BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Efektifitas Terapi Bermain Untuk Meningkatkan Keterampilan Motorik Halus Pada Siswa Tunaganda

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas suatu

  bangsa. Setiap warga negara Indonesia, tanpa membedakan asal-usul, status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan tertentu berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 a yat 2 yang menyatakan bahwa: “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.

  Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik yang berupa kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan-keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Salah satu wujud dari pendidikan adalah kegiatan pembelajaran di sekolah. Pembelajaran adalah proses mengajar yang dilakukan guru dan proses belajar yang dilakukan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seperti halnya pembelajaran untuk siswa pada umumnya, pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus juga harus dirancang khusus sesuai kondisi dan kebutuhan, terlebih lagi untuk anak-anak yang memiliki dua atau bahkan beberapa jenis kelainan sekaligus yang biasa disebut dengan tunaganda.

  Tunaganda adalah individu yang mengalami perpaduan dari beberapa ketunaan dalam segi jasmani, keinderaan, mental, sosial dan emosi yang berdampak bagi kemampuannya. Kombinasi kelainan pada tunaganda sangat bervariasi jenisnya, salah satunya tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme. Tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme ialah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan sekaligus menunjukkan perilaku-perilaku autisme. Anak-anak dengan hambatan tunanetra dan autisme memiliki dampak

  

commit to user yang lebih kompleks dibandingkan anak-anak yang hanya memiliki kelainan tunanetra atau autisme saja.

  Dalam aspek motorik, anak tunaganda dengan perpaduan kelainan tunanetra dan autisme mengalami keterlambatan dari usianya. Keterlambatan tersebut, salah satunya akibat keterbatasan atau bahkan ketidakmampuan dalam indra penglihatannya. Anak normal belajar menggerakkan tangan dan kakinya dengan meniru apa yang dilihatnya, sedangkan anak dengan gangguan penglihatan tidak mampu melakukan hal tersebut. Di samping itu, kurangnya stimulus/rangsangan motorik dari lingkungan menjadikan anak tunaganda menjadi pasif dan otot-otot motoriknya menjadi kaku. Kekakuan otot ini apabila tidak dilatih kembali akan menyebabkan kekakuan yang permanen. Keterbatasan dalam melihat dan gangguan neurologi juga menyebabkan anak mengalami ketakutan dan kecemasan yang berlebihan untuk mencoba melakukan sesuatu dan menyentuh benda-benda yang belum pernah diketahui menggunakan keterampilan motorik tangannya, sehingga anak memilih tidak melakukan apapun. Oleh sebab melatih keterampilanan motorik dan memberikan dorongan sejak usia dini pada anak tunaganda penting dilakukan agar bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung untuk aktivitas-aktivitas dalam kehidupannya.

  Keterlambatan dalam aspek motorik halus anak tunaganda lebih menonjol dibandingkan motorik kasarnya. Hal ini ditunjukkan dengan kebiasaan anak tunaganda yang lebih menyukai melakukan gerakan kasar seperti berjalan maupun melompat-lompat dibandingkan memainkan benda-benda kecil. Kebiasaan melakukan gerakan motorik kasar tersebut karena gerakan kasar dirasa lebih mudah dilakukan jika dibandingkan melakukan gerakan motorik halus. Sebagian besar gerakan motorik halus melibatkan penggunaan otot-otot kecil dan koordinasi mata, sedangkan anak-anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme memiliki hambatan dalam penglihatannya, sehingga perlu cara dan dorongan yang khusus untuk melatih keterampilan motorik halus anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme.

  Pelatihan motorik pada usia sedini mungkin, sangat perlu dilakukan karena

  

commit to user perilaku anak sepanjang hidupnya. Pengembangan motorik halus pada anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme usia dini merupakan bagian dari kebutuhan yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam melatih otot kecil anak. Pengembangan motorik halus pada anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme di kelas persiapan/TK meliputi upaya pemberian stimulasi dan bimbingan yang dapat mengembangkan keterampilan motorik halus yang disesuaikan dengan fase perkembangan anak tersebut.

  Guru sebagai pengajar atau pendidik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu pembelajaran. Guru dituntut untuk melakukan berbagi inovasi dalam pembelajaran sehingga guru dapat memilih metode/cara yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, usia dan karakteristik siswa. Pemilihan metode dalam pembelajaran yang mampu menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif. Pembelajaran yang efektif dan menyenangkan memberikan kesempatan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Inovasi dalam pembelajaran tidak selalu harus menggunakan teknologi canggih dan memerlukan biaya yang mahal, tetapi dapat menggunakan cara-cara yang sederhana dan banyak dikenal di masyarakat yaitu dengan bermain.

  Kegiatan bermain telah ada sejak jaman dahulu kala. Orang-orang jauh sebelum kita dilahirkan sudah mengenal bermain. Generasi muda saat inipun juga mengenal bermain, hanya yang membedakan adalah jenis permainannya. Pada jaman dahulu anak-anak lebih banyak bermain aktif di luar ruangan, sedangkan saat ini, karena pengaruh teknologi anak-anak lebih menyukai bermain pasif, seperti menonton televisi dan bermain game online. Bermain bukanlah kegiatan yang membuang-buang waktu saja, karena para ilmuwan sepakat bahwa bermain merupakan pengalaman belajar yang berharga karena bermain termasuk dalam fase perkembangan anak-anak.

  Bermain adalah suatu kegiatan yang sangat menyenangkan dan disukai oleh anak-anak, karena dalam bermain tidak ada unsur paksaan dan hanya mementingkan kesenangan semata. Perkembangan fisik, motorik, emosi, sosial

  

commit to user perkembangan anak menurut Hurlock (2005) memiliki pengaruh untuk: mengembangkan fisik anak karena dapat melatih dan mengembangkan kekuatan otot, mendorong anak untuk melakukan komunikasi, menyalurkan energi emosional yang terpendam, menyalurkan kebutuhan dan keinginan, mengembangkan wawasan diri, belajar bermasyarakat, standar moral, belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin dan mengembangkan ciri kepribadian yang diinginkan.

  Bermain memungkinkan anak untuk melatih keterampilan motorik mereka yang sedang berkembang. Dengan bermain memungkinkan anak untuk menggunakan motorik kasar untuk berlari, melompat, berjalan, dan lainnya. Bermain juga memungkinkan anak melatih motorik halus seperti menggunakan keterampilan jari-jemari mereka dan menggunakan alat-alat sehari-hari. Bermain secara rutin dengan menggunakan kekuatan tangan dan jari-jemari anak tunaganda diharapkan dapat meningkatkan keterampilan motorik halus. Keterampilan motorik halus sangat penting untuk melakukan aktivitas-aktivitas menolong diri anak tunaganda seperti makan, minum, menyisir rambut, dan lain sebagainya.

  Bermain juga dapat mengenalkan anak dengan berbagai alat-alat permainan baik alat-alat permainan modern maupun benda-benda sederhana yang sering dijumpai. Dengan dikenalkannya berbagai benda-benda dan diberikan dorongan bermain kepada anak menjadikan anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme lebih berani untuk menyentuh dan memegang benda-benda yang belum diketahui sebelumnya.

  Demikian besarnya manfaat bermain bagi perkembangan anak seperti yang telah dikemukakan di atas, maka dari itu Peneliti tertarik untuk meneliti terapi bermain bagi motorik halus anak tunaganda dalam skripsi yang berjudul :

  

Efektifitas Terapi Bermain Untuk Meningkatkan Keterampilan Motorik

Halus Pada Siswa Tunaganda ”.

commit to user

B. Identifikasi Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi , yaitu sebagai berikut :

  1. Kesulitan memperoleh stimulasi melalui indra penglihatan, mengakibatkan anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme mengalami keterlambatan dalam motorik halus.

  2. Anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme, memiliki ketakutan dan kecemasan yang berlebihan untuk menyentuh benda- benda yang belum pernah diketahui, sehingga penggunaan alat-alat latihan modern yang asing bagi anak, membuat anak justru takut melakukan latihan gerakan motorik halus.

  3. Kebiasaan dari lingkungan sekitar yang kurang memberi kesempatan anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme melakukan gerakan motorik halus semakin memperparah keterlambatan pada aspek ini.

  4. Latihan melakukan gerakan motorik halus yang dipaksakan pada anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme, mengakibatkan anak justru menolak melakukan latihan.

  5. Kemampuan motorik halus yang telah dimiliki anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme jika tidak dilatih, menyebabkan kemampuan tersebut tidak berkembang bahkan dapat mengalami kemunduran.

C. Pembatasan Masalah

  Mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka peneliti memberikan batasan-batasan sebagai berikut :

  1. Subjek penelitian adalah anak yang mengalami ketunaan ganda berupa tunanetra dan autisme, di kelas persiapan/TK, semester genap, di SLB A YAAT Klaten, tahun ajaran 2013/2014.

2. Objek penelitian ini adalah keterampilan motorik halus yang meliputi

  

commit to user

  3. Kebenaran hasil penelitian ini berlaku di wilayah penelitian ini dilaksanakan yaitu di SLB

  • A YAAT Klaten khususnya pada anak

  yang mengalami ketunaan ganda berupa tunanetra dan autisme, kelas persiapan/TK di SLB

  • A YAAT Klaten, kalaupun hasil penelitian ini

  dapat digunakan untuk menggeneralisasi pada siswa yang lain atau di tempat lain tentunya harus memiliki karakteristik yang sama.

D. Perumusan Masalah

  Dengan memperhatikan latar belakang masalah tersebut, maka penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut :

  1. Apakah terapi bermain efektif untuk meningkatkan keterampilan motorik halus pada siswa tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme kelas persiapan/TK di SLB

  • A YAAT Klaten? 2.

  Bagaimana efektifitas terapi bermain untuk meningkatkan keterampilan motorik halus pada siswa tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme kelas persiapan/TK di SLB

  • A YAAT Klaten? E.

   Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

  1. Efektifitas terapi bermain untuk meningkatkan keterampilan motorik halus pada siswa tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme kelas persiapan/TK di SLB A YAAT Klaten.

  2. Bagaimana efektifitas terapi bermain untuk meningkatkan keterampilan motorik halus pada siswa tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme kelas persiapan/TK di SLB A YAAT Klaten.

  

commit to user

F. Manfaat Penelitian 1.

  Manfaat Teoritis Secara teoritik, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi kajian mengenai terapi bermain untuk meningkatkan keterampilan motorik halus pada siswa tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme.

2. Manfaat Praktis a.

  Bagi Siswa Memberikan latihan keterampilan motorik halus yang menyenangkan dan bermanfaat untuk melakukan aktivitas-aktivitas pada kehidupan sehari- hari.

  b.

  Bagi Guru Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk menciptakan/melakukan inovasi baru dalam pembelajaran yang sesuai untuk anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme.

  c.

  Bagi Orang tua siswa Memberikan pengetahuan mengenai terapi bermain bagi peningkatan gerak motorik halus anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme, sehingga orang tua dapat melatih anak di rumah.

  d.

  Bagi Penulis Meningkatkan pengetahuan penulis tentang terapi bermain untuk anak tunaganda dengan kelainan tunanetra dan autisme.

  

commit to user