PRASASTI TUGU DALAM PERSPEKTIF MATEMATIKA DAN ASTRONOMI

  

Tema: 7 Ilmu-ilmu murni (Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi)

PRASASTI TUGU DALAM PERSPEKTIF

MATEMATIKA DAN ASTRONOMI

  

Oleh

  • *

    Agung Prabowo , Agustini Tripena dan Agus Sugandha

  

Jurusan Matematika, FMIPA - Universitas Jenderal Soedirman

Jl. Dr. Soeparno No. 61Purwokerto, 53123

Jawa Tengah, Indonesia.

  • *

    Penulis koresponden: agung.prabowo@unsoed.ac.id

  

ABSTRAK

Salah satu jenis aksara yang pernah digunakan di Indonesia adalah aksara Palawa Awal.

  Aksara ini mengantarkan penduduk Nusantara meninggalkan masa prasejarah dan memasuki masa sejarah. Prasasti Tugu yang ditemukan di Cilincing, Jakarta Utara merupakan salah satu prasasti yang ditulis dengan aksara Palawa Awal. Dengan memandang matematika sebagai aktivitas manusia pada seluruh peradaban di muka bumi pada saat kapanpun, penelusuran terhadap unsur- unsur matematika dalam Prasasti Tugu menghasilkan informasi matematis seperti penggunaan lafal bilangan ordinal dan kardinal, interval waktu dan panjang interval, konsep siklus/daur dan modulo, satuan panjang dan satuan waktu, konsep himpunan, basis bilangan sepuluh, nilai tempat pada basis bilangan sepuluh, dan konsistensi pelafalan bilangan dengan basis sepuluh. Penelusuran dari aspek astronomis memberikan informasi digunakannya ciri astronomis berupa unsur penanda waktu yaitu

  

suklapaksa dan kresnapaksa. Selain itu, juga dapat dimunculkan tiga masalah matematis dan satu

masalah astronomis.

  Kata Kunci: aksara Palawa Awal, matematika, Prasasti Tugu

  ABSTRACT

One type of script used in Indonesia is the early Palawa script.This script brought the inhabitants

of the archipelago leaving prehistoric times and entering a period of history.Tugu inscription found

in Cilincing, North Jakarta is one of the inscriptions written with the early Palawa script.By

looking at mathematics as a human activity on all civilizations on earth at any time, the search of

mathematical elements in Tugu Inscriptions produces mathematical information such asthe use of

the cycle concept and modulo, the unit length and time unit, the set concept, the base of the number

ten, the use of place-value on the base-ten number, and the consistency of pronunciation of base-

ten number.The search of the astronomical aspect provides information on the use of astronomical

features in the form of time-marking elements such as suklapaksa and kresnapaksa.In addition,

there can also be raised three mathematical problems and one astronomical problem.

  Keywords: early Palawa script, math, Tugu inscription

  PENDAHULUAN

  Leluhur nusantara mencatatkan berbagai hal penting pada media yang saat ini disebut prasasti. Selama ini, prasasti hanya digunakan untuk penelitian dalam bidang sejarah, paleografi, etnografi dan lain-lain. Dalam artikel ini, prasasti baik yang dibuat dari batu (upala prasasti), logam (tamra prasasti) maupun daun/lontar (tripta prasasti) akan digunakan untuk menggali pengetahuan matematika dan astronomi.

  Penggunaan prasasti sebagai sumber pengetahuan matematika sebenarnya sudah digunakan jauh sebelum ini. Plimpton 322 merupakan prasasti dari batu, menorehkan triple

  Babylonia dari masa 1900-1600 SM. Tripel Babilonia tidak lain adalah tripel Pythagoras.

METODE PENELITIAN

  Tujuan penulisan artikel ini adalah memaparkan hasil penelusuran unsur-unsur matematika dan astronomi yang terdapat pada salah satu prasasti tertua di Nusantara yaitu Prasasti Tugu. Prasasti ini masih jelas terbaca, meskipun menggunakan aksara yang mengantarkan penduduk Nusantara memasuki masa sejarah. Aksara yang dimaksud adalah aksara Palawa Awal. Menurut de Casparis (1975), aksara tersebut digunakan pada periode 400-650 M, antara lain pada tujuh buah yupa dari Kutai, Kalimantan Timur.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Prasasti Tugu Prasasti Tugu merupakan prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagarayang terpanjang.

  Prasasti ini menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Sri Maharaja Purnawarman. Prasasti ini dibuat bersamaan dengan peresmian (selesai dibangunnya) saluran sungai Gomati dan Candrabhaga, pada tahun ke-22 masa pemerintahan Purnawarman. Penggalian sungai dimaksudkan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.Prasasti Tugu dipahatkan pada batu berbentuk bulat telur berukuran ± 1m.

  Prasasti Tugu ditemukan di tempat yang saaat itu dinamakan Kampung Batutumbuh, Desa Tugu (Cilincing), Bekasi, Jawa Barat. Sekarang, wilayah tersebut berubah menjadi Kelurahan Tugu Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Prasasti ini sempat dikeramatkan penduduk setempat karena kemunculannya ke permukaan bumi dengan cara muncul (tumbuh) perlahan sehingga lokasinya disebut Kampung Batutumbuh. Atas prakarsa P.de Roo de la Faille, pada tahun 1911 Prasasti Tugudipindahkan ke Museum Bataviaasch Genootschap van Kunsten en

  

Wetenschappen (sekarang Museum Nasional). Prasasti Tugu didaftar dengan nomor inventaris

D.124.

  

Gambar 1. Prasati Tugu

  Sumber gambar: Prasasti Tugu tidak mencantumkan penanggalan. Hampir semua prasasti Tarumanegara tidak mencantumkan penanggalan. Taksiran umurnya diprediksi melalui analisis palaeografis dari bentuk aksaranya. Prasasti Tugu dan Cidanghiyang memiliki kemiripan aksara, sangat mungkin sang pemahat tulisan (citralekha) kedua prasasti ini adalah orang yang sama. Berdasarkan aksara yang digunakan, Prasasti Tugu diperkirakan berasal dari abad ke-5 M.

  Ahli sejarah yang telah menerbitkan analisis terkait prasasti ini antara lain H. Kern. Berikut ini adalah lima baris transliterasi Prasasti Tugu yang bersumber dari .... dan terjemahan dengan sumber .... : B1 pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyatam purim prapya

  candrabhagarnnavam

  Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan yang memilki lengan kencang serta kuat yakni Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke laut, setelah kali (saluran sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termashur. B2 yayau pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa narendradhvajabhutena

  srimata

  Pada tahun keduapuluh dua dari tahta Yang Mulia Raja Purnawarmman yang berkilau- kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja- raja,

  B3 purnavarmmana prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithau caitra sukla

  trayodasyam

  (maka sekarang) beliau pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan berair jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas di tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap bulan Phalguna dan disudahi pada hari tanggal ke 13 paro terang bulan Caitra,

  

B4 dinais siddhaikavingsakaih ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi

ramya

  jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122 busur. B5 gomati nirmalodaka pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo

  sahasrena prayati krtadaksina

  Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan

  Unsur-Unsur Matematika pada Prasasti Tugu

  1. Lafal Bilangan Ordinal

  Prasasti Tugu tidak memahatkan angka, termasuk angka tahun. Informasi mengenai tahun dapat ditelusuri dari informasi pada B2 “tahun keduapuluh dua pada masa pemerintahan Purnawarman”. Namun, tahun saat pertama kali Purnawarman bertahta sebagai raja juga tidak diketahui. Pengolahan informasi ini menghasilkan lafal bilangan or dinal „keduapuluh dua‟ yang dipahatkan dalam lafal „dvavingsad‟.

  Unsur matematika yang menyatakan tanggal merupakan bilangan ordinal. Lafal bilangan ordinal yang menyatakan tanggal ditemukan pada B3 yaitu „khata‟ yang berarti „tanggal kedelapan‟ dan „trayodasyam‟ yang berarti „tanggal ketigabelas‟.

  2. Lafal Bilangan Kardinal

  Lafal bilangan berikutnya adalah „ikavingsa‟ yang berarti „duapuluh satu‟ dengan satuan waktu „kaih‟ yang berarti hari. Lafal ikavingsa digunakan untuk menyatakan lamanya peristiwa sehingga merupakan lafal bilangan kardinal berjenis frekuensi.

  3. Interval Waktu dan Panjangnya

  Unsur lainnya adalah dua buah titik waktu pada B3 yang terjadi berurutan. Pertama adalah „phalguna mase khata krsna‟ yang berarti „bulan (mase) phalguna tanggal delapan (khata) belas (trayodasyam) paruh terang (sukla ) bulan Caitra‟.

  Pada B4 dilaporkan rentang waktu antara kedua peristiwa tersebut adalah „ikavingsakaih‟ atau duapuluh satu (ikavingsa) hari (kaih). Dari rentang waktu 21 hari, maka peristiwa pertama dipastikan terjadi pada 8 paruh gelap bulan ke-12 (Phalguna) pada angka tahun tertentu dan peristiwa kedua terjadi pada 13 paruh terang bulan ke-1 (Caitra) pada angka tahun sesudahnya. Jadi, pembangunannya melewati tahun baru Saka, 1 Caitra.

  4. Siklus/Daur dan Modulo

  Penggunaan dua buah nama bulan pada Kalender Saka (bari B3) yaitu Phalguna (bulan keduabelas atau bulan terakhir) dan dilanjutkan dengan Caitra (bulan kesatu atau pertama)

  memunculkan kesimpulan telah dikenalnya awal dan akhir. Konsep matematika mengenai modulo dipahami keberadaannya dari adanya awal dan akhir yang bergerak berputar dalam bentuk siklus/daur. Adanya siklus/daur dideteksi dari pergerakan setelah Phalguna pada tahun x, disambung kembali ke bulan Caitra tahun ke-(x + 1).

  Perubahan, siklus, atau daur dari bulan keduabelas (terakhir) bergerak ke bulan kesatu (pertama) tentunya akan kembali lagi sampai pada bulan keduabelas pada tahun selanjutnya. Artinya konsep urutan telah dikenal dimulai dari ke-12, ke-1, ke-2, ....., ke-12.

  5. Satuan Panjang dan Waktu

  Pada B4 ditemukan unsur matematika untuk menyatakan panjang, yang dalam konteks isi prasasti adalah panjang saluran yang digali. Lafal bilangan tersebut adalah „satsahasrena ......

  

sasatena ... dvavingsena ‟ yang berarti „enam ribu (satsahasrena) seratus (sasatena) duapuluh dua

  (dvavingsena ). Unsur matematika lainnya pada B4 adalah satuan panjang yaitu „ramya‟ atau „busur‟dann nama satuan waktu yaitu kaih (hari).

  6. Konsep Himpunan

  Prasasti Tugu juga mengabarkan pelaksanaan upacara selamatan yang diselenggarakan para brahmana. Pada upacara ini, penguasa Tarumanegara menghadiahkan seribu ekor sapi/lembu. Dapat dibayangkan harganya saat ini mencapai Rp 15 Milyar (1000 x Rp. 15.000000). Selanjutnya, pada B5 ditemukan lafal bilangan kardinal untuk menyatakan banyaknya sapi (ggo) yaitu „sahasrena‟yang berarti „seribu‟.

  7. Nilai Tempat pada Basis Bilangan Sepuluh

  Nilai tempat yang digunakan pada lafal „dvavingsad‟ adalah puluhan dan satuan. Nilai tempat pada lafal „khata‟ adalah satuan dan pada lafal „trayodasyam‟ adalah puluhan dan satuan. Demikian juga nilai tempat pada lafal „ikavingsa‟. Sementara, pada lafal „satsahasrena ......

  

sasatena ... dvavingsena ‟ dan lafal „sahasrena‟ mengusung nilai tempat ribuan, ratusan, puluhan

  dan satuan. Dengan demikian, lafal bilangan yang terpahat pada Prasasti Tugu telah menggunakan empat buah nilai tempat. Khusus pada lafal „sahasrena‟, nilai tempat ratusan, puluhan dan satuan nilai tempat pada lafal „satsahasrena ...... sasatena ... dvavingsena‟ mengharuskan digunakannya aturan yang sama dalam lafal „sahasrena‟ sehingga lafal nol diyakini sudah dikenal pada masa itu.

  Lafal-lafal bilangan yang terdapat pada Prasasti Tugu adalah:khata, trayodasyam,

  

ikavingsa, dvavingsad, satsahasrena ...... sasatena ... dvavingsena, dan sahasrena. Lafal-lafal

bilangan tersebut disusun berdasarkan nilai tempat pada basis bilangan sepuluh.

  Satuan : satu (ika, sa), dua (dva), tiga (trayo), enam (sat) delapan (khata). Puluhan : tigabelas (trayodasyam), duapuluh satu (ikavingsa), duapuluh dua ( dvavingsad dan dvavingsena) Ratusan : seratus (sasatena)

  Ribuan : seribu (sahasrena), enam ribu (satsahasrena)

8. Konsistensi Pelafalan Bilangan dengan Basis Sepuluh

  Analisis selanjutnya adalah meninjau apakah pelafalan bilangan pada Prasasti Tugu mengikuti aturan pelafalan dengan basis sepuluh (Tabel 1). Pelafalan dengan basis sepuluh dimulai dari lafal pada nilai tempat tertinggi hingga lafal pada satuan, secara berurutan .

  

Tabel 1. Analisis Konsistensi Pelafalan Bilangan Basis Sepuluh pada Prasasti Tugu

Angka Lafal pada Prasasti Ribuan Ratusan Puluhan Satuan Cek

  Konsistensi

  (sahasra) (sasatena) (dasyam) (ekan)

  8 khata

  khata Konsisten

  13 Tidak

  trayodasyam dasyam trayo

  21 ikavingsa

  vingsa ika Tidak

  22 dvavingsad vingsad dva Tidak

  • - - 1000 sahasrena sa Konsisten -

  6122 satsahasrenasasatena sa sa vingsena dva Tidak

  dvavingsena

  Tabel 1 memperlihatkan pelafalan bilangan 13, 21 dan 22 yang tidak konsisten dengan tata aturan pelafalan pada basis sepuluh. Pelafalan 6122 juga tidak konsisten sebagai akibat tidak konsistennya pelafalan 22. Namun demikian, pelafalan tersebut tidak salah. Seperti saat ini angka 13 dilafalkan „tigabelas‟ dianggap benar tetapi tidak memenuhi aturan pelafalan dalam basis sepuluh. Apabila konsisten dengan basis sepuluh, 13 dilafalkan sepuluh tiga.

  Dari Tabel 1, dapat diketahui nama-nama nilai tempat sahasra (untuk ribuan), sasatena (untuk satuan), dasyam (untuk puluhan) dan ekan (untuk satuan). Tanda „-„ pada pelafalan

  

sahasrena adalah lafal untuk nol yang memang tidak dimunculkan pelafalannya, seperti

halnya1000 dilafalkan dengan seribu, bukan seribu nolratus nolpuluh nolsatu.

  Unsur-Unsur Astronomi pada Prasasti Tugu Prasasti Tugu mencatatkan perhitungan waktu sebagai salah satu unsur astronomi.

  Perhitungan waktu tersebut terpahat pada baris ketiga B3 “prarabhya phalguna mase khata

  

krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam ” yang artinya pekerjaan ini dimulai pada hari baik,

tanggal 8 paro-gelap bulan Phalguna dan disudahi pada hari tanggal ke-13 paro terang bulan Caitra.

  Perjalanan hari pada Prasasti Tugu ditandai dengan penggunaan istilah paro waktu (kresnapaksa dan suklapaksa) serta penanggalan yaitu hari ke-8 dan ke-13. Perjalanan hari juga ditandai dengan penggunaan nama bulan yaitu Phalguna dan Caitra, berturut-turut merupakan bulan kedua belas (terakhir) dan bulan pertama dalam kalender Saka.

  Menurut Prabowo, Sugandha dan Tripena (2017) penggunaan istilah suklapaksa dan

  

krsnapaksa merupakan ciri astronomis prasasti-prasasti Nusantara, yang berupa unsur penanda

  waktu. Pada B3 ditemukan istilah „krsna‟ dan „sukla‟ yang merupakan cara penamaan tanggal pada kalender Saka. Lengkapnya adalah „krsnapaksa‟ yang berarti paruh gelap dan „suklapaksa‟ yang berarti paruh terang. Lafal „paksa‟ yang berarti „paruh bulan‟ ditiadakan. Meskipun demikian, tetap dapat dis impulkan pada masa itu telah dikenal bilangan pecahan „setengah‟ yang aplikasinya untuk membagi perjalanan waktu dalam sebulan menjadi „sukla atau suklapaksa‟ dari bulan baru atau munculnya hilal (tanggal 1) sampai bulan purnama (tanggal 15) dan „krsna atau krsnapaksa‟ dimulai sehari setelah purnama (tanggal 16) sampai bulan mati (tanggal 29/30). Umur bulan dalam Kalender Saka bisa 29 atau 30 hari.

  Analisis Terhadap Informasi Matematis dan Astronomis pada Prasasti Tugu

  1. Masalah Matematika I pada Prasasti Tugu

  Unsur matematika yang terdapat pada B3 adalah dua buah titik waktu yang terjadi berurutan. Pertama adalah „phalguna mase khata krsna‟ yang berarti „bulan (mase) phalguna tanggal delapan (khata) paruh gelap (krsna ). Titik waktu kedua adalah „tithau caitra sukla

trayodasyam ‟ yang berarti „tanggal tiga belas (trayodasyam) paruh terang (sukla) bulan Caitra‟.

Kedua titik waktu ini secara berurutan digunakan untuk menyatakan dua buah peristiwa. Peristiwa pertama terjadi pada bulan Phalguna dan peristiwa kedua terjadi pada bulan Caitra pada tahun yang berbeda. Hal ini disebabkan bulan Phalguna adalah bulan kedua belas (terakhir) dan Caitra adalah bulan pertama. Berapakah perbedaan angka tahun pada kedua peristiwa tersebut? Jawaban dari masalah ini telah dilapo rkan pada prasasti tersebut yaitu „ikavingsakaih‟ atau 21 hari.

  Solusi matematis dari masalah tersebut adalah sebagai berikut. Pada B4 dilaporkan rentang waktu kedua peristiwa tersebut adalah „ikavingsakaih‟ atau duapuluh satu (ikavingsa) hari (kaih). Ini adalah masalah matematika yang jawabannya telah disediakan yaitu 21. Apakah benar bahwa rentang tersebut adalah duapuluh satu hari? dikurangi (8 paruh gelap Phalguna). Tanggal 13 paruh terang Caitra sama dengan tanggal 13 Caitra. Tanggal 8 paruh gelap Phalguna sama dengan tangga 23 (8 + 15) Phalguna. Umur bulan Phalguna adalah 30 hari. Jadi, dari 23 sampai 30 Phalguna terdapat 8 hari (tanggal 23 dihitung sebagai saat mulai). Dari 1 sampai 13 Caitra lamanya 13 hari. Total terdapat 8 + 13 = 21 hari. Masalah matematika yang terdapat pada Prasasti Tugu sudah dipecahkan dan hasilnya sama dengan fakta yang dipahatkan pada prasasti tersebut.

  2. Masalah Matematika II pada Prasasti Tugu

  Da lam B4 disebutkan satuan panjang „ramya‟ yang berarti „busur‟ Saat ini, satuan tersebut sudah tidak digunakan. Apabila dikonversi dalam meter, 1 ramya sekitar ..... meter. Jadi, panjang saluran yang digali adalah 6122 x ... m = .... m. Solusi masalah ini belum dapat diperoleh.

  3. Masalah Matematika III pada Prasasti Tugu

  Prasasti Tugu memuat unsur penanggalan yang lengkap meskipun masih tersamar. Sistem penanggalannya tidak menyebut angka tahun tetapi berdasarkan “Tahun Pemerintahan Raja“yaitu

  “Tahun pemerintahan yang ke-22 dari Raja Purnawarman, tanggal 8 kresnapaksa bulan Phalguna, dan 13 suklapaksa bulan Caitra“. Penanggalan seperti ini membuat banyak peneliti menyangka bahwa angka tahun Prasasti Tugu tidak dapat ditentukan dengan pasti.

  Dari sudut pandang matematika, Prasasti Tugu memberikan masalah matematika. Masalah yang muncul adalah menentukan tahun terjadinya kedua peristiwa yang dilaporkan pada Prasasti Tugu. Satu hal yang pasti, selisih angka tahunnya adalah 1 sehingga peristiwa pertama terjadi pada tanggal 8 Krsnapaksa bulan ke-12 (Phalguna) tahun x dan peristiwa kedua terjadi pada tanggal 13 Suklapaksa bulan ke-1 (Caitra) tahun (x + 1), dengan x adalah tahun pada Kalender Saka. Berapakah x?

  Informasi yang dapat membantu adalah peristiwa pertama terjadi pada tahun ke-22 dari masa pemerintahan Purnawarman. Jika Purnawarman menjadi raja pada tahun y, maka peristiwa pertama terjadi pada tahun x = (y + 22) dan peristiwa kedua terjadi pada tahun x + 1 = (y + 23). Jadi, peristiwa pertama : 8 krsnapaksa bulan ke-12 tahun (y + 22) peristiwa kedua : 13 suklapaksa bulan ke-1 tahun (y + 23)

  Tidak ada informasi mengenai y, sehingga masalah ini tidak bisa diselesaikan!

  4. Masalah Astronomis pada Prasasti Tugu

  Trigangga, ahli epigrafi Museum Nasional berhasil memecahkan masalah penanggalan pada prasasti tersebut. Penyelesaian masalah di atas memerlukan bantuan astronomi. Secara astronomis, letak geografis (titik koordinat) prasasti sangat penting. Hasilnya adala h 6º 7′ 30“ LS

  Dalam prasasti dikatakan bahwa pekerjaan penggalian saluran selesai pada tanggal 13 Caitra, yaitu 13 hari setelah Tahun Baru Saka berjalan.Dengan cara menyelaraskan tanggal atau bulan lunar dengan tanggal atau bulan solar didapatkan titik temu keduanya, yaitu merujuk pada 22 Maret 403 Masehi atau 13 Caitra 325 Saka. Adapun tanggal dimulainya penggalian Sungai Gomati adalah 2 Maret 403 Masehi atau 23 Phalguna 324 Saka. Sangat tepat jika dikatakan pekerjaan penggalian dapat diselesaikan dalam tempo 21 hari. Angka tahun pada kalender Saka berselisih satu (324 S dan 325 S), tetapi angka tahun pada kalender Masehi sama (403 M). Apabila masalah Matematika III dipadukan dengan masalah Astronomis, diperoleh y + 22 = 324 Saka atau y = 302 Saka.

  Dari tinjauan astronomis, penggalian Sungai Gomati dimulai pada tanggal 2 Maret 403 Masehi (8 Krsnapaksa 324 Saka) dan peresmiannya pada 22 Maret 403 Masehi (13 Suklapaksa 325 Saka) dan berlangsung tepat selama 21 hari. Dengan demikian, Tahun Baru 1 Caitra 325 Saka terjadi pada10 Maret 325 Saka.

  Dari isi prasasti penggalian dimulai pada tahun 324 S yang merupakan tahun keduapuluh dua masa pemerintahan Purnawarman. Jadi, Raja Purnawarman naik tahta tahun 303 Saka (325- 22). Konversi pada kalender Masehi menjadi tahun 381 Masehi.

  KESIMPULAN

  Kesimpulan dari tulisan ini adalah penelusuran aspek matematis pada Prasasti Tugu memberikan informasi matematis seperti penggunaan lafal bilangan ordinal dan lafal bilangan kardinal, penggunaan interval waktu dan panjang interval, konsep siklus/daur dan modulo, penggunaan satuan panjang dan satuan waktu, penggunaan konsep himpunan, penggunaan basis bilangan sepuluh, penggunaan nilai tempat pada basis bilangan sepuluh, dan konsistensi pelafalan bilangan dengan basis sepuluh. Penelusuran dari aspek astronomis memberikan informasi digunakannya ciri astronomis berupa unsur penanda waktu yaitu suklapaksa dan kresnapaksa. Analisis terhadap informasi matematis dan astronomis pada akhirnya memunculkan 3 buah masalah matematis dan 1 buah masalah astronomis. Masalah matematis yang ketiga dapat dipecahkan dengan berhasil dipecahkannya masalah astronomis.

UCAPAN TERIMA KASIH

  Publikasi artikel ini dapat dilakukan atas dukungan dana dari hibah penelitian Riset Institusi UNSOED Tahun Anggaran 2017, Nomor Kept. 1247 / UN23.14 / PN.01.00 / 2017.

  DAFTAR PUSTAKA de Casparis, J. G. 1975. Indonesian Chronology. Brill. Leiden/Koln.

  Freudenthal, H. 1973. Mathematics as an Educational Task.Reidel.Dordrecht. The Netherlands.

  Prabowo, A.& P. Sidi. 2014. Permulaan Matematika dalam Peradaban Bangsa-Bangsa: Kontribusi Budaya Jawa dalam Matematika . Penerbit UNSOED Press. Purwokerto. Prabowo, A., A. Sugandha, dan A. Tripena. 2017. Dimensi Waktu dalam Penanggalan Prasasti.

  ProsidingSeminar Nasional Matematika dan Terapannya 1 , Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.

  Susantio, D.2011. Metode Baru Penanggalan PrasastiTugu. Diakses pada 2 Juli 2014.