8.1. ASPEK LINGKUNGAN - DOCRPIJM 4bdac30bd3 BAB VIIIBAB VIII (Aspek Lingkungan dan Sosial) 24012015

  Bab.

  8 ASPEK SOSIAL DAN LINGKUNGAN

8.1. ASPEK LINGKUNGAN

  Konsep dasar pembangunan yang mendasari dan dijadikan acuan dalam penyusunan rencana dan pelaksanaan pembangunan bidang keciptakaryaan, yang tertuang dalam Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) bidang PU/Cipta Karya Kabupaten Batu Bara adalah konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Safeguard pada Bidang Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kondisi, masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas, dari pencemaran air limbah permukiman. Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman (municipal wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air limbah permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari air permukaan dan air tanah, karena sangat beresiko menimbulkan penyakit seperti diare, thypus, kolera.

  Berdasarkan konsep dan pengertian pembangunan berkelanjutan, maka pembangunan bidang Keciptakaryaan di Kabupaten Batu Bara (RPI2JM) harus memiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. Harus dapat menggambarkan adanya kemampuan jangka panjang dari Kabupaten Batu Bara sebagai suatu sistem untuk berproduksi.

  2. Berdasarkan karakteristik ini, maka lingkungan harus dibangun menjadi lebih layak huni; ekosistem menjadi lebih sehat; pembangunan ekonomi dan sarana- prasarana menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan daerah lebih daripada kepentingan, kebutuhan dan keuntungan sekelompok elit masyarakat.

  3. Adanya keseimbangan antara nilai-nilai yang bersifat lingkungan, ekonomi dan sosial.

  4. Harus mengaitkan kepentingan lokal dengan kepentingan regional dan global.

  5. Merupakan suatu proses yang dinamis, sehingga perencanaannya (RPI2JM) juga harus fleksibel dan merangsang masyarakat untuk berpartisipasi. Berkaitan dengan karakteristik-karakteristik pembangunan berkelanjutan di atas, maka safeguard lingkungan dan sosial pada hakekatnya bertujuan untuk memastikan bahwa karakteristik-karakteristik tersebut dapat terpenuhi, baik dalam tahap perencanaan maupun dalam tahap pelaksanaan pembangunan di bidang keciptakaryaan di Kabupaten Batu Bara. Dengan terpenuhinya karakteristik-karakteristik tersebut, maka berbagai dampak negatif lingkungan, sosial dan ekonomi yang muncul akibat adanya rencana program investasi bidang Keciptakaryaan di kabupaten Batu Bara dapat diminimalisir atau bahkan dieliminir, baik pada saat pra pelaksanaan / konstruksi, pelaksanaan/konstruksi maupun pada saat pasca pelaksanaan/konstruksi. Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

  1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”.

  2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”

  3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014: “Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”

  4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan 5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.

  Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

  Secara umum, safeguard sosial dan lingkungan diartikan sebagai usaha perlindungan masyarakat dari dampak investasi Bidang Cipta Karya di Kabupaten Batu Bara, baik dari investasi sub bidang air minum, persampahan, drainase, air limbah, pengembangan permukiman dan penataan bangunan lingkungan.

  Seluruh program investasi infrastruktur Bidang PU/Cipta Karya yang diusulkan Pemerintah Kabupaten Batu Bara telah sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :

  1. Penilaian lingkungan (environment assessment) dan rencana mitigasi dampak sub proyek, dirumuskan dalam bentuk:

  • Upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan

  (UPL);

  • Standar Operasi Baku (SOP); Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud.
  • Analisis mengenai Dampak Iingkungan (AMDAL) atau Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) dikombinasikan dengan rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
  • Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud

  2. AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas lingkungan. Format AMDAL atau UKL/UPL merupakan bagian tidak terpisahkan dan analisis teknis, ekonomi, sosial, kelembagaan dan keuangan sub proyek;

  3. Menghindari atau meminimalkan dampak negatif terhadap Iingkungan dan dirancang untuk dapat memberikan dampak positif semaksimal mungkin.

  4. Menghindari Sub proyek yang diperkirakan dapat berdampak negatif yang besar terhadap Iingkungan, dan dampak tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui rancangan dan konstruksi sedemikian rupa, harus dilengkapi dengan AMDAL;

  5. Usulan program investasi infrastruktur bidang PU Cipta Karya tidak dapat dipergunakan mendukung kegiatan yang mengakibatkan dampak negatif terhadap habitat alamiah, warga terasing dan rentan, wilayah yang dilindungi, alur laut intemasional atau kawasan sengketa. Disamping itu usulan RPI2JM juga tidak membiayai pembelian, produksi atau penggunaan: • Bahan-bahan yang merusak ozon, seperti tembakau, dll.

  • Bahan/material yang termasuk dalam kategori B3 (Bahan Beracun dan

  Berbahaya) tidak membiayai kegiatan yang menggunakan, menghasilkan, menyimpan atau mengangkut bahan/material beracun, korosif atau ekplosif atau bahan/material yang termasuk kategori B3

  • Pestisida, herbisida, dan insektisida
  • Kekayaan budaya RPI2JM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang dapat merusak atau menghancurkan kekayaan budaya baik berupa benda dan budaya atau lokasi yang dianggap sakral/memiliki nilai spiritual
  • Penebangan kayu, RPI2JM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang terkait dengan kegiatan penebangan kayu atau pengadaan peralatan penebangan kayu.

8.1.1. Pemrakarsa Kegiatan

  Kegiatan Safeguard Lingkungan di Kabupaten Batu Bara dirumuskan dan diprakarsai oleh Badan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Batu Bara yang bertanggung jawab untuk melaksanakan:

  • Perumusan KA ANDAL, draft ANDAL dan RKL/RPL atau draft UKL/UPL, melaksanakan serta melakukan pemantauan pelaksanaannya dibantu Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Batu Bara.
  • Konsultasi dengan warga yang potensial dipengaruhi dampak Iingkungan atau PAP dalam forum stakeholder yang mencakup: ringkasan tujuan, rincian, dan gambaran menyeluruh potensi dampaknya safeguard Lingkungan.
  • Melaporkan pelaksanaan dan pemantauan RKL/RPL kepada Kantor Lingkungan Hidup ;
  • Keterbukaan informasi mengenai draft ANDAL dan RKL/RPL atau UKL/UPL pada masyarakat dalam waktu yang tidak terbatas;
  • Penanganan keluhan publik secara transparan sebelum kegiatan dimulai dan jika keluhan disampaikan sebelum/selama/masa operasi kegiatan kontruksi maka
keluhan perlu ditangani secara musyawarah antara pemrakarsa kegiatan dengan pihak-pihak yang mengajukan keluhan.

8.1.2. Bappedalda

  Menurut SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 8612003, Dinas/Instansi yang berkecimpung dalam masalah Iingkungan hidup bertanggung jawab untuk mengkaji dan memberikan persetujuan terhadap UPL/UKL yang dirumuskan oleh pemrakarsa kegiatan Dalam pelaksanaan RPI2JM, Kantor Lingkungan Hidup juga bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelaksanaan RKL/RPL serta melakukan pemantauan terhadap Iingkungan secara umum. Di Kabupaten Batu Bara, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) merupakan anggota tetap Komisi AMDAL yang berwenang dan bertanggung jawab untuk melakukan:

  • Kajian dan persetujuan terhadap KA-AMDAL, AMDAL dan RKL/RPL yang dirumuskan oleh pemrakarsa kegiatan; Penyampaian laporan hasil kajian yang dilakukan kepada Walikota/Bupati yang
  • bersangkutan (sesuai dengan PP No. 271 tahun 1999 mengenai AMDAL, pasal 8, dalam RPI2JM yang dimaksudkan sebagai Komisi AMDAL adalah Komisi AMDAL tingkat Kabupaten/Kota).

8.2. ASPEK SOSIAL

  8.2.1.Sosial Ekonomi

  1. Advokasi masyarakat untuk menimbulkan keyakinan bahwa pembangunan Bidang Cipta Karya adalah sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum.

  2. Sosialisasi program pengamanan kegiatan ekonomi atas dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan Bidang Cipta Karya yang membutuhkan lahan milik masyarakat.

  3. Pengamanan kegiatan produktif masyarakat yang lahannya terkena pembangunan Bidang Cipta Karya.

  4. Pengamanan sistem ekonomi lokal, pada wilayah yang terkena dampak pembangunan Bidang Cipta karya atau lahannya digunakan untuk pembangunan tersebut.

  5. Kesepakatan kompensasi atas kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan Bidang Cipta Karya.

  6. Pemberdayaan ekonomi kelompok masyarakat yang terkena dampak pembangunan Bidang Cipta Karya.

  8.2.2.Sosial Budaya

  1. Advokasi masyarakat untuk menimbulkan keyakinan bahwa pembangunan Bidang Cipta Karya adalah sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum.

  2. Sosialisasi program pengamanan sosial atas dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan Bidang Cipta Karya yang membutuhkan lahan milik masyarakat, yaitu program re-settlement (pemukiman kembali) atau konsolidasi lahan.

  3. Kesepakatan biaya penggantian lahan atas lahan yang digunakan untuk pembangunan Bidang Cipta Karya.

  4. Kesepakatan pemukiman kembali atau konsolidasi lahan atas masyarakat yang lahannya digunakan oleh pembangunan bidang Cipta Karya.

  5. Pemberdayaan masyarakat.

8.3. ASPEK SOSIAL PADA PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

  8.3.1. Sub Bidang Air Minum

  Dari hasil analisa teknis, pembangunan sumber air baku, pemipaan baik transmisi maupun distribusi tidak akan mengambil lahan masyarakat. Selain itu lahan yang digunakan untuk pembuatan sumur bor sebagian merupakan hibah dari masyarakat, sehingga tidak perlu ada penggantian lahan maupun re- settlment penduduk. Disimpulkan bahwa investasi Sub Bidang Air Minum tidak akan menimbulkan dampak negatif, baik dari segi lingkungan, sosial. Sehingga pengelolaan safeguard sosial dan lingkungan investasi Sub Bidang Air Minum hanya dalam bentuk Program Pemberdayaan Masyarakat dan kementerian/lembaga.

  8.3.2. Sub Bidang Air Limbah

  Investasi sistem terpusat (off site) memerlukan studi AMDAL. Pembangunan fisik untuk sistem setempat dalam bentuk IPAL Komunal membutuhkan lahan. Lahan tersebut berada pada kawasan permukiman sehingga studi AMDAL harus dilakukan. Sehingga pengelolaan safeguard sosial dan lingkungan investasi Sub Bidang Air Limbah hanya dalam bentuk Program Pemberdayaan Masyarakat dan anggaran dari kementerian/lembaga.

  8.3.3. Sub Bidang Persampahan

  Pembelian lahan diupayakan membeli lahan kebun milik PT. Perkebunan Nusantara (BUMN), sehingga tidak memerlukan re-settlement maupun konsolidasi lahan. Pengelolaan dan pemantauan dampak di seputar lokasi TPA akan dilaksanakan berdasarkan hasil Studi AMDAL dan RKL dan RPL.

  8.3.4. Sub Bidang Drainase

  Pembangunan saluran induk baru memerlukan lahan, untuk itu dilakukan pembelian lahan sepanjang calon saluran induk baru. Lahan yang dibebaskan sepanjang calon saluran induk baru. Berdasarkan hasil identifikasi didapat bahwa tidak ada aktivitas ekonomi sepanjang calon saluran tersebut, sehingga tidak diperlukan program pemberdayaan ekonomi sebagai kompensasi atas hilangnya mata pencaharian masyarakat. Selain itu, pembebasan lahan tidak akan mengakibatkan hilangnya rumah tinggal masyarakat, sehingga tidak memerlukan program re-settlment maupun konsolidasi lahan.

  8.3.5. Sub Bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Khusus untuk investasi pada Sub Bidang Penataan Bangunan Lingkungan, tidak ada program yang bersifat fisik yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat.

8.3.6. Sub Bidang Permukiman

  Program Penataan dan Peremajaan Kawasan di Kawasan permukiman kumuh dan padat penduduk, justru menghasilkan dampak positif. Jadi program ini sekaligus merupakan safeguard lingkungan sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Guna meningkatkan efektivitas program tersebut, kegiatan penataan dan peremajaan kawasan didukung oleh program pemberdayaan masyarakat untuk pemeliharaan prasarana dasar yang akan dibangun.

  Program Pematangan Tanah untuk KASIBA – LISIBA di kawasan pesisir atau kawasan nelayan, tanjung tiram, kuala tanjung dan lain sebagainya, sebagian tidak memerlukan pembelian lahan lagi, karena lahan sudah tersedia saat ini. Sehingga tidak memerlukan re-settlement maupun konsolidasi lahan.

  Akan tetapi juga memungkinkan dilakukan konsolidasi lahan, untuk konsolidasi tersebut diperlukan:

  1. Sosialisasi program konsolidasi lahan

  2. Kesepakatan konsolidasi lahan 3. Program pemberdayaan ekonomi selama proses konsolidasi itu berlangsung.

8.4. SAFEGUARD PENGADAAN TANAH DAN PERMUKIMAN KEMBALI

  Kegiatan Safeguard Pengadaan Pengadaan Tanah dan Permukiman Kembali biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari . satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, memperbaiki pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak kegiatan pengadaan tanah. Pengadaan tanah dan pemukiman kembali atau land acquisition and resettlement untuk kegiatan RPI2JM mengacu pada.prinsip-prinsip berikut:

  1. Transparan, kegiatan harus diinformasikan secara transparan kepada pihak yang terkena dampak, mencakup: daftar warga, aset (tanah, bangunan, tanaman, dll) yang terkena dampak;

  2. Partisipatif, Warga yang berpotensi terkena dampak/dipindahkan (DP) harus terlibat dalam seluruh tahap perencanaan proyek, seperti: penentuan lokasi proyek, jumlah dan bentuk kompensasi/ganti rugi, serta lokasi tempat pemukiman kembali;

  3. Adil, Pengadaan tanah tidak memperburuk kondisi kehidupan DP. Warga tersebut memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi yang memadai yang setara dengan harga pasar tanah dan asetnya termasuk biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, dan diberi kesempatan untuk mengkaji rencana pengadaan tanah.

  4. Warga yang terkena dampak harus sepakat atas ganti rugi yang ditetapkan.

  5. Kontribusi/hibah tanah secara sukarela hanya dapat dilakukan bila : DP mendapatkan manfaat yang lebih besar dibanding harga tanah miliknya

  • Tanah hibahkan nilainya ≤ 10% dari nilai tanah bangunan atau aset lain yang
  • produktif dan nilainya < 1 (satu) juta Rupiah.
Kesepakatan kontribusi sukarela tersebut harus ditandatangani kedua belah pihak setelah DP melakukan diskusi secara terpisah. Safeguard Monitoring Team atau SMT harus dapat menjamin bahwa tidak ada tekanan pada DP untuk melakukan kontribusi tanah secara sukarela. Persetujuan tersebut harus didokumentasikan secara formal;

  1. Kegiatan investasi harus sudah menentukan batas lahan yang diperlukan, jumlah warga yang terkena dampak, pendapatan serta status pekerjaan DP, harga pasaran tanah yang diusulkan oleh pemrakarsa kegiatan dan didukung oleh NJOP sebelum pembebasan tanah;

  2. Kegiatan yang mengakibatkan dampak pada lebih dari 200 orang atau 40 KK, atau melibatkan pemindahan Iebih dari 100 orang atau 20 KK, harus didukung dengan Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali atau RTPTPK.

  3. Jika kegiatan investasi mengakibatkan dampak pada kurang dari 200 orang atau

  40 KK atau kurang dari 10% asset produktif atau melakukan pemindahan penduduk secara temporer selama konstruksi, harus didukung dengan RTPTPK sederhana.

4. RTPTPK menyeluruh atau RTPTPK sederhana dan pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pemrakarsa kegiatan, dimonitor oleh Tim Pemantauan Safeguard.

  5. Ada beberapa alternatif cara untuk menghitung ganti rugi bagi DP, yakni: Perhitungan ganti rugi tanah berdasarkan nilai pasar tanah di lokasi yang

   memiliki karakteristik ekonomi serupa saat pembayaran ganti rugi dilakukan; Perhitungan kompensasi ganti rugi bangunan berdasarkan nilai pasar

   bangunan dengan kondisi yang serupa di lokasi yang sama; Perhitungan ganti rugi tanaman berdasarkan nilai pasar tanaman ditambah

   biaya kerugian non material lain, Perhitungan ganti rugi aset diganti dengan aset yang sama, atau ganti rugi

   uang tunai setara dengan harga untuk memperoleh aset. Pihak yang dapat terkena dampak pembebasan tanah dan / atau pemukiman  dipindahkan dalam kegiatan sub proyek dapat berupa warga/individu, entitas, atau badan hukum. Adapun bentuk dampak yang diakibatkan dapat berupa: Dampak fisik, seperti dampak pada tanah, bangunan, tanaman dan aset

   produktif, Dampak non-fisik, seperti dampak lokasi, akses pada tempat kerja atau

   prasarana.

  6. Berkenaan dengan hak hukum atas tanah, DP dapat dikelompokkan menjadi: Warga yang memiliki hak atas tanah pada saat pendataan dilakukan,

  • Warga yang tidak memiliki hak atas tanah tetapi menguasai/ menggarap
  • lahan Warga yang menguasai tanah berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanah,
  • Warga yang menguasai/menempati tanah/lahan tanpa landasan hukum
  • ataupun perjanjian dengan pemilik tanah, Warga yang mengelola tanah wakaf (tanah yang dihibahkan untuk kepentingan agama).

  8.5. METODE PENDUGAAN DAMPAK

  Ada beberapa metode pendugaan dampak yang terjadi terhadap lingkungan, yakni melihat dampak fisik dan dampak non fisik. Dampak Fisik, yakni dampak pada individu, tanah, bangunan, tanaman dan asset produksi:

  • Pendugaan dampak melihat kerusakan langsung yang terjadi pada alam sekitar,
  • Pendugaan dampak melihat tingkat kesehatan masyarakat di sekitar lokasi,
  • Pendugaan dampak melihat tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi, • Pendugaan dampak melihat tingkat partisipasi nyata dari masyarakat.

  Dampak Non Fisik, yakni dampak terhadap lokasi, akses terhadap tempat kerja atau terhadap prasarana dan sarana, dsb.

  8.6. PEMILIHAN ALTERNATIF

  Proses Pemilihan Safeguard Lingkungan dan Safeguard Pengadaan Tanah dan Permukiman Kembali direncanakan dilakukan melalui study dan Penelitian langsung ke lokasi yang direncanakan dengan tetap melihat tingkat efektifitas, nilai ekonomi, serta potensi dampak yang ditimbulkan.

  Proses Penyajian Pemilihan Safeguard alternative untuk safe guard lingkungan dan safe guard pengadaan tanah dan permukiman kembali yaitu dengan memaparkan dan membandingkan antara 2 (dua) atau lebih safe guard yang lebih bernilai ekonomis, lebih efektif, potensial menimbulkan dampak positif dan mengurangi dampak negatif.

  8.7. RENCANA PENGELOLAAN SAFEGUARD SOSIAL

  8.7.1. Sistem Pengelolaan

  Sistem Pengelolaan Safe guard Lingkungan dan Safe guard Pengadaan Tanah dan Permukiman kembali di Kabupaten Batu Bara direncanakan dikelola dengan sistem terpadu di bawah koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Wilayah Kabupaten Batu Bara dengan melibatkan Iangsung Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) terkait sesuai tugas masing-masing SKPD.

  8.7.2. Pelaksanaan Pengelolaan

  Pengelolaan Safeguard sosial direncanakan dikelola oleh Dinas-Dinas terkait pembangunan infrastruktur khususnya bidang Cipta Karya. Pengelolaan Safeguard Pengadaan lahan dan permukiman kembali direncanakan dikelola oleh Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Pemerintah Kabupaten Batu Bara dan Dinas Pekerjaan Umum (PU).

8.8. RENCANA PENGELOLAAN SAFEGUARD LINGKUNGAN

8.8.1. Prosedur Pemantauan

  Untuk memastikan bahwa safeguard Iingkungan dan safeguard pengadaan tanah dipantau dengan baik, maka diperlukan tahapan prosedur sebagai berikut:

  • Identifikasi, Penyaringan dan Pengelompokan dampak,
  • Study dan Penilaian mengenai tindakan yang perlu dan dapat dilakukan, berupa diskusi, dan konsultasi,
  • Perumusan dan perencanaan rencana pemantauan,
  • Pemantauan ulang terhadap proses diatas, • Perumusan mekanisme pemantauan dan penanganan safe guard.

8.8.2. Pelaksanaan Pemantauan

  Pelaksanaan Pemantauan Safeguard Sosial dan Safeguard Pengadaan Tanah dan Permukiman kembali dikoordinir oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Batu Bara dengan melibatkan Satuan Perangkat Kerja Daerah terkait sesuai tugas masingmasing-masing SKPD dengan melibatkan peran serta masyarakat.