PERSEPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI PEMBUATAN TEPUNG SINGKONG FERMENTASI (MOCAF) DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN KELOMPOK TANI DI KABUPATEN SUMEDANG

  

Tema: 8 (Pengabdian Kepada Masyarakat)

PERSEPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI PEMBUATAN

TEPUNG SINGKONG FERMENTASI (MOCAF) DALAM UPAYA

  

MENINGKATKAN PENDAPATAN KELOMPOK TANI DI

KABUPATEN SUMEDANG

Oleh

  

Mia Rosmiati, Rika Alfianny, Rijanti Rahaju Maulani

Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10,

Bandung 40132, Indonesia

email: mia@sith.itb.ac.id

  

ABSTRAK

  Persepsi petani merupakan bagian penting dari pengambilan keputusan mereka. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami persepsi petani terhadap teknologi pengolahan singkong menjadi tepung fermentasi (Mocaf). Pengetahuan tersebut akan membantu memahami keputusan petani apakah akan mengadopsi teknologi pengolahan singkong tersebut atau tidak. Penelitian ini menganalisis persepsi petani terhadap teknologi pengolahan singkong dengan mengambil sampel 30 petani dari Kelompok tani Barokah Mandiri dan Kelompok Wanita Tani Dahlia di Kecamatan Tanjungmedar. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan data persepsi petani. Hasil analisis menunjukkan bahwa petani memiliki pemahaman yang baik tentang teknologi pengolahan singkong menjadi tepung fermentasi (Mocaf). Anggota kelompok dapat mengaplikasikan teknologi tersebut untuk memperoleh produk yang dapat dikonsumsi sendiri dan dijual sehingga pendapatan anggota kelompok dapat bertambah. Kata kunci : persepsi, teknologi, tepung singkong fermentasi (mocaf)

  ABSTRACT

  Peasant perceptions are an important part of their decision making. Therefore, it is very important to understand the perception of farmers on the technology of processing cassava into fermented flour (Mocaf). The knowledge would help understand farmers decision whether to adopt technology of cassava or not. This paper analyzed farmer perception to cassava processing technology by taking samples of 30 farmers from Barokah Mandiri Farmer Group and Dahlia Farmer Women Group in Kecamatan Tanjungmedar. Descriptive analysis is used to describe the data. The results showed that farmers have a good understanding of cassava processing technology into fermented flour (Mocaf). Group members can apply the technology to obtain products that can be consumed by themselves and sold so that group members' income can increase.

  Keywords: perception, technology, fermented cassava flour (mocaf)

  PENDAHULUAN

  Singkong (ubi kayu) merupakan tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan oleh petani di Kabupaten Sumedang. Tanaman ubi kayu ini biasanya di tanam secara monokultur pada musim tanam ketiga, ataupun secara tumpangsari dengan jagung. Produksi singkong di Kabupaten Sumedang sekitar 179.753 ton/tahun (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Sumedang, 2014). Pemanfaatan ubi kayu sampai saat ini hanya untuk memenuhi konsumsi rumahtangga dan untuk industri tapioka dengan harga jual sangat rendah (Rp 400/kg) sehingga tidak memberikan keuntungan yang memadai bagi para petani. Padahal singkong merupakan bahan baku yang cukup potensial untuk memenuhi industri hilir (agroindustri) di Kabupaten Sumedang.

  Salah satu sentra singkong di Kabupaten Sumedang adalah Kecamatan Tanjungmedar, dimana para petaninya menghadapi permasalahan (1) rendahnya harga singkong menyebabkan kerugian bagi petani. Singkong yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Tanjungmedar biasanya dijual langsung ke tengkulak dan pabrik tapioka dengan harga yang sangat rendah yaitu Rp. 400/kg, (2) pemanfaatan singkong menjadi berbagai produk turunan masih rendah, (3) akses terhadap teknologi pengolahan untuk memanfaatkan singkong menjadi berbagai produk turunan juga masih terbatas. Selain itu, dari aspek manajemen usaha, para petani masih melaksanakan manajemen usaha seadanya. Oleh sebab itu, para petani sangat mengharapkan adanya teknologi pengolahan singkong supaya mempunyai nilai tambah dan meningkatkan pendapatan mereka. Permasalahan tersebut mendorong tim PPM untuk membantu mereka supaya pendapatan mereka bertambah. Teknologi yang dikembangkan adalah mengolah singkong menjadi mocaf (tepung fermentasi) dan mengembangkan produk turunan dari mocaf tersebut. Permasalahan lainnya adalah pengetahuan petani tentang aspek manajemen usaha, dinamika kelompok, kewirausahaan, pembukuan keuangan dan strategi pemasaran masih terbatas.

  Mocaf adalah produk tepung dari ubi kayu (Manihot esculenta crantz) yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa produk mocaf secara ekonomis ternyata jauh lebih murah daripada produk terigu yang selama ini beredar di pasaran. Bahan baku yang mudah dibudidayakan, murahnya harga ubi kayu di pasaran saat ini, serta proses pengolahan tepung yang tidak memerlukan teknologi tinggi, membuat harga mocaf saat ini hanya berkisar antara 40-60 persen dari harga terigu. Hal ini membuat produk jadi apapun yang dihasilkan dari mocaf ini akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan tepung terigu Hasilnya ujicoba menunjukkan mocaf dapat digunakan sebagai food ingredient dengan penggunaan yang sangat luas. Mocaf ternyata tidak hanya bisa dipakai sebagai bahan pelengkap, namun dapat langsung digunakan sebagai bahan baku dari berbagai jenis makanan, mulai dari mie, bakery, cookies hingga makanan semi basah. Dengan sedikit perubahan dalam formula, atau prosesnya, karena produk ini tidaklah sama persis karakteristiknya dengan tepung terigu, beras atau yang lainnya, dapat dihasilkan produk yang bermutu optimal (http://distan.riau.go.id ).

  Upaya pembuatan mocaf dan pengembangan pengolahan singkong menjadi berbagai produk turunan sangat diperlukan untuk menunjang program diversifikasi pangan, sehingga akan berdampak pada peningkatan nilai tambah singkong, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Selain introduksi teknologi tersebut, kegiatan ini juga meliputi pelatihan aspek manajemen usaha, dinamika kelompok, kewirausahaan, pembukuan keuangan dan strategi pemasaran sehingga usaha pengolahan singkong dapat berkelanjutan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga.

  Salah satu faktor kunci yang mempengaruhi keputusan petani mengadopsi atau tidak mengadopsi teknologi pengolahan singkong menjadi tepung fermentasi adalah persepsi terkait dengan teknologi tersebut. Persepsi seperti yang didefinisikan oleh Van de Ban dan Hawkin (1988) adalah proses dimana informasi atau rangsangan diterima dan berubah menjadi kesadaran psikologis. Berdasarkan persepsi, petani mempertimbangkan manfaat yang akan diperoleh dari penerapan teknologi sebelum keputusan diambil. Rogers (1995) menggambarkan bagaimana inovasi diadopsi dari waktu ke waktu dalam teori 'difusi inovasi'. Difusi mengacu pada proses dimana inovasi tersebar di antara anggota sistem sosial dari waktu ke waktu. Inovasi bisa berupa ide atau konsep, informasi teknis atau praktik aktual yang dianggap baru oleh individu. Ada lima karakteristik yang menentukan adopsi inovasi yaitu keunggulan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, kemampuan uji coba dan dapat diamati. Keputusan untuk mengadopsi inovasi adalah proses mental yang terdiri dari lima tahap: pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi. Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi petani tentang teknologi pengolahan singkong menjadi tepung fermentasi.

METODE PENELITIAN

  Kegiatan pelatihan ini dilakukan di Kelompok Tani Barokah Mandiri dan Kelompok Wanita Tani (KWT) Dahlia, Kecamatan Tanjungmedar Kabupaten Sumedang. Metode pelaksanaannya dengan melibatkan partisipasi anggota kedua kelompok tersebut yang terlibat dalam kegiatan usaha pengolahan singkong dengan Metode PRA (Participatory Rural Appraisal) sebagai upaya mendorong anggota kelompok tani mengambil keputusan yang berkaitan dengan persoalan riil yang dihadapi mereka. Untuk mentransfer pengetahuan dan keterampilan dilakukan dengan kegiatan pelatihan dan pendampingan. Pengukuran dan analisis persepsi petani menggunakan karakteristik inovasi dengan menggunakan Skala Likert dengan indikator inovasi meliputi (1) keuntungan relatif, (2) tingkat kompatibilitas, (3) tingkat kompleksitas, (4) dapat dicoba dan (5) dapat diamati dan ditafsirkan lebih lanjut dalam diskusi. Kemudian data tersebut dianalisis dengan menghitung: a.

  Skor maksimal yaitu skor jawaban terbesar dikali banyaknya item/indikator b. Skor minimum yaitu skor jawaban terkecil dikali banyaknya item/indikator c. Nilai median (Me) yaitu hasil penjumlahan skor maksimum dengan skor minimum dibagi 2 d.

  Nilai kuartil ke satu (K1) yaitu hasil penjumlahan skor minimum dengan nilai median dibagi 2 e.

  Nilai kuartil ke tiga (K3) yaitu hasil penjumlahan skor maksimum dengan median dibagi 2

  Berdasarkan perhitungan tersebut, maka persepsi petani terhadap inovasi teknologi pengolahan singkong menjadi tepung fermentasi dikategorikan sebagai berikut:

  a.

  Sangat positif : K3 ≤ X ≤ skor maks b.

  Positif :Me ≤ X < K3 c. Negatif : K1 ≤ X < Me d.

  Sangat negatif : Skor min ≤ X < K1 (Jainuri,2014 dalam Pingkan, dkk. 2015) HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden

  Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, pendapatan dan tanggungan keluarga. Tabel 1 memperlihatkan bahwa umur produktif petani responden pada umumnya berumur 30

  • – 55 tahun (80%). Jika dilihat berdasarkan penggolongan umur produktif dan tidak produktif, maka sebagian besar petani responden berada dalam kategori umur produktif, yang berarti sangat berpeluang dalam upaya peningkatan produktivitas usaha mereka karena umur produktif sangat berpengaruh dengan kemampuan fisik petani untuk bekerja secara optimal. Tabel 1. Karakteristik Responden No Karakteristik Jumlah %

  1 Umur (tahun)

  10

  33.3 ≤ 30 30 – 55

  14

  46.7 >55

  6

  20.0

  2 Pendidikan : Tidak tamat SD

  9

  30.0 SD

  10

  33.3 SMP

  5

  16.7 SMA

  6

  20.0

  < 1.5000.000

  6

  20.0 1.500.000 – 3.000.000

  20

  66.7 >3.000.000

  4

  13.3

  4 Tanggungan Keluarga < 2

  5

  16.7 2 – 4

  15

  50.0 > 4

  10

  33.3 Pendidikan formal merupakan lama pendidikan yang ditempuh responden pada bangku sekolah. Tingkat pendidikan formal petani sangat berpengaruh terhadap kemampuan dalam merespon suatu inovasi. Makin tinggi tingkat pendidikan formal petani diharapkan makin rasional dalam pola pikir dan juga daya nalarnya. Dengan pendidikan yang semakin tinggi diharapkan dapat lebih mudah merubah sikap dan perilaku untuk bertindak lebih rasional. Sebagian besar petani responden telah menempuh pendidikan formal walaupun masih tergolong pada tingkat pendidikan SD, sehingga dapat dikatakan sumberdaya manusia (SDM) petani masih tergolong rendah, sebab tingkat pendidikan seseorang menentukan keberhasilan dalam mengelolah usahataninya.

  Pendapatan merupakan pendapatan total yang diperoleh responden dari kegiatan usahatani dan pengolahan singkong. Petani dengan pendapatan yang tinggi akan cenderung lebih cepat untuk menerima dan menerapkan suatu inovasi karena seseorang dengan pendapatan tinggi cenderung lebih berani mencoba hal-hal baru yang ada di sekitar mereka. Selain pendapatan dari pengolahan singkong, sebagian petani juga memperoleh pendapatan dari usahatani padi, singkong, ubi jalar, pisang, dan sayuran serta pendapatan dari luar usahatani tersebut seperti menjadi buruh tani, tukang ojeg, pegawai negeri dan pedagang.

  

Persepsi Petani terhadap Inovasi Teknologi Pengolahan Singkong Menjadi Tepung

Fermentasi (Mocaf)

  Persepsi petani terhadap inovasi teknologi pengolahan singkong menjadi tepung fermentasi diukur dari persepsi petani terhadap sifat/karakteristik inovasi tersebut yaitu persepsi terhadap relative advantage (keuntungan relatif), compatibility (kesesuaian), complexity (kerumitan), triability (ketercobaan), dan observability (keteramatan). Pada Tabel diperlihatkan persepsi anggota kelompok tani terhadap teknologi pengolahan tepung singkong fermentasi.

  Salah satu pertimbangan petani untuk mengadopsi suatu inovasi adalah apabila inovasi tersebut menguntungkan bagi calon adopternya. Persepsi petani terhadap keuntungan relatif pengolahan singkong dapat dilihat dari dua indikator yaitu biaya pembuatan tepung singkong cukup murah sehingga dapat menghemat biaya produksi dan tepung singkong fermentasi unggul dilihat dari aspek keamanan terhadap kesehatan. Persepsi petani terhadap keuntungan relatif inovasi tepung fermentasi adalah sangat positif dan positif (100%).

  Tabel 2 Jumlah Responden Tentang Persepsi Terhadap Teknologi Pengolahan Tepung Singkong Fermentasi (Mocaf)

  Persepsi 5 ≤ X ≤ 6 4 ≤ X < 5 3 ≤ X < 4 2 ≤ X < 3 No Indikator Persepsi

  Sangat Positif Negatif Sangat Positif Negatif

  1 Keuntungan relatif

  20

  10

  2 Kesesuaian

  25

  5

  3 Kerumitan

  30

  4 Dapat dicoba

  28

  2

  5 Dapat diamati

  28

  2 Persepsi petani terhadap kesesuaian tepung singkong fermentasi dilihat dari kesesuaian inovasi dengan kondisi dan kebiasaan masyarakat (petani) setempat, kebutuhan petani, dan keadaan lingkungan. Pengolahan tepung singkong fermentasi memiliki kesesuaian yang baik dengan kondisi dan kebiasaan masyarakat setempat dimana pengolahan tepung singkong fermentasi dapat dibuat sendiri oleh petani dan bahan baku untuk membuat tepung singkong fermentasi tersebut sudah dikenal dan tersedia di wilayah sekitarnya sehingga tidak membutuhkan biaya yang banyak. Kesesuaian dengan kebutuhan petani yaitu saat ini sebagian besar petani menghadapi masalah rendahnya harga singkong di tingkat petani, sehingga petani tidak mampu memanen singkong karena biaya panen lebih tinggi dari harga jualnya. Kesesuaian dengan kondisi lingkungan yaitu masyarakat (petani) tidak merasa khawatir dengan dampak yang ditimbulkan seperti limbah kulit singkong. Saat ini para petani memanfaatkan kulit singkong tersebut untuk dibuat pakan dan kompos.

  Kerumitan suatu inovasi dapat mempengaruhi cepat tidaknya seseorang mengadopsi inovasinya. Kerumitan pengolahan tepung singkong fermentasi dapat dilihat melalui persepsi petani terhadap inovasi tersebut yang meliputi sulit tidaknya pemahaman petani dalam membuat dan mengaplikasikan teknologi pengolahan tersebut. Petani (100%) menilai sangat positif dan positif terhadap tingkat kerumitan inovasi pengolahan tepung singkong, artinya pemahaman petani terhadap pembuatan dan penggunaan (aplikasi) teknologi pengolahan termasuk tidak rumit (mudah). Cara pembuatannya pun mudah, hal ini dilihat dari aspek ketersediaan bahan baku dan keterampilan petani. Bahan-bahan pembuatan tepung singkong fermentasi sangat mudah diperoleh di sekitar wilayahnya dan bahan-bahan tersebut juga selalu tersedia. Cara pembuatan tepung singkong fermentasi tidak memerlukan keterampilan khusus, namun memerlukan ketelatenan karena proses pembuatannya memerlukan waktu yang cukup lama (sekitar 1-2 hari).

  Sebelum suatu inovasi diadopsi oleh petani hendaknya suatu inovasi dapat dicobakan secara terbatas (dalam skala yang lebih kecil). Petani juga akan lebih percaya pada suatu inovasi ketika suatu inovasi dapat dicoba atau mungkin telah dicoba oleh petani lain dan memiliki tingkat keberhasilan. Petani (100%) menilai sangat positif dan positif bahwa pengolahan singkong menjadi tepung singkong fermentasi dapat dicoba sebelum benar-benar diadopsi oleh petani secara luas. Petani dapat mencoba membuat tepung singkong dengan teknologi yang sangat sederhana (mudah dan murah).

  Keteramatan pengolahan tepung singkong fermentasi di sini dapat dilihat melalui persepsi petani terhadap keunggulan dan kelemahan yang dapat diamati jika menggunakan inovasi teknologi pengolahan tepung singkong fermentasi dan sejauhmana hasil penggunaan pengolahan tepung singkong fermentasi disebarluaskan/dikomunikasikan kepada yang lain. Petani (100%) memiliki persepsi sangat positif dan positif terhadap keteramatan pengolahan singkong. Pengolahan tepung singkong fermentasi sebagai salah satu inovasi bagi petani mampu menyediakan kebutuhan pangan, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan rumahtangga petani.

  Setelah diberi pelatihan pembuatan tepung singkong fermentasi (mocaf), Kelompok tani Barokah Mandiri dan KWT Dahlia secara mandiri telah mampu mengaplikasikan teknologi pengolahan tersebut. Produk yang dihasilkan oleh kedua kelompok tani tersebut adalah sawut (irisan singkong yang telah difermentasi dan dijemur sampai kering) dan tepung. Untuk pemasarannya mereka bekerja sama dengan KWT Medal Asri (KWT binaan SITH-ITB). Pada saat ini sudah dilakukan Surat Persetujuan Kerjasama (SPK) antara kelompok tani Barokah Mandiri dan KWT Dahlia sebagai penghasil sawut mocaf dan KWT Medal Asri yang membeli dan menjual sawut mocaf tersebut. Pada SPK tersebut dijelaskan bahwa kelompok tani Barokah Mandiri dan KWT Dahlia bersedia memproduksi dan menjual sawut kepada KWT Medal Asri sebanyak 200 kg/ 2 minggu dengan harga Rp. 4000/kg. Dengan adanya kerjasama tersebut kelompok tani Barokah Mandiri dan KWT Dahlia sangat terbantu pemasarannya, sehingga mereka tidak khawatir untuk menjual produknya dan anggota kelompok tani Barokah Mandiri dan KWT Dahlia mempunyai tambahan pendapatan. Selain menjual sawut dan tepung, para anggota kelompok tani Barokah Mandiri dan Kelompok Wanita Tani Dahlia sudah mampu membuat produk turunan berbahan baku mocaf seperti kue kering, bolu, dan aneka camilan.

  KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan

  a) Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa persepsi petani terhadap inovasi teknologi pengolahan tepung singkong fermentasi termasuk kriteria sangat positif dan positif.

  Para anggota kelompok tani Barokah Mandiri dan Kelompok Wanita Tani Dahlia, sudah mengetahui, memahami tentang pentingnya pengolahan singkong menjadi tepung singkong fermentasi (mocaf) b)

  Para anggota kelompok Barokah Mandiri dan Kelompok Wanita Tani Dahlia sudah mampu membuat tepung singkong fermentasi (mocaf) c)

  Para anggota kelompok tani Barokah Mandiri dan Kelompok Wanita Tani Dahlia sudah mampu membuat produk turunan berbahan baku mocaf seperti kue kering, bolu, dan aneka camilan

  d) Kelompok tani Barokah Mandiri dan Kelompok Wanita Tani Dahlia sudah mampu menjual sawut tepung singkong (mocaf) dengan harga Rp 4000/kg dan tepung singkong fermentasi

  (mocaf) dengan harga Rp 7000-8000 per kg, sehingga pendapatan rumahtangga mereka bertambah.

  Saran 1.

  Para petani diharapkan dapat mengaplikasikan pengolahan tepung singkong fermentasi secara berkelanjutan, sehingga dapat menjadi mata pencaharian tambahan bagi petani .

2. Perlu dilakukan pelatihan dan pembinaan yang berkaitan dengan pengembangan agroindustri di pedesaan secara terus menerus.

UCAPAN TERIMA KASIH

  Ucapan terima kasih disampaikan kepada DP2M Dikti yang telah memberi dana

untuk kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat melalui IbM Pelatihan Pembuatan Tepung

Mocaf dan Produk Turunannya dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Kelompok Tani

Di Kabupaten Sumedang Tahun Anggaran 2017.

DAFTAR PUSTAKA

  Aditiawati, P. , Mia Rosmiati, & Dadang Sumardi. 2014. Persepsi Petani Terhadap Inovasi Teknologi Pestisida Nabati Limbah Tembakau (Suatu Kasus pada Petani Tembakau di Kabupaten Sumedang). Jurnal Sosiohumaniora 16(2). ISSN 1411-0911. Diakreditasi DIKTI: SK Dirjen Dikti Nomor: 80/DIKTI/Kep/2012

  Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Sumedang. 2014. Profil Tanaman Pangan di Kabupaten Sumedang. Rogers, E.M 1995. Diffusion of Innovations 4th Edition. New York, USA: The Free Press Van de Ban AW Hawkin, H. 1988. Agricultural extension. NY: John Wiley and Sons.World Bank.

  (2000). Attacking Poverty. World Development Report Washington, D. C.: World Bank.