PEMBELAJ ARAN MATEMATIKA BERBASIS PENDIDI

Volume 1, Tahun 2011. ISBN 978-602-19541-0-2

PEMBELAJARAN MATEMATIKA
BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER
Oleh : Utari Sumarmo
Abstrak
Pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari
pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam
tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan karakter meliputi: religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, dan tanggung jawab. Pada dasarnya pendidikan karakter tidak diajarkan secara tersendiri namun
bersamaan waktu dengan pembelajaran tiap bidang studi termasuk matematika, melalui: pemahaman,
pembiasaan, keteladanan dan contoh, serta pembelajaran yang berkelanjutan. Pembelajaran tidak dapat
disederhanakan dalam bentuk resep, karena melibatkan beragam unsur antara lain: pengetahuan bidang studi
dan dan pedagogi pembelajarannya, siswa dan karakteristiknya, dan diskursus atau lingkungan belajar.
Melalui pendekatan pembelajaran apapun, perlu diupayakan agar siswa belajar secara aktif, mencapai belajar
matematika secara bermakna serta memiliki karakter yang terpuji.
Kata kunci: pendidikan karakter dan nilai, pemahaman, pembiasaan, keteladanan dan contoh, pembelajaran
yang berkelanjutan, belajar aktif, belajar bermakna, tugas matematik, diskursus
A. Pendidikan Budaya dan Karakter


Pendidikan adalah suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan dan mengembangkan nilai-nilai
budaya dan prestasi masa lalu menjadi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang sesuai dengan
kehidupan masa kini dan masa datang. Pendidikan juga merupakan usaha sadar suatu masyarakat
dan bangsa
dalam mempersiapkan generasinya untuk menghadapi tantangan demi
keberlangsungan hidup di masa datang. Proses di atas merupakan proses penting dan berkelanjutan
yang harus dilakukan dalam semua mata pelajaran.
Beberapa alasan esensialnya Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa dikembangkan pada siswa
dikemukakan oleh Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Indonesia (ALPTKI)
sebagai berikut (Ghozi, 2010):
1) Karakter sebagai perekat kultural yang memuat nilai-nilai: kerja leras, kejujuran, disiplin, etika,
estetika, komitmen, rasa kebangsaan dll.
2) Pendidikan Karakter merupakan proses berkelanjutan
3) Pendidikan Karakter sebagai landasan legal formal untuk tujuan pendidikan dalam ketiga
ranah
4) Proses pembelajaran sebagai wahana pengembangan karakter dan IPTEKS
5) Melibatkan beragam aspek pengembangan peserta didik
6) Sekolah sebagai lingkungan pembudayaan peserta didik
Dalam konteks pembangunan nasional, pendidikan berfungsi: (1) pemersatu bangsa, (2)

penyamaan kesempatan, dan (3) pengembangan potensi diri. Dalam UU No 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 tercantum sebagai berikut: “ Pendidikan Nasional
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Rumusan tujuan di atas
merupakan rujukan utama untuk penyelenggaraan pembelajaran bidang studi apapun, yang selain
memuat kemampuan kognitif yang disesuaikan dengan bidang studi juga menekankan pada
pengembangan budaya, dan karakter bangsa. Adapun nilai-nilai yang dikembangkan dalam
pendidikan budaya dan karakter bangsa meliputi: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
22

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

Volume 1, Tahun 2011. ISBN 978-602-19541-0-2

kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial,
dan tanggung jawab (Ghozi, 2010, Pusat Kurikulum).
Dalam menghadapi era informasi dan suasana bersaing yang semakin ketat, pengembangan
kemampuan dalam bidang studi dan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa di atas

merupakan suatu keniscayaan untuk dilaksanakan dalam pembelajaran setiap bidang studi
demikian juga dalam pembelajaran matematika. Pengembangan kemampuan matematika dan
nilai di atas termuat dalam rumusan tujuan pembelajaran matematika yaitu: a) memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, b) menggunakan penalaran
pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, c) memecahkan masalah; d)
mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah, dan e) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
sikap rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah (KTSP, 2006).
Butir-butir a) sampai dengan d) dalam rumusan tujuan pembelajaran matematika di atas
menggambarkan kemampuan matematik dalam ranah kognitif, sedang butir e) melukiskan ranah
afektif yang harus dimiliki siswa yang belajar matematika. Dalam pembelajaran matematika
pembinaan komponen ranah afektif akan membentuk disposisi matematik yaitu: keinginan,
kesadaran, dedikasi dan kecenderungan yang kuat pada diri siswa untuk berpikir dan berbuat
secara matematik dengan cara yang positif dan didasari dengan iman, taqwa, dan ahlak mulia.
Pengertian disposisi matematik seperti di atas pada dasarnya sejalan dengan makna yang
terkandung dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan demikian pengembangan
budaya dan karakter, kemampuan berpikir dan disposisi matematik pada dasarnya dapat

ditumbuhkan pada siswa secara bersama-sama.
Polking (1998) mengemukakan bahwa disposisi matematik meliputi sikap atau sifat: 1) rasa
percaya diri dalam menerapkan matematika, memecahkan masalah, memberi alasan dan
mengkomunikasikan gagasan, 2) lentur dalam menyelidiki gagasan matematik dan berusaha
mencari beragam cara memecahkan masalah; 3) tekun mengerjakan tugas matematik; 4) minat,
rasa ingin tahu, dan dayatemu dalam melakukan tugas matematik; 5) cenderung memonitor dan
menilai penalaran sendiri; 6) mengaplikasikan matematika dalam bidang studi lain dan kehidupan
sehari-hari; 7) apresiasi terhadap peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika sebagai alat,
dan sebagai bahasa. Hampir serupa dengan pendapat Polking (1998), Standard 10 (NCTM, 2000)
mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan: rasa percaya diri, ekspektasi dan
metakognisi, gairah dan perhatian serius dalam belajar matematika, kegigihan dalam menghadapi
dan menyelesaikan masalah, rasa ingin tahu yang tinggi, serta kemampuan berbagi pendapat
dengan orang lain.
Pengertian disposisi matematik di atas pada dasarnya sejalan dengan makna yang terkandung
dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pembelajaran matematika perlu
mengutamakan pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan karakter, kemampuan
berpikir dan disposisi matematik yang terintegrasi dan dilaksanakan secara bersamaan.
Pengutamaan tersebut menjadi semakin penting manakala dihubungkan dengan upaya menyiapkan
lulusan yang kelak diharapkan dapat memenuhi tuntutan kemajuan IPTEKS dan suasana bersaing
yang semakin ketat, serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai.


Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

23

Volume 1, Tahun 2011. ISBN 978-602-19541-0-2

B. Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter

Pembelajaran matematika merupakan suatu kegiatan yang kompleks, melibatkan berbagai unsur
seperti guru, siswa, matematika dan karakteristiknya, dan situasi belajar yang berlangsung. Oleh
karena itulah pembelajaran tidak dapat disederhanakan menjadi suatu resep untuk membantu siswa
belajar. Paling sedikit terdapat dua hal yang menjadi alasan bahwa pembelajaran tidak dapat
dirumuskan dalam bentuk resep. Pertama, pembelajaran melibatkan pengetahuan tentang: topik
matematika yang akan diajarkan, perbedaan siswa, cara siswa belajar, lingkungan kelas, lembaga
pendidikan dan masyarakat. Selain hal umum seperti di atas, guru juga harus mempertimbangkan
hal-hal khusus misalnya: karakteristik topik yang akan diajarkan dan pedagogi mengajarkannya.
Kedua, sebagai implikasi bahwa pembelajaran melibatkan berbagai domain, maka guru juga harus
menetapkan: cara mengajukan dan merespons pertanyaan, cara menyajikan idea matematika secara
tepat, berapa lama diskusi perlu dilaksanakan, jenis dan kedalaman tugas matematika, dan

keseimbangan antara tujuan dan pertimbangan.
Adalah rasional bahwa tak ada satu pembelajaran yang paling sesuai untuk mengembangkan
semua kemampuan, proses, dan disposisi matematik. Namun demikian, dalam pendekatan dan
strategi pembelajaran apapun yang perlu mendapat perhatian adalah ketercapaian belajar bermakna
pada siswa. NCTM (Webb dan Coxford, Eds, 1993) mengemukakan beberapa saran kepada guru
untuk melaksanakan pembelajaran matematika secara bermakna antara lain: memilih tugas
matematik yang tepat, mendorong berlangsungnya belajar bermakna, mengatur diskursus
(discourse), dan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sehingga tercipta suasana belajar yang
kondusif.
a)

b)

c)

d)

e)

Memilih tugas hendaknya memperhatikan: topik-topik

matematika yang relevan,
pemahaman, minat, dan pengalaman belajar siswa yang sebelumnya, dan mendorong
tercapainya belajar bermakna,
Memilih tugas ditujukan untuk: mengembangkan pemahaman dan keterampilan matematik,
menstimulasi tersusunnya hubungan matematik, mendorong untuk formulasi masalah,
pemecahan masalah dan penalaran matematik, memajukan komunikasi matematik,
menggambarkan matematika sebagai kegiatan manusia, mendorong tumbuhnya disposisi
matematik.
Mengatur diskursus dengan cara: memperkenalkan notasi dan bahasa matematika yang tepat,
menyajikan informasi, menjelaskan isu, membuat model, dan memberi kesempatan siswa
mengatasi kesulitan serta meyakinkan diri siswa; mendorong partisipasi siswa untuk
menciptakan suasana kelas yang kondusif; mendengarkan, merespon, dan bertanya melalui
berbagai cara untuk bernalar, membuat koneksi, menyelesaikan masalah, dan saling
berkomunikasi; mengajukan pertanyaan/masalah, contoh dan lawan contoh, konjektur.
Menciptakan suasana belajar untuk mendorong pengembangan daya matematik siswa dengan
cara: mengajukan pertanyaan dan menyusun konjektur, idea dan masalah kontekstual yang
sesuai; menghargai idea, cara berfikir dan disposisi matematik siswa melalui belajar
individual atau kolaboratif
Menganalisis partisipasi belajar siswa melalui: observasi terhadap apa yang telah dipelajari
siswa.


Untuk mendukung berlangsungnya saran pembelajaran di atas, perlu adanya perubahan
pandangan terhadap pembelajaran seperti tercantum pada Tabel 1.

24

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

Volume 1, Tahun 2011. ISBN 978-602-19541-0-2

Tabel 1
Perubahan Pandangan dalam Pembelajaran

No.
1.
2.

Dari pandangan
Kelas sebagai kumpulan individu
Melayani siswa secara serupa untuk

keseluruhan

No
1.
2.

3.

Mengikuti kurikulum secara kaku

3.

4.

Guru sebagai pemegang otoritas
jawaban yang benar
Guru sebagai instruktur

4.


5.
6.

7.
8.
9.
10.

5.

Menekankan pada mengingat
6.
prosedur penyelesaian dan perolehan
informasi
Menekankan pada menemukan
7.
jawaban secara mekanistik
Kebiasaan guru bekerja sendiri
8.
Suasana kompetitif yang kurang

sehat
Memandang dan memperlakukan
matematika sebagai "body of
isolated concepts and procedures"

9.
10.

Ke arah pandangan
Kelas sebagai masyarakat belajar.
Melayani siswa sesuai dengan minat,
kekuatan, harapan, dan kebutuhan masingmasing
Seleksi dan menyesuaikan kurikulum secara
fleksibel.
Guru membimbing siswa berpikir logis
Guru sebagai pendidik, motivator, fasilitator,
dan manajer belajar
Menekankan pada pemahaman, penalaran dan
proses menemukan idea matematika secara
aktif
Menekankan pada menyusun konjektur,
menemukan, dan memecahkan masalah
Kerjasama antar guru untuk memajukan
program matematika
Masyarakat belajar dengan kerjasama dan
urunan tanggung jawab dan perhatian.
"Connecting mathematics, its ideas, and its
application”..

Berman, (dalam Costa, Ed. 2001) menyarankan sembilan strategi pembelajaran untuk
mengembangkan berpikir terbuka dan pemahaman yang kritis pada siswa, yaitu: 1) Ciptakan
lingkungan yang aman, 2) Ikuti cara berpikir siswa, 3) Dorong siswa berpikir secara kolaboratif, 4)
Belajarkan cara bertanya dan bukan cara menjawab, 5) Belajarkan tentang keterkaitan, 6) Anjurkan
siswa berpikir dalam multi persepektif, 7) Dorong siswa agar sensitif, 8) Bantu siswa menetapkan
standar dan bekerja dalam pandangan positif untuk masa depan, dan 9) Berikan
kesempatan/peluang kepada siswa untuk berbuat sesuai dengan jalan pikirannya.
Saran lain dikemukakan Meissner (2006) yaitu agar guru memperhatikan perkembangan individual
dan sosial, menyajikan masalah yang menantang atau masalah berkenaan dengan penalaran, serta
mendorong siswa mengajukan idea secara spontan. Kemudian, Nicholl (2006) menyarankan
beberapa langkah agar individu menjadi kreatif yaitu: kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya,
berpikir dari empat arah, ajukan beragam idea, cari kombinasi yang terbaik, dan sadari aksi yang
berlangsung.
Berkenaan dengan pendidikan budaya dan karakter, pada dasarnya nilai-nilai tidak dapat diajarkan
dalam satu bidang studi dan periode waktu tertentu, tetapi dikembangkan secara aktif dan
berkelanjutan dalam semua bidang studi melalui empat cara yaitu: 1) memberi pemahaman yang
benar tentang pendidikan karakter, 2) pembiasaan, 3) contoh atau teladan, dan 4) pembelajaran
bidang studi secara integral (Ghozi, 2010, Sauri, 2010). Berikut ini disajikan ilustrasi keempat cara
pengembangan karakter dalam pembelajaran matematika.
1) Memberi pemahaman yang benar tentang pendidikan karakter.

Pada dasarnya pemahaman terhadap nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter
serupa dengan penanaman pemahaman terhadap kemampuan dan disposisi matematik.
Misalnya dalam belajar matematika siswa tidak hanya untuk memiliki kemampuan ranah
kognitif yaitu berpikir matematik namun juga didukung dengan pemilikan disposisi matematik
sedemikian sehingga siswa berkeinginan untuk melaksanakan tugas-tugas matematik
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

25

Volume 1, Tahun 2011. ISBN 978-602-19541-0-2

2) Pembiasaan.
Pembiasaan diposisi matematik seperti halnya dengan pembiasaan karakter dan nilai
hendaknya dilakukan secara berkelanjutan melalui pembiasaan selama pembelajaran.
Misalnya pembiasaan bersikap jujur, disiplin, kerja keras/ulet, kritis, kreatif, mandiri dan rasa
ingin tahu dibangun melalui pembiasaan pemberian tugas matematik yang menantang sesuai
dengan kebutuhan dan tahap perkembangan intelektual siswa.
3) Contoh atau teladan.
Nilai dan karakter tidak diajarkan namun dikembangkan melalui teladan perilaku guru.
Andaikan diharapkan siswa bersikap jujur, disiplin, kerja keras/ulet, kritis, kreatif, mandiri
dan rasa ingin tahu maka guru harus memberi teladan bersikap yang sama. Misalnya: 1) Guru
adil dan jujur dalam menilai hasil belajar siswa, dan dalam menyusun karya ilmiah; 2) Guru
memberi pelayanan kepada siswa sesuai dengan kebutuhannya; 3) Guru kreatif menerapkan
berbagai pendekatan pembelajaran yang relevan disertai dengan tugas matematik yang kritis
dan kreatif dan tidak melaksanakan pembelajaran dan memberikan tugas yang rutin dari
tahun ke tahun
4) Pembelajaran matematika secara integral.
Dalam pembelajaran topik-topik matematika
pengembangan kemampuan, disposisi
matematik serta nilai-nilai dilaksanakan secara integral, tidak parsial, dan tidak terpisah-pisah
sehingga pengembangan ranah yang satu mendukung pengembangan nilai-nilai dan ranah
lainnya.
Memperhatikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter, isi Tujuan Pendidikan
Nasional dan Tujuan Pembelajaran Matematika, karakteristik disposisi matematik serta beberapa
saran untuk pembelajaran matematika dapat dirangkumkan kesetaraan nilai-nilai tersebut dan
contoh ilustrasi pembelajaran yang relevan seperti tercantum pada Tabel 2. Perlu diperhatikan
bahwa ilustrasi pembelajaran yang tercantum pada kolom terakhir pada Tabel 2 di bawah ini
diawali dengan pemberian pemahaman kepada siswa terhadap pentingnya pendidikan karakter dan
pemilikan kemampuan dan disposisi matematik. Selain itu, kegiatan yang tercantum dalam ilustrasi
pembelajaran tadi perlu dilaksanakan secara integral, saling berkaitan, dan berkelanjutan sesuai
dengan falsafah belajar sepanjang hayat. Dengan demikian diharapkan pembelajaran akan
menghasilkan siswa dengan kemampun dan disposisi matematik yang tinggi serta memiliki
karakter yang terpuji.
Tabel 2.
Kesetaraan Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter,
Tujuan Pendidikan Nasional, dan Disposisi Matematik dan
Ilustrasi Suasana Pembelajarannya

No

Pendidikan
karakter

1.

Religius

2.
3.
4.

Jujur
Disiplin
Toleransi

26

Nilai-nilai dalam
Tujuan Pendidikan Nasional,
Tujuan Pembelajaran dan
Disposisi Matematik
Beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa

Berahlak mulia, jujur dan disiplin

Ilustrasi suasana pembelajaran matematika
berbasis karakter dan
memperhatikan berbagai saran
Dengan memandang kelas sebagai masyarakat
belajar, guru menciptakan diskursus dan suasana
religius selama pembelajaran. Misalnya, melalui
pembiasaan dan teladan, guru berbaha-sa santun,
mengucap salam, mengawali dan mengakhiri
kegiatan dengan doa, menghargai agama dan hari
besar agama masing-masing
Melalui pembiasaan dan teladan, guru bersikap
jujur dan disiplin dalam melaksanakan
pembelajaran, dalam mengerjakan dan menilai
tugas, ulangan/ ujian dan penulisan karya ilmiah
dengan mengikuti aturan/ prinsip/teorema
matematik yang berlaku, dan dorong siswa
sensitif menerima (toleran terhadap) perbedaan
kemampuan, sifat, dan pendapat siswa,

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

Volume 1, Tahun 2011. ISBN 978-602-19541-0-2

No

Pendidikan
karakter

Nilai-nilai dalam
Tujuan Pendidikan Nasional,
Tujuan Pembelajaran dan
Disposisi Matematik
Mengapresiasi peran matematika
dalam kultur dan nilai,
matematika sebagai alat dan
bahasa, dan kegunaan
matematika dalam kehidupan
Bekerja dengan cakap, bergairah,
dan berpikir secara akurat,
efisien, dan tepat

5.

Menghargai
prestasi

6.

Kerja keras

7.

Kreatif

Sikap lentur, luwes, kritis, dan
kreatif misalnya: mencipta,
berkayal, dan berinovasi.

8.

Mandiri

Sikap rasa percaya diri dan
mandiri dan cenderung memonitor
dan menilai penalaran sendiri

9.

Rasa ingin tahu

Menunjukkan sikap rasa ingin
tahu, dalam belajar matematika.

10.

Gemar
membaca

Menunjukkan sikap senang,
perhatian, dan minat belajar
matematika

11.

Bersahabat/
komunikatif

Berbagi pendapat, berfikir dan
berkomunikasi secara jelas dan
tepat, melalui bahasa matematik
yang tepat.

12.

Peduli
lingkungan

Menerapkan matematika dalam
bidang studi lain dan kehidupan
sehari-hari

Ilustrasi suasana pembelajaran matematika
berbasis karakter dan
memperhatikan berbagai saran
Melalui pembiasaan dan teladan, guru menghargai
pendapat, hasil karya orang lain, keindahan, peran
dan manfaat matematika sebagai alat, dan sebagai
bahasa dalam kehidupan
Sebagai pendidik, motivator, fasilitator, dan
manajer belajar, melalui pembiasaan dan teladan,
guru bekerja dengan cakap (cerdas), akurat,
efisien, dan tepat, membimbing siswa belajar
aktif, berpikir logis, menyajikan masalah yang
menantang yang berkenaan dengan pemahaman,
penalaran, menemukan idea, menyusun konjektur.
Melalui pembiasaan dan teladan, guru
melaksanakan pembelajaran dan menyelesaikan
tugas matematik secara kreatif dan lentur
menyelidiki gagasan matematik, berusaha mencari
beragam cara memecahkan masalah, mendorong
pengembangan daya matematik berpikir secara
kolaboratif; membelajarkan siswa cara bertanya
dan bukan cara menjawab, keterkaitan antar
konsep, dan berpikir multi persepektif
Melalui pembiasaan dan teladan, guru bersikap
percaya diri dan mandiri dalam melaksanakan
pembelajaran dan menye-lesaikan tugas
matematik; berkebiasaan memonitor dan menilai
penalaran sendiri; mengikuti cara berpikir siswa,
memberi peluang siswa berbuat sesuai dengan
jalan pikirannya; membantu siswa menetapkan
standar dan bekerja dalam pandangan positif untuk
masa depan
Melalui pembiasaan dan teladan, guru
menunjukkan sikap rasa ingin tahu, dalam
melaksanakan pembelajaran dan menyelesaikan
tugas matematik, memberi tugas latihan kepada
siswa dengan memanfaatkan beragam sumber
Melalui pembiasaan dan teladan guru
menunjukkan perhatian, dan minat dalam
melaksanakan pembelajaran dan belajar
matematika dengan memanfaatkan beragam
sumber, memberi tugas latihan kepada siswa
dengan memanfaatkan beragam sumber
Melalui pembiasaan dan teladan, guru berbahasa
santun dan berkomunikasi secara jelas dan tepat,
memperkenalkan notasi dan bahasa matematika
dengan tepat, menyajikan informasi, menjelaskan isu, membuat model, menjalin kerjasama
antar guru untuk memajukan program matematika,
Melalui pembiasaan dan teladan, guru
menerapkan matematika dalam bidang studi lain
atau kehidupan sehari-hari, mengkaitkan konsep
matematika sesuai dengan konteks yang relevan,
menseleksi topik-topik matematika dalam
kurikulum secara fleksibel.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

27

Volume 1, Tahun 2011. ISBN 978-602-19541-0-2

Pendidikan
karakter

No

13.

Demokrasi

14.
15.
16.

Cinta tanah air
Cinta damai
Semangat
Kebangsaan

Nilai-nilai dalam
Tujuan Pendidikan Nasional,
Tujuan Pembelajaran
Matematika dan Disposisi
Matematik
Menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung
jawab.

Menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung
jawab.

Ilustrasi suasana pembelajaran matematika
berbasis karakter dan
memperhatikan berbagai saran
Melalui pembiasaan dan teladan, guru bersikap
demokratis dan bertanggung jawab, memberi
kesempatan yg sama kepada siswa untuk
merespons dan bertanya selama pembelajaran dan
belajar kooperatif dalam kelompok kecil;
melayani siswa sesuai dengan minat, kekuatan,
harapan, dan kebutuhan masing-masing,
membangun masyarakat belajar dengan kerjasama
dan urunan tanggung jawab dan perhatian.
Melalui pembiasaan dan teladan guru
menciptakan lingkungan belajar yang aman,
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan matematika
dan lainnya tingkat nasional dan internasional
dengan membawa nama baik bangsa dan negara

Pada dasarnya, untuk melaksanakan pembelajaran matematika berbasis pendidikan karakter dapat
dipilih beragam pendekatan pembelajaran yang inovatif berpandangan pada falsafah
konstruktivisma yang mengutamakan siswa belajar aktif dan bermakna, mengembangkan nilai-nilai
dalam pendidikan karakter serta beragam kemampuan dan disposisi matematik siswa. Namun,
komponen penting yang harus diperhatikan guru dalam merancang pembelajaran adalah
penyusunan bahan ajar dan pemilihan tugas latihan yang tepat.
Beberapa pendekatan pembelajaran matematika inovatif yang telah dilaksanakan dan memberikan
hasil kemampuan dan disposisi matematik siswa yang lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar
melalui pembelajaran konvensional di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Gabungan pembelajaran tak langsung dan langsung untuk siswa SMP (Suryadi, 2005,
Sumarni, 2005) dan untuk siswa SMA (Maya, 2005). Dalam pendekatan ini
konsep/prinsip/teori disajikan dalam bentuk yang belum jadi, melalui kasus atau masalah
kontekstual yang kemudian secara bertahap siswa dibimbing menemukan konsep/prinsip/teori
secara bermakna yang dilanjutkan dengan pemecahan masalah yang lebih kompleks.
2) Pembelajaran berbasis masalah, penemuan, eksplorasi, kontekstual dan investigasi untuk siswa
SMP (Mahmudi, 2010, Rohayati, 2005, Rohaeti, 2009) dan untuk siswa SMA (Ratnaningsih
dan Herman, 2006, Sugandi, 2010, Syaban, 2008, Wardani, 2009). Pendekatan pembelajaran
di atas hampir serupa dengan pendekatan pada Butir 1) yang diawali dengan penyajian
masalah kontekstual yang tertutup dan yang open-ended.
3) Pendekatan IMPROVE untuk siswa SMP (Rohaeti, 2003), pendekatan metakognitif untuk
siswa SMA (Muin.2005, Nindiasari, 2004); pendekatan Analitik Sintetik pada siswa SMA
(Mulyana, 2008); pendekatan Model – Eliciting Activities (Permana, 2010). Dalam pendekatan
ini kepada peserta didik diajukan sejumlah pertanyaan yang bukan sekadar hafalan namun
yang mendorong peserta didik memberikan jawaban disertai dengan alasannya.
4) Berbagai strategi belajar kooperatif untuk siswa SMP dan SMA (Kariadinata, 2002, Mudzakir,
2004, Pomalato, 2005, Sugandi, 2001, Wardani, 2002). Dalam strategi ini siswa belajar
menelaah bahan ajar yang didiskusikan dalam kelompok kecil, kemudian masing-masing
membuat laporan berdasarkan hasil diskusi dan atau merevisi laporan awalnya.
5) Pembelajaran dengan memanfaatkan ICT untuk siswa SMA (Kariadinata, 2001, 2005,
Rohendi, 2009, Yaniawati, 2005, Yonandi, 2009). Bahan ajar dalam pembelajaran ini dikemas
dengan memanfaatkan fasilitas ICT dan menggunakan bahasa pemograman tertentu atau
disajikan dalam website yang dapat diakses peserta didik di kelas atau di laboratorium
komputer.

28

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

Volume 1, Tahun 2011. ISBN 978-602-19541-0-2

Berikut ini disajikan beberapa contoh tugas latihan dalam kemampuan matematik tingkat tinggi
(tidak rutin), bersifat menantang dan mendorong tumbuhnya disposisi matematik dan
pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan karakter.
Contoh 1. Butir soal mengukur kemampuan pemahaman matematik siswa SMA (Permana, 2010)

Pak Aman memiliki kebun sperti pada gambar di bawah ini. Ukuran sudut BDA adalah
θ, BD = CD dan panjang sisi AB adalah a unit. Nyatakan panjang BC dalam a and θ.
B

A
D
C
a. Tulis semua konsep matematika yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
b. Nyatakan arti konsep tersebut dengan kata-katamu sendiri.
c. Tulis model matematika masalah tersebut dan selesaikanlah.
Contoh 2. Butir tes komunikasi matematik (Yonandi, 2010)

Sebuah kompleks perumahan mempunyai beberapa blok. Di sebuah blok yaitu blok melati terdapat
beberapa rumah bernomor terdiri dari tiga angka yang berbeda dan nilainya lebih besar dari 640
tetapi lebih kecil dari 860 serta hanya mengandung angka 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9.
a. Ilustrasikan permasalahan tersebut ke dalam bentuk bagan !
b. Dari gambar tersebut, buatlah model matematika kemudian selesaikanlah model yang kamu
buat untuk menentukan banyak rumah yang ada di blok melati !
Contoh 3. Butir tes pemecahan masalah matematik siswa SMP (Mahmudi, 2009)

Budi dan Adi berjalan dari rumahnya ke sekolah. Adi berangkat pukul 6 lebih a menit dan tiba di
sekolah pukul 7 kurang b menit Budi berangkat pukul 6 lebih b menit dan tiba di sekolah pukul 7
kurang a menit. Perjalanan Adi dan Budi dari rumah ke sekolah berturut-turut selama 25 menit dan
15 menit. Pukul berapa Adi dan Budi tiba di sekolah? Jelaskan jawabanmu.
Contoh 4: Butir tes mengukur kemampuan penalaran analogi matematik siswa SMA (modifikasi dari
Sumarmo, 1987)

Perhatikan gambar kubus di bawah ini!
H

G

E
F

D
C
A

B

Kedudukan garis BE dengan garis
GH pada kubus ABCD.EFGH di
atas,

Serupa
dengan

Kedudukan antara garis yang
mempunyai persamaan
2x – 3y = 5 dengan garis
yang mempunyai persamaan
A. 3x - 2y = -5
B. 3y = 2x + 10
C. 2x = 3y + 5
D. 2x + 3y = 10

Berikan penjelasan tentang keserupaan konsep dalam soal di atas.

Contoh 5. Butir tes mengukur kemampuan penalaran generalisasi untuk siswa SMA, (Syaban, 2008).

Perhatikan gambar di bawah ini
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

29

Volume 1, Tahun 2011. ISBN 978-602-19541-0-2

B1
B2
B3
B4
B5
30

0

A1

A2

A3

A4

A5

C1

Dari gambar di atas diketahui panjang A1 B1 = 10 cm. Tentukan jumlah panjang garis A1B1 + A2B2
+ A3B3 + A4B4 + A5B5 + ... Sifat apa yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan tersebut?
Berikan penjelasan.
Contoh 6: Butir tes mengukur kemampuan berfikir kritis matematik. (untuk siswa SMA)

Jika fungsi g dua kali fungsi f, maka absis titik ekstrim g dua kali absis titik ekstrim fungsi f.
Benarkah pernyataan di atas? Berikan penjelasan disertai dengan ilustrasi/contoh yang relevan.
Contoh 7: Butir tes mengukur kemampuan berfikir kritis matematik

Perhatikan penyelesaian di bawah ini
Cara pertama:

lim

- 4 sin 2x
2 cos 2x
sin 2x
 lim
 lim
 
x 0
x 0
0
3
3x

Cara kedua:

lim

sin 2x
sin 2x
2
2 2
 lim
1 x 
x
x

0
3x
2x
3
3 3

x 0

x 0

Analisislah tiap langkah kedua penyelesaian di atas! Kemudian tetapkan pada langkah mana terjadi
kesalahan pada masing-masing cara penyelesaian di atas. Sertakan teorema atau aturan yang
mendasari tiap langkah penyelesaian tersebut
Contoh 8. Butir tes mengukur kemampuan berfikir kreatif matematik siswa SMA

a)

b)

Diberikan fungsi g dengan persamaan g(x) = ax2 + bx + c dan garis y = mx +n. Susun
beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan grafik g dan grafik y = mx +n dan kemudian
selesaikanlah.
Nilai ulangan matematika siswa kelas I sebagai berikut:
5, 7, 8, 4, 7, 7, 9, 6, 7, 5, 6, 6, 8, 4, 4, 7, 8, 8, 6, 7, 5, 8, 6, 9, 8, 7, 7, 6, 8, 7, 8
i) Sajikan data tersebut dalam model matematika yang mudah dipahami, dan sertakan alasan
mengapa anda pilih model tersebut.
ii) Perkirakan apakah kelas tersebut memperoleh nilai yang baik? Jelaskan alasanmu
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Jakarta: BNSP.
Berman, S. (2001) “Thinking in context: Teaching for Open-mindeness and Critical
Understanding” dalam A. L. Costa,. (Ed.) (2001). Developing Minds. A Resource Book for
Teaching Thinking. 3 rd Edidition. Assosiation for Supervision and Curriculum
Development. Virginia USA
Ghozi, A. (2010). Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa dan Implementasinya dalam
Pembelajaran. Makalah disampaikan pada Pendidikan dan Pelatihan Tingkat Dasar Guru
Bahasa Perancis Tanggal 24 Okober s.d 6 November 2010
Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Methaporical Thinking untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan
Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada Sekolah Pasca
Sarjana UPI : tidak diterbitkan.
Herman, T. (2006) . Pengembangan Kemampuan Pemecahan Masalah, Penalaran, dan
Komunikasi Matematik Siswa SLTP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
30

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

Volume 1, Tahun 2011. ISBN 978-602-19541-0-2

Kardianata, R. (2001) Peningkatan Pemahaman dan Kemampuan Analogi Matematika Siswa
SMU melalui Pembelajaran Kooperatif Tesis pada PPs UPI, tidak dipublikasi.
Kariadianata, R (2006). Pengembangan berfikir matematik tingkat tinggi siswa SMU melalui
pembelajaran dengan multimedia Disertasi pada PPs UPI, tidak dipublikasi.
Mahmudi, A.(2010). Pengaruh Pembelajaran dengan Strategi MHM Berbasis Masalah terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis,
serta Persepsi terhadap Kreativitas. Disertasi pada Sekolah pascasarjana UPI. Tidak
diterbitkan .
Maya, R. (2005). Mengembangkan Kemampuan Matematik Tingkat Tinggi Siswa SMA melalui
Pembelajaran Langsung dan Tak Langsung. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Mudzakir, H. (2005). Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematik Siswa SMP
melalui Strategi Think-talk-write. Tesis pada SPs UPI, tidak dipublikasikan.
Muin, A. (2005). Meningkatkan Kemampuan Berfikir matematik Tingkat tinggi Siswa SMA
melalui Pendekatan Metakognitif . Tesis pada PPs UPI, tidak dipublikasi.
Mulyana, T. (2008). Pembelajaran Analitik Sintetik untuk Meningkatkan Kemampuan berpikir
Kritis dan Kreatif Matematik Siswa SMA. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, Virginia:
NCTM. INC.
NCTM [National Council of Teachers of Mathematics] (2000). Principles and Standards for
School Mathematics. Reston,Virginia: NCTM
Nindiasari, H. (2004). Pembelajaran Metakognitif untuk Meningkatkan Pemahaman dan
Penalaran Matematik Siswa SMU Ditinjau dari Tahap Perkembangan Kognitif Siswa. Tesis
pada Pascasarjana UPI, tidak dipublikasikan
Pomalato, S.W. (2005). Penerapan Model Treffingger dalam Pembelajaran Matematika
untuk
Meningkatkan
Kemampuan
Kreatif
dan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas II SMP. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.
Permana, Y. (2010). Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi serta Disposisi Matematik:
Eksperimen terhadap Siswa SMA melalui Model – Eliciting Activities
Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Polking J. (1998). Response To NCTM's Round 4 Questions
[Online] In
http://www.ams.org/government/argrpt4.html.
Qohar, A. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Komunikasi Matematis
Serta Kemandirian Belajar Matematika Siswa SMP Melalui Reciprocal Teaching. Disertasi
pada Sekolah pascasarjana UPI. Tidak diterbitkan
Ratnaningsih, N. and Herman, T. (2006): “Developing the Mathematical Reasoning of High School
Students through Problem Based Learning”. Transaction of Mathematical Education for
College and university Vol.9 No.2 Japan Society of Mathematics Education, Division for
College and University
Ratnaningsih, N (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir
Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada Sekolah
Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan.
Rohayati , A. (2005). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Matematika
melalui pembelajaran dengan pendekatan Kontekstual. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI
: tidak diterbitkan.
Rohaeti E. E, (2003), Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode IMPROVE untuk
Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik siswa SLTP. Tesis
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Rochaeti, E.E.(2008). Pembelajaran dengan Pendekatan Eksplorasi untuk Mengembangkan
Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama,
Disertasi pada Sekolah pascasarjana UPI. Tidak diterbitkan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

31

Volume 1, Tahun 2011. ISBN 978-602-19541-0-2

Rohendi, D. (2009). Kemampuan Pemahaman, Koneksi, dan Pemecahan Masalah Matematik:
Eksperimen terhadap Siswa SMA melalui E-Learning. Disertasi pada PPs UPI, tidak
dipublikasikan.
Sauri, S. (2010). Membangun Karakter Bangsa melalui Pembinaan Profesionalisme Guru Berbasis
Pendidikan Nilai. Jurnal Pendidikan Karakter. Vol.2. No.2.
Sugandi, A.I. (2001) Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika melalui Model Belajar
Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) pada Siswa Sekolah Menengah
Umum Tesis pada PPs UPI, tidak dipublikasi.
Sugandi, A. I. (2010). Mengembangkan Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi Siswa SMA melalui
Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Setting Belajar Koopertaif JIGSAW. Disertasi pada
Sekolah pascasarjana UPI. Tidak diterbitkan
Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan
dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Komponen Proses Belajar Mengajar.
Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Sumarni, E. (2006). Mengembangkan Kemampuan Berfikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SMP
melalui Pembelajaran Langsung dan Tak Langsung. Tesis pada Pascasarjana UPI, tidak
dipublikasikan
Suryadi, D. (2005) Penggunaan variasi pendekatan pembelajaran langsung dan tak langsung
dalam rangka meningkatkan kemampuan berfikir matematik tingkat tinggi siswa SLTP.
Disertasi pada PPs UPI, tidak dipublikasikan.
Syaban, M. (2008). Menumbuhkan daya dan disposisi siswa SMA melalui pembelajaran
investigasi. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak
dipublikasi.
Wardani, S. (2002) Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematka melalui Model Kooeratif Tipe
Jigsaw Tesis pada PPs UPI, tidak dipublikasi.
Wardani, S. (2009) Meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dan disposisi matematik siswa
SMA melalui pembelajaran dengan pendekatan model Sylver. Disertasi pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Dipublikasikan pada Jurnal Pendidikan di
Jepang (2011)
Yaniawati, P. (2001) Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended dalam Upaya Meningkatkan
Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SMA. Tesis pada PPs UPI, tidak dipublikasikan.
Yaniawati, P. (2006) Pengembangan Daya Matematik mahasiswa calon guru melalui E-Learning.
Disertasi pada PPs UPI, tidak dipublikasikan
Yonandi (2010). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik
melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Komputer pada Siswa Sekolah Menengah
Atas. Disertasi pada PPs UPI, tidak dipublikasikan

32

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

Volume 1, Tahun 2011. ISBN 978-602-19541-0-2

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung

33