COMPASSION FATIGUE BERKORELASI DENGAN MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DITINJAU DARI SEGI KEPUASAN PELANGGAN

  

COMPASSION FATIGUE BERKORELASI DENGAN MUTU PELAYANAN

KEPERAWATAN DITINJAU DARI SEGI KEPUASAN PELANGGAN

Anndy Prastya 1) , Ike Prafitasari 2) , Hani Riska 3) , Suherman 4)

  1,2 Dosen Stikes Majapahit Mojokerto

  3,4

Perawat RSUD Sidoarjo

email

  

Abstract

  

Quality of health services is determined by the quality of nursing service. Need attention on nursing

services in the Hospital. When the nurse experiences excessive physical and psychological problems,

there is fatigue that can interfere with the performance of the nurse. Objective of this study was to

analyze the level compassion fatique nurse with quality nursing service at emergency departement

(ED) Sidoarjo Regional Hospital.This research used descriptive observational design with Cross

Sectional approach. Compassion Fatique ED nurses as independent variables were studied with

ProQoL questionnaire and nursing service quality as dependent variable were studied with nursing

care quality questionnaire (RATER). This research used simple random sampling technique with total

sample of 41 respondents nurses ED and 41 respondents patients. The data obtained were analyzed

using spearman certification test.The results obtained almost all respondents had a low compassion

fatigue that is 34 respondents (82.9%). While 23 (56,1%) respondents judge a good level quality of

nursing service. The test result used spearman test obtained p value 0,028 (p> 0,05) and with result

(r) = 0,861. This means that there was a significant and positive influence between compassion

fatigue with the quality of nursing service in the ED Sidoarjo Regional Hospital.Stressors and job

stress was some barriers to achieving a professional quality of life that will ultimately affected each

other's performance.

  Keywords : Compassion fatigue, quality of nursing service 1.

   PENDAHULUAN

  Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan Rumah Sakit yakni dengan rendahnya angka keterlambatan pelayanan pertama gawat darurat dan angka kematian di

  IGD masih dalam batas normal yaitu kurang dari 5%. Perawat merupakan komponen terbesar dalam unit pelayanan kesehatan, sehingga perubahan kualitas pelayanan dan proses keperawatan akan sangat dirasakan oleh konsumen. Ketidakpuasan yang dialami pasien akan menjadi pengalaman negatif, membekas, dan bukan tidak mungkin akan disebarluaskan dari mulut ke mulut. Citra Rumah Sakit menjadi buruk, pelayanan yang diberikan akan dianggap sebelah mata dan dipandang tidak profesional. Kepercayaan masyarakat akan menurun dan Rumah Sakit berpotensi kehilangan pelanggan (Nursalam, 2014). Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, kualitas pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan keperawatan sehingga perlu adanya perhatian mutu pelayanan keperawatan di Rumah Sakit.

  Mutu pelayanan keperawatan dapat merupakan suatu pelayanan keperawatan yang komprehensif meliputi bio-psiko-sosio- spiritual yang diberikan oleh perawat profesional kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit maupun sehat, dimana perawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan. Namun pada dasarnya, definisi mutu pelayanan keperawatan itu dapat berbeda-beda tergantung dari sudut pandang mana mutu tersebut dilihat. (Rakhmawati, 2009). Salah satu indikator mutu pelayanan keperawatan adalah tercapainya tingkat kepuasan pasien sebagai pelanggan (Nursalam, 2014).

  Bagi konsumen yang datang pertama kali melalui IGD, pelayanan yang diberikan oleh perawat Instalasi Gawat Darurat (IGD) akan menjadi prediktor pertama kepuasan pengguna jasa terhadap keseluruhan proses perawatan di rumah sakit tersebut. Penelitian yang dilakukan di Jamaica menyebutkan bahwa dari 142 responden, 59,9% diantaranya menyatakan puas terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh perawat IGD. Mereka menyatakan puas karena perawat IGD mampu menampilkan empati, sehingga mereka tidak enggan untuk berkunjung ulang ke rumah sakit jika memerlukan bantuan kesehatan . Empati sangat penting untuk ditampilkan, namun berakibat fatal jika melibatkan terlalu banyak emosi dan empati. Melibatkan emosi dan empati secara berlebihan akan menimbulkan stresor berlebih bagi perawat, terutama perawat

  IGD Wentzel & Brysiewicz, 2014; Wolf et al.)

  merupakan hasil mekanisme koping individu adalah hasil mekanisme koping negatif individu terhadap stres yang dialami di dunia kerja .

  independen dikaji dengan kuisioner ProQoL dan mutu asuhan Keperawatan sebagai variabel dependen dikaji dengan kuisioner mutu asuhan keperawatan (RATER). Populasi dalam penelitian adalah semua perawat dan pasien IGD RSUD Sidoarjo. Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik

  Fatique Perawat IGD sebagai variabel

  Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif observasional dengan pendekatan Cross Sectional karena penelitian ini bertujuan mendeteksi korelasi yang muncul antara faktor yang berhubungan dengan efek yang ditimbulkan. Compassion

  2. METODE PENELITIAN

  Fatique Perawat IGD dengan mutu pelayanan keperawatan di IGD RSUD Sidoarjo.

  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan tingkat Compassion

  Dari studi pendahuluan didapatkan angka kunjungan IGD RSUD Sidoarjo dalam trimester pertama tahun 2017 didapatkan sebanyak 4857 pasien pada bulan Januari, 4284 pasien dalam bulan februari dan 4792 pasien selama bulan maret. Sedangkan dalam penelusuran kepada tim penjamin mutu diketahui bahwa ada beberapa keluhan yang disampaikan oleh pasien dan keluarga terhadap mutu pelayanan di IGD RSUD Sidoarjo. Keluhan yang disampaikan oleh pelanggan terutama tentang response time. Pelanggan menjadi takut penyakitnya bertambah parah dengan response time yang lambat. Data keluhan yang lain seperti lamanya stagnasi pasien di IGD juga disampaikan oleh pelanggan. Situasi IGD secara psikologis akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien maupun keluarga untuk berlama-lama ada didalamnya. Sehingga semakin cepat pasien dipindahkan ke ruang perawatan akan mendukung proses penyembuhan maupun dukungan keluarga yang lebih baik. Keluhan pelanggan merupakan bentuk ketidakpuasan yang harus segera dicari penyebab serta solusinya. Jika tidak, maka kredibilitas dari penyedia layanan akan menurun dimata pelanggan.

  compassion fatigue. Compassion satisfaction

  Stresor yang dialami oleh perawat akan memunculkan mekanisme koping yang berbeda pada setiap individu. Sistem koping yang baik akan memunculkan respon adaptasi yang positif, demikian pula sebaliknya (Lu et

  Salah satu alat ukur yang digunakan untuk mengukur profesionalisme kerja individu adalah Professional Quality of Life (ProQOL). Pengukuran dengan penggunakan ProQOL tidak hanya mengukur hasil mekanisme koping individu yang negatif, tetapi juga hasil mekanisme koping positif. Ada dua komponen besar yang diukur dengan menggunakan ProQOL yaitu compassion satisfaction, dan

  kinerja perawat .

  compassion fatigue yang dapat mengganggu

  mempengaruhi kinerja dan kualitas pelayanan perawat emergensi. Compassion fatigue tidak hanya terjadi pada perawat yang baru saja bekerja di IGD, tetapi potensinya juga akan meningkat pada perawat yang sudah dinas menetap di IGD dalam waktu yang relatif lama . Perasaan depresi, rasa takut saat akan melakukan tindakan keperawatan merupakan tanda dari

  compassion fatigue. Compassion fatigue akan

  Saat perawat mengalami kelelahan fisik dan psikologis yang berlebih, muncullah

  bahwa perawat IGD mengalami tingkat stres yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perawat di unit perawatan lain. Penelitian yang dilakukan di RSUD Semarang menunjukkan bahwa dari 29 orang responden perawat IGD, 24 orang diantaranya (82,8%) mengalami stres sedang (Aini & Purwaningsih, 2013).

  al., 2015). Beberapa penelitian menunjukkan

  simple random sampling karena subjek dalam sebagai sampel. Jumlah sample yang

  3. HASIL DAN PEMBAHASAN

  digunakan dalam penelitian ini sebesar 41

Tabel 1. Karakterisitik Responden

  responden perawat IGD RSUD Sidoarjo dan 41

Berdasarkan Usia

  responden pengguna jasa layanan keperawatan No. Karakt n Mean Medi Min- Std di IGD (Pasien). Compassion Fatique

  eristik an Maks Deviasi

  dikatakan rendah apabila skor ProQoL ≤ 43,

  1 Usia 41 34,85 35 23-57 7,282 skor 44-57 dikatakan compassion Fatique rata- Sumber: Data primer penelitian, 2017 rata dan ≥ 58 dikatakan compassion Fatique tinggi. Sedangkan mutu pelayanan

  Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa keperawatan dikatakan kurang apabila nilainya rata-rata usia responden adalah 34,85 tahun. <56%, cukup jika nilainya 56-75% dan puas

  Usia ini termasuk dalam kategori usia dewasa apabila nilainya 76-100%. Selanjutnya data pertengahan. Usia termuda responden adalah yang didapat akan dianalisis dengan 23 tahun, sedangkan usia tertua adalah 57 menggunakan uji korelasi spearman. tahun.

Tabel 2. Karakterisitik Responden No. Karakteristik Frek. Persentase

  1 Jenis Kelamin Perempuan 15 36,6% Laki-laki 26 63,4%

  2 Lama Kerja di IGD < 5 tahun 18 43,9% ≥ 5 tahun 23 56,1%

  3 Status Kepegawaian PNS 19 46,3% BLUD 22 53,7%

  4 Pendidikan Terakhir SPK 1 2,4% DIII

  30 73,2% S1 10 24,4%

  5 Status Pernikahan Menikah 34 82,9% Belum Menikah

  7 17,1%

  6 Jumlah anak Belum punya 10 24,4% Satu anak

  7 17,1% Dua anak 14 34,1% Lebih dari dua anak 10 24,4%

  BLS Memiliki 41 100% Tidak memiliki

  0% ALS Memiliki 3 7,3% Tidak memiliki

  38 92,7% BTLS Memiliki 15 36,6% Tidak memiliki

  26 63,4% ATLS Memiliki 2 4,9% Tidak memiliki

  39 95,1% PPGD Memiliki 29 70,7% Tidak memiliki

  12 29,3%

  Sumber: Data primer penelitian, 2017

  Berdasarkan tabel di atas, didapatkan data

Tabel 3. Karakterisitik Responden

  bahwa mayoritas responden berjenis kelamin

Berdasarkan Compassion Fatigue

  laki-laki. Dari total 41 responden, sebanyak 26

  Karakteristik Frek. Presentase (63,4%) responden berjenis kelamin laki-laki.

  Compassion

  Sebanyak 23 responden (56,1%) telah

  Fatigue

  memiliki pengalaman bekerja sebagai perawat

  Compassion

  di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD

  Fatigue rendah

  34 82,9% Sidoarjo selama lebih dari atau sama dengan

  Compassion

  lima tahun. 19 responden (46,3%) sudah 7 17,1%

  Fatigue rata-rata

  berstatus sebagai PNS sedangkan 22 responden Sumber: Data primer penelitian, 2017 (53,7%) berstatus sebagai pegawai BLUD. Sebanyak 30 responden (73,2%) yang bekerja

  Tabel 3 menggambarkan kondisi di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD

Professional Quality of Life perawat di IGD

  Sidoarjo berpendidikan terakhir DIII RSUD Sidorjo. Dari gambaran tersebut dapat

  Keperawatan. Dari 41 perawat, 34 orang dijelaskan bahwa hanya 7 responden (17,1 %) (82,9%) diantaranya memiliki status sudah mengalami compassion fatigue rata- rata, menikah. Dari 34 responden yang sudah sedangkan hampir seluruh responden memiliki menikah, 14 responden (45,1 %) memiliki dua

  compassion fatigue rendah yaitu 34 responden

  anak, 10 responden (32,2%) memiliki lebih (82,9 %). dari 2 anak dan 7 responden (22,5%) memiliki satu anak. Sedangkan dari 10 responden yang

Tabel 4. Mutu pelayanan keperawatan di

  belum memiliki anak, ada 3 responden yang

IGD RSUD Sidoarjo statusnya sudah menikah. Karakteristik Frekuensi Presentase

  Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

  Mutu pelayanan 856/Menkes/SK/IX/2009, menyatakan bahwa 2 4,9% keperawatan seorang perawat IGD harus memiliki sertifikat Kurang 16 39,0% dasar kegawatdaruratan, yaitu sertifikat BCLS, Cukup 23 56,1%

  BTLS, dan sertifikat kegawatdaruratan Baik lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti

  Sumber: Data primer penelitian, 2017 menggunakan standar yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan RI. Tabel di atas

  Tabel 4 diatas menggambarkan penilaian menunjukkan bahwa dari 41 responden, mutu pelayanan keperawatan di IGD RSUD seluruhnya sudah memiliki sertifikat Basic Life Sidoarjo oleh pengguna jasa layanan. Dari

Support (BLS). Sertifikat lain yang harus

  tabel tersebut disimpulkan bahwa dari 41 dimiliki oleh perawat IGD adalah sertifikat responden 23 (56,1%) menilai mutu pelayanan

  BTLS. Dari 41 responden, 15 responden keperawatan baik, sedangkan yang menilai (36,6 %) diantaranya sudah memiliki kurang hanya ada 2 responden (4,9%) dan sertifikat BTLS. Tabel di atas juga sisanya memberikan penilaian cukup. menunjukkan bahwa dari 41 responden, 29 responden (70,7 %) memiliki sertifikat

  Tabel 5. Hasil Uji Korelasi Variabel Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD). compassion fatigue dengan mutu

  Sertifikat penunjang lain diantaranya adalah

  pelayanan keperawatan

  ALS sudah dimiliki oleh 3 responden (7,3 %)

  Variabel Mutu pelayanan

  dan ATLS sudah dimiliki oleh 2 responden

  Independen keperawatan (4,9 %).

  Koefisien ᵖ value korelasi (r) Compassion 0,861 0,028 fatigue Berdasarkan tabel 5, hasil uji korelasi menggunakan uji spearman antara compassion

  fatigue dengan mutu pelayanan keperawatan

  compassion fatigue dengan mutu pelayanan keperawatan di IGD RSUD Sidoarjo.

  Dalam siklus hidupnya, perempuan lebih cenderung untuk mengalami stres dari pada laki-laki. Stresor lebih banyak berasal dari lingkungan individu selain lingkungan kerja. Stresor dapat berasal dari peran ganda sebagai ibu, istri, anak, dan perawat yang bekerja di

  IGD. Siklus hormonal yang dimiliki perempuan juga turut berpengaruh dalam pengalaman stres yang dimiliki. Karena memiliki pemicu hormonal yang sama setiap bulan, seorang perempuan akan lebih mudah beradaptasi dengan peran ganda dan stresor yang menumpuk. Dalam melakukan pekerjaan, perempuan lebih mengandalkan insting keibuan, sehingga emosi juga banyak terlibat pada saat melakukan pekerjaan. Oleh karena itu, stres yang dialami oleh perawat perempuan lebih bepotensi menyebabkan

  compassion fatigue.

  Distribusi mutu pelayanan keperawatan ditinjau dari 5 Dimensi mutu yaitu dimensi

  tangible mutu pelayanan keperawatan hampir

  setengah responden menilai cukup yaitu sebanyak 18 responden (43,9%).

Tangible (bukti langsung) merupakan hal-

  hal yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh pasien yang meliputi fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan staf keperawatan. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, bukti langsung dapat dijabarkan melalui : kebersihan, kerapian, dan kenyamanan ruang perawatan, penataan ruang perawatan kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan perawatan yang digunakan; dan kerapian serta kebersihan penampilan perawat (Nursalam, 2015).

  didapatkan p value 0,028 (p>0,05) dan koefisien korelasi (r) = 0,861. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan korelasi positif antara

  Distribusi mutu pelayanan keperawatan dari dimensi reliability sebagian besar menilai mutu pelayanan keperawatan dinilai cukup oleh responden yaitu 21 responden (51,2%),

Reliability (keandalan) dalam pelayanan

  keperawatan merupakan kemampuan untuk memberikan pelayanan keperawatan yang tepat, memuaskan dan dapat dipercaya, dalam hal ini dapat didefinisikan sebagai pelayanan keperawatan yang konsisten. Oleh karena itu penjabaran keandalan dalam pelayanan keperawatan adalah : prosedur penerimaan pasien yang cepat dan tepat, pemberian perawatan yang cepat dan tepat, jadwal pelayanan perawatan dijalakan dengan tepat dan konsisten serta prosedur perawatan yang tidak berbelit-belit (Nursalam, 2015).

  Responden menyatakan pelayanan yang diberikan sudah cepat dan tepat, walau kadangkala tidak sesuai harapan. Banyak pasien yang menginginkan proses yang instan, begitu diberikan tindakan keperawatan langsung sembuh tanpa melihat keadaan dan jenis penyakit pasien. Hal ini perlu dikomunikasikan dengan baik kepada pasien tentang penyakitnya dan prosedur pengobatan sehingga tidak menimbulkan persepsi yang negatif terhadap pelayanan keperawatan.

  Distribusi mutu pelayanan keperawatan dari dimensi responsivenes sebanyak 20 (48,8%) responden menilai bahwa mutu pelayanan keperawatan dalam kondisi yang cukup.

Responsiveness (ketanggapan) perawat

  Responden menilai hampir seluruh

  yang tanggap, selalu bersedia membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat. Ketanggapan juga didasarkan pada persepsi pasien sehingga faktor komunikasi dan situasi fisik disekitar pasien merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Ketanggapan dalam memberikan pelayanan keperawatan dapat dijabarkan sebagai berikut, perawat memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti oleh pasien, kesediaan perawat membantu pasien dalam hal beribadah, kemampuan perawat untuk cepat dan tanggap menyelesaikan keluhan pasien, dan tindakan perawat cepat pada saat pasien membutuhkan (Nursalam, 2015).

  Hal yang mendukung dari hasil diatas responden menyatakan bahwa mutu pelayanan keperawatan di IGD RSUD Sidoarjo cukup baik ini dibuktikan dengan lengkapnya fasilitas yang tersedia, hampir seluruhnya perawat berpenampilan rapi. Ada responden menyatakan bahwa sedikit kurang nyaman dengan jarak tempat tidur yang terlalu dekat disebelahnya bisa mendengar pembicaran yang dilakukan oleh dokter dan pasien.

  dibutuhkan oleh pasien. Ada beberapa yang tidak langsung datang saat dipanggil oleh pasien salah satu penyebabnya adalah perawat masih memberikan pelayanan kepada pasien yang lain. Hal ini bisa dimengerti oleh pasien dan keluarganya. Selain itu ada beberapa pasien tidak tahu prosedur pengobatan yang akan dijalani, hal ini bisa dijadikan masukan bagi perawat bahwa Inform Concent dan komunikasi terapeutik sangat dibutuhkan oleh pasien mengingat saat ini masyarakat kita semakin kritis dan pintar terhadap kesehatan.

  Distribusi mutu pelayanan keperawatan dari dimensi assurance hampir setengah responden menilai mutu pelayanan dalam kondisi baik yaitu sebanyak 20 responden (48,8%).

  dapat menjamin pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien berkualitas sehingga pasien menjadi yakin akan pelayanan keperawatan yang diterimanya. Untuk mencapai jaminan kepastian dalam pelayanan keperawatan ditentukan oleh komponen kompetensi yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan. Keramahan yang juga diartikan kesopanan perawat sebagai aspek dari sikap perawat. Keamanan yaitu jaminan pelayanan yang menyeluruh sampai tuntas sehingga tidak menimbulkan dampak yang negatif pada pasien dan menjamin pelayanan yang diberikan kepada pasien aman.

  Sikap perawat menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan dari proses pengobatan yang dijalani. Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling disoroti dan menjadi garda depan pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan waktu interaksi perawat dan pasien yang lebih lama dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang lain. Dengan komunikasi yang baik, sikap yang ramah dan sopan dapat mencapai tingkat kepuasan pasien yang secara otomatis dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan.

  Distribusi mutu pelayanan keperawatan dari dimensi emphaty hampir setengah reponden juga menilai mutu pelayanan keperawatan dalam kondisi baik yaitu sebanyak 20 responden (48,8%).

  individual sehingga dalam pelayanan keperawatan, dimensi empati dapat diaplikasikan melalui cara memberikan perhatian khusus kepada setiap pasien, perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya, perawatan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang status sosial (Nursalam, 2015).

  Memberikan pelayanan tanpa membedakan-bedakan status sosial sangat diharapakan oleh semua pasien dan keluarganya. Hal ini dapat membantu mengatasi masalah psikologis yang dialami oleh pasien. Pasien maupun keluarganya yang dirawat di IGD pasti akan khawatir dengan keadaannya. Dengan sikap empati perawat permasalahan tersebut dapat diminimalisir, karena perawat menunjukkan rasa peduli terhadap keadaan pasien.

Assurance (jaminan kepastian) perawat

  Distribusi mutu pelayanan keperawatan di

  IGD RSUD Sidoarjo menurut responden sebagian besar baik 23 responden (56,1%), Cukup 16 (39,0 %) dan kurang sebanyak 2 responden (2%).

  Mutu pelayanan keperawatan adalah hasil kinerja yang ditampilkan perawat. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja perawat dalam pelayanan keperawatan berupa faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin. Faktor eksternal meliputi lingkungan kerja, dan gaya kepemimpinan (Suryabrata, 2008). Jika pelayanan yang diterima pasien memenuhi harapan pasien, maka mutu pelayanan yang diberikan perawat baik. Sebaliknya jika pelayanan yang diterima pasien lebih rendah dari harapan pasien, maka mutu pelayanan yang diberikan perawat buruk. Mutu pelayanan buruk dapat menyebabkan pasien merasa tidak puas dengan apa yang diterimanya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryawati dkk(2006) yang menyatakan bahwa mutu pelayanan merupakan salah satu indikator dari kepuasan pasien. Mutu pelayanan sangat penting artinya bagi rumah sakit.

  Berdasarkan hasil penelitian Agonwardi (2013) menyatakan bahwa secara keseluruhan variabel dimensi reability, responsiveness,

  assurance, emphaty, dan tangible dapat

  menjelaskan korelasi yang positif terhadap tingkat kepuasan pasien. Hasil ini

Emphaty (empati) merupakan perhatian

  masyarakat pengguna jasa IGD RSUD Sidoarjo menyatakan bahwa mutu pelayanan yang diterimanya baik. Beberapa hal yang menunjukkan mutu pelayanan di IGD dimulai dari perawat memberikan pelayanan dengan segera saat pasien datang, perawat dengan terampil dan cekatan dalam memberikan pelayanan, perawat selalu siap dan bertanggung jawab terhadap keadaan pasien, komunikasi antara perawat, pasien dan keluarga terjalin dengan baik, perawat memberikan pelayanan tanpa membedakan status sosial pasien, dan perawat selalu tampak rapi dan bersih.

  melibatkan seluruh komponen IGD. Kegiatan tersebut tidak hanya bertujuan menyegarkan psikologis, tetapi juga mempererat hubungan antar-tim kerja. Pelatihan kegawatdaruratan yang rutin dan berkesinambungan juga dapat membantu meningkatkan rasa percaya diri perawat. Memberikan pelatihan yang berhubungan dengan pelayanan prima terhadap pelanggan. Hal ini terutama bertujuan untuk tetap memberikan pelayanan yang profesional meskipun harus menghadapi pasien dan keluarga yang menguras emosi perawat.

  53-58. doi:

  Nursing, 23(2),

  3. Duffy, Emer, Avalos, Gloria, & Dowling, Maura. (2015). Secondary traumatic stress among emergency nurses: a cross- sectional study. International Emergency

  International Journal of Nursing Studies, 52(1), 240-249. doi:

  Cañadas-De la Fuente, Guillermo A., Vargas, Cristina, San Luis, Concepción, García, Inmaculada, Cañadas, Gustavo R., & De la Fuente, Emilia I. (2015). Risk factors and prevalence of burnout syndrome in the nursing profession.

   2.

  

  218-224. doi:

  International Emergency Nursing, 23(3),

  Buchanan, Jullet, Dawkins, Pauline, & Lindo, Jascinth L. M. (2015). Satisfaction with nursing care in the emergency department of an urban hospital in the developing world: A pilot study.

  REFERENSI 1.

  team work perlu diadakan secara rutin yang

  Berdasarkan tabel 5, hasil uji korelasi menggunakan uji spearman antara compassion

  akhirnya akan mempengaruhi kinerja dan mutu kinerja. Ada korelasi positif dan pengaruh yang signifikan antara compassion satisfaction dengan mutu pelayanan keperawatan di IGD RSUD Sidoarjo. Melakukan kegiatan yang bersifat membangun

  professional quality of life yang baik yang pada

  Stresor dan stres kerja merupakan beberapa penghalang untuk mencapai

  4. KESIMPULAN

  mekanisme koping individu yang positif, sedangkan compassion fatigue adalah hasil stres yang dialami di dunia kerja .

  satisfaction, dan compassion fatigue. Compassion satisfaction merupakan hasil

  Pengukuran dengan menggunakan ProQOL tidak hanya mengukur hasil mekanisme koping individu yang negatif, tetapi juga hasil mekanisme koping positif. Ada dua komponen besar yang diukur dengan menggunakan ProQOL yaitu compassion

  IGD. Pengalaman traumatis tersebut dapat menyebabkan secondary traumatic stress. Sebuah penelitian di Yunani menunjukkan bahwa perawat IGD beresiko dua kali lipat mengalami secondary traumatic stress jika dibandingkan dengan perawat ruangan lain (Duffy et al., 2015). Pada penelitian ini, peneliti tidak memiliki data tentang pengalaman traumatis yang dialami oleh perawat IGD. Meskipun demikian, hal ini perlu diwaspadai mengingat perawat IGD berpotensi mengalami secondary traumatic stress. Untuk mengatasi stres yang dirasakan, perawat perlu meningkatkan mekanisme koping yang positif. Mekanisme koping yang positif ini akan membantu menurunkan tingkat stres perawat dan compassion fatigue yang dirasakan.

  keperawatan di IGD RSUD Sidoarjo. Stres dapat disebabkan oleh suatu peristiwa yang menyebabkan trauma psikologis pada perawat

  compassion fatigue dengan mutu pelayanan

  didapatkan p value 0,028 (p>0,05) dan koefisien korelasi (r) = 0,861. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif dan pengaruh yang signifikan antara

  fatigue dengan mutu pelayanan keperawatan

  

  4. Hooper, Crystal, Craig, Janet, Janvrin, David R., Wetsel, Margaret A., & Reimels, Elaine. (2010). Compassion Satisfaction, Burnout, and Compassion Fatigue Among Emergency Nurses Compared With Nurses in Other Selected Inpatient Specialties. Journal of

  Emergency Nursing, 36(5), 420-427. doi:

   5.

  Hoskins, Rebecca. (2011). Evaluating new roles within emergency care: A literature review.

  International Emergency Nursing, 19(3), 125-140. doi:

   6.

  Leiter, Michael P., Day, Arla, & Price, Lisa. (2015). Attachment styles at work: Measurement, collegial relationships, and burnout. Burnout Research, 2(1), 25-35. doi:

   7.

  Maslach, Christina. (2015). Burnout, Psychology of. In J. D. Wright (Ed.),

  International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences (Second Edition)

  (pp. 929-932). Oxford: Elsevier.

  Manajemen keperawatan: aplikasi dalam praktik

  8. Nursalam. (2014).

Jakarta: keperawatan profesional

  Salemba Medika.

  9. Stamm, B Hudnall. (2010). The ProQOL manual. Retrieved July, 16, 2007.

  10. Utomo, Danang Prasetyo. (2009).

  Hubungan Stres Kerja dengan Adaptasi pada Perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD Pandan Arang Boyolali.

  11. Wolf, Lisa A., Delao, Altair M., & Perhats, Cydne. (2014). Nothing Changes, Nobody Cares: Understanding the Experience of Emergency Nurses Physically or Verbally Assaulted While Providing Care. Journal of Emergency Nursing, 40(4), 305-310. doi:

  

  

Dokumen yang terkait

PENYAPIHAN DINI DENGAN STATUS GIZI ANAK BAWAH DUA TAHUN [BADUTA] DI POSYANDU GRAHA

0 0 7

PERAN VARIABEL CONFOUNDING DALAM MEMPENGARUHI ASOSIASI ANTARA KONSUMSI PANGAN HEWANI, BUAH DAN SAYUR IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA (ANALISIS MANTEL HAENSZEL DENGAN CONFOUNDING : JUMLAH BALITA SERUMAH DAN PENDIDIKAN IBU DI DESA TAWANG KECAMATAN WATES KABUP

0 0 5

HUBUNGAN PERSEPSI SUAMI DENGAN MOTIVASI IBU DALAM PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA (Studi di RW 01 Dusun Dempok Desa Grogol Kecamatan Diwek Jombang)

0 0 7

PEMAKAIAN KONTRASEPSI HORMONAL DENGAN KEJADIAN FLOUR ALBUS FISIOLOGI di BPS WIJI UTAMI SIDOARJO

0 0 5

HUBUNGAN PERILAKU IBU HAMIL TRIMESTER III DALAM MENGKONSUMSI TABLET FE DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS NGORO MOJOKERTO

0 0 6

email: arieffardiansyah123gmail.com Abstract - ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN JAMBAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DESA LALADAN KABUPATEN LAMONGAN

0 0 5

elatio3gmail.com,2 wadirakademikakbidarrahmagmail.com Abstract - HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN RUPTURA PERINEUM PADA IBU BERSALIN DI RSUD SIDOARJO PERIODE JANUARI SAMPAI JULI TAHUN 2017

0 0 7

DUKUNGAN KADER POSYANDU TERHADAP PARTISIPASI AYAH PEDULI BALITA DALAM UPAYA PELAYANAN KESEHATAN POSYANDU CADERS SUPPORT FOR PARTICIPATION FATHER CARES CHILDREN UNDER FIVE IN HEALTH CARE SERVICE

0 2 7

HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT KUSTA KEDIRI TAHUN 2017

0 10 7

PERBEDAAN EFEKTIFITAS PENGGUNAAN KASSA KERING STERIL DIBANDINGKAN DENGAN KASSA ALKOHOL TERHADAP LAMA LEPAS TALI PUSAT DI DESA CERME KIDUL-GRESIK

0 0 5