BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeluaran Pemerintah - Dampak Dinamika Struktur Umur Penduduk Terhadap Pengeluaran Pemerintah Pada Bidang Pendidikan Dan Kesehatan Di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeluaran Pemerintah

  Pengeluaran pemerintah merupakan alokasi anggaran yang disusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya ke berbagai sektor atau bidang dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat melalui bermacam – macam program. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan ke dalam dua golongan sebagai berikut :

  1. Pengeluaran Rutin Pengeluaran rutin adalah pengeluaran yang secara rutin setiap tahunnya dilakukan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan dan pemeliharaan roda pemerintahan, yang terdiri dari belanja pegawai yaitu untuk pembayaran gaji pegawai termasuk gaji pokok dan tunjangan, belanja barang, yaitu untuk pembelian barang - barang yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah sehari – hari, subsidi, pembayaran angsuran dan bunga utang negara, belanja pemeliharaan yaitu pengeluaran untuk memelihara agar milik atau kekayaan pemerintah tetap terpelihara secara baik dan belanja perjalanan yaitu untuk perjalanan kepentingan penyelenggaraan pemerintahan.

  2. Pengeluaran Pembangunan Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk pembangunan fisik dan non fisik dalam rangka menambah modal mayarakat. Contoh pembangunan fisik adalah pembangunan jalan, jembatan, sekolah dan ruman sakit. Sedangkan pembangunan non fisik seperti pelaksanaan program pengentasan kemiskinan.

  Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan kebijakan tersebut (Mangkosoebroto, 1993 : 169).

  Pengeluaran pemerintah adalah hal yang sangat penting karena menyangkut output yang dihasilkan untuk kepentingan hajat hidup orang banyak.

  Pengeluaran yang dilakukan pemerintah menujukkan perannya dalam perekonomian Dalam rangka mencapai kondisi masyarakat yang sejahtera.

  Menurut Dumairy (1999 : 56) Pemerintah memiliki 4 peran yaitu :

  • Peran alokasi, yakni peranan pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi produksi.
  • Peran distributif, yakni peranan pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya, kesempatan dan hasil – hasil ekonomi secara adil dan wajar.
  • Peran stabilitatif, yakni peranan pemerintah dalam memelihara stabilitas perekonomian dan memulihkannya jika berada dalam keadaan equilibrium.
  • Peran Dinamisatif, yakni peranan pemerintah dalam menggerakkan proses pembangunan ekonomi agar lebih cepat tumbuh, berkembang dan maju.

2.1.1 Teori – Teori Pengeluaran Pemerintah

  2.1.1.1 Pengeluaran Pemerintah Secara Mikro

  Teori mikro mengenai pengeluaran pemerintah menyangkut faktor – faktor yang mempengaruhi timbulnya permintaan akan barang – barang publik dan faktor – faktor yang mempengaruhi tersedianya barang publik. Interaksi antara permintaan dan penawaran barang publik menentukan jumlah barang publik yang disediakan yang selanjutnya akan menimbulkan permintaan terhadap barang lain. Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah yaitu: a.

  Perubahan permintaan akan barang publik.

  b.

  Perubahan dari aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik dan perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan.

  c.

  Perubahan kualitas barang publik.

  d.

  Perubahan harga faktor – faktor produksi.

  2.1.1.2 Pengeluaran Pemerintah Secara Makro

A. Teori Keynes

  Persamaan keseimbangan pendapatan nasional menurut Keynes adalah Y= C+I+G. Dimana (Y) merupakan pendapatan nasional, (C) merupakan pengeluaran konsumsi dan (G) adalah Pengeluaran pemerintah. Dengan membandingkan nilai (G) terhadap Y serta mengamati dari waktu ke waktu dapat diketahui seberapa besar kontribusi pengeluaran pemerintah dalam pembentukan pendapatan nasional. Menurut Keynes, untuk menghindari timbulnya stagnasi dalam perekonomian, pemerintah berupaya untuk meningkatkan jumlah pengeluaran pemerintah (G) dengan tingkat yang lebih tinggi dari pendapatan nasional, sehingga dapat mengimbangi kecenderungan mengkonsumsi (C) dalam perekonomian.

  Perpajakan dan pengeluaran pemerintah saling berkaitan dalam pengertian fiskal atau anggaran pendapatan dan belanja pemerintah secara keseluruhan.

  Pengeluaran total dalam perekonomian dikurangi efek pengganda dari peningkatan pajak dan pemotongan pajak merupakan kebijakan dimana pemerintah melaksanakananggaran surplus dalam menekan pengeluaran pemerintah. Jika tujuannya adalah untuk meningkatkan pengeluaran, maka pemerintah mengoperasikan anggaran defisit dengan mengurangi pajak dan meningkatkan pengeluaran pemerintah.

  Suatu penurunan dalam pengeluaran pemerintah dan peningkatan dalam pajak dari aliran sirkulasi pendapatan nasional akan mengurangi permintaan agregat dan melalui proses pengganda (multiplier effect) akan memberikan penurunan tekanan inflasi ketika perekonomian mengalami peningkatan kegiatan yang berlebihan (over-heating). Sebaliknya adanya peningkatan dalam pengeluaran pemerintah dan penurunan dalam pajak, maka suatu suntikan

  (injection) ke dalam aliran sirkulasi pendapatan nasional akan menaikkan

  permintaan agregat dan melalui efek pengganda akan menciptakan tambahan lapangan pekerjaan.

B. Teori Rostow dan Musgrave

  Teori ini dikemukakan oleh Rostow dan Musgrave yang didasarkan pada pandangan mereka melalui pengamatan terhadap pembangunan ekonomi di beberapa Negara. Model ini menghubungkan tahap – tahap pembangunan ekonomi dengan pengeluaran pemerintah yang terdiri dari tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, transportasi dan sebagainya.

  Di tahap menengah peranan investasi pemerintah masih dibutuhkan namun investasi swasta semakin besar. Peran swasta yang semakin besar ini menyebabkan kegagalan pasar juga semakin besar yang pada akhirnya membuat pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik lebih banyak dan lebi baik.

  Pada tahap lanjut, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke aktivitas – aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua, pelayanan kesehatan masyarakat dan sebagainya.

C. Teori Wagner

  Teori ini menekankan pada perkembangan persentase pengeluaran pemerintah yang semakin besar terhadap GNP. Menurutnya apabila dalam suatu perekonomian pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah akan ikut meningkat, terutama karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan dan sebagainya.

  Hukum Wagner dapat diformulasikan sebagai berikut: < < .. <

  Keterangan: PkPP = Pengeluaran pemerintah per kapita PPk = Pendapatan nasional per kapita

  1,2,..,n = Indeks waktu (tahun)

  Teori Wagner bertitik tolak pada suatu teori yang disebut organictheory of

  

state. Teori tersebut menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas

  bertindak. Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu : a. Tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan;

  b. Kenaikan tingkat pendapatan masyarakat;

  c. Urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi;

  d. Perkembangan demografi; e. Ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah.

  Pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan hubungan antara industri- industri dan hubungan antara industri dengan masyarakat akan semakin rumit dan komplekssehingga potensi terjadinya kegagalan eksternalitas negatif menjadi semakin besar.

  Hukum Wagner ini ditunjukkan oleh digram berikut ini dimana kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva 1 dan bukan seperti ditunjukkan kurva 2.

  Kurva 1 Kurva 2

  Z = kurva perkembangan pengeluaran pemerintah 0 1 2 3 4 5 Waktu

  Sumber : Mangkusoebroto Gambar 2.1 Kurva Teori Wagner

D. Teori Peacock dan Wiseman

  Teori ini memandang bahwa pemerintah selalu berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar, sehingga teori Peacock dan Wiseman merupakan dasar dari pemungutan suara. Mereka percaya bahwa masyarakat mempunyai tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka memiliki kesediaan untuk membayar pajak. Tingkat toleransi pajak ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena.

  Menurut mereka perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang menjadi semakin besar. Apabila keadaan normal tersebut terganggu, misalnya karena ada perang, maka pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang. Karena itu penerimaan pemerintah dari pajak juga harus meningkat, dan pemerintah meningkatkan penerimaannya dengan cara menaikkan tarif pajak sehingga dana swasta untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Keadaan ini disebut efek pengalihan

  

(displacement effect) , yaitu adanya suatu gangguan sosial menyebabkan aktivitas

  swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Selain itu banyak aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadinya perang, yang disebut efek inspeksi

  (inspection effect). Adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya

  konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah, yang disebut efek konsentrasi (concentration effect).

  Adanya ketiga efek diatas menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah setelah perang sehingga tingkat pajak tidak turun kembali. Ini digambarkan dalam kurva berikut:

  Pengeluaran Pemerintah/GDP D C F

  G Pengeluran Pemerintah A B

  Pengeluaran Swasta 0 t t + 1 Tahun

  Sumber : Mangkusoebroto Gambar 2.2 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Menurut Peacock Dan Wiseman

  Pada grafik diatas terlihat bahwa dalam keadaan normal dari tahun t ke t+1, pengeluaran pemerintah terhadap GDP naik sebagaimana ditunjukkan oleh garis AG. Apabila pada tahun terjadi perang maka pengeluaran pemerintah naik sebesar AC dan kemudian naik seperti ditunjukkan pada segmen CD. Setelah perang selesai (t+1) pengeluran pemerintah tidak turun lagi ke G yaitu perkembangan pengeluaran pemerintah apabila tidak terjadi perang. Hal ini akibat pemerintah memerlukan dana tambahan untuk mengembalikan pinjaman yang digunakan dalam pembiayaan perang sehingga tarif pajak dinaikkan.

2.1.2 Klasifikasi pengeluaran pemerintah

  Menurut Suparmoko (1994 : 78) Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sebagai berikut: a.

  Pengeluaran pemerintah merupakan investasi untuk menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa yang akan datang. b. Pengeluaran pemeritah langsung memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.

  c. Pengeluaran pemerintah merupakan pengeluaran yang akan datang.

  d. Pengeluaran pemerintah merupakan sarana penyedia kesempatan kerja yang lebih banyak dan penyebaran daya beli yang lebih luas. .

  Maka pengeluaran pemerintah dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Pengeluaran yang self liquiditing sebagian atau seluruhnya, artinya pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa atau barang yang bersangkutan. Contohnya pengeluaran untuk jasa negara, pengeluaran untuk jasa-jasa perusahaan pemerintah atau untuk proyek–proyek produktif barang ekspor.

  2. Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan keuntungan ekonomis bagi masyarakat, dimana dengan naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain pada akhirnya akan menaikan penerimaan pemerintah. Misalnya, pemerintah menetapkan pajak progresif sehingga timbul redistribusi pendapatan untuk pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat.

  3. Pengeluaran yang tidak self liquiditing maupun yang tidak produktif, yaitu pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat. Misalnya untuk bidang rekreasi, objek-objek pariwisata dan sebagainya. Sehingga hal ini dapat juga menaikkan penghasilan dalam kaitannya jasa-jasa tadi.

  4. Pengeluaran yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan. Misalnya untuk pembiayaan pertahanan atau perang meskipun pada saat pengeluaran terjadi penghasilan yang menerimanya akan naik.

5. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa yang akan datang.

  Misalnya pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu. Jika hal ini tidak dijalankan sekarang, kebutuhan-kebutuhan pemeliharaan bagi mereka di masa yang akan datang pasti akan lebih besar. Pengeluaran pemerintah juga dapat dibedakan sebagai berikut :

  1. Pembedaan antara Pengeluaran atau Belanja Rutin dan Pengeluaran atau Belanja Pembangunan.

  • Belanja Rutin adalah belanja untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan pemerintah sehari-hari. Belanja rutin terdiri atas:

  (1) Belanja Pegawai yaitu untuk pembayaran gaji atau upah pegawai termasuk gaji pokok dan segala macam tunjangan.

  (2) Belanja Barang, yaitu untuk pembelian barang-barang yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari.

  (3) Belanja Pemeliharaan, yaitu pengeluaran untuk memelihara agar milik atau kekayaan pemerintah tetap terjaga dengan baik.

  (4) Belanja Perjalanan, yaitu biaya perjalanan untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintah.

  • Belanja Pembangunan, adalah pengeluaran untuk pembangunan baik pembangunan fisik maupun pembangunan non fisik-spiritual.

  2. Pembedaan antara Current Account atau Current Expenditure dengan Capital Expenditure atau Capital Account.

  • Current Expenditure atau Current Budget (anggaran rutin), yaitu anggaran untuk penyelenggaraan pemerintah sehari-hari termasuk belanja pegawai dan belanja barang serta belanja pemeliharaan.
  • Capital Expenditure atau Capital Budget (belanja pembangunan) yaitu rencana untuk pembelian capital (tetap).

  3. Pembedaan Obligatory Expenditure dengan Optional Expenditure, antara

  

Real Expenditure dengan Transfer Expenditure dan antara Liquidated

Expenditure dengan Cash Expenditure.

  • Obligatory Expenditure atau pengeluaran wajib adalah pengeluaran yang bersifat wajib yang harus dilakukan agar efektivitas pelaksaan dapat terselengara dengan baik.
  • Optional Expenditure atau Pengeluaran Opsional adalah pengeluaran yang dilakukan pada saat tiba-tiba dibutuhkan.
  • Real Expenditure atau pengeluaran nyata adalah pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa.
  • Transfer Expenditure adalah pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan mendapatkan barang dan jasa, jadi tidak ada direct quid quo.
  • Liquidated Expenditure adalah pengeluaran pemerintah yang sudah diajukan dan disetujui oleh DPR atau DPRD. Semula dalam RAPBN/RAPBD setelah mendapatkan pengesahan menjadi APBN/APBD.

  • Cash Expenditure adalah pengeluaran yang telah sungguh-sungguh dilaksanakan berupa pembayaran-pembayaran konkrit.

  Sementara itu menurut Sadono Sukirno (1994 : 168 - 169) ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya pengeluaran pemerintah dalam satu periode yaitu : a.

  Proyeksi jumlah pajak yang diterima Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Ada kecenderungan semakin banyak pajak yang diterima maka semakin besar pengeluaran yang dilakukan.

  b.

  Tujuan ekonomi yang ingin dicapai pemerintah Tujuan – tujuan utama yang ingin dicapai pemerintah yaitu mengurangi pengangguran, menurunkan tingkat inflasi dan mempercepat pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Maka diperlukan dana yang besar yang salah satunya bersumber dari pajak. Dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi pengagguran perlu diadakan perbaikan jalan dan sarana lainnya guna meningkatkan minat investasi swata, Sering kali penerimaan yang berasal dari pajak tidak mencukupi maka terkadang keputusan untuk mencetak uang baru merupakan jalan yang diambil pemerintah.

  c.

  Pertimbangan politik dan keamanan Stabilitas politik sering kali berpengaruh terhadap stabilitas perekonomian. Seperti perang yang melanda suatu Negara. Hal ini tentu berdampak pada besarnya alokasi dana yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk membiayai perang, yang pada akhirnya juga mengganggu iklim investasi di Negara yang bersangkutan karena alasan keamanan.

2.1.3 Pengeluaran Pemerintah Pada Bidang Pendididkan

  Sumber daya manusia bagi suatu bangsa merupakan salah satu faktor yang menentukan pembangunan ekonomi dan sosial bangsa tersebut. Untuk itu pendidikan formal merupakan kebutuhan mutlak bagi masyarakat yang wajib disediakan oleh Negara. Tidak hanya untuk memperoleh pemgetahuan, norma – norma, nilai luhur dan cita – cita pun bisa sekaligus tertanam, yang ikut andil dalam pembangunan bangsa. Sampai dengan awal dasawarsa 1990-an anggaran pendidikan di banyak negara dunia ke tiga menyerap sekitar 15–27 persen dari total pengeluaran pemerintah, begitu pula halnya dengan Indonesia.

  Saat ini pemerintah meyediakan anggaran minimal 20 persen dari APBN untuk bidang pendidikan. Kebijakan ini tercantum dalam UU No 20 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD. Hal ini tak lain bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam rangka menghadapi perkembangan zaman. Sebab kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari tingkat pendidikan masyarakatnya.

  Pendidikan yang kurang memadai dan tidak dikembangkan secara terus menerus tentu akan membuat suatu bangsa tidak siap bersaing dengan bangsa – bangsa lainnya. Walaupun sulit dicatat dalam dokumen statistik, perluasan kesempatan bersekolah dalam segala tingkat telah mendorong pertumbuhan ekonomi secara agresif melalui (Todaro, 1997 : 467) :

  1. Terciptanya angkatan kerja yang lebih produktif karena pengetahuan

  dan bekal keterampilan yang lebih baik;

  2. Tersedianya kesempatan kerja yang lebih luas; 3.

  Terciptanya kelompok pimpinan yang terdidik untuk mengisi lowongan di suatu nit usaha atau lembaga;

  4. Terciptanya berbagai program pendidikan dan pelatihan untuk membina sikap – sikap modern.

  Achsanah (dalam Maryani, 2010 : 6) menyebutkan bahwa peran dominan pemerintah dalam pasar pendidikan tidak hanya mencerminkan masalah kepentingan pemerintah tetapi juga aspek ekonomi khusus yang dimiliki oleh sektor pendidikan karena karakteristik yang ada pada sektor pendidikan yaitu sebagai berikut: 1.

  Pengeluaran pendidikan sebagai investasi 2. Eksternalitas 3. Pengeluaran bidang pendidikan dan implikasinya terhadap kebijakan publik

4. Rate of return pendidikan

  Tersedianya sumber teknologi yang efisien harus disertai dengan tersedianya sumber daya manusia yang dapat memanfaatkan teknologi tersebut.

  Yang pada akhirnya menunjukkan bahwa pendidikan merupakan investasi dalam meningkatkan produktivitas manusia. Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan yang baik dalah wujud nyata peran serta pemerintah dalam meningkatkan mutu dan produktivitas masyarakatnya.

2.1.4 Pengeluaran Pemerintah Pada Bidang Kesehatan

  Kesehatan adalah kebutuhan mendasar bagi manusia. Manusia tidak akan dapat beraktivitas dengan baik jika mengalami gangguan kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan salah satu pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah. Tidak hanya bagi usia dewasa namun juga anak – anak. Sebagai Negara berkembang yang sangat rentan akan masalah kesehatan, sarana kesehatan dan jaminan kesehatan harus dirancang sedemikian rupa oleh pemerintah.

  Jika dibandingkan dengan dengan masa sebelum orde baru, maka sejak orde baru hingga saat saat ini, perkembangan dalam bidang kesehatan di Indonesia sudah mengalami banyak kemajuan. Hal ini diukur dari indikator kesehatan antara lain tingkat kematian bayi, kecukupan gizi anak – anak dan remaja, kondisi sanitasi umum, jumlah dokter dan juru rawat, serta jumlah rumah sakit dan puskesmas, sudah mengalami perkembangan cukup pesat.

  Undang – undang di Indonesia yang mengatur mengenai anggaran kesehatan adalah UU No 36 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa besar anggaran kesehatan pemerintah pusat dialokasikan minimal 5 persen dari APBN di luar gaji, sementara besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi dan Kabupaten/Kota dialokasikan minimal 10 persen dari APBD di luar gaji.

2.2 Struktur Umur Penduduk

  Umur merupakan salah satu karakteristik pokok penduduk. Dalam hal ini struktur umur memegang peranan penting sebab dapat menggambarkan dan mempengaruhi tingkah laku geografis maupun sosial ekonomi. Cerminan dari komposisi umur penduduk biasanya digambarkan dalam piramida penduduk. Dari sinilah kemudian terlihat apakah suatu negara memiliki cirri penduduk tua atau

  penduduk muda . Penduduk tua artinya di Negara tersebut sebagian besar

  penduduk berada pada kelompok usia tua. Sedangkan penduduk muda apabila sebagian penduduk besar berada pada kelompok usia muda.

  Apabila di suatu Negara penduduk dengan usia tua (45 tahun ke atas) jumlahnya lebih banyak dibandingkan penduduk yang berusia lebih muda, maka hal itu menunjukkan bahwa tingkat kelahiran di negara tersebut rendah dan tingkat kematiannya tinggi yang menyebabkan tingkat pertumbuhan penduduk rendah. Penduduk suatu wilayah dianggap penduduk muda apabila penduduk usia dibawah 15 tahun mencapai sebesar 40 persen atau lebih dari jumlah seluruh penduduk. Sebaliknya penduduk disebut penduduk tua apabila jumlah penduduk usia 65 tahun keatas diatas 10 persen dari total pendudu

  k.

  Berdasarkan struktur umur, penduduk suatu wilayah dapat dibedakan menjadi tiga bentuk: (1) Ekspansif, jika sebagian besar penduduk berada pada kelompok umur muda, (2) Konstriktif, jika sebagian kecil penduduk berada dalam kelompok umur muda, dan (3) Stasioner, jika banyaknya penduduk pada tiap kelompok umur hampir sama kecuali pada kelompok umur tertentu.

  Struktur umur penduduk juga dapat digunakan untuk mengukur Angka Beban Tanggungan (Dependentcy Ratio) yaitu angka yang menunjukkan banyaknya orang yang tidak produktif (usia dibawah 15 tahun dan diatas 65 tahun) yang harus ditanggung oleh setiap orang yang produktif secara ekonomi (usia 15 – 64 tahun). Distribusi umur dalam demografi digolongkan kedalam

  umur satu tahunan atau lima tahunan. Contohnya sebagai berikut:

  Umur satu tahunan Umur lima tahunan

  0 - 4 1 5 - 9 2. . .dst 10 - 14 . . .dst

2.2.1 Penduduk Pada Kelompok Umur Muda (0-14 tahun)

  Menurut Badan Pusat Statistik, Penduduk yang masuk kategori umur muda adalah mereka yang berumur 0 – 14 tahun. Umumnya penduduk di negara berkembang yang masuk dalam golongan ini jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan kelompok umur yang lebih tua. Banyaknya penduduk pada kelompok umur muda menandakan bahwa tingkat Kelahiran (fertilitas) di negara tersebut tinggi sehingga pada gambar piramida penduduk akan menyebabkan menyebabkan dasar piramida penduduk lebih lebar dan meruncing di bagian atas.

  Penduduk muda akan mempunyai beban besar dalam investasi sosial untuk pemenuhankebutuhan pelayanan dasar bagi anak-anak dibawah 15 tahun ini.

  Yaitu pemerintah harus membangun sarana dan prasarana pelayanan dasar mulai dari perawatan Ibu hamil dan kelahiran bayi, bidan dan tenaga kesehatan lainnya, sarana untuk tumbuh kembang anak termasuk penyediaan imunisasi, penyediaan pendidikan anak usia dini, sekolah dasar termasuk guru-guru dan sarana sekolah yang lain.

  Penduduk muda tidak selamanya cenderung bertambah lebih banyak meskipun pertumbuhan maupun golongan muda biasanya berjalan seirama. Pola komposisi umur dibentuk oleh akumulasi kelahiran dan kematian yang cukup lama, akibatnya pola tersebut merupakan gambaran yang cenderung tetap dan tidak mengalami perubahan dalam beberapa tahun saja.

  2.2.2 Penduduk Pada Kelompok Umur Pertengahan (15-64 tahun)

  Penduduk yang tergolong dalam kelompok umur pertengahan atau kelompok umur produktif menurut Badan Pusat Statitik adalah penduduk dengan usia 15–64 tahun. Penduduk pada kelompok umur inilah yang menanggung kebutuhan penduduk usia muda dan tua yang tercermin dalam angka beban tanggungan (dependentcy ratio). Kelompok usia pertengahan sangat berperan penting bagi pebangunan suatu negara. Karena merekalah yang berperan aktif dalam menghasilkan Produk Domestik Bruto (PDB). Namun tidak dadapat dipungkiri bahwa tingkat konsumsinya juga sangat besar karena menbutuhkan segala hal yang berhubungan dengan pendidikan dan kesehatan.

  2.2.3 Penduduk Pada Kelompok Umur Tua (65-75 tahun keatas)

  Menurut Badan Pusat Statistik, Penduduk yang masuk kategori umur tua adalah mereka yang berumur 65-75 tahun keatas. Negara yang sebagian besar penduduknya berada pada kelompok umur tua pada umumnya adalah negara – negara maju karena umumnya negara - negara maju memiliki angka life

  

expaectancy yang tinggi. Semakin banyak penduduk dalam kelompok umur tua

  artinya semakin besar beban yang dalam pembayaran pensiun, perawatan kesehatan fisik dan kejiwaan lanjut usia (lansia), pengaturan tempat tinggal dan lain lain yang perlu mendapat perhatian baik dari pemerintah pusat maupun daerah.

2.3 Piramida Penduduk

  Piramida penduduk digunakan untuk menggambarkan struktur umur dan jenis kelamin penduduk secara grafik. Melaui piramida penduduk dapat dilihat bagaimana komposisi umur dan jenis kelamin penduduk di suatu negara. Dari sinilah dapat tergamabr jelas seberapa besar proporsi penduduk pada masing – masing kelompok umur. Berikut adalah cara – cara penggambaran piramida penduduk :

  • Sumbu horizontal untu jumlah penduduk, dapat absolute atau persentase.

  Sumbu vertikal untuk distribusi umur.

  • Dasar piramida dimulai untuk umur muda (0–4 tahun), semakin keatas
  • untuk umur yang semakin tua.
  • umur 75, 76, 77, 78 dan seterusnya cukup ditulis 75+.

  Puncak piramida sering dibuat dengan system open end interval, artinya

  Bagian kiri untuk laki – laki dan bagian kanan untuk perempuan.

  • Ukuran balok diagram untuk masing – masing umur harus sama.
  • Distribusi umur penduduk yang berbeda – beda pada masing – masing negara menyebabkan bentuk piramida penduduknya juga berbeda beda. Bentuk bentuk piramida penduduk tersebut adalah sebagai berikut:

  60

  60 15 15

  (1) (2)

  60 60

  60

  15

  15

  15 (3) (4) (5)

   Sumber: Lembaga Demografi FE UI, Dasar – Dasar Demografi Gambar 2.3 Bentuk - Bentuk Piramida Penduduk Model 1

  Dasar piramida ini lebar dengan slope yang tidak terlalu curam atau cenderung datar. Piramida ini mengindikasikan tingkat kelahiran dan kematian penduduk yang sangat tinggi, sebelum Negara yang bersangkutan mengadakan pengendalian terhadap kematian dan kelahiran. Bentuk piramida seperti ini juga menunjukka umur median rendah serta dependentcy ratio yang tinggi. Contohnya piramida penduduk India tahun 1951 dan piramida penduduk Indonesia tahun 1971.

  Model 2

  Dasar piramida ini lebih lebar dibanding model 1 dan slope setelah kelompok umur 0–4 tahun hingga ke puncak juga lebih curam. Ini terjadi pada negara – negara yang memgalami permulaan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi karena terjadinya tingkat kematian bayi dan anak – anak yang menurun tetapi pada tingkat fertilitas belum terjadi penurunan. Di Negara seperti ini

  

median age sangat rendah sedangkan dependentcy ratio tertinggi di dunia. Contoh

Negara dengan bentuk piramida seperti ini yaitu Brazilia, Meksiko dan Srilangka.

  Model 3

  Bentuk sarang tawon kuno (old fashioned beehive) adalah sebutan bagi piramida ini. Merupakan ciri dari negara dengan tingkat kelahiran dan kematian yang rendah. Memiliki median age sangat tinggi dan dependentcy ratio sangat rendah terutama pada kelompok – kelompok umur tua. Bentuk seperti ini dimiliki hampir semua negara Eropa Barat.

  Model 4

  Bentuk piramida ini mirip lonceng sehingga disebut The bellshaped

  pyramid. Terdapat pada negara – negara yang telah mengalami penurunan tingkat

  kelahiran dan kematian selama 100 tahun terakhir. Ciri - cirinya adalah median

  

age cenderung menurun serta dependentcy ratio yang semakin tinggi. Contohnya

Amerika Serikat.

  Model 5

  Piramida ini dimiliki oleh negara yang mengalami penurunan drastis pada tingkat kelahiran dan kematian. Penurunan secara terus menerus menyebabkan jumlah absolut penduduk berkurang. Contoh Negara dengan piramida seperti ini adalah jepang.

2.4 Penelitian Terdahulu 1.

  Jurnal Penelitian yang ditulis oleh Jaka Sriyana (2008) yang berjudul “Dampak Transisi Demografi Terhadap Defisit Fiskal di Indonesia” menganalisis pengaruh pergeseran struktur umur penduduk Indonesia ke arah peningkatan pertumbuhan penduduk tua atau yang disebut ageing population terhadap aspek sosial dan ekonomi. Model pendekatan Overlaping

  Generation (OLG) digunakan untuk menjelaskan hubungan antara ageing population dengan keuangan Negara. Diperoleh hasil bahwa ageing population menyebabkan perubahan karakteristik dan penyebaran penduduk,

  sementara dari sisi keuangan negara walaupun penerimaan pemerintah tetap meningkat namun pengeluaran juga meningkat. Hal ini berujung pada meningkatnya defisit anggaran akibat peningkatan berbagai komponen ageing population yaitu belanja pensiun, kesehatan, dan dana jaminan sosial.

  2. Penelitian yang dilakukan oleh Bezdek, et al (2003) dalam jurnalnya yang berjudul “Fiskal Implication of Population Ageing” meneliti pengaruh ageing

  population di Republik Ceko terhadap pengeluaran pemerintah di bidang

  pendidikan, kesehatan dan dana pensiun. Penelitian ini menggunakan data dari tahun 1995 - 2000 dan melakukan proyeksi data hingga tahun 2050.

  Diperoleh hasil bahwa pergeseran struktur penduduk berpengaruh positif terhadap peningkatan pengeluaran pemerintah. Tekanan pengeluaran publik yang terbesar akibat ageing population di Negara yang bersangkutan adalah pengeluaran untuk dana pensiun dan kesehatan. Keduanya mengalami peningkatan hingga 7,8 persen dari GDP sampai tahun 2050. Hal ini membuat anggaran pemerintah yang awalnya deficit 3,3 persen dari GDP meningkat menjadi 7,1 persen dari GDP pada tahun 2030.

  3. Dalam jurnal yang berjudul “The Ageing Population of Brunei Darussalam: Trend and Economic Consequences” yang merupakan hasil penelitian dari Azim (2002) menganalisis dampak ageing population di Brunei Darusalam terhadap kondisi makro perekonomiannya secara deskriptif. Diperoleh hasil bahwa peningkatan tajam dalam proporsi pensiunan menyebabkan pemerintah harus mengeluarkan biaya yang lebih besar di bidang kesehatan dan dana pensiun. Proporsi kenaikan ini menyebabkan berkurangnya anggaran untuk proyek – proyek lain. Hal ini membuat pemerintah berusaha membuat kebijakan baru dengan jalan mengurangi tunjangan pensiun. Selain itu peningkatan pertumbuhan penduduk tua menyebabkan berkurangnya tabungan (saving) karena pendapatan yang diperoleh pensiunan lebih sedikit dari pekerja. Sedikit tabungan berarti sedikit investasi, yang pada gilirannya akan mengurangi pasokan barang dan jasa secara agregat, inilah yang menyebabkan turunnya pendapatan nasional.

  4. Penelitian yang dilakukan oleh Shimasama (2004) dengan judul “Population Ageing, Policy Reform and Endogenous Growth in Japan: A Computable Overlapping Generation Approach” menganalisis dampak perubahan struktur umur penduduk yang mengarah pada ageing population terhadap fiskal dan pengeluaran pemerintah untuk dana pensiun di Jepang. Analisis dilakukan pada sektor rumah tangga, pemerintah dan produksi melaui pendekatan Computable

  

General Equilibrium (CGE). Diperoleh hasil bahwa pengeluaran pemerintah

  meningkat akibat peningkatan anggaran untuk dana pensiun dan mengakibatkan kondisi fiskal negara tersebut menjadi tidak seimbang.

  2.5 Kerangka Konseptual

  Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian maka dapat dibuat kerangka konseptual sebagai berikut : Jumlah penduduk pada kelompok umur muda (0-14

  Pengeluaran Pemerintah Pada tahun) Bidang Pendidikan

  Jumlah penduduk pada kelompok umur pertengahan (15-64 tahun)

  Pengeluaran Pemerintah Pada Bidang Kesehatan

  Jumlah penduduk pada kelompok umur tua (65-75 tahun keatas)

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual

  2.6 Hipotesis

  Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, dimana tingkat kebenaranya perlu dibuktikan dan diuji secara empiris.

  Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan diatas maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :

  1. Kategori struktur umur penduduk Indonesia adalah kategori umur pertengahan.

  2. Jumlah penduduk pada kelompok umur muda berpengaruh positif terhadap pengeluaran pemerintah pada bidang pendidikan di Indonesia, ceteris paribus.

  3. Jumlah penduduk pada kelompok umur pertengahan berpengaruh negatif terhadap pengeluaran pemerintah pada bidang pendidikan di Indonesia, ceteris

  paribus .

  4. Jumlah penduduk pada kelompok umur tua berpengaruh negatif terhadap Pengeluaran pemerintah pada bidang pendidikan di Indonesia, ceteris paribus.

  5. Jumlah penduduk pada kelompok umur muda berpengaruh positif terhadap Pengeluaran pemerintah pada bidang kesehatan di Indonesia, ceteris paribus.

  6. Jumlah penduduk pada kelompok umur pertengahan berpengaruh negatif terhadap pengeluaran pemerintah pada bidang kesehatan di Indonesia, ceteris

  paribus .

  7. Jumlah penduduk pada kelompok umur tua berpengaruh positif terhadap pengeluaran pemerintah pada bidang kesehatan di Indonesia, ceteris paribus.