Kupdf.net makalah hak tanah terhadap
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah sebagai salah satu unsur utama dari ekosistem mempunyai peran
ganda sebagai media produksi pangan dan sandang serta obat-obatan juga
sebagai penyangga utama terciptanya lingkungan yang sehat serta berperan
dalam menjaga keragaman biodiversity. Tanah yang merupakan tubuh alam
yang dihasilkan dari berbagai proses dan faktor pembentuk yang berbeda dari
satu tempat ke tempat lainya dan dengan demikian akan memerlukan
mananjemen berbeda pula untuk tetap menjaga keberlanjutan fungsi-fungsi
tanah tersebut (Lopulisa, 2004).
Tanah merupakan medium alam untuk pertumbuhan tanaman. Tanah
menyediakan unsur-unsur hara sebagai makanan tanaman untuk pertumbuhan.
Selanjutnya unsur hara diserap oleh akar tanaman melalui daun dirubah menjadi
persenyawaan organik seperti karbohidrat, protein, lemak
dan lain-lain yang
amat berguna bagi kehidupan manusia dan hewan. Sering kali kita mendengar
adanya gerakan air dalam tanah misalnya gerakan air dari tanah yang masuk ke
dalam akar tanaman dan tekanan air dari bendungan adalah contoh dari air
berenergi tinggi ke daerah air berenergi rendah. Dengan demikian, perlu
diketahui tenaga yang menentukan keadaan fisik atau kandungan energi air agar
dapat dipahami perilaku air dalam tanah dan tumbuhan.
Kekuatan tanah merupakan kekuatan terhadap keretakan oleh tegangan
akibat kompresi. Kekuatan tanah juga menentukan daya dukung tanah terhadap
kontruksi bangunan dan infrastruktur lainya seperti kendaraan (mesin-mesin
pertanian), ketahanan terhadap akar tumbuhan dan kemudian untuk pengelolaan
lahan. Kekuatan tanah dipengaruhi oleh kadar air dimana semakin tinggi kadar
2
air tanah maka kekuatan tanah akan semakin rendah dan sebaliknya jika
semakin rendah kadar air tanah maka kekuatan tanah akan semakin tinggi.
Selain itu, kekuatan tanah juga dipengaruhi oleh bulk density, struktur dan tekstur
tanah.
Kekuatan tanah juga mempengaruhi sifat pengelolaan tanah dilapangan.
Pengelolaan tanah akan mudah dilakukan jika kekuatan tanah rendah dan
sebaliknya jika kekuatan tanah tinggi maka pengelolaan tanah akan sulit.
Test kekuatan tanah dapat dilakukan melalui pengukuran ketahanan
penetrasi (penetration resistence), ketahanan geser (shear strength), ketahanan
terhadap kondisi (compressive strength), ketahanan tarik (tensile strength), dan
ketahanan ”retak” (rupture strength). Pemilihan jenis pengukuran mana yang
akan dilakukan tergantung pada tujuan pengukuran dan ketersediaan alat.
Walaupun semua pengukuran berguna, penetration resisten dan tensile strength
adalah yang paling banyak digunakan untuk kepentingan pertanian. Kedua
parameter kekuatan tanah ini misalnya dapat dikaitkan denga pertumbuhan akar
atau pengompakan tanah (Gusli, 2008).
Laju pergerakan air melalui tanah sangat penting dilihat dari berbagai
aspek kegiatan pertanian dan kehidupan di pedesaan atau perkotaan. Masuknya
air ke dalam tanah, pergerakan air ke akar tanaman, aliran air ke saluran
drainase atau sumur, dan evaporasi air dari permukaan tanah adalah beberapa
contoh yang jelas dimana laju pergerakan air memegang peranan penting. Sifat
tanah yang menentukan karakteristik aliran air adalah Konduktivitas hidrolik dan
retensi air (Gusli, 2008).
Konduktivitas hidrolik tanah merupakan ukuran dari kemampuan tanah
melakukan air, sedangkan karakteristik retensi air merupakan gambaran
3
kemampuan tanah menyimpan air dan kemudahan melepaskannya. Tiap jenis
tanah dalam melalukan air berbeda-beda hal ini di sebabkan karena setiap tanah
memiliki tekstur dan struktur yang berbeda-beda sehingga mengakibatkan
kondisi aliran tidak jenuh pada suatu limpasan tanah yang bertekstur sedang
atau lambat bukanya merangsang ke dalam profil bahkan sebenarnya
menghambat aliran. Menurut ( Susanto, 2000 ) Air yang masuk kedalam tanah
tidak dapat menjadi jenuh karena laju aliran terbatas melalui limpasan atas yang
kurang permeabel pada kehantaran hidrolik jenuh lapisan bawah yang lebih
besar.
B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui potensi, karakteristik,
msalah, kelembagaan dan rekomendasi pengelolaan tanah. Kegunaan adalah
sebagai bahan informasi mengenai potensi, karakteristik, msalah, kelembagaan
dan pengelolaan tanah yang ada di indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
4
A.
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Pengertian Tanah
Banyak batasan (defenisis) yang dibuat orang tentang tanah. Defenisi
yang dukemukan disini adalah merupakan kombinasi yang dibuat oleh Jooffe
dan Marbut yang termasuk dua ahli ilmu tanah yang berkebangsaan dari Amerika
Serikat. Tanah adalah Tubuh Alam (natural body) yang terbentuk dan
berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam (natural froces) terhadap
bahan-bahan alam (natural material) di permukaan bumi.
Secara umum tanah tersusun dari empat komponen utama, 25 % ruang
pori-pori (pore space) terdiri atas udara , 25 % ruang pori-pori (pore space)
terdiri atas air, 45 % Fase padat (bahan mineral), 5 % bahan Organik. Dalam
kondisi alam, Perbandingan antara udara dan air selalu berubah-ubah tergantung
pada iklim dan faktor lainnya (Hakim, 1986).
Tanah yang terbetuk dipermukaan bumi secara langsung atau tidak,
berkembang dari bahan mineral dan batuan-batuan. Melalui proses pelapukan,
baik secara fisik maupun kimia dibantu oleh pengaruh atmosfer, maka batubatuan berdisintegrasi dan terdisintegrasi menghasilkan bahan induk lepas dan
selanjutnya, dibawa pengaruh proses-proses pedogenetik berkembang menjadi
tanah (hakim 1986), dan di ikuti oleh proses pencampuran bahan organik dan
bahan mineral dipermukaan tanah, pembentukan struktur tanah, pemindahan
dari bahan-bahan tanah dari bagian atas tanah ke bagian bawah dan berbagai
proses lain yang dapat menghasilkan horizon-horizon tanah (Hardjowigeno,
2007).
Ada lima Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pembentukan Tanah Yaitu:
1) Iklim; Suhu dan CH berpengaruh terhadap intensitas reaksi kimia dan fisika di
dalam tanah 2) Organisme; Akumulasi bahan organik, siklus hara, dan
5
pembentukan unsur tanah sangat dipengaruhi oleh kegiatan organisme 3) Bahan
Induk; Susunan kimia dan mineral bahan induk sangat mempengaruhi intensitas
pelapukan dan sifat tanah 4) Relief; Perbedaan tinggi atau bentuk wilayah atau
bentang lahan, dan 5) Waktu; Banyaknya waktu untuk membentuk tanah
berbeda-beda, tergantung struktur batuan. Pada Gunung Krakatau letusan tahun
1983, membentuk horizon A setebal 25 cm selama 100 tahun (1883-1983) pada
kondisi tidak terjadi erosi. Jika bagian yang terjadi erosi Lapisan horizon A
setebal 5 cm (Hardjowigeno, 2007).
2.
Potensi dan Penggunaan Tanah Di Indonesia.
Luas daratan idonesia lebih kuarang 190,923 ribu hektare. Dari data
tersebut berdasarakan data penggunaan tanah tahun 2002, 64% telah digunakan
untuk berbagai kegiatan pembangunan tanah. Pemukiman industri, berikut
seluruh fasilitas penunjangnya serta pertambangan non-konsesi menempati
tanah dengan luasan lebih kurang 5,5 juta hektare atau sekitar 2,9 persen dari
luas daratan. Luas keseluruhan luas tanah pertanian adalah sekitar 47,4 juta
hektare yang terdiri dari sawah seluas 7,8 juta hektare dan pertaniaan tanaman
kering seluas 39,6 juta hektare. Penggunaan tanah yang terluas adalah hutan
yang meliputi areal seluas116 juta hektare atau 64 persen dari total luas daratan.
Ditinjau dari penggunaan tanah per pulau dari tahun 2002, pulau jawa
dan bali yang luas daratannya 13,34 juta hektare atau kurang dari 7 persen luas
daratan Indonesia, telah dimanfaatkan secara sangat intensif untuk berbagai
jenis penggunaan tanah yakni seluas kurang lebih 10,6 juta hectare atau sekitar
80 persen dariluas daratanya. Jenis penggunaan tanah terluas untuk kedua
pulau tersebut adalah pertanaian lahan kering dan pertanian lahan basah
terutama sawah.
6
Ditinjau dari norma-norma tata ruang yang universal penggunaan tanah
dikedua pulau tersebut sudah tidak memenuhi persyaratan. Untuk pulau Sumatra
persentase tanah yang telah dimanfaatkan adalah 54 persen, dimana sebagian
besar yaitu sekitar 50 persen digunakan untuk perkebunan. Persentase luas
tanah yang dimanfaatkan pulau Kalimantan, papua serta Maluku relatif masih
renadah yaitu berturut-turut sebesar 30 persen dan 19 persen.
Pada dasarnya penggunaan tanah/ruang adalah suatu fenomena yang
dinamik. Salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi dinamika penggunaan
tanah adalah mekanisme pasar setiap jenis penggunaan tanah berkompetisi
untuk memperebutkan suatu bidang tanah, dan penggunaan tanah yang menang
dalam kompetisi tersebut adalah jenis penggunaan tanah yang memberikan land
rent yang terbesar. Di Indonesia, pada kurun 1994-2002 tercatat luas perubahan
pengguaan tanah pertanian, baik sawah maupun pertanian lahan kering yang
menjadi jenis kegiatan pemukiman dan industri adalah lebih kurang 108 ribu
hektare. Dari luasan tersebut sekitar 57 ribu hektare (kira-kira 55 persen) berasal
dari tanah sawah. Khusus pulau jawa dalam kurun pengamatan 1994-2002 luas
perubahan jenis penggunaan tanah pertanaian baik sawah maupun lahan kering
yang menjadi kegiatan industri dan pemukiman adalah 73.992 hektare. Dari
luasan tersebut 48.573 hektare atau 65.7 persen, berasal dari tanah sawah.
Pada kurun tersebut perubahan tanah sawah yang menjadi tanah dengan
kegiatan industri mencapai luas 39.239 haktare. Berdasarkan pengamatan
tersebut, rata-rata peruabahan tanah sawah menjadi tanah non pertanaian
adalah 9.714 ha per tahun. Pada kurun 1994-2002 juga telah terjadi penyusutan
luas tanah hutan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Penyusutan luas hutan
terjadi dengan kecepatan rata-rata 1,1 juta hectare pertahun. Luas hutan pulau
7
Sumatra, pulau Kalimantan dan papua mengalami penyusutan luas terbesar
yakni berturut-turut seluas 8,49 juta hektare, 3,71 juta hektare dan 109 juta
hektare.
Lahan sawah yang dikonversi menjadi lahan pertanaian yang bukan
sawah di 8 provensi seluas 30,2 ribu ha dan yang dikonversi menjadi lahan yang
bukan pertanaian sebesar 4,5 ribu ha. Lahan sawah yang dikonversi menajdi
lahan pertaniaan paling tinggi terjadi di Sumatra sebesar 11,9 ribu ha, dan lahan
sawah yang dikonversi menjadi lahan bukan pertanian tertinggi terjadi terjadi di
provinsi jawa timur sebesar 2,07 ribu ha. Sementara konversi dari lahan
pertanian menjadi lahan sawah adalah seluas 7,42 ribu ha. Dan dari lahan non
pertanian menjadi sawah seluas 2,21 ribu ha. Tingginya konversi lahan sawah
juga berhubungan dengan lokasi (locational land rent) yang lebih tinggi dari nilai
kualitasnya
(ricardian rent), yaitu lahan sawah dengan kesuburan tinggi,
didaerah yang dekat dengan kosentrasi penduduk akan kalah bersaing dengan
keuntungan lokasinya (location land rent) (Arsyad, 2008).
3.
Karakteristi, Masalah dan Penyebaran Tanah
Menurut USDA 1998 Ordo-ordo tanah beserta garis besar karakteristik
dan penyebarannya adalah sebagai berikut:
1. Alfisol : yaitu tanah-tanah yang menyebar di daerah-daerah semiarid (beriklim
kering sedang) sampai daerah tropis (lembap). Tanah ini terbentuk dari prosesproses pelapukan, serta telah mengalami pencucian mineral liat (argilik) dan
unsur-unsur lainnya dari bagian lapisan permukaan ke bagian subsoilnya
(lapisan tanah bagian bawah), yang merupakan bagian yang menyuplai air dan
unsur hara untuk tanaman. Tanah ini cukup produktif untuk pengembangan
berbagai komoditas tanaman pertanian mulai tanaman pangan, hortikultura, dan
8
perkebunan. Tingkat kesuburannya (secara kimiawi) tergolong baik. pH-nya ratarata mendekati netral dan KB > 35%. Di seluruh dunia diperkirakan Alfisol
penyebarannya meliputi 10% daratan.
2. Andisol : yaitu tanah yang pembentukannya melalui proses-proses pelapukan
yang menghasilkan mineral-mineral dengan struktur kristal yang cukup rapih.
Mineral-mineral ini mengakibatkan Andisol memiliki daya pegang terhadap unsur
hara dan air yang tinggi. Tanah ini umumnya dijumpai di daerah-daerah yang
dingin (pada ketinggian di atas 1000 m dpl) dengan tingkat curah hujan yang
sedang sampai tinggi, terutama daerah-daerah yang ada hubungannya dengan
material volkanik.
Andisol cenderung menjadi tanah yang cukup produktif, terutama setelah
diberi masukan amelioran (seperti pupuk anorganik). Andisol seringkali
dimanfaatkan orang untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan sayursayuran atau bunga-bungaan (seperti di daerah Lembang Kabupaten Bandung).
Andisol diperkirakan meliputi sekitar 1% dari luas permukaan daratan dunia di
luar daratan es.
3. Aridisol : adalah tanah-tanah yang berada di daerah-daerah dengan tingkat
kekeringan yang ekstrem (sangat kering), bahkan sekalipun untuk petumbuhan
vegetasi-vegetasi mesopit (seperti rumput). Sehubungan dengan lingkungannya
yang kering, Aridisol termasuk sangat sulit dimanfaatkan sebagai lahan untuk
bercocok tanam, terutama apabila sumber air untuk irigasi tidak tersedia (air
tanah atau sungai). Aridisol umumnya dijumpai di padang-padang pasir dunia,
dan diperkirakan luasnya mencakup sekitar 12% dari daratan bumi (di luar
daratan es).
9
4. Entisol : adalah tanah tanpa atau dengan sedikit perkembangan dimana-sifatsifatnya sebagaian besar ditentukan oleh bahan induk. Terjadi di daerah dengan
bahan induk dari pengendapan material baru atau di daerah-daerah tempat laju
erosi atau pengendapan lebih cepat dibandingkan dengan laju pembentukan
tanah; seperti daerah bukit pasir, daerah dengan kemiringan lahan yang curam,
dan daerah dataran banjir. Pertanian yang dikembangkan di tanah ini umumnya
adalah padi sawah secara monokultur atau digilir dengan sayuran/palawija.
Entisol diperkirakan terdapat sekitar 16% dari permukaan daratan bumi, di luar
daratan es.
5. Gelisol : adalah tanah yang terbentuk dalam lingkungan permafrost
(lingkungan yang sangat dingin). Dinamakan Gelisol, karena terbentuknya dari
material Gelic (campuran bahan mineral dan organik tanah yang tersegregasi es
pada lapisan yang aktif). Belum banyak penelitian yang dilakukan terhadap jenis
tanah ini, dan sehubungan dengan kondisinya yang berada pada iklim yang
ekstrim, diperkirakan tidak ada Gelisol yang dimanfaatkan sebagai lahan
pertanaman.
Diperkirakan
penyebarannya
meliputi
sekitar
9%
daratan
permukaan bumi.
6. Histosol (gambut) : merupakan tanah yang mengandung bahan organik tinggi
dan tidak mengalami permafrost. Kebanyakan selalu dalam keadaan tergenang
sepanjang tahun, atau telah didrainase oleh manusia. Histosol biasa disebut
sebagai gambut. Terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan, sampah hutan, atau lumut
yang cepat membusuk yang terdekomposisi dan terendapkan dalam air.
Penggunaan Histosol paling ekstensif adalah sebagai lahan pertanian, terutama
untuk tanaman sayur-sayuran seperti buncis, kacang panjang, bayam, dan lainlain. Histosol menyusun sekitar 1% dari daratan dunia.
10
7. Inceptisol : adalah tanah-tanah yang menyebar mulai di lingkungan iklim
semiarid (agak kering) sampai iklim lembap. Memiliki tingkat pelapukan dan
perkembangan tanah yang tergolong sedang . Umumnya tanah ini bekembang
dari formasi geologi tuff volkan, namun ada juga sebagian yang terbentuk dari
batuan sedimen seperti batu pasir (sandstone), batu lanau (siltstone), atau batu
liat (claystone). Merupakan tanah yang berkembang belum matang (immature)
dimana proses pedogenesis baru dimulai. Penggunaan untuk pertanian
beraneka ragam hutan, rekreasi, yang berbahaya adalah yang mengandung
horizon sulfurik (cat clay).
Pemanfaatannya pun oleh manusia bervariasi sangat luas pula, mulai
untuk bercocok tanam hortikultura tanaman pangan, sampai dikembangkan
sebagai lahan-lahan perkebunan besar seperti sawit, kakao, kopi, dan lain
sebagainya, bahkan pada daerah-daerah yang eksotis, dikembangkan pula
untuk agrowisata. Inceptisol menyusun sekitar 17% dari tanah dunia di luar
daratan es.
8. Mollisol : adalah tanah yang mempunyai horison (lapisan) permukaan
berwarna gelap yang mengandung bahan organik yang tinggi. Tanah ini kaya
akan kation-kation basa, oleh karena itu tanah ini juga tergolong sangat subur.
Merupakan tanah yang memiliki epipedon mollik sampai kedalaman 180 cm dan
KB (NH4OAc) ≥ 50%. Tanah berwana gelap akibat bayak mengandung bahan
organik (melanisasi) terdapat di AS dan bukit kapur. Mollisol secara karakter
terbentuk di bawah rumput dalam iklim yang sedang. Tanah ini tersebar luas di
daerah-daerah stepa di Eropa, Asia, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.
11
Walaupun dikatakan subur (dengan kondisi yang dijelaskan di atas),
namun intensitas pengelolaan dan pemanfaatannya relatif masih rendah. Mollisol
diperkirakan meliputi luasan sekitar 7% dari tanah dunia.
9. Oxisol :adalah tanah yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut di
daerah-daerah subtropis dan tropis. Kandungan tanah ini didominasi oleh
mineral-mineral dengan aktivitas rendah, seperti kwarsa, kaolin, dan besi oksida.
Merupakan tanah mineral yang kaya akan seskuioksida, telah mengalami
pelapukan lanjut. Terdapat didaerah khatulistiwa. Dicirikan dengan adanya
horizon oksik pada kedalaman 65%)
dan/atau berbatu-batu, atau padang pasir. LKK VIII tidak sesuai untuk usaha
produksi pertanian apapun, sebaiknya LKK VIII dibiarkan pada keadaan alami,
dan diperuntukan sebagai hutan lindung atau suaka alam atau areal rekreasi.
Contoh LKK VIII adalah : (1) lahan berlereng > 65%, (2) lahan terdiri atas batubatu massif atau batu lepas, dan (3) pasir pantai atau padang pasir.
c.
Pemanfaatan Lahan dalam Perspektif Penataan Ruang
Perspektif tata ruang sangat menentukan orientasi tata kelola penggunaan
lahan. Dan perspektif tata ruang, isu-isu pemanfaatan lahan yang tidak
memperhatikan dayadukung lingkungan, konversi pemanfatan lahan yang tidak
terkendali, dan pengaturan pemanfatan lahan yang tidak efisien, ini merupakan
isu utama dalarn pemanfaatan lahan. Akibat dan isu-isu tersebut yang kita
rasakan saat ini adalah semakin berkurangnya ketersediaan sumber air baku,
baik air permukaan maupun air bawah tanah (terutama di perkotaan), tumbuhnya
kawasan kumuh di perkotaan, terjadinya banjir pada musirn hujan dan
kekeringan pada musim kemarau, terjadinya kemacetan lalu lintas di perkotaan
yang telah sampai pada taraf menurunkan produktivitas masyarakat dan
rnenghambat arus barang dan jasa.
Untuk mengatasi isu-isu tersebut termasuk mengatasi dampaknya, perlu
diternpuh
langkah-langkah
yang
sistematis
yang
dapat
mengefektifkan
25
penyelenggaraan penataan ruang, termasuk dalam pengaturan pemanfaatan
lahan agar sesuai dengan rencana tata ruang. Beberapa langkah penting yang
sudah dan tengah dilakukan antara lain adalah (a) revisi Undang-Undang Nomor
24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang dirasakan tidak tegas dalam
memberikan arahan bagi penyelenggara, dengan Undang-Undang Nomor 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang, (b) penyiapan norma, standar, pedoman
dan manual bidang penataan ruang, (c) pengawasan penyelenggaraan penataan
ruang, dan (d) penegakan hukum (law enforcement).
d.
Aspek Keagrariaan dalam Pengelolaan Tanah
Sebagai sumberdaya agraris, maka pengertian tanah dalam arti luas
meliputi tanah sebagai lahan, air (perairan) dan ruang angkasa sepanjang terkait
secara langsung dengan penggunaan tanah. Dalarn konteks ini tanah
merupakan suatu kesatuan multidimensional yang meliputi dimensi fisik, kirnia,
biologi, sosial, ekonomi, politik dan magis-religius. Setiap dimensi tanah secara
sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama mempunyai potensi memberikan
kesejahteraan bagi umat manusia. Kerumitan dimensi tanah menyebabkan harga
pasar tanah tidak mampu mencerminkan “nilai tanah yang sesungguhnya” bagi
masyarakat yang rasional dan bermartabat. Lebih lanjut fenomena ini
menyebabkan pasar gagal mendistribusikan tanah secara efisien dan adil.
Kesulitan manajemen publik atas tanah sernakin besar disebabkan suplai
tanah yang pada dasarnya inelastik. Dalam konteks operasional, tujuan
pengelolaan tanah adalah untuk memperoleh kesejahtaeraan dan tanah.
Kesejahteraan adalah konsep yang sangat dinamik, pada setiap kurun
perjalanan hidup, setiap manusia dalam upaya mencapai kesejahteraannya
melalui setiap kesempatan yang tersedia baginya (Arsyad, 2008).
26
Sebenarnya Undang-undang Agraria Nomor 5 tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang menjadi dasar pengelolaan agraria di
Indonesia penuh dengan nilai-nilai kerakyatan dan dasar-dasar kebijakan yang
mengutamakan kepentingan rakyat terutama golongan ekonomi lemah akan
tetapi di dalam pelaksanaannya mengalami hambatan-hambatan sehingga
menimbulkan berbagai masalah agraria yang pelik.
e.
Urgensi Pengembangan Lahan Pertanian Pangan Abadi
Lahan merupakan faktor produksi yang utama namun unik karena tidak
dapat digantikan dalam usaha pertanian. Ketersediaan lahan potensial untuk
perluasan areal tanaman pangan padi sawah dan perspektif fisik dan struktural
sudah
sangat
terbatas
bahkan
sudah
tidak
lagi
tersedia.
Kebijakan
pengembangan areal lahan tanaman pangan, hanya dapat dimanfaatkan dan
lahan terlantar. Namun pemanfaatan lahan terlantar yang adapun lebih banyak
yang tersedia untuk dikembangkan menjadi lahan tanaman pangan kering dan
lahan perkebunan.
Guna memenuhi konsumsi pangan penduduk hingga tahun 2050, apabila
tidak
dilakukan
perubahan
kebijakan
diversifikasi
pangan
dibutuhkan
penambahan lahan sawah hingga 2,5 juta hektare. Bila kebijakan diversifikasi
pangan berhasil diterapkan, serta dilakukan kebijakan intensifikasi seperti
peningkatan produktivitas tanah.
27
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Tanah adalah Tubuh Alam (natural body) yang terbentuk dan
berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam (natural froces)
terhadap bahan-bahan alam (natural material) di permukaan bumi
2. Luas daratan idonesia lebih kuarang 190,923 ribu hektare. Dari data
tersebut berdasarakan data penggunaan tanah tahun 2002, 64% telah
digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan tanah.
3. Karakteristik setiap ordo tanah (12 ordo) berbeda yang dipengaruhi oleh
faktor-faktor pembentuk tanah seperti iklim, organisme (bahan organik),
bahan induk, relief/tofografi, dan waktu.
4. Masalah pengelolaan tanah yaitu erosi, kemasaman tanah (firit), konversi
lahan dan hak kepemilikan tanah.
5. Aspek sosial, kelembagaan dan kebijakan sangat penting dalam
pengelolaan tanah agar tetap lestari.
6. Rekomendasi pengelolaan tanah yaitu: Manajemen Sumberdaya Lahan
dalam Usaha Pertanian Berkelanjutan, Konservasi Sumberdaya Lahan
dalam Pemanfaatan tanah, Pemanfaatan Lahan dalam Perspektif
Penataan Ruang, Aspek Keagrariaan dalam Pengelolaan Tanah dan
Urgensi Pengembangan Lahan Pertanian Pangan Abadi.
B.
SARAN
Pengelolaan atau pemnfaatan sumberdaya tanah sebaiknya dilakukan
dengan meperhatikan karakteristik tanah baik fisik, kimia dan biologi tanah untuk
mengurangi dampak negatif (kerusakan tanah) yang terjadi dalam proses
pengelolaan yang meliputi segala aspek kehidupan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S., 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Institut Pertanian Bogor,
Indonesia.
Arsyad, S dan Ernan Rustiadi., 2008. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Asdak, C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjamada
University Press, Yogyakarta
Gusli S, 2008. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanuddin Makassar
Hakim N., M. Y. Nyakta, A.M. Lubis, S.G Nugroho, M.R Saul, M.A Diha, G.B
Hong, H. Bailley. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung,
Lampung
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika
Pressindo, Jakarta
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta
Lopulisa, Christianto., 2004. Tanah-Tanah Utama Dinia. LEPHAS. Makassar
Pairunan, A.K, Nanere, J.L, Arifin, Samosir, S.R, R. Tangkaisari, J.R. Lalopua, B.
Ibrahim, Hariadji Asmadi, 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan
Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung
Pandang
Soil Survey Staff., 1998. Keys to Taxonomy, eigth edition. NRCS-USDA.
Washington. DC.
Suripin, 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, Andi. Yogyakarta
Syarief, S. 1986. Fisika Kimia Tanah Pertanian. Pustaka Buana Bandung
29
30
31
32
33
34
35
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah sebagai salah satu unsur utama dari ekosistem mempunyai peran
ganda sebagai media produksi pangan dan sandang serta obat-obatan juga
sebagai penyangga utama terciptanya lingkungan yang sehat serta berperan
dalam menjaga keragaman biodiversity. Tanah yang merupakan tubuh alam
yang dihasilkan dari berbagai proses dan faktor pembentuk yang berbeda dari
satu tempat ke tempat lainya dan dengan demikian akan memerlukan
mananjemen berbeda pula untuk tetap menjaga keberlanjutan fungsi-fungsi
tanah tersebut (Lopulisa, 2004).
Tanah merupakan medium alam untuk pertumbuhan tanaman. Tanah
menyediakan unsur-unsur hara sebagai makanan tanaman untuk pertumbuhan.
Selanjutnya unsur hara diserap oleh akar tanaman melalui daun dirubah menjadi
persenyawaan organik seperti karbohidrat, protein, lemak
dan lain-lain yang
amat berguna bagi kehidupan manusia dan hewan. Sering kali kita mendengar
adanya gerakan air dalam tanah misalnya gerakan air dari tanah yang masuk ke
dalam akar tanaman dan tekanan air dari bendungan adalah contoh dari air
berenergi tinggi ke daerah air berenergi rendah. Dengan demikian, perlu
diketahui tenaga yang menentukan keadaan fisik atau kandungan energi air agar
dapat dipahami perilaku air dalam tanah dan tumbuhan.
Kekuatan tanah merupakan kekuatan terhadap keretakan oleh tegangan
akibat kompresi. Kekuatan tanah juga menentukan daya dukung tanah terhadap
kontruksi bangunan dan infrastruktur lainya seperti kendaraan (mesin-mesin
pertanian), ketahanan terhadap akar tumbuhan dan kemudian untuk pengelolaan
lahan. Kekuatan tanah dipengaruhi oleh kadar air dimana semakin tinggi kadar
2
air tanah maka kekuatan tanah akan semakin rendah dan sebaliknya jika
semakin rendah kadar air tanah maka kekuatan tanah akan semakin tinggi.
Selain itu, kekuatan tanah juga dipengaruhi oleh bulk density, struktur dan tekstur
tanah.
Kekuatan tanah juga mempengaruhi sifat pengelolaan tanah dilapangan.
Pengelolaan tanah akan mudah dilakukan jika kekuatan tanah rendah dan
sebaliknya jika kekuatan tanah tinggi maka pengelolaan tanah akan sulit.
Test kekuatan tanah dapat dilakukan melalui pengukuran ketahanan
penetrasi (penetration resistence), ketahanan geser (shear strength), ketahanan
terhadap kondisi (compressive strength), ketahanan tarik (tensile strength), dan
ketahanan ”retak” (rupture strength). Pemilihan jenis pengukuran mana yang
akan dilakukan tergantung pada tujuan pengukuran dan ketersediaan alat.
Walaupun semua pengukuran berguna, penetration resisten dan tensile strength
adalah yang paling banyak digunakan untuk kepentingan pertanian. Kedua
parameter kekuatan tanah ini misalnya dapat dikaitkan denga pertumbuhan akar
atau pengompakan tanah (Gusli, 2008).
Laju pergerakan air melalui tanah sangat penting dilihat dari berbagai
aspek kegiatan pertanian dan kehidupan di pedesaan atau perkotaan. Masuknya
air ke dalam tanah, pergerakan air ke akar tanaman, aliran air ke saluran
drainase atau sumur, dan evaporasi air dari permukaan tanah adalah beberapa
contoh yang jelas dimana laju pergerakan air memegang peranan penting. Sifat
tanah yang menentukan karakteristik aliran air adalah Konduktivitas hidrolik dan
retensi air (Gusli, 2008).
Konduktivitas hidrolik tanah merupakan ukuran dari kemampuan tanah
melakukan air, sedangkan karakteristik retensi air merupakan gambaran
3
kemampuan tanah menyimpan air dan kemudahan melepaskannya. Tiap jenis
tanah dalam melalukan air berbeda-beda hal ini di sebabkan karena setiap tanah
memiliki tekstur dan struktur yang berbeda-beda sehingga mengakibatkan
kondisi aliran tidak jenuh pada suatu limpasan tanah yang bertekstur sedang
atau lambat bukanya merangsang ke dalam profil bahkan sebenarnya
menghambat aliran. Menurut ( Susanto, 2000 ) Air yang masuk kedalam tanah
tidak dapat menjadi jenuh karena laju aliran terbatas melalui limpasan atas yang
kurang permeabel pada kehantaran hidrolik jenuh lapisan bawah yang lebih
besar.
B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui potensi, karakteristik,
msalah, kelembagaan dan rekomendasi pengelolaan tanah. Kegunaan adalah
sebagai bahan informasi mengenai potensi, karakteristik, msalah, kelembagaan
dan pengelolaan tanah yang ada di indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
4
A.
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Pengertian Tanah
Banyak batasan (defenisis) yang dibuat orang tentang tanah. Defenisi
yang dukemukan disini adalah merupakan kombinasi yang dibuat oleh Jooffe
dan Marbut yang termasuk dua ahli ilmu tanah yang berkebangsaan dari Amerika
Serikat. Tanah adalah Tubuh Alam (natural body) yang terbentuk dan
berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam (natural froces) terhadap
bahan-bahan alam (natural material) di permukaan bumi.
Secara umum tanah tersusun dari empat komponen utama, 25 % ruang
pori-pori (pore space) terdiri atas udara , 25 % ruang pori-pori (pore space)
terdiri atas air, 45 % Fase padat (bahan mineral), 5 % bahan Organik. Dalam
kondisi alam, Perbandingan antara udara dan air selalu berubah-ubah tergantung
pada iklim dan faktor lainnya (Hakim, 1986).
Tanah yang terbetuk dipermukaan bumi secara langsung atau tidak,
berkembang dari bahan mineral dan batuan-batuan. Melalui proses pelapukan,
baik secara fisik maupun kimia dibantu oleh pengaruh atmosfer, maka batubatuan berdisintegrasi dan terdisintegrasi menghasilkan bahan induk lepas dan
selanjutnya, dibawa pengaruh proses-proses pedogenetik berkembang menjadi
tanah (hakim 1986), dan di ikuti oleh proses pencampuran bahan organik dan
bahan mineral dipermukaan tanah, pembentukan struktur tanah, pemindahan
dari bahan-bahan tanah dari bagian atas tanah ke bagian bawah dan berbagai
proses lain yang dapat menghasilkan horizon-horizon tanah (Hardjowigeno,
2007).
Ada lima Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pembentukan Tanah Yaitu:
1) Iklim; Suhu dan CH berpengaruh terhadap intensitas reaksi kimia dan fisika di
dalam tanah 2) Organisme; Akumulasi bahan organik, siklus hara, dan
5
pembentukan unsur tanah sangat dipengaruhi oleh kegiatan organisme 3) Bahan
Induk; Susunan kimia dan mineral bahan induk sangat mempengaruhi intensitas
pelapukan dan sifat tanah 4) Relief; Perbedaan tinggi atau bentuk wilayah atau
bentang lahan, dan 5) Waktu; Banyaknya waktu untuk membentuk tanah
berbeda-beda, tergantung struktur batuan. Pada Gunung Krakatau letusan tahun
1983, membentuk horizon A setebal 25 cm selama 100 tahun (1883-1983) pada
kondisi tidak terjadi erosi. Jika bagian yang terjadi erosi Lapisan horizon A
setebal 5 cm (Hardjowigeno, 2007).
2.
Potensi dan Penggunaan Tanah Di Indonesia.
Luas daratan idonesia lebih kuarang 190,923 ribu hektare. Dari data
tersebut berdasarakan data penggunaan tanah tahun 2002, 64% telah digunakan
untuk berbagai kegiatan pembangunan tanah. Pemukiman industri, berikut
seluruh fasilitas penunjangnya serta pertambangan non-konsesi menempati
tanah dengan luasan lebih kurang 5,5 juta hektare atau sekitar 2,9 persen dari
luas daratan. Luas keseluruhan luas tanah pertanian adalah sekitar 47,4 juta
hektare yang terdiri dari sawah seluas 7,8 juta hektare dan pertaniaan tanaman
kering seluas 39,6 juta hektare. Penggunaan tanah yang terluas adalah hutan
yang meliputi areal seluas116 juta hektare atau 64 persen dari total luas daratan.
Ditinjau dari penggunaan tanah per pulau dari tahun 2002, pulau jawa
dan bali yang luas daratannya 13,34 juta hektare atau kurang dari 7 persen luas
daratan Indonesia, telah dimanfaatkan secara sangat intensif untuk berbagai
jenis penggunaan tanah yakni seluas kurang lebih 10,6 juta hectare atau sekitar
80 persen dariluas daratanya. Jenis penggunaan tanah terluas untuk kedua
pulau tersebut adalah pertanaian lahan kering dan pertanian lahan basah
terutama sawah.
6
Ditinjau dari norma-norma tata ruang yang universal penggunaan tanah
dikedua pulau tersebut sudah tidak memenuhi persyaratan. Untuk pulau Sumatra
persentase tanah yang telah dimanfaatkan adalah 54 persen, dimana sebagian
besar yaitu sekitar 50 persen digunakan untuk perkebunan. Persentase luas
tanah yang dimanfaatkan pulau Kalimantan, papua serta Maluku relatif masih
renadah yaitu berturut-turut sebesar 30 persen dan 19 persen.
Pada dasarnya penggunaan tanah/ruang adalah suatu fenomena yang
dinamik. Salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi dinamika penggunaan
tanah adalah mekanisme pasar setiap jenis penggunaan tanah berkompetisi
untuk memperebutkan suatu bidang tanah, dan penggunaan tanah yang menang
dalam kompetisi tersebut adalah jenis penggunaan tanah yang memberikan land
rent yang terbesar. Di Indonesia, pada kurun 1994-2002 tercatat luas perubahan
pengguaan tanah pertanian, baik sawah maupun pertanian lahan kering yang
menjadi jenis kegiatan pemukiman dan industri adalah lebih kurang 108 ribu
hektare. Dari luasan tersebut sekitar 57 ribu hektare (kira-kira 55 persen) berasal
dari tanah sawah. Khusus pulau jawa dalam kurun pengamatan 1994-2002 luas
perubahan jenis penggunaan tanah pertanaian baik sawah maupun lahan kering
yang menjadi kegiatan industri dan pemukiman adalah 73.992 hektare. Dari
luasan tersebut 48.573 hektare atau 65.7 persen, berasal dari tanah sawah.
Pada kurun tersebut perubahan tanah sawah yang menjadi tanah dengan
kegiatan industri mencapai luas 39.239 haktare. Berdasarkan pengamatan
tersebut, rata-rata peruabahan tanah sawah menjadi tanah non pertanaian
adalah 9.714 ha per tahun. Pada kurun 1994-2002 juga telah terjadi penyusutan
luas tanah hutan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Penyusutan luas hutan
terjadi dengan kecepatan rata-rata 1,1 juta hectare pertahun. Luas hutan pulau
7
Sumatra, pulau Kalimantan dan papua mengalami penyusutan luas terbesar
yakni berturut-turut seluas 8,49 juta hektare, 3,71 juta hektare dan 109 juta
hektare.
Lahan sawah yang dikonversi menjadi lahan pertanaian yang bukan
sawah di 8 provensi seluas 30,2 ribu ha dan yang dikonversi menjadi lahan yang
bukan pertanaian sebesar 4,5 ribu ha. Lahan sawah yang dikonversi menajdi
lahan pertaniaan paling tinggi terjadi di Sumatra sebesar 11,9 ribu ha, dan lahan
sawah yang dikonversi menjadi lahan bukan pertanian tertinggi terjadi terjadi di
provinsi jawa timur sebesar 2,07 ribu ha. Sementara konversi dari lahan
pertanian menjadi lahan sawah adalah seluas 7,42 ribu ha. Dan dari lahan non
pertanian menjadi sawah seluas 2,21 ribu ha. Tingginya konversi lahan sawah
juga berhubungan dengan lokasi (locational land rent) yang lebih tinggi dari nilai
kualitasnya
(ricardian rent), yaitu lahan sawah dengan kesuburan tinggi,
didaerah yang dekat dengan kosentrasi penduduk akan kalah bersaing dengan
keuntungan lokasinya (location land rent) (Arsyad, 2008).
3.
Karakteristi, Masalah dan Penyebaran Tanah
Menurut USDA 1998 Ordo-ordo tanah beserta garis besar karakteristik
dan penyebarannya adalah sebagai berikut:
1. Alfisol : yaitu tanah-tanah yang menyebar di daerah-daerah semiarid (beriklim
kering sedang) sampai daerah tropis (lembap). Tanah ini terbentuk dari prosesproses pelapukan, serta telah mengalami pencucian mineral liat (argilik) dan
unsur-unsur lainnya dari bagian lapisan permukaan ke bagian subsoilnya
(lapisan tanah bagian bawah), yang merupakan bagian yang menyuplai air dan
unsur hara untuk tanaman. Tanah ini cukup produktif untuk pengembangan
berbagai komoditas tanaman pertanian mulai tanaman pangan, hortikultura, dan
8
perkebunan. Tingkat kesuburannya (secara kimiawi) tergolong baik. pH-nya ratarata mendekati netral dan KB > 35%. Di seluruh dunia diperkirakan Alfisol
penyebarannya meliputi 10% daratan.
2. Andisol : yaitu tanah yang pembentukannya melalui proses-proses pelapukan
yang menghasilkan mineral-mineral dengan struktur kristal yang cukup rapih.
Mineral-mineral ini mengakibatkan Andisol memiliki daya pegang terhadap unsur
hara dan air yang tinggi. Tanah ini umumnya dijumpai di daerah-daerah yang
dingin (pada ketinggian di atas 1000 m dpl) dengan tingkat curah hujan yang
sedang sampai tinggi, terutama daerah-daerah yang ada hubungannya dengan
material volkanik.
Andisol cenderung menjadi tanah yang cukup produktif, terutama setelah
diberi masukan amelioran (seperti pupuk anorganik). Andisol seringkali
dimanfaatkan orang untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan sayursayuran atau bunga-bungaan (seperti di daerah Lembang Kabupaten Bandung).
Andisol diperkirakan meliputi sekitar 1% dari luas permukaan daratan dunia di
luar daratan es.
3. Aridisol : adalah tanah-tanah yang berada di daerah-daerah dengan tingkat
kekeringan yang ekstrem (sangat kering), bahkan sekalipun untuk petumbuhan
vegetasi-vegetasi mesopit (seperti rumput). Sehubungan dengan lingkungannya
yang kering, Aridisol termasuk sangat sulit dimanfaatkan sebagai lahan untuk
bercocok tanam, terutama apabila sumber air untuk irigasi tidak tersedia (air
tanah atau sungai). Aridisol umumnya dijumpai di padang-padang pasir dunia,
dan diperkirakan luasnya mencakup sekitar 12% dari daratan bumi (di luar
daratan es).
9
4. Entisol : adalah tanah tanpa atau dengan sedikit perkembangan dimana-sifatsifatnya sebagaian besar ditentukan oleh bahan induk. Terjadi di daerah dengan
bahan induk dari pengendapan material baru atau di daerah-daerah tempat laju
erosi atau pengendapan lebih cepat dibandingkan dengan laju pembentukan
tanah; seperti daerah bukit pasir, daerah dengan kemiringan lahan yang curam,
dan daerah dataran banjir. Pertanian yang dikembangkan di tanah ini umumnya
adalah padi sawah secara monokultur atau digilir dengan sayuran/palawija.
Entisol diperkirakan terdapat sekitar 16% dari permukaan daratan bumi, di luar
daratan es.
5. Gelisol : adalah tanah yang terbentuk dalam lingkungan permafrost
(lingkungan yang sangat dingin). Dinamakan Gelisol, karena terbentuknya dari
material Gelic (campuran bahan mineral dan organik tanah yang tersegregasi es
pada lapisan yang aktif). Belum banyak penelitian yang dilakukan terhadap jenis
tanah ini, dan sehubungan dengan kondisinya yang berada pada iklim yang
ekstrim, diperkirakan tidak ada Gelisol yang dimanfaatkan sebagai lahan
pertanaman.
Diperkirakan
penyebarannya
meliputi
sekitar
9%
daratan
permukaan bumi.
6. Histosol (gambut) : merupakan tanah yang mengandung bahan organik tinggi
dan tidak mengalami permafrost. Kebanyakan selalu dalam keadaan tergenang
sepanjang tahun, atau telah didrainase oleh manusia. Histosol biasa disebut
sebagai gambut. Terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan, sampah hutan, atau lumut
yang cepat membusuk yang terdekomposisi dan terendapkan dalam air.
Penggunaan Histosol paling ekstensif adalah sebagai lahan pertanian, terutama
untuk tanaman sayur-sayuran seperti buncis, kacang panjang, bayam, dan lainlain. Histosol menyusun sekitar 1% dari daratan dunia.
10
7. Inceptisol : adalah tanah-tanah yang menyebar mulai di lingkungan iklim
semiarid (agak kering) sampai iklim lembap. Memiliki tingkat pelapukan dan
perkembangan tanah yang tergolong sedang . Umumnya tanah ini bekembang
dari formasi geologi tuff volkan, namun ada juga sebagian yang terbentuk dari
batuan sedimen seperti batu pasir (sandstone), batu lanau (siltstone), atau batu
liat (claystone). Merupakan tanah yang berkembang belum matang (immature)
dimana proses pedogenesis baru dimulai. Penggunaan untuk pertanian
beraneka ragam hutan, rekreasi, yang berbahaya adalah yang mengandung
horizon sulfurik (cat clay).
Pemanfaatannya pun oleh manusia bervariasi sangat luas pula, mulai
untuk bercocok tanam hortikultura tanaman pangan, sampai dikembangkan
sebagai lahan-lahan perkebunan besar seperti sawit, kakao, kopi, dan lain
sebagainya, bahkan pada daerah-daerah yang eksotis, dikembangkan pula
untuk agrowisata. Inceptisol menyusun sekitar 17% dari tanah dunia di luar
daratan es.
8. Mollisol : adalah tanah yang mempunyai horison (lapisan) permukaan
berwarna gelap yang mengandung bahan organik yang tinggi. Tanah ini kaya
akan kation-kation basa, oleh karena itu tanah ini juga tergolong sangat subur.
Merupakan tanah yang memiliki epipedon mollik sampai kedalaman 180 cm dan
KB (NH4OAc) ≥ 50%. Tanah berwana gelap akibat bayak mengandung bahan
organik (melanisasi) terdapat di AS dan bukit kapur. Mollisol secara karakter
terbentuk di bawah rumput dalam iklim yang sedang. Tanah ini tersebar luas di
daerah-daerah stepa di Eropa, Asia, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.
11
Walaupun dikatakan subur (dengan kondisi yang dijelaskan di atas),
namun intensitas pengelolaan dan pemanfaatannya relatif masih rendah. Mollisol
diperkirakan meliputi luasan sekitar 7% dari tanah dunia.
9. Oxisol :adalah tanah yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut di
daerah-daerah subtropis dan tropis. Kandungan tanah ini didominasi oleh
mineral-mineral dengan aktivitas rendah, seperti kwarsa, kaolin, dan besi oksida.
Merupakan tanah mineral yang kaya akan seskuioksida, telah mengalami
pelapukan lanjut. Terdapat didaerah khatulistiwa. Dicirikan dengan adanya
horizon oksik pada kedalaman 65%)
dan/atau berbatu-batu, atau padang pasir. LKK VIII tidak sesuai untuk usaha
produksi pertanian apapun, sebaiknya LKK VIII dibiarkan pada keadaan alami,
dan diperuntukan sebagai hutan lindung atau suaka alam atau areal rekreasi.
Contoh LKK VIII adalah : (1) lahan berlereng > 65%, (2) lahan terdiri atas batubatu massif atau batu lepas, dan (3) pasir pantai atau padang pasir.
c.
Pemanfaatan Lahan dalam Perspektif Penataan Ruang
Perspektif tata ruang sangat menentukan orientasi tata kelola penggunaan
lahan. Dan perspektif tata ruang, isu-isu pemanfaatan lahan yang tidak
memperhatikan dayadukung lingkungan, konversi pemanfatan lahan yang tidak
terkendali, dan pengaturan pemanfatan lahan yang tidak efisien, ini merupakan
isu utama dalarn pemanfaatan lahan. Akibat dan isu-isu tersebut yang kita
rasakan saat ini adalah semakin berkurangnya ketersediaan sumber air baku,
baik air permukaan maupun air bawah tanah (terutama di perkotaan), tumbuhnya
kawasan kumuh di perkotaan, terjadinya banjir pada musirn hujan dan
kekeringan pada musim kemarau, terjadinya kemacetan lalu lintas di perkotaan
yang telah sampai pada taraf menurunkan produktivitas masyarakat dan
rnenghambat arus barang dan jasa.
Untuk mengatasi isu-isu tersebut termasuk mengatasi dampaknya, perlu
diternpuh
langkah-langkah
yang
sistematis
yang
dapat
mengefektifkan
25
penyelenggaraan penataan ruang, termasuk dalam pengaturan pemanfaatan
lahan agar sesuai dengan rencana tata ruang. Beberapa langkah penting yang
sudah dan tengah dilakukan antara lain adalah (a) revisi Undang-Undang Nomor
24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang dirasakan tidak tegas dalam
memberikan arahan bagi penyelenggara, dengan Undang-Undang Nomor 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang, (b) penyiapan norma, standar, pedoman
dan manual bidang penataan ruang, (c) pengawasan penyelenggaraan penataan
ruang, dan (d) penegakan hukum (law enforcement).
d.
Aspek Keagrariaan dalam Pengelolaan Tanah
Sebagai sumberdaya agraris, maka pengertian tanah dalam arti luas
meliputi tanah sebagai lahan, air (perairan) dan ruang angkasa sepanjang terkait
secara langsung dengan penggunaan tanah. Dalarn konteks ini tanah
merupakan suatu kesatuan multidimensional yang meliputi dimensi fisik, kirnia,
biologi, sosial, ekonomi, politik dan magis-religius. Setiap dimensi tanah secara
sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama mempunyai potensi memberikan
kesejahteraan bagi umat manusia. Kerumitan dimensi tanah menyebabkan harga
pasar tanah tidak mampu mencerminkan “nilai tanah yang sesungguhnya” bagi
masyarakat yang rasional dan bermartabat. Lebih lanjut fenomena ini
menyebabkan pasar gagal mendistribusikan tanah secara efisien dan adil.
Kesulitan manajemen publik atas tanah sernakin besar disebabkan suplai
tanah yang pada dasarnya inelastik. Dalam konteks operasional, tujuan
pengelolaan tanah adalah untuk memperoleh kesejahtaeraan dan tanah.
Kesejahteraan adalah konsep yang sangat dinamik, pada setiap kurun
perjalanan hidup, setiap manusia dalam upaya mencapai kesejahteraannya
melalui setiap kesempatan yang tersedia baginya (Arsyad, 2008).
26
Sebenarnya Undang-undang Agraria Nomor 5 tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang menjadi dasar pengelolaan agraria di
Indonesia penuh dengan nilai-nilai kerakyatan dan dasar-dasar kebijakan yang
mengutamakan kepentingan rakyat terutama golongan ekonomi lemah akan
tetapi di dalam pelaksanaannya mengalami hambatan-hambatan sehingga
menimbulkan berbagai masalah agraria yang pelik.
e.
Urgensi Pengembangan Lahan Pertanian Pangan Abadi
Lahan merupakan faktor produksi yang utama namun unik karena tidak
dapat digantikan dalam usaha pertanian. Ketersediaan lahan potensial untuk
perluasan areal tanaman pangan padi sawah dan perspektif fisik dan struktural
sudah
sangat
terbatas
bahkan
sudah
tidak
lagi
tersedia.
Kebijakan
pengembangan areal lahan tanaman pangan, hanya dapat dimanfaatkan dan
lahan terlantar. Namun pemanfaatan lahan terlantar yang adapun lebih banyak
yang tersedia untuk dikembangkan menjadi lahan tanaman pangan kering dan
lahan perkebunan.
Guna memenuhi konsumsi pangan penduduk hingga tahun 2050, apabila
tidak
dilakukan
perubahan
kebijakan
diversifikasi
pangan
dibutuhkan
penambahan lahan sawah hingga 2,5 juta hektare. Bila kebijakan diversifikasi
pangan berhasil diterapkan, serta dilakukan kebijakan intensifikasi seperti
peningkatan produktivitas tanah.
27
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Tanah adalah Tubuh Alam (natural body) yang terbentuk dan
berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam (natural froces)
terhadap bahan-bahan alam (natural material) di permukaan bumi
2. Luas daratan idonesia lebih kuarang 190,923 ribu hektare. Dari data
tersebut berdasarakan data penggunaan tanah tahun 2002, 64% telah
digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan tanah.
3. Karakteristik setiap ordo tanah (12 ordo) berbeda yang dipengaruhi oleh
faktor-faktor pembentuk tanah seperti iklim, organisme (bahan organik),
bahan induk, relief/tofografi, dan waktu.
4. Masalah pengelolaan tanah yaitu erosi, kemasaman tanah (firit), konversi
lahan dan hak kepemilikan tanah.
5. Aspek sosial, kelembagaan dan kebijakan sangat penting dalam
pengelolaan tanah agar tetap lestari.
6. Rekomendasi pengelolaan tanah yaitu: Manajemen Sumberdaya Lahan
dalam Usaha Pertanian Berkelanjutan, Konservasi Sumberdaya Lahan
dalam Pemanfaatan tanah, Pemanfaatan Lahan dalam Perspektif
Penataan Ruang, Aspek Keagrariaan dalam Pengelolaan Tanah dan
Urgensi Pengembangan Lahan Pertanian Pangan Abadi.
B.
SARAN
Pengelolaan atau pemnfaatan sumberdaya tanah sebaiknya dilakukan
dengan meperhatikan karakteristik tanah baik fisik, kimia dan biologi tanah untuk
mengurangi dampak negatif (kerusakan tanah) yang terjadi dalam proses
pengelolaan yang meliputi segala aspek kehidupan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S., 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Institut Pertanian Bogor,
Indonesia.
Arsyad, S dan Ernan Rustiadi., 2008. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Asdak, C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjamada
University Press, Yogyakarta
Gusli S, 2008. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanuddin Makassar
Hakim N., M. Y. Nyakta, A.M. Lubis, S.G Nugroho, M.R Saul, M.A Diha, G.B
Hong, H. Bailley. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung,
Lampung
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika
Pressindo, Jakarta
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta
Lopulisa, Christianto., 2004. Tanah-Tanah Utama Dinia. LEPHAS. Makassar
Pairunan, A.K, Nanere, J.L, Arifin, Samosir, S.R, R. Tangkaisari, J.R. Lalopua, B.
Ibrahim, Hariadji Asmadi, 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan
Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung
Pandang
Soil Survey Staff., 1998. Keys to Taxonomy, eigth edition. NRCS-USDA.
Washington. DC.
Suripin, 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, Andi. Yogyakarta
Syarief, S. 1986. Fisika Kimia Tanah Pertanian. Pustaka Buana Bandung
29
30
31
32
33
34
35