pengembangan pemikiran filosofis pendidi docx

1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Filsafat merupakan satu istilah yang berasal dari bahasa Yunani kuno yang
kemudian dalam bahasa Arab disebut falsafat, di sini kemungkinan terjadi
pengadopsian bahasa yang sedikit berbeda dalam cara membacanya. Filsafat
merupakan istilah yang digunakan oleh orang Indonesia. Jika kita perhatikan satu
kata ini tidak jauh berbeda dalam penyebutannya dalam berbagai bahasa,
sebagaimana yang telah diketahui. Kemudian yang perlu kita ketahui disini adalah
apa sebenarnya arti filsafat tersebut.
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia yang terbentuk
dari dua unsur kata, yaitu philo yang berarti cinta dan sophia yang berarti
kearifan, hikmah, kebijaksaan, keputusan atau pengetahuan yang benar, secara
dasar arti filsafat adalah cinta kebijaksanaan. Dari pengertian di atas menghendaki
bahwa filsafat merupakan suatu kegiatan yang menuntut untuk melakukan sesuatu
dengan kualitas terbaik. Ini merupakan kerja pikiran, sehingga sering sekali
berfilsafat diartikan sebagai berpikir mendalam atau radikal untuk menemukan
realitas kebenaran sejati dari sesuatu. Sulit ditemukan arti filsafat secara hakiki,

namum setidaknya berfilsafat itu merupakan berfikir sistematis dan penuh kehatihatian untuk membuktikan kebenaran atau hakikat suatu yang dipikirkan.
Kebenaran yang dihasilkan filsafat berbeda dengan yang dihasilkan ilmu
pengetahuan. Ini dikarenakan kajian filsafat lebih bersifat unviersal sedangkan
ilmu pengetahuan bersifat parsial dan terpisah-pisah sesuai dengan kajiannya
masing-masing dalam disiplin ilmu tertentu dengan ketentuan sistematis, logis,
dan empiris.
Meskipun filsafat pendidikan telah menjadi kajian tersendiri, hal ini tidak
menyebabkan filsafat pendidikan terlepas sama sekali dengan filsafat itu sendiri.
Yang menjadi kajian dalam filsafat pendidikan adalah persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan seluk beluk pendidikan secara khusus, maka upaya filosofis

2

diarahkan pada suatu kajian yang dalam hal ini adalah problem kependidikan
sebagai sebuah realitas. Hubungan filsafat pendidikan dan pendidikan merupakan
dua hal yang tidak terpisahkan, karena filsafat pendidikan bertugas merumuskan
prinsip-prinsip yang nantinya akan menjadi teori dari pendidikan itu sendiri untuk
memecahkan berbagai permasalahan pendidikan yang ada.
Filsafat pendidikan dengan menggunakan cara kerja filsafat pada
umumnya dalam mencari hakikat sesuatu lebih menekankan pada perenungan

dan refleksi-refleksi atas realitas yang terdapat dalam dunia kependidikan antara
lain tentang hakikat manusia, pendidikan itu sendiri, tujuan kependidikan,
pendidik dan anak didik, hakikat pengetahuan, kurikulum, metode, dan lain
sebagainya.
Dalam penulisan kali ini kami akan mencoba membahas tentang
pemikiran-pemikiran para filosof mengenai pendidikan khususnya pendidikan
Islam beserta alirannya dan implikasinya pada pendidikan.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Filsafat Pendidikan Islam ?
2. Bagaimana

pengembangan

pemikiran

dalam

filosofis

pendidikan Islam?

3. Bagaimana Implikasi pemikiran tersebut dalam pendidikan Islam ?
I.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mendeskripsikan pengertian Filsafat pendidikan Islam
2. Untuk mendeskripsikan pemikiran yang terdapat dalam

Filsafat

pendidikan islam
3. Untuk mendeskripsikan implikasi pemikiran tersebut dalam pendidikan
Islam

3

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna
menuju kehidupan yang lebih berarti.
Filsafat pendidikan Islam sebagaimana pendapat al-Syaibani yang dikutip

oleh Ahmad Syar’i menjelaskan bahwa filsafat pendidikan Islam adalah prinsipprinsip dan berbagai kepercayaan yang berasal dari ajaran Islam atau minimal
sesuai dengan jiwa Islam yang mendukung dan memiliki kepentingan pelaksanaan
dan bimbingan dalam bidang pendidikan.
Dalam filsafat Islam juga akan mengkaji tiga pijakan yaitu ontologi,
epistemologi, dan aksiologi.
1.

Ontologi

Filsafat pendidikan Islam bertitik tolak pada manusia dan alam (the
creature of God). Sebagai pencipta, Tuhan telah mengatur alam ciptaan-Nya.
Pendidikan berpijak dari human sebagai dasar perkembangan dalam pendidikan.
Seluruh aktivitas hidup dan kehidupan manusia adalah transformasi pendidikan.
Yang menjadi dasar kajian filsafat pendidikan Islam di sini adalah
sebagaimana yang tercantum dalam wahyu mengenai pencipta, ciptaan-Nya,
hubungan antara ciptaan dan pencipta, hubungan antara sesama ciptaan-Nya dan
utusan yang menyampaikan risalah (rasul).
2.

Epistemologi


Landasan ini merupakan dasar ajaran Islam yaitu al-Quran dan al-Hadits.
Dari kedua sumber itulah muncul pemikiran-pemikiran terkait masalah-masalah
keislaman dalam berbagai aspeknya termasuk filsafat pendidikan. Apa yang
tercantum dalam al-Quran dan al-Hadits merupakan dasar dari filsafat pendidikan
Islam.Hal ini pada dasarnya selaras dengan hasil pemikiran para filosof Barat,
karena akal sehat tidak akan bertentangan dengan wahyu. Jika terjadi
ketidakcocokan berarti itu bukan karena kesalahan wahyu itu, namun itu adalah

4

hasil pikiran yang belum mampu menjangkau apa yang dimaksudkan oleh
landasan tersebut.
3.

Aksiologi
Yang tidak kalah pentingnya adalah kandungan nilainya dalam bidang

pendidikan. Ada tiga hal yang menjadi nilai dari filsafat pendidikan Islam yaitu:
a. Keyakinan bahwa akhlak termasuk makna yang terpenting dalam hidup,

akhlak di sini tidak hanya sebatas hubungan antara manusia, namun lebih luas
lagi sampai kepada hubungan manusia dengan segala yang ada, bahkan antara
hamba dan Tuhan.
b. Meyakini bahwa akhlak adalah sikap atau kebiasaan yang terdapat dalam jiwa
manusia yang merupakan sumber perbuatan-perbuatan yang lahir secara
mudah.
c. Keyakinan bahwa akhlak islami yang berdasar syari’at yang ditunjukkan oleh
berbagai teks keagamaan serta diaktualkan oleh para ulama merupakan akhlak
yang mulia.
Bertolak dari tiga kajian di atas, yaitu ontologi, epistemolog, dan aksiologi dari
pendidikan Islam, setidaknya kita telah memiliki pandangan dan arah yang akan
dilakukan oleh filsafat pendidikan Islam tersebut.
III.2 Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam
Pemikiran filosofis pendidikan Islam dapat kita lihat dari pola pemikiran
Islam yang berkembang di dunia saat ini, terutama dalam menjawab berbagai
tantangan dan perubahan yang selalu terjadi dan akan terjadi pada era modernitas.
Ada empat model pemikiran keislamaman menurut Abdullah (1996) yang dikutip
oleh Muhaimin, yaitu 1. Model Tekstualis Salafi; 2. Model Tradisionalis
Madzhabi; 3. Model Modernis; dan 4. Model Neo-Modernis.
1.


Tekstualis Salafi
Aliran ini berusaha untuk memahami ajaran dan nilai-nilai mendasar yang

terkandung dalam al-Quran dan al-Sunnah dan melepaskan diri dari atau kurang
memperhatikan konteks dinamika pergumulan masyarakat muslim yang

5

mengitarinya baik pada era klasik ataupun modern. Masyarakat yang diidamidamkan adalah masyarakat salaf di era nabi Muhammad saw. dan para
sahabatnya. Landasan pemikiran aliran ini hanya ada dua yaitu al-Quran dan alSunnah dan tanpa menggunakan pendekatan keilmuan yang lain. Dalam
menjawab berbagai tantangan zaman, aliran ini hanya menggunakan al-Quran dan
al-Sunnah. Ini menunjukkan bahwa aliran ini lebih bersikap regresif dan
konservatif.
Jika kita lihat kepada pemikiran filsafat pendidikan, ada dua tipe yang
lebih dekat dengan aliran tekstualis salafi, yaitu aliran pendidikan yang termasuk
dalam kategori tradisional (perennialism dan essentialism). Perennialism
menghendaki kembalinya kepada jiwa yang menguasai abad pertengahan,
sedangkan tekstualis salafi menghendaki agar kembali ke masyarakat salaf (era
Nabi dan sahabat). Namun intinya, kedua aliran ini sama-sama regresif. Adapaun

essentialism menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang
tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam kebudayaan, dan nilai-nilai ini sampai
kepada manusia tentunya telah teruji oleh waktu. Tektualis Salafi menjunjung
tinggi nilai-nilai salaf dan perlu dilestarikan keberadaannya, karena masyarakat
salaf dipandang sebagai masyarakat yang ideal.
Dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan Islam, aliran ini menyajikan
kajian tentang pendidikan secara manquli, yakni memahami atau menafsirkan nasnas tentang pendidikan dengan nas yang lain, atau dengan mengambil pendapat
sahabat. Aliran ini berusaha membangun konsep pendidikan Islam melalui kajian
tekstual-lughawi atau berdasarkan kaidah-kaidah bahasa Arab dalam memahami
al-Quran, hadits Nabi, dan perkataan sahabat, serta memperhatikan praktik
pendidikan pada era salaf, untuk selanjutnya berusaha mempertahankan dan
melestarikan nilai-nilai tersebut hingga saat ini. Dalam bangunan pemikiran
filsafat pendidikan Islam, model ini dapat dikategorikan sebagai tipologi perenialtekstualis salafi dan sekaligus esensial-tekstualis salafi. Untuk menyederhanakan
model ini, maka dapat kita sebut dengan istilah perenial-esensial salafi.
Aliran ini dapat kita lihat sebagaimana yang kita ketahui dari sejarah
bahwa ada golongan-golongan yang hanya menggunakan al-Quran secara tekstual

6

semata tanpa melihat konteks. Padahal dalam pendidikan harus dilihat terlebih

dahulu apa yang dibutuhkan anak didik dan masyarakat secara umum.
2.

Tradisionalis Madzhabi
Aliran ini berupaya memahami ajaran dan nilai mendasar yang terkandung

dalam al-Quran dan al-Sunnah melalui bantuan khazanah pemikiran Islam klasik,
namun tidak begitu memperhatikan keadaan sosio-historis masyarakat setempat di
mana ia hidup di dalamnya. Hasil pemikiran para ulama terdahulu dipandang
sudah pasti tanpa melihat sisi historisnya. Masyarakat ideal bagi aliran ini adalah
masyarakat muslim era klasik, di mana menganggap bahwa semua persoalan
agama telah dikupas tuntas oleh para ulama terdahulu. Mereka bertumpu kepada
ijtihad

dalam

menyelesaikan

persoalan-persoalan


tentang

ketuhanan,

kemanusiaan, dan kemasyarakatan. Kitab kuning menjadi rujukan pokok aliran
ini.
Aliran ini menonjolkan akan wataknya yang tradisional dan madzhabi.
Tradisional ditunjukkan dalam bentuk sikap, cara berpikir, dan bertindak yang
selalu berpegang teguh pada nilai, norma, dan adat kebiasaan yang telah turun
temurun dan tidak mudah terpengaruh oleh situasi sosio historis dengan
berubahnya masyarakat dan zaman. Watak madzhabi dari aliran ini diwujudkan
dalam kecenderungannya mengikuti aliran, pemahaman, atau doktrin yang
dianggap sudah relatif mapan pada masa sebelumnya.
Dengan

ketradisionalan

dan

kemadzhabannya,


aliran

ini

dalam

pengembangan pemikiran filsafat pendidikan Islam lebih menekankan pada
pemberian penjelasan dari materi-materi pemikiran para pendahulunya tanpa
adanya perubahan substansi pemikiran pendahulunya. Pendidikan Islam dengan
model ini berupaya mempertahankan dan mewariskan nilai, tradisi, dan budaya
serta praktik sistem pendidikan terdahulu dari satu generasi ke generasi berikutnya
tanpa mempertimbangkan konteks perkembangan zaman yang dihadapinya.
Melihat wataknya yang sedemikian itu, aliran ini juga lebih dekat dengan
perennialism dan essensialism, karena wataknya yang masih regresif dan
konservatif. Aliran ini disebut tipologi perenial-esensial madzhabi.

7

Aliran ini membangun konsep pendidikan Islam melalui kajian terhadap
khazanah pemikiran Islam terdahulu, baik dalam hal tujuan pendidikan,
kurikulum, hubungan guru murid, metode pendidikan, sampai kepada lingkungan
pendidikan yang dirumuskan.
Berbeda dengan aliran yang pertama, aliran ini lebih menghargai hasil
yang telah diciptakan oleh pendahulunya. Karena aliran ini masih menganggap
dan menggunakan sistem pendidikan yang digunakan oleh masa sebelumnya dan
hal itu dirasa baik. Namun di sini masih ada sikap tertutup dari aliran ini yang
tidak menerima hal-hal yang baru, dan menurut hemat penulis, sikap ini yang
kurang bijak karena apapun di dunia ini selalu berubah.
3.

Modernis
Aliran modernis berupaya memahami ajaran dan nilai dasar yang

terkandung dalam al-Quran dan al-Sunnah dengan melihat kepada kondisi dan
tantangan sosio-historis dan kultural yang dihadapi masyarakat muslim
kontemporer, tanpa mempertimbangkan muatan-muatan khazanah intelektual
muslim era klasik. Aliran ini lebih cenderung untuk selalu maju memasuki
teknologi modern. Aliran ini ingin memahami al-Quran secara langsung dan
melompat ke dunia modern.
Aliran ini lebih cenderung seperti aliran progressivism dalam aliran filsafat
pendidikan, hal ini tercermin dari wataknya yang ingin bebas dari bayang-bayang
masa lalu dan modifikatif. Dengan wataknya yang demikian, aliran ini tidak
berkepentingan untuk merujuk kepada pemikiran-pemikiran terdahulu karena
yang dahulu hanya cocok untuk masa lalu.
Dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan Islam, sikap bebas dan
modifikatif ini tidak berarti kebebasan mutlak tanpa adanya keterikatan.
Pendidikan Islam yang modernis memiliki sikap keterbukaan dan dinamis menuju
ke arah yang lebih maju. Untuk mencapai kemajuan tersebut diperlukan
keterbukaan untuk membaca teori orang lain, melalui transformasi, akomodasi,
dan bahkan adopsi pemikiran dan temuan ilmu pengetahuan serta teknologi dalam
rangka memajukan sistem pendidikan Islam.

8

Praktik seperti ini banyak kita temukan pada era ini terutama di lembaga
pendidikan Islam modern. Dalam pendidikannya telah banyak menggunakan
peralatan-peralatan modern dan juga menggunakan metode-metode yang berasal
dari luar, namun hal ini tidak membuatnya kehilangan tujuan utama dari
pendidikan Islam tersebut.
4.

Neo-Modernis
Aliran pemikiran ini berupaya untuk memahami ajaran dan nilai dasar

yang bersumber dari al-Quran dan al-Sunnah dengan mengikutsertakan dan
mempertimbangkan khazanah intelektual muslim klasik serta mencermati
kesulitan dan kemudahan yang ditawarkan dunia modern. Jadi aliran ini selalu
mempertimbangkan al-Quran, al-Sunnah, khazanah klasik, dan pendekatanpendekatan keilmuan era modern. Maka dari situlah terkenal ungkapan
“memelihara hal-hal yang baik yang telah ada sambil mengembangkan nilai-nilai
baru yang lebih baik.”
Berdasarkan prinsip-prinsip yang dipakai dan melihat akhir dari jargon di
atas menunjukkan adanya sikap dinamis dan progresif serta rekonstruktif
walaupun tidak bersifat radikal. Karean itulah, di dalam konteks pemikiran filsafat
pendidikan Islam aliran ini dapat dikategorkan sebagai tipologi perenial-esentialis
kontekstual-falsifikatif.
Aliran

ini

dipandang

sebagai

aliran

pembaruan

yang

mencoba

mengintegrasikan secara menyeluruh antara dasar-dasar Islam, khazanah
keislaman klasik, dan hal-hal yang baru dan baik. Ini merupakan upaya yang luar
biasa dalam pengembangan pendidikan agama Islam yang selalu berkembang
mengikuti perkembangan zaman.

III.3 Implikasi Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Pengembangan
Pendidikan Agama Islam.

9

Aliran-aliran dalam pemikiran filsafat pendidikan Islam di atas tentu
memiliki implikasi terhadap pengembangan pendidikan agama Islam. Di bawah
ini akan dijelaskan seditit mengenai implikasi tersebut mulai dari tipologi
perenial-esensialis salafi, tipologi perenial-esensialis madzhabi, tipologi modernis,
tipologi perenial-esensialis kontekstual-falsifikatif, dan tipologi rekonstruksi
sosial berlandaskan tauhid.
1.

Perenial-Esensialis Salafi

Tipologi ini menonjolkan wawasan kependidikan era salaf (era kenabian
dan sahabat). Pendidikan diorientasikan kepada penemuan dan internalisasi
kebenaran masa lalu yang dilakukan oleh anak didik, menjelaskan dan
menyebarkan warisan salaf melalui inti pengetahuan yang terakumulasi dan telah
berlaku sepanjang masa dan penting untuk diketahui semua orang.
Pengembangan pendidikan agama Islam ditekankan pada doktrin agama,
kitab-kitab besar, kembali kepada hal-hal yang mendasar, serta mata pelajaran
kognitif yang ada pada era salaf. Dalam kurikulum pendidikan agama Islam
bidang akidah dan ibadah khusus (shalat, puasa, zakat, haji, nikah, dan lain-lain),
atau

membaca

al-Quran

yang

dimaksudkan

untuk

melestarikan

dan

mempertahankan, serta menyebarkan akidah dan amaliah ubudiyah yang benar
sesuai dengan yang dilakukan para salaf.
Metode pembelajran yang dilakukan melalui ceramah dan dialog, diskusi,
dan pemberian tugas-tugas. Manajemen kelas diarahkan pada pembentukan
karakter, keteraturan, keseragaman, bersifat kaku dan terstruktur. Evaluasi
menggunakan ujian-ujian objektif terstandarisasi, dan tes kompetensi barbasis
amaliah. Guru memliki otoritas tinggi yang paham akan kebijakan dan kebenaran
masa lalu dan tentunya ahli dalam bidangnya.
2.

Perenial-Esensialis Madzhabi

Tipologi ini menonjolkan wawasan kependidikan Islam yang tradisional
dan memiliki kecenderuangan untuk mengikuti aliran, pemahaman atau doktrin
serta pemahaman pemikiran-pemikiran masa lampau yang dianggap sudah mapan.
Pendidikan Islam berfungsi melestarikan dan mengembangkannya melalui upaya
pemberian penjelasan dan catatan-catatan dan kurang ada keberanian untuk

10

mengganti substansi materi pemikiran pendahulunya. Di sini pendidikan Islam
lebih dijadikan sebagai upaya untuk mempertahankan dan mewariskan nilai,
tradisi, dan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pendidikan berorientasi pada upaya murid untuk menemukan dan
menginternalisasi kebenaran-kebenaran sebagai hasil interpretasi ulama pada
masa klasik. Menjelaskan dan menyebarkan warisan ajaran, nilai-nilai, dan
pemikiran para pendahulu yang dianggap mapan secara turun temurun.
Pengembangan kurikulum ditekankan pada doktrin-doktrin dan nilai agama yang
tertuang dalam karya ulama tedahulu mengenai hal-hal yang esensial serta mata
pelajaran kognitif yang ada pada masa klasik. Sama seperti aliran sebelumnya
namun aliran ini hanya memberikan penjelasan atas pemikiran pendahulunya dan
dianggap menyeleweng jika tidak sesuai dengan pendapat pendahulunya. Metode
yang digunakan adalah ceramah, dialog, perdebatan dengan tolok ukur pandangan
imam madzhab, dan pemberian tugas. Manajemen dan lain sebagainya sama
dengan aliran sebelumnya.
3.

Modernis

Tipologi pendidikan Islam aliran ini bersifat bebas, modifikatif, progresif,
dan dinamis dalam menghadapi dan merespon tuntutan dan kebutuhan dari
lingkungannya, sehingga pendidikan Islam berfungsi sebagai upaya melakukan
rekonstruksi pengalaman yang terus menerus. Pendidikan agama Islam
diorientasikan pada upaya memberikan keterampilan dan alat-alat kepada anak
didik yang bisa digunakan untuk berinteraksi dengan lingkungannya yang selalu
berubah demi menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi yang
dilandasi dengan nilai-nilai universal.
Pengembangan pendidikan agama Islam ditekankan pada penggalian
problematika yang dihadapi oleh peserta didik, untuk selanjutnya dilatih dan
diajarkan untuk memecahkan masalah tersebut perspektif ajaran dan nilai-nilai
agama Islam. Metode yang digunakan adalah cooverative learning, metode
proyek, dan metode ilmiah. Manajemen kelas lebih diarahkan pada pemberian
kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dan aktif dalam

11

pembelajaran. Evaluasi lebih banyak menggunakan evaluasi formatif. Peranan
guru di sini sebagai fasilitator dan pengatur pembelajaran.
4.

Perenial-Esensialis Kontekstual-Falsifikatif

Aliran ini mengambil jalan tengah antara kebali ke masa lalu dengan jalan
melakukan kontekstualisasi serta uji falsifikasi dan mengembangkan wawasan
kependidikan Islam masa sekarang dengan berbagai perubahan yang ada.
Tujuan pendidikan agama Islam berorientasi pada penemuan dan
internalisasi kebenaran masa lalu pada masa klasik, menyebarkan warisan ajaran,
dan nilai salaf yang dianggap mapan, dan pemberian keterampilan kepada anak
didik untuk menghadapi segala bentuk perubahan. Untuk lebih jelas, tujuan aliran
ini

adalah

melestarikan

nilai

ilahiyah

dan

insaniyah

sekaligus

menumbuhkembangkannya dalam konteks perkembangan iptek dan perubahan
sosio kultural.
Pengembangan pendidikan agama Islam ditekankan pada pelestarian
doktrin-doktrin, nilai-nilai agama sebagaimana tertuang dalam kitab terdahulu
yang bersifat esensial. Di lain itu juga ditekankan pada penggalian problematika
yang ada di masyarakat dan dialami oleh anak didik, kemudian dilatih untuk
menyelesaikannya sesuai dengan nilai universal.
Metode yang digunakan dalam hal-hal yang bersifat doktrin adalah
ceramah dan dialog, diskusi atau perdebatan, dan pemberian tugas. Manajemen
kelas lebih kepada pembentukan karakter, keteraturan, keseragaman, sesuai
tatanan, dan teratur dalam menjalankan tugas. Evaluasi bersifat objektif dan
terstandarisasi, atau tes essay, tes diagnostik, dan tes kompetensi berbasis amaliah.
Guru berperan sebagai figur yang memiliki otoritas tinggi dan ahli dalam
bidangnya.
5.

Rekonstruksi Sosial Berlandaskan Tauhid

Model ini cocok untuk diterapkan pada masyarakat yang berkeinginan dan
potensial untuk maju, dan pada masyarakat yang warganya bersifat individualis.
Menurut tipologi ini, pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan
kepedulian dan kesadaran peserta didik akan masalah-masalah yang dihadapi oleh
umat manusia, yang merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemeluk agama

12

Islam untuk memecahkan masalah da’wah bi al-hal, baik yang terkait dengan
masalah sosial, ekonomi, budaya, dan lainnya, serta mengajarkan keterampilan
untuk memecahkan semua problem tersebut agar dapat berpartisipasi dalam
melakukan perbaikan dan amr ma’ruf nahi munkar, sehingga dapat terwujud suatu
tatanan masyarakat baru yang lebih baik.
Dalam hal ini, peserta didik dibekali kemampuan untuk mengidentifikasi
masalah-masalah yang berkembang di masyarakat untuk selanjutnya dijadikan
sebagai tema proyek kajian, melek berpikir kritis, strategi dan teknik berhubungan
dengan masyarakat, bekerja secaka kelompok, toleran, dan cara kerja untuk
berpartisipasi dalam pembangunan dan pengembangan masyarakat menuju
tatanan yang lebih baik. Kurikulum memusatkan pada masalah-masalah sosial dan
budaya

yang dihadapi masyarakat,

dan diharapkan

anak didik dapat

menyelesaikan masalah tersebut melalui konsep dan pengetahuan yang telah
dimiliki. Manajemen dalam pembelajaran ini tidak terlalu terikat pada kelas, tetapi
lebih banyak di luar kelas, tidak membedakan jenis kelamin dan ras, serta
membangun masyarakat. Interaksi guru dan murid lebih bersifat dinamis, kritis,
progresif, terbuka, bahkan bersikap proaktif, dan antisipatif, tetapi juga
mengembangkan nilai-nilai kooperatif fan kolaboratif, toleran, serta komitmen
pada hak dan kewajiban asasi manusia. Evaluasi pembelajaran pendidikan agama
Islam menekankan pada evaluasi formatif, dengan asumsi bahwa setiap peserta
didik memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang lebih maju, serta
memiliki kemampuan untuk membangun masyarakat yang lebih baik dengan
memerankan ilmu dalam memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat,
sehingga diperlukan upaya peningkatan kemampuan, minat, bakat, dan prestasi
belajarnya secara terus menerus melalui umpan balik.

BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan

13

Filsafat
tradisionalis

pendidikan
dan

mempunyai

modernis.

dua

Tradisionalis

aliran

yaitu

diwakilkan

oleh

perennialism dan essentialism, adapun modernis diwakilkan oleh
progressivism dan reconstructionism. Dari sinilah dalam kajian
pemikiran Islam juga ada beberapa aliran yaitu Tekstualis Salafi;
Tradisionalis Madzhabi; Modernis; dan Model Neo-Modernis.
Pemikiran filsafat pendidikan Islam pun lahir dari prinsipprinsip pendidikan Barat dan pemikiran Islam tersebut, namun
dalam pendidikan Islam tentu dilandasi oleh al-Quran, al-Sunnah,
dan

spirit

Islam.

Kemudian

pendidikan

Islam

ada

berimplikasi

terhadap

dari

beberapa

beberapa
tipologi

pengembangan

aliran
yang

kurikulum

filsafat
tentunya

pendidikan

agama Islam itu sendiri. Empat tipologi itu adalah perenialesensialis salafi, perenial-esensialis madzhabi, modernis, dan
perenial-esensialis kontekstual-falsifikatif.
III.2 Saran
Demikian makalah yang berjudul “Pengembangan Pemikiran Filosofis
Pendidikan Islam” ini kami sampaikan. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Untuk itu kiranya kami mengharapkan kritik dan saran
demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah
ini bermanfaat sekaligus motivator dan inspirator bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

14

Djumransjah, M..2006. Filsafat Pendidikan. Malang: Bayumedia
Publishing
https://hudanuralawiyah.wordpress.com/2011/11/24/makalahfilsafat-pendidikan-islam/ diakses tanggal 14 maret pukul
15.20
Maunah, Binti..2009. Landasan Pendidikan. Yogyakarta: TERAS
Muhaimin..2005.

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama

Islam. Jakarta; PT Grafindo Persada.
Muhmidayeli.2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: PT Refika
Aditama.
Syar’i, Ahmad.2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka
Pirdaus.