan dari anak.32
Domain
tiga:
protes
dan
kemarahan;
menunjukkan
kemarahan
ancaman
diungkapkan
pemisahan
dan
bahwa
saat
ada
digunakan
sebagai agen untuk menjaga lampiran
ikatan yang aman. Seorang anak yang
terus-menerus
dalam
ketakutan
dan
Pengalaman lingkungan, yang merupakan
default
membantu kesungguhan mereka. anak
tidak aman merasa sulit untuk bermain
Anak Tunarungu.
posisi
pada
akan mencari tempat aman (SB) untuk
2001).30
tetap
dikembalikanuntuk
dan
30Chander Vengadasalam, dkk. Domain
Approach: An Alternative Approach in Moral
Education, Malaysian Online Journal of
Educational Science Volume 2, Issue 4,
Faculty of Education, University of Malaya.
hlm. 2
Anna Ward, The psycho-social
impact on hearing children of deafness in
their primary caregiver, Primary Supervisor:
Margot Solomon, Dissertation submitted to
Auckland University of Technology in partial
fulfilment of the requirementsfor the degree
of
Master
of
Health Science
in
PsychotherapyDecember 2009. hlm. 21-22, di
unduh
di
http://aut.researchgateway.ac.nz/bitstream/han
dle/10292/900/WardA.pdf?sequence=3
32Anna Ward, The psycho-social impact
on, hlm. 21-22
31
pemisahan mungkin memiliki banyak
guru yang baik terkait kondisi anak
tanggapan terhadap pemisahan yang nyata
tunarungu, yang tercermin dalam image
atau
wajah
dibayangkan.Biasanya
mendasari
yang
ditampilkan
memberikan
yang
atau
terhadap perkembangan tingkah laku anak
pengasuh
dengan memberikan jempol dua atau
terhadap bayi dalam keadaan ini tidak
jempol satu apapun bentuk perkembangan
konsisten atau tidak sensitif yang bayi
baik itu sekalipun sedikit.
marah.
Jika
respon
protes
dari
akan menginternalisasi marabahaya. Teori
ini
menyoroti
pertanyaan
apakah
pengasuh tuli adalah mampu menjadi
responsif dan karena itu sensitif terhadap
anak.33
Apabila
yang
dan
pengalaman adalah kecemasan kronis
memanifestasikan
penilaian
guru,
positif
perkembangan
yang
terjadi jelek maka guru memberikan sikap
jangan atau larangan yang dicerminkan
melalui melambaikan tangan pertanda
tidak boleh dilakukan dan beri alasan
C. Pembahasan
Berdasarkan pembahasan di atas
sederhana yang dapat dipahami melalui
maka dalam pembelajaran akhlak yang
tulisan.
Langkah 2: Menumbuhkan keterampilan
paling
utama
guru
harus
berusaha
etika.
menciptakan rasa aman, kondisi ini perlu
Langkah kedua ini diwujudkan
dikarenakan anak tunarungu memiliki
melalui guru memberikan contoh dan
sifat mudah berperasangka buruk kepada
kebiasaan-kebiasaan tingkah-laku yang
orang lain hal ini disebabkan karena
baik serta memberikan alasan yang
pembelajaran
mudah
anak
tunarungu
lebih
dipahamai
banyak memakai indra penglihatan dan
melakukan
perabaan.
contoh:
Untuk membangun perilaku dan
prestasi, pendidik deliberatively dalam
kelas dan sekolah, sebagai berikut:
Langkah 1: gambaran iklim
kenapa
tingkah-laku
guru
ikut
serta
itu
harus
seperti
membuang
sampah pada tempatnya.
Langkah 3: Gunakan pendekatan magang
untuk instruksi (pemula-ke-pakar praktek
yang
mendukung bagi perilaku moral dan
prestasi yang tinggi.
Langkah pertama ini diwujudkan
dipandu).
Langkah ini pada anak tunarungu
di wujudkan melalui metode pembiasaan
dan belajar dari kisah-kisah masa lampau,
dalam bentuk memberikan gambaran
penampilan video-video hewan yang
iklim yaitu berupa penerimaan seorang
sedang berburu, dan video pertumbuhan
33Anna Ward, The psycho-social impact
on, hlm 21-22.
dan
perkembang-biakan
hewan
dan
tumbuhan (magang ini diartikan belajar
anak
dari Alam).
Langkah 4: Nurture keterampilan self-
seharusnya
regulation
Untuk membentuk akhlak yang
baik dan terencana serta dapat meresap
dalam jiwa anak tunarungu bukan hanya
mengenai
batasan
masyarakat
dan
pacaran,
keluarga
ketika dihadapan anak tunarungu dapat
menampilkan
pacaran
secara
islami,
dalam artian tidak melakukan ciuman
secara bebas, pegang-pegangan, dan hal-
kerangka teoritis yang di bangun melalui
hal negatife lainnya.
E. Implikasi
Pembelajaran akhlak yang paling
berbagai pengalaman penglihatan anak
utama guru harus berusaha menciptakan
tunarungu, pembacaan literasi dan melihat
rasa aman, kondisi ini perlu dikarenakan
contoh-contoh dari guru serta peran
anak tunarungu memiliki sifat mudah
masyarakat dan keluarga untuk menerima
berperasangka buruk kepada orang lain
keberadaan
serta
hal ini disebabkan karena pembelajaran
anak-anak
anak tunarungu lebih banyak memakai
memberikan
indra penglihatan dan perabaan.
F. Saran.
Untuk membentuk akhlak yang baik
sebagai tingkah-laku namun juga sebagai
anak
bersama-sama
tersebut
tunarungu
menjaga
dengan
cara
gambaran-gambaran penerimaan terhadap
anak tunarungu yang positif.
Langkah
5:
Membangun
struktur
jiwa anak tunarungu bukan hanya sebagai
dukungan dengan masyarakat
Dengan
ikut
serta
mengawasi
perkembangan pergaulan anak tunarungu,
di media sosial, dan lingkungan, serta
memberikan
pencegahan
yang
disampaikan ketika anak tunarungu sudah
tidak
dalam
sampaikan
keaadaan
larangan
emosi,
itu,
dan
dengan
menyampaikan pula dampak dan alasan
yang nalar.
D. Kesimpulan
Pihak sekolah dan masyarakat serta
orang
tua
ikut
serta
kebenaran-kebenaran
dan terencana serta dapat meresap dalam
menampilkan
tentang
akhlak
dilapangan yang disesuaikan dengan teori
akhlak, seperti contoh: terkait pemahaman
tingkah-laku
namun
juga
sebagai
kerangka teoritis yang di bangun melalui
berbagai pengalaman penglihatan anak
tunarungu.
G. Daftar Pustaka
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu
Pendidikan
Islam,
Jakarta:
Kencana Prenada Media Group,
2006.
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan
Agama &Pembangunan Watak
Bangsa,
Jakarta:
RajagrafindoPersada, 2005.
Anna Ward, The psycho-social impact on
hearing children of deafness in
their primary caregiver, Primary
Supervisor:
Margot
Solomon,
Dissertation submitted to Auckland
University of Technology in partial
fulfilment of the requirementsfor
the degree of Master of Health
Science in PsychotherapyDecember
2009. hlm. 21-22, di unduh di
http://aut.researchgateway.ac.nz/bits
tream/handle/10292/900/WardA.pdf
?sequence=3
ASCD Panel On Moral Education,Moral
Education in the Life of the School.
A Reportfrom the ASCD Panel on
Moral Education.ndria, Va.REPORT
NO ISBN-0-87120-152-6 ED 298
651 EA 020 327 April 1988.
Association for Supervision and
Curriculum
DevelopmentAlexandria, Virginia.
Azra, Azyumardi.
Pendidikan Islam:
Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu,1999.
Bushra Akram, dkk, “Scientific Consep of
Hearing and Deaf Students of Grade
VIII”,
Jornal
of
Elemntary
Education Vol. 23, No. 1 pp. 1-12.
University of Gujarat, University of
Mangement
and
Technology
Lahore, and University of the
Punjab.
Chander Vengadasalam, dkk. Domain
Approach: An Alternative Approach
in Moral Education, Malaysian
Online Journal of Educational
Science Volume 2, Issue 4, Faculty
of Education, University of Malaya.
Darcia Narvaez and Daniel K. Lapsley,
Teaching Moral Character: Two
Strategies for Teacher Education,
Please address correspondence to
Dr. Narvaez at this address: Center
for Ethical Education, 118 Haggar
Hall, University of Notre Dame,
Notre Dame, IN 46556; Email:
dnarvaez@nd.edu.
Depdiknas,
Pendidikan Berorientasi
Kecakapan Hidup (Life Skill)
melalui Pendekatan Broad-Based
Education
(Draft). Jakarta:
Departemen
Pendidikan
Nasional,2002.
Diunduh
di.
http://www.slideshare.net/happyaru
n/understanding-the-deafcommunity-focus-india,
and
http://www.evdcweb.org/lessons/ts/
audiogram.html, pada tanggal. 11
Oktober 2015.
Elindra Yati, Peningkatan Ketajaman
Pendengaran Siswa Tunarungu
Melalui
Pembelajaran
Tari
Pendidikan, Jurnal Seni “Aristika”
Vol 1 No 1 Juni–September 2011
ISSN 9771411305012 Jakarta:
Fakultas
Bahasa
dan
Seni
Universitas Nege
(Study pada pembelajaran akhlak anak tunarungu)
By: Muhammad Gus Nur Wahid1
NIM:16790003
E-mail: gusnurwahid@gmail.com.
No hp: 085758923720.
Abstract
Writing this articel based on the observation of the author conducted on
Children Deaf, related to the religious condition, this observation is done from
October 2014 until September 2015. Observing some cases that occurred in front of
the author at the time to see the reality of the field that is related to understanding of
worship, Muamalah. And understanding Islamic morals. So based on these conditions,
it is very necessary to raise a title: Learning Approach to Islamic Religious Education
in SLB (case study on the religious condition of children with hearing impairment).
Based on the survey results in the field can be described some criteria of children with
hearing impairment, deaf children are very theoretical children, the truth according to
them is what is most viewed and felt based on their social experience with parents,
teachers, and society. Based on the discussion then in the moral learning of the most
important teachers should try to create a sense of security, this condition needs to be
because deaf children have the nature of easy prejudice to others this is due to the
learning of children with hearing impaired more use of the senses of sight and touch.
Keywords: Learning Morals, Approach Deaf Children
Abstrak
Penulisan articel ini didasari atas pengamatan penulis yang dilakukan pada
Anak Tunarungu, terkait tentang kondisi keagamaannya, pengamatan ini dilakukan
sejak bulan Oktober tahun 2014 sampai dengan bulan September 2015. Mengamati
beberapa kasus yang terjadi dihadapan penulis pada saat melihat kenyataan
dilapangan yaitu terkait pemahaman ibadah, pemahaman muamalah. Dan pemahaman
akhlak Islami. Maka berdasarkan kondisi tersebut, dirasa sangat perlu mengangkat
sebuah judul: Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB(Study kasus
pada kondisi keagamaan anak tunarungu). Berdasarkan hasil survey dilapangan dapat
digambarkan beberapa kriteria anak tunarungu, anak tunarungu merupakan anak yang
sangat teoritis, kebenaran menurut mereka adalah apa yang paling banyak dilihat dan
dirasakan berdasarkan pengalaman pergaulan mereka dengan orang tua, guru, dan
masyarakat. Berdasarkan pembahasan maka dalam pembelajaran akhlak yang paling
1 M. Gus Nur Wahid, M. Pd. I, Mahasiswa Doktoral PAI SBI. Pascasarjana Uin Maliki
Malang. Tahun. 2016.
utama guru harus berusaha menciptakan rasa aman, kondisi ini perlu dikarenakan
anak tunarungu memiliki sifat mudah berperasangka buruk kepada orang lain hal ini
disebabkan karena pembelajaran anak tunarungu lebih banyak memakai indra
penglihatan dan perabaan.
Kata Kunci: Pembelajaran Akhlak, Pendekatan Akhlak Anak Tunarungu.
A. Latar Belakang Masalah.
Penulisan articel ini didasari atas
ketrampilan khusus yang siap diterjunkan
pengamatan penulis lakukan pada Anak
ke sekolah–sekolah luar biasa, kecuali
Tunarungu,
kondisi
yang pernah dilakukan oleh Departemen
keagamaannya, pengamatan ini dilakukan
Agama dengan membuka PGA-LB untuk
sejak bulan Oktober tahun 2014 sampai
tuna netra yang ditutup tahun 1976,
dengan bulan September 2015, Dan pada
penutupan itu terjadi karena sulitnya
saat
mengangkat
itupun
terkait
tentang
penulis
diminta
untuk
guru
Pendidikan
agama
mengajari anak-anak tunarungu setelah
Islam
agenda penelitian selesai pada bulan Mei
sekolah luar biasa, dan belum tersedianya
2015.
buku-buku teks atau pedoman Pendidikan
Pada proses pengamatan, penulis
mengamati beberapa kasus yang terjadi
untuk diterjunkan ke sekolah–
agama Islam khusus yang diberlakukan
dihadapan penulis pada saat melihat
bagi sekolah–sekolah luar biasa”.2
Berdasarkan pendapat tersebut di
kenyataan
terkait
atas dapat digambarkan bahwa belum
pemahaman
tersedianya tenaga pengajar pendidikan
dilapangan
pemahaman
muamalah.
Islami.
belum
ibadah,
Dan
pemahaman
Ternyata
dilapangan
pada
akhlak
agama Islam untuk anak berkebutuhan
kenyataan
khusus yang memiliki ketrampilan khusus
Pendidikan Agama
mampu
anak-anak
yaitu
memasuki
tunarungu
Islam
yang siap ditempatkan untuk mengajar di
kehidupan
sekolah-sekolah luar biasa seperti SLB-A
bukan
hanya
(tuna netra), SLB-B (Tunarungu), SLB-C
sebagai pemahaman teoritis namun juga
(tuna grahita), SLB-D (tuna daksa), SLB-
sebagai bentuk yang aplikatif dalam
E (tuna laras) dan SLB-G (tuna ganda).3
Salah
satu
faktor
penyebab
kehidupan sehari-hari.
Hal ini sesuai dengan pendapat
pendidikan agama Islam pada anak
Husni Rahim, “Kita belum memiliki data
tunarungu mengalami kendala dalam
tentang Implementasi Pendidikan agama
memperoleh pengetahuan tentang agama
Islam di SLB–SLB tersebut, hal ini
disebabkan
belum
tersedianya
guru
Pendidikan agama Islam yang memiliki
2Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan
Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos, 2001),
hlm. 98–99.
3Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan
Islam di Indonesia, hlm. 98–99.
Islam karena dunia Sekolah Luar Biasa
pendidikan Islam tidak cukup dibekali
khususnya
(Tunarungu),
dengan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga
mengalami dilema yang cukup serius
membutuhkan ilmu kependidikan atau
terkait tenaga pengajar Pendidikan Agama
ilmu psikologi. Selama ini keilmuan
Islam. Apabila pengajar PAI itu berangkat
keislaman sudah mulai dikembangkan
dari lulusan Pendidikan Luar Biasa maka
dengan baik melalui kajian diskusi,
hanya beberapa Lulusan PLB yang
seminar,
menguasai
secara
saatnya keilmuan psikologi juga perlu
mendalam. Begitupun sebaliknya jika
pengembangan. Sebab, ke depan sarjana
pengajar berangkat dari lulusan Tarbiyah
pendidikan
mereka tidak mengerti tentang cara
melakukan tugasnya dengan baik, yaitu
mengajari anak tunarungu.
Hal ini seperti pendapat Monica J.
memberikan pembelajaran yang tepat
SLB
B
Materi-materi
PAI
TAYLOR “agak sedikit yang diketahui
tentang bagaimana orang biasa benarbenar berpikir, merasa, dan tindakan
dalam kaitannya dengan kepedulian moral
dan
masalah
kehidupan
sehari-hari.
dan
sebagainya.
Islam
Sekarang
dituntut
mampu
untuk siswa-siswanya. Di lapangan nanti
lulusan Jurusan Tarbiyah tidak hanya
mengajari anak-anak normal, tetapi juga
akan bertemu dengan anak yang tidak
normal yang butuh perhatian lebih.5
Berangkat dari dilema tersebut
Sebaliknya, upaya pendidikan Kohlberg,
sudah
yang intensif dan moral fokus sekolah
pendidikan agama Islam pada Anak
saja Community, yang terkait dengan
tunarungu adalah tamatan tarbiyah, yang
siswa
sama-sekali
'
Pengalaman
sebenarnya
hidup
moral
yang
tidak
menjadi
belajar
guru
mengenai
kelompok,
pendekatan-pendekatan pengajaran PAI
kurang mendapat perhatian oleh para
pada anak tunarungu, sehingga terjadi
peneliti dan pendidik, karena tuntutan
beberapa kasus seperti, terdapat beberapa
khusus mereka di guru dan konteks
anak yang melakukan kegiatan buruk
sekolah.”4
Kurangnya perhatian para peneliti
seperti mengambil hak orang lain namun
Khususnya
keilmuan
dalam
keislaman,
dalam
yang
tentu
pengembangan
lulusan
sarjana
J. Taylor, Marking Moral
Education: Some Reflections and Issues,
Education Journal《教育學報》, Vol. 36, Nos.
1–2, Summer–Winter 2008, 121–136© The
Chinese University of Hong Kong
2009,Institute of Education University of
London. hlm. 124.
mereka berkata meminjam, dan menyukai
lawan jenis namun kegitan tersebut
dilakukan
seperti-halnya
orang
yang
4Monica
5Muzdalifah M. Rahman, Keberbakatan
Anak Berkebutuhan khusus di SLB B
Purwosari Kudus, Jurnal Penelitian, Vol. 9,
No. 2, Agustus 2015, STAIN Kudus, Jawa
Tengah,
Indonesia,
muzdakukudus@gmail.com. hlm. 279.
sudah
menjadi
suami-istri
seperti
pendengaran sehingga masih mampu
berciuman, pegang-pegangan dan adapula
memproses informasi linguistik melalui
yang melakukan hubungan intim. Namun
pendengaran
mereka tidak mengetahui bahwa ternyata
menggunakan alat bantu dengar, anak
itu adalah perbuatan yang dilarang oleh
tunarungu lebih banyak menggunakan
agama.
bahasa
(audition)
isyarat
dalam
dengan
berkomunikasi
Kondisi tersebut terjadi karena cara
dengan lingkungannya. sehingga anak
belajar anak tunarungu lebih banyak
tunarungu kesulitan memahami ungkapan
memakai indra pengelihatan dan perabaan
lisan dari lingkungannya dan lingkungan
daripada indra pendengaran sekalipun
juga kesulitan memahami bahasa isyarat
menggunakan alat bantu dengar, sehingga
yang dipergunakan oleh anak tunarungu6
Anak yang mengalami gangguan
apa yang dilihat merupakan kebenaran
mutlak yang di yakini daripada kebenaran
yang tertulis dibuku dan samar dalam
prakteknya, maka berdasarkan kondisi
tersebut, dirasa sangat perlu mengangkat
sebuah judul: Pendekatan Pembelajaran
PAI pada Anak Tunarungu. (Study pada
pembelajaran Akhlak anak tunarungu)
B. Kajian Teori
1. Konsep Tunarungu.
a. Pengertian Ketunarunguan
Anak tunarungu, adalah salah satu
sebutan bagi kaum difabel yang memiliki
kesulitan pendengaran yang berorientasi
pada
pendidikan,
mereka
yang
tuli
(deaf)
memiliki
adalah
kesulitan
pendengaran sehingga tidak mungkin
berhasil memproses informasi linguistik
melalui pendengaran (audition), baik
dengan
maupun
tanpa
alat
bantu
Sementara itu, orang yang mengalami
kesulitan pendengaran (hard of hearing)
adalah mereka yang masih memiliki sisa
Tunarungu
mereka
tidak
mungkin
berhasil memproses informasi linguistik
melalui pendengaran (audition), baik
dengan
maupun
tanpa
alat
bantu,
6Priska Nur Asriani dan Riama Maslan
Sihombing, Metoda Pembelajaran Musik
Untuk Anak Tuna rungu melalui buku Pop–
Up “Ada Bunyi”, jurnal tingkat sarjana,
Institut Teknologi Bandung, ITB, Fakultas
Seni Rupa dan Desain. Tt. dalam http;//
www.googlecendikia.com. Diambil Kamis 18
September 2014. Lihat juga. Stela Bunga
Parmawati, Tesis Efektifitas Pendekatan
Modifikasi Perilaku dengan Teknik Fading
dan Token Economy dalam Meningkatkan
KosaKata Siswa Tuna Rungu Prelingual
Profound” (Depok: Fakultas Psikologi
program Studi Psikologi Profesi Peminatan
Psikologi
Pendidikan
Pascasarjana
Universitas Indonesia: 2012), hlm .21. dalam
http;//www.googlecendikia.com.
Diambil
Kamis 13 November 2014. Lihat juga.
Nichcy, Deafness & Hearing Loss, is the
National Dissemination Center for Children
with Disabilities. Disability Fact Sheet No.
3 January 2004. NICHCY P.O. Box 1492
Washington, DC 20013, hlm. 1. Lihat juga,
Bushra Akram, dkk, “Scientific Consep of
Hearing and Deaf Students of Grade VIII”,
Jornal of Elemntary Education Vol. 23, No. 1
pp. 1-12. University of Gujarat, University of
Mangement and Technology Lahore, and
University of the Punjab, hlm. 4.
sedangkan
orang
yang
mengalami
belajar-mengajar
guru
tidak
terlalu
kesulitan pendengaran (hard of hearing)
memaksakan murid harus menguasai
adalah mereka yang masih memiliki sisa
materi yang diajarkan.
c. Karakteristik anak Tunarungu
Tunarungu adalah istilah yang
pendengaran
dan
masih
mampu
memproses informasi linguistik melalui
pendengaran
(audition)
dengan
menggunakan alat bantu dengar.
b. Etiologi Anak Tuna-rungu
Informasi mengenai beberapa
menunjukan pada kondisi ketidakfungsian
organ pendengaran atau telinga seorang
anak, kondisi ini menyebabkan mereka
memiliki karakteristik yang khas, berbeda
penyebab ketunarunguan adalah sebagai
dengan anak-anak normal pada umumnya,
berikut:.
“Faktor hereditas, penyakit cacar
beberapa karekteristik anak tunarungu
air, campak (Maternal rubella, Gueman
dari “segi fisik, segi bahasa, intelektual
measles), lahir Prematur, radang selaput
dan sosio-emosional.”8
Berdasarkan
otak, ketidaksesuainan rhesus antara anak
karekteristik anak tunarungu di atas lebih
dan Ibu yang mengandungnya, keracunan
lanjut dijelaskan sebagai berikut:
1) Segi fisik
Cara berjalannya kaku dan
pada darah (toxoemia) yang berpengaruh
pada rusaknya plasenta dan janin yang
dikandungnya, pemakaian anti biotik
(overdosis), infeksi setelah lahir misalnya
terkena penyakit tifus, stuip, dan campak,
otiti media kronis adalah tertimbunnya
cairan-carian yang berwarna kekuningkuningan di dalam telinga bagian tengah,
penggunaan tang sebagai alat bantu
melahirkan dan infeksi pada alat-alat
pernapasan”.7
Berdasarkan penjelasan faktorfaktor
penyebab
ketunarunguan
diharapkan guru dapat mengenal kondisi
fisiknya, sehingga dalam proses kegiatan
7Muhammad
Efendi,
Pengantar
PsikoPedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009), cet. 3, hlm. 64-69, lihat
juga, T. Sujihati Somantri, Psikologi Anak
Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama,
2009), cet. 3, hlm. 94-95.
beberapa
agak
membungkuk, yang disebabkan karena
terjadinya permasalahan pada organ
keseimbangan di telinga, pernapasan
yang pendek dan tidak teratur karena
tidak bisa mendengar dengan baik
sehingga mengakibatkan anak tidak bisa
mengatur pernapasan dengan baik, dan
cara pengelihatannya agak bringas hal
ini
disebabkan
karena
pengelihatan
merupakan salah satu indra paling
dominan
yang
menunjukan
keingintahuannya.
2) Segi bahasa
Miskin akan kosa kata.
Sulit mengartikan kata-kata
yang
mengandung ungkapan atau idiomatik.
Tatabahasanya kurang teratur.
8Laili S cahya, Buku Anak untuk ABK,
Yogyakarta: Familia, 2013.hlm. 16-18.
3) Intelektual
Kemampuan
Mild
intelektualnya
normal
The
child
difficulty
may
hearing
have
faint
namun karena keterbatasan dalam
speech at a distance, may
berkomunikasi
berbahasa,
miss up to 10% of speech
perkembangan intelektualnya menjadi
signal when speaker is at a
lamban, hal ini pula yang menjadi
distance greater than three
penyebab
feet or if the environment is
dan
keterlambatan
dalam
perkembangan akademiknya.
noisy,
and
is
likely
to
experience some difficulty in
4) Sosial-emosional
Sering merasa curiga dan berperasangka,
Moderate
group education settings.
The child can understand
sikap ini terjadi akibat kelainan fungsi
conversational speech at a
pendengaran sehingga mereka tidak dapat
distance of three-to-five feet
memahami apa yang dibicarakan orang
in quiet settings. A hearing
lain sehingga mereka mudah curiga.
Sering bersikap agresif.
Sering bersikap impulsive (tindakan yang
aid may help the child hear
tidak didasarkan pada perencanaan yang
a hearing aid, 50% to 100%
most speech sounds. Without
of speech signal may be
hati-hati.
Selalu khawatir dan ragu-ragu.
Melihat
karateristik
anak
missed.
Moderate to Severe If hearing loss occurs
tunarungu maka metode pembelajaran
before spoken language is
untuk
dengan
learned, the child’s spoken
memfaaatkan kondisi fisik, intelektual,
language development and
dan sosial-emosianal untuk menanbah
speech
kosa kata mereka.
d. Klasifikasi Anak Tunarungu
Berdasarkan tingkat daya dengar
delayed
anak
tunarungu
may
be severely
unless
early
intervention has occurred.
anak tunarungu ada dua pandangan yang
With an adequate hearing
berbeda
aid, the child should be able
mengenai
tunarungu.
1) Menurut
Traumatic
pembagian
anak
to detect the sounds of
The
National
Stress
Child
Network,
speech
and
environmental
identify
sounds.
mengemukakan pembagian deaf child
Without amplification, the
sebagai berikut.
Degree of Deafness Possible Effects on
child is aware of loud voices
Communicative Functioning
about one foot from the ear
and is likely to rely on vision
melihat kemampuan daya dengarnya,
for communication. Use of a
maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Kategori
mild
anak
mungkin
sign language or a signed
mengalami kesulitan mendengar pidato
system can promote and
enhance
Profound
samar
language
vision
rather
than
hearing for communication
and learning. Speech and
oral
language
develop
will
not
spontaneously
without early intervention
and extensive training. Use
of a sign language or a
signed
system
should
kejauhan,
mungkin
kehilangan hingga 10% dari sinyal
development.
The child will primarily rely
on
di
2)
suara ketika pembicara pada jarak
lebih dari tiga meter atau jika
lingkungan berisik, dan kemungkinan
akan mengalami beberapa kesulitan
dalam
pengaturan
pendidikan
kelompok .
3) Kategori sedang anak dapat memahami
pidato percakapan pada jarak tiga
sampai lima meter dalam pengaturan
yang tenang, sebuah alat bantu dengar
language
dapat membantu anak mendengar.
4) Kategori sedang sangat parah, Jika
speech
gangguan pendengaran terjadi sebelum
intelligibility is often greatly
bahasa lisan dipelajari, pengembangan
compromised. A hearing aid
bahasa lisan mungkin tertunda kecuali
can be useful for alerting
penanganan awal telah terjadi, melalui
the child to environmental
alat bantu dengar yang memadai, anak
promote
development,
sounds.9
Berdasarkan
but
mampu
pembagian
tunarungu tersebut di atas dengan
9National
Child Traumatic Stress
Network (2006), White paper on addressing
the trauma treatment needs of children who
are deaf or hard of hearing and the hearing
children of deaf parents. (Los Angeles, Calif,
and Durham, NC: National Child Traumatic
Stress Network, 2006), hlm. 15. Lihat juga:
Elindra Yati, Peningkatan Ketajaman
Pendengaran Siswa Tunarungu Melalui
Pembelajaran Tari Pendidikan, Jurnal Seni
“Aristika” Vol 1 No 1 Juni–September 2011
ISSN 9771411305012 (Jakarta:
Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ,
2011), hlm. 85-87.
mendeteksi
mengidentifikasi
suara
suara
dan
lingkungan.
Penggunaan bahasa isyarat atau sistem
yang dibakukan dapat mempromosikan
dan
meningkatkan
perkembangan
bahasa.
5) Kategori sangat parah, anak akan
bergantung
pada
visi
dari
pada
mendengar untuk komunikasi dan
pembelajaran, bahasa lisan tidak akan
berkembang tanpa penanganan dini
dan latihan yang ekstensif. Penggunaan
bahasa isyarat harus meningkatkan
mampu mendengar suara burung yang
perkembangan bahasa.
Berdasarkan
terbang,
pembagian
kemampuan daya dengar tersebut di atas
maka dapat disimpulkan apabila anak
tunarungu
mengalami
gangguan
pendengaran 90db lebih maka Individu
mungkin mendengar suara yang sangat
keras tetapi tidak dapat mendengar suara
percakapan
adalah
sama
modal
berkomunikasi.
kalaupun
sekali.
Penglihatan
utama
Ucapan
berkembang,
dalam
individu,
tidak
mudah
dipahami. pembelajaran memanfaatkan
indra pengelihatan, yaitu dengan metode
oral, isyarat dan tulis.
Adapun kondisi kemampuan daya
suara
percakapan
jam
dinding,
normal.
dan
Sedangkan
kemampuan daya dengar anak gangguan
pendengaran anatara: 100 sampai 120 db,
ini hanya mampu mendengar suara mobil
besar, konser musik, dan mesin pesawat
terbang dengan ketentuanbenda tersebut
berda
dekat
sebenarnya
dengan
anak
masih
anak,
namun
belum
bisa
mendengar suarnya tapi getaranya sampai
kegendang telinga.
e. Kelemahan Anak Tunarungu.
Beberapa kelemahan wicara anak
tunarungu
terjadi
karena:
“adanya
gangguan pendengaran dan gangguan
pada organ bicara sebagai penyebab
dengar tersebut, dalam kehidupan sehari-
utama dan selanjutnya tidak mendapatkan
hari dapat disetarakan dengan hal-hal
latihan atau pembinaan yang sebaiknya.11
Berdasarkan penjelasan di atas
sebagai berikut:
organ-organ wicara seperti otot-otot lidah,
ketegangan pada mulut secara berlebihan
serta kekakuan lidah sangat mengganggu
dalam berbahasa anak tunarungu. Kondisi
ini menyebabkan perlunya latihan dan
10
Tingkat kemampuan daya dengar.
Gambar: 1.1.
Decibel Levels of Noice In American
Evirontment
Berdasarkan gambar di atas dapat
dijelaskan bahwa kondisi anak normal
yaitu antara: 0 sampai 26 db, ini masih
10Diunduh
di.
http://www.slideshare.net/happyarun/understa
nding-the-deaf-community-focus-india, and
http://www.evdcweb.org/lessons/ts/audiogra
m.html, pada tanggal. 11 Oktober 2015, hlm.
7.
pembinaan kepada anak tunarungu secara
berkelanjutan
pembelajaran
dan
bertahap
memberikan
tanpa
adanya
unsur-unsur paksaan dan menggunakan
penerapan pembelajaran yang mengerti
kondisi anak-anak tunarungu.
11Hermanto, Optimalisasi Pelaksanaan
Bina Wicara untuk Mendukung Kemampuan
Berkomunikasi Anak Tuna Rungu, JUR TP
UNY, Oktober. 2008, hlm. 5. dalam http;//
www.googlecendikia.com. Diambil Kamis 18
September 2014.
2. Karakteristik
dan
Tujuan
Mata
Pelajaran PAI
secara maksimal sesuai dengan ajaran
Islam.
Karakteristik mata pelajaran PAI
Setiap mata pelajaran memiliki
ciri
khas
atau
karakteristik
tertentu
yang dapat membedaknnya dengan mata
pelajaran lainnya, begitu juga halnya mata
sebagaimana
Zakiyah
Daradjat,
dalam
buku
pedoman khusus PAI (Depdiknas, 2002)
adalah
sebagai
merupakan
pelajaran PAI.
Menurut
dijelaskan
berikut:
mata
(1)
pelajaran
PAI
yang
dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok
pendidikan agama Islam adalah suatu
agama
usaha untuk membina dan mengasuh
membentuk peserta didik agar beriman
peserta
dapat
dan bertakwa kepada Allah SWT, serta
secara
memiliki akhlak mulia, (3)PAI mencakup
didik
memahami
agar
senantiasa
ajaran
Islam
Islam,
(2)
tiga
yang pada akhirnya dapat mengamalkan
syari`ah, dan akhlak. Aqidah merupakan
serta
penjabaran dari konsep iman; syari`ah
Islam
pandangan hidup.12
Tayar
Yusuf
sebagai
merupakan
mengartikan
pendidikan agama Islam sebagai usaha
sadar
generasi
tua
mengalihkanpengalaman,
kecakapan,
generasi
untuk
pengetahuan,
dan keterampilan kepada
muda
agar
kelak
menjadi
manusia bertakwa kepada Allah
Swt.13
kajian
dari konsep
yaitu
ibadah
dan
dan akhlak merupakan
berkembang berbagai kajian keislaman
(ilmu-ilmu
kalam
pendidikan
Agama
Islam
ilmu
diberikan
aqidah,
penjabaran dari konsep ihsan.14
Dari ketiga prinsip dasar itulah
Ahmad Tafsir,
yang
pokok,
muamalah;
menurut
bimbingan
penjabaran
yaitu
Islam, syari`ah memiliki dua dimensi
Sedangkan
adalah
dasar,
Bertujuan
menyeluruh. Lalu mengahayati tujuan,
menjadikan
kerangka
PAI
agama)
seperti
ilmu
(theologi
Islam, ushuluddin,
tauhid)
yang merupakan
seseorang
pengembangan dari aqidah. Ilmu fiqh
kepada seseorang agar ia berkembang
merupakan pengembangan dari syari`ah.
Ilmu akhlak (etika Islam, moralitas
Islam) merupakan pengembangan dari
12Pandi Kuswoyo, Ketuntasan Belajar
Siswa pada Mata Pelajaran PAI Melalui
Metode Kisah, Jurnal Pendidikan Islam:
Volume I, Nomor 1, Juni 2012/1433 ISSN:
2301-9166.Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sunan Kalijaga. hlm. 73-74.
13Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2006), hlm 130
akhlak,
termasuk
kajian-kajian
yang
terkait dengan ilmu dan teknologi serta
14Depdiknas, Pendidikan Berorientasi
Kecakapan Hidup (Life Skill) melalui
Pendekatan Broad-Based Education (Draft).
(Jakarta:
Departemen
Pendidikan
Nasional,2002)
seni dan budaya yang dapat dituangkan
sekaligus dipraktikkan dalamkehidupan
dalam berbagai mata pelajaran.
Azra
mengemukakan
nyata sehari-hari.
Pendidikan Agama Islam (PAI)
karakteristik
bahwa
pendidikan
Islam
pada dasarnya memiliki
menekankan kepada: pertama, pencarian
selaras dengan
ilmu
muslim,
pengetahuan,
penguasaan
dan
tujuan
tujuan
yaitu
yang
hidup seorang
untuk menciptakan
pengembangan atas dasar ibadah kepada
pribadi-pribadi
sebagai hamba Allah
Allah SWT. setiap muslim diwajibkan
yang bertakwa dan dapat mencapai
mencari ilmu
pengetahuan
untuk
kehidupan
dikembangkan
dalam
akhirat. Sebagaimana dijelaskan dalam
guna kemaslahatan
al-Qur`an, “Tidaklah Aku ciptakan jin
dipahami
dan
kerangka
ibadah
umat manusia sebagai
suatu
yang bahagia di dunia dan
proses
dan manusia kecuali untuk mengabdi
yang berkesinambungan dan berlangsung
kepada-Ku” (QS.AL-Dzariat:56). Dalam
sepanjang hayat (life long education).
konteks sosial -masyarakat, bangsa, dan
Kedua, nilai-nilai akhlak. Dalamkonteks
negara-maka pribadi yang bertakwa ini
ini
menjadi rahmatan
kejujuran,
tawadlu’,
lil
`alamin,
menghormatisumber-sumber
dalam
skala
pengetahuan dan sebagainya merupakan
Tujuan
hidup
prinsip-prinsip yang perlu dipegang setiap
dapat disebut juga sebagai tujuan akhir
pencari ilmu. Ketiga, pengakuan
pendidikan Islam. Meskipun demikian
akan
kecil
baik
maupun
besar.
manusia dalam
Islam
potensi dan kemampuan seseorang untuk
disamping
berkembangdalamsuatu kepribadian.
Setiap pencari ilmu dipandang
umum, terdapat tujuan khusus yang
sebagai
makhluk Tuhan yang perlu
dihormati dan disantuni agar potensipotensinya dapat teraktualisasi dengan
sebaik-baiknya. Keempat, pengamalan
ilmu pengetahuan atas dasar tanggung
jawab kepada Tuhan dan masyarakat.
15
Disini pengetahuan bukan hanya untuk
diketahui dan dikembangkan, melainkan
15Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam:
Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium
Baru. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999),
hlm. 10.
sifatnya
tujuan
lebih
tahap-tahap
akhir
praktis
yang
lebih
berupa
penguasaan anak didik
terhadap bimbingan
dalam
yang
berbagai
yang
diberikan
aspeknya;
pikiran,
perasaan, kemauan, intuisi, keterampilan
(kognitif, afektif, dan psikomotor). Dari
tahapan-tahapan
dicapai
terperinci
ini kemudian
tujuan-tujuan
lengkap
yang
dengan
dapat
lebih
materi,
metode, dan sistem evaluasi. Inilah yang
kemudian dinamakan dengan kurikulum,
yang selanjutnya diperinci
lagi
dalam
bentuk silabus dari berbagai materi
keilmuan dari semua mata. pelajaran
yang akan diberikan.16
Dengan demikian, melalui mata
dan bahan kajian yang diajarkan di
pelajaran PAI diharapkan menghasilkan
manusia
yang
selalu
menyempurnakan
iman,
akhlak,
aktif
serta
berupaya
takwa,
dan
membangun
sekolah.Keempat,
PAI
harus
menjadi
landasan
sosial
dalam kehidupan sehari-hari
siswa.17
Berdasarkan
moral
dapat
dan
etika
penjelasan
diatas,
peradabandan keharmonisan kehidupan,
pelaksanaan PAI pada dasarnya akan
khususnya dalam memajukan peradaban
bermuara pada
bangsa
didik
yang
bermartabat.
Manusia
yang
terbentuknya
memiliki
peserta
akhlak
yang
seperti itu diharapkan tangguh dalam
mulia (budi pekerti yang luhur). Akhlak
menghadapi tantangan, hambatan, dan
mulia
perubahan yangmuncul dalam pergaulan
diutusnya Nabi Muhammad SAW. di
masyarakat baik dalam lingkup lokal,
dunia. Dengan demikian, pendidikan
nasional, regional, maupun global.
Adapun kebijaksanaan
yang
akhlak (budi pekerti) adalah jiwa PAI.
harus
dijadikan
pelaksanaan
PAI
dikemukakan
arahan
dalam
sebagaimana
yang
Firdaus
Basuni
dalam
Shaleh, adalah sebagai berikut:
Pertama, PAI harus
mampu
mengembangkan
sebagai
landasan
aqidah
keberagamaan
siswa
dalam
meningkatkan iman, takwa, dan akhlak
mulia.Kedua, PAI harus mengembangkan
konsep keterpadua antara ketercapaian
kemampuan
yang
bersifat
kognitif,
afektif, maupun psikomotorik. PAI bukan
hanya bersifat hafalan, melainkan juga
praktik dan amalan.Ketiga, PAI harus
mampu
mengajarkan
agama
landasan
dasar
dan inspirasi
untuk
mengembangkan
sebagai
siswa
bidang
16Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam:
Tradisi, hlm. 8-9.
ini
merupakan
misi
utama
Mencapai akhlak yang karimah (mulia)
adalah
tujuan
sebenarnya
pelaksanaan Pendidikan Agama
dari
Islam.
Hal ini tidak berarti bahwa Pendidikan
Agama
Islam
tidak
memperhatikan
jasmani, akal, ilmu ataupun segi-segi
praktis lainnya, tetapi maksudnya adalah
bahwa
Pendidikan
memperhatikan
Agama
segi-segi
Islam
pendidikan
akhlak seperti juga segi-segi lainnya.
Peserta didik membutuhkan kekuatan
dalam hal jasmani, akal, dan ilmu, tetapi
mereka juga membutuhkan pendidikan
budi pekerti, perasaan, kemauan,
cita
rasa, dan kepribadian. Sejalan dengan
konsep ini maka semua mata pelajaran
atau
bidang
studi
yang
diajarkan
17Shaleh, A.R.
Pendidikan Agama
dan Pembangunan Watak Bangsa. (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2005). Hlm. x-xi.
kepada
peserta
didik
haruslah
Hadits, serta ditambah dengan sejarah
mengandung muatan pendidikan akhlak
Islam (tarikh) sehingga secara berurutan:
dan setiap guru haruslah memperhatikan
(1) ilmu tauhid atau ketuhanan, (2)
akhlak atau tingkah laku peserta didiknya.
ilmu fiqih, (3) al-Qur’an, (4) hadits, (5)
Menurut Zuhairini, bahan atau
materi pembelajaran pendidikan Agama
Islam.
Sebagaimana
diketahui
ajaran
a. Masalah keimanan (Aqidah) adalah
bersifat I’tikad batin, mengajarkan
keEsaan Allah.
b. Masalah keislaman (Syari’ah) adalah
hubungan dengan alam lahir dalam
rangka mentaati semua peraturan dan
Tuhan,
hubungan
antara
guna
mengatur
manusia
dengan
Tuhan dan mengatur pergaulan hidup
dan kehidupan bangsa.
c. Masalah ihsan (Akhlak)
suatu
amalan
pelengkap
yang
adalah
bersifat
penyempurnaan
bagi
kedua diatas dan mengajarkan tata
cara pergaulan hidup manusia. Tiga
inti
ajaran
dijabarkan
pokok
dalam
ini
kemudian
bentuk
rukun
iman, rukun Islam dan akhlak.Dari
ketiga hal tersebut lahirlah beberapa
keilmuan
agama
yaitu:
ilmu
tauhid,ilmu fiqh dan ilmu akhlak.
Tiga kelompok ilmu agama ini
kemudian dilengkapi dengan pembatasan
rukun Islam dan materi pendidikan
agama
Islam
yaitu:
dalam kurikulum pendidikan Agama di
sekolah
pengembangannya
dilakukan
melalui pendekatan dalam:
pokok Islam meliputi:
hukum
akhlak, (6) tarikh18.
Dalam penyusunan materi pokok
al-Qur’an dan
a. Hubungan manusia dengan Tuhan
b. Hubungan manusia dengan manusia
c. Hubungan manusia dengan alam19
.Ruang kingkup pembahasan, luas
dan mendalam tergantung kepada jenis
lembaga pendidikan yang bersangkutan,
tingkatan kelas, tujuan kemampuan anakanak sebagai konsumennya. Sementara itu
secara
empirik
pendidikan
dalam
Agama
pelaksanaan
masih
dirasakan
terjadinya kesenjangan antara peran dan
harapan yang ingin di
terbatasnya
alokasi
disediakan.
Untuk
agama tentunya
capai dengan
waktu
yang
sekolah-sekolah
pembahasannya lebih
luas, mendalam dan terperinci dari pada
sekolahan
umum,
demikian
pula
perdebatan untuk tingkatan rendah dan
tingginya kelas yang tinggi.
3. Pendekatan Pembelajaran Akhlak.
Sebelum memahami pendekatan
pembelajaran
moralterlebih
dahulu
18Zuhairini, dkk, Metodik Khusus
Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1981), hlm.60-61
19Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan
Agama &Pembangunan Watak Bangsa,
(Jakarta: RajagrafindoPersada, 2005), hlm. 6
pahami makna menurutJaap Schuitema,
Pendidikan moral adalah sekolah
Geert ten Dam and Wiel Veugelers
apapun
“pendidikan moral mengacu pada ajaran
bagaimana siswa berpikir, merasa, dan
yang
bertindak mengenai masalah rigth dan
disengaja
tertentu,sikap
dan
tentang
nilai-nilai
disposisi
lakukan
untuk
inffluence
untuk
sekolah umum Amerika yang salah
merangsang perkembangan prososial dan
memiliki tradisi panjang keprihatinan
moral siswa.20
Kecerdasan moral bukan salah
tentang pendidikan moral, dan baru-baru
satu dari kecerdasan majemuk Gardner,
kekhawatiran ini telah berkembang lebih
tetapi terkait dengan dua nyaoriginal tujuh
intens22
Pendekatan
- intrapersonal dan interpersonal - serta
pendidikan
salah satu candidates-- mungkin nya
digambarkan
kecerdasan
yangmendatang
spiritual.
Meskipun
umum
untuk
nilai-nilai
dan
kontras
biasanya
di
(misalnya,
litera-
Halstead,
kecerdasan moral mengandung aspek
1996; Solomon, Watson & Battistich,
interpersonal Gardner (Kemampuan untuk
2001). Pendekatan tradisionalmenekanka
mengenali niat, perasaan dan motivasi
n transmisi dewasa moral masyarakat
dari
melalui
orang
lain)
intrapersonal(kemampuan
dan
untuk
pendidikan
langsungmengajar,
memahamidiri sendiri dan menggunakan
penggunaan
informasi
(Durkheim, 1961).23
tersebut
untuk
mengatur
imbalan
karakter,
nasihat,
dan
dan
hukuman
kehidupan) kecerdasan sendiri dan untuk
konstruksi terkait kecerdasan sosial dan
emosional, itu berbeda. Perbedaan utama
adalah bahwa kecerdasan emosional dan
sosial
yang
bebas
nilai,
sedangkan
kecerdasan moral adalah nilai berpusat.21
20Jaap Schuitema, Geert ten Dam and
Wiel Veugelers, Teaching strategies for moral
education: a review, Universiteit van
Amsterdam, Graduate School of Teaching and
Learning, Wibautstraat 2—41091 GM
Amsterdam, The Netherlands, hlm. 6.
21Rodney H Clarken, Moral Intelligence
in the Schools, Paper presented at the annual
meeting of the Michigan Academy of
Sciences, Arts and LettersWayne State
University, Detroit, MI, March 20, 2009,
School of Education, Northern Michigan
University, Clarken, Moral Intelligence,hlm.
2.
22ASCD
Panel
On
Moral
Education,Moral Education in the Life of the
School. A Reportfrom the ASCD Panel on
Moral Education.ndria, Va.REPORT NO
ISBN-0-87120-152-6 ED 298 651 EA 020
327 April 1988. Association for Supervision
and Curriculum DevelopmentAlexandria,
Virginia. hlm 7.
23Robert Thornberg and Ebru Oğuz,
Teachers' views on values education: A
qualitative
study
in
Sweden
and
Turkey,Mimar Sinan Fine Arts University,
Istanbul, Turkey, Robert Thornberg and Ebru
Oğuz, Teachers' views on values education: A
qualitative study in Sweden and Turkey,
2013, International Journal of Educational
Research,
(59),
1,
4956.http://dx.doi.org/10.1016/j.ijer.2013.03.00
5
Copyright:
Elsevier
http://www.elsevier.com/ Postprint available
at: Linköping University Electronic Press
Tujuannya adalahuntuk mengajar
demikian, perbedaan ini telah dikritik
mendisiplinkan
untuk
karena menyederhanakan lapangan dan
mengembangkan karakter yang baik dan
program pendidikan atau pendekatan
kebajikan, dan sesuai dengannilai-nilai
dapat,
yang dominan, aturan yang sah, dan
tradisionaldan pendekatan konstruktivis.
Lebih-lebih, pendekatan ketiga
dan
otoritas
siswa
masyarakat. Contoh
untuk
incul-cate
dalam
kebajikan
pendidikan
karakter yang "jujur, pekerja keras,
mematuhi otoritas yang sah,baik, patriotik
misalnya,
atau posisi di bidang pendidikan nilai
adalah dilihat-kritisPendekatan, yang
mengklaim bahwa pengaruh moral di
sekolah,
dan bertanggung jawab.
Sebaliknya,progresif
atau
jatuhantara
terutama
dalam
praktek
sekolahdisiplin dan dalam kurikulum
konstruksiPendekatan tivist "menekankan
tersembunyi,
konstruksi aktif anak-anak dari makna
memiliki
moral
(Bernstein, 2000; Giroux & Penna, 1983;
dan
pembangunanmental
dari
bisa
efek
dipertanyakan
luas
tanpaketahuan
komitmen pribadi untuk prinsip-prinsip
Jones,
keadilan
terhadap
benarmembuat perbedaan antara orientasi
kesejahteraan orang lain melalui proses
kritis dan postmodern pendidikan nilai-
interaksi
dan
kepedulian
sosial
"(Solomon
et
dan
al.,
2009;). Jones
dan
(2009)
benar-
wacana
moral
nilai, diyang pertama adalah tentang
2001,
hal.
melibatkan siswa lebih aktif dalam isu-isu
573).Penalaran dan penjelasan, diskusi
keadilan
deliberatif tentang dilema moral, dan
sedangkan nanti "nikmat ajaran berbagai
partisipasidalam
perspektif
proses
pengambilan
sosial
dan
politikaktivisme,
tentang
isu-isu
dan
orientasi
keputusan dipandang metode sebagai
danpengetahuan,
khas untuk pendekatan ini (Dewey,
dekonstruktif kritis terhadap nilai-nilai
1916;Nucci, 2006; Power, Higgins &
sosial dan Praktekseperti hegemoni atau
Kohlberg, 1989). 24
Tujuannya
diskursif kebenaran/ asumsi setiap waktu
adalah
untuk
mempromosikan otonomi moral,berpikir
rasional,
keterampilan
moral
atau budaya tertentu yang re-vealed "(hal.
42). 25
yang
Pendekatan
lain
mengenai
penalaran, dan nilai-nilai demokrasi dan
pembelajaran Akhlak melalui Metode
kompetensi
kisah
di
antarasiswa. Namun
ialah
pengajaran
http://urn.kb.se/resolve?
urn=urn:nbn:se:liu:diva-91056, hlm. 3-4.
24Robert Thornberg and Ebru Oğuz,
Teachers' views on values education, hlm. 3-4
metode
Islam
pendidikan
melalui
dan
kisahkisah
peristiwa yang telah terjadi pada masa
25Robert Thornberg and Ebru Oğuz,
Teachers' views on values education, hlm. 3-4
lalu. Metode kisah sangat erat kaitannya
yang bertahan melalui kelas delapan
dengan
(Hamre & Pianta, 2001). Dalam sebuah
metode
al-ibrah,
yaitu
merenungkan dan memikirkan kejadian-
studi
kejadianyangada.Karenaumumnya
Wentzel
direnungkan
dan
difikirkan
yang
adalah
dari
siswa
sekolah
menengah
(2002) menunjukkan
mengajar
gaya
yang
bahwa
sesuai
dengan
kejadiankejadian dan peristiwa-peristiwa
dimensi pengasuhan yang efektif adalah
yang terjadi dalamkisah-kisah masa lalu,
prediktor signifikan dari tujuan akademis
makakedua
siswa, minat di sekolah dan orientasi
metode
menjadi satu.26
Melalui
ini
digabungkan
belajar
berta`ammul
dan
bertafakkur melalui kisah-kisah itu dapat
dicapai oleh setiap orang yang memiliki
pikiran yang cerdas. Dengan perkataan
lain, orang yang cerdas pikirannya tentu
akan
bisa
mengambil
hikmah
atau
pelajaran kebenaran yang terkandung
dibalik kisah-kisah itu.
KomunitasSekolahpeduli.pembent
ukan karakter dimulai dengan hubungan
peduli, pertama di rumah dan kemudian di
sekolah. Hubungan peduli membentuk
jembatan dari orang dewasa ke anak
melalui mana pengaruh timbal balik dapat
terjadi(Greenspan & Shanker, 2005).
Seorang anak yang dirawat kemungkinan
akan merawat orang lain dan terlibat
sebagai warga negara dalam kehidupan
moral masyarakat. Kualitas hubungan
guru-murid awal dapat memiliki pengaruh
yang kuat pada hasil akademik dan sosial
26Pandi Kuswoyo, Ketuntasan Belajar
Siswa pada mata Pelajaran PAI Melalui
Metdoe Kisah, Volume 1, Nomor 1, Juni
2012/1433ISSN
2301-9166,
Jurnal
Pendidikan Islam (JPI), UIN Sunan Kalijaga,
E-mail: jurnaljpi@yahoo.co.id. hlm. 75.
penguasaan
(bahkan
setelah
mengendalikan faktor demografi, seperti
jenis kelamin dan ras, dan keyakinan
kontrol siswa). Secara khusus, guru-guru
yang memiliki harapan yang tinggi
cenderung
memiliki
siswa
yang
mendapatkan nilai yang lebih baik tetapi
juga
mengejar
mengambil
tujuan
tanggung
menunjukkan
prososial,
jawab
komitmen
dan
untuk
penguasaan belajar.Sebaliknya, guru yang
kasar kritis dan dianggap tidak adil
memiliki siswa yang tidak bertindak
secara bertanggung jawab sehubungan
dengan
peraturan
kelas
akademik.27
Komunitassekolah
pandangan
di
atas
harus
dan
tujuan
menurut
senantiasa
memperhatikan faktor demografi, seperti
jenis kelamin dan ras, dan keyakinan
kontrol siswa, kondisi individu siswa, dan
27 Darcia Narvaez and Daniel K.
Lapsley, Teaching Moral Character: Two
Strategies for Teacher Education, Please
address correspondence to Dr. Narvaez at this
address: Center for Ethical Education, 118
Haggar Hall, University of Notre Dame,
Notre
Dame,
IN
46556;
Email:
dnarvaez@nd.edu, hlm 2-4
selalu memberikan image positif pada
(Narvaez, 2006; di tekan)29. Langkah-
semua siswa baik kondisinya normal atau
langkah dapat diambil satu per satu atau
tidak.
semua pada once.Within konteks jenuh
Selain komunitas sekolah peduli
adalah Seperti Goleman (2004, p. Viii)
mengatakan,
"Sosial
dan
program
pembelajaran emosional membuka jalan
untuk
belajar
baik.Mereka
akademik
yang
mengajarkan
lebih
dengan
harapan
membangun
yang
perilaku
tinggi
dan
untuk
prestasi,
pendidik deliberatively dalam kelas dan
sekolah, sebagai berikut:
Langkah 1: gambaran
iklim
yang
anak-anak
mendukung bagi perilaku moral dan
social dan keterampilan emosional yang
prestasi yang tinggi.
Langkah 2: Menumbuhkan keterampilan
sangat erat terkait dengan perkembangan
kognitif."Keterampilan
emosional
sosial
memfasilitasi
dan
kehidupan
sehari-hari,yang mempengaruhi hubungan
dan sekolah prestasi-keterampilan dalam
komunikasi,
resolusi
konflik,
pengambilan keputusan dan kerjasama
etika.
Langkah 3: Gunakan pendekatan magang
untuk instruksi (pemula-ke-pakar praktek
dipandu).
Langkah 4: Nurture keterampilan selfregulation
Langkah
5:
Membangun
struktur
(Catalano, Haggerty, Oesterle, Fleming,
dukungan dengan masyarakat
Melalui langkah-langkah tersebut dapat
& Hawkins, 2004).28
Program pembelajaran emosional
diaplikatifkan
yang
terencana
ketrampilan
dapat
sosial
membentuk
memfasilitasi
kehidupansehari-hari,
yang
mempengaruhi hubungan dan sekolah
prestasi-keterampilandalam
komunikasi,
dalam
mengembangkan
pendidikan
rangka
pembelajaran
moral
pelajar,
khususnya
untuk anak tunarungu dengan melihat
kondisi
psikologis,
memperoleh
dan
tata
cara
pengatahuan
anak
resolusi konflik, pengambilan keputusan
tunarungu.
Pendekatandomain di pendidikan
dan kerjasama.
Pendidikan
moral
Etisintegratif.Integrative Etis Pendidikan
(IEE)
Model
memadukan
beberapa
temuan kunci dari ilmu empiris untuk
memberikan
kerangka
langkah-demi-
langkah untuk budidaya karakter moral
28Darcia Narvaez and Daniel
Lapsley, Teaching Moral, hlm. 2-4
K.
memfasilitasi
memahami
dunia
siswa
sosial
untuk
dengan
menyelidiki isu-isu sosial penting dalam
domain konvensi sosial dan domain
moral.Sebagai domain ini berbeda, siswa
tentu
harus
mengembangkan
kedua
29Darcia Narvaez and Daniel
Lapsley, Teaching Moral, hlm. 2-4
K.
domain
sehingga
mengembangkan
diri
mereka
bisa
sebagai
warga
negara yang konstruktif dengan nilai-nilai
moral yang tinggi umumnya dan individu
secara spesifik.Domain Pendekatan persis
berfokus pada pengembangan penilaian
perilaku refleksif dalam hubungan dengan
domain konvensi moral dan sosial (Nucci,
4. Domain Pembelajaran Akhlak untuk
saat
stres
(Bowlby, 1973, 1998; Holmes, 2001).31
Domain kedua diberi label
Eksplorasi
dan
Kenikmatan.
Untuk
mengeksplorasidan bermain memerlukan
beberapa tingkat keamanan. Ketika orang
merasa terancam negara merekamaka
fisiologis normal terhambat dan mereka
Yang pertama dari domain ini
adalah Basis Aman (SB).istilah yang
digunakan
untuk
menggambarkan
pengasuh. SB ini akan memberikan aman
atau Pengalaman lampiran tidak aman.
SB terkait dengan kelangsungan hidup
karena setiap bayi kebutuhan dasar,
apakah itu aman atau tidak aman, untuk
hidup.Tanggapan
SB
untuk
marabahaya bayi di perasaan terancam
dan kondisi psikologis yang Hasil bayi di,
menentukan lampiran aman atau tidak
aman.The disinternalisasi SB representasi
didirikan
pada
menentukan
masa
dewasa
kanak-kanak
internal
internal
dan menikmati diri mereka sebagai
mereka pra-sibuk dengan keberadaan
pengasuh
mereka.
menimbulkan
domain
kekhawatiran
ini
tentang
pengelolaan kedekatan dalam angka dua
HC / DC karena dengan kemampuan
gangguan
dari
pengasuh
tuli
untuk
menanggapi isyarat lisan dari anak.32
Domain
tiga:
protes
dan
kemarahan;
menunjukkan
kemarahan
ancaman
diungkapkan
pemisahan
dan
bahwa
saat
ada
digunakan
sebagai agen untuk menjaga lampiran
ikatan yang aman. Seorang anak yang
terus-menerus
dalam
ketakutan
dan
Pengalaman lingkungan, yang merupakan
default
membantu kesungguhan mereka. anak
tidak aman merasa sulit untuk bermain
Anak Tunarungu.
posisi
pada
akan mencari tempat aman (SB) untuk
2001).30
tetap
dikembalikanuntuk
dan
30Chander Vengadasalam, dkk. Domain
Approach: An Alternative Approach in Moral
Education, Malaysian Online Journal of
Educational Science Volume 2, Issue 4,
Faculty of Education, University of Malaya.
hlm. 2
Anna Ward, The psycho-social
impact on hearing children of deafness in
their primary caregiver, Primary Supervisor:
Margot Solomon, Dissertation submitted to
Auckland University of Technology in partial
fulfilment of the requirementsfor the degree
of
Master
of
Health Science
in
PsychotherapyDecember 2009. hlm. 21-22, di
unduh
di
http://aut.researchgateway.ac.nz/bitstream/han
dle/10292/900/WardA.pdf?sequence=3
32Anna Ward, The psycho-social impact
on, hlm. 21-22
31
pemisahan mungkin memiliki banyak
guru yang baik terkait kondisi anak
tanggapan terhadap pemisahan yang nyata
tunarungu, yang tercermin dalam image
atau
wajah
dibayangkan.Biasanya
mendasari
yang
ditampilkan
memberikan
yang
atau
terhadap perkembangan tingkah laku anak
pengasuh
dengan memberikan jempol dua atau
terhadap bayi dalam keadaan ini tidak
jempol satu apapun bentuk perkembangan
konsisten atau tidak sensitif yang bayi
baik itu sekalipun sedikit.
marah.
Jika
respon
protes
dari
akan menginternalisasi marabahaya. Teori
ini
menyoroti
pertanyaan
apakah
pengasuh tuli adalah mampu menjadi
responsif dan karena itu sensitif terhadap
anak.33
Apabila
yang
dan
pengalaman adalah kecemasan kronis
memanifestasikan
penilaian
guru,
positif
perkembangan
yang
terjadi jelek maka guru memberikan sikap
jangan atau larangan yang dicerminkan
melalui melambaikan tangan pertanda
tidak boleh dilakukan dan beri alasan
C. Pembahasan
Berdasarkan pembahasan di atas
sederhana yang dapat dipahami melalui
maka dalam pembelajaran akhlak yang
tulisan.
Langkah 2: Menumbuhkan keterampilan
paling
utama
guru
harus
berusaha
etika.
menciptakan rasa aman, kondisi ini perlu
Langkah kedua ini diwujudkan
dikarenakan anak tunarungu memiliki
melalui guru memberikan contoh dan
sifat mudah berperasangka buruk kepada
kebiasaan-kebiasaan tingkah-laku yang
orang lain hal ini disebabkan karena
baik serta memberikan alasan yang
pembelajaran
mudah
anak
tunarungu
lebih
dipahamai
banyak memakai indra penglihatan dan
melakukan
perabaan.
contoh:
Untuk membangun perilaku dan
prestasi, pendidik deliberatively dalam
kelas dan sekolah, sebagai berikut:
Langkah 1: gambaran iklim
kenapa
tingkah-laku
guru
ikut
serta
itu
harus
seperti
membuang
sampah pada tempatnya.
Langkah 3: Gunakan pendekatan magang
untuk instruksi (pemula-ke-pakar praktek
yang
mendukung bagi perilaku moral dan
prestasi yang tinggi.
Langkah pertama ini diwujudkan
dipandu).
Langkah ini pada anak tunarungu
di wujudkan melalui metode pembiasaan
dan belajar dari kisah-kisah masa lampau,
dalam bentuk memberikan gambaran
penampilan video-video hewan yang
iklim yaitu berupa penerimaan seorang
sedang berburu, dan video pertumbuhan
33Anna Ward, The psycho-social impact
on, hlm 21-22.
dan
perkembang-biakan
hewan
dan
tumbuhan (magang ini diartikan belajar
anak
dari Alam).
Langkah 4: Nurture keterampilan self-
seharusnya
regulation
Untuk membentuk akhlak yang
baik dan terencana serta dapat meresap
dalam jiwa anak tunarungu bukan hanya
mengenai
batasan
masyarakat
dan
pacaran,
keluarga
ketika dihadapan anak tunarungu dapat
menampilkan
pacaran
secara
islami,
dalam artian tidak melakukan ciuman
secara bebas, pegang-pegangan, dan hal-
kerangka teoritis yang di bangun melalui
hal negatife lainnya.
E. Implikasi
Pembelajaran akhlak yang paling
berbagai pengalaman penglihatan anak
utama guru harus berusaha menciptakan
tunarungu, pembacaan literasi dan melihat
rasa aman, kondisi ini perlu dikarenakan
contoh-contoh dari guru serta peran
anak tunarungu memiliki sifat mudah
masyarakat dan keluarga untuk menerima
berperasangka buruk kepada orang lain
keberadaan
serta
hal ini disebabkan karena pembelajaran
anak-anak
anak tunarungu lebih banyak memakai
memberikan
indra penglihatan dan perabaan.
F. Saran.
Untuk membentuk akhlak yang baik
sebagai tingkah-laku namun juga sebagai
anak
bersama-sama
tersebut
tunarungu
menjaga
dengan
cara
gambaran-gambaran penerimaan terhadap
anak tunarungu yang positif.
Langkah
5:
Membangun
struktur
jiwa anak tunarungu bukan hanya sebagai
dukungan dengan masyarakat
Dengan
ikut
serta
mengawasi
perkembangan pergaulan anak tunarungu,
di media sosial, dan lingkungan, serta
memberikan
pencegahan
yang
disampaikan ketika anak tunarungu sudah
tidak
dalam
sampaikan
keaadaan
larangan
emosi,
itu,
dan
dengan
menyampaikan pula dampak dan alasan
yang nalar.
D. Kesimpulan
Pihak sekolah dan masyarakat serta
orang
tua
ikut
serta
kebenaran-kebenaran
dan terencana serta dapat meresap dalam
menampilkan
tentang
akhlak
dilapangan yang disesuaikan dengan teori
akhlak, seperti contoh: terkait pemahaman
tingkah-laku
namun
juga
sebagai
kerangka teoritis yang di bangun melalui
berbagai pengalaman penglihatan anak
tunarungu.
G. Daftar Pustaka
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu
Pendidikan
Islam,
Jakarta:
Kencana Prenada Media Group,
2006.
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan
Agama &Pembangunan Watak
Bangsa,
Jakarta:
RajagrafindoPersada, 2005.
Anna Ward, The psycho-social impact on
hearing children of deafness in
their primary caregiver, Primary
Supervisor:
Margot
Solomon,
Dissertation submitted to Auckland
University of Technology in partial
fulfilment of the requirementsfor
the degree of Master of Health
Science in PsychotherapyDecember
2009. hlm. 21-22, di unduh di
http://aut.researchgateway.ac.nz/bits
tream/handle/10292/900/WardA.pdf
?sequence=3
ASCD Panel On Moral Education,Moral
Education in the Life of the School.
A Reportfrom the ASCD Panel on
Moral Education.ndria, Va.REPORT
NO ISBN-0-87120-152-6 ED 298
651 EA 020 327 April 1988.
Association for Supervision and
Curriculum
DevelopmentAlexandria, Virginia.
Azra, Azyumardi.
Pendidikan Islam:
Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu,1999.
Bushra Akram, dkk, “Scientific Consep of
Hearing and Deaf Students of Grade
VIII”,
Jornal
of
Elemntary
Education Vol. 23, No. 1 pp. 1-12.
University of Gujarat, University of
Mangement
and
Technology
Lahore, and University of the
Punjab.
Chander Vengadasalam, dkk. Domain
Approach: An Alternative Approach
in Moral Education, Malaysian
Online Journal of Educational
Science Volume 2, Issue 4, Faculty
of Education, University of Malaya.
Darcia Narvaez and Daniel K. Lapsley,
Teaching Moral Character: Two
Strategies for Teacher Education,
Please address correspondence to
Dr. Narvaez at this address: Center
for Ethical Education, 118 Haggar
Hall, University of Notre Dame,
Notre Dame, IN 46556; Email:
dnarvaez@nd.edu.
Depdiknas,
Pendidikan Berorientasi
Kecakapan Hidup (Life Skill)
melalui Pendekatan Broad-Based
Education
(Draft). Jakarta:
Departemen
Pendidikan
Nasional,2002.
Diunduh
di.
http://www.slideshare.net/happyaru
n/understanding-the-deafcommunity-focus-india,
and
http://www.evdcweb.org/lessons/ts/
audiogram.html, pada tanggal. 11
Oktober 2015.
Elindra Yati, Peningkatan Ketajaman
Pendengaran Siswa Tunarungu
Melalui
Pembelajaran
Tari
Pendidikan, Jurnal Seni “Aristika”
Vol 1 No 1 Juni–September 2011
ISSN 9771411305012 Jakarta:
Fakultas
Bahasa
dan
Seni
Universitas Nege