Masalah masalah dalam menggunakan bahasa
Permasalahannya adalah masyarakat Indonesia saat ini menggunakan
bahasa seringkali tidak pada
tempatnya. Setidaknya ada 5 hal yang harus digarisbawahi tentang bagaimana masyarakat Indonesia
menggunakan bahasanya. Diantaranya sebagai berikut :
1. Bahasa global yang menggejala
Tidak bisa dipungkiri bahwa pengaruh globalisasi sudah sedemikian hebatnya. Pengaruh tersebut
menyentuh berbagai aspek kehidupan mulai dari aspek sosial, budaya, politik sampai bahasa. Tidak adanya
batas wilayah baik antar daerah maupun antar negara menyebabkan berbagai pengaruh masuk tanpa bisa
dibendung. Pengaruh yang sangat dirasakan oleh kita adalah bagaimana bahasa menjadi terpengaruh.
Pengaruh yang timbul salahsatunya tampak dalam penggunaan bahasa yang bercampur-campur baik itu
bahasa Indonesia dengan bahasa daerah, bahasa Indonesia dengan bahasa asing bahkan penggunaan
bahasa Indonesia disampur dengan bahasa daerah dan bahasa asing. Contoh sederhananya adalah
bagaimana pemuda di kota menggunaka kata “Gue” dan “Loe”sebagai penggati “saya” atau “aku” dan
“kamu”. Gejala ini ternyata tidak hanya terjadi di kota besar. Pengaruh ini sampai ke pelosok-pelosok negeri
akibat derasnya arus informasi. Tidak hanya sampai disini. Bahasa Indonesiapun kerap kali digabungkan
dengan bahasa Inggris. Misalnya ketika seseorang minta maaf, “Maaf ya Just Kidding”. Lalu apa masalahnya?
Melihat masalah ini kita bisa melihat jelas bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang tidak
berkarakter karena cenderung menerima dan berusaha mencari kebenaran dari sebuah informasi yang
didapatkan. Selain itu melalui masalah ini pula kita bisa merasakan bahwa kebanyakan bangsa Indonesia
tidak menghargai Bahasa Indonesia sebagai salah satu hasil perjuangan puta putri bangsa. Prilaku
berbahasa seperti ini dapat menyebabkan Bahasa Indonesia kehilangan identitas. Betul bahwa bahasa
Indonesia banyak menyerap kata asing tapi tidak menyerap kata itu dengan mentah-mentah melainkan
melalui proses yang benar dan tepat.
2. Bahasa “Asal Nyambung”
Banyak orang Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia dengan nyeleneh. Alasannya bahasa adalah
alat komunikasi jadi tidak perlu dipersulit bagaimana cara menggunakannya. Padahal bahasa lebih dari
sekedar alat komunikasi. Jauh dari itu Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan. Oelh karna itu sikap
bangga terhadap bahasa Indonesia harus ditumbuhkan di setiap dada orang Indoensia. Namun kenyataan
yang terjadi adalah banyak diantara Mereka menggunakan bahasa Indonesia “asal orang mengerti”.
Muncullah pemakaian bahasa Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa plesetan, dan bahasa jenis lain yang
tidak mendukung perkembangan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Bila begitu keadaanya bahwa
menggunakan bahasa cukup dengan asal nyambung dianggap sebagai sebuah kebenaran. Lalu untuk apa di
buat aturan bahasa baku (bahasa lisan) dan Ejaan Yang Disempurnakan (bahasa tulis). Bukankah itu adalah
hal yang mubazir jika tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Saya pikir saat ini sudah saatnya
menggunakan bahasa berpedoman pada aturan seperti halnya aturan bahasa baku maupun EYD.
3. Penggunaan bahasa asing yang tidak tepat
Masalah yang tidak kalah besar yang dihadapi bahasa Indonesia saat ini adalah merebaknaya penggunaan
bahasa asing. Penggunaan bahasa asing yang cukup dominan di negeri ini menyebabkan kita bertanyatanya, apa kekurangan bahasa Indonesia sehingga kita harus menggunakan bahasa asing dengan mentahmentah. Penggunaan bahasa asing ini bukan hanya pada bahasa tulis seperti yang banyak tertera pada
nama-nama mal, perumahan, berbagai merk produk, dan lain sebagainya. Namun juga penggunaan bahasa
asing dalam berbahasa lisan. Kita bisa melihat setiap hari ditelevisi banyak tokoh publik menggunakan
bahasa asing. Hal ini tentu sangat memprihatinkan. Tokoh publik adalah figur bagi masyarakat yang
senantiasa menjadi tiruan masyarakat. Kalau sudah begini lalu bagaimana?. Diperlukan kesadaran semua
pihak untuk untuk kembali menggunakan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa.
4. Sikap tak acuh dalam berbahasa Indonesia
Dengan sedemikian kencangnya arus perubahan zaman. Pengguna bahasa Indonesia belum sampai pada
titik kesadaran menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Seperti yang dikatakankan oleh Sitor
Situmorang bahwa orang Indonesia ’malas’ untuk mencari padanan kata dan istilah asing, istilah yang ada
diserap mentah-mentah. Hal ini ditegaskan lagi oleh pernyataan Franz Magnis Suseno S.J., menurutnya salah
satu faktor yang menyebabkan rata-rata orang Indonesia buruk dalam berbahasa Indonesia adalah sifat
malas berpikir untuk mencari kata-kata yang tepat dan benar sesuai kaidah dalam bahasa Indonesia.
Keadaan ini menyebabkan bahasa Indonesia mengalami perkembangn yang tidak menggembirakan. Bila
sikap ini tidak segera diubah maka bukan tidak mungkin kedepannya bahasa Indonesia akan menjadi bahasa
pasaran yang tidak memiliki identitas.
5. Meluapnya Bahasa Eufisme dan Sarkasme
Satu lagi yang menyebabkan bahasa Indonesia semakin terpuruk adalah banyaknya penggunaan bahasabahasa eufisme yang berbau muatan politis dan merebaknya bahasa-bahasa sarkaseme yang membuat citra
bangsa Indonesia sebagai bangsa yang tidak bermoral. Para politisi yang menggunakan bahasa eufisme
untuk mengalihkan perhatian rakyat pada kenyataan sesungguhnya menyebabkan bangsa Indonesia
menjadi karakter bangsa pembohong. Bagaimana tidak ketika bahasa dijadikan jembatan untuk menipu
rakyat. Lalu korelasinya dimana. Pemimpin dalam hal ini pemerintah adalah cermin dari karakter bangsa.
Jadi setiap tindakan dan perbuatan mereka akan menjadi contoh bagi siapapun yang dipimpinnya. Satu lagi
yang amat memperihatinkan adalah bahasa sarkasme, yaitu bahasa-bahasa kasar yang digunakan untuk
menghujat orang atau lembaga lain seperti Ungkapan-ungkapan maling, preman politik, biang kerok,
Presiden segera dibawa ke Psikiater, Presiden bohong, gak dadi presiden gak pathe’en, Presiden Tak Jewer,
negeri seperti keranjang sampah, institusi busuk dan sebagainya muncul di kalangan politisi negeri ini
Krisis berbahasa ini bukan timbul dengan sendirinya. Ada faktor-faktor yang menyebabkan sikaf negatif
berbahasa ini terjadi. Faktor-faktor itu antara lain ; 1) Era globalisasi yang tidak terbendung yang
menyebabkan bahasa terpengaruh secara global. Pengaruh global ini menyebabkan bahasa kehilangan
identitasnya yang orisinil sebagai produk budaya. 2) Kemalasan berfikir sebagai sebuah karakter yang
dihasilkan dari pengguna bahasa yang menggunakan bahasa “asal nyambung”. 3) Tuntutan dunia kerja
menjadi salah satu faktor yang membuat pengguna bahasa Indonesia berlomba-lomba menguasai bahasa
asing dan melupakan bahasa sendiri. 4) Sikap rendah diri sebagai anak bangsa dan cendrung bangga akan
hal-hal berbau luar negeri merupakan salah satu faktor yang dalam berbahasa secara negatif. 5) Kemiskinan
moral sebagai dampak dari kurangnya penanaman nilai-nilai pancasila.
Kelima faktor itu tentunya merupakan serangkaian masalah yang komplek. Artinya untuk menyelesaikan
masalah itu diperlukan strategi yang matang dan terarah. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang unik,
bahasa yang memiliki ciri khas dan identitas. Untuk itu secara bersama-sama kita harus bersama-sama
membangun kembali bahasa yang Indonesia yang berciri khas dan beridentitas guna membangun karakter
bangsa yang benar-benar menunjukkan kita sebagai sebuah bangsa beradab dan memiliki nilai-nilai yang
luhur. Adapun faktor-faktor yang akan membuat kita menjadi bangsa yang berkarakter melalui penggunaan
bahasa adalah dengan cara menamkan sikap positif berbahasa. Sikap positif berbahasa itu perlu dilakukan
agar kita memiliki cerminan karakter bangsa melalui bahasa. Dengan sikap positif berbahasa karakter
bangsa yang berbudi luhurpun akan terbentuk.
Penyebab Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia
Kesalahan pengunaan bahasa Indonesia sehari hari pada kalangan remaja umum
nya menggunakan bahasa yang salah atau menyimpang. Dan sedikit sekali orang yang
menggunakan bahasa indonesia yang baku ata benar. Kesalahan ini di sebabkan oleh
beberapa banyak faktor diantara nya lingkungan, budaya (kebiasaan), pendidikan yang
salah, mungkin juga masuknya budaya asing dan mencampurnya dengan bahasa
indonesia agar terihat menjadi mudah bagi yang menciptakan nya. Lingkungan sangat
mempengaruhi penggunaan bahasa sehari – hari kita, di lingkungan sekolah,
lingkungan keluarga, lingkungan bermain, dan forum – forum lain nya, banyak sekali
pengucapan – pengucapan yang salah dan menjadi kebiasaan di kalangan remaja.
Biasanya saya sebagai anak remaja juga merasakan bagaimana penggunaan bahasa
yang salah ini sudah menjadi kebiasaan di dalam Kehidupan kita sehari – hari. Misalnya
dengan mencampurkan bahsa inggris dengan bahasa indonesia dan dicampurkan lagi
dengan bahasa betawi, contoh “gua lagi OTW nih, kamu dimana ?”. Menurut mereka,
bila orang asing saja melakukan hal ini, berarti hal ini sudah mendunia dan keren jika
dilakukan. Bisa dikatakan ini adalah faktor psikologi.
Ada juga karena bahasa campur lebih mudah diucapkan dan lebih familier. Tidak perlu
belajar kusus untuk bisa berbahasa campur gaul ini. Namun menurut saya pribadi yang
pernah mengajar bahasaindonesia di ponpes ini, faktor psikologilah yang paling
mempengaruhi pencmpuran bahasa asing dengan bahasa Indonesia.
bahasa seringkali tidak pada
tempatnya. Setidaknya ada 5 hal yang harus digarisbawahi tentang bagaimana masyarakat Indonesia
menggunakan bahasanya. Diantaranya sebagai berikut :
1. Bahasa global yang menggejala
Tidak bisa dipungkiri bahwa pengaruh globalisasi sudah sedemikian hebatnya. Pengaruh tersebut
menyentuh berbagai aspek kehidupan mulai dari aspek sosial, budaya, politik sampai bahasa. Tidak adanya
batas wilayah baik antar daerah maupun antar negara menyebabkan berbagai pengaruh masuk tanpa bisa
dibendung. Pengaruh yang sangat dirasakan oleh kita adalah bagaimana bahasa menjadi terpengaruh.
Pengaruh yang timbul salahsatunya tampak dalam penggunaan bahasa yang bercampur-campur baik itu
bahasa Indonesia dengan bahasa daerah, bahasa Indonesia dengan bahasa asing bahkan penggunaan
bahasa Indonesia disampur dengan bahasa daerah dan bahasa asing. Contoh sederhananya adalah
bagaimana pemuda di kota menggunaka kata “Gue” dan “Loe”sebagai penggati “saya” atau “aku” dan
“kamu”. Gejala ini ternyata tidak hanya terjadi di kota besar. Pengaruh ini sampai ke pelosok-pelosok negeri
akibat derasnya arus informasi. Tidak hanya sampai disini. Bahasa Indonesiapun kerap kali digabungkan
dengan bahasa Inggris. Misalnya ketika seseorang minta maaf, “Maaf ya Just Kidding”. Lalu apa masalahnya?
Melihat masalah ini kita bisa melihat jelas bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang tidak
berkarakter karena cenderung menerima dan berusaha mencari kebenaran dari sebuah informasi yang
didapatkan. Selain itu melalui masalah ini pula kita bisa merasakan bahwa kebanyakan bangsa Indonesia
tidak menghargai Bahasa Indonesia sebagai salah satu hasil perjuangan puta putri bangsa. Prilaku
berbahasa seperti ini dapat menyebabkan Bahasa Indonesia kehilangan identitas. Betul bahwa bahasa
Indonesia banyak menyerap kata asing tapi tidak menyerap kata itu dengan mentah-mentah melainkan
melalui proses yang benar dan tepat.
2. Bahasa “Asal Nyambung”
Banyak orang Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia dengan nyeleneh. Alasannya bahasa adalah
alat komunikasi jadi tidak perlu dipersulit bagaimana cara menggunakannya. Padahal bahasa lebih dari
sekedar alat komunikasi. Jauh dari itu Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan. Oelh karna itu sikap
bangga terhadap bahasa Indonesia harus ditumbuhkan di setiap dada orang Indoensia. Namun kenyataan
yang terjadi adalah banyak diantara Mereka menggunakan bahasa Indonesia “asal orang mengerti”.
Muncullah pemakaian bahasa Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa plesetan, dan bahasa jenis lain yang
tidak mendukung perkembangan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Bila begitu keadaanya bahwa
menggunakan bahasa cukup dengan asal nyambung dianggap sebagai sebuah kebenaran. Lalu untuk apa di
buat aturan bahasa baku (bahasa lisan) dan Ejaan Yang Disempurnakan (bahasa tulis). Bukankah itu adalah
hal yang mubazir jika tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Saya pikir saat ini sudah saatnya
menggunakan bahasa berpedoman pada aturan seperti halnya aturan bahasa baku maupun EYD.
3. Penggunaan bahasa asing yang tidak tepat
Masalah yang tidak kalah besar yang dihadapi bahasa Indonesia saat ini adalah merebaknaya penggunaan
bahasa asing. Penggunaan bahasa asing yang cukup dominan di negeri ini menyebabkan kita bertanyatanya, apa kekurangan bahasa Indonesia sehingga kita harus menggunakan bahasa asing dengan mentahmentah. Penggunaan bahasa asing ini bukan hanya pada bahasa tulis seperti yang banyak tertera pada
nama-nama mal, perumahan, berbagai merk produk, dan lain sebagainya. Namun juga penggunaan bahasa
asing dalam berbahasa lisan. Kita bisa melihat setiap hari ditelevisi banyak tokoh publik menggunakan
bahasa asing. Hal ini tentu sangat memprihatinkan. Tokoh publik adalah figur bagi masyarakat yang
senantiasa menjadi tiruan masyarakat. Kalau sudah begini lalu bagaimana?. Diperlukan kesadaran semua
pihak untuk untuk kembali menggunakan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa.
4. Sikap tak acuh dalam berbahasa Indonesia
Dengan sedemikian kencangnya arus perubahan zaman. Pengguna bahasa Indonesia belum sampai pada
titik kesadaran menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Seperti yang dikatakankan oleh Sitor
Situmorang bahwa orang Indonesia ’malas’ untuk mencari padanan kata dan istilah asing, istilah yang ada
diserap mentah-mentah. Hal ini ditegaskan lagi oleh pernyataan Franz Magnis Suseno S.J., menurutnya salah
satu faktor yang menyebabkan rata-rata orang Indonesia buruk dalam berbahasa Indonesia adalah sifat
malas berpikir untuk mencari kata-kata yang tepat dan benar sesuai kaidah dalam bahasa Indonesia.
Keadaan ini menyebabkan bahasa Indonesia mengalami perkembangn yang tidak menggembirakan. Bila
sikap ini tidak segera diubah maka bukan tidak mungkin kedepannya bahasa Indonesia akan menjadi bahasa
pasaran yang tidak memiliki identitas.
5. Meluapnya Bahasa Eufisme dan Sarkasme
Satu lagi yang menyebabkan bahasa Indonesia semakin terpuruk adalah banyaknya penggunaan bahasabahasa eufisme yang berbau muatan politis dan merebaknya bahasa-bahasa sarkaseme yang membuat citra
bangsa Indonesia sebagai bangsa yang tidak bermoral. Para politisi yang menggunakan bahasa eufisme
untuk mengalihkan perhatian rakyat pada kenyataan sesungguhnya menyebabkan bangsa Indonesia
menjadi karakter bangsa pembohong. Bagaimana tidak ketika bahasa dijadikan jembatan untuk menipu
rakyat. Lalu korelasinya dimana. Pemimpin dalam hal ini pemerintah adalah cermin dari karakter bangsa.
Jadi setiap tindakan dan perbuatan mereka akan menjadi contoh bagi siapapun yang dipimpinnya. Satu lagi
yang amat memperihatinkan adalah bahasa sarkasme, yaitu bahasa-bahasa kasar yang digunakan untuk
menghujat orang atau lembaga lain seperti Ungkapan-ungkapan maling, preman politik, biang kerok,
Presiden segera dibawa ke Psikiater, Presiden bohong, gak dadi presiden gak pathe’en, Presiden Tak Jewer,
negeri seperti keranjang sampah, institusi busuk dan sebagainya muncul di kalangan politisi negeri ini
Krisis berbahasa ini bukan timbul dengan sendirinya. Ada faktor-faktor yang menyebabkan sikaf negatif
berbahasa ini terjadi. Faktor-faktor itu antara lain ; 1) Era globalisasi yang tidak terbendung yang
menyebabkan bahasa terpengaruh secara global. Pengaruh global ini menyebabkan bahasa kehilangan
identitasnya yang orisinil sebagai produk budaya. 2) Kemalasan berfikir sebagai sebuah karakter yang
dihasilkan dari pengguna bahasa yang menggunakan bahasa “asal nyambung”. 3) Tuntutan dunia kerja
menjadi salah satu faktor yang membuat pengguna bahasa Indonesia berlomba-lomba menguasai bahasa
asing dan melupakan bahasa sendiri. 4) Sikap rendah diri sebagai anak bangsa dan cendrung bangga akan
hal-hal berbau luar negeri merupakan salah satu faktor yang dalam berbahasa secara negatif. 5) Kemiskinan
moral sebagai dampak dari kurangnya penanaman nilai-nilai pancasila.
Kelima faktor itu tentunya merupakan serangkaian masalah yang komplek. Artinya untuk menyelesaikan
masalah itu diperlukan strategi yang matang dan terarah. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang unik,
bahasa yang memiliki ciri khas dan identitas. Untuk itu secara bersama-sama kita harus bersama-sama
membangun kembali bahasa yang Indonesia yang berciri khas dan beridentitas guna membangun karakter
bangsa yang benar-benar menunjukkan kita sebagai sebuah bangsa beradab dan memiliki nilai-nilai yang
luhur. Adapun faktor-faktor yang akan membuat kita menjadi bangsa yang berkarakter melalui penggunaan
bahasa adalah dengan cara menamkan sikap positif berbahasa. Sikap positif berbahasa itu perlu dilakukan
agar kita memiliki cerminan karakter bangsa melalui bahasa. Dengan sikap positif berbahasa karakter
bangsa yang berbudi luhurpun akan terbentuk.
Penyebab Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia
Kesalahan pengunaan bahasa Indonesia sehari hari pada kalangan remaja umum
nya menggunakan bahasa yang salah atau menyimpang. Dan sedikit sekali orang yang
menggunakan bahasa indonesia yang baku ata benar. Kesalahan ini di sebabkan oleh
beberapa banyak faktor diantara nya lingkungan, budaya (kebiasaan), pendidikan yang
salah, mungkin juga masuknya budaya asing dan mencampurnya dengan bahasa
indonesia agar terihat menjadi mudah bagi yang menciptakan nya. Lingkungan sangat
mempengaruhi penggunaan bahasa sehari – hari kita, di lingkungan sekolah,
lingkungan keluarga, lingkungan bermain, dan forum – forum lain nya, banyak sekali
pengucapan – pengucapan yang salah dan menjadi kebiasaan di kalangan remaja.
Biasanya saya sebagai anak remaja juga merasakan bagaimana penggunaan bahasa
yang salah ini sudah menjadi kebiasaan di dalam Kehidupan kita sehari – hari. Misalnya
dengan mencampurkan bahsa inggris dengan bahasa indonesia dan dicampurkan lagi
dengan bahasa betawi, contoh “gua lagi OTW nih, kamu dimana ?”. Menurut mereka,
bila orang asing saja melakukan hal ini, berarti hal ini sudah mendunia dan keren jika
dilakukan. Bisa dikatakan ini adalah faktor psikologi.
Ada juga karena bahasa campur lebih mudah diucapkan dan lebih familier. Tidak perlu
belajar kusus untuk bisa berbahasa campur gaul ini. Namun menurut saya pribadi yang
pernah mengajar bahasaindonesia di ponpes ini, faktor psikologilah yang paling
mempengaruhi pencmpuran bahasa asing dengan bahasa Indonesia.