Refleksi 2 Retribusi dalam Keuangan Peme
Peran Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran dalam APBD Kota Tangerang
A. Retribusi dalam Keuangan Pemerintah Daerah
Dalam artikelnya “User Charges in Local Government Finance” Bird menyatakan bahwa
menyediakan layanan publik melalui retribusi memiliki keunggulan dibanding pajak.
Pajak hanya menyediakan dana namun retribusi selain menyediakan dana juga informasi
tentang jenis pelayanan yang perlu disediakan beserta kualitas dan kuantitasnya serta
untuk siapa.
Pengenaan retribusi terhadap layanan publik akan meningkatkan efisiensi untuk
pemanfaatan sumber daya publik yang terbatas. Mayoritas masyarakat yang menikmati
layanan publik dengan biaya yang ringan akan merasa tidak senang bila pemerintah
menerapkan kebijakan yang lebih sesuai dalam menentukan harga penyediaan layanan
tersebut. Namun seharusnya kebijakan tersebut didukung karena kebijakan yang
dirancang dengan baik akan meningkatkan cost recovery dalam sektor publik sehingga
beban pemerintah dapat berkurang.
Alasan utama perlunya retribusi adalah bukan untuk mendapatkan keuntungan namun
untuk meningkatkan efisiensi ekonnomi. Biaya yang dirancang dengan baik memenuhi
tujuan tersebut dengan dua cara yaitu memberikan informasi kepada penyedia layanan
publik mengenai jumlah yang bersedia dibayarkan oleh pengguna layanan tertentu dan
memastikan bahwa layanan yang disediakan berharga paling tidak sama dengan marginal
cost yang dibayarkan oleh pengguna. Jika pengeluaran pemerintah dibiayai oleh pajak
umum dan pengguna layanan publik tidak dikenakan biaya langsung maka terjadi
kecenderungan adanya over consumption karena masyarakat akan mengkonsumsi lebih
banyak daripada pajak yang dibayarkan. Kenyataannya adalah penyediaan layanan publik
membutuhkan biaya maka sumber daya yang digunakan untuk menyediakan layanan
yang berlebih tersebut tidak menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat. Contohnya
adalah penyediaan jalan dan bandara, adanya kemacetan dan kepadatan memberikan
petunjuk perlunya penambahan fasilitas semacam itu, namun penerapan retribusi terhadap
pengguna layanan dapat mencegah pemborosan tersebut.
Merancang besaran retribusi memerlukan pendekatan tertentu. Idealnya besaran retribusi
yang efisien secara ekonomi adalah sebesar harga yang terjadi pada pasar persaingan
sempurna. Beberapa dasar perhitungan yang dapat digunakan untuk menerapkan besaran
tarif retribusi adalah marginal cost pricing, average cost pricing, average incremental
cost pricing, multi-part tariffs dan variable block pricing.
Pemerintah daerah telah menerapkan tarif untuk banyak layanan. Namun penentuan
tarifnya kurang sempurna. Misalnya belum memperhitungkan jarak pengguna terhadap
sumber layanan pada penyediaan air bersih. Pemerintah daerah perlu didorong untuk
mengadopsi pendekatan yang sesuai untuk tarif layanan saat memungkinkan.
Salah satu kendala dalam merancang tarif retribusi adalah sulitnya mendapatkan
informasi yang dibutuhkan. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah biaya
perubahan harga publik ketika sudah ditetapkan. Proses penetapan harga juga tidak
PL 5104 Refleksi 2
Page 1
Peran Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran dalam APBD Kota Tangerang
terlepas dari proses politik dan administratif. Untuk menetapkan tarif retribusi ada
beberapa prinsip umum yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Adanya parameter yang jelas dan prosedur yang adil.
2. Tersedianya insentif yang jelas dan pasti untuk menentukan retribusi yang efisien.
3. Pengelola sektor publik harus bertindak secara efisien dalam mewujudkan tujuan
kebijakan publik.
4. Relevan dengan kepentingan publik, yaitu adanya kebijakan retribusi yang sesuai
kepada penerima manfaat langsung dari pelayanan publik.
5. Desain retribusi yang dihasilkan harus adil.
B. Retribusi pada Pemerintah Daerah di Indonesia
Peraturan mengenai Pajak dan Retribusi Daerah di Indonesia tertuang dalam Undangundang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam undangundang tersebut dijelaskan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi
terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak
dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, Daerah berhak
mengenakan pungutan kepada masyarakat yang berupa pajak dan retribusi daerah.
Dalam pasal 1 ketentuan umum disebutkan bahwa Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut
Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Sedangkan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi,
adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau Badan. Dengan kata lain, perbedaan antara pajak dan retribusi adalah dalam
aspek manfaat yang dirasakan oleh pembayar. Pajak tidak memberikan manfaat yang
langsung dirasakan oleh masyarakat sedangkan retribusi langsung dirasakan manfaatnya.
Namun, hasil penerimaan Pajak dan Retribusi diakui belum memadai dan memiliki
peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
khususnya bagi daerah kabupaten dan kota. Sebagian besar pengeluaran APBD masih
dibiayai dana alokasi dari pusat. Dalam banyak hal, dana alokasi dari pusat tidak
sepenuhnya dapat diharapkan menutup seluruh kebutuhan pengeluaran Daerah. Oleh
karena itu, pemberian peluang kepada Daerah untuk mengenakan pungutan baru yang
semula diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Daerah, dalam kenyataannya tidak
banyak diharapkan dapat menutupi kekurangan kebutuhan pengeluaran tersebut.
Kecilnya peranan pajak dan retribusi daerah dalam APBD juga tergambar dalam studi
yang dilakukan oleh LPEM-UI bekerjasama dengan Clean Urban Project yang dikutip
PL 5104 Refleksi 2
Page 2
Peran Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran dalam APBD Kota Tangerang
dalam Jati (2004). Studi ini menunjukkan walaupun pajak dan retribusi daerah menjadi
pos dominan dalam PAD, tetapi sumbangan PAD terhadap APBD sangatlah kecil.
Penelitian ini sekaligus membuktikan bahwa kemandirian daerah dalam membiayai
pembangunan dengan PAD nya sulit dilakukan. Dengan kata lain transfer dana dari pusat
(DAU, bagi hasil pajak, dan dana lain dalam pelaksanaan dekonsentrasi dan pembantuan)
masih menjadi penerimaan dominan dalam pembiayaan daerah.
Ketergantungan daerah yang sangat besar terhadap dana perimbangan dari pusat dalam
banyak hal kurang mencerminkan akuntabilitas Daerah. Pemerintah Daerah tidak
terdorong untuk mengalokasikan anggaran secara efisien dan masyarakat setempat tidak
ingin mengontrol anggaran Daerah karena merasa tidak dibebani dengan Pajak dan
Retribusi.
Untuk meningkatkan akuntabilitas pengenaan pungutan, dalam Undang-Undang ini
sebagian hasil penerimaan Pajak dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan
dengan Pajak tersebut. Pajak Penerangan Jalan sebagian dialokasikan untuk membiayai
penerangan jalan, Pajak Kendaraan Bermotor sebagian dialokasikan untuk pembangunan
dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum, dan
Pajak Rokok sebagian dialokasikan untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat
dan penegakan hukum.
Untuk Retribusi, dengan peraturan pemerintah masih dibuka peluang untuk dapat
menambah jenis Retribusi selain yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang ini
sepanjang memenuhi kriteria yang juga ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Adanya
peluang untuk menambah jenis Retribusi dengan peraturan pemerintah juga dimaksudkan
untuk mengantisipasi penyerahan fungsi pelayanan dan perizinan dari Pemerintah kepada
Daerah yang juga diatur dengan peraturan pemerintah.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang ini, kemampuan Daerah untuk membiayai
kebutuhan pengeluarannya semakin besar karena Daerah dapat dengan mudah
menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak daerah dan
diskresi dalam penetapan tarif. Di pihak lain, dengan tidak memberikan kewenangan
kepada Daerah untuk menetapkan jenis pajak dan retribusi baru akan memberikan
kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha yang pada gilirannya diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
C. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
Pemerintah Kota Tangerang sebagai salah satu pemerintah daerah otonom memiliki
kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada warganya. Penyelengaraan pelayanan
tersebut didanai mayoritas dari dana pusat. Persentase PAD terhadap APBD masih sangat
kecil. Misalnya untuk tahun 2011, PAD Kota Tangerang ditargetkan sebesar 311 miliar
rupiah dari total APBD sebesar 1,7 triliun rupiah atau hanya sekitar 18%.
PL 5104 Refleksi 2
Page 3
Peran Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran dalam APBD Kota Tangerang
PAD Kota Tangerang terdiri dari beberapa jenis pajak dan retribusi daerah. Salah satu
jenis retribusi yang diterapkan adalah retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran.
Berdasarkan Undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah pasal 110 Retribusi alat pemadam kebakaran termasuk kedalam retribusi jasa
umum. Objek Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran adalah pelayanan
pemeriksaan dan/atau pengujian alat pemadam kebakaran, alat penanggulangan
kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa oleh Pemerintah Daerah terhadap alat-alat
pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa yang
dimiliki dan/atau dipergunakan oleh masyarakat.
Berdasarkan Pasal 152 Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi, penetapan tarif hanya
untuk menutup sebagian biaya. Dengan kata lain biaya yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan tersebut tidak boleh mengandalkan sepenuhnya hasil retribusi. Namun Pasal
161 menyebutkan bahwa Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis Retribusi
diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan
pelayanan yang bersangkutan dan Pasal 171 membolehkan Instansi yang melaksanakan
pemungutan Pajak dan Retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja
tertentu.
Namun dalam prakteknya, penentuan target retribusi pemeriksaan alat pemadam
kebakaran di Kota Tangerang belum memperhatikan prinsip-prinsip yang disyaratkan.
Penetapan target retribusi lebih diarahkan untuk mencapai penerimaan yang besar serta
hanya mempertimbangkan target tahun-tahun yang lalu. Dengan dapat dicapainya target
tahun lalu disimpulkan bahwa potensi retribusi dapat ditingkatkan ditahun berikutnya.
Kenaikan target retribusi dalam tiga tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 1. Kondisi ini
berakibat kepada penetapan tarif retribusi yang tidak memperhitungkan prinsip marginal
cost dan benefit juga mengabaikan pertimbangan harga pasar persaingan sempurna.
Penyediaan layanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran saat ini masih dilakukan
secara terpusat oleh Dinas Pemadam Kebakaran sehingga penetapan tarif dengan cara
demikian belum menjadi permasalahan yang digugat oleh masyarakat. Namun
dikemudian hari ada kemungkinan masuknya peran swasta dalam penyediaan layanan
tersebut dan dapat menawarkan layanan yang lebih baik dengan tarif yang lebih rendah
maka perlu mulai dilakukan telaah mengenai besaran tarif retribusi yang sesuai dengan
menggunakan beberapa pendekatan yang diusulkan oleh Bird.
Tabel 1 Target Retribusi Pemeriksaan APAR Kota Tangerang
PL 5104 Refleksi 2
Tahun
Target Retribusi (Rp)
2010
120,598,227
2011
149,333,916
2012
250,000,000
Page 4
Peran Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran dalam APBD Kota Tangerang
Pelaksanaan pemungutan retribusi ini juga seringkali menjadi masalah. Dalam beberapa rapat
dengar pendapat dengan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota
Tangerang, beberapa anggota yang juga pengusaha mengeluhkan pemungutan retribusi yang
seolah-olah hutang dan perilaku petugas pemungut yang tidak melakukan pemeriksaan dan
pengujian terhadap alat pemadam kebakaran atau alat penyelamatan jiwa yang ada pada
perusahaan tersebut. Dengan kata lain, mereka menarik retribusi atas pelayanan yang tidak
dilakukan. Hal ini tentu saja menyalahi prinsip retribusi yang dipungut atas adanya pelayanan
yang dilakukan.
Salah satu aspek yang kurang diperhatikan adalah pentingnya ketersediaan informasi
mengenai objek retribusi. Seperti yang ditulis oleh Bird (2001) bahwa retribusi seharusnya
menyediakan informasi tentang jenis pelayanan yang perlu disediakan beserta kualitas dan
kuantitasnya serta untuk siapa. Dengan kata lain adalah perlunya pendataan mengenai jumlah
perusahaan dan industri beserta objek lain yang memerlukan pelayanan pemeriksaan alat
pemadam kebakaran dan alat penyelamatan jiwa lainnya serta pendalaman mengenai potensi
objek pajak lain, misalnya sekolah atau gedung publik lain yang diwajibkan menyediakan
alat pemadam kebakaran dan alat penyelamatan lain sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dengan informasi yang memadai maka besaran tarif retribusi per pelayanan
dapat ditentukan dengan lebih sesuai, demikian juga dengan target retribusi yang ingin
dicapai dapat ditetapkan dengan lebih tepat berdasarkan data yang valid.
Menerapkan semua prinsip diatas, diharapkan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran
dapat diterapkan dengan lebih tepat sasaran dan mencapai target optimal dengan demikian
pemerintah daerah dapat mengoptimalkan retribusi sebagai salah satu sumber bagi
pembiayaan daerah dalam rangka menyediakan layanan publik yang berkualitas bagi
masyarakatnya.
Pustaka
Bird, Richard M. 2001. User Charges in Local Government Finance. The World Bank
Institute.
Jati, A. Waluya, Drs. MM. 2004. Peranan Pajak dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD) di Jawa Timur (Studi pada Setiap Daerah tingkat II di Jawa Timur).
Lembaga Penelitian Universitas Muhammdiyah Malang.
Undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
www.tangerangkota.go.id
PL 5104 Refleksi 2
Page 5
A. Retribusi dalam Keuangan Pemerintah Daerah
Dalam artikelnya “User Charges in Local Government Finance” Bird menyatakan bahwa
menyediakan layanan publik melalui retribusi memiliki keunggulan dibanding pajak.
Pajak hanya menyediakan dana namun retribusi selain menyediakan dana juga informasi
tentang jenis pelayanan yang perlu disediakan beserta kualitas dan kuantitasnya serta
untuk siapa.
Pengenaan retribusi terhadap layanan publik akan meningkatkan efisiensi untuk
pemanfaatan sumber daya publik yang terbatas. Mayoritas masyarakat yang menikmati
layanan publik dengan biaya yang ringan akan merasa tidak senang bila pemerintah
menerapkan kebijakan yang lebih sesuai dalam menentukan harga penyediaan layanan
tersebut. Namun seharusnya kebijakan tersebut didukung karena kebijakan yang
dirancang dengan baik akan meningkatkan cost recovery dalam sektor publik sehingga
beban pemerintah dapat berkurang.
Alasan utama perlunya retribusi adalah bukan untuk mendapatkan keuntungan namun
untuk meningkatkan efisiensi ekonnomi. Biaya yang dirancang dengan baik memenuhi
tujuan tersebut dengan dua cara yaitu memberikan informasi kepada penyedia layanan
publik mengenai jumlah yang bersedia dibayarkan oleh pengguna layanan tertentu dan
memastikan bahwa layanan yang disediakan berharga paling tidak sama dengan marginal
cost yang dibayarkan oleh pengguna. Jika pengeluaran pemerintah dibiayai oleh pajak
umum dan pengguna layanan publik tidak dikenakan biaya langsung maka terjadi
kecenderungan adanya over consumption karena masyarakat akan mengkonsumsi lebih
banyak daripada pajak yang dibayarkan. Kenyataannya adalah penyediaan layanan publik
membutuhkan biaya maka sumber daya yang digunakan untuk menyediakan layanan
yang berlebih tersebut tidak menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat. Contohnya
adalah penyediaan jalan dan bandara, adanya kemacetan dan kepadatan memberikan
petunjuk perlunya penambahan fasilitas semacam itu, namun penerapan retribusi terhadap
pengguna layanan dapat mencegah pemborosan tersebut.
Merancang besaran retribusi memerlukan pendekatan tertentu. Idealnya besaran retribusi
yang efisien secara ekonomi adalah sebesar harga yang terjadi pada pasar persaingan
sempurna. Beberapa dasar perhitungan yang dapat digunakan untuk menerapkan besaran
tarif retribusi adalah marginal cost pricing, average cost pricing, average incremental
cost pricing, multi-part tariffs dan variable block pricing.
Pemerintah daerah telah menerapkan tarif untuk banyak layanan. Namun penentuan
tarifnya kurang sempurna. Misalnya belum memperhitungkan jarak pengguna terhadap
sumber layanan pada penyediaan air bersih. Pemerintah daerah perlu didorong untuk
mengadopsi pendekatan yang sesuai untuk tarif layanan saat memungkinkan.
Salah satu kendala dalam merancang tarif retribusi adalah sulitnya mendapatkan
informasi yang dibutuhkan. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah biaya
perubahan harga publik ketika sudah ditetapkan. Proses penetapan harga juga tidak
PL 5104 Refleksi 2
Page 1
Peran Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran dalam APBD Kota Tangerang
terlepas dari proses politik dan administratif. Untuk menetapkan tarif retribusi ada
beberapa prinsip umum yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Adanya parameter yang jelas dan prosedur yang adil.
2. Tersedianya insentif yang jelas dan pasti untuk menentukan retribusi yang efisien.
3. Pengelola sektor publik harus bertindak secara efisien dalam mewujudkan tujuan
kebijakan publik.
4. Relevan dengan kepentingan publik, yaitu adanya kebijakan retribusi yang sesuai
kepada penerima manfaat langsung dari pelayanan publik.
5. Desain retribusi yang dihasilkan harus adil.
B. Retribusi pada Pemerintah Daerah di Indonesia
Peraturan mengenai Pajak dan Retribusi Daerah di Indonesia tertuang dalam Undangundang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam undangundang tersebut dijelaskan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi
terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak
dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, Daerah berhak
mengenakan pungutan kepada masyarakat yang berupa pajak dan retribusi daerah.
Dalam pasal 1 ketentuan umum disebutkan bahwa Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut
Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Sedangkan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi,
adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau Badan. Dengan kata lain, perbedaan antara pajak dan retribusi adalah dalam
aspek manfaat yang dirasakan oleh pembayar. Pajak tidak memberikan manfaat yang
langsung dirasakan oleh masyarakat sedangkan retribusi langsung dirasakan manfaatnya.
Namun, hasil penerimaan Pajak dan Retribusi diakui belum memadai dan memiliki
peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
khususnya bagi daerah kabupaten dan kota. Sebagian besar pengeluaran APBD masih
dibiayai dana alokasi dari pusat. Dalam banyak hal, dana alokasi dari pusat tidak
sepenuhnya dapat diharapkan menutup seluruh kebutuhan pengeluaran Daerah. Oleh
karena itu, pemberian peluang kepada Daerah untuk mengenakan pungutan baru yang
semula diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Daerah, dalam kenyataannya tidak
banyak diharapkan dapat menutupi kekurangan kebutuhan pengeluaran tersebut.
Kecilnya peranan pajak dan retribusi daerah dalam APBD juga tergambar dalam studi
yang dilakukan oleh LPEM-UI bekerjasama dengan Clean Urban Project yang dikutip
PL 5104 Refleksi 2
Page 2
Peran Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran dalam APBD Kota Tangerang
dalam Jati (2004). Studi ini menunjukkan walaupun pajak dan retribusi daerah menjadi
pos dominan dalam PAD, tetapi sumbangan PAD terhadap APBD sangatlah kecil.
Penelitian ini sekaligus membuktikan bahwa kemandirian daerah dalam membiayai
pembangunan dengan PAD nya sulit dilakukan. Dengan kata lain transfer dana dari pusat
(DAU, bagi hasil pajak, dan dana lain dalam pelaksanaan dekonsentrasi dan pembantuan)
masih menjadi penerimaan dominan dalam pembiayaan daerah.
Ketergantungan daerah yang sangat besar terhadap dana perimbangan dari pusat dalam
banyak hal kurang mencerminkan akuntabilitas Daerah. Pemerintah Daerah tidak
terdorong untuk mengalokasikan anggaran secara efisien dan masyarakat setempat tidak
ingin mengontrol anggaran Daerah karena merasa tidak dibebani dengan Pajak dan
Retribusi.
Untuk meningkatkan akuntabilitas pengenaan pungutan, dalam Undang-Undang ini
sebagian hasil penerimaan Pajak dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan
dengan Pajak tersebut. Pajak Penerangan Jalan sebagian dialokasikan untuk membiayai
penerangan jalan, Pajak Kendaraan Bermotor sebagian dialokasikan untuk pembangunan
dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum, dan
Pajak Rokok sebagian dialokasikan untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat
dan penegakan hukum.
Untuk Retribusi, dengan peraturan pemerintah masih dibuka peluang untuk dapat
menambah jenis Retribusi selain yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang ini
sepanjang memenuhi kriteria yang juga ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Adanya
peluang untuk menambah jenis Retribusi dengan peraturan pemerintah juga dimaksudkan
untuk mengantisipasi penyerahan fungsi pelayanan dan perizinan dari Pemerintah kepada
Daerah yang juga diatur dengan peraturan pemerintah.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang ini, kemampuan Daerah untuk membiayai
kebutuhan pengeluarannya semakin besar karena Daerah dapat dengan mudah
menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak daerah dan
diskresi dalam penetapan tarif. Di pihak lain, dengan tidak memberikan kewenangan
kepada Daerah untuk menetapkan jenis pajak dan retribusi baru akan memberikan
kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha yang pada gilirannya diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
C. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
Pemerintah Kota Tangerang sebagai salah satu pemerintah daerah otonom memiliki
kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada warganya. Penyelengaraan pelayanan
tersebut didanai mayoritas dari dana pusat. Persentase PAD terhadap APBD masih sangat
kecil. Misalnya untuk tahun 2011, PAD Kota Tangerang ditargetkan sebesar 311 miliar
rupiah dari total APBD sebesar 1,7 triliun rupiah atau hanya sekitar 18%.
PL 5104 Refleksi 2
Page 3
Peran Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran dalam APBD Kota Tangerang
PAD Kota Tangerang terdiri dari beberapa jenis pajak dan retribusi daerah. Salah satu
jenis retribusi yang diterapkan adalah retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran.
Berdasarkan Undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah pasal 110 Retribusi alat pemadam kebakaran termasuk kedalam retribusi jasa
umum. Objek Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran adalah pelayanan
pemeriksaan dan/atau pengujian alat pemadam kebakaran, alat penanggulangan
kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa oleh Pemerintah Daerah terhadap alat-alat
pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa yang
dimiliki dan/atau dipergunakan oleh masyarakat.
Berdasarkan Pasal 152 Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi, penetapan tarif hanya
untuk menutup sebagian biaya. Dengan kata lain biaya yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan tersebut tidak boleh mengandalkan sepenuhnya hasil retribusi. Namun Pasal
161 menyebutkan bahwa Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis Retribusi
diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan
pelayanan yang bersangkutan dan Pasal 171 membolehkan Instansi yang melaksanakan
pemungutan Pajak dan Retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja
tertentu.
Namun dalam prakteknya, penentuan target retribusi pemeriksaan alat pemadam
kebakaran di Kota Tangerang belum memperhatikan prinsip-prinsip yang disyaratkan.
Penetapan target retribusi lebih diarahkan untuk mencapai penerimaan yang besar serta
hanya mempertimbangkan target tahun-tahun yang lalu. Dengan dapat dicapainya target
tahun lalu disimpulkan bahwa potensi retribusi dapat ditingkatkan ditahun berikutnya.
Kenaikan target retribusi dalam tiga tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 1. Kondisi ini
berakibat kepada penetapan tarif retribusi yang tidak memperhitungkan prinsip marginal
cost dan benefit juga mengabaikan pertimbangan harga pasar persaingan sempurna.
Penyediaan layanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran saat ini masih dilakukan
secara terpusat oleh Dinas Pemadam Kebakaran sehingga penetapan tarif dengan cara
demikian belum menjadi permasalahan yang digugat oleh masyarakat. Namun
dikemudian hari ada kemungkinan masuknya peran swasta dalam penyediaan layanan
tersebut dan dapat menawarkan layanan yang lebih baik dengan tarif yang lebih rendah
maka perlu mulai dilakukan telaah mengenai besaran tarif retribusi yang sesuai dengan
menggunakan beberapa pendekatan yang diusulkan oleh Bird.
Tabel 1 Target Retribusi Pemeriksaan APAR Kota Tangerang
PL 5104 Refleksi 2
Tahun
Target Retribusi (Rp)
2010
120,598,227
2011
149,333,916
2012
250,000,000
Page 4
Peran Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran dalam APBD Kota Tangerang
Pelaksanaan pemungutan retribusi ini juga seringkali menjadi masalah. Dalam beberapa rapat
dengar pendapat dengan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota
Tangerang, beberapa anggota yang juga pengusaha mengeluhkan pemungutan retribusi yang
seolah-olah hutang dan perilaku petugas pemungut yang tidak melakukan pemeriksaan dan
pengujian terhadap alat pemadam kebakaran atau alat penyelamatan jiwa yang ada pada
perusahaan tersebut. Dengan kata lain, mereka menarik retribusi atas pelayanan yang tidak
dilakukan. Hal ini tentu saja menyalahi prinsip retribusi yang dipungut atas adanya pelayanan
yang dilakukan.
Salah satu aspek yang kurang diperhatikan adalah pentingnya ketersediaan informasi
mengenai objek retribusi. Seperti yang ditulis oleh Bird (2001) bahwa retribusi seharusnya
menyediakan informasi tentang jenis pelayanan yang perlu disediakan beserta kualitas dan
kuantitasnya serta untuk siapa. Dengan kata lain adalah perlunya pendataan mengenai jumlah
perusahaan dan industri beserta objek lain yang memerlukan pelayanan pemeriksaan alat
pemadam kebakaran dan alat penyelamatan jiwa lainnya serta pendalaman mengenai potensi
objek pajak lain, misalnya sekolah atau gedung publik lain yang diwajibkan menyediakan
alat pemadam kebakaran dan alat penyelamatan lain sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dengan informasi yang memadai maka besaran tarif retribusi per pelayanan
dapat ditentukan dengan lebih sesuai, demikian juga dengan target retribusi yang ingin
dicapai dapat ditetapkan dengan lebih tepat berdasarkan data yang valid.
Menerapkan semua prinsip diatas, diharapkan retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran
dapat diterapkan dengan lebih tepat sasaran dan mencapai target optimal dengan demikian
pemerintah daerah dapat mengoptimalkan retribusi sebagai salah satu sumber bagi
pembiayaan daerah dalam rangka menyediakan layanan publik yang berkualitas bagi
masyarakatnya.
Pustaka
Bird, Richard M. 2001. User Charges in Local Government Finance. The World Bank
Institute.
Jati, A. Waluya, Drs. MM. 2004. Peranan Pajak dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD) di Jawa Timur (Studi pada Setiap Daerah tingkat II di Jawa Timur).
Lembaga Penelitian Universitas Muhammdiyah Malang.
Undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
www.tangerangkota.go.id
PL 5104 Refleksi 2
Page 5