TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN MENDAGRI DAN GUBERNUR DALAM MELANTIK KEPALA DAERAH PEMENANG PILKADA

  TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN MENDAGRI DAN GUBERNUR DALAM MELANTIK KEPALA DAERAH PEMENANG PILKADA JURNAL ILMIAH Oleh AGUS PIDARTA Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM Pada Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

  

TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN MENDAGRI DAN GUBERNUR DALAM

MELANTIK KEPALA DAERAH PEMENANG PILKADA

Oleh :

Agus Pidarta, Syamsir Syamsu, Satria Prayoga

  

Email

Abstrak

  Tinjauan yuridis kewenangan Mendagri dan Gubernur dalam melantik Kepala Daerah pemenang Pilkada pada hakikatnya merupakan bagian dari analisis yang peneliti lakukan berkenaan dengan perwujudan sistem pemerintahan pusat dan daerah melalui teori atribusi, dalam pelaksanaannya sering terjadi penyimpangan kebijakan dari teori yang ada, sehingga melalui penelitian ini dapat menjawab permasalahan berkenaan dengan penyimpangan yang terjadi, berdasarkan teori dan aturan hukum yang berlaku.

  Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Kewenangan Mendagri dan Gubernur dalam melantik Kepala Daerah terpilih, serta hambatan-hambatan yang mempengaruhi Gubernur dalam proses melantik kepala daerah terpilih..Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan Normatif Empiris.Sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Berdasarkan Hasil Penelitian dan Pembahasan disimpulkan bahwaKewenangan untuk melantik kepala daerah terpilih merupakan kewenangan Gubernur berdasarkan teori atribusi yaitu penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah. Gubernur secara etika pemerintahan wajib melantik kepala daerah terpilih. Apabila Gubernur tidak mau melantik maka kewenangan melantik dapat diambil alih oleh Kemendagri selaku perwakilan pemerintah pusat.Pelaksanaan pelantikan kepala daerah oleh Gubernur, bisa terjadi hambatan yang menyebabkan Gubernur tidak bisa melantik Kepala daerah. Faktor penghambat tersebut yaitu : Gubernur sakit,adanya bencana alam,Gubernur kunjungan/kepergian Luar Neger, serta adanya Pengaruh politik,.

  Dari berbagai pemaparan di atas maka peneliti menyarankan: Untuk pemerintah Daerah agar dapat melaksanakan aturan hukum sebagaimana mestinya.Pemberian sanksi Gubernur yang tidak melantik kepala daerah terpilih tanpa alasan yang dapat dibenarkan untuk menjamin kepastian hukum.

  Kata kunci: Kewenangan Melantik Kepala Daerah

  

JURIDICAL REVIEW ITS AUTHORITY AND THE GOVERNOR IN INAUGURATED

REGIONAL LEADERS WINNER ELECTION

  By:

  

Agus Pidarta, Syamsir Syamsu, Satria Prayoga

(Email

  Abstract Juridical review its authority and the governor in inaugurated regional leaders not win the election is part of the analysis researchers do with regard to a system of government central and regional the attribution through theory, in practice frequent irregularities policy from the theory that is, so via this research answering problems with regard to forms of deception which occur, based on the and applicable rules. Problems in research is how its authority and the governor in inaugurated regional leaders and elected, well as the barrier affecting the governor in the process of inaugurated regional leaders and elected. Approach matter used approach is empirical normative. Sources and types of data on the research is primary and secondary data. Based on the research done and discussion concluded that the authority to induct the head of the region elected is the authority governor according to the theory the attribution namely the transfer of authority of center to the regions .Governor ethically government must inaugurating the head of the region elected .When governor did not want to inaugurating so authority inaugurating can be taken over back by Kemendagri as representatives of the central government .The implementation of the inauguration of the head of the region by the governor, can happen obstacles that causes governor did not can inaugurating the head of the region .Factors barrier are: governor hospital , the natural disasters, governor visits / the departure of outside neger , and the political influence. Of various exposure over hence researchers suggest for local government to implement the rule of law as it should be, And for the government to provide center sanctions to governors not inaugurated regional leaders and elected without justifiable cause to guarantee legal certainty. Keywords: inaugurated the local authority

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

  Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip TRIAS POLITICA yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain.

  Pemilihan Kepala Daerah atau yang sekarang lebih dikenal dengan Pilkada secara langsung merupakan sebuah kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang menjadi momentum politik besar untuk menuju demokratisasi. Momentum ini seiring dengan salah satu tujuan reformasi, yaitu untuk mewujudkan Indonesia yang lebih demokratis yang hanya bisa dicapai dengan mengembalikan kedaulatan ketangan rakyat. Hasil Pilkada adalah tampilnya seorang pejabat publik yang dimiliki oleh rakyat tanpa membedakan darimana asal dan usul keberadaannya karena dia telah ditempatkan sebagai pengayom bagi rakyat. Siapapun yang memenangkan pertarungan dalam Pilkada ditetapkan sebagai Kepala Daerah (localexecutive) yang memiliki

  legalauthority of power (teritorial kekuasaan

  yang jelas), local own income and distribute

  them for people welfare (memiliki pendapatan

  daerah untuk didistribusikan bagi kesejahteraan penduduk), dan local refresentative as balance

  power for controlling local executive (lembaga

  perwakilan rakyat sebagai pengontrol eksekutif daerah). Hadirnya pemerintah yang dipilih dan ditentukan oleh daerah paling tidak menjadi sinyal bagi membaiknya sistem layanan publik bagi rakyat didaerah sebagai esensi dari kehadiran pemerintahan daerah yang legitimate.

  Pemilihan umum ataupun pemilihan kepala daerah setelah adanya para pemenang pemilu yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), dilaksanakan pelantikan baik pelantikan presiden, gubernur, bupati/walikota, guna segera berjalannya roda pemerintahan dilakukan pelantikan bagi para pemenang pemilu. Gubernur sebagai kepala daerah yang mempunyai dua tugas dalam pemerintahannya yaitu gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah serta gubernur sebagai pemimpin dan wakil pemerintah daerah di pusat. Oleh Karena itu, Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah berwenang untuk melantik Bupati/Walikota atas nama Presiden. Hal tersebut disebutkan dalam pasal 164 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa:

  “ Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dilantik oleh Gubernur di ibu kota Provinsi yang bersangkutan.

  Pada Prakteknya Mendagri harus melaksanakan wewenang Gubernur untuk melantik bupati/walikota tepilih karena alasan bahwa gubernur yang bersangkutan tidak mau untuk melaksanakan tugas gubernur sebagai wakil pemerintah pusat didaerah tersebut untuk melantik Bupati/Walikota.

  Dengan kejadian tersebut terlihat adanya indikasi kepentingan politik yang melatar belakangi seorang Gubernur untuk tidak bersedia melantik Bupati/ Walikota. Dengan adanya hal tersebut bahwa gubernur tidak melaksanakan tugas ataupun kewenangannya sebagai pemimpin kepala daerah maupun wakil pemeintah pusat didaerah dapat menimbulkan kekosongan kekuasaan kepala daerah yang itu akan mencoreng system demokrasi di Indonesia dimana gubernur tidak melaksanakan tugas yang telah di atur dalam peraturan perundang-undangan karena adanya kepentingan-kepentingan individu maupun kelompok tertentu.

  Berdasarkan uraian di atas, penulis akan melaksanakan penelitian dalam skripsi yang berjudul:

  “Tinjauan Yuridis Kewenangan Mendagri dan Gubernur Dalam Melantik Kepala Daerah Pemenang Pilkada”.

  Dari uraian latar belakang yang di kemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

  1. Bagaimanakah Kewenangan Mendagri dan Gubernur dalam melantik Kepala Daerah?

  2. Apakah faktor penghambat Gubernur dalam melaksanakan kewenangan melantik kepala daerah terpilih? C.

   Metode Penelitian

  Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Sedangkan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Pengumpulan data secara studi lapangan dilakukan melalui wawancara dengan: 1.

  Melalui Biro Hukum Provinsi Lampung pada Biro Otda Provinsi Lampung; 2. Komisioner

  KPUD Provinsi Lampung. Pengolahan data dengan cara identifikasi data, kemudian klasifikasi data dan sistematisasi data sehingga menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan uraian masalah.

  II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kedudukan Gubernur Dalam Penyelenggaraan Pemerintaha Daerah

  Untuk daerah provinsi, lembaga pelaksana kebijakan daerah adalah pemerintah provinsi yang dipimpin oleh Gubernur. Dengan status provinsi adalah sebagai daerah otonom sekaligus sebagai wilayah administrasi, Gubernur adalah sebagai kepala daerah otonom sekaligus kepala wilayah administrasi. Sebagai kepala daerah otonom Gubernur adalah kepala pemerintahan daerah propinsi yang bertanggung jawab kepada rakyat daerah setempat. Sedangkan sebagai kepala wilayah administrasi, Gubernur adalah wakil pemerintah pusat di wilayah administrasi propinsi yang bersangkutan.

B. Permasalahan

  Kedudukan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat merupakan implikasi logis dari penerapan asas dekonsentrasi.Dengan dekonsentarsi Gubernur menjadi kepala wilayah administrasi (local state government). Gubernur sebagai kepala wilayah administrasi bertanggung jawab kepada pemerintah pusat. Dengan demikian Gubernur adalah aparat pemerintahan pusat di daerah. Oleh karena itu Gubernur wajib melaksanakan tugas dan mengamankan kepentingan pemerintah pusat. Kepentingan pemerintah pusat yang paling utama adalah tetap tegak dan utuhnya wilayah negara kesatuan. Kedudukan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat ditegaskan dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa

  “Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan

  ”, dan pada ayat (2) menyatakan bahwa

  “dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden ”.

  kepala daerah otonom berhubungan dengan asas desentralisasi. Desentralisasi menciptakan daerah otonom propinsi. Dengan desentralisasi Gubernur menjadi kepala daerah otonom bertanggung jawab kepada warga yang memilihnya. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka kedudukan Gubernur pertama, sebagai wakil pemerintah pusat dan yang kedua yaitu sebagai kepala daerah otonom.

  Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

  Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya 1 UU No. 23 tahun 2014 tentang pemerintah saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Menyikapi hal diatas, seyogyanya tinjauan mengenai penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) tidak hanya berkenaan dengan fungsi administrasi negara, melainkan juga termasuk pada cabang-cabang kekuasaan negara yang lain seperti pembentukan undang-undang dan penegak hukum.

1 Sedangkan kedudukan Gubernur sebagai

  Pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 165 Undang-Undang Nomor

  8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

  Dalam Perpres itu ditegaskan, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota sebelum memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik. “Gubernur dan wakil Gubernur dilantik oleh Presiden. Dalam hal Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan oleh Wakil Presiden. Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan oleh Menteri,” demikian bunyi Pasal 3 ayat (1,2,3) Perpres tersebut.

B. Kewenangan Pejabat Kepala Daerah Dalam Pengangkatan Dan Pemberhentian Pejabat Daerah

  Adapun Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dilantik oleh Gubernur. dalam hal Gubernur berhalangan, pelantikan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dilaksanakan oleh Wakil Gubernur. Dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernur tidak dapat melaksanakan pelantikan Bupati dan Wakil bupati serta walikota dan wakil walikota, pelantikan dilaksanakan oleh Menteri.

  “Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan di ibu kota negara, dihadiri oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Povinsi,” bunyi Pasal 5 ayat (1,2) Perpres tersebut.

  Sementara pelantikan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dilaksanakan di ibu kota provinsi yang bersangkutan, dan dihadiri oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota.

  Susunan acara pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota sebagai berikut: a.

  Menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya; b. Pembacaan Keputusan Presiden untuk pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur atau pembacaan Keputusan Menteri untuk pelantikan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota; c. Pengucapan sumpah/janji jabatan dipandu oleh pejabat yang melantik; d. penandatanganan berita acara pengucapan sumpah/janji jabatan; e. Pemasangan tanda pangkat jabatan, penyematan tanda jabatan, dan penyerahan Keputusan Presiden untuk pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur atau pemasangan tanda pangkat jabatan, penyematan tanda jabatan, dan penyerahan Keputusan Menteri untuk pelantikan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota oleh pejabat yang melantik f.

  Kata-kata pelantikan oleh pejabat yang melantik; g.

  Penandatanganan pakta integritas; h. Sambutan pejabat yang melantik; i. Pembacaan doa; dan j. Penutupan.

  Menurut Perpres ini, susunan acara pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur yang dilakukan oleh Presiden atau Wakil Presiden berdasarkan pada protokol kepresidenan.

  Sementara susunan acara untuk pelantikan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dapat ditambahkan dengan pembacaan ayat suci Al- Qur’an atau seremoni agama tertentu atau nilai kearifan lokal yang dianut dan/atau diyakini oleh Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota yang dilantik.

  Perpres ini juga menegaskan, acara penyelenggaraan pelantikan Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota paling sedikit dihadiri oleh:

  a. Pejabat yang melantik;

  b. Pejabat yang dilantik;

  c. Rohaniwan; dan d.Pembaca naskah Keputusan Presiden dan/atau Keputusan Menteri.

  Adapun serah terima jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota dilakukan dengan penyerahan memori serah terima jabatan dari Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang digantikan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang menggantikan. Dalam hal jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota dijabat oleh Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Walikota, menurut Perpres No. 16 Tahun 2016 ini, serah terima jabatan dilakukan oleh Penjabat Gubernur kepada Gubernur dan Wakil Gubernur, Penjabat Bupati kepada Bupati dan Wakil Bupati, serta Penjabat Walikota kepada Walikota dan Wakil Walikota yang telah dilantik.

  Salah satu point menarik dalam PP No. 23 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas PP No.

  19 Tahun 2010, yang dikeluarkan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan peran Gubernur sebagai wakil pemerintah, khususnya dalam rangka memantapkan sinergis pusat dan daerah sehingga perlu adanya pengaturan mengenai peran Gubernur dalam pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, yakni pada

  Pasal 4 ayat (2) huruf c menyatakan bahwa Gubernur memiliki wewenang untuk memberikan sanksi terhadap Bupati/Walikota terkait pelaksanaan koordinasi. Salah satu sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh gubernur terhadap Bupati/Walikota yang tidak hadir dalam pelaksanaan rapat-rapat koordinasi,yaitu dengan mengusulkan kepada kementerian/lembaga terkait untuk tidak mengalokasikan dana tugas pembantuan kepada kabupaten/kota yang bersangkutan pada tahun anggaran berikutnya. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan kepada Biro Hukum Pemerintah Provinsi Lampung Pak Hargo, menurutnya kewenangan Gubernur untuk melantik kepala daerah terpilih merupakan hal yang wajib namun tidak bisa dipaksaakan misal ketika Gubernur tidak mau melantik maka kemendagri yang akan mengambil alih pelantikan tersebut, ketika Gubernur tidak mau melantik. Untuk itu kita harus melihatnya bahwa kewenganan itu berada pada kemendagri, namun karena sistem kita memberikan kewenangan itu bisa di limpahkan ke daerah dalam hal ini pejabat di daerah tersebut., lalu apabila pejabat daerah tersebut tidak mau, maka kewenangan tersebut bisa di ambil alih kembali. Sesungguhnya untuk kewenangan tersebut tidak bisa dipaksaakan terhadap pejabat daerah tersebut untuk melantik.karena dalam hal tersebut banyak hal yang mempengaruhi termasuk unsur politik. Jika kita membaca aturan khususnya berkenaan dengan kewenangan tersebut merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Sesunggunya kewenangan tersebut,merupakan kewajiban Berkaitan dengan konsekuensi hukumnya terhadap keengganan untuk melantik kepala daerah yang terpilih, tidak ada konsekuensi secara hukum terhadap kebijakan gubernur tersebut, serta tidak ada kaitan dengan pelanggaran kode etik, dan sesungguhnya secara normatif tidak ada konseskuensinya.

  2 C.

   Faktor Penghambat Gubernur dalam Melaksanakan Kewenangan Melantik Kepala daerah

  Dalam tahapan pemilihan kepala daerah, setelah adanya pemenang yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPU) dilanjutkan dengan usulan penerbitan surat keputusan pelantikan oleh DPRD kepada Presiden melalui Mendagri. Setelah diterbitkannya surat keputusan pelantikan Kepala Daerah oleh Menteri Dalam Negeri tentang Pelantikan Kepala Daerah khususnya Kepala daerah Kabupaten/Kota maka Gubernur berkewajiban untuk melaksanakan pelantikan kepala daerah.

  2 Berdasarkan wawancara dengan bapak Hargo Prasetyo Selaku kepala Biro Otonomi Daerah Akan tetapi dalam pelaksanaan pelantikan kepala daerah oleh Gubernur, di mungkinkan terjadi hambatan yang menyebabkan Gubernur tidak bisa melaksanakan kewenangannya sebagai wakil pemerintah pusat didaerah untuk melantik Kepala daerah. Adapun Faktor Penghambat Gubernur dalam Melaksanakan Kewenangan Melantik Kepala daerah yaitu :

  a. Gubernur sakit Gubernur tidak bisa melaksanakan kewenangannya untuk melantik kepala daerah jika Gubernur dalam keadaan sakit yang dimaksud adalah keadaan di mana gubernur tersebut tidak sanggup untuk melaksanakan tugas seperti biasanya.

  Gubernur dinyatakan sakit atau tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagai Gubernur karena sakit dengan adanya surat keterangan sakit dari dokter dan Rumah Sakit yang ditunjuk, untuk kriteria sakitnya sendiri tidak dapat dibatasi secara pasti, karena keadaan sakit yang dimasud adalah keadaan di mana gubernur tersebut tidak sanggup untuk melaksanakan tugas seperti biasanya.

  b. Bencana alam Bencana alam merupakan suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi masyarakat. Bencana alam dapat menghambat gubenur umtuk melaksanaan pelantikan Kepala Daerah Kabupaten/Kota apabila pada saat akan berlangsungnya proses pelantikan kepala daerah terpilih terjadi suatu keadaan yang tidak terduga sebelumnya yaitu terjadi bencana alam yang berdampak luas terhadap masyarakat luas sehingga menghambat proses pelantikan.

  c. Gubernur kunjungan/ Bepergian Luar Negeri Pada saat pelaksanaan pelantikan kepala daerah, Gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah yang akan melaksanakan kewenangan tersebut sedang berada di luar negeri dalam rangka melaksanakan tugas, sehingga gubernur tidak bisa melantik kepala daerah terpilih.

  d. Faktor Politik Adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan kekuasaan dan kepentingan-kepentingan yang dimiliki baik oleh gubernur sebagai pemimpin didaerah tersebut ataupun intruksi dari keputusan partai pengusung kepala daerah atau juga bisa oleh faktor-faktor yang lain yang berkaitan dengan kepentingan diri sendiri maupun kepentingan kelompok.

  III. SIMPULAN

  Berdasarkan hasil penelitian yang penulis dapatkan maka dapat disimpulkan beberapa hal:

  1. Bahwa Kewenangan untuk melantik kepala daeah terpilih merupakan kewenangan Gubernur sebagai kepala daerah berdasarkan teori atribusi yaitu penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah. Sehingga Gubernur secara etika pemerintahan yang baik memiliki keharusan untuk melantik kepala daerah terpilih. Meskipun tidak ada paksaan untuk kepala daerah untuk melantik atau tidak. Apabila Gubernur tidak mau melantik maka kewenangan melantik dapat dilakukan oleh Wakil Gubernur dan jika Wakil Gubernur tidak mau melantik maka kewenangan tersebut dapat diambil alih kembali oleh Kemendagri selaku wakil pemerintah pusat. Meskipun tidak ada konsekuensi hukum apabila Gubernur tidak mau melantik kepala daerah terpilih namun jika di tinjau, dari etika politik dan asas pemerintahan yang baik sesungguhnya terlihat adanya tendensi politik Bahwa kewenangan untuk menyatakan memenuhi syarat atau tidak bukan merupakan kewenangan dari Gubernur, melainkan kewenangan dari KPU

  (Komisi Pemilihan Umum) untuk menyatakan memenuhi syarat atau tidaknya kepala daerah yang terpilih.

  HR. Ridwan. 2010. Hukum Administrasi Negara. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

  Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

  B. PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN

  Yogyakarta.Liberty.

  Hukum dan Moral dalam pembangunan Masyarakat Indonesia, Yogyakarta. Kanisiuss. Thaib. Dahlan. 1999. Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Konstitusi .

  Kisruh Peraturan Daerah:Mengurai Masalah dan Solusinya. Jakarta. Ombak. Setiardja. A. Gunawan, 1990. Dialektika

  Malang. Averoes Press. R. Siti Zuhro, lilis Mulyani dan Fitria, 2010.

  Kabupaten dan Kota dalam rangka otonomi daerah. Makalah pada seminar nasional. Fakultas Hukum Unpad.bandung 13 mei. Nadir. Ahmad. 2005. Pilkada Langsung dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia .

  Konstitusi, Yogyakarta, Fakultas Hukum UII. Manan. Bagir. wewenang provinsi.

  Otonomi Daerah. Yogyakarta. Pusat Studi Hukum FH UII. Manan, Bagir. 2003. Teori dan Politik

  )” Pro Justitia Tahun XVI Nomor I Januari 1998. Manan,Bagir, 2001, Menyongsong Fajar

  Wewenang Pemerintahan (bestuurbevoegdheid

  Universitas Islam Indonesia. M.Hadjon, Philipus. 2000. “Tentang

  Kantaprawira. Rusadi. 1998. Hukum dan Kekuasaa. Makalah. Yogyakarta.

  Hidayat. Syarip. 2004. Desentralisasi, Otonomi Daerah Teori dan Kenyataan Empiris. Jakarta. Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

  2. Dalam pelaksanaan pelantikan kepala daerah oleh Gubernur, di mungkinkan terjadi hambatan-hambatan yang menyebabkan Gubernur tidak bisa dan enggan melaksanakan kewenangannya sebagai wakil pemerintah pusat didaerah untuk melantik Kepala daerah. Faktor-faktor yang dapat menghambat Gubernur dalam Melaksanakan Kewenangan Melantik Kepala daerah yaitu :

  Bandung. Alumni.

  Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah .

  HD. Stout. 2004. de Betekenissen van de wet. dalam Irfan Fachruddin.

  Djamali. R. Abdoel, 2001. Pengantar Hukum Indonesia.Bandung.Pt.Raja Grafindo Persada Jakarta,

  Dasar-dasar Ilmu Politik ,. Jakarta. Gramedia.

  Admosudirjo,Prajudi. 2001. Teori kewenangan, PT,rineka cipta jakarta. Astawa. I Gde Pantja. 2013. Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia, Bandung. Alumni. Budiardjo. Miriam.

  UII Press. Admosudirdjo,Prajudi. Hukum Administrasi Negara . Jakarta: Ghalia Indonesia.

  Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Madinah dan UUD 1945, Yogyakarta,

  Alim, Muhammad, 2001,Demokrasi dan

  d. Faktor Politik

  c. Gubernur kunjungan/ kepergian Luar Negeri.

  b. Bencana alam

  a. Gubernur sakit

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU

  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang Penyelenggara Pemilihan Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Tata umum.

  Cara Pelantikan Gubernur dan Wakil Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, tentang Perubahan Kedua Atas serta Walikota dan Wakil Walikota

  Undang-Undang Nomor 32 Tahun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 2004 tentang Pemilihan Kepala Nomor 39 Tahun 2001 tentang Daerah. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Penyelenggaraan Dekonsentrasi. tentang Penyelenggara pemilihan

  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Umum. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata tentang Pemilihan Gubernur, Bupati

  Cara Pelaksanaan Tugas Kedudukan dan Walikota. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Keuangan Gubernur Sebagai Wakil tentang Pemerintahan Daerah jo UU

  Pemerintah di Wilayah Provinsi Nomor

  9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas undang-undang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 23 tahun 2014 tentang

  Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Perubahan Atas Peraturan Pemerintah tentang Penetapan Perpu Nomor 1

  Nomor 19 Tahun 2010. Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan walikota Peraturan pemerintah Republik Indonesia Menjadi Undang-Undang.

  Nomor 23 Tahun 2011 tentang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas dekosentrasi dan Tugas pembantuan.

  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24

  Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tugas dan Wewenang Gubernur. Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang

  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 yang dirubah dan diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah.

  Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri.