BAB VIII ASPEK TEKNIS PER SEKTOR - DOCRPIJM 0473f16227 BAB VIIIBAB 8

BAB VIII ASPEK TEKNIS PER SEKTOR Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang

  mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.

8.1. Rencana Pengembangan Permukiman

8.1.1. Arah Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

  Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

   Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

  Jangka Panjang Nasional

  Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

   Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

  Permukiman

  Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f). Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

   Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

   Penanggulangan Kemiskinan

  Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan

  Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang

  

Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

  Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014. Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan

  Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas dibidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.

  Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:

   Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan; Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan

   kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial; Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas

   permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;

   permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan

  Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas

   kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman; Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

   8.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan Daerah 1.

  Isu Strategis Isu-isu strategis berkenaan dengan pengembangan permukiman, terdiri dari isu strategis skala nasional dan isu strategis skala Kabupaten

  Bone Bolango. Isu strategis nasional bersifat umum secara nasional sedangkan isu strategis skala Kabupaten Bone Bolango bersifat lokal dan spesifik yang keberadaannya bisa berbeda dengan kabupaten atau kota lain di Indonesia.

  Isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah: Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta

   mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim;

   Percepatan pencapaian target MDG’s 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh perkotaan; Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif

   Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI; Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT,

   Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan;

   Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin;

   Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh;

   Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun;

   Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman;

   Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal dibidang pembangunan perumahan dan permukiman. Identifikasi isu-isu strategis pengembangan permukiman di Kabupaten Bone Bolango dilakukan dengan mempertimbangkan dokumen perencanaan terkait untuk menjamin keterpaduan arahan pengembangan permukiman ke depan. Oleh sebab itu isu-isu strategis berkaitan dengan pengembangan permukiman di kabupaten Bone Bolango saat ini masih bersifat awal karena masih mengingat dokumen RP2KP-SPPIP masih dalam tahap penyusunan.

  Identifikasi awal terhadap isu-isu strategis pengembangan permukiman di Kabupaten Bone Bolango, antara lain:

   Pemenuhan kebutuhan hunian rumah tinggal yang dilengkapi sarana dan prasarana pendukungnya sehingga seluruh masyarakat dapat memiliki tempat tinggal/rumah yang layak huni dan memadai;

   Peningkatan pemerataan dan penyebaran pembangunan perumahan dengan tetap yang memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.

  Kedua isu strategis awal diatas merupakan arahan pembangunan sesuai dengan amanat RPJPD Kabupaten Bone Bolango tahun 2011-2015.

2. Kondisi eksisting

  Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional mencakup 180 dokumen RP2KP, 108 dokumen RTBL KSK, untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.

  Kondisi eksisting sebaran permukiman umumnya terkonsentrasi di pusat kegiatan kota atau pusat kota dan di koridor sepanjang jalan arteri yang menghubungkan Pusat Kabupaten Bone Bolango dengan Kabupaten Gorontalo. Kondisi sebaran kawasan permukiman yang berada di pusat kota secara langsung juga berada di kawasan rawan bencana banjir karena dilalui sungai Basar dan muara pertemuan 3 sungai di Kabupaten Bone Bolango yaitu Sungai Bolango dan Sungai Bone serta Sungai Tamalate. Kawasan permukiman tersebut adalah Kawasan Permukiman di Kecamatan Kota Barat, Kecamatan Kota Selatan dan Kecamatan Kota Timur.

  Peraturan perundangan Kabupaten Bone Bolango (meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman saat ini baru terdiri dari Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bone Bolango Tahun 2011-2031.

  Tabel 8. 1. Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Walikota Terkait Pengembangan Permukiman No. Perda/Pergub/Perwal Amanat Kebijakan Jenis Produk No./Tahun Perihal

  1. PERDA Kabupaten Bone Bolango

  8/2012 RTRW Kabupaten Bone Bolango Tahun 2011-2031 Rencana kawasan permukiman terdiri dari peruntukan permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan.

   Kawasan peruntukan permukiman perkotaan terdapat di Kawasan Perkotaan Suwawa, Kabila, Tilongkabila, Tapa dan Bulango Selatan.

   Kawasan peruntukan permukiman perdesaan terdapat diseluruh wilayah kabupaten selain kawasan perkotaan.

3. Permasalahan dan Tantangan

  Permasalahan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:

   Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas;

   Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan;

   Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

  Tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:

   Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat;

   Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman;

   Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden);

   Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah; Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa

  Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta

   pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota; Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2-JM bidang

   Cipta Karya pada Kabupaten/Kota. Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten Bone Bolango menurut arahan dokumen RP2KP Kabupaten Bone Bolango yang sementara dalam proses penyelesaian.

  Tabel 8. 2. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Bone Bolango

No. Permasalahan Pengembangan Pemukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

1. Aspek Teknis

    Aman, nyaman, dan Penyediaan  produktif Menyediakan air bersih Pelayanan Air bersih masih belum optimal memenuhi kebutuhan kawasan kawasan permukiman sistem non permukiman perkotaan, baik cakupan, perkotaan yang minimal perpipaan

kuantitas, dan kualitas air minum; memenuhi standar dan

   normatif sebuah kawasan perpipaan Jaringan jalan lingkungan masih cukup  banyak ruas jalan yang belum beraspal, permukiman yang layak Perlu dan tanpa dilengkapi saluran drainase; huni; peningkatan

    jaringan Kualitas sistem sanitasi relatif masih belum

  Mengarahkan merata di rumah-rumah penduduk, yang pembangunan drainase  berdampak buruknya sebagian kualitas permukiman perkotaan Peningkatan sanitasi lingkungan permukiman; pada lokasi-lokasi yang sanitasi

   legal sesuai dengan masyarakat Masih cukup banyak masyarakat yang membuang sampah di lahan-lahan kosong rencana tata ruang (RTRW denga 3R

   dekat rumah atau ke sungai/saluran dan RDTR); Relokasi atau  air/laut; mitigasi pada Menyediakan rumah yang layak huni bagi daerah rawan Masih cukup tersebar kawasan-kawasan

   permukiman yang mengalami genangan air masyarakat bencana hujan; berpenghasilan rendah

   (MBR); Lahan yang dijadikan lokasi pengembangan permukiman dominan sawah  adalah Mengembangkan unit produktif yang juga berfungsi sebagai hunian vertikal resapan air hujan; (Rusunawa) untuk Sebagian permukiman perkotaan berada

   mencegah tumbuhnya pada lahan yang rawan bencana, seperti pada kemiringan >40%, daerah rawan abrasi pantai, daerah rawan dan banjir sungai;

   Rendahnya sebagian kualitas konstruksi jaringan jalan akses dari/dan ke kawasan permukiman menghambat pergerakan barang/jasa dan orang;

   Pembuatan Rencana Detail Tata Ruang  Pembuatan kesepakatan untuk operasional kegiatan antar kabupaten dan provinsi

   Menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman yang layak huni.

   Lemahnya kelembagaan permukiman ditingkat masyarakat

  4. Aspek Peran Serta Masyarakat

   Pembiayaan dengan subsidi kepada masyarakat untuk pembanguna n MBR

   Pendanaan melalui sumber pembiayaan komersial (swasta) hanya dapat melayani kebutuhan golongan masyarakat golongan menengah atas sehingga untuk MBR perlu dibiayai oleh pemerintah.

   Skema pembiayaan pembangunan permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan belum optimal menempatkan MBR sebagai sasaran prioritas penanganan program.

  3. Aspek Pembiayaan

   Peningkatan kapasitas SDM pada lingkup cipta karya

   Ukuran geometik jaringan jalan relatif sempit. permukiman kumuh baru di kawasan perkotaan Suwawa.

   Peningkatan koordinasi

   Pembuatan dokumen perencanaan terpadu

   Belum terintegrasinya dan terpadunya regulasi nasional dan provinsi dengan kabupaten dalam sebuah regulasi kabupaten yang operasional dilapangan.

   Belum tersedia regulasi operasional yang legal yang merupakan tindak lanjut dari RTRW Kabupaten Bone Bolango, sehingga menyulitkan dalam pengendalian perkembangan permukiman;

   Seringnya terjadi perubahan personil dalam organisasi pemerintahan di tingkat kabupaten, sehingga SDM yang telah dilatih dan memahami permasalahan dan penanganan permukiman dan infrastruktur perkotaan berpindah organisasi;

   Koordinasi antar kelembagaan pusat, provinsi, dan kabupaten yang menangani bidang permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan masih belum optimal, terutama dalam integrasi dan keterpaduan program pembangunan;

  2. Aspek Kelembagaan

  

No. Permasalahan Pengembangan Pemukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

   Pembuatan program pemberdayaa n masyarakat

  

No. Permasalahan Pengembangan Pemukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

  5. Aspek Lingkungan Permukiman bangunan   Merelokasi Peremajaan Kerusakan ekosistem alami lingkungan

   rumah yang berada pada kawasan hidup akibat eksploitasi SDA yang daerah rawan bencana rawan berlebihan, seperti alih fungsi daerah alam; bahaya longsor dan bencana resapan air menjadi kawasan terbangun; bahaya banjir sungai,.

    menyebabkan banjir dibeberapa bagian rumah agar lebih sehat kawasan perkotaan; dan estetik.

  Terjadi perubahan siklus alami air hujan Mereorientasi bangunan

   kegiatan perkotaan.

  Pencemaran air tanah oleh air limbah hasil

  8.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan

  Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan permukiman baik ditingkat Pusat maupun ditingkat kabupaten/kota.

  Ditingkat kabupaten/kota meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, maupun Renstra SKPD. Analisis kebutuhan pengembangan ini harus bersesuaian dengan rumusan analisis kebutuhan dan target pencapaian daerah yang tertuang dalam dokumen RP2KP.

  8.1.4. Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

  Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

1. Umum

   Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra;

  Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas;

   Kesiapan lahan (sudah tersedia);

   Sudah tersedia DED;

   Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK,

   Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK);

   Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi;

   Ada unit pelaksana kegiatan;

   Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

2. Khusus

   Kesediaan Pemda untuk penandatanganan MoA;

   Dalam Rangka penanganan Kawasan Kumuh;

   Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya;

   Ada calon penghuni. RIS PNPM

   Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra;

   Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya;

  Rusunawa

   Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.

  PPIP

   Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI;

   Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya;

   Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik;

   Tingkat kemiskinan desa >25%. PISEW

   Berbasis pengembangan wilayah;

   Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan;

   Tingkat kemiskinan desa >25%;

   Mendukung komoditas unggulan kawasan. Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut: 1.

  Vitalitas Non Ekonomi

  a) Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang

  Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

  b) Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

  c) Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

  a) Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.

  b) Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.

  c) Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.

  3. Status Kepemilikan Tanah

  a) Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman

  b) Status sertifikat tanah yang ada 4.

  Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah.

  5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

  a) Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

  b) Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

8.1.5. Usulan Kebutuhan Program dan Kegiatan 1.

  Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2-JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritas dari tahun pertama hingga kelima.

2. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman

  Dalam pengembangan permukiman, Pemerintah Daerah didorong untuk terus meningkatkan alokasinya pada sektor tersebut serta mencari alternatif sumber pembiayaan dari masyarakat dan swasta (KPS, CSR).

  Usulan program yang akan ditampilkan berikut bersumber dari dokumen RPIJM Kabupaten Bone Bolago Sebelumnya. Adapun program dan kegiatan yang diambil adalah kegiatan dari tahun 2015-2017. Usulan program dan kegiatan tersebut belum bersifal final.

  Kabupaten Bone Bolango| VIII - 14

Tabel 8. 3. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten Bone Bolango

  Kabupaten Bone Bolango| VIII - 15

8.2. Rencana Penataan Bangunan dan Lingkungan

8.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

  Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang- undang dan peraturan antara lain: UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

   UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

   UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:  Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;  Status kepemilikan bangunan gedung; dan  Izin mendirikan bangunan gedung. Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata

  UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamanatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002

   tentang Bangunan Gedung

  Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata

   Bangunan dan Lingkungan

  Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

   bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

  Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal

  Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

  Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL

  Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.

  Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

   bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara; Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan

  Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan

   pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan; Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan

   penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;

   dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan

  Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan

   kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

   Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi: Kegiatan penataan lingkungan permukiman

    Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);  Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);  Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;  Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

    Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;  Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;  Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;  Pelatihan teknis. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

    Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;  Paket dan Replikasi.

8.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan Daerah 1.

  Isu Strategis Isu-isu strategis berkenaan dengan penataan bangunan dan lingkungan, terdiri dari isu strategis skala nasional dan isu strategis skala

  Kabupaten Bone Bolango. Isu strategis nasional bersifat umum secara nasional sedangkan isu strategis skala Kabupaten Bone Bolango bersifat lokal dan spesifik yang keberadaannya bisa berbeda dengan kabupaten atau kota lain di Indonesia.

  Isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap penataan bangunan dan lingkungan saat ini adalah:

   Penataan Lingkungan Permukiman  Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;  PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;  Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan;  Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;  Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;  Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

   Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara  Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

   Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;  Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan;  Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;  Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.

   Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

   Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;  Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk

  sharing in cash sesuai MoU PAKET;

   Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

  Isu srategis penataan bangunan dan lingkungan pada tingkat Kabupaten Bone Bolango terkait dengan penataan lingkungan permukiman dapat dilihat pada tabel berikut.

  

Tabel 8. 4. Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Bone Bolango

No Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor PBL

  1. Penataan Lingkungan Permukiman  Kebutuhan peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh

   Peningkatan kualitas lingkungan kawasan tradisional/bersejarah

   Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal

  2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

   Rehabilitasi bangunan gedung negara

   Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah negara

   Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan

  3. Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan kemiskinan

   Penanggulangan kemiskinan di perkotaan 2.

  Kondisi Eksisting Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui program P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama.

  Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan non fisik dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2013 juga telah melakukan peningkatan prasarana lingkungan permukiman di 1.240 kawasan serta penyelenggaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di 377 kabupaten/kota.

  Dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya pencapaian Sektor PBL di Kabupaten Bone Bolango perlu dijabarkan sebagai dasar dalam perencanaan. Tetapi berhubung data yang tersedia tidak lah cukup sehingga tahapan ini belum bisa dilakukan secara optimal.

  Data yang dihimpun untuk kondisi eksisting sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Bone Bolango, baru terdiri dari

  2 Rencana ruang terbuka hijau di kelurahan Limba U II dengan luas 2.625 M atau sebesar 80%.

  Tabel 8. 5. Penataan Lingkungan Permukiman Kawasan Tradisional Penanganan RTH Pemenuhan SPM Bersejarah

  Kebakaran

Nama Dukungan Lokasi/Nama % Luas Ketersediaan % HS Prasarana

Luas RTH Instansi

  Kawasan Infrastruktur RTH RTH 2 IMB

  IMB BGN Kebakaran RTH Bulodawa 6400 M 2

  

80

RTH Kabila 800 M

  

80

3.

  Permasalahan dan Tantangan Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

    Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;  Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa

  Penataan Lingkungan Permukiman:

  RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;  Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta

  heritage;

   Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.

  Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

    Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;  Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;  Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);  Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;  Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;  Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perizinan;  Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;  Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;

   Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

   Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau  Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olahraga.

   Kapasitas Kelembagaan Daerah  Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;  Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;  Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

  Permasalahan dan tantangan sektor PBL di Kabupaten Bone Bolango tidak jauh berbeda dengan pemasalahan dan tantangan yang dihadapi secara nasional. Seperti belum seluruhnya RTH yang ada memenuhi standar yang ditentukan, Terkendalanya penyediaan Prasarana dasar sistem proteksi kebakaran, belum konsisten dalam penetapan HSBGN, kekurangan pada pembiayaan gaji dan kurangnya partisipasi masyarakat.

  Tabel 8. 6. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan No. Aspek PBL Permasalahan yang Dihadapi Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi I.

  Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman Aspek Teknis

   Belum seluruhnya RTH Publik yang ada memenuhi standar

   PSD RISPK terkendala dengan minimnya kelembagaan dan kelengkapan armada Semakin meningkatnya kepadatan bangunan Aspek Kelembagaan  Belum memiliki Peraturan perundangan tentang Bangunan gedung Aspek Pembiayaan

   Minimya alokasi anggaran daerah dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan untuk pemenuhan SPM Aspek Peran Serta Masyarakat/Swasta

   Minimnya pengetahuan masyarakat dalam rangka pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang Aspek Lingkungan Permukiman  Penurunan kualitas lingkungan hunian II.

  Kegiatan PenyelenggaraanBangunan Gedung dan Rumah negara Aspek Teknis Aspek Kelembagaan  Belum konsisten dalam menetapkan HSBGN Aspek Pembiayaan

  Aspek Peran Serta Masyarakat/Swasta Aspek Lingkungan Permukiman

  III.

  Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan Aspek Teknis Aspek Kelembagaan Aspek Pembiayaan

   Kekurangan dana sharing pemda Pembiayaan disesuaikan Aspek Peran Serta Masyarakat/Swasta

   Kurangnya peran serta

masyarakat

Aspek Lingkungan Permukiman  Meningkatnya kebutuhan NSPM yang berkaitan dengan pengolahan dan penyelenggaraan bangunan gedung.

8.2.3. Analisis Kebutuhan

  Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010.

  Tabel 8. 7. Kebutuhan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Tahun No. Uraian Satuan Keterangan

  I II

  III

  IV V

I. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

2 Ruang terbuka Hijau M 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000

  (RTH) 2 Ruang Terbuka M 500 500 500 500 500 PSD Unit

  5

  5

  5

  5

  5 PS Lingkungan Unit

  5

  5

  5

  5

  5 HSBGN Laporan

  1

  1

  1

  1

  1 Pelatihan Teknis Tenaga Laporan

  1

  1

  1

  1

  1 Pendata HSBGN lainnya

  II. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Bangunan Fungsi Hunian Unit Bangunan Fungsi Unit Keagamaan Bangunan Fungsi Usaha Unit Bangunan Fungsi Sosial Unit Budaya Bangunan Fungsi Khusus Unit Bintek Pembangunan Laporan

  1

  1

  1

  1

  1 Gedung Negara Lainnya

  III. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dala Penanggulangan Kemiskinan P2KP PLPBK Kws

  2

  2

  2

  2

  2 ...

8.2.4. Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

  penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.

  Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah: 1. Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung

  Kriteria Khusus:

  Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda

   Bangunan Gedung; Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG.

   2. Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis

  Komunitas

  Kriteria Khusus : Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan

  Permukiman Berbasis Komunitas: Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;

   Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada

   PJM Pronangkis-nya; Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;

   Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan

   masyarakat; Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

   3. Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

  Kriteria Lokasi :

   Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;

   Kawasan terbangun yang memerlukan penataan; Kawasan yang dilestarikan/heritage;

   Kawasan rawan bencana;

   Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi

   sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district);

   Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;

   Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya; Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat;

  Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi

   Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

   4. Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau

  (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DAED/DED.

  Kriteria Umum:

   RTBL (jika luas kawasan perencanaan > 5 Ha) atau; Turunan dari Tata Ruang atau masuk dalam skenario pengembangan

  Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan

   wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha); Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi

   Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya; Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

   Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan: Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;

    Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;

   Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota; Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan

   masyarakat; Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

   Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:

   Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik);

   bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata ruang); Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal

  Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya

   20% dari luas wilayah kota; Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta,

   masyarakat; Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

   Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah: Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat