NO 014 dwi PENGUKURAN LINGKUNGAN FISIK K
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
PENGUKURAN LINGKUNGAN FISIK KERJA DAN
WORKSTATION DI KANTOR POS PUSAT SAMARINDA
Dwi Cahyadi
(Staf Pengajar Jurusan Desain Produk Politeknik Negeri Samarinda)
Andri Kurniawan
(Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia)
Abstrak
Aktifitas dan sistem pelayanan jasa di kantor pos menuntut sikap profesionalisme
dalam melayani konsumen. Hal penting selain sikap profesional dan keterampilan adalah
memberikan jasa pelayanan adalah penciptaan atmosfir public area / workstation seperti layout
ruangan, tata letak dan akses keluar masuknya konsumen maupun lingkungan fisiknya (tingkat
kelembaban, suhu, pencahayaan dan kebisingan) yang semuanya mendukung untuk
terciptanya kenyamanan konsumen maupun bagi pemberi jasa dalam beraktifitas.
Permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah bagaimana mengidentifikasi
dan mengukur serta mengevaluasi lingkungan fisik kerja dan workstation di Kantor Pos Pusat
Kota Samarinda. Hasil dari penelitian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi bagaimana
menciptakan ruang tunggu dan ruang administrasi pelayanan Kantor Pos Pusat Samarinda
yang sesuai dengan standar tingkat kenyamanan dan kesehatan serta memiliki layout ruangan
/ workstation yang sesuai dengan kebutuhan kerja.
Berdasarkan hasil perolehan data mengenai suhu dan kelembaban diperoleh data
suhu udara dalam ruangan adalah 31,110 C dan kelembaban 65,5 %RH,, nilai ini berada di
luar ketentuan standar PUSPERKES. Untuk tingkat penerangan di dalam ruang tunggu
diperoleh data 105,5 Lux, data ini menunjukkan bahwa tingkat penerangan yang ada sesuai
dengan standar nasional/ideal. Penilaian tingkat kebisingan ruangan adalah 75,23 dB, yang
artinya ruangan ini berada pada standar Kepmenaker No. 51 Tahun 1999.
Kata Kunci : Suhu, Kelembaban, Pencahayaan, Kebisingan
PENDAHULUAN
Ergonomi adalah ilmu yang berkenaan
dengan
optimasi,
efisiensi,
kesehatan,
keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat
kerja, di rumah, dan di tempat rekreasi. Penerapan
ilmu ergonomi umumnya merupakan aktivitas
rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang
(re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras
seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku
kerja, platform, kursi, sistem kontrol, alat peraga,
jalan (acces ways), pintu, dan lain-lain. Juga dapat
meliputi rancang bangun lingkungan fisik kerja,
karena jika sistem perangkat keras berubah maka
akan berubah pula lingkungan kerjanya.
Riset / 1931
Menurut Manuaba (1992) lingkungan kerja
yang nyaman sangat dibutuhkan oleh manusia
untuk dapat beraktifitas secara optimal dan
produktif. Oleh karena itu lingkungan kerja harus
ditangani dan didesain secara baik. Secara
fundamental, ilmu Ergonomi merupakan studi
tentang penyesrasian antara manusia dan
pekerjaannya untuk meningkatkan performansi dan
melindungi kehidupannya untuk mengoptimalkan
kemampaun dan mengatasi keterbatasan sebagai
seorang manusia.
Kantor Pos Pusat di Kota Samarinda
merupakan tempat untuk melakukan kegiatan
pengiriman dan penerimaan surat maupun paket
pengiriman dari dalam dan luar kota. Seiring
dengan perkembangan teknologi dan informasi,
JURNAL EKSIS
Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000
kantor pos menawarkan beberapa jasa pelayanan
seperti tempat pembayaran pajak bangunan,
angsuran kredit kendaraan, dan beberapa jasa
lainnya yang memudahkan konsumen untuk
melakukan proses pembayaran bulanan.
Aktifitas dan sistem pelayanan jasa di
kantor pos menuntut sikap profesionalisme dalam
melayani konsumen. Hal penting selain sikap
profesional dan keterampilan memberikan jasa
pelayanan adalah penciptaan atmosfir public area /
workstation seperti layout ruangan, tata letak dan
jumlah kursi tunggu, akses keluar masuknya
konsumen maupun lingkungan fisiknya (tingkat
kelembaban, suhu, pencahayaan dan kebisingan)
yang semuanya mendukung untuk terciptanya
kenyamanan konsumen maupun si pemberi jasa
dalam beraktifitas.
Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1969
tentang persetujuan konvensi ILO No. 120
mengenai heigine dalam perniagaan dan
perkantoran secara garis besar mengatur
perlindungan dan penyediaan fasilitas kerja. Dalam
konvensi tersebut secara jelas ditetapkan bahwa
setiap tempat kerja seperti area publik harus
mempunyai ventilasi, penerangan dan alat kerja
yang sesuai, serta kebisingan dan getaran yang
harus dapat dikendalikan sampai pada batas-batas
yang dapat diterima.
Lebih lanjut Undang-Undang No.1 Tahun
1970 tentang keselamatan kerja menetapkan
syarat keselamatan dan kesehatan tempat kerja,
menetapkan syarat-syarat keselamatan dan
kesehatan
tempat
kerja
sebagai
upaya
perlindungan terhadap manusia. Untuk mencegah
ketidaknyamanan dan gangguan kesehatan
konsumen maupun karyawan di Kantor Pos Pusat
Kota Samarinda, maka penelitian ini dilaksanakan
untuk
mengidentifikasi,
mengevaluasi
dan
memberikan rekomendasi pengendalian terhadap
faktor-faktor yang dapat menurunkan kondisi
lingkungan kerja fisik seperti tingkat kebisingan,
pencahayaan, temperatur dan kelembaban serta
penataan layout ruangan yang sesuai dengan
kebutuhan.
Dari latar belakang yang ada maka dapat
dirumuskan perumusan masalah dalam penelitian
ini, yaitu bagaimana mengidentifikasi dan
mengukur serta mengevaluasi lingkungan fisik
kerja dan workstation/layout di Kantor Pos Pusat
Kota Samarinda agar sesuai dengan peraturan dan
kondisi yang ideal. Adapun tujuan dan manfaat
dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan
data kondisi lingkungan fisik kerja, melalui
identifikasi dan pengukuran tempat kerja serta
mengevaluasi dan merekomendasikan kondisi
lingkungan fisik kerja dan layout/workstation yang
sesuai dengan kondisi ideal dan standar kesehatan
JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000
pada areal pengunjung di Kantor Pos Pusat Kota
Samarinda.
TINJAUAN PUSTAKA
Manusia selalu beraktifitas setiap hari
untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam beraktifitas
manusia tidak akan terlepas dari berbagai
pengaruh lingkungan sekitarnya yang selalu
membawa dampak positif maupun dampak yang
merugikan. Secara langsung maupun tidak
langsung, lingkungan sangat mempengaruhi
aktifitas manusia.
Menurut
Nurmianto (1998)
terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas
lingkungan dalam beraktifitas, salah satunya
adalah kualitas lingkungan kerja fisik yang
diantaranya terdiri atas intensitas penerangan,
suhu dan kelembaban udara, dan tingkat
kebisingan.
Menurut Wignjosoebroto (1995) kualitas
lingkungan kerja fisik seperti penerangan, suhu dan
kelembaban udara, dan tingkat kebisingan tersebut
dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana
kerja dan sangat berpengaruh terhadap kesehatan
dan keselamatan kerja apabila tidak dapat
dikendalikan. Oleh karena itu kualitas lingkungan
kerja harus ditangani dan didesain secara baik.
Suhu tubuh manusia dipertahankan hampir
menetap (homoetotermis) oleh suatu pengaturan
suhu (thermoregulatory system). Suhu menetap ini
dapat dipertahankan akibat keseimbangan antara
panas yang dihasilkan metabolisme tubuh dan
pertukaran panas di antara tubuh dengan
lingkungan sekitarnya (Suma’mur 1984 dan Priatna
1990).
Faktor-faktor
yang
menyebabkan
pertukaran panas di antar tubuh manusia dengan
lingkungan sekitarnya adalah panas konduksi,
panas konveksi, panas radiasi dan panas
penguapan. ( VOHSC & VCAB, 1991 dan Bernard,
1996).
Untuk negara dengan dua musim seperti
Indonesia, rekomendasi untuk comfort zone
terutama kaitannya dengan suhu panas lingkungan
kerja diberikan batasan toleransi suhu tinggi
sebesar 35-400C, kecepatan udara 0,2 m/det,
kelembaban antara 40-50%, perbedaan suhu
permukaan < 40C. ( WHS, 1992 (Australia);
Grantham dan Grandjean, 1993).
Menurut hasil penelitian Priatna (1990)
bahwa pekerja yang bekerja selama 8 jam/hari
berturut-turut selama 6 minggu, pada ruangan
dengan indeks suhu basah dan bola (ISBB) antara
32.02-33.010C menyebabkan kehilangan berat
badan sebesar 4.23%.
Riset / 1932
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
Menurut
KEPMANNAKER
(1999)
Kebisingan adalah semua suara yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses
produksi dan atau alat-alat kerja yang pda tingkat
tertentu
dapat
menimbulkan
gangguan
pendengaran.
Kebisingan adalah bunyi yang tidak
dikehendaki
yang
bersifat
mengganggu
pendengaran bahkan dapat menurunkan daya
dengar seseorang (WHS, 1993). Bunyi atau suara
yang dihasilkan dari peralatan kerja dapat
menggaggu pendengaran apabila melebihi Nilai
Ambang Batas (NAB) yang direkomendasikan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 yang merupakan
pembaruan dari Surat Edaran Menteri Tenaga
Kerja No. 01/MEN/1978, besarnya rata-rata adalah
85 dB(A) untuk waktu kerja terus-menerus tidak
lebih dari 8 jam/hari atau 40 jam seminggu.
Besarnya nilai ini sama dengan NAB untuk negara
AUSTRALIA (WHS, 1993) dan AMERIKA (ACGIH,
1991).
Menurut Pulat (1992) pemakaian sumbat
telinga dapat mengurangi kebisingan sebesar 30
dB, sedangkan tutup telinga dapat mengurangi
kebisingan antara 40-50 dB.
Standar penerangan di Indonesia telah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perburuhan
(PMP) No. 7 Tahun 1964, Tentang Syarat-Syarat
Kesehatan, Kebersihan dan Penerangan di Tempat
Kerja. Standar ini sama dengan standar
internasional.
Sanders
&
McCormick
(1987)
menyimpulkan dari hasil Penelitian pada 15
perusahaan, di mana seluruh perusahaan yang
diteliti menunjukkan bahwa intensitas penerangan
yang sesuai menunjukkan hasil kerja antara 4-35%.
Salanjutnya Amstrong (1992) menyatakan
intensitas
peneangan
yang
kurang
akan
mengakibatkan gangguan Visibilitas dan Eyestrain.
Sebaliknya intensitas penerangan yang berlebihan
dapat menyebabkan glare, reflections, excessive
shadows, visibility & eyestrain.
METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan urutan
langkah-langkah sistematis yang akan ditempuh
selama melakukan penelitian. Bab ini akan
menjelaskan alur proses kegiatan penelitan dari
awal hingga selesainya penelitian. Dalam
metodologi penelitian ini terbagi menjadi beberapa
tahapan untuk memudahkan proses pencapaian
hasil penelitian sesuai dengan yang diharapkan.
1. Tahapan Pelaksanaan Penelitian
Riset / 1933
Dalam metodologi penelitian ini terbagi menjadi
beberapa tahapan untuk memudahkan proses
pencapaian hasil penelitian sesuai dengan
yang diharapkan.
a. Studi Pendahuluan
Pada bagian ini dilakukan kajian mengenai
latar belakang dilakukannya penelitian.
Studi pendahuluan merupakan langkah
awal dalam melakukan penelitian untuk
mengkaji
ketertarikan
dilakukannya
penelitian untuk mengatasi permasalahan
yang dihadapi pada obyek penelitian.
b. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Pada langkah ini dilakukan pendefinisian
masalah yang akan dipecahkan dalam
penelitian. Perumusan masalah dari
penelitian
ini
adalah
bagaimana
mengidentifikasi,
mengevaluasi
dan
memberikan alternatif solusi pengendalian
lingkungan fisik kerja di Kantor Pos Pusat
Kota Samarinda agar dapat memberikan
kenyamanan
bagi
pengunjung
dan
karyawan.
c. Penetapan Tujuan
Pada langkah ini tujuan penelitian
dirumuskan
untuk
dapat
menjawab
permasalahan yang dihadapi dalam
penelitian.
d. Kajian Pustaka
Kajian pustaka dilakukan untuk mencari
referensi – referensi pendukung penelitian
ini. Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk
lebih memahami konsep – konsep dari dari
teori – teori yang berhubungan dengan dan
dapat menunjang penelitian ini.
e. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui
pengukuran
dan
interview
melalui
responden,dalam hal ini adalah karyawan
dan pengunjung di Kantor Pos Pusat Kota
Samarinda.
f. Analisis dan Pembahasan
Tahapan ini akan menjelaskan analisis dan
pembahasan mengenai identifikasi dan
pengukuran tempat kerja, evaluasi apakah
kondisi lingkungan kerja Kantor Pos Pusat
Kota Samarinda telah memenuhi syarat
atau sesuai standar yang ada.
g. Kesimpulan dan Saran
Tahapan ini akan menjelaskan kesimpulan
dari hasil penelitian yang sudah dilakukan.
Kesimpulan dan saran akan menjelaskan
beberapa intisari dan masukkan dari
penelitian yang telah dilakukan.
2. Peralatan Dan Teknik Pengukuran
Peralatan dan teknik pengukuran
merupakan
insrument
penting
dalam
mengidentifikasi dan
memperoleh
data.
Peralatan yang digunakan selain menggunakan
JURNAL EKSIS
Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000
teknik wawancara dan perangkat kuisioner juga
menggunakan peralatan untuk mengukur
kondisi lingkungan fisik kerja dan workstation/
layout ruangan. Dengan demikian perlatan
yang sesuai dan tepat dapat menghasilkan
data yang akurat.
a. Waktu dan Tempat
Pengujian faktor lingkungan fisik kerja
meliputi tingkat kebisingan, pencahayaan,
temperatur dan kelembaban ruang kerja.
Penelitian dilakukan di Kantor Pos Pusat
Samarinda pada saat hari kerja. Untuk
waktu pengukuran dilakukan pada saat
hari-hari kerja dimana para pengunjung
banyak berdatangan dan melakukan
aktifitasnya
dan
melakukan
proses
administrasi Kantor Pos Pusat Samarinda.
b. Peralatan yang digunakan
Adapun alat yang digunakan dalam
melaksanakan penelitian ini adalah
Tabel 1.
Daftar Spesifikasi Alat Yang Digunakan
NO.
NAMA ALAT
SPESIFIKASI
1.
Digital Sound Level Meter.
Measurement ranges:
30 – 80 dB
40 – 90 dB
50 – 100 dB
60 – 110 dB
70 – 120 dB
80 – 130 dB
Mengukur tngkat kebisingan
suara.
2.
Light Meter
3 range wide measurement:
0 – 1.999 Lux
2.000 – 19.999 Lux
20.000 – 50.000 Lux
Mengukur intensitas cahaya
/ penerangan.
3.
Hyro-Thermometers:
- %Relative Humidity.
- Temperatur
Measurements specifications:
10% to 95% RH
Mengukur:
Kelembaban udara.
-200 C to 600C
40F to 1400F
Temperatur udara.
c. Prosedur Pelaksanaan
Penelitian
dilakukan
dengan
cara
mengambil data dengan melakukan
identifikasi dan pengukuran lingkungan fisik
kerja. Data yang diambil adalah hasil
pengukuran
tingkat
kebisingan,
pencahayaan, kelembababan dan suhu di
Kantor Pos Pusat Samarinda. Selain itu
dilakukan wawancara dan pembagian
kuisioner pada karyawan dan pengunjung
mengenai respon dari lingkungan fisik
kerja.
Identifikasi
dilakukan
dengan
cara
pengamatan terhadap sumber-sumber yang dapat
menimbulkan terjadinya ketidaknyamanan dalam
mungkin timbul pada beberapa titik posisi
membaca administrasi / dokumen. Sumber yang
dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam
pelayanan jasa seperti tingkat penerangan lampu
pada titik tertentu, kelembaban udara ruangan,
tingkat kebisingan, dan temperatur ruangan yang
dapat
mempengaruhi
tingkat
kenyamanan
JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000
KEGUNAAN
pengunjung dan karyawan. Untuk pengukuran
kebisingan dan pencahayaan dilakukan pada titik
tertentu
dimana
pengunjung
melakukan
kegiatannya. Setiap faktor yang diukur, dan nilainilai yang diperoleh dibuat nilai rata-ratanya.
Untuk membantu mengevaluasi diperlukan
data tambahan berupa wawancara dan hasil
kuisioner.
Hasil evaluasi digunakan untuk
memberikan
solusi
alternatif
pengendalian
lingkungan kerja fisik untuk memberikan tingkat
kenyamanan pengunjung dan karyawan agar dapat
menunggu dan beraktifitas secara nyaman. Hasil
dari penelitian ini memberikan rekomendasi
bagaimana menciptakan ruang tunggu dan ruang
administrasi pelayanan/ruang tunggu Kantor Pos
Pusat Samarinda yang sesuai dengan standar
tingkat kenyamanan dan kesehatan serta memiliki
layout ruangan / workstation yang sesuai dengan
kebutuhan kerja.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Riset / 1934
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
1. Hasil Identifikasi Ruang Tunggu/Pelayanan
Melalui identifikasi dengan walktgrough survey
dapat ditemukan gambaran umum tentang
penyediaan fasilitas bagi penunjang dan
sumber-sumber
bahaya
yang
dapat
mengganggu kesehatan dan kenyamanan yang
dapat timbul. Identifikasi ruang beraktifitas
khususnya di ruang tunggu/pelayanan di
Kantor Pos Pusat Kota Samarinda dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
a. Akses keluar masuk dari ruang tunggu
karyawan
dan
pengunjung/konsumen
keluar gedung Kantor Pos Kota Samarinda
menggunakan dua pintu. Pintu ini yang
tidak diarahkan untuk memisahkan pintu
keluar atau masuk, keduanya dapat
digunakan untuk jalur keluar dan masuk
bagi pengunjung. Hal ini memungkinkan
terjadinya aliran proses pengunjung yang
tidak efektif apabila jumlah pengunjung
meningkat pada hari dan jam sibuk.
b. Sistem pertukaran udara juga dibantu
dengan enam kipas angin yang berada
tepat
diatas
kursi
ruang
tunggu
pelanggan/konsumen. Aliran udara dari
kipas angin tidak dapat menjangkau
seluruh ruangan terutama areal kerja
karyawan loket.
c. Dinding yang berwarna putih dan oranyehitam memiliki dampak efek pantulan
cahaya terutama cahaya alami dari
matahari
yang
menembus
ruangan
membantu dalam pencahayaan dalam
ruangan. Tetapi warna oranye yang ada
akan mengakibatkan ketidaknyamanan,
karena pada saat siang hari terik cahaya
matahari yang masuk melalui jendela besar
dan bening tanpa penghalang akan
memantulkan cahaya silau / glare bagi
mata pengunjung.
d. Lokasi Kantor Pos Pusat Kota Samarinda
yang berada di wilayah perkotaan dan
dekat pada jalur transportasi yang sibuk
mengakibatkan tingkat polusi seperti debu
dan gas pembakaran hasil kendaraan
terkadang masuk ke dalam ruang tunggu.
Hal ini terjadi karena aliran udara luar
masuk melalui pintu masuk/keluar dan
terperangkap
di
dalam
ruangan
pengunjung.
2. Hasil Penilaian Faktor Lingkungan Fisik
Kerja
Penilaian faktor lingkungan fisik kerja yang
dilakukan dengan interview dan analisis dari
data yang diperoleh melalui pengukuran secara
langsung di beberapa titik pada ruang
tunggu/pelayanan yang ada di Kantor Pos
Pusat Kota Samarinda. Adapun analisis dari
data yang diperoleh tersebut adalah :
Riset / 1935
a.
Penilaian Suhu dan Kelembaban Udara
dalam Ruang Tunggu/Pelayanan
Perubahan suhu/temperatur ruangan yang
terjadi pada lingkungan kerja dapat
menimbulkan berbagai kondisi seperti
gangguan perilaku dan performansi kerja,
dehidrasi, keadaan keringat (heat rash)
atau gatal karena kulit terus basah,
hilangnya garam natrium (heat champs)
dari tubuh yang dapat menyebabkan
kejang otot, heat syncope dan heat
exhaustion. Aktifitas yang dilakukan
pengunjung
sebagian
besar
adalah
orang/masyarakat yang menginginkan jasa
pengiriman Kantor Pos. Kegiatan utama
yang dilakukan di ruang tunggu/pelayanan
adalah
menunggu
selama
proses
pelayanan sedang berlangsung.
Kenyamanan menunggu yang diciptakan
dari
lingkungan
sekitar
sangat
mempengaruhi dalam tingkat ketenangan
pelanggan menunggu dan karyawan untuk
bekerja. Suhu ideal mampu membuat
pengunjung dan karyawan betah dan
secara nyaman melakukan aktifitasnya
masing-masing. Menurut hasil penelitian
PUSPERKES (1995) suhu nyaman di
dalam ruang kerja untuk orang Indonesia
adalah 220 C – 260 C
Dari hasil pengukuran yang dilakukan di
ruang tunggu/pelayanan Kantor Pos Pusat
Kota Samarinda diperoleh nilai suhu
ruangan rata-rata 31,110 C, dengan tingkat
kelembaban 65,6% RH (RH : relative
humidity, kelembaban). Nilai ini tentu saja
berada di luar ketentuan yang ditetapkan.
Akibat yang dirasakan pengunjung dan
karyawan adalah mudah sekali berkeringat
karena suhu ruangan yang panas dan
kelembaban yang cukup rendah.
JURNAL EKSIS
Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000
Di dalam ruang tunggu/pelayanan ini
sebenarnya sudah terdapat enam buah
kipas angin sebagai alat untuk membantu
kecepatan pertukaran udara ruangan,
namun aliran udara sejuk tidak tersirkulasi
secara maksimum karena kurangnya
ventilasi untuk pertukaran udara, sehingga
ruangan masih terasa panas. Penghawaan
lainnya bersumber dari pintu utama yang
terbuka lebar sehingga angin dari luar
ruangan dapat masuk.
Dari hasil interview langsung dan pengisian
kuisioner oleh beberapa pengunjung dan
karyawan di Kantor Pos Pusat Kota
Samarinda, diperoleh informasi bahwa
40% karyawan mengatakan penghawaan
dalam ruang tunggu/pelayanan ini panas
sekali.
Berdasarkan
atas
data
tersebut
rekomendasi pengendalian dari suhu dan
kelembaban adalah dengan menciptakan
sirkulasi udara yang baik. Alternatif
pengendalian suhu dan kelembaban
adalah dengan menciptakan kondisi
ruangan yang ergonomis melalui ventilasi
buatan seperti penambahan air conditionir,
hal ini dilakukan karena kipas angin listrik
hanya membantu pergerakan udara saja
tanpa menurunkan suhu ruangan yang
ada.
Cara yang lain dalam mengendalikan
kondisi ruangan
adalah menggunakan
sirkulasi udara alami dengan mengusulkan
agar jendela tetap terbuka dan adanya
ventilasi pertukaran udara tambahan di
atas jendela besar agar sirkulasi udara
berjalan cepat. Rekomendasi ini dilakukan
agar ventilasi di bawah yang dalam hal ini
pintu dan jendela berada di tengah sebagai
pertukaran
udara
berat,
sedangkan
ventilasi yang terletak di atas berfungsi
sebagai pertukaran udara hangat ringan.
Perlu adanya komponen tanaman hijau di
luar gedung dapat membantu pertukaran
sirkulasi udara dan penambah naungan
sinar matahari di luar gedung. Dengan
adanya ventilasi dan tanaman hijau ini
akan membuat pertukaran udara yang
akan mempengaruhi perubahan suhu dan
tingkat kelembaban menjadi lebih baik.
b. Penilaian Intensitas Penerangan dalam
Ruang Tunggu/Pelayanan
Penerangan atau pencahayaan yang baik
memungkinkan pekerja untuk dapat
melihat objek kerja secara jelas tanpa ada
upaya pemaksaan konsentrasi mata untuk
melihat objek tersebut.
Untuk
jenis
pekerjaan
tersebut
Standar
Penerangan Indonesia telah ditetapkan dalam
JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000
Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun
1964,
Tentang
Syarat-Syarat
Kesehatan,
Kebersihan dan Penerangan di Tempat Kerja.
Standar ini sama dengan standar internasional,
yaitu antara 100-200 lux.
Sesuai tabel di atas, pengukuran
intensitas pada penerangan ruang tunggu
Kantor Pos Pusat Kota Samarinda
didapatkan hasil penerangan rata-rata
105,5 lux. Apabila hasil pengukuran ini
dibandingkan
dengan
intensitas
pencahayaan standar internasional, maka
intensitas penerangan pada ruang tunggu
ini berada di posisi sesuai dengan yang
direkomendasikan.
Dari hasil interview dan kuisioner
juga didapat hasil yang sama, di mana
pengunjung dan karyawan menyatakan
bahwa tingkat pencahayaan di ruang
tunggu adalah normal. Dengan demikian
rekomendasi
pengendalian
tingkat
pencahayaan
tidak
perlu
dilakukan
mengingat
hasil
pengukuran
sudah
menunjukkan kondisi ideal.
c. Penilaian Tingkat Kebisingan dalam
Ruang Tunggu/Pelayanan
Kebisingan adalah bunyi yang
tidak
dikehendaki
yang
bersifat
mengganggu pendengaran bahkan dapat
menurunkan daya dengar seseorang
(WHS, 1993). Bunyi atau suara yang
dihasilkan dari peralatan kerja dapat
mengganggu
pendengaran
apabila
melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang
direkomendasikan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 yang merupakan
perbaruan dari Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja
No. 01/MEN/1978, besarnya rata-rata adalah 85 dB
(A) untuk waktu kerja terus-menerus tidak lebih dari
8 jam/hari atau 40 jam seminggu. Besarnya nilai ini
sama dengan NAB untuk negara Australia (WHS,
1993) dan Amerika (ACGIH, 1991)
Riset / 1936
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
Hasil pengukuran yang dilakukan pada
ruang tunggu pengunjung di Kantor Pos Pusat Kota
Samarinda
ini diperoleh nilai untuk tingkat
kebisingan rata-rata 72,53 dB. Nilai ini jika
dibandingkan dengan KepMenaker No. 51 Tahun
1999, jelas berada dalam standar yang telah
ditentukan.
Dari hasil interview langsung oleh
beberapa pengunjung dan karyawan di Kantor Pos
Pusat Kota Samarinda, diperoleh informasi bahwa
90% pengunjung dan karyawan mengatakan
kebisingan di ruang tunggu dan pelayanan ini
adalah normal.Dengan demikian rekomendasi
pengendalian tingkat pencahayaan tidak perlu
dilakukan mengingat hasil pengukuran sudah
menunjukkan kondisi ideal/standar.
3. Analisis Workstation / Layout Ruang
Tunggu
Analisis layout ruang tunggu dilakukan
untuk menilai dan memberi rekomendasi layout
yang baik dilihat dari sisi peletakan komponen
sarana dan pra sarana di dalam ruang tunggu
tersebut beserta alur proses pengunjung. Gambar
denah di bawah ini adalah layout dari ruang tunggu
Kantor Pos Pusat Kota Samarinda yang telah
dijadikan sebagai objek penelitian. Titik 1, 2, dan 3
merupakan titik pengukuran yang dilakukan.
memiliki pelayanan fungsi yang berbeda-beda.
Berikut keterangan pelayanan pada tiap loket yang
ada di ruang tunggu Kantor Pos Pusat Kota
Samarinda :
Loket 1 : Angsuran, Kartu kredit, Telp/Hp,
Listrik, Air, Asuransi, Tabungan,
dan Pajak.
Loket 2 : Angsuran, Kartu kredit, Telp/Hp,
Listrik, Air, Asuransi, Tabungan,
Pajak, dan Giro.
Loket 3 : Angsuran, Kartu kredit, Telp/Hp,
Listrik, Air, Asuransi, Tabungan,
Pajak, dan Giro.
Loket 4 : Pengiriman dana dan Pengambilan
Uang.
Loket 5 : Pengiriman dana dan Pengambilan
Uang.
Loket 6 : Materai, Perangko, Filateli, Sampul
surat, dan Kartu Pos
Loket 7 : Pos Express, dan Kilat khusus luar
negeri.
Loket 8 : Pos Express, dan Kilat khusus luar
negeri
Layout yang diusulkan
Dari denah eksisting penelitian yang ada,
layout tersebut memiliki beberapa kekurangan
diantaranya alur keluar masuknya pengunjung
yang tidak efektif dan letak komponen dalam hal ini
adalah komponen meja informasi dan meja untuk
melakukan aktifitas pengisian formulir/ meja untuk
melengkapi data sebelum menuju ke loket. Dengan
demikian maka dibuatlah rekomendasi denah yang
disarankan untuk layout ruang tunggu yang telah
diperbaiki dari kesalahan atau pun kekurangan dari
eksisting yang telah ada.
Berikut ini adalah rekomendasi denah yang
telah dipertimbangkan dari beberapa aspek untuk
mngatasi beberapa kekurangan pada denah yang
ada
Pada
gambar
eksisting
di
atas
telah
memperlihatkan loket-loket
pelayanan yang
berjumlah 8 loket, yang dimana loket-loket tersebut
Riset / 1937
JURNAL EKSIS
Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000
Alternatif yang diajukan untuk pengendalian
masalah temperatur dan kelembaban adalah
dengan memberikan tambahan ventilasi udara
yang cukup bagi keluar masuknya udara secara
bebas.
Menambahkan kipas angin atau AC di beberapa
titik agar menjangkau ke seluruh areal kerja,
serta untuk mengatur tingkat kelembaban agar
kadar air dalam udara terpenuhi.
Menambahkan keterangan akses kluar masuk
pada pintu agar akses keluar dan masuknya
karyawan dan penginjung menjadi lebih efektif.
Merekomendasikan layout/workstation yang
sesuai agar komponen layout yang ada dapat
berfungsi dan mempermudah akses pengunjung
lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Darses Franc-oise ., Wolff Marion. (2006), How do
designers represent to themselves the users’
needs? Journal of Applied Ergonomics 37
757–764
Manuba, A., (2000). Ergonomi, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. dalam: Wignyosoebroto,
S. Wiranto, S.E. eds. Proceedings Seminar
Nasional Ergonomi. P.T. Guna Widya.
Surabaya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Melalui pengukuran secara langsung
didapat analisis:
Berdasarkan hasil perolehan data mengenai
suhu dan kelembaban diperoleh data suhu
udara dalam ruangan adalah 31,11 0 C dan
kelembaban 65,5 %RH,, nilai ini berada di luar
ketentuan standar PUSPERKES.
Untuk tingkat penerangan di dalam ruang
tunggu diperoleh data 105,5 Lux, data ini
menunjukkan bahwa tingkat penerangan yang
ada sesuai dengan standar internasional.
Penilaian tingkat kebisingan ruangan adalah
75,23 dB, yang artinya ruangan ini berada pada
standar Kepmenaker No. 51 Tahun 1999
sebesar 88 dB.
Rekomendasi layout yang diusulkan dibuat
berdasarkan kebutuhan dan alur proses
pengunjung.
Murinson, Beth., Argawal A., and Jannifer A.,
(2008), Cognitive Expertise, Emotional
Development, and Reflective Capacity:
Clinical Skills for Improved Pain Care The
Journal of Pain, Vol 9, No 11 (November),
Nurmianto Eko, (1998), Ergonomi Konsep Dasar
dan Aplikasinya. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya.
Pulat, B.M. (1992). Fundamental of Industrial
Ergonomics. Hall International, Englewood
Cliffs, New Jersey, USA.
Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964.
Tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta
Penerangan dalam Tempat Kerja.
PUSPERKES, (1995). Penelitian Kualitas Iklim
Kerja dan Kebisingan Lingkungan Kerja
Perkantoran, Jakarta.
Wignjosoebroto Sritomo, (1995). Ergonomi, Studi
Gerak Dan Waktu Teknik Analisa Untuk
Peningkatan Produktifitas Kerja. PT. Guna
Widya, Jakarta.
Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka
saran-saran yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut:
JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000
Riset / 1938
PENGUKURAN LINGKUNGAN FISIK KERJA DAN
WORKSTATION DI KANTOR POS PUSAT SAMARINDA
Dwi Cahyadi
(Staf Pengajar Jurusan Desain Produk Politeknik Negeri Samarinda)
Andri Kurniawan
(Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia)
Abstrak
Aktifitas dan sistem pelayanan jasa di kantor pos menuntut sikap profesionalisme
dalam melayani konsumen. Hal penting selain sikap profesional dan keterampilan adalah
memberikan jasa pelayanan adalah penciptaan atmosfir public area / workstation seperti layout
ruangan, tata letak dan akses keluar masuknya konsumen maupun lingkungan fisiknya (tingkat
kelembaban, suhu, pencahayaan dan kebisingan) yang semuanya mendukung untuk
terciptanya kenyamanan konsumen maupun bagi pemberi jasa dalam beraktifitas.
Permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah bagaimana mengidentifikasi
dan mengukur serta mengevaluasi lingkungan fisik kerja dan workstation di Kantor Pos Pusat
Kota Samarinda. Hasil dari penelitian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi bagaimana
menciptakan ruang tunggu dan ruang administrasi pelayanan Kantor Pos Pusat Samarinda
yang sesuai dengan standar tingkat kenyamanan dan kesehatan serta memiliki layout ruangan
/ workstation yang sesuai dengan kebutuhan kerja.
Berdasarkan hasil perolehan data mengenai suhu dan kelembaban diperoleh data
suhu udara dalam ruangan adalah 31,110 C dan kelembaban 65,5 %RH,, nilai ini berada di
luar ketentuan standar PUSPERKES. Untuk tingkat penerangan di dalam ruang tunggu
diperoleh data 105,5 Lux, data ini menunjukkan bahwa tingkat penerangan yang ada sesuai
dengan standar nasional/ideal. Penilaian tingkat kebisingan ruangan adalah 75,23 dB, yang
artinya ruangan ini berada pada standar Kepmenaker No. 51 Tahun 1999.
Kata Kunci : Suhu, Kelembaban, Pencahayaan, Kebisingan
PENDAHULUAN
Ergonomi adalah ilmu yang berkenaan
dengan
optimasi,
efisiensi,
kesehatan,
keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat
kerja, di rumah, dan di tempat rekreasi. Penerapan
ilmu ergonomi umumnya merupakan aktivitas
rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang
(re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras
seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku
kerja, platform, kursi, sistem kontrol, alat peraga,
jalan (acces ways), pintu, dan lain-lain. Juga dapat
meliputi rancang bangun lingkungan fisik kerja,
karena jika sistem perangkat keras berubah maka
akan berubah pula lingkungan kerjanya.
Riset / 1931
Menurut Manuaba (1992) lingkungan kerja
yang nyaman sangat dibutuhkan oleh manusia
untuk dapat beraktifitas secara optimal dan
produktif. Oleh karena itu lingkungan kerja harus
ditangani dan didesain secara baik. Secara
fundamental, ilmu Ergonomi merupakan studi
tentang penyesrasian antara manusia dan
pekerjaannya untuk meningkatkan performansi dan
melindungi kehidupannya untuk mengoptimalkan
kemampaun dan mengatasi keterbatasan sebagai
seorang manusia.
Kantor Pos Pusat di Kota Samarinda
merupakan tempat untuk melakukan kegiatan
pengiriman dan penerimaan surat maupun paket
pengiriman dari dalam dan luar kota. Seiring
dengan perkembangan teknologi dan informasi,
JURNAL EKSIS
Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000
kantor pos menawarkan beberapa jasa pelayanan
seperti tempat pembayaran pajak bangunan,
angsuran kredit kendaraan, dan beberapa jasa
lainnya yang memudahkan konsumen untuk
melakukan proses pembayaran bulanan.
Aktifitas dan sistem pelayanan jasa di
kantor pos menuntut sikap profesionalisme dalam
melayani konsumen. Hal penting selain sikap
profesional dan keterampilan memberikan jasa
pelayanan adalah penciptaan atmosfir public area /
workstation seperti layout ruangan, tata letak dan
jumlah kursi tunggu, akses keluar masuknya
konsumen maupun lingkungan fisiknya (tingkat
kelembaban, suhu, pencahayaan dan kebisingan)
yang semuanya mendukung untuk terciptanya
kenyamanan konsumen maupun si pemberi jasa
dalam beraktifitas.
Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1969
tentang persetujuan konvensi ILO No. 120
mengenai heigine dalam perniagaan dan
perkantoran secara garis besar mengatur
perlindungan dan penyediaan fasilitas kerja. Dalam
konvensi tersebut secara jelas ditetapkan bahwa
setiap tempat kerja seperti area publik harus
mempunyai ventilasi, penerangan dan alat kerja
yang sesuai, serta kebisingan dan getaran yang
harus dapat dikendalikan sampai pada batas-batas
yang dapat diterima.
Lebih lanjut Undang-Undang No.1 Tahun
1970 tentang keselamatan kerja menetapkan
syarat keselamatan dan kesehatan tempat kerja,
menetapkan syarat-syarat keselamatan dan
kesehatan
tempat
kerja
sebagai
upaya
perlindungan terhadap manusia. Untuk mencegah
ketidaknyamanan dan gangguan kesehatan
konsumen maupun karyawan di Kantor Pos Pusat
Kota Samarinda, maka penelitian ini dilaksanakan
untuk
mengidentifikasi,
mengevaluasi
dan
memberikan rekomendasi pengendalian terhadap
faktor-faktor yang dapat menurunkan kondisi
lingkungan kerja fisik seperti tingkat kebisingan,
pencahayaan, temperatur dan kelembaban serta
penataan layout ruangan yang sesuai dengan
kebutuhan.
Dari latar belakang yang ada maka dapat
dirumuskan perumusan masalah dalam penelitian
ini, yaitu bagaimana mengidentifikasi dan
mengukur serta mengevaluasi lingkungan fisik
kerja dan workstation/layout di Kantor Pos Pusat
Kota Samarinda agar sesuai dengan peraturan dan
kondisi yang ideal. Adapun tujuan dan manfaat
dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan
data kondisi lingkungan fisik kerja, melalui
identifikasi dan pengukuran tempat kerja serta
mengevaluasi dan merekomendasikan kondisi
lingkungan fisik kerja dan layout/workstation yang
sesuai dengan kondisi ideal dan standar kesehatan
JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000
pada areal pengunjung di Kantor Pos Pusat Kota
Samarinda.
TINJAUAN PUSTAKA
Manusia selalu beraktifitas setiap hari
untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam beraktifitas
manusia tidak akan terlepas dari berbagai
pengaruh lingkungan sekitarnya yang selalu
membawa dampak positif maupun dampak yang
merugikan. Secara langsung maupun tidak
langsung, lingkungan sangat mempengaruhi
aktifitas manusia.
Menurut
Nurmianto (1998)
terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas
lingkungan dalam beraktifitas, salah satunya
adalah kualitas lingkungan kerja fisik yang
diantaranya terdiri atas intensitas penerangan,
suhu dan kelembaban udara, dan tingkat
kebisingan.
Menurut Wignjosoebroto (1995) kualitas
lingkungan kerja fisik seperti penerangan, suhu dan
kelembaban udara, dan tingkat kebisingan tersebut
dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana
kerja dan sangat berpengaruh terhadap kesehatan
dan keselamatan kerja apabila tidak dapat
dikendalikan. Oleh karena itu kualitas lingkungan
kerja harus ditangani dan didesain secara baik.
Suhu tubuh manusia dipertahankan hampir
menetap (homoetotermis) oleh suatu pengaturan
suhu (thermoregulatory system). Suhu menetap ini
dapat dipertahankan akibat keseimbangan antara
panas yang dihasilkan metabolisme tubuh dan
pertukaran panas di antara tubuh dengan
lingkungan sekitarnya (Suma’mur 1984 dan Priatna
1990).
Faktor-faktor
yang
menyebabkan
pertukaran panas di antar tubuh manusia dengan
lingkungan sekitarnya adalah panas konduksi,
panas konveksi, panas radiasi dan panas
penguapan. ( VOHSC & VCAB, 1991 dan Bernard,
1996).
Untuk negara dengan dua musim seperti
Indonesia, rekomendasi untuk comfort zone
terutama kaitannya dengan suhu panas lingkungan
kerja diberikan batasan toleransi suhu tinggi
sebesar 35-400C, kecepatan udara 0,2 m/det,
kelembaban antara 40-50%, perbedaan suhu
permukaan < 40C. ( WHS, 1992 (Australia);
Grantham dan Grandjean, 1993).
Menurut hasil penelitian Priatna (1990)
bahwa pekerja yang bekerja selama 8 jam/hari
berturut-turut selama 6 minggu, pada ruangan
dengan indeks suhu basah dan bola (ISBB) antara
32.02-33.010C menyebabkan kehilangan berat
badan sebesar 4.23%.
Riset / 1932
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
Menurut
KEPMANNAKER
(1999)
Kebisingan adalah semua suara yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses
produksi dan atau alat-alat kerja yang pda tingkat
tertentu
dapat
menimbulkan
gangguan
pendengaran.
Kebisingan adalah bunyi yang tidak
dikehendaki
yang
bersifat
mengganggu
pendengaran bahkan dapat menurunkan daya
dengar seseorang (WHS, 1993). Bunyi atau suara
yang dihasilkan dari peralatan kerja dapat
menggaggu pendengaran apabila melebihi Nilai
Ambang Batas (NAB) yang direkomendasikan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 yang merupakan
pembaruan dari Surat Edaran Menteri Tenaga
Kerja No. 01/MEN/1978, besarnya rata-rata adalah
85 dB(A) untuk waktu kerja terus-menerus tidak
lebih dari 8 jam/hari atau 40 jam seminggu.
Besarnya nilai ini sama dengan NAB untuk negara
AUSTRALIA (WHS, 1993) dan AMERIKA (ACGIH,
1991).
Menurut Pulat (1992) pemakaian sumbat
telinga dapat mengurangi kebisingan sebesar 30
dB, sedangkan tutup telinga dapat mengurangi
kebisingan antara 40-50 dB.
Standar penerangan di Indonesia telah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perburuhan
(PMP) No. 7 Tahun 1964, Tentang Syarat-Syarat
Kesehatan, Kebersihan dan Penerangan di Tempat
Kerja. Standar ini sama dengan standar
internasional.
Sanders
&
McCormick
(1987)
menyimpulkan dari hasil Penelitian pada 15
perusahaan, di mana seluruh perusahaan yang
diteliti menunjukkan bahwa intensitas penerangan
yang sesuai menunjukkan hasil kerja antara 4-35%.
Salanjutnya Amstrong (1992) menyatakan
intensitas
peneangan
yang
kurang
akan
mengakibatkan gangguan Visibilitas dan Eyestrain.
Sebaliknya intensitas penerangan yang berlebihan
dapat menyebabkan glare, reflections, excessive
shadows, visibility & eyestrain.
METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan urutan
langkah-langkah sistematis yang akan ditempuh
selama melakukan penelitian. Bab ini akan
menjelaskan alur proses kegiatan penelitan dari
awal hingga selesainya penelitian. Dalam
metodologi penelitian ini terbagi menjadi beberapa
tahapan untuk memudahkan proses pencapaian
hasil penelitian sesuai dengan yang diharapkan.
1. Tahapan Pelaksanaan Penelitian
Riset / 1933
Dalam metodologi penelitian ini terbagi menjadi
beberapa tahapan untuk memudahkan proses
pencapaian hasil penelitian sesuai dengan
yang diharapkan.
a. Studi Pendahuluan
Pada bagian ini dilakukan kajian mengenai
latar belakang dilakukannya penelitian.
Studi pendahuluan merupakan langkah
awal dalam melakukan penelitian untuk
mengkaji
ketertarikan
dilakukannya
penelitian untuk mengatasi permasalahan
yang dihadapi pada obyek penelitian.
b. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Pada langkah ini dilakukan pendefinisian
masalah yang akan dipecahkan dalam
penelitian. Perumusan masalah dari
penelitian
ini
adalah
bagaimana
mengidentifikasi,
mengevaluasi
dan
memberikan alternatif solusi pengendalian
lingkungan fisik kerja di Kantor Pos Pusat
Kota Samarinda agar dapat memberikan
kenyamanan
bagi
pengunjung
dan
karyawan.
c. Penetapan Tujuan
Pada langkah ini tujuan penelitian
dirumuskan
untuk
dapat
menjawab
permasalahan yang dihadapi dalam
penelitian.
d. Kajian Pustaka
Kajian pustaka dilakukan untuk mencari
referensi – referensi pendukung penelitian
ini. Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk
lebih memahami konsep – konsep dari dari
teori – teori yang berhubungan dengan dan
dapat menunjang penelitian ini.
e. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui
pengukuran
dan
interview
melalui
responden,dalam hal ini adalah karyawan
dan pengunjung di Kantor Pos Pusat Kota
Samarinda.
f. Analisis dan Pembahasan
Tahapan ini akan menjelaskan analisis dan
pembahasan mengenai identifikasi dan
pengukuran tempat kerja, evaluasi apakah
kondisi lingkungan kerja Kantor Pos Pusat
Kota Samarinda telah memenuhi syarat
atau sesuai standar yang ada.
g. Kesimpulan dan Saran
Tahapan ini akan menjelaskan kesimpulan
dari hasil penelitian yang sudah dilakukan.
Kesimpulan dan saran akan menjelaskan
beberapa intisari dan masukkan dari
penelitian yang telah dilakukan.
2. Peralatan Dan Teknik Pengukuran
Peralatan dan teknik pengukuran
merupakan
insrument
penting
dalam
mengidentifikasi dan
memperoleh
data.
Peralatan yang digunakan selain menggunakan
JURNAL EKSIS
Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000
teknik wawancara dan perangkat kuisioner juga
menggunakan peralatan untuk mengukur
kondisi lingkungan fisik kerja dan workstation/
layout ruangan. Dengan demikian perlatan
yang sesuai dan tepat dapat menghasilkan
data yang akurat.
a. Waktu dan Tempat
Pengujian faktor lingkungan fisik kerja
meliputi tingkat kebisingan, pencahayaan,
temperatur dan kelembaban ruang kerja.
Penelitian dilakukan di Kantor Pos Pusat
Samarinda pada saat hari kerja. Untuk
waktu pengukuran dilakukan pada saat
hari-hari kerja dimana para pengunjung
banyak berdatangan dan melakukan
aktifitasnya
dan
melakukan
proses
administrasi Kantor Pos Pusat Samarinda.
b. Peralatan yang digunakan
Adapun alat yang digunakan dalam
melaksanakan penelitian ini adalah
Tabel 1.
Daftar Spesifikasi Alat Yang Digunakan
NO.
NAMA ALAT
SPESIFIKASI
1.
Digital Sound Level Meter.
Measurement ranges:
30 – 80 dB
40 – 90 dB
50 – 100 dB
60 – 110 dB
70 – 120 dB
80 – 130 dB
Mengukur tngkat kebisingan
suara.
2.
Light Meter
3 range wide measurement:
0 – 1.999 Lux
2.000 – 19.999 Lux
20.000 – 50.000 Lux
Mengukur intensitas cahaya
/ penerangan.
3.
Hyro-Thermometers:
- %Relative Humidity.
- Temperatur
Measurements specifications:
10% to 95% RH
Mengukur:
Kelembaban udara.
-200 C to 600C
40F to 1400F
Temperatur udara.
c. Prosedur Pelaksanaan
Penelitian
dilakukan
dengan
cara
mengambil data dengan melakukan
identifikasi dan pengukuran lingkungan fisik
kerja. Data yang diambil adalah hasil
pengukuran
tingkat
kebisingan,
pencahayaan, kelembababan dan suhu di
Kantor Pos Pusat Samarinda. Selain itu
dilakukan wawancara dan pembagian
kuisioner pada karyawan dan pengunjung
mengenai respon dari lingkungan fisik
kerja.
Identifikasi
dilakukan
dengan
cara
pengamatan terhadap sumber-sumber yang dapat
menimbulkan terjadinya ketidaknyamanan dalam
mungkin timbul pada beberapa titik posisi
membaca administrasi / dokumen. Sumber yang
dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam
pelayanan jasa seperti tingkat penerangan lampu
pada titik tertentu, kelembaban udara ruangan,
tingkat kebisingan, dan temperatur ruangan yang
dapat
mempengaruhi
tingkat
kenyamanan
JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000
KEGUNAAN
pengunjung dan karyawan. Untuk pengukuran
kebisingan dan pencahayaan dilakukan pada titik
tertentu
dimana
pengunjung
melakukan
kegiatannya. Setiap faktor yang diukur, dan nilainilai yang diperoleh dibuat nilai rata-ratanya.
Untuk membantu mengevaluasi diperlukan
data tambahan berupa wawancara dan hasil
kuisioner.
Hasil evaluasi digunakan untuk
memberikan
solusi
alternatif
pengendalian
lingkungan kerja fisik untuk memberikan tingkat
kenyamanan pengunjung dan karyawan agar dapat
menunggu dan beraktifitas secara nyaman. Hasil
dari penelitian ini memberikan rekomendasi
bagaimana menciptakan ruang tunggu dan ruang
administrasi pelayanan/ruang tunggu Kantor Pos
Pusat Samarinda yang sesuai dengan standar
tingkat kenyamanan dan kesehatan serta memiliki
layout ruangan / workstation yang sesuai dengan
kebutuhan kerja.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Riset / 1934
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
1. Hasil Identifikasi Ruang Tunggu/Pelayanan
Melalui identifikasi dengan walktgrough survey
dapat ditemukan gambaran umum tentang
penyediaan fasilitas bagi penunjang dan
sumber-sumber
bahaya
yang
dapat
mengganggu kesehatan dan kenyamanan yang
dapat timbul. Identifikasi ruang beraktifitas
khususnya di ruang tunggu/pelayanan di
Kantor Pos Pusat Kota Samarinda dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
a. Akses keluar masuk dari ruang tunggu
karyawan
dan
pengunjung/konsumen
keluar gedung Kantor Pos Kota Samarinda
menggunakan dua pintu. Pintu ini yang
tidak diarahkan untuk memisahkan pintu
keluar atau masuk, keduanya dapat
digunakan untuk jalur keluar dan masuk
bagi pengunjung. Hal ini memungkinkan
terjadinya aliran proses pengunjung yang
tidak efektif apabila jumlah pengunjung
meningkat pada hari dan jam sibuk.
b. Sistem pertukaran udara juga dibantu
dengan enam kipas angin yang berada
tepat
diatas
kursi
ruang
tunggu
pelanggan/konsumen. Aliran udara dari
kipas angin tidak dapat menjangkau
seluruh ruangan terutama areal kerja
karyawan loket.
c. Dinding yang berwarna putih dan oranyehitam memiliki dampak efek pantulan
cahaya terutama cahaya alami dari
matahari
yang
menembus
ruangan
membantu dalam pencahayaan dalam
ruangan. Tetapi warna oranye yang ada
akan mengakibatkan ketidaknyamanan,
karena pada saat siang hari terik cahaya
matahari yang masuk melalui jendela besar
dan bening tanpa penghalang akan
memantulkan cahaya silau / glare bagi
mata pengunjung.
d. Lokasi Kantor Pos Pusat Kota Samarinda
yang berada di wilayah perkotaan dan
dekat pada jalur transportasi yang sibuk
mengakibatkan tingkat polusi seperti debu
dan gas pembakaran hasil kendaraan
terkadang masuk ke dalam ruang tunggu.
Hal ini terjadi karena aliran udara luar
masuk melalui pintu masuk/keluar dan
terperangkap
di
dalam
ruangan
pengunjung.
2. Hasil Penilaian Faktor Lingkungan Fisik
Kerja
Penilaian faktor lingkungan fisik kerja yang
dilakukan dengan interview dan analisis dari
data yang diperoleh melalui pengukuran secara
langsung di beberapa titik pada ruang
tunggu/pelayanan yang ada di Kantor Pos
Pusat Kota Samarinda. Adapun analisis dari
data yang diperoleh tersebut adalah :
Riset / 1935
a.
Penilaian Suhu dan Kelembaban Udara
dalam Ruang Tunggu/Pelayanan
Perubahan suhu/temperatur ruangan yang
terjadi pada lingkungan kerja dapat
menimbulkan berbagai kondisi seperti
gangguan perilaku dan performansi kerja,
dehidrasi, keadaan keringat (heat rash)
atau gatal karena kulit terus basah,
hilangnya garam natrium (heat champs)
dari tubuh yang dapat menyebabkan
kejang otot, heat syncope dan heat
exhaustion. Aktifitas yang dilakukan
pengunjung
sebagian
besar
adalah
orang/masyarakat yang menginginkan jasa
pengiriman Kantor Pos. Kegiatan utama
yang dilakukan di ruang tunggu/pelayanan
adalah
menunggu
selama
proses
pelayanan sedang berlangsung.
Kenyamanan menunggu yang diciptakan
dari
lingkungan
sekitar
sangat
mempengaruhi dalam tingkat ketenangan
pelanggan menunggu dan karyawan untuk
bekerja. Suhu ideal mampu membuat
pengunjung dan karyawan betah dan
secara nyaman melakukan aktifitasnya
masing-masing. Menurut hasil penelitian
PUSPERKES (1995) suhu nyaman di
dalam ruang kerja untuk orang Indonesia
adalah 220 C – 260 C
Dari hasil pengukuran yang dilakukan di
ruang tunggu/pelayanan Kantor Pos Pusat
Kota Samarinda diperoleh nilai suhu
ruangan rata-rata 31,110 C, dengan tingkat
kelembaban 65,6% RH (RH : relative
humidity, kelembaban). Nilai ini tentu saja
berada di luar ketentuan yang ditetapkan.
Akibat yang dirasakan pengunjung dan
karyawan adalah mudah sekali berkeringat
karena suhu ruangan yang panas dan
kelembaban yang cukup rendah.
JURNAL EKSIS
Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000
Di dalam ruang tunggu/pelayanan ini
sebenarnya sudah terdapat enam buah
kipas angin sebagai alat untuk membantu
kecepatan pertukaran udara ruangan,
namun aliran udara sejuk tidak tersirkulasi
secara maksimum karena kurangnya
ventilasi untuk pertukaran udara, sehingga
ruangan masih terasa panas. Penghawaan
lainnya bersumber dari pintu utama yang
terbuka lebar sehingga angin dari luar
ruangan dapat masuk.
Dari hasil interview langsung dan pengisian
kuisioner oleh beberapa pengunjung dan
karyawan di Kantor Pos Pusat Kota
Samarinda, diperoleh informasi bahwa
40% karyawan mengatakan penghawaan
dalam ruang tunggu/pelayanan ini panas
sekali.
Berdasarkan
atas
data
tersebut
rekomendasi pengendalian dari suhu dan
kelembaban adalah dengan menciptakan
sirkulasi udara yang baik. Alternatif
pengendalian suhu dan kelembaban
adalah dengan menciptakan kondisi
ruangan yang ergonomis melalui ventilasi
buatan seperti penambahan air conditionir,
hal ini dilakukan karena kipas angin listrik
hanya membantu pergerakan udara saja
tanpa menurunkan suhu ruangan yang
ada.
Cara yang lain dalam mengendalikan
kondisi ruangan
adalah menggunakan
sirkulasi udara alami dengan mengusulkan
agar jendela tetap terbuka dan adanya
ventilasi pertukaran udara tambahan di
atas jendela besar agar sirkulasi udara
berjalan cepat. Rekomendasi ini dilakukan
agar ventilasi di bawah yang dalam hal ini
pintu dan jendela berada di tengah sebagai
pertukaran
udara
berat,
sedangkan
ventilasi yang terletak di atas berfungsi
sebagai pertukaran udara hangat ringan.
Perlu adanya komponen tanaman hijau di
luar gedung dapat membantu pertukaran
sirkulasi udara dan penambah naungan
sinar matahari di luar gedung. Dengan
adanya ventilasi dan tanaman hijau ini
akan membuat pertukaran udara yang
akan mempengaruhi perubahan suhu dan
tingkat kelembaban menjadi lebih baik.
b. Penilaian Intensitas Penerangan dalam
Ruang Tunggu/Pelayanan
Penerangan atau pencahayaan yang baik
memungkinkan pekerja untuk dapat
melihat objek kerja secara jelas tanpa ada
upaya pemaksaan konsentrasi mata untuk
melihat objek tersebut.
Untuk
jenis
pekerjaan
tersebut
Standar
Penerangan Indonesia telah ditetapkan dalam
JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000
Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun
1964,
Tentang
Syarat-Syarat
Kesehatan,
Kebersihan dan Penerangan di Tempat Kerja.
Standar ini sama dengan standar internasional,
yaitu antara 100-200 lux.
Sesuai tabel di atas, pengukuran
intensitas pada penerangan ruang tunggu
Kantor Pos Pusat Kota Samarinda
didapatkan hasil penerangan rata-rata
105,5 lux. Apabila hasil pengukuran ini
dibandingkan
dengan
intensitas
pencahayaan standar internasional, maka
intensitas penerangan pada ruang tunggu
ini berada di posisi sesuai dengan yang
direkomendasikan.
Dari hasil interview dan kuisioner
juga didapat hasil yang sama, di mana
pengunjung dan karyawan menyatakan
bahwa tingkat pencahayaan di ruang
tunggu adalah normal. Dengan demikian
rekomendasi
pengendalian
tingkat
pencahayaan
tidak
perlu
dilakukan
mengingat
hasil
pengukuran
sudah
menunjukkan kondisi ideal.
c. Penilaian Tingkat Kebisingan dalam
Ruang Tunggu/Pelayanan
Kebisingan adalah bunyi yang
tidak
dikehendaki
yang
bersifat
mengganggu pendengaran bahkan dapat
menurunkan daya dengar seseorang
(WHS, 1993). Bunyi atau suara yang
dihasilkan dari peralatan kerja dapat
mengganggu
pendengaran
apabila
melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang
direkomendasikan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 yang merupakan
perbaruan dari Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja
No. 01/MEN/1978, besarnya rata-rata adalah 85 dB
(A) untuk waktu kerja terus-menerus tidak lebih dari
8 jam/hari atau 40 jam seminggu. Besarnya nilai ini
sama dengan NAB untuk negara Australia (WHS,
1993) dan Amerika (ACGIH, 1991)
Riset / 1936
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
Hasil pengukuran yang dilakukan pada
ruang tunggu pengunjung di Kantor Pos Pusat Kota
Samarinda
ini diperoleh nilai untuk tingkat
kebisingan rata-rata 72,53 dB. Nilai ini jika
dibandingkan dengan KepMenaker No. 51 Tahun
1999, jelas berada dalam standar yang telah
ditentukan.
Dari hasil interview langsung oleh
beberapa pengunjung dan karyawan di Kantor Pos
Pusat Kota Samarinda, diperoleh informasi bahwa
90% pengunjung dan karyawan mengatakan
kebisingan di ruang tunggu dan pelayanan ini
adalah normal.Dengan demikian rekomendasi
pengendalian tingkat pencahayaan tidak perlu
dilakukan mengingat hasil pengukuran sudah
menunjukkan kondisi ideal/standar.
3. Analisis Workstation / Layout Ruang
Tunggu
Analisis layout ruang tunggu dilakukan
untuk menilai dan memberi rekomendasi layout
yang baik dilihat dari sisi peletakan komponen
sarana dan pra sarana di dalam ruang tunggu
tersebut beserta alur proses pengunjung. Gambar
denah di bawah ini adalah layout dari ruang tunggu
Kantor Pos Pusat Kota Samarinda yang telah
dijadikan sebagai objek penelitian. Titik 1, 2, dan 3
merupakan titik pengukuran yang dilakukan.
memiliki pelayanan fungsi yang berbeda-beda.
Berikut keterangan pelayanan pada tiap loket yang
ada di ruang tunggu Kantor Pos Pusat Kota
Samarinda :
Loket 1 : Angsuran, Kartu kredit, Telp/Hp,
Listrik, Air, Asuransi, Tabungan,
dan Pajak.
Loket 2 : Angsuran, Kartu kredit, Telp/Hp,
Listrik, Air, Asuransi, Tabungan,
Pajak, dan Giro.
Loket 3 : Angsuran, Kartu kredit, Telp/Hp,
Listrik, Air, Asuransi, Tabungan,
Pajak, dan Giro.
Loket 4 : Pengiriman dana dan Pengambilan
Uang.
Loket 5 : Pengiriman dana dan Pengambilan
Uang.
Loket 6 : Materai, Perangko, Filateli, Sampul
surat, dan Kartu Pos
Loket 7 : Pos Express, dan Kilat khusus luar
negeri.
Loket 8 : Pos Express, dan Kilat khusus luar
negeri
Layout yang diusulkan
Dari denah eksisting penelitian yang ada,
layout tersebut memiliki beberapa kekurangan
diantaranya alur keluar masuknya pengunjung
yang tidak efektif dan letak komponen dalam hal ini
adalah komponen meja informasi dan meja untuk
melakukan aktifitas pengisian formulir/ meja untuk
melengkapi data sebelum menuju ke loket. Dengan
demikian maka dibuatlah rekomendasi denah yang
disarankan untuk layout ruang tunggu yang telah
diperbaiki dari kesalahan atau pun kekurangan dari
eksisting yang telah ada.
Berikut ini adalah rekomendasi denah yang
telah dipertimbangkan dari beberapa aspek untuk
mngatasi beberapa kekurangan pada denah yang
ada
Pada
gambar
eksisting
di
atas
telah
memperlihatkan loket-loket
pelayanan yang
berjumlah 8 loket, yang dimana loket-loket tersebut
Riset / 1937
JURNAL EKSIS
Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000
Alternatif yang diajukan untuk pengendalian
masalah temperatur dan kelembaban adalah
dengan memberikan tambahan ventilasi udara
yang cukup bagi keluar masuknya udara secara
bebas.
Menambahkan kipas angin atau AC di beberapa
titik agar menjangkau ke seluruh areal kerja,
serta untuk mengatur tingkat kelembaban agar
kadar air dalam udara terpenuhi.
Menambahkan keterangan akses kluar masuk
pada pintu agar akses keluar dan masuknya
karyawan dan penginjung menjadi lebih efektif.
Merekomendasikan layout/workstation yang
sesuai agar komponen layout yang ada dapat
berfungsi dan mempermudah akses pengunjung
lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Darses Franc-oise ., Wolff Marion. (2006), How do
designers represent to themselves the users’
needs? Journal of Applied Ergonomics 37
757–764
Manuba, A., (2000). Ergonomi, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. dalam: Wignyosoebroto,
S. Wiranto, S.E. eds. Proceedings Seminar
Nasional Ergonomi. P.T. Guna Widya.
Surabaya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Melalui pengukuran secara langsung
didapat analisis:
Berdasarkan hasil perolehan data mengenai
suhu dan kelembaban diperoleh data suhu
udara dalam ruangan adalah 31,11 0 C dan
kelembaban 65,5 %RH,, nilai ini berada di luar
ketentuan standar PUSPERKES.
Untuk tingkat penerangan di dalam ruang
tunggu diperoleh data 105,5 Lux, data ini
menunjukkan bahwa tingkat penerangan yang
ada sesuai dengan standar internasional.
Penilaian tingkat kebisingan ruangan adalah
75,23 dB, yang artinya ruangan ini berada pada
standar Kepmenaker No. 51 Tahun 1999
sebesar 88 dB.
Rekomendasi layout yang diusulkan dibuat
berdasarkan kebutuhan dan alur proses
pengunjung.
Murinson, Beth., Argawal A., and Jannifer A.,
(2008), Cognitive Expertise, Emotional
Development, and Reflective Capacity:
Clinical Skills for Improved Pain Care The
Journal of Pain, Vol 9, No 11 (November),
Nurmianto Eko, (1998), Ergonomi Konsep Dasar
dan Aplikasinya. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya.
Pulat, B.M. (1992). Fundamental of Industrial
Ergonomics. Hall International, Englewood
Cliffs, New Jersey, USA.
Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964.
Tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta
Penerangan dalam Tempat Kerja.
PUSPERKES, (1995). Penelitian Kualitas Iklim
Kerja dan Kebisingan Lingkungan Kerja
Perkantoran, Jakarta.
Wignjosoebroto Sritomo, (1995). Ergonomi, Studi
Gerak Dan Waktu Teknik Analisa Untuk
Peningkatan Produktifitas Kerja. PT. Guna
Widya, Jakarta.
Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka
saran-saran yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut:
JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000
Riset / 1938