ALAT PELINDUNG DIRI MASKER DENGAN RESPIRATORY DISORDER PADA PEKERJA DI PT BOKORMAS KOTA MOJOKERTO TAHUN 2017

  

ALAT PELINDUNG DIRI MASKER DENGAN RESPIRATORY

DISORDER PADA PEKERJA DI PT BOKORMAS KOTA

MOJOKERTO

TAHUN 2017

  Asih Media Yuniarti, Dwi Helynarti, Nurul Mawaddah, Cista Astri Aqnata Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

  Majapahit Mojokerto

  

Corresponding author :

ABSTRAK

  Gangguan saluran pernapasan pada pekerja merupakan salah satu masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja karena dapat meningkatkan jumlah penyakit akibat kerja. Gangguan tersebut disebabkan kombinasi dari berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja seperti debu, uap, dan gas yang dapat mengganggu produktivitas dan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara penggunaan alat pelindung diri (APD) masker dengan gangguan saluran pernapasan pada pekerja di PT. Bokormas Kota Mojokerto. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling dengan subyek penelitian berjumlah 47 pekerja di bagian Proses Sanggan SKT, Patri, Proses Tembakau I, dan Proses Tembakau II. Pengambilan data menggunakan kuesioner penggunaan APD Masker dan gangguan saluran pernapasan serta lembar observasi. Data dianalisis dengan uji korelasi Spearman Rank. Penelitian dilakukan pada bulan Februari – April 2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja PT Bokormas memiliki perilaku negatif dalam penggunaan alat pelindung diri sebesar 51,1 % dan sebagian besar pekerja mempunyai keluhan gangguan saluran pernapasan dalam kategori

  ≥ Rata-rata yaitu sebanyak 25 pekerja. Uji statistik Spearman Rank dengan nilai taraf signifikan α = 0,05 diperoleh hasil r = 0,013 yang berarti H ditolak. Ada hubungan yang signifikan antara penggunaan alat pelindung diri masker dengan gangguan saluran pernapasan pada pekerja PT Bokormas Kota Mojokerto. Diharapkan pekerja PT Bokormas memiliki perilaku yang positif dalam menggunakan alat pelindung diri masker agar dapat meminimalisir risiko terjadinya gangguan atau penyakit yang berhubungan dengan saluran pernapasan.

  Kata kunci: alat pelindung diri, gangguan saluran pernapasan, pekerja PENDAHULUAN

  Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang di dunia, mempunyai kepentingan terhadap masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).Salah satu dampak negatif adalah meningkatnya penyakit akibat kerja (PAK) akibat kombinasi dari berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja seperti debu, uap, gas, dan lainnya yang disatu pihak mengganggu produktivitas dan mengganggu kesehatan (Vondra, 2015). Data International Labour Organization (ILO) pada tahun 2013, memperkirakan 2,34 juta orang meninggal setiap tahun dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dari jumlah tersebut diperkirakan 2,02 juta meninggal dari berbagai penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang terkena paparan gas, uap dan debu. Penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru merupakan penyakit akibat kerja yang paling banyak diderita oleh pekerja.ILO pada tahun 2013 menyebutkan, sekitar 30 hingga 50 persen pekerja di negara berkembang menderita penyakit tersebut.

  Angka kecelakaan kerja di Indonesia termasuk di Jawa Timur masih cukup besar.Disnakertransduk Jatim mencatat pada triwulan pertama tahun 2015, jumlah kecelakaan kerja sebanyak 2.180 orang; kemudian triwulan II sebanyak 3.099 orang dan triwulan III sebanyak 5.113 orang. (Disnakertransduk Jatim, 2016)

  PT. Bokormas merupakan badan usaha yang bergerak di bidang pemilihan tembakau dan pembuatan rokok. Debu tembakau dalam proses pemilahan dan pemotongan tembakau dapat menganggu kesehatan. Penyakit Saluran Pernafasan (ISPA), penyakit dalam, penyakit kulit dan jaringan bawah kulit, dan penyakit mata, penyakit-penyakit tersebut adalah penyakit yang timbul akibat bekerja di pabrik rokok. Salah satu cara menanggulangi terjadinya gangguan saluran pernapasan atau keracunan akibat debu hasil produksi, adalah dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Pengunaan APD sebenarnya sudah diatur dalam Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, khususnya pasal 9, 12 dan 14, yang mengatur penyediaan danpenggunaan APD di tempat kerja, baik bagi pengusaha maupun bagi tenaga kerja (Suma’mur, 2014).

  METODE

  Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan rancangan studi cross sectional. Penelitian ini dilakukan di PT Bokormas Kota Mojokerto yang berlangsung pada bulan Februari-April 2017. Populasi pada penelitian ini yaitu semua pekerja PT Bokormas pada bagian Sanggan SKT, Patri, Proses tembakau, dan Proses tembakau II berjumlah 52 pekerja. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu

  

simple random sampling di peroleh sampel sejumlah 47 orang. Analisis bivariat data

dilakukan dengan uji korelasi spearman rank.

  HASIL Distribusi Karakteristik Subyek Penelitian

  Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Subyek Penelitian di PT Bokormas

  Karakteristik Subyek Penelitian n (%) Total (%) Umur 3 (6,4)

  47  <35 tahun

  (100) 44 (93,6)  ≥ 35 tahun Jenis Kelamin 7 (14,9)

  47  Laki-laki

  (100) 40 (85,1)  Perempuan Masa Kerja 18 (38,3)

  47  < 20 tahun 29 (61,7) (100)  ≥ 20 tahun Tingkat Pendidikan 25 (53,2)

  47  SD

  (100) 8 (17,02)  SLTP 14 (29,8)  SLTA Penggunaan APD Masker 28 (59,6)

  47  Ya

  (100) 19 (40,4)  Tidak Gangguan Saluran Pernapasan 32 (68,1)

  47  Mengalami 15 (31,9) (100)  Tidak Mengalami

  Sumber: Data Primer Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar subyek penelitian berusia umur

  ≥ 35 tahun, berjenis kelamin perempuan, dengan masa kerja ≥ 20 tahun, berpendidikan Sekolah Dasar, Menggunakan APD Masker dan mengalami gangguan saluran pernafasan.

  Penggunaan Alat Pelindung Diri Masker dan Gangguan Saluran Pernafasan

  Tabel 2. Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian berdasarkan Penggunaan Alat Pelindung Diri Masker di PT Bokormas

  Data Khusus n (%) Total (%) Penggunaan APD Masker 23 (48,9)

  47  Positif

  (100) 24 (51,1)  Negatif Gangguan Saluran Pernapasan 22 (46,8) 46,8  < Rata-rata 25 (53,2)  ≥ Rata-rata

  Sumber: Data Primer Tabel 2 Memperlihatkan bahwa perilaku responden dalam menggunakan APD

  Masker pada saat bekerja yang paling dominan yaitu pada perilaku negatif (51,1 %), dan mengeluhkan gangguan saluran pernafasan ≥ Rata-rata (53,2).

  Penggunaan Alat Pelindung Diri Masker dengan Gangguan Saluran Pernapasan

  Tabel 3. Cross-tabs Penggunaan Alat Pelindung Diri Masker dengan Gangguan Saluran Pernapasan

  

Gangguan Saluran Pernapasan

Penggunaan APD Total < Rata-rata

  ≥ Rata-rata Masker n % n % n % Positif

  15 65,22 8 34,78 23 100 Negatif 7 29,17 17 70,83 24 100 n

  

= 47 , α = 0,05 , p-value = 0,013 , r= 0,361

  Sumber: Data Primer Tabel 3 Menunjukkan bahwa subyek penelitian yang perilaku penggunaan

  APD Maskernya Positif sebagian besar menggalami gangguan saluran pernafasan < Rata-rata (65,22%), dan yang prilaku penggunaan APD maskernya Negatif sebagian besar menggalami gangguan saluran pernafasan

  Rata-rata (70,83).

  Hasil uji Korelasi Spearman Rank diperoleh hasil p-value (0,013) < α = 0,05 dan r = 0,361, artinya ada hubungan yang signifikan antara penggunaan alat pelindung diri masker dengan gangguan saluran pernapasan pada pekerja di PT Bokormas Kota Mojokerto dengan keeratan hubungan cukup.

  PEMBAHASAN Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker di PT Bokormas

  Perilaku subyek penelitian dalam menggunakan APD Masker pada saat bekerja paling dominan pada perilaku negatif (51,1 %). Perilaku negatif dalam menggunakan APD sebagian besar berpendidikan SD, berjenis kelamin wanita dengan masa kerja ≥ 20 tahun. Subyek penelitian yang tidak menggunakan alat pelindung diri masker pada saat bekerja yaitu 19 pekerja (40,4 %), sedangkan yang menggunakan alat pelindung diri masker pada saat bekerja yaitu 28 subyek (59,6 %). Namun, hampir seluruh subyek penelitian menggunakan masker seperti kain krudung yang dibawa dari rumah selama kurang dari 8 jam perhari. APD masker tidak digunakan apabila mesinnya tidak berjalan atau tidak produksi. Hanya 2 subyek yang menggunakan masker yang sudah disediakan oleh perusahaan. Hasil wawancara dengan subyek penelitian diketahui bahwa mereka merasa terganggu dan tidak nyaman dengan APD masker saat bekerja, dan mereka tidak memakai alat pelindung diri masker yang sudah disediakan oleh pihak perusahaan dengan alasan tidak sesuai baik ukuran maupun jenisnya, sehingga hidung tidak bisa tertutup menyeluruh oleh masker.

  Subyek penelitian juga mengeluhkan penyediaan alat pelindung diri masker dari perusahaan. Mereka menyatakan kesulitan meminta masker karena setiap mandor atau pengawas tiap bagian di PT Bokormas meminta masker, baik itu jenis masker sekali pakai atau berulang kali pakai kepada bagian pengadaan alat pelindung diri selalu memberikan respon yang tidak baik, sehingga mereka malas untuk mengajukan permintaan persediaan alat pelindung diri masker kepada perusahaan. Namun hal ini berbeda dengan hasil wawancara mendalam kepada manager K3 di PT Bokormas Kota Mojokerto yang menyatakan bahwa setiap tenaga kerja telah di berikan alat pelindung diri masker di bagian proses sanggan SKT, patri, proses tembakau, proses tembakau II merupakan tanggung jawab bagian staff perusahaan. Setiap tenaga kerja telah diberikan alat pelindung diri masker dengan gratis dan jika alat pelindung diri masker tersebut rusak akan ditukar dengan yang baru. Biasanya pengawas atau mandor mengajukan permintaan alat pelindung diri masker setiap 2-3 hari sekali, tergantung dari permintaan para pekerja itu sendiri.

  Potensi bahaya yang terdapat disetiap perusahaan berbeda-beda, tergantung pada jenis produksi dan proses produksi. Alat pelindung diri masker merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja sehingga penggunaanya harus benar dan teratur (Mukhtar Ikhsan dalam Riska Riski. 2013). Banyaknya partikulat debu di lingkungan kerja berpengaruh terhadap debu yang masuk ke saluran napas dan semakin besar kemungkinan munculnya gangguan saluran pernafasan sehingga subyek penelitian dengan atau menggunakan alat pelindung diri masker akan terhindar dari paparan debu. Kenyamanan dalam menggunakan alat pelindung diri merupakan salah satu faktor terpenting yang mesti diperhatikan, maka dari itu perlu dilakukan monitoring dan evaluasi lingkungan kerja sebelum memberikan jenis alat pelindung diri yang akan digunakan oleh para pekerja karena alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan yang efektif kepada tenaga kerja atas potensi bahaya yang dihadapi di tempat kerja.

  

Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan Pada Responden di PT Bokormas

Kota Mojokerto

  Jenis keluhan yang dirasakan oleh pekerja selama bekerja di PT Bokormas paling banyak mengalami keluhan gangguan saluran pernapasan yaitu sebanyak 32(68,1 %) subyek sedangkan yang tidak mengalami keluhan gangguan saluran pernapasan sama sekali yaitu sebanyak 15 (31,9 %) subyek. Keluhan gangguan pernapasan pada penelitian ini yakni penyakit yang pernah atau sedang dialami oleh pekerja selama tiga bulan terakhir antara lain : batuk, hidung tersumbat, nyeri tenggorokan, sesak napas, nyeri dada dan alergi debu.

  Jenis keluhan yang dirasakan oleh subyek penelitian adalah batuk-batuk yaitu sebanyak 32 subyek (68,1 %), hidung tersumbat sebanyak 29 subyek (61,7 %), nyeri tenggorokan sebanyak 21 subyek (44,7 %), sesak napas sebanyak 13 subyek (27,7 %), nyeri dada sebanyak 9 subyek (19,2 %), dan alergi debu sebanyak 7 subyek (14,9 %). Keluhan sebagian besar dirasakan selama bekerja, keluhan mereda saat tidak bekerja atau libur sebanyak 37 subyek (78,7 %) dari 47 subyek.

  Jumlah keluhan gangguan saluran pernafasan yang dirasakan oleh pekerja mayoritas ≥ Rata-rata yaitu sebanyak 25 subyek (53,2 %) dan jumlah pekerja yang memiliki keluhan pada tingkat < Rata-rata yaitu sebanyak 22 subyek (46,8 %).

  Rata-rata yang dimaksudkan adalah jumlah keseluruhan keluhan yang dialami pekerja (111) dibagi dengan jumlah subyek penelitian (47) sehingga ditemukan rata-rata keluhan yang dialami yaitu 3 keluhan saluran pernapasan. Sebagian besar pekerja mengalami keluhan batuk dan dirasakan selama bekerja dan mereda saat tidak bekerja atau libur.Hal ini menunjukkan bahwa gangguan keseahatan tersebut timbul karena pekerjaan. Keputusan presiden No. 22 Tahun 1993 menyebutkan bahwa penyakit yang timbul karena hubungan kerja (PAHK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Batuk merupakan suatu reflek perlindungan dari tubuh, mekanisme ini penting untuk membersihkan saluran pernapasan bagian bawah. Nyeri tenggorokan bisa saja disebabkan oleh virus dan bakteri dari debu organik yang terhirup melalui hidung dan merokok juga bisa menjadi penyebab nyeri pada tenggorokan (Siswanto dalam Anis Safitri, 2016)

  Hasil wawancara dengan pihak manager K3 di PT Bokormas menunjukkan bahwa upaya pengendalian bahaya paparan debu pada para pekerja lebih fokus pada upaya pengendalian teknis/mekanis yaitu memasang blower di gudang tembakau, hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa jumlah blower yang ada belum mencapai kapasitas yang ada di ruangan tersebut. Selain itu pembersihan debu sisa produksi yang tercecer di lantai yang dilakukan setiap hari oleh pekerja yang bertugas dengan menggunakan sapu, cara ini kurang baik karena menyebabkan debu tersebut berhamburan dan mengenai daerah saluran penapasan. Cara yang baik untuk membersihkan debu yang tercecer adalah dengan cara basah. Menurut Siswanto yang dikutip Anis Safitri (2016) bahwa membasahi lantai yang berdebu sebelum disapu untuk menekan penyebaran debu ke udara lingkungan kerja merupakan cara pengendalian yang sangat sederhana Upaya pengendalian terakhir yang dilakukan pihak manajemen untuk mengatasi bahaya debu tembakau adalah memberikan alat pelindung diri berupa masker. Pekerja yang merasakan gangguan kesehatan, pihak perusahaan langsung merujuk para pekerja ke Rumah Sakit yang sudah menjalin kerjasama dengan PT Bokormas. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari manager K3 PT Bokormas Kota Mojokerto untuk pengukuran debu tidak pernah dilaksanakan, terakhir pihak perusahaan melakukan pengukuran debu yaitu pada tahun 2015, sehingga baik perusahaan maupun pekerja tidak mengetahui berapa kadar debu yang ada di tempat kerja tersebut. Kegiatan tersebut tidak dilakukan dikarenakan terkendala masalah biaya yang akan dikeluarkan. Pengukuran kadar debu secara berkala sangat dianjurkan untuk memantau kondisi lingkungan kerja agar lingkungan kerja tetap aman dan nyaman bagi pekerja. Hal ini bertentangan dengan PP No. 50 tahun 2012 tentang SMK3 yang menyatakan bahwa pemantauan atau pengukuran lingkungan kerja dilaksanakan secara teratur dan hasilnya didokumentasikan.

  Rata-rata pendidikan subyek penelitian adalah tamat SD (53,2 %). Dengan rata-rata tingkat pendidikan pada pekerja yang masih rendah perlu ada pelatihan untuk meningkatkan pngetahuan para pekerja terkait dengan potensi bahaya di tempat kerja khususnya tentang debu organic (tembakau). Pelaksanaan pelatihan dan pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja bagi semua tenaga kerja perlu diselenggarakan secara berkala dan berkesinambungan, sehingga sebaiknya pelatihan dan pendidikan K3 tentang bahaya debu organik dan upaya pengendaliannya perlu diberikan pada seluruh pekerja agar bahaya tersebut dapat dicegah secara dini.

  

Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker dengan

Respiratory Disorder (Gangguan Saluran Pernapasan pada Pekerja di PT

Bokormas)

  Hasil tabulasi silang antara penggunaan alat pelindung diri masker dengan gangguan saluran pernapasan memperlihatkan bahwa sebagian besar subyek penelitian memiliki perilaku menggunakan APD masker kategori positif dan 15 subyek (65,22%) diantaranya mengeluhkan gangguan saluran pernafasan < rata- rata. Hasil Uji Korelasi Spearman Rank antara penggunaan alat pelindung diri masker dengan gangguan saluran pernapasan pada pekerja di PT Bokormas didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan alat pelindung diri masker dengan gangguan saluran pernapasan dengan p-value = 0,013 < 0,05 yang artinya H ditolak dan arah hubungan negatif (-) atau berlawanan, artinya apabila nilai penggunaan alat pelindung diri masker meningkat maka kejadian gangguan saluran pernapasan pada pekerja di PT Bokormas akan menurun. Keeratan hubungan dapat dilihat dari nilai koefisien kontingensi (r) yaitu sebesar 0,361 termasuk kategori korelasi cukup.

  Hasil ini sesuai dengan teori Suma’mur (2014) yang menyatakan bahwa penggunaan APD masker dapat mempengaruhi banyaknya partikulat yang masuk dan tertimbun dalam paru. Penggunaan APD masker dapat mencegah penumpukan partikulat pencemar di dalam organ paru, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya gangguan saluran pernapasan. Penggunaan APD masker saat sedang bekerja dapat melindungi pekerja dari debu yang berserakan di pabrik rokok, khususnya akan terpapar oleh debu organik atau debu sisa hasil produksi daun tembakau. Apabila pekerja PT Bokormas memiliki perilaku yang positif dalam menggunakan alat pelindung diri masker, maka hal itu akan dapat mengurangi atau meminimalisir risiko terjadinya gangguan atau penyakit yang berhubungan dengan saluran pernapasan.

  Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Hutama dalam Erka Dewi (2016) yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara penggunaan APD (masker) dengan kapasitas vital paru sedangkan penelitian yang dilakukan Retno dalam Anis Safitri (2016) menyatakan bahwa pekerja yang kadang memakai alat pelindung pernapasan berisiko dua kali lebih besar daripada pekerja yang selalu memakai alat pelindung pernapasan saat bekerja.

  KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan

  penggunaan alat pelindung diri masker dengan gangguan saluran pernapasan pada pekerja di PT Bokormas Kota Mojokerto Tahun 2017, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penggunaan alat pelindung diri masker dengan gangguan saluran pernapasan dengan arah hubungan negatif (-) atau berlawanan dan keeratan hubungannya termasuk kategori korelasi cukup.

  Diharapkan pekerja dapat mematuhi prosedur kerja aman dengan selalu memakai alat pelindung diri masker yang sesuai dengan standar melalui health

  

education , pemeriksaan kesehatan berkala bagi pekerja, dan pemberian masker

  yang sesuai dengan bahaya di tempat kerja. Pemantauan lingkungan kerja mesti rutin dilakukan, pengendalian dengan cara metode basah untuk menekan penyebaran debu ke udara lingkungan kerja, dan perbaikan ventilasi udara di tempat kerja.

  Armaeni, Erka D. 2016. Hubungan Paparan Debu Kapur Dengan Status Faal

  Paru Pada Pekerja Gamping (Studi di CV. Sri Mulya Putra Kabupaten

Tuban). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga.

  Buku Profil. 2015. Upaya Pengendalian Lingkungan Hidup Upaya Pemantauan

Lingkungan Hidup . Perusahaan Rokok PT Bokormas Kota Mojokerto.

HSE Books. 2009. Safety Sign and Signals ISBN 978 0 7176 6359 0. Health and Safety Executive.

  

International Labour Organization . 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Sarana Untuk Produktivitas . Jakarta.

  Iskandar, S. 2010. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri .

  Jakarta : Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Keputusan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia

  Nomor Per. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di tempat kerja. Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 Tentang : Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja. Jakarta. Jatim, Kominfo. 2016. Angka Kecelakaan Kerja di Jatim Capai Ribuan Orang.

  (Online). Diakses pada tanggal 12 Januari 2017). Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Riski, Riska. 2013. Hubungan Antara Masa Kerja dan Pemakaian Masker Sekali

  Pakai dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bagian Composting di PT. Zeta Agro Corporation Brebes . Skripsi. Fakultas Kesehatan

  Masyarakat. Universitas Negeri Semarang. Safitri, Anis. 2016. Gambaran Hubungan Kadar Debu dan Karakteristik Pekerja

  Terhadap Keluhan Subyektif Saluran Pernapasan Pada Lokasi Intake Dan Gudang Curah di PT. Charoen Pokphand Indonesia, Krian. Skripsi.

  Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga. Saputro, Vondra Anggi. 2015. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap dengan

  Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Pekerja di Unit Kerja Produksi Pengecoran Logam . Jurnal Penelitian. Fakultas Ilmu Kesehatan.

  Universitas Muhammadiyah Surakarta. Suma’mur. 2014. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).

  Jakarta: Sagung Seto Undang – undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan

  Kerja. Departemen Tenaga Kerja RI