BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA PENERBIT DAN PEDAGANG A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum Perjanjian - Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Electronic Data Capture Antara Bank Dengan Pedagang (Merchant) M

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA PENERBIT DAN PEDAGANG A. Perjanjian Pada Umumnya

1. Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum Perjanjian

  Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata ialah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau 7 lebih. Ketentuan ini menjadi payung berbagai kontrak, baik yang murni privat berdasarkan prinsip party autonomy, atau kontrak yang dilakukan oleh pemerintah (contract administrative), kontrak jangka pendek maupun kontrak jangka panjang yang diatur dalam Buku III KUH Perdata.

  M. Yahya Harahap mengemukakan bahwa dengan adanya perjanjian menimbulkan perikatan yang mengakibatkan adanya satu hubungan hukum antara orang-orang yang membuatnya. Di dalam suatu perikatan (verbintenis) 8 terkandung hal-hal sebagai berikut :

  1. adanya hubungan hukum, 2. biasanya mengenai kekayaan atau harta benda, 3. antara dua orang pihak atau lebih, 4. memberikan hak kepada pihak yang satu (kreditur), 5. meletakkan kewajiban pada pihak lain (debitur), 6. adanya prestasi 7 8 Lihat Pasal 1313 KUH Perdata M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1996, hlm.6

  Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang tersebut berjanji kepada orang

  9 itu untuk melaksanakan suatu hal.

  Perjanjian atau contract mempunyai arti yang lebih kurang sama. Menurut

  

Black’s Law Dictionary juga dikatakan bahwa agreement mempunyai pengertian

  yang lebih luas daripada contract. Semua contract adalah agreement, tetapi tidak

  10 semua agreement merupakan contract.

  Perjanjian menimbulkan banyak perikatan, perikatan berisi ketentuan- ketentuan hak dan kewajiban antara dua pihak, atau dengan perkataan lain, perikatan merupakan isi dari perjanjian, dan perikatan-perikatan tersebut

  11 memberikan ciri yang membedakan perjanjian tersebut dari perjanjian yang lain.

  Kesepakatan para pihak menimbulkan perjanjian, yang tak lain merupakan sekelompok perikatan-perikatan. Perjanjian tersebut baru diketahui merupakan perjanjian jenis tertentu, dengan sebutan tertentu, setelah dilihat perikatan-

  12 perikatan yang dilahirkan olehnya.

  Kata “perbuatan” pada perumusan tentang “perjanjian” seperti yang disebutkan dalam Pasal 1313 KUH Perdata lebih tepat jika diganti dengan kata “perbuatan hukum atau tindakan hukum”, hal ini mengingat bahwa di dalam suatu

  9 10 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2000, hlm.1 Bila membaca Black’s Law Dictionary : Contract diartikan sebagai suatu perjanjian

antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu

hal yang khusus. “Contract: An agreement between two or more persons which creates an

obligation to do or not to do a peculiar thing”. It essentials are competent parties, subject matter,

a legal consideration, mutuality of agreement, and mutuality of obligation . 11 J. Satrio, Hukum Perikatan-perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Citra Aditya

  Bakti, Bandung, 1995, hlm.7 12

  13

  perjanjian, akibat hukum yang muncul memang dikehendaki para pihak. Dapat dikatakan bahwa, perjanjian merupakan peristiwa hukum yang berupa tindakan hukum.

  Pembicaraan tentang perjanjian dalam kaitannya dengan tindakan hukum merupakan hal pokok yang penting karena melalui tindakan-tindakan hukum, manusia menyelenggarakan kepentingan-kepentingannya, sedangkan di antara tindakan-tindakan hukum manusia, tindakan menutup perjanjian memegang peranan yang paling utama.

  Melalui perjanjian orang mendapatkan, merubah, dan melepaskan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Hampir tak ada hak dan kewajiban yang tidak dapat diperoleh seseorang melalui perjanjian. Hanya sedikit saja hak-hak yang tidak dapat dioperkan kepada orang lain melalui kehendak yang dituangkan dalam suatu perjanjian. Dasarnya tidak lain, pada hakekatnya, kepentingan yang terikat dalam perjanjian yang dibuat para pihak adalah untuk kepentingan para pihak

  14 sendiri yang dilakukan dengan persetujuan sukarela.

  Ada banyak sarjana yang memberikan pengertian tentang perjanjian, akan tetapi semuanya mempunyai unsur-unsur yang sama yang harus dipenuhi yang dimuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata agar suatu perjanjian menjadi sah di mata hukum.

  Suatu perjanjian mengikat para pihak yang menyusunnya apabila perjanjian tersebut dibuat secara sah sesuai ketentuan yang berlaku. Misalnya, melalui penyerahan (levering), sebagai akibat dari suatu perjanjian jual-beli atau 13 14 Ibid., hlm.10

  hibah terjadi perpindahan hak atas objek perjanjian, dan jika ada suatu benda disewakan, maka terjadi perubahan pada hak si pemilik, karena sekarang hak kebendaan pemilik dibatasi oleh perjanjian obligatoir yang ditutup olehnya.

  15 Charles L.Knapp and Nathan M.Crystal mengartikan law of contract is: Our society’s legal mechanism for protecting the expectations that arise from the making of agreements for the future exchangeof various types of performance, such as the compeyance of property (tangible and untangible), the performance of services, and the payment of money

  (Charles L. Knapp and Nathan M. Crystal, 1993:4).

  16 Artinya hukum kontrak adalah mekanisme hukum dalam masyarakat

  untuk melindungi harapan-harapan yang timbul dalam pembuatan persetujuan demi perubahan masa datang yang bervariasi kinerja, seperti pengangkutan kekayaan (yang nyata maupun yang tidak nyata), kinerja pelayanan, dan pembayaran dengan uang.

  Tumbuh dan berkembangnya hukum kontrak adalah karena adanya asas kebebasan berkontrak (party autonomy), sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Kebebasan itu meliputi kebebasan untuk membuat perjanjian, mengadakan kontrak dengan siapa pun, menentukan isi kontrak, pelaksanaan dan persyaratannya, serta menentukan bentuk kontrak, yaitu lisan atau tertulis.

  17

2. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian

  Aktivitas bisnis pada dasarnya senantiasa dilandasi aspek hukum terkait, ibaratnya sebuah kereta api hanya akan dapat menuju tujuannya apabila ditopang dengan rel yang berfungsi sebagai landasan geraknya. Keberhasilan suatu proses bisnis yang menjadi tujuan para pihak yang berkontrak hendaknya senantiasa memperhatikan aspek kontraktual yang membingkai aktivitas bisnis mereka. 15 Ibid., hlm. 16-17 16 Salim HS, Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm.3 17 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, PT. Raja Grafindo

  Dengan demikian, bagaimana agar bisnis yang dijalankan dapat sesuai dengan tujuan akan berkorelasi dengan struktur kontrak yang dibangun bersama.

  Kontrak akan melindungi proses bisnis para pihak, apabila pertama-tama dan terutama, kontrak tersebut dibuat secara sah karena hal ini menjadi penentu proses hubungan hukum selanjutnya. Pasal 1320 KUH Perdata merupakan suatu instrumen pokok untuk menguji keabsahan kontrak yang dibuat para pihak.

  Di dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut terdapat empat syarat yang

  18

  harus dipenuhi untuk sahnya suatu kontrak, yaitu :

  a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de toestemming van

  degenen die zich verbinden );

  b) Kecakapan untuk membuat perikatan (de bekwaamheid om eene

  verbintenis aan te gaan );

  c) Suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp);

  d) Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan (eene geoorloofde ).

  oorzaak

  Di dalam Pasal 1320 KUH Perdata mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai salah satu syarat keabsahan kontrak. Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk menutup suatu perjanjian atau pernyataan pihak yang satu “cocok” atau bersesuaian dengan pernyataan pihak lain. Pernyataan kehendak tidak harus selalu dinyatakan secara tegas namun dapat dengan tingkah laku atau hal-hal lain yang mengungkapkan

18 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian-Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

19 Kesepakatan yang merupakan kehendak para pihak dibentuk oleh dua

  pernyataan kehendak para pihak.

  unsur, yaitu unsur penawaran dan penerimaan. Penawaran (aanbod; offerte; offer) diartikan sebagai pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk mengadakan perjanjian. Usul ini mencakup esensilia perjanjian yang akan ditutup.

  20 Tawaran

  adalah pernyataan mengenai syarat-syarat yang dikehendaki oleh penawar supaya mengikat. Jika tawaran itu diterima sebagaimana adanya, maka persetujuan itu tercapai.

21 Orang yang ditawari itu tidak dapat menerima tawaran, kecuali jika ia

  mengetahui adanya tawaran itu. Dengan kata lain, suatu tawaran harus dikomunikasikan dengan pihak lain.

22 Di dalam praktik sering terjadi perdebatan mengenai masalah kapan

  terjadinya penawaran. Para pihak yang terlibat dalam negosiasi dapat menyepakati untuk segera mengikatkan diri dalam kontrak. Ada dua syarat agar penawaran mengikat:

  23

  (a) adanya persetujuan pihak yang ditawari untuk menutup kontrak melalui penerimaan; (b) adanya persetujuan dari pihak yang menawarkan untuk terikat apabila ada penerimaan.

  Dengan demikian, unsur yang menentukan agar penawaran mempunyai kekuatan hukum adalah harus ada kepastian penawaran dan keinginan untuk 19 Ibid., hlm.162 20 Ibid. 21 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1980, hlm. 108 22 Ibid., hlm.111 23 Taryana Soenandar, Prinsip-Prinsip Unidroit sebagai Sumber Hukum Kontrak dan terikat. Agar penawaran mengikat seketika apabila ada penerimaan maka dalam penawaran itu harus dimuat dengan tegas tentang persetujuannya. Mengenai kepastian penawaran dapat ditentukan dalam syarat umum atau syarat khusus, seperti : (a) uraian barang atau jasa yang ditawarkan, dan (b) harga barang atau jasa yang pasti

  Suatu penawaran tidaklah berlangsung tanpa batas waktu. Tawaran dapat berakhir dengan cara-cara berikut ini :

  24

  (a) Pencabutan atau pembatalan

  Kemungkinan adanya pencabutan atau pembatalan sewaktu-waktu sampai adanya penerimaan dari pihak lain. Pihak yang menawarkan berhak melakukan ini walaupun ia telah berjanji untuk membuka tawaran itu untuk jangka waktu tertentu, kecuali jika pihak yang menerima tawaran itu telah membayar sejumlah uang atau memberikan prestasi (consideration) lain sebagai imbalan janji yang demikian itu. Penawaran dapat ditarik sebelum waktu yang telah ditentukan, tetapi penarikan itu akan merupakan pelanggaran perjanjian tambahan ini, yaitu jangka waktu yang belum berakhir.

  (b) Lampau waktu

  Suatu tawaran akan menjadi lampau waktu jika pihak yang menawarkan menentukan batas waktu untuk penerimaan, dan pihak lain tidak menerima dalam jangka waktu itu. Jika tidak ada batas waktu yang ditentukan dengan

  24 tegas, tawaran itu akan menjadi lampau waktu setelah jangka waktu yang layak. Layak yang dimaksud adalah tergantung pada keadaan.

  (c) Salah satu pihak meninggal dunia

  Salah satu pihak meninggal dunia sebelum penerimaan, biasanya akan mengakhiri tawaran itu, tentu saja dari saat kapan pihak lain itu mendengar berita kematian tersebut, dan umumnya dari saat kematian. (d)

  Pihak yang ditawari menolak tawaran Apabila pihak yang ditawari menolak tawaran, dia tidak dapat kembali lagi dan mengaku menerima tawaran itu. Tawaran balasan akan berlaku sebagai suatu penolakan. (e)

   Tawaran boleh dilakukan bersyarat Suatu tawaran boleh dilakukan bersyarat pada keadaan-keadaan lain. Jika syarat-syarat itu tidak dipenuhi, tawaran itu akan lampau waktu. Syarat-syarat itu mungkin dinyatakan dengan tegas atau diam-diam. (f)

   Penerimaan dengan menyelesaikan perjanjian Penerimaan dengan menyelesaikan perjanjian akan mengakhiri tawaran. Jika suatu tawaran yang sanggup diterima oleh seorang saja, dilakukan terhadap sekelompok orang, dan seorang menerima tawaran maka tawaran itu berakhir sepanjang sisa dari kelompok berkepentingan.

  Penerimaan (aanvarding; acceptatie; acceptance) merupakan pernyataan

  25

  setuju dari pihak lain yang ditawari. Penerimaan harus terjadi saat tawaran itu masih terbuka. Penerimaan harus bersifat absolut dan tanpa syarat atas tawaran 25 Agus Yudha Hernoko, Op.cit., hlm. 162 itu. Sebagaimana telah diketahui, adanya syarat-syarat lain akan berlaku sebagai penolakan. Penerimaan merupakan penyempurnaan perjanjian dan oleh karena itu, tempat dimana penerimaan itu dilaksanakan merupakan tempat terjadinya

  26 perjanjian.

  Cara melakukan penerimaan boleh dinyatakan dengan kata-kata lisan atau tulisan, atau dapat dinyatakan dengan perbuatan misalnya pihak yang ditawari itu melaksanakan suatu perbuatan khusus yang diperlukan oleh pihak yang

  27

  menawarkan. Sebagai ketentuan umum, penerimaan harus dikomunikasikan dengan pihak yang menawarkan. Tidak ada perjanjian sampai pihak yang menawarkan mengetahui bahwa tawarannya telah diterima. Selain itu, penerimaan harus dikomunikasikan oleh pihak yang ditawari sendiri atau wakilnya yang sah.

  Tidak seperti pembatalan, penerimaan tidak dapat dikomunikasikan oleh pihak

  28 ketiga yang tidak sah, walaupun dapat dipercaya.

  Hal mengenai substansi kesepakatan ini juga diatur secara lebih rinci dalam NBW, sebagaimana diatur di dalam Buku VI, Titel 5 tentang Kontrak Pada Umumnya (Contracts in General; Overeenkomsten in Het Algemeen), Bagian 2 tentang Pembentukan Kontrak (Formation of Contracts; Het tot Stand Komen van

  29 Overeenkomst ). Dalam ketentuan Pasal 6:217 NBW menyatakan bahwa :

  (1) A contract is formed by an offer and its acceptance;

  (2) Articles 219-225 apply unless the offer; another juridical act or usage 26 produce a different result . 27 Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm.115 28 Ibid. 29 Ibid., hlm.116

  Pasal ini menekankan pentingnya kesepakatan sebagai dasar awal pembentukan kontrak. Kesepakatan dimaksud dibentuk oleh dua unsur yang fundamental, penawaran (offer; aanbod) dan penerimaan (acceptance;

  

aanvaarding ). Hal yang sama dipersyaratkan dalam KUH Perdata (vide Pasal

  1320 ayat 1), namun NBW lebih terperinci mengatur kapan terbentuknya suatu kontrak sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 6:219-225 NBW.

  Di dalam hal kecakapan (bekwaamheid-capacity) yang dimaksud dalam

  Pasal 1320 KUH Perdata syarat kedua adalah kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat. Kecakapan untuk melakukan

  30

  perbuatan hukum pada umumnya diukur dari standar, berikut ini : (a) person (pribadi), diukur dari standar usia kedewasaan (meerderjarig); dan (b) rechtspersoon (badan hukum), diukur dari aspek kewenangan

  (bevoegheid) Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum bagi person pada umumnya diukur dari standar usia dewasa atau cukup umur (bekwaamheid-

  

meerderjarig ). Namun demikian, masih terdapat polemik mengenai kecakapan

  melakukan perbuatan hukum yang tampaknya mewarnai praktik lalu lintas hukum di masyarakat. Pada satu sisi sebagian masyarakat masih menggunakan standar usia 21 tahun sebagai titik tolak kedewasaan seseorang dengan landasan Pasal 1330 KUH Perdata jo.330 KUH Perdata. Sementara pada sisi lain mengacu pada 30

  , hlm.184 standar usia 18 tahun, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 47 jo. 50 Undang-

  31 Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

  Menurut Pasal 1329 KUH Perdata, “setiap orang adalah cakap membuat

perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.

  ” Dalam Pasal 1330 KUH Perdata dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan tidak

  32

  cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adalah:

  a) orang-orang belum dewasa; b) mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; c) orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu (substansi ini dihapus dengan SEMA Nomor 3 Tahun 1963 dan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).

  Pasal 330 KUH Perdata menyatakan, bahwa : Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak di bawah kekuasaan orang tua, berada

  di bawah perwalian atas dasar dan denga cara seperti yang diatur dalam bagian 3, 4, 5 dan 6 dalam bab ini.

  Mengenai suatu hal tertentu, adapun yang dimaksud dengan suatu hal atau objek tertentu (een bepaald onderwerp) dalam Pasal 1320 KUH Perdata syarat ketiga adalah prestasi yang menjadi pokok kontrak yang bersangkutan. Hal ini 31 32 Ibid.,

  untuk memastikan sifat dan luasnya pernyataan-pernyataan yang menjadi kewajiban para pihak. Pernyataan-pernyataan yang tidak dapat ditentukan sifat dan luas kewajiban para pihak adalah tidak mengikat (batal demi hukum).

  33 Lebih

  lanjut mengenai hal atau objek tertentu ini dapat dirujuk dari substansi Pasal 1332, 1333, dan 1334 KUH Perdata, sebagai berikut:

  34 a.

  Pasal 1332 KUH Perdata menegaskan : Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian.

  b.

  Pasal 1333 KUH Perdata menegaskan : Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.

  c.

  Pasal 1334 KUH Perdata menegaskan : Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum

  terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjian sesuatu mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang nantinya akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok perjanjian itu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 169, 176, 178.

  Substansi pasal-pasal tersebut memberikan pedoman bahwa dalam berkontrak harus dipenuhi hal atau objek tertentu. Hal ini dimaksudkan agar sifat dan luasnya kewajiban para pihak (prestasi) dapat dilaksanakan oleh para pihak. Bahwa “tertentu” tidak harus dalam artian gramatikal dan sempit harus sudah ada 33 Ibid ., hlm.191 34

  ketika kontrak dibuat, adalah dimungkinkan untuk hal atau objek tertentu tersebut sekadar ditentukan jenis, sedang mengenai jumlah dapat ditentukan kemudian hari Mengenai “kausa yang diperbolehkan” sebagaimana yang dimaksud Pasal 1320 KUH Perdata syarat keempat atau diterjemahkan menjadi “sebab yang

  halal

  ” (eene geoorloofde oorzaak) beberapa sarjana memberikan pengertian antara lain:

  H.F.A Vollmar dan Wirjono Prodjodikoro, memberikan pengertian sebab

  (kausa) sebagai maksud atau tujuan dari perjanjian, sedangkan Subekti menyatakan bahwa sebab adalah isi perjanjian itu sendiri,dengan demikian kausa merupakan prestasi dan kontra prestasi yang saling dipertukarkan oleh para pihak.

  35

3. Asas-asas Hukum Perjanjian

  Di dalam hukum kontrak, dikenal banyak asas, empat asas yang umum dibahas dan digunakan adalah:

  Asas konsensualisme

  Maksud asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, maka lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu.

  36 Apabila menyimak rumusan Pasal 1338 (1) KUH Perdata yang

  menyatakan bahwa: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi 35 Ibid. 36 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

  mereka yang membuatnya

  .” Istilah “secara sah” bermakna bahwa dalam pembuatan perjanjian yang sah (menurut hukum) adalah mengikat (vide Pasal 1320 KUH Perdata), karena di dalam asas ini terkandung “kehendak para pihak” untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan (vertrouwen) diantara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian. Asas kepercayaan vertrouwenleer ) merupakan nilai etis yang bersumber pada moral.

  37 Asas kebebasan berkontrak

  Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

  Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya: a.

  Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak; b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian; c. Bebas menentukan isi atau klausula perjanjian; d. Bebas menentukan bentuk perjanjian; e. Bebas menentukan hukum yang akan digunakan; dan f. Kebebasan-kebebasan lainnya.

  37

  Meski begitu, asas kebebasan berkontrak ini tetap diberikan batas, yakni tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan, Larangan ini berlaku umum di dalam hukum kontrak.

  38 Di dalam Pasal 1338 ayat (1) ini, banyak ahli yang mendapati tiga asas

  dalam pasal ini, yang mana asas-asas tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Adapun asas-asas itu ialah: a.

  Pada kalimat “semua perjanjian dibuat secara sah” menunjukkan asas kebebasan berkontrak b.

  Pada kalimat “berlaku sebagai undang-undang” menunjukkan asas kekuatan mengikat atau yang disebut asas pacta sunt servanda.

  c.

  Pada kalimat “bagi mereka yang membuatnya” menunjukkan asas personalitas.

  Kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 (1) tersebut sangat ideal jika para pihak yang terlibat dalam suatu kontrak memiliki posisi tawar (bargaining position) seimbang antara satu dengan yang lain.

  39 Apabila

  dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang, pihak yang lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas untuk menentukan apa yang diinginkan di dalam perjanjian.

  Asas mengikatnya kontrak

  Setiap orang yang membuat kontrak, maka ia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut, karena kontrak berisi janji-janji yang harus dipenuhi, dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang sesuai 38 Ahmadi Miru, Op.cit., hlm.10 39 Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program

  Pasal 1338 ayat (1). Maka mengikatnya kontrak, dapat dilihat dari kalimat “berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas itikad baik Merupakan salah satu asas yang dikenal di dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang itikad baik ini diatur di dalam Pasal 1338 ayat (3) bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Sedangkan Arrest H.R. di negeri Belanda memberikan peranan tertinggi terhadap itikad baik dalam tahap pra perjanjian. Dalam hukum kontrak, iktikad baik memiliki tiga fungsi:

  1. mengajarkan bahwa seluruh kontrak harus ditafsirkan sesuai dengan iktikad baik.

  2. fungsi menambah (aanvullende werking van de goede trouw) 3. fungsi membatasi dan meniadakan (beperkende en derogerende werking van de goede trouw ).

  Asas ini begitu penting sehingga dalam perundingan-perundingan atau perjanjian yang akan dibuat para pihak, kedua belah pihak harus berhadapan di dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh itikad baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lanjut dimana para pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak, atau masing-masing pihak harus menaruh perhatian cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan itikad baik.

  40

4. Subjek dan Objek dalam Perjanjian

  Seperti yang telah diketahui bahwa perjanjian timbul akibat adanya hubungan hukum antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang tertentu. Masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi pihak kreditur dan seorang lagi sebagai pihak debitur. Kreditur dan debitur itulah yang menjadi subjek perjanjian.

41 Sesuai dengan teori dan praktek hukum, kreditur dan debitur terdiri dari : a.

  Natuurlijke persoon atau manusia tertentu Kepribadian hukum telah melekat pada diri manusia sejak manusia itu lahir dan berakhir sejak kematiannya. Bahkan sebelum lahir, jiwa manusia itu sudah dilindungi oleh hukum pidana, ia juga mempunyai hak milik, dan dapat dilakukan gugatan karena kelalaian jika timbul kerugian pada seorang ibu yang hamil disebabkan karena obat-obatan atau kecelakaan di jalan raya, yang memengaruhi si anak.

  42 Apabila si

  anak meninggal, kepribadian itu berlangsung terus dalam arti bahwa hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang luar biasa boleh diteruskan oleh orang yang mewakilinya atau walinya, tetapi ini hanya untuk

  40 J.M. van Dunne dan van der Burght, Gr, Perbuatan Melawan Hukum, Dewan Kerja

Sama Ilmu Hukum Belanda Dengan Indonesia, Proyek Hukum Perdata, Ujungpandang, 1988,

dalam buku Ahmadi Miru yang berjudul “Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 5 41 M. Yahya Harahap, Op.cit.,hlm.15 42 tujuan penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sampai akhir hayatnya.

  43 b.

  Rechts persoon atau badan hukum Hukum juga memberikan kepribadian hukum kepada sekelompok orang bersama-sama dan menciptakan suatu manusia buatan. Ini dikenal sebagai “badan hukum”. Suatu badan hukum yang dihasilkan memiliki kepribadian yang seluruhnya terpisah dari anggota- anggotanya dan kewenangannya sama dengan manusia pribadi. Misalnya ia dapat memperoleh hak milik dan mengadakan perjanjian- bahkan dengan anggota-anggotanya atas nama sendiri.

5. Jenis-jenis Perjanjian dan Jenis Perjanjian Kerjasama EDC

  Perjanjian Bernama

  Pasal 1319 KUH Perdata menyebutkan dua jenis perjanjian, yaitu perjanjian yang oleh undang-undang diberikan suatu nama khusus, yang disebut dengan perjanjian bernama (benoemde atau nominaatcontracten). Nama yang dimaksud adalah nama-nama yang diberikan oleh undang-undang, seperti : jual- beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perjanjian wesel, perjanjian asuransi, dan lain-lainnya. Perjanjian bernama ini diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari.

  44 Di

  samping undang-undang memberikan nama tersendiri, undang-undang juga memberikan pengaturan secara khusus atas perjanjian-perjanjian bernama. Dari 43 Ibid. 44 Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti,

  contoh-contoh tersebut terlihat bahwa perjanjian bernama tidak hanya terdapat di dalam KUH Perdata saja, tetapi juga di dalam KUHD, bahkan di dalam undang- undang yang tersendiri.

  Jenis perjanjian kerjasama dalam penyediaan EDC yang melibatkan pihak bank sebagai pemilik mesin EDC dengan pedagang (merchant) sebagai pelaku usaha adalah perjanjian kerjasama sewa-menyewa.Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut

  

45

terakhir itu disanggupi pembayarannya.

  M. Yahya Harahap mengemukakan bahwa, “sewa-menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang yang hendak disewa kepada

  46 penyewa untuk dinikmati sepenuhnya (volledige genot).

  Sewa-menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat perseorangan dan bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa-menyewa ini kepemilikan terhadap objek sewa tersebut tidaklah

  47 beralih kepada penyewa tetapi tetap menjadi hak milik dari yang menyewakan.

  Sewa-menyewa merupakan salah satu contoh dari perjanjian timbal-balik atau juga disebut perjanjian bilateral. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban-kewajiban (dan karenanya hak juga) kepada kedua belah pihak, dan hak serta kewajiban itu mempunyai hubungan satu dengan 45 46 Lihat Pasal 1548 KUH Perdata 47 M. Yahya Harahap, Op.cit., hlm.19 .,hlm.19 lainnya. Yang dimaksud dengan “mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lai n” adalah, bahwa bilamana dalam perikatan yang muncul dari perjanjian tersebut, yang satu mempunyai hak, maka pihak yang lain berkedudukan sebagai

  48 pihak yang memikul kewajiban.

  Dalam aktivitas sehari-hari umumnya dibedakan pula pengertian antara kontrak dan sewa. Kata kontrak lebih menunjukkan adanya kepastian jangka waktu dan biasanya lebih lama. Lain halnya sewa. Di dalam sewa belum ada kepastian waktu, atau cenderung dalam pengertian sewa harian atau bulanan.

  Dengan demikian, ada pengertian yang masih rancu antara kontrak dan sewa. Seperti yang diketahui bahwa definisi kontrak adalah suatu perjanjian yang

  49 dituangkan dalam tulisan atau perjanjian tertulis atau surat.

  Sewa-menyewa, seperti halnya dengan jual-beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya adalah suatu perjanjian konsensual yang artinya ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga.

  Sesuai dengan ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata, perjanjian dapat timbul dari persetujuan dan undang-undang. Di dalam perjanjian sewa-menyewa yang dilakukan antara para pihak yang membuat kontrak yaitu bank acquirer dengan pedagang (merchant), jenis perjanjian atau kontrak yang digunakan adalah kontrak baku atau standard contract. Kontrak baku adalah kontrak yang klausul- klausulnya telah ditetapkan atau dirancang oleh salah satu pihak. 48 49 J. Satrio, Op.cit., hlm.7

  I G Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak-Contract Drafting Teori dan Praktek,

  Perjanjian Tidak Bernama

  Di luar perjanjian bernama, tumbuh pula perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Misalnya perjanjian sewa-beli, fidusia, joint venture, franchise.

  Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian atau partij autonomy.

  Perjanjian campuran

  Perjanjian campuran atau contractus sui generis ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa-menyewa) tetapi juga menyajikan makanan (jual-beli) dan juga memberikan pelayanan. Dalam perjanjian campuran ada berbagai paham:

  50 1.

  Paham pertama mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada (contractus kombinasi) 2. Paham kedua mengatakan ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan (teori

  absorbsi ).

50 Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Op.cit., hlm.68

B. Pihak-pihak di dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama

  1. Pengertian dan Dasar Hukum Penerbit Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan kontrak dengan siapa saja yang dikehendaki sepanjang orang tersebut tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan kontrak. Pihak-pihak dalam kontrak ini dapat berupa orang- perorangan atau badan usaha yang berbadan hukum. Di dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama di bidang penyediaan mesin EDC, pihak-pihak yang dapat terlibat adalah :

  Bank

  Bank berbicara tentang lembaga perbankan, ada dua istilah yang perlu dijelaskan lebih dahulu yaitu perbankan dan bank. Perbankan dan bank diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan. Ketentuan di dalam Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Perbankan menyebutkan bahwa : “Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.” Sedangkan pada angka 2 pasal tersebut ditentukan bahwa : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk- bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

  Kata Bank berasal dari bahasa Italy “banca”, yang berarti bence, yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab pada zaman pertengahan, pihak bankir Italia yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan

  51 duduk di bangku-bangku di halaman pasar.

  Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut dengan hukum perbankan (Banking Law). Hukum ini merupakan seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan

  52 dunia perbankan tersebut.

  Dalam perkembangan dewasa ini, istilah bank dimaksudkan sebagai suatu jenis pranata finansial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup beraneka ragam, seperti pinjaman, memberi pinjaman, mengedarkan mata uang, mengadakan pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan untuk benda-benda berharga, membiayai usaha-usaha perusahaan dan termasuk menyediakan alat transaksi.

  Ada berbagai jenis bank jika dilihat dari beberapa segi, yaitu segi fungsi,

  53 kepemilikan, kegiatan-kegiatan, status, dan cara menentukan harga.

  51 52 Munir Fuady, Op.cit., hlm. 13

54 Jenis Bank berdasarkan fungsinya : a.

  Bank Sentral yaitu Bank Indonesia. Bank bertugas mengatur kebijakan dalam bidang keuangan (moneter) dan pertumbuhan perekonomian di Indonesia.

  b.

  Bank Umum yaitu Bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

  c.

  Bank Perkreditan Rakyat yaitu Bank yang dapat menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, atau bentuk yang lain.

  d.

  Bank Umum yang khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yaitu melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah atau pengusaha kecil, pengembangan ekspor non migas, pembangunan perumahan.

  

55

Jenis Bank berdasarkan kepemilikannya : a.

  Bank milik pemerintah yaitu bank yang akte pendiriannya maupun modal bank ini sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga keuntungannnya dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh bank milik pemerintah yang ada saat ini adalah Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara. Contoh bank milik pemerintah daerah

54 Ruddy Tri Santoso, Mengenal Dunia Perbankan, Andi Offset, Yogyakarta, 1996,

  hlm.4-5 55 antara lain Bank DKI, Bank Jabar, Bank Sumut, Bank Jatim, Bank Riau, Bank DIY, Bank Riau, Bank Sulawesi, Bank Nusa Tenggara Barat b. Bank milik swasta nasional yaitu bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional, sehingga keuntungannya menjadi milik swasta pula. Contoh bank milik swasta nasional antara lain Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Mega, Bank Danamon, Bank Bumi Putra, Bank Internasional Indonesia, Bank Niaga, dan Bank Universal.

  c.

  Bank milik koperasi merupakan bank yang kepemilikan saham-sahamnya oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Contoh bank milik koperasi adalah Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin).

  d.

  Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, atau seluruh sahamnya dimiliki oleh pihak asing (luar negeri). Contoh bank milik asing antara lain ABN AMRO Bank, American Express Bank, Bank of America, Bank of Tokyo, Bangkok Bank, City Bank, Hongkong Bank, dan Deutsche Bank.

  e.

  Bank milik campuran merupakan bank yang sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional dan secara mayoritas sahamnya dipegang oleh Warga Negara Indonesia. Contoh bank campuran adalah Bank Finconesia, Bank Merincorp, Bank PDFCI, Bank Sakura Swadarma, Ing Bank, Inter Pacifik Bank, dan Mitsubishi Buana Bank.

56 Jenis Bank menurut kegiatannya :

  56 a.

  Corporate Bank yaitu Bank untuk pelayanan berskala besar.

  b.

  Retail Bank yaitu Bank untuk pelayanan berskala kecil.

  c.

  Retail Corporate Bank untuk pelayanan berskala besar dan kecil. Jenis Bank menurut status dan kedudukannya : a.

  Bank Devisa yaitu bank yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan. Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam skala internasional.

  b.

  Bank Non Devisa yaitu Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani transaksi-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain : volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing. Jenis Bank menurut cara menentukan harga : a.

  Bank berdasarkan prinsip konvensional (Barat) adalah bank yang mendapatkan keuntungan dengan cara menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Harga untuk pinjaman (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga, sedangkan penetapan keuntungan untuk jasa bank lainnya ditetapkan biaya dalam nominal atau persentase tertentu. Umumnya hampir semua bank yang ada di Indonesia menerapkan prinsip kerja konvensional ini.

  b.

  Bank berdasarkan prinsip syariah (Islam) adalah bank yang menentukan harga dan mencari keuntungan dengan didasarkan kepada prinsip bagi hasil. Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianut. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga, sedangkan bank konvensional dengan sistem bunga.

  Untuk dapat melaksanakan perjanjian kerjasama maka Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) menentukan bahwa pihak yang bersangkutan haruslah merupakan acquirer.

  Pengertian acquirer yang terdapat dalam Pasal 1 angka 7 yang menyatakan bahwa

  acquirer adalah bank atau lembaga selain bank yang: a.

  Melakukan kerja sama dengan pedagang sehingga pedagang mampu memproses transaksi dari Uang Elektronik yang diterbitkan oleh pihak selain acquirer yang bersangkutan; dan b. Bertanggungjawab atas penyelesaian pembayaran kepada pedagang.

  Pihak selain acquirer sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a Pasal 1 angka 7 adalah Penerbit (issuer) baik itu berbentuk bank ataupun lembaga selain

  

57

  bank yang menerbitkan uang elektronik. Meskipun issuer dan acquirer kedua- 57 Lihat Pasal 1 angka 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang

  

Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik duanya adalah bank atau lembaga selain bank, tetapi tidak harus dengan bank yang sama, keduanya bisa berbeda. Di samping menjadi penerbit uang elektronik,

  

issuing bank dapat menjadi acquiring bank. Acquiring bank adalah Bank yang

memiliki dan menyediakan penyewaan mesin EDC.

  Saat ini bank yang dapat menjadi acquirer yang mendukung transaksi nontunai adalah bank umum milik negara, bank umum milik swasta, dan bank milik pemerintah daerah. Beberapa bank umum yang telah menjadi penerbit (issuer) adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Bank Mandiri Tbk dan beberapa bank swasta seperti PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Mega Tbk, PT Bank Permata Tbk, dan PT Bank National Nobu. Sedangkan untuk bank pembangunan daerah (BPD) yang telah menggunakan uang elektronik adalah Bank DKI Jakarta.

  Lembaga Selain Bank

  Di samping itu, badan usaha yang sudah berbadan hukum yang termasuk lembaga bukan bank juga dapat menjadi acquirer yang menyediakan produk transaksi nontunai. Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa lembaga selain bank adalah badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan bank.

Dokumen yang terkait

1.1 Latar Belakang - Pengaruh Promosi Jabatan dan Pemberian Insentif Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Bank Sumut Kantor Cabang Utama Medan)

0 0 8

Pengaruh Promosi Jabatan dan Pemberian Insentif Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Bank Sumut Kantor Cabang Utama Medan)

0 1 13

Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Toyota New Avanza (Studi Kasus Pada Auto 2000 Sm. Raja Medan)

1 1 15

Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Toyota New Avanza (Studi Kasus Pada Auto 2000 Sm. Raja Medan)

0 0 13

Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Antara Tahun 2012 Dengan 2015

0 1 15

BAB II PENGATURAN INDUK PERUSAHAAN DAN ANAK PERUSAHAAN DI INDONESIA E. Sejarah Singkat Perusahaan Grup - Hubungan Induk Perusahaan Dan Anak Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia Menurut U

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hubungan Induk Perusahaan Dan Anak Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia Menurut Uu No. 5 Tahun 1999

0 0 18

Hubungan Induk Perusahaan Dan Anak Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia Menurut Uu No. 5 Tahun 1999

0 0 11

BAB II PERKEMBANGAN GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA A. Perkembangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia - Perkembangan Gratifikasi Sebagai Tindak Pidana Korupsi Menurut

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perkembangan Gratifikasi Sebagai Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

0 0 26