T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemanfaatan Aktivitas Agensia Hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. pada Area Perakaran untuk Mendukung Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kubis (Brassica oleracea varietas Capitat
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data pengamatan yang dikumpulkan untuk penelitian ini terdiri dari
pengamatan selintas dan pengamatan utama. Data pengamatan selintas tidak
dianalisis secara statistik, namun digunakan untuk mendukung pembahasan data
pengamatan utama. Data pengamatan selintas yang dikumpulkan untuk mendukung
data utama pada penelitian ini adalah curah hujan, suhu dan kelembaban udara, suhu
dan kelembaban tanah, tingkat kemasaman tanah, dan struktur tanah yang terdisi dari
bobot isi dan ruang pori tanah.
Data pengamatan utama dianalisis secara statistik Analysis of Variance atau
ANOVA dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test
atau DMRT dengan taraf kepercayaan 95%. Data pengamatan utama terdiri dari:
tinggi tanaman, jumlah daun terbuka sempurna, diameter krop, bobot brangkasan
segar akar, bobot brangkasan kering akar, volume akar, bobot brangkasan segar
bagian atas tanaman (batang dan daun), dan bobot brangkasan kering bagian atas
tanaman.
4.1. Lingkungan Abiotik Lahan Penelitian
Aplikasi agensia hayati pada lahan pertanian perlu memperhatikan kondisi abiotik
lingkungan terutama tanah dan cuaca. Hal ini diperlukan untuk mendukung
keberlangsungan hidup mikroorganisme yang bermanfaat bagi tanaman budidaya.
Kondisi abiotik tanah sebagai habitat dari Trichoderma spp. dan Gliocladium spp.
menjadi bahan pengamatan yang penting, terutama pada area perakaran tanaman
(Reetha dkk., 2014). Selain itu, keadaan cuaca juga perlu diketahui karena akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan agensia hayati yang diaplikasikan.
Efektifitas aplikasi agensia hayati pada tanaman budidaya dipengaruhi oleh suhu
tanah, kelembaban tanah, dan pH tanah (Carreiro dan Koska, 1992 dalam Nzioki dan
Mutisya, 2016; Okoth dkk., 2009; Sharma, 2011; Ali dkk., 2012; Singh dkk., 2014).
17
Data curah hujan dan jumlah hari hujan disajikan pada Tabel 4.1, sedangkan data
suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, kelembaban tanah dan tingkat kemasaman
tanah disajikan pada Tabel 4.2. Curah hujan yang terjadi selama waktu penelitian
bervariasi, namun secara umum dapat dilihat bahwa pada waktu tanaman budidaya
tumbuh di lahan (bulan Maret sampai Mei 2015) nilai curah hujan bulanan tercatat
antara 141 sampai 463 mm. Kinoshita dan Nakane (2002) menuliskan bahwa
peningkatan curah hujan ini dapat mengakibatkan peningkatan risiko limpasan
permukaan dan pencucian hara dan partikel tanah. Kehilangan akibat adanya
limpasan permukaan dan pencucian dapat menyebabkan agensia hayati terbawa ke
lapisan tanah yang lebih dalam atau ke tempat lain sehingga menyebabkan agensia
hayati tidak berada pada area perakaran (rizosfer) tanaman budidaya. Trichoderma
spp. dan Gliocladium spp. memiliki peran sebagai fungi antagonis bagi fungi lain
yang bersifat patogenik bagi tanaman kubis. Aktivitas Trichoderma spp. dan
Gliocladium spp. pada rizosfer tanaman kubis membantu akar tanaman tetap sehat
dan bekerja optimal.
Tabel 4.1. Data Curah Hujan Bulan Februari sampai Juni 2015
Curah Hujan (mm)
Bulan
Kriteria
Total
Rata-rata Harian
7,75
Februari 2015
217
Sedang
9,70
Maret 2015
301
Tinggi
15,43
April 2015
463
Sangat tinggi
4,54
Mei 2015
141
Sedang
0,03
Juni 2015
1
Rendah
Jumlah Hari
Hujan
15
17
19
9
3
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika kabupaten Semarang
Selama penelitian berlangsung, suhu tanah pada lahan penelitian berfluktuasi
antara 24,10oC – 26,20oC, sedangkan suhu udara berfluktuasi antara 20,20oC –
32,30oC. Rentang suhu tanah ini termasuk dalam suhu yang optimal untuk
pertumbuhan agensia hayati yang diaplikasikan. Penelitian Samuels dkk. (2007),
Gupta dan Sharma (2013), dan Herlina (2013) menunjukkan bahwa kultur
Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. menunjukkan pertumbuhan optimal pada
lingkungan dengan suhu antara 25°C sampai 30°C. Ali dkk. (2012), Singh dkk.
(2014) dan Reetha dkk. (2014) menyatakan bahwa suhu yang lebih rendah dari 20°C
18
atau lebih tinggi dari 30°C akan menghambat aktivitas pertumbuhan dan
pembentukan biomasa kultur Trichoderma spp. dan Gliocladium spp.
Tabel 4.2. Suhu Udara dan Tanah, Kelembaban Udara, Kelembaban Tanah dan
Tingkat Kemasaman (pH) Tanah Lahan Penelitian
Parameter
Minimum
Maksimum
Suhu Udara (oC)*
Kelembaban Udara (%)*
Suhu Tanah (oC)**
Kelembaban Tanah (%)**
pH Tanah**
20,20
76,00
24,10
44,74
5,10
32,30
88,00
26,20
53,59
5,50
Keterangan:
- (*)Badan Meteorologi dan Geofisika kabupaten Semarang
- (**) pengamatan mandiri
Tanah di Kebun Penelitian Salaran tergolong dalam jenis tanah Andosol.
McDaniel dkk. (2012) menyatakan bahwa tipe tanah Andosol memiliki ciri khas:
kelembaban tinggi dengan ketersediaan ruang pori tanah yang cukup banyak.
Kelembaban tanah penelitian tercatat antara 44,74% sampai 53,59% (Tabel 4.2.).
Mishra dan Khan (2015) menuliskan pertumbuhan kultur Trichoderma spp. dan
Gliocladium spp. yang baik terjadi pada tingkat kelembaban antara 50% sampai 95%
dengan pertumbuhan dan pembentukan spora paling tinggi terjadi pada tingkat
kelembaban relatif sebesar 80%. Tingkat kelembaban yang lebih rendah daripada
kondisi optimal untuk pertumbuhandan perkembangan Trichoderma spp. dan
Gliocladium spp. tidak menyebabkan kematian bagi fungi, hanya saja pertumbuhan
fungi dan pembentukan spora menjadi lebih lambat (Hart dan Macleod, 1966).
Tingkat kemasaman tanah penelitian antara 5,10 sampai 5,50. Nilai ini termasuk
dalam rentang pH yang masih mendukung untuk pertumbuhan Trichoderma spp.
Produksi biomassa optimum Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. terjadi pada
rentang pH antara 4,6 dan 6,8 (Jackson dkk., 1991; Atlas dan Bartha, 1993 dalam
Uruilal dkk., 2012; Kaewachai dkk., 2009).
Daya dukung tanah sebagai habitat agensia hayati Trichoderma spp. dan
Gliocladium spp. dilihat pula dari bobot isi dan ketersediaan pori tanah sebagai ruang
untuk tumbuh dan berkembangnya fungi ini. Ketujuh petak perlakuan menunjukkan
19
kondisi kepadatan yang sama. Nilai bobot isi tanah antara 0,82 sampai 0,99 g/cm3.
Bobot isi tanah yang relatif ringan ini diimbangi dengan ketersediaan ruang pori
tanah yang cukup tinggi akan mempengaruhi kandungan air dan ketersediaan udara
didalam tanah. Hal ini mendukung tanah tetap dalam keadaan yang cukup lembab
akibat kemampuan pegang air kapiler yang tinggi. Kondisi ini memberikan dukungan
yang baik bagi pertumbuhan agensia hayati yang diaplikasikan. Jumlah ruang pori
tanah yang disajikan pada Tabel 4.3. berikut ini
Tabel 4.3. Hasil Analisis Kondisi Fisik Tanah pada Petak Percobaan
BI
RPMak RPMik
Perlakuan
3
(g/cm )
(%)
(%)
Tanpa Aplikasi Agensia Hayati (kontrol)
0,86
10,89
56,73
Konsentrasi 0,5 g/l pada seluruh bedengan
0,89
11,29
55,24
Konsentrasi 1,5 g/l pada seluruh bedengan
0,82
12,10
56,82
Konsentrasi 2,5 g/l pada seluruh bedengan
0,99
11,59
51,15
Konsentrasi 0,5 g/l pada pokok tanaman
0,83
16,74
51,87
Konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman
0,85
18,16
49,87
Konsentrasi 2,5 g/l pada pokok tanaman
0,85
12,64
55,26
Rerata
0,87
13,34
53,85
RPT
(%)
67,62
66,53
68,92
62,75
68,61
68,03
67,90
67,19
Keterangan: BI (Bobot Isi Tanah); RPMak (Ruang Pori Makro); RPMik (Ruang Pori Mikro); dan
RPT (Ruang Pori Total)
Berdasarkan pengamatan kondisi fisik tanah dan lingkungan abiotik pada lahan
penelitian Salaran menunjukkan bahwa keadaan tanah dan lingkungan ini
memberikan dukungan yang baik untuk perkembangan dan aktivitas agensia hayati
Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. Aplikasi agensia hayati Trichoderma spp.
dan Gliocladium spp. pada lahan penelitian dapat memberikan dukungan tambahan
untuk budidaya tanaman kubis maupun jenis tanaman yang lain.
4.2.Pengaruh Perlakuan Konsentrasi Agensia Hayati yang Diaplikasikan
terhadap Pertumbuhan Tanaman Kubis
Pertumbuhan tanaman kubis dengan aplikasi agensia hayati ini diamati selama 70
hari selama masa tumbuh tanaman di lahan dengan interval waktu pengamatan tujuh
hari. Pengamatan pertama dilakukan pada usia tanaman satu minggu (tujuh hari)
setelah pindah tanam. Tinggi tanaman kubis yang diberi perlakuan berbagai
20
konsentrasi agensia hayati tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (lihat
Tabel 4.4). Hasil yang tidak saling berbeda nyata ini terutama karena kubis adalah
jenis tanaman roset, dan aplikasi agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium
spp. tidak berpengaruh pada perpanjangan ruas batang tanaman kubis melainkan
berpengaruh pada jumlah daun terbuka sempurna dan diameter krop.
Tabel 4.4. Data Tinggi, Jumlah Daun Terbuka Sempurna dan Diameter Krop
Tanaman Kubis pada Aplikasi Agensia Hayati Trichoderma spp. dan
Gliocladium spp.
JD (helai)
DK (cm)
T (cm)
Perlakuan
(35 hspt)
(70 hspt)
(70 hspt)
Tanpa Aplikasi Agensia Hayati (kontrol)
29,08 a
10,16 b
9,40 b
Konsentrasi 0,5 g/l pada seluruh bedengan
27,00 a
10,96 ab
10,36 ab
Konsentrasi 1,5 g/l pada seluruh bedengan
27,24 a
11,00 ab
10,63 ab
Konsentrasi 2,5 g/l pada seluruh bedengan
28,80 a
11,56 ab
11,76 a
Konsentrasi 0,5 g/l pada pokok tanaman
27,64 a
12,32 a
9,88 ab
Konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman
28,36 a
12,00 ab
8,92 b
Konsentrasi 2,5 g/l pada pokok tanaman
28,16 a
11,44 ab
11,04 ab
Keterangan:
- T (tinggi tanaman); JD (jumlah daun terbuka sempurna pada tana man); DK (diameter krop
tanaman), hspt (hari setelah pindah tanam)
- Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak saling berbeda nyata pada
uji DMRT dengan taraf kepercayaan 95%
Jumlah daun tanaman kubis dihitung mulai usia tujuh sampai 35 hari setelah
pindah tanam (lihat Lampiran 7). Aplikasi agensia hayati Trichoderma spp. dan
Gliocladium spp. relatif meningkatkan jumlah daun terbuka sempurna pada tanaman
kubis meski tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa aplikasi agensia hayati
(kontrol). Hal ini sejalan dengan penelitian Haque dkk. (2012) yang menuliskan
aplikasi pupuk yang diperkaya Trichoderma spp. pada tanaman sawi menunjukkan
jumlah daun per tanaman yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang
tidak diaplikasi dengan pupuk dan agensia hayati tersebut. Hasan dan Solaiman
(2012) menuliskan bahwa jumlah daun penting untuk diamati karena berkaitan
dengan kenampakan pertumbuhan dan hasil tanaman kubis. Pada penelitian ini,
perlakuan agensia hayati dengan konsentrasi 0,5 g/l yang diaplikasikan pada pokok
tanaman menunjukkan jumlah daun yang lebih tinggi dan berbeda nyata
21
dibandingkan dengan perlakuan tanpa agensia hayati (kontrol), akan tetapi tidak
berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan aplikasi agensia hayati yang lainnya.
Altomare dkk. (1999) menuliskan bahwa Trichoderma spp. mampu meningkatkan
kelarutan hara P dan hara mikro yang lain. Hara P yang tidak diimbangi dengan
ketersediaan N akan memacu tanaman untuk memasuki fase generatif lebih cepat,
akibatnya pertumbuhan vegetatif tanaman menjadi tidak sempurna (Rosmarkam dan
Yuwono, 2002). Hal ini diduga yang mengakibatkan aplikasi agensia hayati
Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. dengan konsentrasi yang lebih tinggi relatif
menurunkan jumlah daun terbuka sempurna pada tanaman kubis.
Diameter krop yang dihasilkan pada tanaman kubis di lahan penelitian tercatat
antara 8,92 sampai 11,76 cm (Tabel 4.4), masih relatif lebih rendah dibandingkan
dengan deskripsi varietasnya (lihat Lampiran 1). Hal ini diduga terjadi akibat
pengaruh faktor lingkungan terutama suhu udara pada fase pembentukan krop yaitu
pada bulan April sampai Mei 2015 (lihat Lampiran 2) yang lebih tinggi dibandingkan
lingkungan adaptasi yang sesuai untuk tanaman kubis (berdasarkan deskripsi
varietasnya). Meskipun demikian, berbagai konsentrasi agensia hayati Trichoderma
spp. dan Gliocladium spp. pada tanaman kubis relatif meningkatkan jumlah daun
terbuka sempurna dan diameter krop dibandingkan dengan tanaman kubis yang
dibudidayakan tanpa aplikasi agensia hayati (Tabel 4.4.).
Perlakuan agensia hayati dengan konsentrasi 2,5 g/l yang diaplikasikan pada
seluruh bedengan memberikan diameter krop yang lebih tinggi dan berbeda nyata
dibandingkan dengan perlakuan tanpa agensia hayati (kontrol) dan perlakuan agensia
hayati dengan konsentrasi 1,5 g/l yang diaplikasikan pada pokok tanaman.
Perlakuan agensia hayati yang diaplikasikan pada bedengan dengan konsentrasi 0,5
g/l dan 1,5 g/l; serta perlakuan agensia hayati yang diaplikasikan pada pokok tanaman
dengan konsentrasi 0,5 g/l dan 2,5 g/l tidak menunjukkan perbedaan diameter krop
dibandingkan dengan perlakuan tanpa, perlakuan dengan konsentrasi 2,5 g/l pada
seluruh bedengan dan perlakuan dengan konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa agensia hayati Trichoderma memacu
penyerapan hara bagi pertumbuhan tanaman. Haque dkk. (2012) menuliskan hasil
22
yang lebih baik dapat dicapai dengan mengkombinasikan pemberian agensia hayati
dengan pupuk Nitrogen untuk mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman budidaya.
Efek samping dari keberadaan Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. yang mampu
menekan perkembangan patogen penyakit tular tanah dan juga dapat meningkatkan
penyerapan hara sehingga pertumbuhan tanaman berlangsung dengan normal
(Iskandar dan Pinem 2009; Saba dkk., 2012; Topolovec dkk., 2013). Marh (2005)
dan Herlina (2013) menuliskan bahwa dalam proses dekomposisi, Gliocladium spp.
membantu mempercepat ketersediaan hara bagi mikroorganisme dan tanaman. Hal ini
yang menyebabkan aplikasi agensia hayati pada tanaman kubis relatif meningkatkan
jumlah daun terbuka sempurna dan diameter krop tanaman kubis dibandingkan
dengan perlakuan tanpa aplikasi agensia hayati (kontrol).
4.3.Pengaruh Perlakuan Konsentrasi Agensia Hayati yang Diaplikasikan
terhadap Hasil Tanaman Kubis
Pengaruh pemberian agensia hayati terhadap hasil tanaman kubis diamati pada
bobot brangkasan segar dan kering bagian atas tanaman, bobot brangkasan segar dan
kering akar, serta volume akar. Hasil pengamatan ini disajikan pada Tabel 4.4.
Perlakuan agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. dengan konsentrasi
0,5 g/l yang diaplikasikan pada pokok tanaman memberikan hasil bobot brangkasan
segar bagian atas tanaman yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan tanpa
agensia hayati (kontrol), namun tidak saling berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Perlakuan agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. dengan konsentrasi
1,5 g/l yang diaplikasikan pada pokok tanaman menunjukkan bobot brangkasan
kering bagian atas yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan agensia hayati
yang diaplikasikan pada seluruh bedengan dengan konsentrasi 0,5 g/l; 1,5 g/l, dan
2,5.g/l, namun perlakuan ini tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan
tanpa agensia hayati (kontrol), perlakuan agensia hayati yang diaplikasikan pada
pokok tanaman dengan konsentrasi 0,5 g/l dan 2,5 g/l.
23
Tabel 4.5. Data Bobot Brangkasan Bagian Atas serta Bobot Brangkasan dan
Volume Akar Tanaman Kubis pada Aplikasi Agensia Hayati
Trichoderma spp. dan Gliocladium spp.
Bobot Brangkasan
Bagian Atas Tanaman
Akar
Segar (g)* Kering (g)* Segar (g)* Kering (g)**
Tanpa Aplikasi Agensia Hayati (kontrol)
623,74 ab
82,40 ab 25,07 ab
5,99 ab
Konsentrasi 0,5 g/l pada seluruh bedengan 517,30 ab
75,68 ab 18,57 b
4,76 b
Konsentrasi 1,5 g/l pada seluruh bedengan 388,55 b
45,26 b
25,82 ab
6,53 ab
Konsentrasi 2,5 g/l pada seluruh bedengan 471,32 ab
58,83 ab 28,80 ab
6,12 ab
Konsentrasi 0,5 g/l pada pokok tanaman
791,41 a
80,34 ab 36,55 a
9,03 a
Konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman
761,43 ab 116,66 a
39,71 a
9,22 a
Konsentrasi 2,5 g/l pada pokok tanaman
591,98 ab
64,54 ab 30,56 ab
6,96 ab
Perlakuan
Vol.
Akar
(ml)*
45,60 ab
24,60 b
43,20 ab
45,00 ab
61,20 a
56,70 a
43,40 ab
Keterangan:
-(*) Data ditransformasi dengan menggunakan (√ )
)
-(**) Data ditransformasi dengan menggunakan (√
-Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak saling berbeda nyata pada uji DMRT
dengan taraf kepercayaan 95%
Perlakuan agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. dengan
konsentrasi 0,5 g/l dan 1,5 g/l pada pokok tanaman menunjukkan data yang berbeda
nyata terhadap perlakuan aplikasi dengan konsentrasi 0,5 g/l pada seluruh bedengan
untuk bobot brangkasan akar dalam keadaan segar dan kering serta volume akar
namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa agensia hayati (kontrol), 1,5 g/l
dan 2,5 g/l pada seluruh bedengan serta konsentrasi 2,5 g/l pada pokok tanaman.
Agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. yang diaplikasikan pada
lahan pertanian memberikan dukungan terhadap petumbuhan tanaman melalui
aktivitasnya pada area perakaran. Aplikasi agensia hayati dengan konsentrasi 2,5 g/l
pada pokok tanaman relatif menurunkan bobot segar dan kering brangkasan bagian
atas maupun akar tanaman, serta volume akar dibandingkan dengan konsentrasi yang
lain pada cara aplikasi yang sama (Tabel 4.5.). Aplikasi agensia hayati dengan
konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman memberikan hasil bobot segar dan kering
akar dengan nilai lebih tinggi dibandingkan aplikasi agensia hayati dengan
konsentrasi 0,5 g/l pada pokok tanaman. Hal ini menunjukkan aplikasi agensia hayati
dengan konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman menjadi perlakuan yang relatif baik
dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
24
Agensia
hayati
Trichoderma
spp.
memiliki
aktivitas
utama
sebagai
mikroorganisme yang bersifat antagonis bagi fungi patogen pada tanaman budidaya.
Aktivitas agensia hayati ini pada area perakaran tanaman kubis berfungsi sebagai
kompetitor fungi yang berpotensi sebagai patogen sehingga tidak menginfeksi sistem
perakaran tanaman (Ousley dkk., 1993 dalam Topovolec dkk., 2013). Keadaan ini
memungkinkan akar tanaman tumbuh dengan baik. Ketersediaan ruang tumbuh yang
cukup pada tanah juga turut mendukung pertumbuhan akar tanaman secara optimal.
Beberapa strain Trichoderma mampu mengkolonisasi permukaan akar, bahkan
melakukan penetrasi pada lapisan epidermis akar (Harman dkk., 2006; Hermosa dkk.,
2012). Kondisi ini memberi dukungan perlindungan bagi akar tanaman sekaligus
peningkatan daya serap hara oleh akar sebagai dampak dari perluasan permukaan
akar oleh koloni mikroorganisme.
4.4.Keterkaitan antar Parameter dalam Aplikasi Agensia Hayati Trichoderma
spp. dan Gliocladium spp. pada Tanaman Kubis
Keterkaitan antar parameter dalam penelitian ini dilihat dengan analisis korelasi
dari nilai-nilai hasil pengamatan yang dilakukan. Korelasi antar parameter dianalisis
untuk mengetahui dampak aplikasi agensia hayati pada tanaman budidaya. Agensia
hayati yang diaplikasikan memiliki habitat di tanah dan area perakaran tanaman
budidaya. Aktivitas mikroorganisme ini akan mempengaruhi aktivitas akar dalam
menyokong pertumbuhan tanaman, baik bagian akar itu sendiri maupun bagian atas
tubuh tanaman yakni batang dan daun. Nilai dan signifikansi korelasi antar parameter
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.6. berikut.
25
Tabel 4.6. Nilai dan Signifikansi Korelasi antar Parameter dalam Aplikasi
Agensia Hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. pada
Tanaman Kubis
PARAMETER
T
JD
DK
BS atas
BK atas
BS akar
BK akar
Vol. akar
T
JD
DK
1
0,363*
0,304
0,370*
0,441**
0,294
0,328
0,363*
1
0,255
0,247
0,253
0,295
0,329
0,515**
1
-0,102
-0,167
-0,119
-0,105
0,076
BS atas
BK atas
BS akar
1
0,859**
1
0,622** 0,689**
0,569** 0,639**
0,517** 0,601**
1
0,768**
0,742**
BK akar
Vol. akar
1
0,607**
1
Keterangan:
-T (tinggi); JD (jumlah daun terbuka sempurna); DK (diameter krop); BS akar (bobot segar
brangkasan akar); BS atas (bobot segar brangkasan bagian atas); BK akar (bobot kering
brangkasan akar); BK atas (bobot kering brangkasan bagian atas); Vol. akar (volume akar)
-(*) korelasi signifikan pada taraf kepercayaan 95%
-(**) korelasi signifikan pada taraf kepercayaan 99%
Diameter krop memberikan nilai korelasi yang paling rendah dan tidak signifikan
terhadap volume akar. Selain itu, korelasi negatif antara diameter krop dengan bobot
brangkasan bagian atas tanaman menunjukkan bahwa semakin besar krop yang
terbentuk tidak menaikkan nilai bobot brangkasan bagian atas tanaman. Hal ini
diduga karena krop yang terbentuk pada tanaman kubis memiliki kepadatan yang
rendah, meskipun diameter yang terbentuk lebih besar namun tidak diimbangi dengan
kenaikan bobotnya.
Bobot segar brangkasan bagian atas tanaman memiliki korelasi yang erat dan
sangat signifikan dengan bobot keringnya. Hal ini berarti seiring dengan
bertambahnya bobot brangkasan bagian atas tanaman, penumpukan fotosintat pada
jaringan tanaman juga bertambah. Kondisi ini didukung dengan pertumbuhan akar
yang baik, dimana bobot dan volume akar memiliki keterkaitan yang signifikan
terhadap bobot brangkasan bagian atas tanaman.
Akar tanaman budidaya merupakan target utama dari aplikasi agensia hayati pada
lahan percobaan. Dukungan ini dapat dilihat pada Tabel 4.6. di atas dimana kenaikan
bobot segar akar berkaitan sangat signifikan terhadap kenaikan bobot segar dan
kering brangkasan bagian atas tanaman, bobot kering akar itu sendiri dan volume
26
akar. Volume akar memiliki keterkaitan yang sangat signifikan terhadap jumlah daun
terbuka sempurna, bobot segar dan kering akar, serta bobot segar dan kering
brangkasan bagian atas tanaman kubis. Akar tanaman kubis tumbuh dengan baik pada
kondisi tanah penelitian yang memiliki bobot isi relatif ringan sehingga menyediakan
ruang tumbuh yang besar (lihat Tabel 4.3).
Hasil penelitian ini didukung oleh peneliti-peneliti lainnya yang menyimpulkan
bahwa aktivitas Gliocladium spp. yang membantu mempercepat ketersediaan hara
pada proses dekomposisi bahan-bahan organik dan aktivitas Trichoderma spp. yang
membantu meningkatkan kelarutan hara mikro bagi tanaman (Marh, 2005; Vinale
dkk., 2008; Herlina, 2013). Aktivitas mikroorganisme ini pada area perakaran
tanaman akan mempengaruhi aktivitas akar sebagai organ utama penyokong
kehidupan tanaman. Hara yang tersedia dan kondisi akar yang tombuh optimal
mendukung nutrisi dan air dari dalam tanah diserap dengan baik. Dengan demikian,
pembentukan jaringan tanaman dan penumpukan fotosintat pada jaringan terjadi
dengan baik yang ditunjukkan dengan kenaikan bobot brangkasan tanaman.
27
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data pengamatan yang dikumpulkan untuk penelitian ini terdiri dari
pengamatan selintas dan pengamatan utama. Data pengamatan selintas tidak
dianalisis secara statistik, namun digunakan untuk mendukung pembahasan data
pengamatan utama. Data pengamatan selintas yang dikumpulkan untuk mendukung
data utama pada penelitian ini adalah curah hujan, suhu dan kelembaban udara, suhu
dan kelembaban tanah, tingkat kemasaman tanah, dan struktur tanah yang terdisi dari
bobot isi dan ruang pori tanah.
Data pengamatan utama dianalisis secara statistik Analysis of Variance atau
ANOVA dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test
atau DMRT dengan taraf kepercayaan 95%. Data pengamatan utama terdiri dari:
tinggi tanaman, jumlah daun terbuka sempurna, diameter krop, bobot brangkasan
segar akar, bobot brangkasan kering akar, volume akar, bobot brangkasan segar
bagian atas tanaman (batang dan daun), dan bobot brangkasan kering bagian atas
tanaman.
4.1. Lingkungan Abiotik Lahan Penelitian
Aplikasi agensia hayati pada lahan pertanian perlu memperhatikan kondisi abiotik
lingkungan terutama tanah dan cuaca. Hal ini diperlukan untuk mendukung
keberlangsungan hidup mikroorganisme yang bermanfaat bagi tanaman budidaya.
Kondisi abiotik tanah sebagai habitat dari Trichoderma spp. dan Gliocladium spp.
menjadi bahan pengamatan yang penting, terutama pada area perakaran tanaman
(Reetha dkk., 2014). Selain itu, keadaan cuaca juga perlu diketahui karena akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan agensia hayati yang diaplikasikan.
Efektifitas aplikasi agensia hayati pada tanaman budidaya dipengaruhi oleh suhu
tanah, kelembaban tanah, dan pH tanah (Carreiro dan Koska, 1992 dalam Nzioki dan
Mutisya, 2016; Okoth dkk., 2009; Sharma, 2011; Ali dkk., 2012; Singh dkk., 2014).
17
Data curah hujan dan jumlah hari hujan disajikan pada Tabel 4.1, sedangkan data
suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, kelembaban tanah dan tingkat kemasaman
tanah disajikan pada Tabel 4.2. Curah hujan yang terjadi selama waktu penelitian
bervariasi, namun secara umum dapat dilihat bahwa pada waktu tanaman budidaya
tumbuh di lahan (bulan Maret sampai Mei 2015) nilai curah hujan bulanan tercatat
antara 141 sampai 463 mm. Kinoshita dan Nakane (2002) menuliskan bahwa
peningkatan curah hujan ini dapat mengakibatkan peningkatan risiko limpasan
permukaan dan pencucian hara dan partikel tanah. Kehilangan akibat adanya
limpasan permukaan dan pencucian dapat menyebabkan agensia hayati terbawa ke
lapisan tanah yang lebih dalam atau ke tempat lain sehingga menyebabkan agensia
hayati tidak berada pada area perakaran (rizosfer) tanaman budidaya. Trichoderma
spp. dan Gliocladium spp. memiliki peran sebagai fungi antagonis bagi fungi lain
yang bersifat patogenik bagi tanaman kubis. Aktivitas Trichoderma spp. dan
Gliocladium spp. pada rizosfer tanaman kubis membantu akar tanaman tetap sehat
dan bekerja optimal.
Tabel 4.1. Data Curah Hujan Bulan Februari sampai Juni 2015
Curah Hujan (mm)
Bulan
Kriteria
Total
Rata-rata Harian
7,75
Februari 2015
217
Sedang
9,70
Maret 2015
301
Tinggi
15,43
April 2015
463
Sangat tinggi
4,54
Mei 2015
141
Sedang
0,03
Juni 2015
1
Rendah
Jumlah Hari
Hujan
15
17
19
9
3
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika kabupaten Semarang
Selama penelitian berlangsung, suhu tanah pada lahan penelitian berfluktuasi
antara 24,10oC – 26,20oC, sedangkan suhu udara berfluktuasi antara 20,20oC –
32,30oC. Rentang suhu tanah ini termasuk dalam suhu yang optimal untuk
pertumbuhan agensia hayati yang diaplikasikan. Penelitian Samuels dkk. (2007),
Gupta dan Sharma (2013), dan Herlina (2013) menunjukkan bahwa kultur
Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. menunjukkan pertumbuhan optimal pada
lingkungan dengan suhu antara 25°C sampai 30°C. Ali dkk. (2012), Singh dkk.
(2014) dan Reetha dkk. (2014) menyatakan bahwa suhu yang lebih rendah dari 20°C
18
atau lebih tinggi dari 30°C akan menghambat aktivitas pertumbuhan dan
pembentukan biomasa kultur Trichoderma spp. dan Gliocladium spp.
Tabel 4.2. Suhu Udara dan Tanah, Kelembaban Udara, Kelembaban Tanah dan
Tingkat Kemasaman (pH) Tanah Lahan Penelitian
Parameter
Minimum
Maksimum
Suhu Udara (oC)*
Kelembaban Udara (%)*
Suhu Tanah (oC)**
Kelembaban Tanah (%)**
pH Tanah**
20,20
76,00
24,10
44,74
5,10
32,30
88,00
26,20
53,59
5,50
Keterangan:
- (*)Badan Meteorologi dan Geofisika kabupaten Semarang
- (**) pengamatan mandiri
Tanah di Kebun Penelitian Salaran tergolong dalam jenis tanah Andosol.
McDaniel dkk. (2012) menyatakan bahwa tipe tanah Andosol memiliki ciri khas:
kelembaban tinggi dengan ketersediaan ruang pori tanah yang cukup banyak.
Kelembaban tanah penelitian tercatat antara 44,74% sampai 53,59% (Tabel 4.2.).
Mishra dan Khan (2015) menuliskan pertumbuhan kultur Trichoderma spp. dan
Gliocladium spp. yang baik terjadi pada tingkat kelembaban antara 50% sampai 95%
dengan pertumbuhan dan pembentukan spora paling tinggi terjadi pada tingkat
kelembaban relatif sebesar 80%. Tingkat kelembaban yang lebih rendah daripada
kondisi optimal untuk pertumbuhandan perkembangan Trichoderma spp. dan
Gliocladium spp. tidak menyebabkan kematian bagi fungi, hanya saja pertumbuhan
fungi dan pembentukan spora menjadi lebih lambat (Hart dan Macleod, 1966).
Tingkat kemasaman tanah penelitian antara 5,10 sampai 5,50. Nilai ini termasuk
dalam rentang pH yang masih mendukung untuk pertumbuhan Trichoderma spp.
Produksi biomassa optimum Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. terjadi pada
rentang pH antara 4,6 dan 6,8 (Jackson dkk., 1991; Atlas dan Bartha, 1993 dalam
Uruilal dkk., 2012; Kaewachai dkk., 2009).
Daya dukung tanah sebagai habitat agensia hayati Trichoderma spp. dan
Gliocladium spp. dilihat pula dari bobot isi dan ketersediaan pori tanah sebagai ruang
untuk tumbuh dan berkembangnya fungi ini. Ketujuh petak perlakuan menunjukkan
19
kondisi kepadatan yang sama. Nilai bobot isi tanah antara 0,82 sampai 0,99 g/cm3.
Bobot isi tanah yang relatif ringan ini diimbangi dengan ketersediaan ruang pori
tanah yang cukup tinggi akan mempengaruhi kandungan air dan ketersediaan udara
didalam tanah. Hal ini mendukung tanah tetap dalam keadaan yang cukup lembab
akibat kemampuan pegang air kapiler yang tinggi. Kondisi ini memberikan dukungan
yang baik bagi pertumbuhan agensia hayati yang diaplikasikan. Jumlah ruang pori
tanah yang disajikan pada Tabel 4.3. berikut ini
Tabel 4.3. Hasil Analisis Kondisi Fisik Tanah pada Petak Percobaan
BI
RPMak RPMik
Perlakuan
3
(g/cm )
(%)
(%)
Tanpa Aplikasi Agensia Hayati (kontrol)
0,86
10,89
56,73
Konsentrasi 0,5 g/l pada seluruh bedengan
0,89
11,29
55,24
Konsentrasi 1,5 g/l pada seluruh bedengan
0,82
12,10
56,82
Konsentrasi 2,5 g/l pada seluruh bedengan
0,99
11,59
51,15
Konsentrasi 0,5 g/l pada pokok tanaman
0,83
16,74
51,87
Konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman
0,85
18,16
49,87
Konsentrasi 2,5 g/l pada pokok tanaman
0,85
12,64
55,26
Rerata
0,87
13,34
53,85
RPT
(%)
67,62
66,53
68,92
62,75
68,61
68,03
67,90
67,19
Keterangan: BI (Bobot Isi Tanah); RPMak (Ruang Pori Makro); RPMik (Ruang Pori Mikro); dan
RPT (Ruang Pori Total)
Berdasarkan pengamatan kondisi fisik tanah dan lingkungan abiotik pada lahan
penelitian Salaran menunjukkan bahwa keadaan tanah dan lingkungan ini
memberikan dukungan yang baik untuk perkembangan dan aktivitas agensia hayati
Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. Aplikasi agensia hayati Trichoderma spp.
dan Gliocladium spp. pada lahan penelitian dapat memberikan dukungan tambahan
untuk budidaya tanaman kubis maupun jenis tanaman yang lain.
4.2.Pengaruh Perlakuan Konsentrasi Agensia Hayati yang Diaplikasikan
terhadap Pertumbuhan Tanaman Kubis
Pertumbuhan tanaman kubis dengan aplikasi agensia hayati ini diamati selama 70
hari selama masa tumbuh tanaman di lahan dengan interval waktu pengamatan tujuh
hari. Pengamatan pertama dilakukan pada usia tanaman satu minggu (tujuh hari)
setelah pindah tanam. Tinggi tanaman kubis yang diberi perlakuan berbagai
20
konsentrasi agensia hayati tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (lihat
Tabel 4.4). Hasil yang tidak saling berbeda nyata ini terutama karena kubis adalah
jenis tanaman roset, dan aplikasi agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium
spp. tidak berpengaruh pada perpanjangan ruas batang tanaman kubis melainkan
berpengaruh pada jumlah daun terbuka sempurna dan diameter krop.
Tabel 4.4. Data Tinggi, Jumlah Daun Terbuka Sempurna dan Diameter Krop
Tanaman Kubis pada Aplikasi Agensia Hayati Trichoderma spp. dan
Gliocladium spp.
JD (helai)
DK (cm)
T (cm)
Perlakuan
(35 hspt)
(70 hspt)
(70 hspt)
Tanpa Aplikasi Agensia Hayati (kontrol)
29,08 a
10,16 b
9,40 b
Konsentrasi 0,5 g/l pada seluruh bedengan
27,00 a
10,96 ab
10,36 ab
Konsentrasi 1,5 g/l pada seluruh bedengan
27,24 a
11,00 ab
10,63 ab
Konsentrasi 2,5 g/l pada seluruh bedengan
28,80 a
11,56 ab
11,76 a
Konsentrasi 0,5 g/l pada pokok tanaman
27,64 a
12,32 a
9,88 ab
Konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman
28,36 a
12,00 ab
8,92 b
Konsentrasi 2,5 g/l pada pokok tanaman
28,16 a
11,44 ab
11,04 ab
Keterangan:
- T (tinggi tanaman); JD (jumlah daun terbuka sempurna pada tana man); DK (diameter krop
tanaman), hspt (hari setelah pindah tanam)
- Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak saling berbeda nyata pada
uji DMRT dengan taraf kepercayaan 95%
Jumlah daun tanaman kubis dihitung mulai usia tujuh sampai 35 hari setelah
pindah tanam (lihat Lampiran 7). Aplikasi agensia hayati Trichoderma spp. dan
Gliocladium spp. relatif meningkatkan jumlah daun terbuka sempurna pada tanaman
kubis meski tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa aplikasi agensia hayati
(kontrol). Hal ini sejalan dengan penelitian Haque dkk. (2012) yang menuliskan
aplikasi pupuk yang diperkaya Trichoderma spp. pada tanaman sawi menunjukkan
jumlah daun per tanaman yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang
tidak diaplikasi dengan pupuk dan agensia hayati tersebut. Hasan dan Solaiman
(2012) menuliskan bahwa jumlah daun penting untuk diamati karena berkaitan
dengan kenampakan pertumbuhan dan hasil tanaman kubis. Pada penelitian ini,
perlakuan agensia hayati dengan konsentrasi 0,5 g/l yang diaplikasikan pada pokok
tanaman menunjukkan jumlah daun yang lebih tinggi dan berbeda nyata
21
dibandingkan dengan perlakuan tanpa agensia hayati (kontrol), akan tetapi tidak
berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan aplikasi agensia hayati yang lainnya.
Altomare dkk. (1999) menuliskan bahwa Trichoderma spp. mampu meningkatkan
kelarutan hara P dan hara mikro yang lain. Hara P yang tidak diimbangi dengan
ketersediaan N akan memacu tanaman untuk memasuki fase generatif lebih cepat,
akibatnya pertumbuhan vegetatif tanaman menjadi tidak sempurna (Rosmarkam dan
Yuwono, 2002). Hal ini diduga yang mengakibatkan aplikasi agensia hayati
Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. dengan konsentrasi yang lebih tinggi relatif
menurunkan jumlah daun terbuka sempurna pada tanaman kubis.
Diameter krop yang dihasilkan pada tanaman kubis di lahan penelitian tercatat
antara 8,92 sampai 11,76 cm (Tabel 4.4), masih relatif lebih rendah dibandingkan
dengan deskripsi varietasnya (lihat Lampiran 1). Hal ini diduga terjadi akibat
pengaruh faktor lingkungan terutama suhu udara pada fase pembentukan krop yaitu
pada bulan April sampai Mei 2015 (lihat Lampiran 2) yang lebih tinggi dibandingkan
lingkungan adaptasi yang sesuai untuk tanaman kubis (berdasarkan deskripsi
varietasnya). Meskipun demikian, berbagai konsentrasi agensia hayati Trichoderma
spp. dan Gliocladium spp. pada tanaman kubis relatif meningkatkan jumlah daun
terbuka sempurna dan diameter krop dibandingkan dengan tanaman kubis yang
dibudidayakan tanpa aplikasi agensia hayati (Tabel 4.4.).
Perlakuan agensia hayati dengan konsentrasi 2,5 g/l yang diaplikasikan pada
seluruh bedengan memberikan diameter krop yang lebih tinggi dan berbeda nyata
dibandingkan dengan perlakuan tanpa agensia hayati (kontrol) dan perlakuan agensia
hayati dengan konsentrasi 1,5 g/l yang diaplikasikan pada pokok tanaman.
Perlakuan agensia hayati yang diaplikasikan pada bedengan dengan konsentrasi 0,5
g/l dan 1,5 g/l; serta perlakuan agensia hayati yang diaplikasikan pada pokok tanaman
dengan konsentrasi 0,5 g/l dan 2,5 g/l tidak menunjukkan perbedaan diameter krop
dibandingkan dengan perlakuan tanpa, perlakuan dengan konsentrasi 2,5 g/l pada
seluruh bedengan dan perlakuan dengan konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa agensia hayati Trichoderma memacu
penyerapan hara bagi pertumbuhan tanaman. Haque dkk. (2012) menuliskan hasil
22
yang lebih baik dapat dicapai dengan mengkombinasikan pemberian agensia hayati
dengan pupuk Nitrogen untuk mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman budidaya.
Efek samping dari keberadaan Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. yang mampu
menekan perkembangan patogen penyakit tular tanah dan juga dapat meningkatkan
penyerapan hara sehingga pertumbuhan tanaman berlangsung dengan normal
(Iskandar dan Pinem 2009; Saba dkk., 2012; Topolovec dkk., 2013). Marh (2005)
dan Herlina (2013) menuliskan bahwa dalam proses dekomposisi, Gliocladium spp.
membantu mempercepat ketersediaan hara bagi mikroorganisme dan tanaman. Hal ini
yang menyebabkan aplikasi agensia hayati pada tanaman kubis relatif meningkatkan
jumlah daun terbuka sempurna dan diameter krop tanaman kubis dibandingkan
dengan perlakuan tanpa aplikasi agensia hayati (kontrol).
4.3.Pengaruh Perlakuan Konsentrasi Agensia Hayati yang Diaplikasikan
terhadap Hasil Tanaman Kubis
Pengaruh pemberian agensia hayati terhadap hasil tanaman kubis diamati pada
bobot brangkasan segar dan kering bagian atas tanaman, bobot brangkasan segar dan
kering akar, serta volume akar. Hasil pengamatan ini disajikan pada Tabel 4.4.
Perlakuan agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. dengan konsentrasi
0,5 g/l yang diaplikasikan pada pokok tanaman memberikan hasil bobot brangkasan
segar bagian atas tanaman yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan tanpa
agensia hayati (kontrol), namun tidak saling berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Perlakuan agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. dengan konsentrasi
1,5 g/l yang diaplikasikan pada pokok tanaman menunjukkan bobot brangkasan
kering bagian atas yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan agensia hayati
yang diaplikasikan pada seluruh bedengan dengan konsentrasi 0,5 g/l; 1,5 g/l, dan
2,5.g/l, namun perlakuan ini tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan
tanpa agensia hayati (kontrol), perlakuan agensia hayati yang diaplikasikan pada
pokok tanaman dengan konsentrasi 0,5 g/l dan 2,5 g/l.
23
Tabel 4.5. Data Bobot Brangkasan Bagian Atas serta Bobot Brangkasan dan
Volume Akar Tanaman Kubis pada Aplikasi Agensia Hayati
Trichoderma spp. dan Gliocladium spp.
Bobot Brangkasan
Bagian Atas Tanaman
Akar
Segar (g)* Kering (g)* Segar (g)* Kering (g)**
Tanpa Aplikasi Agensia Hayati (kontrol)
623,74 ab
82,40 ab 25,07 ab
5,99 ab
Konsentrasi 0,5 g/l pada seluruh bedengan 517,30 ab
75,68 ab 18,57 b
4,76 b
Konsentrasi 1,5 g/l pada seluruh bedengan 388,55 b
45,26 b
25,82 ab
6,53 ab
Konsentrasi 2,5 g/l pada seluruh bedengan 471,32 ab
58,83 ab 28,80 ab
6,12 ab
Konsentrasi 0,5 g/l pada pokok tanaman
791,41 a
80,34 ab 36,55 a
9,03 a
Konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman
761,43 ab 116,66 a
39,71 a
9,22 a
Konsentrasi 2,5 g/l pada pokok tanaman
591,98 ab
64,54 ab 30,56 ab
6,96 ab
Perlakuan
Vol.
Akar
(ml)*
45,60 ab
24,60 b
43,20 ab
45,00 ab
61,20 a
56,70 a
43,40 ab
Keterangan:
-(*) Data ditransformasi dengan menggunakan (√ )
)
-(**) Data ditransformasi dengan menggunakan (√
-Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak saling berbeda nyata pada uji DMRT
dengan taraf kepercayaan 95%
Perlakuan agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. dengan
konsentrasi 0,5 g/l dan 1,5 g/l pada pokok tanaman menunjukkan data yang berbeda
nyata terhadap perlakuan aplikasi dengan konsentrasi 0,5 g/l pada seluruh bedengan
untuk bobot brangkasan akar dalam keadaan segar dan kering serta volume akar
namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa agensia hayati (kontrol), 1,5 g/l
dan 2,5 g/l pada seluruh bedengan serta konsentrasi 2,5 g/l pada pokok tanaman.
Agensia hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. yang diaplikasikan pada
lahan pertanian memberikan dukungan terhadap petumbuhan tanaman melalui
aktivitasnya pada area perakaran. Aplikasi agensia hayati dengan konsentrasi 2,5 g/l
pada pokok tanaman relatif menurunkan bobot segar dan kering brangkasan bagian
atas maupun akar tanaman, serta volume akar dibandingkan dengan konsentrasi yang
lain pada cara aplikasi yang sama (Tabel 4.5.). Aplikasi agensia hayati dengan
konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman memberikan hasil bobot segar dan kering
akar dengan nilai lebih tinggi dibandingkan aplikasi agensia hayati dengan
konsentrasi 0,5 g/l pada pokok tanaman. Hal ini menunjukkan aplikasi agensia hayati
dengan konsentrasi 1,5 g/l pada pokok tanaman menjadi perlakuan yang relatif baik
dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
24
Agensia
hayati
Trichoderma
spp.
memiliki
aktivitas
utama
sebagai
mikroorganisme yang bersifat antagonis bagi fungi patogen pada tanaman budidaya.
Aktivitas agensia hayati ini pada area perakaran tanaman kubis berfungsi sebagai
kompetitor fungi yang berpotensi sebagai patogen sehingga tidak menginfeksi sistem
perakaran tanaman (Ousley dkk., 1993 dalam Topovolec dkk., 2013). Keadaan ini
memungkinkan akar tanaman tumbuh dengan baik. Ketersediaan ruang tumbuh yang
cukup pada tanah juga turut mendukung pertumbuhan akar tanaman secara optimal.
Beberapa strain Trichoderma mampu mengkolonisasi permukaan akar, bahkan
melakukan penetrasi pada lapisan epidermis akar (Harman dkk., 2006; Hermosa dkk.,
2012). Kondisi ini memberi dukungan perlindungan bagi akar tanaman sekaligus
peningkatan daya serap hara oleh akar sebagai dampak dari perluasan permukaan
akar oleh koloni mikroorganisme.
4.4.Keterkaitan antar Parameter dalam Aplikasi Agensia Hayati Trichoderma
spp. dan Gliocladium spp. pada Tanaman Kubis
Keterkaitan antar parameter dalam penelitian ini dilihat dengan analisis korelasi
dari nilai-nilai hasil pengamatan yang dilakukan. Korelasi antar parameter dianalisis
untuk mengetahui dampak aplikasi agensia hayati pada tanaman budidaya. Agensia
hayati yang diaplikasikan memiliki habitat di tanah dan area perakaran tanaman
budidaya. Aktivitas mikroorganisme ini akan mempengaruhi aktivitas akar dalam
menyokong pertumbuhan tanaman, baik bagian akar itu sendiri maupun bagian atas
tubuh tanaman yakni batang dan daun. Nilai dan signifikansi korelasi antar parameter
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.6. berikut.
25
Tabel 4.6. Nilai dan Signifikansi Korelasi antar Parameter dalam Aplikasi
Agensia Hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. pada
Tanaman Kubis
PARAMETER
T
JD
DK
BS atas
BK atas
BS akar
BK akar
Vol. akar
T
JD
DK
1
0,363*
0,304
0,370*
0,441**
0,294
0,328
0,363*
1
0,255
0,247
0,253
0,295
0,329
0,515**
1
-0,102
-0,167
-0,119
-0,105
0,076
BS atas
BK atas
BS akar
1
0,859**
1
0,622** 0,689**
0,569** 0,639**
0,517** 0,601**
1
0,768**
0,742**
BK akar
Vol. akar
1
0,607**
1
Keterangan:
-T (tinggi); JD (jumlah daun terbuka sempurna); DK (diameter krop); BS akar (bobot segar
brangkasan akar); BS atas (bobot segar brangkasan bagian atas); BK akar (bobot kering
brangkasan akar); BK atas (bobot kering brangkasan bagian atas); Vol. akar (volume akar)
-(*) korelasi signifikan pada taraf kepercayaan 95%
-(**) korelasi signifikan pada taraf kepercayaan 99%
Diameter krop memberikan nilai korelasi yang paling rendah dan tidak signifikan
terhadap volume akar. Selain itu, korelasi negatif antara diameter krop dengan bobot
brangkasan bagian atas tanaman menunjukkan bahwa semakin besar krop yang
terbentuk tidak menaikkan nilai bobot brangkasan bagian atas tanaman. Hal ini
diduga karena krop yang terbentuk pada tanaman kubis memiliki kepadatan yang
rendah, meskipun diameter yang terbentuk lebih besar namun tidak diimbangi dengan
kenaikan bobotnya.
Bobot segar brangkasan bagian atas tanaman memiliki korelasi yang erat dan
sangat signifikan dengan bobot keringnya. Hal ini berarti seiring dengan
bertambahnya bobot brangkasan bagian atas tanaman, penumpukan fotosintat pada
jaringan tanaman juga bertambah. Kondisi ini didukung dengan pertumbuhan akar
yang baik, dimana bobot dan volume akar memiliki keterkaitan yang signifikan
terhadap bobot brangkasan bagian atas tanaman.
Akar tanaman budidaya merupakan target utama dari aplikasi agensia hayati pada
lahan percobaan. Dukungan ini dapat dilihat pada Tabel 4.6. di atas dimana kenaikan
bobot segar akar berkaitan sangat signifikan terhadap kenaikan bobot segar dan
kering brangkasan bagian atas tanaman, bobot kering akar itu sendiri dan volume
26
akar. Volume akar memiliki keterkaitan yang sangat signifikan terhadap jumlah daun
terbuka sempurna, bobot segar dan kering akar, serta bobot segar dan kering
brangkasan bagian atas tanaman kubis. Akar tanaman kubis tumbuh dengan baik pada
kondisi tanah penelitian yang memiliki bobot isi relatif ringan sehingga menyediakan
ruang tumbuh yang besar (lihat Tabel 4.3).
Hasil penelitian ini didukung oleh peneliti-peneliti lainnya yang menyimpulkan
bahwa aktivitas Gliocladium spp. yang membantu mempercepat ketersediaan hara
pada proses dekomposisi bahan-bahan organik dan aktivitas Trichoderma spp. yang
membantu meningkatkan kelarutan hara mikro bagi tanaman (Marh, 2005; Vinale
dkk., 2008; Herlina, 2013). Aktivitas mikroorganisme ini pada area perakaran
tanaman akan mempengaruhi aktivitas akar sebagai organ utama penyokong
kehidupan tanaman. Hara yang tersedia dan kondisi akar yang tombuh optimal
mendukung nutrisi dan air dari dalam tanah diserap dengan baik. Dengan demikian,
pembentukan jaringan tanaman dan penumpukan fotosintat pada jaringan terjadi
dengan baik yang ditunjukkan dengan kenaikan bobot brangkasan tanaman.
27