Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, Pertanggungjawaban Belanja dan Audit Intern berpengaruh terhadap Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP)SKPD di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Padang Lawas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) SKPD

  Menurut SK LAN No. 239/IX/6/8/2003 tahun 2003 tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), LAKIP merupakan dokumen yang berisi gambaran perwujudan AKIP yang disusun dan disampaikan secara sistematik dan melembaga. Setiap instansi pemerintah berkewajiban untuk menyiapkan, menyusun dan menyampaikan laporan kinerja secara tertulis, periodik dan melembaga. Pelaporan kinerja ini dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja instansi pemerintah dalam suatu tahun anggaran yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Instansi pemerintah yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan keberhasilan dan kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya.

  Pelaporan kinerja oleh instansi pemerintah ini kemudian dituangkan dalam dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP dapat dikategorikan sebagai laporan rutin, karena paling tidak disusun dan disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan setahun sekali.

  Dalam rangka memenuhi tujuan tersebut perlu diatur prinsip-prinsip dalam penyusunan LAKIP agar LAKIP yang disusun tersebut berkualitas, sehingga dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada para stakeholders/pemangku

  11 kepentingan terhadap proses penyelenggaraan pemerintahan. Menurut LAN dan BPKP (2000) LAKIP yang berkualitas harus memenuhi prinsip-prinsip laporan yang baik yaitu sebagai berikut: a.

  Relevance (relevan)

  Relevance atau relevan berhubungan dengan tujuan dari suatu organisasi

  dan tergantung dari kegunaan dari informasi itu. Jadi relevan adalah kriteria yang mendasar yang menentukan kegunaan dari property informasi lain. Sebagai contoh, informasi yang berhubungan dengan produksi untuk bulan ini mungkin sangat relevan bagi manajer produksi yang berkepentingan mengejar target produksi.

  b.

  Accuracy/reliability (akurat dan handal) Informasi yang bebas dari kesalahan dan tepat dapat dikatakan akurat.

  Informasi akan lebih berguna bagi para manajer jika akurat dan ini adalah kualitas dari informasi itu. Akurasi dapat terjadi pada waktu pengukuran maupun pengolahan data. Akurasi ini dapat ditingkatkan melalui kehati- hatian dalam memperoleh dan memproses data dan menyampaikannya kepada pengguna informasi. Pengendalian dan ukuran-ukuran keamanan data yang terbangun dalam system informasi sangat diyakini sebagai cara yang efektif untuk memperoleh keakuratan informasi c. Consistency/comparability (konsisten/dapat diperbandingkan)

  Laporan dapat memberikan konsistensi dan gambaran keadaan masa yang dilaporkan dibandingkan dengan periode-periode lain.

  d.

  Verifiability/ traceability (verifikasi/ditelusuri) Data capaian kinerja berupa capaian indikator kinerja input, output dan outcome pada tingkat kegiatan dan sasaran yang disajikan pada LAKIP harus dapat diuji kebenarannya melalui verifikasi dan penelusuran terhadap dokumen sumber capaian kinerja untuk masing-masing indicator.

  e.

  Timeliness (Tepat Waktu) Tepat waktu biasanya mempunyai keterkaitan dengan dua hal penting, yaitu frekuensi dan penangguhan. Frekuensi menunjukkan seberapa sering informasi dikinikan (update) dan diukur sebagai interval waktu antara dua laporan yang berisi informasi sejenis. Penangguhan, yaitu panjangnya waktu yang habis (expire) dari saat selesai suatu kejadian sampai informasi ke tangan pengguna. Makin lama “waktu yang habis” itu, sudah tentu makin berkurang kegunaannya bagi pengguna. Karena bagi pengguna informasi yang akan mengambil keputusan dengan informasi itu juga akan didesak oleh keterbatasan waktu. Dengan demikian, response time (waktu tanggapan) dari pengguna sangat diandalkan dalam melihat apakah informasi itu masih berguna atau tidak.

  Sehingga dapat disimpulkan semakin terlambat informasi semakin kecil kegunaan dan nilainya bagi pengguna.

  f.

  Understandability (dapat dimengerti) Laporan harus disajikan dapat dimengerti g. Prinsip lingkup pertanggungjawaban.

  Hal-hal yang dilaporkan harus proporsional dengan lingkup kewenangan dan tanggung jawab masing-masing dan memuat baik mengenai kegagalan maupun keberhasilan.

  h.

  Prinsip prioritas.

  Yang dilaporkan adalah hal-hal yang renting dan relevan bagi pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban instansi yang diperlukan untuk upaya-upaya tindak lanjutnya. i.

  Prinsip manfaat, yaitu manfaat laporan harus lebih besar daripada biaya penyusunannya, dan laporan harus mempunyai manfaat bagi peningkatan pencapaian kinerja. j.

  Mengikuti standar laporan yang ditetapkan sesuai dengan peraturan Perundang-undangan.

2.1.2. Anggaran Berbasis Kinerja

  Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada „output‟ organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap Visi, Misi dan Rencana Strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja mengalokasikan sumberdaya pada program bukan pada unit organisasi semata dan memakai „output measurement‟ sebagai indikator kinerja organisasi (Bastian, 2006).

  Anggaran Berbasis Kinerja pada pemerintah daerah pertama sekali digulirkan dengan terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 yang berisi panduan untuk membuat anggaran kinerja, pelaksanaan anggaran sampai dengan pelaporan pelaksanaan anggaran. Regulasi ini kemudian disempurnakan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan terakhir dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 sebagai penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005.

  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, maka penyusunan APBD dilakukan dengan mengintegrasikan program dan kegiatan masing-masing satuan kerja di lingkungan pemerintah daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan di dalam dokumen perencanaan. Dengan demikian tercipta sinergi dan rasionalitas yang tinggi dengan mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas. Hal tersebut juga untuk menghindari duplikasi rencana kerja serta bertujuan untuk meminimalisasi kesenjangan antara target dengan hasil yang dicapai berdasarkan tolok ukur kinerja yang telah ditetapkan.

  Penganggaran berbasis kinerja ini berfokus pada efisiensi penyelenggaraan suatu aktivitas atau kegiatan. Efisiensi itu sendiri adalah perbandingan antara

  output dengan input. Suatu aktivitas dikatakan efisien, apabila output yang

  dihasilkan lebih besar dengan input yang sama, atau output yang dihasilkan adalah sama dengan input yang lebih sedikit. Anggaran ini tidak hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi pada sistem anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada tujuan/rencana tertentu yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan terukur juga penggunaan biaya tersebut harus efisien dan efektif.

  Berbeda dengan penganggaran dengan pendekatan tradisional, penganggaran dengan pendekatan kinerja ini disusun dengan orientasi output.

  Jadi, apabila kita menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja, maka mindset kita harus fokus pada "apa yang ingin dicapai". Kalau fokus ke "output", berarti pemikiran tentang "tujuan" kegiatan harus sudah tercakup di setiap langkah ketika menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya diperiksa. Jadi, tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan menggunakan dana secara efisien. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan.

  Penyusunan APBD berbasis kinerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Dalam penyelenggaraannya, pemerintah daerah dituntut lebih responsif, transparan, dan akuntabel terhadap kepentingan masyarakat (Mardiasmo, 2006).

  Indikator kinerja yang ditetapkan dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja meliputi masukan (input), keluaran (output) dan (outcome). Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber-sumber dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumber daya, suatu organisasi dapat menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana strategik yang telah ditetapkan.

  Keluaran (output) adalah produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan. Indikator keluaran adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan/atau non fisik. Dengan membandingkan indikator keluaran organisasi dapat menganalisis sejauh mana kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana. Indikator keluaran hanya dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. Oleh karenanya indikator keluaran harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi.

  Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator hasil adalah sesuatu manfaat yang diharapkan diperoleh dari keluaran. Tolok ukur ini menggambarkan hasil nyata dari keluaran suatu kegiatan. Pada umumnya para pembuat kebijakan paling tertarik pada tolok ukur hasil dibandingkan dengan tolok ukur lainnya. Namun untuk mengukur indikator hasil, informasi yang diperlukan seringkali tidak lengkap dan tidak mudah diperoleh. Oleh karenanya setiap organisasi perlu mengkaji berbagai pendekatan untuk mengukur hasil dari keluaran suatu kegiatan.

2.1.3. Pertanggungjawaban Belanja

  Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Belanja merupakan kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja digunakan untuk membiayai pembangunan daerah berupa pembangunan fisik dan non fisik.

  Mekanisme pengeluaran belanja terjadi melalui penatausahaan keuangan daerah. Lingkup penatausahaan keuangan yang dilaksanakan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) meliputi penerbitan diantaranya pengujian Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) baik Uang Persediaan (UP), Ganti Uang (GU), Tambahan Uang (TU) maupun Langsung (LS), kemudian Bendahara Umum Daerah (BUD) pada Pemerintah Daerah mengeluarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D UP/GU/TU/LS) sehingga Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berupa Dinas, Badan atau Kantor dapat melaksanakan kegiatan dan programnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.

  Mekanisme pembayaran melalui sistem : 1. Uang Persediaan (UP) adalah uang muka kerja yang bersifat pengisian kembali (revolving) yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung.

2. Ganti Uang (GU) adalah permintaan pengganti uang persediaan yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran Iangsung.

  3. Tambahan Uang (TU) adalah permintaan tambahan uang persediaan guna melaksanakan kegiatan SKPD yang bersifat mendesak dan tidak dapat digunakan untuk pembayaran Iangsung.

  4. Langsung (LS) adalah permintaan pembayaran Iangsung kepada pihak ketiga atas dasar perjanjian kontrak kerja atau surat perintah kerja lainnya dan pembayaran gaji.

  Mekanisme pembayaran melalui sistem uang persediaan (UP), Ganti Uang (GU), Tambahan Uang (TU) maupun Langsung (LS) tersebut harus didukung oleh pertanggungjawaban belanja yang memenuhi prinsip-prinsip dokumen

  belanja yang lengkap dan sah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13

  Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Jo Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 Pasal 132 ayat (1), (2) dan (3) jelas- jelas disebutkan sebagai berikut:

1. Setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.

  2. Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat pengesahan oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud.

  3. Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam lembaran daerah.

2.1.4. Audit Intern

  Audit intern berupa pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Menurut Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar Pemerintahan Daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Pengawasan tersebut dilakukan oleh Aparat Pengawas Intern yaitu Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawas intern tersebut terdiri dari : a. Pemeriksaan dalam rangka berakhirnya masa jabatan kepala daerah.

  b. Pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu; c. Pengujian terhadap laporan berkala dan/atau sewaktu-waktu dari unit/satuan kerja; d. Pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya indikasi terjadinya penyimpangan, korupsi, kolusi dan nepotisme; e. Penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan, pelaksanaan program dan kegiatan; dan f. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan pemerintahan desa.

  Salah satu bentuk pengawasan yaitu penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan, pelaksanaan program dan kegiatan dapat dilakukan melalui evaluasi LAKIP Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Menurut Peraturan Menteri Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 25 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Instansi Pemerintah, sistem manajemen pemerintahan yang berfokus pada peningkatan akuntabilitas dan sekaligus peningkatan kinerja yang berorientasi pada hasil (outcome), penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan, pelaksanaan program dan kegiatan merupakan bagian dari sistem manajemen yang dimaksud tersebut.

  Sistem AKIP diimplementasikan secara “self assesment” oleh masing- masing instansi pemerintah, ini berarti instansi pemerintah secara mandiri merencanakan, melaksanakan, mengukur dan memantau kinerja serta melaporkannya kepada instansi yang lebih tinggi. Pelaksanaan sistem dengan mekanisme semacam itu, memerlukan evaluasi dari pihak yang lebih independen agar diperoleh umpan balik yang obyektif untuk meningkatkan akuntabilitas dan kinerja instansi pemerintah. Evaluasi oleh pihak yang lebih independen menurut Peraturan Menteri Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 25 Tahun 2012 tersebut terhadap akuntabilitas kinerja unit kerja di lingkungan kabupaten/kota dilaksanakan oleh Badan Pengawas Daerah Kabupaten/Kota atau Inspektorat Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

  Evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, terdiri atas evaluasi penerapan komponen manajemen kinerja (Sistem AKIP) yang meliputi: perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja internal dan pencapaian kinerja yaitu pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.

  Pelaporan kinerja merupakan salah satu bagian dari evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang dimaksud pada penelitian ini yang dituangkan dalam LAKIP SKPD. Evaluasi pelaporan kinerja ini telah memenuhi prinsip pelaporan yang memenuhi peraturan perundang-undangan mencakup :

  1. Pemenuhan pelaporan yang mencakup LAKIP telah disusun, LAKIP telah disampaikan tepat waktu, dan Lakip menyajikan informasi mengenai pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU).

  2. Penyajian informasi kinerja yang mencakup LAKIP menyajikan informasi pencapaian sasaran yang bersifat outcome, Lakip menyajikan informasi kinerja yang diperjanjikan, LAKIP menyajikan evaluasi dan analisis capaian kinerja, LAKIP menyajikan pembandingan data kinerja yang memadai antara realisasi tahun ini dengan realisasi tahun sebelumnya dan pembandingan lain yang diperlukan LAKIP menyajikan informasi keuangan yang terkait dengan pencapaian kinerja, Informasi kinerja dalam LAKIP dapat diandalkan

  3. Pemanfaatan informasi kinerja yang mencakup Informasi yang disajikan telah digunakan dalam perbaikan perencanaan, Informasi yang disajikan telah digunakan untuk menilai dan memperbaiki pelaksanaan program dan kegiatan organisasi, Informasi yang disajikan telah digunakan untuk peningkatan kinerja, dan Informasi yang disajikan telah digunakan untuk penilaian kinerja.

2.2. Tinjauan Peneliti Terdahulu

  Kualitas LAKIP mempunyai posisi yang strategis dalam rangka menjawab semangat reformasi keuangan negara yang diatur dalam UU No.

  17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara agar berakuntabilitas sebagai bagian dari terwujudnya pelaksanaan good governance (pemerintahan yang baik). Berakuntabilitas berarti mempertanggungjawabkan seluruh hasil penyelenggaraan pemerintahan dan hasil pembangunan

  Dalam rangka memenuhi tujuan tersebut perlu diatur prinsip-prinsip dalam penyusunan LAKIP agar LAKIP yang disusun tersebut berkualitas, sehingga dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada para

  stakeholders /pemangku kepentingan terhadap proses penyelenggaraan

  pemerintahan. Penelitian tentang Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, Pertanggungjawaban Belanja dan Audit Internal terhadap Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Daerah (LAKIP) SKPD belum pernah dilakukan atau merupakan ide sendiri peneliti. Penelitian ini merupakan pertama sekali, peneliti telah melakukan searching/pencarian di internet, tidak ditemukan tesis, jurnal dan artikel terkait dengan judul yang diangkat peneliti, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan dan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

22 191 103

Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

10 82 122

Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, Pertanggungjawaban Belanja dan Audit Intern berpengaruh terhadap Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP)SKPD di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Padang Lawas

10 143 107

Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Dan Implikasinya Terhadap Akuntabilitas Kinerja

0 3 1

Bagian I - Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan dan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

0 0 20

Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

0 1 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu 2.1.1 Akuntabilitas Kinerja - Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasu

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

0 0 9

Pengaruh kebijakan Penyusunan Anggaran, Penerapan Anggaran dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Asahan)

0 5 12

Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, Pertanggungjawaban Belanja dan Audit Intern berpengaruh terhadap Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP)SKPD di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Padang Lawas

0 0 13