ISU-ISU PUBLIK DAN PILKADA GUBERNUR DKI JAKARTA 2007

  

ISU-ISU PUBLIK DAN

PILKADA GUBERNUR DKI JAKARTA 2007

Wisma Tugu Wahid Hasyim Lt 1-2 Jl. Wahid Hasyim 100 Jakarta 10340, Telp. (021) 3156373, Fax (021) 3156473 Website: www.lsi.or.id , Email: info@lsi.or.id

  Temuan Survei 25 Maret - 5 April 2007

TUJUAN SURVEI

  Mengetahui isu-isu krusial menurut warga DKI Jakarta yang harus diperhatikan • setiap calon gubernur yang akan maju dalam Pilkada DKI Jakarta pada Agustus 2007 Evaluasi terhadap pelaksanaan pemerintahan DKI Jakarta • Awareness dan Optimisme publik dengan hasil Pilkada • Intensi dan kemungkinan tingkat partisipasi warga dalam mengikuti Pilkada • Peta dukungan terhadap calon-calon gubernur •

  METODOLOGI Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia di DKI Jakarta yang punya hak pilih • dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Jumlah sample awal sebanyak 1020 orang yang dipilih dari 102 kelurahan secaran random. Tapi •

yang berhasil diwawancarai 1012 karena berbagai alasan: menolak, tidak ada di tempat dalam

kurun lebih dari tiga hari, sakit, berhenti di tengah wawancara sehingga tidak lengkap, dll.

  • Di kelurahan terpilih diwawancarai 10 orang: 5 perempuan dan 5 laki-laki.

  Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Satu • pewawancara bertugas untuk satu desa/kelurahan (10 responden). Sample akhir yang dianalisa berjumlah 1012 orang, survei dengan jumlah sampel ini punya • toleransi kesalahan (margin of error) sebesar +/- 3% pada tingkat kepercayaan 95 persen. Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20% dari total sampel • oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti.

  Multistage Random Sampling Populasi tingkat provinsi Di setiap wilayah dipilih secara

  Wilayah 2 Wilayah1 proporsional sejumlah Kelurahan. Kel 1 … Kel m Kel 1 … Kel n

  RT/lingkungan dipilih secara random sebanyak 5 dari tiap-tiap kelurahan terpilih RT1 RT2 RT3 RT4 RT5 setelah ditetapkan bahwa di tiap kelurahan dipilih 10 responden

  KK1 KK2 Di masing-masing RT/Lingkungan dipilih secara random dua KK

  Laki-laki Perempuan Di KK terpilih dipilih secara random Satu orang yang punya hak pilih laki-laki/perempuan

  PERBANDINGAN DATA RESPONDEN DENGAN POPULASI DARI SENSUS BPS (N LSI = 1012) ETNIS LSI BPS JENIS KELAMIN LSI BPS Betawi

  28.8

  27.6 Laki-laki

  49.7

  50 Jawa

  36.3

  35.1 Perempuan

  50.3

  50 Sunda

  15.1

  15.2 Tionghoa

  5.9

  5.5 AGAMA LSI BPS Minang

  2.6

  3.2 Islam

  86.3

  85.7 Batak

  2.6

  3.6 Katolik

  2.7

  4 Lainnya

  8.7

  9.8 Protestan

  4.6

  6 PENDIDIKAN LSI BPS Hindu

  0.1

  0.3 SD atau di bawahnya

  24.4

  27.2 Budha

  2.2

  3.8 SLTP

  23.8

  22.7 SLTA

  39.7

  38.9 Kuliah

  12.2

  11.2

TEMUAN-TEMUAN POKOK

PERMASALAHAN DI DKI JAKARTA

  

Tiga masalah utama pertama hingga ketiga yang mendesak dipecahkan pemerintah DKI Jakarta

(%)

20 Pengangguran Banjir Kemacetan

  16.5

  13

  12.9

  17.8

  13.2

  9.2

  15.7

  8.7

  8.5

  5

  10

  15

  Pertama Kedua Ketiga Yang ditampilkan hanya urutan tiga besar dari 15 masalah, dan sesuai dengan respon atas pertanyaan terbuka (top of mind).

  

TEMUAN

  Banyak masalah yang dihadapi warga DKI Jakarta, tapi kalau harus memilih • prioritas, maka ada tiga masalah, yang mendesak pertama hingga ketiga untuk ditangani pemeritah DKI Jakarta: Pengangguran, kemacetan lalu lintas, dan banjir.

  Pengangguran dan kemiskinan terutama menjadi perhatian warga kelas • menengah ke bawah.

  • Sedangkan banjir dan kemacetan menjadi perhatian lintas lapisan sosial.

  Calon gubernur terutama harus menawarkan program-program untuk • menanggulangi tiga masalah utama yang dirasakan warga DKI tersebut.

  Sampai hari ini belum berkembang diskusi publik bagaimana calon-calon • gubernur tersebut akan menangani tiga masalah mendesak tersebut. Warga umumnya belum tahu perbedaan program-program masing-masing calon dalam tiga isu mendesak itu. Keadaan ini akan membuat Pilkada gubernur DKI kehilangan isu krusial.

PERMASALAHAN DI DKI JAKARTA

  

Kerja Pemda DKI dalam menanggulangi masalah-masalah berikut (%)

  80

  73

  69

  66

  70

  60

  58

  57

  60

  54 Buruk

  52

  46

50 Baik

  

41

  41

  39

  38

  40

  33 Tidak tahu

  29

  30

  24

  20

  5

  10

  3

  3

  2

  2

  2

  2

  1 h i n a ih n an as ot ai um rs ua ola at k ja h str be rm ek hi an S in se i um ir be ih ng a as s Ke dm rs rt Pe ta na be ili po n a ra na Ke

  Sa Fas ans ya

  Tr la Pe

  

Kinerja baik

  Pemda DKI sejauh ini dinilai baik dalam melayani warga untuk kepentingan • administrasi mereka. Juga dinilai baik oleh mayoritas warga dalam penyediaan sekolah dan pelayanan kesehatan yang terjangkau, penghijauan kota, penyediaan air bersih, fasilitas bermain, dan kebersihan kota.

  Meskipun demikian, cukup banyak warga (di atas 40%) yang merasakan kinerja • pemda DKI buruk dalam lima isu yang disebut terakhir.

PERMASALAHAN DI DKI JAKARTA

  

Kerja Pemda DKI dalam menanggulangi masalah-masalah berikut (%)

100

  91

  89

  76

  74

  74

  73

  69

  75

  63

  58

  53

  50

  43

  40

  33

  30

  25

  23

  20

  25

  16

  9

  10

  7

  4

  4

  4

  3

  2

  2

  2

  1 1 r a n n ai ra 5 as ji ba d an ra n o na ki da et alit ki ung rk Ba ac Ka ggu in is i Pem si u n s Na n m m la ran

rim ga

olu

  Ke si d u Ke K

  P ka p Pen gat ru ng da Ko Pen en P Buruk Baik Tidak tahu

KONDISI EKONOMI

  

Persepsi atas kondisi ekonomi DKI Jakarta sekarang dibanding tahun lalu (%)

  75

  62 Lebih baik Sama/tidak ada perubahan

  50 Lebih buruk Tidak tahu

  26

  25

  10

  2 KONDISI EKONOMI DKI JAKARTA

KINERJA BURUK

  Dibanding yang positif, yang negatif lebih banyak dari kerja Pemda DKI di mata • calon pemilih.

  Pemda DKI Jakarta dinilai buruk oleh mayoritas calon pemilih dalam upaya • menanggulangi masalah pengangguran, kemiskinan, kemacetan, banjir, pemberantasan korupsi di jajaran Pemerintah Daerah (Pemda), polusi udara, pendangkalan sungai, pengaturan pedagang kaki lima, narkoba, dan kriminalitas.

  • Lebih dari itu warga DKI Jakarta pada umumnya mempersepsikan bahwa kondisi ekonomi DKI tahun ini dirasakan lebih buruk dibanding tahun lalu. Semua persepsi atas kinerja pemda DKI Jakarta atas berbagai isu, dan kondisi • ekonomi DKI yang dirasakan buruk oleh warga pada umumnya bisa menjadi sumber negatif bagi incumbent bila pemilih DKI Jakarta rasional. Masalahnya sekarang apakah Fauzi Bowi incumbent? Dan apakah pemilih DKI • Jakarta cukup rasional dalam menentukan pilihan mereka? Masalah-masalah ini akan dipaparkan di bawah.

  Awareness dan optimisme tentang Pilkada Gubernur DKI Jakarta

AWARENESS TENTANG PILKADA

  

Apakah sudah tahu/ pernah mendengar bahwa pemilihan Gubernur DKI secara

langsung akan dilaksanakan pada tahun 2007 ini? (%)

100

  76

  75

  50

  24

25 YA

  TIDAK

PARTISIPASI DALAM PILKADA

  

Jika pemilihan langsung untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta

dilaksanakan hari ini, apakah akan ikut memilih? 100

  91

  75

  50

  25

  6.5

  2.6 YA TIDAK Tidak Tahu/Jawab

TINGKAT OPTIMISME

  

Seberapa yakin Pilkada gubernur DKI Jakarta nanti akan menghasilkan gubernur yang lebih

mampu menjalankan pemerintahan dibanding gubernur yang sekarang (%)

  60

  48

  

44

  45

  30

  15

  8 Yakin Ragu/tidak yakin Tidak tahu

TINGKAT PARTISIPASI

  • Meskipun pilkada DKI akan dilaksanakan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, pada Agustus 2007, masih ada sekitar 24% warga yang punya hak pilih tidak tahu akan ada pemilihan langsung Gubernur DKI tahun 2007 ini.
  • Secara umum, cukup besar kemungkinan tingkat partisipasi dalam Pilkada DKI

  Jakarta (91%). Tapi ini hanya “keinginan” atau “intensi,” bukan prediksi yang baik tentang partisipasi. Sebab dalam kenyataannya, partisipasi tidak hanya ditentukan oleh keinginan tapi juga oleh banyak faktor lain pada hari H. Misalnya, terdaftar untuk memilih, adanya surat panggilan untuk memilih, sehat, force mejure, pilihan tidak sah, dll. Karena itu, dalam kenyataannya, biasanya hanya antara 60-80% yang ikut memilih di hari H, dan pilihannya dianggap sah.

KURANG OPTIMIS

  • Yang menarik adalah bahwa tingkat optimisme warga DKI dengan hasil Pilkada nanti kurang meyakinkan. Kurang dari separuh dari warga DKI yang yakin bahwa Pilkada nanti akan menghasilkan gubernur baru yang lebih mampu untuk menjalankan pemerintahan DKI.
  • Tingkat optimisme yang tidak meyakinkan dengan hasil Pilkada gubernur DKI tersebut bisa menjadi sumber bagi tidak berpartisipasinya warga dalam Pilkada. Warga bisa tidak datang ke TPS karena pesimis bahwa Pilkada akan menghasilkan gubernur yang lebih baik bagi pelaksanaan pemerintahan DKI Jakarta.
  • Namun demikian kita melihat bahwa 91% dari warga berkeinginan untuk ikut memilih. Ini mengindikasikan bahwa keinginan berpartisipasi ini kurang punya nilai substantif. Warga akan ikut memilih meskipun tidak yakin atau ragu bahwa gubernur yang akan dihasilkan nanti akan lebih baik dari yang sekarang.
  • Karena itu Pilkada DKI kemungkinan hanya akan lebih bersifat ritualistik saja ketimbang untuk perubahan pemerintahan ke arah yang lebih baik.

PELUANG PARA KANDIDAT

  Orientasi terhadap Calon (%)

Apakah tahu nama-nama berikut? Kalau tahu, apakah suka? Apakah mampu

Memimpin DKI Jakarta? Apakah akan memilihnya kalau pemilhan gubernur diadakan

  

Hari ini?

100

  92

  82

  75

  68

  66

  54

  49

  46

  50

  44

  37

  34

  33

  32

  29

  20

  25

  19

  10 Adang Agum Fauzi Sarwono

Tahu Suka Mampu memimpin Memilih

  

TEMUAN

  Di antara empat calon yang sampai hari ini banyak disebut, Agum adalah nama • yang paling dikenal (92%) dan paling disukai (54%). Urutan kedua adalah Fauzi Bowo. Ia dikenal oleh 82%, dan disukai oleh 49% calon pemilih. Sementara Adang dikenal oleh 68%, dan disukai oleh 32% calon pemilih. Selanjutnya Sarwono dikenal oleh 66%, dan disukai oleh 37% calon pemilih.

  • Dalam soal pilihan, untuk sementara Fauzi berada pada urutan pertama (34%).

  Agum (20%) dan Adang (19%) pada urutan kedua, dan Sarwono pada urutan ketiga (10%).

  Ini mengindikasikan bahwa kedikenalan dan kesukaan pada Fauzi lebih efektif • secara elektoral ketimbang pada Agum. Ini bisa disebabkan oleh kedikenalan dan kesukaan pada Agum bukan dalam konteks calon gubernur dalam Pilkada DKI, melainkan karena ia seorang tokoh publik yang sudah lama terekspos ke publik bukan karena ia akan menjadi calon gubernur DKI. Sampai hari ini belum ada kepastian bahwa Agum akan menjadi calon gubernur.

  

TEMUAN

  Sebagai pendatang baru dalam politik, Fauzi dan Adang mengalami kemajuan • mengesankan. Tahun lalu, Maret 2006, belum banyak yang akan memilih Fauzi; dan hampir tak ada warga DKI yang mengenal Adang, apalagi akan memilihnya. Namun demikian, kalau ada 3 calon gubernur, kemungkinan akan terjadi dua • putaran sebab belum ada calon yang meyakinkan dalam perolehan suara (di atas 50% sebagaimana disyaratkan oleh UU Pilkada DKI). Kekuatan calon-calon gubernur DKI yang ada hanya sedang-sedang saja. Tidak ada yang menonjol betul. Yang sudah hampir pasti menjadi calon gubernur adalah Adang dan Fauzi. • Karena itu menarik untuk melihat bagaimana kekuatan dua calon ini bila keduanya harus berhadapan, head to head.

PELUANG PARA KANDIDAT

  

Yang akan dipilih kalau pemilihan gubernur diadakan hari ini: Hanya dua nama, Adang

vs Fauzi (%)

  60

  48.9

  45

  28.4

  30

  22.7

15 Adang Fauzi Belum tahu

  

Keunggulan Fauzi atas Adang

Kalau pemilihan gubernur dilakukan sekarang, dan calon yang maju hanya Adang dan • Fauzi, lebih banyak warga Jakarta yang kemungkinan besar memilih Fauzi ketimbang Adang. Selisih perolehan sementara cukup jauh, yakni sekitar 20%. Masih ada sekitar 23% yang belum memutuskan, dan secara statistik sulit bagi Adang • untuk menarik semua dari yang belum memutuskan tersebut. Kalau Adang harus menang, maka ia harus merebut suara warga yang telah bersimpati pada Agum, tidak

bisa hanya bersandar pada suara “mengambang.” Masih ada waktu sekitar 4 bulan

bagi Tim Adang untuk melakukan itu. Tapi juga jangan lupa bahwa Tim Fauzi juga

bekerja keras. Tim Adang harus bekerja setidaknya dua kali lebih keras dari Tim Fauzi untuk memenagkan kursi gubernur DKI ini. Sejauh ini, perbincangan calon wakil terus menghangat. Salah satu pertimbangan • untuk menggaet seorang calon wakil adalah sejauhmana calon tersebut punya

kemampuan untuk menarik suara pemilih, disamping pertimbangan-pertimbangan

lainnya. Masalah calon ini belum selesai pada Fauzi. Kalau memperhatikan suara pemilih, berikut adalah kekuatan masing-masing calon potensial Fauzi dalam membantu peningkatan suara bagi Fauzi.

PENGARUH CALON WAKIL

PENGARUH CALON WAKIL

  Fauzi berpasangan dengan … lawan Adang-Dani (%)

  75

  57

  60

  54

  53.5

  53

  53

  53

  52

  45

  36

  35

  35

  35

  34

  33

  33

  30

  15

  12.5

  12

  12

  12

  12

  15

10 Rano Ade S Ferrial S. Slamet K. Djasri M.

  A. Wahab M. Agung I.S.

Fauzi dengan Adang-Dani Belum tahu

  

Wakil Tidak berpengaruh

  Kalau dalam survei-survei sebelumnya Rano Karno dapat mengangkat suara • calon, siapapun calonnya, maka kekuatan Rano ini sekarang tidak seperti ditemukan dalam survei-survei sebelumnya. Calon gubernur, bukan calon wakil, yang lebih penting. Calon wakil tidak membantu banyak dalam perolehan suara secara langsung bagi Fauzi. Karena itu pertimbangan lain, bukan aspirasi pemilih langsung, bisa masuk ke dalam kalkulasi Fauzi. Mengapa Fauzi lebih kuat?

  • Isu?
  • Incumbent?
  • Citra kompetensi?
  • Partai?
  • Ormas?
  • Media massa?
  • Suku-bangsa?

  

Isu tidak penting

  Sebelumnya telah dikemukakan bahwa warga DKI Jakarta merasakan bahwa • pengangguran, banjir, dan kemacetan merupakan tiga masalah pertama yang harus menjadi perhatan tiap calon gubernur DKI Jakarta. Sebagai orang nomor 2 di DKI Jakarta sekarang, Fauzi tentu tidak bisa banyak • mengumbar janji sebab bukan janji yang harus diungkapkan tapi bukti. Dan dalam tiga isu tersebut Pemda DKI Jakarta dinilai warga pada umumnya buruk kinerjanya. Bahkan secara umum, kinerja Pemda dinilai buruk. Tapi mengapa Fauzi dipilih? Kemungkinannya adalah karena pemilih pada umumnya tidak mampu • menghubungkan kinerja Pemda DKI Jakarta dengan Fauzi sebagai orang No. 2 di Pemda DKI Jakarta. Karena itu isu-isu publik menjadi tidak penting dalam menentukan pilihan terhadap Fauzi.

  Lawan-lawan Fauzi belum memberikan program-program alternatif yang dinilai • lebih baik terhadap isu-isu tersebut, dan karena itu isu-isu publik belum menjadi faktor penting dalam menentukan pilhan.

  

Isu tidak penting

  Perilaku pemilih DKI Jakarta seperti ini memprihatinkan, sebab sebenarnya • warga DKI Jakarta relatif lebih terpelajar dibanding di daerah-daerah lain di tanah air ternyata berperilaku politik dengan mengabaikan isu-isu publik. Bahkan mereka tetap memilih meskipun tidak yakin Pilkada akan menghasilkan • gubernur lebih baik.

  • Absennya isu publik dalam menentukan pilihan di antara warga DKI sebagian disebabkan oleh kegagalan elite partai dalam mengedepankan isu ketimbang kemenangan itu sendiri. Kalau bisa menang tanpa isu publik, mengapa harus repot dengan isu? Kalau isu publik tidak penting lantas apa? Citra kompetensi? Di atas telah • ditunjukan bahwa Fauzi tidak punya citra kompetensi yang lebih menonjol dari yang lain, terutama dibanding Agum.
  • Bagaimana dengan Partai?

PENGARUH PARPOL

  Distribusi suara pemilih enam partai besar pada Adang dan Fauzi (%)

  80

  69

  70

  64

  59

  59

  60

  49

  49

  50

  40

  40

  29

  26

  30

  25

  22

  20

  19

  16

  16

  20

  15

  12

  11

10 PKS Demokrat PDIP Golkar PPP PAN

  Adang Fauzi Belum tahu

  

Partai berpengaruh

Berbeda dengan Pilkada di daerah-daerah lain, di DKI Jakarta partai politik punya pengaruh • cukup besar terhadap pilihan atas calon. Pemilih partai-partai pendukung Fauzi umumnya memilih Fauzi, bukan Adang. Sebaliknya, •

partai pendukung Adang, yakni PKS, lebih banyak yang memilih Adang ketimbang Fauzi.

Pengaruh ini stabil lepas dari faktor sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, dll.) maupun

demografi seperti suku-bangsa.

  • Untuk sementara dukungan yang besar dari partai-partai politik pada Fauzi merupakan kekuatan utama mengapa ia mendapatkan dukungan besar. Warga DKI Jakarta nampaknya aware dengan penyederhanaan jumlah partai dalam Pilkada • ini, yakni PKS lawan the rest (selebihnya). Kelemahan Adang menjadi jelas bahwa ia dikerangkeng oleh kerangkeng yang tidak terlalu • besar untuk menang dalam Pilkada DKI Jakarta ini, apalagi PKS juga telah menetapkan wakilnya dari dalam PKS sendiri.
  • Namun demikian, walaupun pengaruh partai penting, Fauzi belum mampu merebut suara secara optimal padahal kekuatan partai pendukungnya sudah melampuai 50%.

  KESIMPULAN

  Pemilihan gubernur DKI Jakarta akan dilangsungkan dalam empat bulan • mendatang, namun sampai hari ini perilaku pemilih terhadap gubernur tidak banyak dipengaruhi oleh isu-isu publik. Warga menyadari adanya sejumlah isu krusial yang harus diprioritaskan dalam • kepemimpinan DKI Jakarta mendatang, terutama masalah pengangguran, kemacetan lalulintas, dan banjir. Kinerja Pemda DKI Jakarta dinilai buruk oleh warga pada umumnya untuk tiga • isu tersebut, dan juga banyak isu-isu publik lainnya. Tapi penilaian buruk ini tidak punya implikasi elektoral yang berarti sebab warga DKI Jakarta lebih cenderung memilih calon nomor dua di Pemda DKI, Fauzi Bowo. Harusnya, penilian negatif atas kinerja Pemda ini, membuahkan hukuman terhadap calon dari Pemda, dengan membuatnya tidak dipilih. Tapi kenyataannya tidak demikian.

  KESIMPULAN (lanjutan) Warga juga kurang yakin bahwa Pilkada gubernur DKI •

  Jakarta akan menghasilkan gubernur baru yang lebih mampu untuk menjalankan pemerintahan DKI, tapi mereka tetap memilih sebab memilih tidak terkait langsung dengan masa depan pemerintahan, dengan su-isu yang menjadi perhatian publik Jakarta. Pilkada bukan untuk membuat

  Jakarta pemerintahan baru DKI lebih baik, tapi lebih sebagai ritual politik yang kurang bermuatan substansi untuk perbaikan DKI Jakarta ke depan.

  • Sumber dari ritualisme politik lewat Pilkada ini adalah kegagalan partai politik dalam

    mengedepankan isu-isu publik dalam melakukan rekrutmen calon. Setidaknya publik

    tidak aware apa isu yang diprioritaskan oleh partai-partai itu ketika mengusung seorang calon. Di samping itu, calon alternatif terhadap Fauzi juga kurang punya isu yang kuat. Calon- •

    calon yang muncul hanya pada “kelas sedang-sedang” saja sehingga tidak ada yang

    mendapat dukungan menonjol. Dalam situasi seperti ini maka mobilisasi pemilih tanpa

    isu publik menjadi menentukan. Tapi masih ada waktu bagi para calon untuk menunjukan kompetensi mereka dalam • mengatasi masalah-masalah yang dirasakan mendesak oleh warga DKI, untuk membuat

    Pilkada di ibu kota menjadi lebih masuk akal, bukan sekedar ritualisme politik atas