BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT SERTA ASPEK HUKUM JAMINAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian dan Perjanjian Kredit Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum Perjanjian - Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Kredit Bermasalah Dalam Pinja

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT SERTA ASPEK HUKUM JAMINAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian dan Perjanjian Kredit Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum Perjanjian

  23 Secara garis besar perjanjian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1.

  Perjanjian dalam arti luas, adalah setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagaimana yang telah dikehendaki oleh para pihak.

  2. Perjanjian dalam arti sempit, adalah hubungan-hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan seperti yang dimaksud dalam Buku III KUHPerdata.

  Pasal 1313 KUH Perdata yang menyebutkan Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

  Menurut Handri Raharjo, S.H., penyempurnaan terhadap definisi perjanjian (Pasal 1313 KUH Perdata) adalah suatu hubungan hukum di bidang harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek hukum yang satu dengan yang lain, dan diantara mereka (para pihak/subjek hukum) saling mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan

                                                               23  Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Penerbit Pustaka Yustisia, prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati para pihak

  24 tersebut serta menimbulkan akibat hukum.

  Menurut Apeldoorn perjanjian disebut faktor yang membantu pembentukan hukum, sedangkan menurut Lemaire perjanjian adalah

  25

  determinan hukum. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

  Pasal 1313, disebutkan bahwa suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Seorang atau lebih berjanji kepada seorang lain atau lebih atau saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal. Ini merupakan suatu peristiwa yang menimbulkan satu hubungan hukum antara orang-orang yang membuatnya. Namun ada beberapa kelemahan dalam ketentuan pasal ini. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat diuraikan sebagai

  26

  berikut : a.

  Hanya menyangkut sepihak saja.

  Dapat diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata kerja “mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “saling mengikatkan diri.” b.

  Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus.

  Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwarneming), tindakan melawan hukum

                                                               24 25  Ibid.

  (onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung suatu konsensus, yang seharusnya dipakai kata “persetujuan”.

  c.

  Pengertian perjanjian terlalu luas.

  Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga, padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh buku ketiga KUHPerdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal.

  d.

  Tanpa menyebut tujuan.

  Rumusan pasal tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan dirinya tidak jelas untuk apa. Kelemahan- kelemahan yang dikemukakan di atas mengharuskan untuk merumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. Berdasarkan alasan tersebut, maka perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Hukum yang mengatur tentang perjanjian ini disebut hukum perjanjian (law of contract).

  Sehubungan dengan uraian tersebut, secara sederhana dapat

  27

  digambarkan sebagai berikut :

  1. Subjek Perjanjian a.

  Natural person (orang – natuurlijk person/private person).

  b.

  Legal entity (badan hukum – rechtspersoon/ artificial person).

  c.

  Terdiri dari kreditur dan debitur sebagai para pihak, dimana kreditur adalah pihak yang berhak atas sesuatu dari pihak lain / debitur, sedangkan debitur, berkewajiban memenuhi sesuatu kepada kreditur.

  2. Objek perjanjian Hak dan kewajiban untuk memenuhi sesuatu yang dimaksudkan disebut prestasi, yang menurut undang-undang bisa berupa : a.

  Menyerahkan sesutau, bisa memberikan (te geven) benda atau memberikan sesuatu untuk dipakai (genot / gebruik).

  b.

  Melakukan sesuatu (te doen).

  c.

  Tidak melakukan sesuatu (niet te doen).

  Perjanjian merupakan suatu hubungan hukum yang berarti bahwa yang bersangkutan haknya dijamin dan dilindungi oleh hukum atau undang-undang, sehingga apabila haknya tidak dipenuhi secara sukarela, maka yang bersangkutan berhak menuntut melalui pengadilan supaya orang yang besangkutan dipaksa untuk memenuhi atau menegakkan haknya.

  Pengaturan Hukum perjanjian diatur dalam BAB II dan BAB V sampai degan BAB XVIII Buku III KUH Perdata.

  Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan undang-undang, sehingga diakui oleh hukum. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, disebutkan ketentuan tentang syarat-syarat sahnya perjanjian

  28

  yaitu sebagai berikut : 1.

  Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (consensus).

  2. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity).

  3. Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter).

  4. Ada suatu sebab yang halal. Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subjektif, karena mengenai orang atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena menegenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

  Tidak terpenuhinya syarat subjektif maka perjanjian itu cacat maka dapat dibatalkan oleh Hakim oleh pihak yang telah memberikan izin tidak secara bebas atau tidak cakap membuat perjanjian itu. Jika syarat objektif yang tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum.

  Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Kredit

  Sebelum melakukan perjanjian kredit, terlebih dahulu dilakukan perjanjian, karena perjanjian tersebut merupakan persetujuan yang mengikat kedua belah pihak atau lebih yang diatur menurut undang-undang yang berlaku, sehingga disebut perikatan, yang di dalamnya harus dijalankan atau dipenuhi prestasi

  29 oleh pihak yang berhutang.

  Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pasal 1 angka 11 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

  Kredit adalah hubungan dimana kreditur yakni yang memberi pinjaman dalam hubungan perkreditan dengan debitur yaitu nasabah penerima pinjaman mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit

  30 yang bersangkutan.

  Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara debitur dengan kreditur yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana debitur berkewajiban membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh kreditur

  31 dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepaki oleh para pihak.

  Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de ). Dengan demikian perjanjian ini dapat mendahului perjanjian

  contrahendo

  hutang piutang (perjanjian pinjam pengganti). Sedangkan perjanjian hutang

                                                               29  Mantay Borbir, Aneka Hukum Perjanjian Sekitar Pengurusan Piutang Negara, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal.77. 30  Ganda D. Prawira, Perkembangan hukum perkreditan nasional dan internasional, piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian

  32 kredit.

  Hakikat dari perjanjian kredit jika dihubungkan dengan Kitab Undang- Undang Perdata, maka secara yuridis, perjanjian kredit dapat dilihat dari dua sudut pandang sebagai berikut : 1) perjanjian kredit sebagai perjanjian pinjam

  33 pakai habis, 2) perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus.

  Jika perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus, maka tidak ada perjanjian bernama dalam KUH Perdata yang disebut dengan perjanjian kredit. Karena itu yang berlaku adalah ketentuan umum dari hukum perjanjian, tentunya ditambah dengan kebendaan pasal yang telah disepakati bersama dalam

  34 kontrak yang bersangkutan.

  Selanjutnya, penggolongan perjanjian kredit sebagai perjanjian bernama dalam tampilannya sebagai perjanjian pinjam pakai, maka di samping berlaku ketentuan umum tentang perjanjian, berlaku juga ketentuan KUH Perdata tentang perjanjian pinjam pakai habis. Hal ini berbeda dengan perjanjian pinjam pakai biasa, dimana yang harus dikembalikan oleh nasabah debitur adalah fisik dari benda yang dipinjam, sementara dalam perjanjian pinjam pakai habis, yang dikembalikan adalah nilai dari benda yang dipinjam pakai tersebut.

  Perjanjian pinjam meminjam ini juga mengandung makna yang luas, yaitu bahwa objeknya adalah benda yang habis pakai. Jika dipakai istilah

  verbruiklening maka termasuk di dalamnya adalah uang.

                                                               32 33  Ibid.

  Beberapa pakar hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit pada hakikatnya adalah perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. R . Subekti berpendapat bahwa ; “dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dan semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769.”

  Marhainis Abdul Hay berpendapat yang sama bahwa “perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam meminjam dan dikuasai oleh ketentuan Bab XIII Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.” Hal yang sama dikemukakan pula oleh Mariam Darus Badrulzaman bahwa “ dari rumusan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perbankan mengenai perjanjian kredit, dapat dimengerti bahwa dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam meminjam yang diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Pasal 1754. Perjanjian pinjam meminjam ini juga mengandung makna yang luas yaitu objeknya adalah benda yang dipakai habis jika verbruiklening termasuk di dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam ini, pihak penerima menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang

  35

  meminjamkan. Karenanya perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah debitur.”

                                                               35  Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Penerbit Alumni, Bandung,

  Dari pengertian kredit di atas, dapat disimpulkan bahwa dasar hukum perjanjian kredit adalah pinjam meminjam yang didasarkan kepada kesepakatan antara kreditur dengan debitur. Masalah pinjam meminjam sendiri diatur dalam Buku III Bab ketigabelas KUH Perdata.

  Dalam Pasal 1754 KUH Perdata disebutkan, bahwa pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana satu pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang- barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

  Perjanjian kredit merupakan perjanjian tidak bernama (onvenoemde

  overeenkomst) karena di dalam perjanjian kredit belum ada ketentuan yang

  mengatur secara khusus baik di dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia maupun dalam Undang-Undang Perbankan. Ketentuan yang ada hanya tentang pengertian kredit, yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat (11), Pasal 6 dan Pasal 13 tentang kredit sebagai salah satu jenis usaha bank, Pasal 8 tentang jaminan dalam pemberian kredit, tetapi tidak ada ketentuan yang mengatur tentang bagaimana bentuk, isi dan ketentuan pasal yang terdapat dalam perjanjian kredit yang dibuat antara kreditur dan debitur. Oleh karena itu dasar hukum perjanjian kredit mengacu kepada ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang dikenal sebagai pasal yang mengandung asas kebebasan berkontrak. Karena yang melandasi perjanjian kredit antara kreditur dan debitur lebih ditekankan kepada kesepakatan antara pihak, yaitu kesepakatan antara pihak yaitu kreditur dan debitur.

  Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat), kalimat inilah yang tercantum dalam penjelasan UUD 1945, yaitu pada sistem pemerintahan Republik Indonesia. Hal ini berarti bahwa ada hukum yang mengatur segala sesuatu dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Konsekuensinya adalah dalam hal pemberian kredit pun ada peraturan khusus yang mengaturnya. Sesuai dengan Sistem Eropa Kontinental, maka di Indonesia peraturan perundang- undangan menduduki urutan yang sangat penting sebagai sumber hukum suatu

  36

  hal. Dalam hal kredit dasar hukumnya adalah : 1.

  Perjanjian di antara para pihak 2. Undang- Undang 3. Peraturan pelaksana Undang- Undang 4. Jurisprudensi 5. Kebiasaan dalam pratek perbankan 6. Peraturan perundang- undangan terkait lainnya

  1. Perjanjian di antara para pihak

  Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata alinea pertama menetapkan : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Hal ini berarti bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah, artinya tidak bertentangan dengan undang- undang mengikat kedua belah pihak.

  Berkaitan dengan pemberian kredit, dibuat suatu perjanjian kredit antara pihak yang memberikan pinjaman yang disebut sebagai pihak kreditur

                                                               36 dan pihak yang diberikan pinjaman disebut sebagai pihak debitur. Sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata perjanjian kredit ini secara hukum berlaku sah dan mengikat bagi pihak kreditur dan debitur. Kedua belah pihak wajib mentaati segala sesuatu yang diatur dan dimuat dalam perjanjian kredit tersebut, sepanjang isinya tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum serta peraturan-peraturan lainnya yang berlaku.

  2. Undang- Undang Undang-Undang merupakan sumber hukum yang sangat penting, dan bersumber pada Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai peraturan tertinggi dalam perundang-undangan Indonesia.

  Kredit merupakan salah satu bidang usaha perbankan, maka tentang kredit ini tunduk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

3. Peraturan pelaksana dari Undang-Undang

  Dibawah Undang-Undang terdapat peraturan-peraturan lain yang juga mengatur tentang perbankan dan berfungsi sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang. Peraturan- peraturan tersebut antara lain adalah : a.

  Peraturan Pemerintah (PP) Peraturan Pemerintah tentang perbankan yang mengatur tentang perkreditan antara lain adalah :

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun Tentang Bank Umum.

  2. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1992 Tentang Bank Perkreditan Rakyat.

  3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 Tentang Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.

  b.

  Peraturan perundang-undangan oleh Menteri Keuangan c. Peraturan perundang-undangan oleh Bank Indonesia d. Peraturan perundang-undangan lainnya

  Selain peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di atas, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkreditan juga dikeluarkan dalam bentuk Keputusan Presiden, Peraturan atau surat keputusan pejabat tertentu, dan lain-lain.

  4. Jurisprudensi Jurisprudensi dapat menjadi dasar hukum untuk kegiatan perkreditan, walaupun di Indonesia jurisprudensi mempunyai banyak kelemahan sehingga sulit untuk dipakai sebagai pegangan, hal ini disebabkan : a.

  Banyak jurisprudensi yang tidak disertai pertimbangan hakim yang memutuskan.

  b.

  Sulitnya akses masyarakat untuk mendapatkan keputusan pengadilan. c.

  Sering terjadi, terhadap yang sama keputusan yang satu bertentangan dengan yang lain, walaupun keputusan tersebut berasal dari pengadilan yang sama.

  5. Kebiasaan dalam praktek perbankan Dalam ilmu hukum kebiasaan merupakan salah satu sumber hukum, demikian juga dalam dunia perbankan. Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dalam praktek perbankan boleh diterapkan walaupun tidak ada suatu peraturan tertulis yang khusus mengaturnya, asal saja tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

  6. Peraturan perundang- undangan terkait lainnya Selain peraturan tentang perbankan, masih ada lagi peraturan lain yang menyangkut hal-hal seputar pemberian kredit. Misalnya pemberian kredit didasari oleh suatu perjanjian, maka berlakulah Buku III KUH Perdata tentang perikatan.

B. Fungsi dan Tujuan Kredit

1. Fungsi Kredit

  Dalam praktek, bentuk dan materi perjanjian kredit berbeda-beda, hal ini karena disesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing. Oleh karena itu perjanjian kredit tersebut tidak mempunyai bentuk yang tertentu. Perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus baik oleh pihak kreditur maupun pihak debitur yang mengadakan perjanjian, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan, dan dalam pelaksanaan kredit itu sendiri. Perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, yaitu :

  37 a.

  Para pemilik uang atau modal dapat langsung meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan, untuk meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya.

  Dengan mendapatkan kredit, para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya barang tersebut menjadi meningkat.

  3. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang.

  Kredit uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, bilyet, giro dan wesel, sehingga apabila pembayaran dilakukan dengan cek, bilyet giro dan wesel maka akan dapat meningkatkan peredaran uang giral. Disamping itu kredit dalam perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu lintas akan berkembang pula.

  2. Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang.

  Para pemilik uang atau modal dapat menyimpan uangnya kepada lembaga- lembaga keuangan. Uang tersebut diberikan sebagai pinjaman kepada perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan usahanya.

  b.

  a.

  Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan.

  Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang.

  38 1.

  Dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan fungsi kredit perbankan antara lain sebagai berikut :

  Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.

  c.

  Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di antara pihak kreditur dan debitur.

  b.

                                                               37 CH.Gatot Wardoyo, Sekitar Klausul-klausul Perjanjian Kredit Bank, Bank dan Manajemen, 1996, hal.64-69. 38  Thomas Suyatno, dkk, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama,

  Disamping itu kredit dapat pula meningkatkan peredaran barang, baik melalui penjualan secara kredit maupun dengan membeli barang-barang dari satu tempat dan menjualnya ke tempat yang lain. Pembelian tersebut uangnya berasal dari kredit. Hal ini berarti bahwa kredit juga dapat meningkatkan manfaat dari suatu barang.

  4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi.

  Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan kepada usaha-usaha antara lain : a.

  Pengendalian inflasi ; b. Peningkatan ekspor ; c. Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.

  5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha.

  Setiap orang yang berusaha selalu ingin meningkatkan usaha tersebut, namun adakalanya dibatasi oleh kemampuan dibidang permodalan. Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat mengatasi kekurangmampuan para pengusaha dibidang permodalan tersebut, sehingga para pengusaha akan dapat meingkatkan usahanya.

  6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan.

  Dengan bantuan pemberian kredit, para pengusaha dapat memperluas usahanya dan mendirikan proyek baru. Peningkatan usaha tersebut berkesinambungan dengan kebutuhan tenaga kerja. Dengan tertampungnya tenaga kerja maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula.

  7. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional.

  Bank-bank besar yang berada di luar negeri dan mempunyai jaringan usaha, dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan di dalam negeri. Begitu juga bagi negara yang telah maju mempunyai cadangan devisa dan tabungan yang tinggi dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit kepada negara yang sedang berkembang untuk membangun negara tersebut. Bantuan itu tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antar negara yang bersangkutan tapi juga dapat meningkatkan hubungan internasional.

  2. Tujuan kredit

  Pemberian kredit bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Maka dalam hal ini bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya sebagai debitur penerima kredit dalam bentuk kredit dengan keyakinan bahwa debitur tersebut mempunyai kemampuan dan mau mengembalikan kredit yang telah diterimanya. Kedua faktor tersebut yaitu

  (safety) dan juga unsur keuntungan (profitability) dari suatu kredit, di mana unsur tersebut saling berkaitan.

  Unsur keamanan atau safety yang dikemukakan di atas mempunyai maksud bahwa prestasi yang diberikan dalam bentuk uang, barang atau jasa tersebut betul-betul terjamin pengembaliannya, sehingga keuntungan yang diharapkan dapat menjadi kenyataan. Sedangkan unsur keuntungan atau

  profitability merupakan tujuan dari pemberian kredit yang terjelma dalam

  bentuk bunga yang diterima. Tujuan kredit tidak semata-mata mencari keuntungan melainkan harus disesuaikan dengan tujuan negara yaitu untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pemberian kredit bank khususnya bank pemerintah sebagai pengemban tugas (agent of

  development) adalah untuk : a.

  Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan.

  b.

  Meningkatkan aktifitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

  c.

  Memperoleh laba agar kelangsungan hidup terjamin dan dapat

  39 memperluas usahanya.

  Tujuan pemberian kredit ini seperti yang telah diuraikan di atas bahwa tidak terlepas dari falsafah yang dianut oleh suatu negara, yang pada dasarnya akan menciptakan suatu kepentingan yang seimbang antara lain kepentingan

                                                               pemerintah, kepentingan masyarakat atau rakyat serta kepentingan pemilik modal atau pengusaha.

C. Jenis dan prinsip pemberian kredit

  Jenis-jenis kredit dibedakan menjadi :

  

40

1.

  Jenis kredit menurut kelembagaannya.

  Kredit perbankan dengan melihat kelembagaannya maka dikenal beberapa jenis kredit.

  Adapun jenis kredit dengan dasar pengelompokan menurut kriteria kelembagaan ini terdiri dari : a.

  Kredit perbankan yang diberikan oleh bank milik negara, atau bank swasta kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, dan atau konsumsi.

  Kredit ini diberikan kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan, dan atau kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa.

  b.

  Kredit likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh bank sentral kepada bank-bank yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya.

  c.

  Kredit langsung, kredit ini diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga pemerintah atau semi pemerintah (kredit program), misalnya Bank Indonesia memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam rangka pelaksanaannya program pengadaan pangan, atau pemberian

                                                               40 kredit langsung kepada Pertamina, atau pihak ketiga lainnya.

  d.

  Kredit (pinjaman antar bank), kredit ini diberikan oleh bank yang kelebihan dana kepada bank yang kekurangan dana. Peminjaman jenis ini merupakan sarana yang paling mudah dilakukan oleh bank yang memerlukan tambahan dana baik dalam keadaan darurat maupun dalam keadaan biasa, sekedar memerlukan tambahan dana untuk dapat diputar kembali.

2. Jenis kredit menurut jangka waktunya.

  Artinya dalam pengelompokan jenis kredit menurut jangka waktunya semata-mata hanya dapat menyangkut kelonggaran yang diberikan bank kepada nasabahnya untuk melunasi kredit tersebut. Menurut jangka waktu dikenal tiga jenis kredit, yaitu :

  41 a.

  Kredit jangka pendek Disebut kredit jangka pendek (short term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum 1 (satu) tahun. Bentuknya dapat berupa kredit modal kerja yaitu kredit untuk membiayai kebutuhan modal kerja usaha atau proyek.

  b.

  Kredit jangka menengah (medium term loan) Biasanya kredit ini berjangka waktu lebih dari satu tahun sampai dengan tiga tahun untuk jenis ini dapat berupa kredit investasi jangka menengah, diberikan contoh misalnya kredit investasi untuk pembelian kendaraan bermotor (mobil) atau kredit modal kerja penyelesaian proyek

  (konstruksi), dimana jangka waktu proyeknya melebihi satu tahun.

  c.

  Kredit jangka panjang Jenis kredit ini pada umumnya mempunyai jangka waktu lebih dari tiga tahun. Kredit jangka panjang ini pada umumnya adalah kredit investasi yang bertujuan menambah modal perusaaan dalam rangka melakukan rehabilitasi, ekspansi (perluasan), dan pendirian proyek baru.

3. Jenis kredit menurut sifat penggunaannya

  Kredit yang diberikan kepada nasabah ataupun debitur juga dapat dibedakan

  42

  menurut sifat penggunaannya, yaitu : a.

  Kredit konsumtif. yaitu kredit yang diberikan oleh bank pemerintah, atau bank swasta kepada perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsinya untuk kebutuhan sehari-hari.

  b.

  Kredit produktif.

  Terdiri dari kredit investasi dan kredit eksploitasi. Kredit investasi adalah kredit yang ditujukan untuk penggunaan pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin, juga membiayai rehabilitasi, dan ekspansi, relokasi proyek ataupun pendirian proyek baru. Sedangkan kredit eksploitasi, yaitu kredit yang ditujukan untuk penggunaan pembiayaan kebutuhan dunia usaha akan modal kerja berupa persediaan bahan baku, persediaan produk akhir, barang dalam proses produksi serta piutang-piutang. c.

  Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif (semi konsumtif dan semi produktif).

  4. Jenis kredit menurut keterkaitannya dengan dokumen.

  Dari segi dokumen maka kredit jenis ini berarti kredit yang sangat terkait dengan dokumen-dokumen berharga yang memiliki substansi nilai jumlah uang, dan dokumen tersebut merupakan jaminan pokok pemberian kredit sehingga sering disebut documentary credit. Kredit ini banyak digunakan oleh orang yang mengadakan transaksi dagang yang berlainan tempat, dan apabila transaksinya berlainan negara maka sangat terkait sekali dengan

  43

  valuta asing. Kredit ini terdiri dari : a.

  Kredit ekspor, yaitu semua bentuk kredit sebagai sumber pembiayaan bagi usaha ekspor. Jadi bisa dalam kredit langsung maupun tidak langsung, seperti pembiayaan kredit modal kerja jangka pendek, maupun kredit investas untuk jenis industri yang berorientasi ekspor.

  b.

  Kredit impor Unsur dan ruang lingkup dari kredit impor pada dasarnya hampir sama dengan kredit ekspor karena jenis kredit tersebut merupakan kredit berdokumen.

  5. Menurut aktifitas perputaran usaha.

  Dari segi besar kecilnya aktifitas perputaran usaha, yaitu melihat dinamika, sektor yang digeluti, aset yang dimiliki, dan sebagainya maka jenis kredit ini

  44

  terdiri dari : a.

  Kredit kecil, yaitu kredit ini diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai pengusaha kecil. Menurut Surat Direksi Bank Indonesia Nomor 30/4/KEP/DIR Tanggal 4 April 1997 Tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil, yang dimaksudkan Kredit Usaha Kecil (KUK) adalah kredit investasi dan atau kredit modal kerja, yang diberikan dalam Rupiah atau Valuta Asing kepada nasabah usaha kecil dengan plafon kredit keseluruhan maksimum Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) untuk membiayai usaha yang produktif.

  Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/2/PBI/2001 Tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil, yang dimaksud Kredit Usaha Kecil adalah kredit atau pembiayaan dari Bank untuk investasi dan atau modal kerja, yang diberikan dalam Rupiah dan atau Valuta Asing kepada nasabah usaha kecil dengan plafon kredit keseluruhan maksimum Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk membiayai usaha yang produktif.

  b.

  Kredit menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya lebih besar dari pada pengusaha kecil.

  c.

  Kredit besar, pada dasarnya ditinjau dari segi jumlah kredit yang diterima oleh debitur. Dalam pelaksanaan pemberian kredit yang besar ini bank dengan melihat risiko yang besar pula, biasanya memberikannya secara kredit sindikasi ataupun konsorsium. Hal ini dilakukan guna menekan risiko dan dana yang tersedia dapat disebar tidak hanya pada satu perusahaan saja. Sehingga pemberian kredit yang besar dilakukan dengan cara pembiayaan bersama (co financing/joint

  financing ). Cara pembiayaan bersama ini dapat dilakukan antar bank

  milik negara, antar bank milik negara dengan bank milik pemerintah daerah, antar bank milik negara dengan bank milik swasta atau bank asing.

6. Jenis kredit menurut sifat jaminan

  45 Dari segi jaminannya jenis kredit dapat dibedakan sebagai berikut : a.

  Kredit tanpa jaminan atau kredit blanko (unsucured loan), yaitu pemberian kredit tanpa jaminan materil (agunan fisik), pemberiannya sangatlah efektif dan ditujukan kepada nasabah besar yang telah teruji bonafiditas, kejujuran dan ketaatannya dalam transaksi perbankan maupun kegiatan usaha yang dijalaninya. Dalam Undang-Undang 1992 maupun Undang-Undang Perubahannya 1998, pemberian kredit ini dapat saja direalisasikan, karena perundang-undangan perbankan yang berlaku sekarang ini lebih menganut kepada jaminan yang bersifat non fisik, artinya bahwa pemberian kredit dapat dilakukan oleh bank apabila mempunyai keyakinan terhadap debiturnya atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Adapun agunan merupakan jaminan tambahan yang lebih bersifat fisik. Kredit tanpa jaminan ini mengandung risiko yang lebih besar, sehingga dengan demikian berlaku bahwa semua harta kekayaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang akan ada kemudian seluruhnya akan menjadi jaminan pemenuhan pembayaran hutangnya.

  b.

  Kredit dengan jaminan (secured loan).

  Kredit ini diberikan kepada debitur selain didasarkan adanya keyakinan atau kemampuan debitur juga didasarkan kepada adanya agunan atau jaminan yang berupa fisik (collateral) sebagai jaminan tambahan, misalnya tanah, bangunan, alat-alat produktif, dan sebagainya.

  Agunan sebagai jaminan tambahan ini dimaksudkan untuk memudahkan kreditur apabila debitur wanprestasi, sehingga bank segera dapat menerima pelunasan hutangnya melalui cara pelelangan agunan tersebut. Hal demikian dilakukan untuk menekan seminimal mungkin risiko, apabila terjadi kegagalan dalam pelaksanaan kredit yang diberikan kepada nasabahnya.

  Prinsip pemberian kredit

  46 Adapun yang menjadi prinsip pemberian kredit adalah sebagai berikut : 1.

  Watak (character) Dalam hal ini penilaian menyangkut kemauan atau dengan kata lain itikad baik pemohon akan mempergunakan kredit sesuai dengan tujuan pemberiannya dan pada waktunya akan melunasi kredit termasuk bunganya, disamping mematuhi syarat-syarat yang ditentukan.

2. Kemampuan (capacity)

  Dalam hal ini penilaian menyangkut seberapa jauh kemampuan pemohon dan usaha pemohon untuk dapat melunaskan beserta pembayaran melunaskan kredit beserta pembayaran bunganya. Artinya, menilai apakah pengurus atau tenaga-tenaga perusahaan mampu menjalankan usahanya, mampu mengembangkan usahanya untuk menjadi perusahaan yang berjalan lancar, berkembang dan sekaligus menguntungkan. Karena hanya perusahaan yang berkembang dan menguntungkanlah yang mampu untuk membayar kewajiban bunga dan pengembalian kredit. Kalau perusahaan merugi, mungkin ia bisa membayar bunga, namun bukan berasal dari keuntungan akan tetapi berasal dari modal atau dana dari kredit itu sendiri. Kemampuan dalam kondisi yang demikian tidak akan bertahan lama, karena jika dananya sudah menipis atau habis maka perusahaan tersebut tidak akan mampu

  47 lagi untuk membayar bunga apalagi membayar hutang pokoknya.

3. Modal (capital)

  Pihak kreditur baik lembaga bank atau non bank harus menilai berapa besarnya modal perusahaan. Makin besar modal perusahaan akan semakin

  48

  baik, karena : a.

  Keterlibatan atau tanggung jawab pemilik modal terhadap maju mundurnya perusahaan akan menjadi besar.

  b.

  Beban perusahaan terhadap kewajiban bunga kredit dan

                                                               47 pengembaliannya akan menjadi lebih kecil.

  c.

  Resiko kredit akan menjadi lebih kecil.

  Oleh karena itu didalam pemberian kredit, bank selalu mensyaratkan adanya modal perusahaan sendiri. Secara umum perbandingan modal sendiri dengan kredit bank dalam suatu pembiayaan.

  4. Kondisi-kondisi ekonomi (condition of economy) Yang dimaksud dengan kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu, dimana kredit itu diberikan oleh bank kepada pemohon. Apakah kondisi ekonomi tersebut memungkinkan pemohon mendapatkan keuntungan yang diperhitungkan dengan mempergunakan

  49 kredit tersebut.

  5. Jaminan (collateral) Yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna kepastian pelunasan di belakang hari, kalau penerima kredit tidak melunasi hutangnya. Jaminan itu dapat berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak dan dapat berupa penanggungan yaitu disebut jaminan perorangan dimana adanya pihak ketiga yang bersedia untuk menjamin pembayaran dari penerima kredit. Jumlah nilai jaminan lainnya

  50 tidak lebih tinggi dari jumlah kredit yang diberikan.

                                                               49

  Guna mengamankan pemberian kredit, umumnya perjanjian kredit dituangkan dalam bentuk tertulis dan dalam perjanjian baku (standards

  51 contract). Perjanjian kredit bank biasanya dibuat dalam dua bentuk, yaitu : 1.

  Perjanjian dalam bentuk akta bawah tangan Akta di bawah tangan adalah akta yang bentuknya bebas dan pembuatannya cukup dengan ditandatangani oleh pembuatnya. Akta ini mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta autentik apabila para pihak mengakui isi dan tanda tangan yang tercantum di dalam akta (Pasal 1875 KUH Perdata). Agar akta bawah tangan tidak mudah dibantah, maka dibutuhkan legalisasi oleh notaris yang mengakibatkan akta bawah tangan tersebut memiliki kekuatan pembuktian seperti akta autentik.

2. Perjanjian dalam bentuk akta autentik

  Akta autentik ini memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Ini berarti akta autentik dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan atau menyelidiki keabsahan tanda tangan dari para pihak. Akta autentik diatur dalam Pasal 1868 KUH Perdata.

  Adapun perjanjian kredit dapat berakhir, yakni sesuai dengan ketentuan

  Pasal 1381 KUH Perdata tentang hapusnya perikatan, karena perjanjian kredit

  52

  juga tunduk pada hukum perikatan. Perjanjian kredit akan berakhir karena : a.

  Pembayaran

                                                               51  Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Renika Cipta, Jakarta, 2009, hal.176.

    52  Rachmadi Usman, Aspek- Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT Gramedia Pembayaran secara lunas ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur, baik pembayaran utang pokok, bunga, denda maupun biaya-biaya lainnya yang wajib dibayar lunas oleh debitur. Pembayaran lunas ini, baik karena jatuh tempo kreditnya maupun karena diharuskannya debitur melunasi kreditnya secara seketika dan sekaligus.

  b.

  Subrogasi Subrogasi oleh Pasal 1400 KUH Perdata disebutkan sebagai penggantian hak-hak si berpiutang oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada si berpiutang itu. Jadi subrogasi dapat terjadi apabila ada penggunaan hak-hak oleh seorang pihak ketiga yang mengadakan pembayaran.

  c.

  Pembaharuan utang (novasi) Pembaharuan utang terjadi dengan jalan mengganti utang lama dengan utang baru, debitur lama dengan debitur baru, dan kreditur lama dengan kreditur baru.

  d.

  Perjumpaan utang (kompensasi) Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis, yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara timbal balik, di mana masing-masing pihak berkedudukan baik sebagai kreditur maupun debitur terhadap orang lain, sampai jumlah terkecil yang ada di antara kedua uang tersebut. Dasar kompensasi diatur dalam Pasal

  53 1425 KUH Perdata.

D. Langkah- langkah penyelesaian kredit bermasalah

  Saat ini istilah kredit bukan istilah yang asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Pada masa ini kredit dipandang sebagai suatu pendorong untuk kelancaran usaha yang dilakukan oleh masyarakat baik dalam perdagangan, perindustrian, jasa dan juga konsumsi yang mempengaruhi peningkatan taraf hidup dalam masyarakat.

  Pemberian kredit yang diberikan dari pihak kreditur baik dari lembaga bank maupun non bank kepada pihak debitur sebagai penerima pinjaman kadang tidak berjalan lancar ataupun menghadapi masalah di dalam prosesnya. Debitur yang telah memperoleh fasilitas kredit tidak seluruhnya dapat mengembalikan uang yang dipinjamnya dengan baik dan tepat waktu sesuai dengan yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit, akibatnya kredit terhenti ataupun macet.

  Sebenarnya kredit macet itu merupakan salah satu dari penggolongan kredit bermasalah. Istilah kredit penggolongan kredit bermasalah merupakan istilah yang dipakai untuk menunjukkan penggolongan kolektibilitas kredit yang

  54

  menggambarkan kualitas dari kredit itu sendiri. Jadi, untuk menentukan apakah suatu kredit dikatakan bermasalah didasarkan pada kolektibilitasnya kreditnya. Kolektibilitas adalah keadaan pembayaran pokok atau angsuran dan bunga kredit oleh debitur serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana

  55

  tersebut. Kemudian pengertian kredit macet ialah kredit yang telah jatuh tempo, namun belum dilunasi dan tunggakan angsuran lebih dari 270 hari atau 9 bulan. Kemudian dapat dikatakan kredit macet ialah debitur tidak mampu

                                                               54  Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit PT. Cipta Aditya lagi untuk mengangsur hutang pokoknya dan bunganya dari hasil usaha yang

  56 dimodali dengan fasilitas kredit.

  Pengaturan penggolongan kolektibilitas kredit terdapat dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 23/68/KEP/DIR Tentang

  Penggolongan Kolektibilitas Aktiva Produktif dan pembentukan Cadangan

  57 atas Aktiva. Peraturan tersebut telah beberapa kali diubah, yaitu dengan Surat

  Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor : 26/22/KEP/DIR tanggal 23 Mei 1993 Tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan

  Penghapusan Aktiva Produktif, kemudian diubah dengan Surat Keputusan

  Direksi Bank Indonesia Nomor : 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998 Tentang Kualitas Aktiva Produktif, kemudian diubah dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor : 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 Tentang Kualitas Aktiva Produktif. Kolektibilitas kredit terdiri dari 5 (lima) golongan, yaitu :

  1. Lancar (pass), kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria dibawah ini : a.

  Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit; b.

  Hubungan debitor dengan bank baik dan debitor selalu menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan akurat; c.

  Dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat.

  2. Dalam perhatian khusus (special mention), kredit digolongkan dalam

Dokumen yang terkait

BAB II PENGERTIAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGACARA A. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian - Penjelasan Hukum Wanprestasi Yang Dilakukan Klien Dengan Tidak Membayar Honor/Tarif Pengacara

0 6 21

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK DAN KREDIT MACET A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit Bank 1. Pengertian Perjanjian Kredit - Tanggung Jawab Hukum Bank Dalam Menyelesaikan Kredit Macet (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kaba

0 1 34

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian - Pergantian Debitur Pada Perjanjian Jual-Beli Mobil Secara Kredit Di Pt. Daya Adicipta Wihaya Di Medan

0 0 34

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian dan Jenis Perjanjian - Analisis Hukum Terhadap Perjanjian Penyambungan Air Pada PDAM Tirtanadi Medan

0 0 23

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT A. Pengertian Perjanjian - Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan (Studi Bank Sumut Pusat)

0 0 24

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA PENERBIT DAN PEDAGANG A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum Perjanjian - Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Electronic Data Capture Antara Bank Dengan Pedagang (Merchant) M

0 1 36

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian 1. Pengertian Umum Perjanjian - Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Jaminan Berupa Hak Tanggungan Yang Mengalami Force Majeure Dalam Perjanjian Kredit

0 0 25

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas – Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian - Aspek Hukum Perjanjian Pemborongan Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit antara Hutagodang Estate d

0 0 21

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN A. Pengertian Perjanjian Pemborongan Pekerjaan 1. Pengertian Perjanjian - Analisis Hukum Terhadap Pembayaran Dalam Perjanjian Pemborongan Kerja Penyediaan Makanan(Studi Pada Panti Sosial Pamardi Putra In

0 0 37

BAB II PERJANJIAN PEMBORONGAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pemborongan - Perjanjian Pengadaan Barang Informasi Teknologi (IT) Antara CV. Dhymas Com dengan PT. Gapura Angkasa Dalam Pelaksanaannya.

0 0 33