BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi dan Jenis Bank 1. Definisi Bank - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Agunan Pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Syariah Karya Medan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi dan Jenis Bank

  1. Definisi Bank

  Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Kamus Perbankan Bank Indonesia, 1999).

  Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), Bank didefinisikan sebagai badan usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang dl masyakarat, terutama memberikan kredit dan jasa, serta lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

  Sedangkan menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan pasal 1, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

  2. Jenis Bank

  Perkembangan perekonomian Indonesia diikuti oleh laju pertumbuhan industri perbankan yang ada. Berbagai jenis bank hadir dengan konsep pelayanan terbaik untuk menarik dana dari masyarakat dan juga menyalurkannya kembali. Bank-bank tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan fungsi, kepemilikan dan jenis kelompok lainnya.

  Adapun jenis-jenis bank, yaitu: (Kasmir, 2003:19-30)

  a. Dilihat dari segi fungsinya, yaitu: bank umum, bank perkreditan rakyat (BPR).

  b. Dilihat dari segi kepemilikan, yaitu: bank milik pemerintah, bank milik swasta nasional, bank milik asing, bank milik campuran, c. Dilihat dari segi status, yaitu: bank devisa, bank non devisa,

  d. Dilihat dari segi cara menentukan harga, yaitu

  1. Menetapkan bunga sebagai harga jual, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito.

  2. Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan konvensional menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau persentase tertentu seperti biaya provisi, sewa, iuran dan biaya-biaya lainya.

2.1.2 Kredit

1. Definisi Istilah kredit berasal dari bahasa latin “credere” yang berarti kepercayaan.

  Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur atau pihak yang memberikan kredit (bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah penerima kredit) mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat- syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan (Usman, 2003:236).

  Dalam Kamus Perbankan Bank Indonesia (1999), Kredit didefinisikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

  Menurut Peraturan Bank Indonesia nomor 14/ 15 /PBI/2012 Tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 5 dijelaskan bahwa

  “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga,” termasuk:

  a. Cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari, b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang, dan c. Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.

  Kredit dilaksanakan dengan membuat perjanjian kredit antara pihak peminjam dengan pihak pemilik dana/ bank guna menjaga terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan oleh ke-dua pihak.

  “Perjanjian kredit bank tidak identik dengan perjanjian pinjam-meminjam uang. Dasar hukumnya dilandaskan kepada persetujuan atau kesepakatan antara bank dan calon debiturnya sesuai dengan asas kebebasan ber kontrak (Usman, 2001:263)”. Perjanjian kredit mendapat perhatian khusus, baik oleh bank maupun oleh nasabah karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaannya, maupun penatalaksanaan kredit itu sendiri. Menurut Wardoyo(1992:64-69), pemberian kredit mempunyai fungsi yaitu: a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan,

  b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur, dan c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.

2. Tujuan Kredit

  Dalam pelaksanaannya, kredit perbankan melibatkan beberapa pihak, yaitu: bank, debitur, otorita atau pemerintah, dan masyarakat. Masing-masing pihak memiliki tujuan yang berbeda dalam mengaplikasikan kredit tersebut. Adapun tujuan-tujuan kredit tersebut adalah sebagai berikut: (Tjoekam, 1999: 3)

  a. Bagi Bank

  1. Kredit merupakan sumber utama pendapatannya,

  2. Pemberian kredit merupakan perangsang pemasaran produk-produk lainnya dalam persaingan,

  3. Perkreditan merupakan instrument penjaga likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas bank, dan

  4. Bank dapat meningkatkan kemampuan para karyawannya untuk lebih mengenal kegiatan usaha secara riil di berbagai sektor ekonomi.

  b. Bagi Debitur

  1. Kredit berfungsi sebagai sarana untuk membuat kegiatan usaha makin lancar dan performance (kinerja) usaha semakin baik dari sebelumnya,

  2. Kredit meningkatkan minat berusaha dan keuntungan sebagai jaminan kelanjutan kehidupan perusahaan, dan

  3. Kredit memperluas kesempatan berusaha dan bekerja dalam perusahaan.

  c. Bagi Otorita

  1. Kredit berfungsi sebagai instrumen moneter,

  2. Kredit berfungsi untuk menciptakan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja dan sebagai sumber-sumber pendapatan negara, dan

  3. Kredit berfungsi sebagai instrumen untuk ikut serta meningkatkan mutu manajemen dunia usaha, sehingga terjadi efisiensi dan mengurangi pemborosan di semua lini.

  d. Bagi Masyarakat

  1. Kredit dapat menimbulkan backward dan foreward linkage dalam kehidupan perekonomian,

  2. Kredit mengurangi pengangguran, karena membuka peluang berusaha, bekerja, dan pemerataan pendapatan, dan

  3. Kredit meningkatkan fungsi pasar, karena ada peningkatan daya beli.

3. Jenis-jenis Kredit

  Kredit tentunya merupakan urat nadi kehidupan bagi perbankan. Pendapatan utama bank adalah berasal dari kredit yang disalurkan oleh bank kepada masyarakat. Adapun jenis-jenis kredit didalam perbankan adalah: (Djumhana, 2000:374)

  a. Kredit menurut kelembagaan, yaitu: kredit perbankan, kredit likuiditas, kredit langsung, dan kredit pinjaman antar bank, b. Kredit menurut jangka waktu, yaitu: kredit jangka pendek (Short term loan), kredit jangka menengah (medium term loan) dan kredit jangka panjang, c. Jenis kredit menurut penggunaannya, yaitu: kredit konsumtif, kredit produktif baik kredit investasi, ataupun kredit eksploitasi dan perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif (semi konsumtif dan semi produktif),

  d. Jenis kredit menurut keterikatannya dengan dokumen, yaitu: kredit ekspor dan kredit impor, e. Jenis kredit menurut aktivitas perputaran usaha, yaitu: kredit kecil, kredit menengah dan kredit besar, dan f. Jenis kredit menurut jaminannya, yaitu: kredit tanpa jaminan atau kredit blanko (unsecured loan) dan kredit dengan jaminan (secured loan).

4. Prinsip-prinsip Penilaian Kredit

  Sebelum kredit diberikan kepada debitur, pihak bank perlu melakukan penilaian terhadap debitur dengan menggunakan prinsip kehati-hatian sehingga dapat mengurangi tingkat resiko dari kredit yang akan diberikan kepada calon debitor. Prinsip kehatian-hatian tersebut kemudian di susun kedalam prinsip 5C, yaitu: (Kasmir, 2004:104)

  a. Character Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-banar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan, cara hidup atau gaya hidup, keadaan keluarga, berdasarkan ukuran kemauan membayar.

  b. Capacity Dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis atau menjalankan usahanya, kemampuannya memahami tentang ketentuan pemerintah, serta kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan . c. Capital Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan ukuran lainnya.

  d. Collateral Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi dari kredit yang diberikan.

  Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika tejadi suatu masalah maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.

  e. Condition of Economy Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta prospek usaha dari sektor yang dijalankan. Penilaian prospek usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah sangat kecil.

  Selain memperhatikan hal-hal di atas, bank dalam memberikan kredit, juga menerapkan prinsip 7P, antara lain: (Salim, 2004:104) a. Personality

  Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkahlakunya sehari- hari maupun masa lalunya.

  b. Party (Para Pihak) Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap pemberian kredit. Untuk itu bank sebagai pihak pemberi kredit harus memperoleh suatu kepercayaan terhadap debitur. c. Purpose (Tujuan) Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah.

  d. Payment (Pembayaran) Merupakan ukuran bagaimana cara debitur mengembalikan kredit yang telah diambil, sehingga dengan demikian diharapkan bahwa kredit yang akan diberikan tersebut dapat dibayar kembali oleh debitur yang bersangkutan.

  e. Profitability (Perolehan Laba) Untuk menganalisis bagaimana kemampuan debitur dalam mencari laba.

  f. Protection (Perlindungan) Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang, orang, atau jaminan asuransi.

  g.

   Prospect

  Yaitu untuk menilai usaha debitur dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak, hal ini penting mengingat jika fasilitas kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospect, bukan hanya bank yang akan rugi tetapi juga nasabah.

2.1.3 Agunan/ Jaminan

1. Definisi

  Agunan merupakan hal yang paling utama dimiliki oleh debitur dalam meyakinkan pihak bank atas dana yang akan disalurkannya. Dalam Kamus Perbankan Bank Indonesia (1999) diungkapkan bahwa “Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah

  .” Sementara itu, jaminan didefinisikan sebagai harta yang ditempatkan sebagai agunan untuk pembayaran atau kesanggupan atas suatu kewajiban; aset ini adalah milik peminjam; jika peminjam gagal memenuhi kewajibannya, aset ini akan diambil alih oleh bank dan akan dijual untuk memenuhi perjanjian kontraknya; jaminan yang biasanya dapat digunakan sebagai agunan kredit ialah barang dagangan, surat berharga, aktiva tidak berwujud, dan hasil usaha; kas agunan yang dijaminkan kepada bank dapat pula berupa aset yang didanai, seperti kredit dijamin dengan persediaan atau piutangnya; pada pemberian kredit, rumah yang dibeli dijadikan sebagai agunannya.

  Pemberian kredit yang dilakukan oleh Bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya harus dapat memberikan perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima kredit serta pihak yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga jaminan hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

  Sejak berlakunya UUPA yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 pada tanggal 24 September 1960, Hipotik dan Creditverband sebagai lembaga jaminan atas tanah dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan Hak Tanggungan. Agunan kredit dapat juga diartikan sebagai Real Property yang dimiliki oleh calon debitur atau debitur yang dijadikan sebagai jaminan dikarenakan perjanjian kredit secara hukum yang berlaku. “Real Property didefinisikan sebagai kepemilikan atas kepentingan hukum yang melekat pada real estate atau hubungan hukum penguasaan yuridis oleh pemilik atas real estate

  .” Hubungan hukum tersebut biasanya tercatat di dalam suatu dokumen, misalnya sertifikat kepemilikan atau perjanjian sewa. Oleh karena itu, properti merupakan suatu konsep hukum yang berbeda dengan real estate, dimana real

  estate mewakili aset secara fisik. Real Property meliputi semua hak, hubungan- hubungan hukum dan manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan real estate.

  Sebaliknya, real estate meliputi tanah dan bangunan itu sendiri, segala benda yang secara alamiah terdapat di atas tanah dan melekat pada tanah, seperti bangunan dan bentuk pengembangan lainnya.(Standar Penilai Indonesia, 2013:1)

  Adapun hak-hak penguasaan atas tanah yang berdasarkan UU PA No. 5 tahun 1960 adalah: (Limbong, 2011: 107-113)

  a. Hak Milik

  Hak milik dapat dijadikan jaminan hutang, hak milik dapat digadaikan, hak milik dapat dialihkan kepada orang lain melalui jual-beli, hibah, wasiat, dan tukar menukar, hak milik dapat dilepaskan dengan sukarela, dan hak milik dapat diwakafkan. Selain itu, hak milik dapat dialihkan dan dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan utang.

  b. Hak Guna Bangunan (HGB)

  Adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, serta dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan utang.

  c. Hak Guna Usaha (HGU) Adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

  Obyek hak adalah tanah yang diusahakan dalam bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. HGU dapat beralih, dialihkan dan dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan hutang. HGU diberikan negara dengan keputusan dari instansi BPN.

  d. Hak Pakai

  Adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya. Hak pakai dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan utang. Bila pemegang hak pakai meninggal dunia, hak pakai jatuh kepada ahli warisnya.

  e. Hak Pengelolaan

  Ciri khasnya adalah jangka waktu tidak terbatas dan tidak dapat dijadikan agunan kepada pihak manapun.

  Sementara itu, hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain.

  Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 yang dikenal sebagai Undang- Undang Hak Tanggungan yang diatur adalah hak tanggungan yang obyeknya menyangkut masalah tanah saja, hal ini karena berhubungan dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA) yang merupakan dasar hukumnya.

2. Jenis Agunan

  Kredit yang dilaksanakan oleh bank tentunya membutuhkan agunan sebagai salah satu syarat pemberian kredit. Agunan dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Adapun jenis agunan yang dapat diperhitungkan sebagai Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA), yaitu: (Peraturan Bank Indonesia No. 14/ 15 /PBI/2012)

  a. Surat berharga dan saham yang aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia atau memiliki peringkat investasi dan diikat secara gadai,

  b. Tanah yang dibebankan Hak Tanggungan, termasuk bangunan, tanaman, dan hasi karya yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan,

  c. Pesawat udara atau kapal laut dengan ukuran di atas dua puluh (20) meter kubik yang diikat dengan hipotek dan atau d. Kendaraan bermotor atau persediaan yang diikat secara fidusia.

  Agar agunan-agunan tersebut diatas sah menurut hukum yang berlaku, maka perlu diperlengkapi dengan: (Peraturan Bank Indonesia No. 14/ 15 /PBI/2012 Pasal 44)

  a. Dilengkapi dengan hukum yang sah,

  b. Diikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga memberikan hak preferensi bagi bank, dan c. Dilindungi asuransi dengan

  banker’s clause yaitu klausula yang memberikan

  hak pada bank untuk menerima uang pertanggungan dalam hal terjadi pembayaran klaim.

3. Fungsi Agunan

  Dalam rangka pemberian kredit perbankan, calon debitur disyaratkan oleh bank untuk menyerahkan agunan sehubungan dengan permohonan kredit yang diajukan kepada bank. Debitur sering kali diminta untuk menyerahkan tambahan agunan karena suatu alasan. Terhadap suatu objek agunan yang akan diterimanya, bank melakukan penilaian terhadap agunan tersebut agar mendapatkan nilai yang pantas dan layak terhadap agunan tersebut yang berpengaruh juga terhadap jumlah kredit yang diajukan.

  Begitu pentingnya agunan dalam suatu pengikatan kredit menggambarkan sikap kehati-hatian bank terhadap kredit yang diberikannya kepada debitor.

  Adapun fungsi daripada agunan itu sendiri adalah: (Suyatno, 1995: 88) a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank (kreditur) untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut, apabila nasabah (debitur) melakukan cidera janji, yaitu tidak membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

  b. Menjamin agar nasabah atau debitur berperan serta di dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan sendiri atau perusahaannya, dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian diperkecil terjadinya.

c. Memberi dorongan kepada debitur untuk memenuhi perjanjian kredit.

  Khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar ia tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.

2.1.4 Properti berupa Tanah dan Bangunan sebagai Agunan

  Selain menjadi kebutuhan utama manusia, tanah saat ini dijadikan sebagai komoditi dari para pemilik modal dalam rangka mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Permintaan tanah yang terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan tanah menjadi barang komoditi yang saat ini banyak dicari. Tanah yang dimiliki oleh setiap orang akan digunakan sesuai dengan kebutuhannya yang dalam hal ini digunakan sebagai agunan kredit beserta bangunan yang berada diatasnya.

  “Tanah beserta apapun yang berada diatasnya atau yang melekat diatasnya baik tanaman, bangunan atau yang lainnya disebut dengan real estate. Sementara itu, semua hak atau hubungan-hubungan hukum dan manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan real estate disebut dengan Real Property

  .” (Standar Penilai Indonesia, 2013)

  Penguasaan atas satu bidang tanah oleh setiap orang (warga negara) diatur oleh pemerintah agar menjaga tidak terjadinya konflik horizontal yang dapat diakibatkan karena masalah kepemilikan atas satu bidang tanah tersebut. Adapun hak-hak penguasaan atas tanah yang berdasarkan UU PA No. 5 tahun 1960 adalah: (Limbong, 2011: 107-113)

  1. Hak Milik

  Hak milik dapat dijadikan jaminan hutang, hak milik dapat digadaikan, hak milik dapat dialihkan kepada orang lain melalui jual-beli, hibah, wasiat, dan tukar menukar, hak milik dapat dilepaskan dengan sukarela, dan hak milik dapat diwakafkan. Selain itu, hak milik dapat dialihkan dan dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan utang.

  2. Hak Guna Bangunan (HGB)

  Adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, serta dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan utang.

  3. Hak Guna Usaha (HGU) Adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

  Obyek hak adalah tanah yang diusahakan dalam bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. HGU dapat beralih, dialihkan dan dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan hutang. HGU diberikan negara dengan keputusan dari instansi BPN.

  4. Hak Pakai

  Adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya. Hak pakai dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan utang. Bila pemegang hak pakai meninggal dunia, hak pakai jatuh kepada ahli warisnya.

  5. Hak Pengelolaan

  Ciri khasnya adalah jangka waktu tidak terbatas dan tidak dapat dijadikan agunan kepada pihak manapun.

  Tanah yang dijadikan Sementara itu, hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain.

  Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 yang dikenal sebagai Undang- Undang Hak Tanggungan yang diatur adalah hak tanggungan yang obyeknya menyangkut masalah tanah saja, hal ini karena berhubungan dengan Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA) yang merupakan dasar hukumnya.

  Bangunan yang berada diatas tanah menjadi satu kesatuan dengan tanah, tidak dapat dipisahkan apakah hanya tanah saja atau bangunan saja dalam penggunaannya sebagai agunan. Bangunan yang dijadikan sebagai agunan harus memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau sekurang-kurangnya bukti pengajuan permohonan IMB yang dikeluarkan instansi yang berwenang (Ginting, 2005:17).

2.1.5 Harga, Biaya, Pasar, Dasar Nilai, Nilai dan Nilai Pasar

  Definisi dari harga, biaya, pasar, dasar nilai, nilai dan nilai pasar menurut Standart Penilaian Indonesia (SPI dan KEPI) 2013 adalah:

  1. Harga adalah Sejumlah uang yang diminta, ditawarkan, atau dibayarkan untuk suatu aset. Karena kemampuan keuangan, motivasi atau kepentingan khusus dari pembeli atau penjual, harga yang dibayarkan mungkin berbeda dengan nilai aset tersebut berdasarkan anggapan pihak lain.

  2. Biaya adalah sejumlah uang yang diperlukan untuk memperoleh atau menciptakan suatu aset. Ketika aset telah diperoleh atau diciptakan, biaya merupakan suatu fakta. Harga berhubungan dengan biaya, karena harga yang dibayar untuk suatu aset menjadi biaya bagi pembeli.

  3. Pasar adalah lingkungan dimana barang dan jasa diperdagangkan antara pembeli dan penjual melalui mekanisme harga. Konsep pasar menyiratkan bahwa barang dan jasa dapat diperdagangkan antara pembeli dan penjual tanpa adanya pembatasan atas kegiatannya. Setiap pihak akan merespon hubungan permintaan-penawaran dan faktor pembentuk harga lainnya, selain faktor pengetahuan dan pemahaman setiap pihak itu sendiri, pemahaman akan kegunaan relatif dari barang dan/atau jasa serta kebutuhan dan keinginan individu. Pasar dapat bersifat lokal, nasional, regional atau internasional.

  4. Dasar Nilai adalah suatu pernyataan dari asumsi pengukuran yang fundamental dalam suatu penilaian.

  5. Nilai adalah Suatu opini dari manfaat ekonomi atas kepemilikan aset atau harga yang paling mungkin dibayarkan untuk suatu aset dalam pertukaran, sehingga nilai bukan merupakan fakta. Aset diartikan sebagai barang dan jasa.

  6. Nilai Pasar didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang yang dapat diperoleh dari hasil penukaran suatu aset atau liabilitas pada tanggal penilaian, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, dimana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan.

2.1.6 Penilai dan Penilaian

1. Penilai

  Dalam kaitannya dengan menentukan nilai dari suatu properti atau agunan, tentunya melibatkan orang-orang yang berkompetensi dibidangnya dan juga memahami proses kerja dalam memberikan nilai. Didalam SPI dan KEPI (2013) tentang kode etik penilaian diungkapkan definisi

  “Penilai yaitu seseorang yang memiliki kualifikasi, kemampuan dan pengalaman dalam melakukan kegiatan praktek penilaian untuk mendapatkan nilai ekonomis sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.

  ” Penilai terdiri dari:

  a. Tenaga penilai adalah seseorang yang telah lulus pendidikan di bidang penilaian yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai, lembaga pendidikan lain yang diakreditasi oleh Asosiasi Profesi Penilai, atau lembaga pendidikan formal, b. Penilai bersertifikat adalah seseorang yang telah lulus ujian sertifikat di bidang penilaian yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai, dan c. Penilai publik adalah penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan.

  Dalam pelaksanaan tugas penilaian didalam menilai agunan kredit pada bank, Perturan Bank Indonesia No. 14/ 15/ PBI/ 2013 Tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, Bab V Penyisihan Penghapusan Aset dan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai, Pasal 45 mengungkapkan bahwa “Penilai dibagi menjadi 2 bagian berdasarkan jumlah pinjamannya, yaitu: a. Penilai independen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (7) untuk

  Aset Produktif yang berasal dari debitur atau Kelompok Peminjam dengan jumlah lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah); atau b. Penilai intern Bank untuk Aset Produktif yang berasal dari debitur atau

  Kelompok Peminjam dengan jumlah sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

  ”

2. Penilaian

  Adalah proses pekerjaan seorang penilai dalam memberikan opini tertulis mengenai nilai ekonomi pada suatu saa t tertentu. Kata “Penilaian” digunakan untuk mengacu kepada proses penyusunan estimasi nilai dan dapat juga mengacu pada kesimpulan penilaian (SPI dan KEPI, 2013).

  Penilai melaksanakan proses penilaiannya dalam menentukan nilai agunan yang diajukan oleh calon debitur. Hasil penilaian berupa nilai agunan tersebut menjadi salah satu acuan bagi pihak pemutus kredit dalam menentukan jumlah kredit yang diberikan kepada calon debitur tersebut.

2.1.7 Penilaian Tanah dan Bangunan Sebagai Agunan Kredit

  Pelaksanaan pemberian kredit kepada debitur didalam dunia perbankan tentunya dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan menjalankan prinsip 5 C dalam menganalisa calon debiturnya. Tahapan penilaian agunan merupakan tahapan yang dilakukan oleh analis kredit atau penilai setelah melakukan analisa terhadap Character, Capital, Capacity, Collateral dan Condition of Economic.

  Penilaian agunan tersebut terkadang dilakukan oleh analis kredit dari bank itu sendiri sejalan dengan melakukan penilaian terhadap usaha debitur. Ada juga bank yang memiliki bagian tersendiri untuk mengurus masalah penilaian agunan calon debitur atau menggunakan penilai eksternal. Hal tersebut tergantung kepada jumlah dan jenis kreditnya.

  Penilaian agunan kredit adalah penilaian yang dilakukan dalam hal menentukan nilai agunan yang diserahkan oleh debitur sebagai jaminan atas kredit yang diajukannya. Dalam pelaksanaan penilaiannya, penilaian agunan dilakukan dengan menilai status hukum kepemilikan atas real estate (real property) dan kemudian menilai real estate. Real property didefinisikan sebagai kepemilikan atas kepentingan hukum yang melekat pada real estate atau hubungan penguasaan yuridis oleh pemilik atas real estate sedangkan real estate mewakili aset secara fisik (SPI dan KEPI, 2013).

1. Metode Penilaian dan Nilai Properti Berupa Tanah dan Bangunan

  Dalam pelaksanaan penilaian agunan, penilai biasanya menggunakan metode- metode yang terdapat dalam penilaian. Ada tiga jenis metode di dalam penilaian, yaitu: (Supriyanto, 1995: 24-46)

  a. Metode Perbandingan Data Pasar (Market Data Approach); Metode ini sering disebut juga sebagai metode perbandingan harga jual (Sales

  Comparison Method ). Penilaian dibuat langsung dari harta sejenis. Penilai

  mendapatkan tiga, lima atau lebih harta tetap yang telah dijual dan sejenis terhadap properti yang akan dinilai serta dibuat penyesuaiannya.

  b. Metode Kalkulasi Biaya (Cost Approach); Nilai dari property ( tanah dan bangunan ) diperoleh dengan menganggap tanah sebagai tanah kosong dan nilai tanah ditentukan berdasarkan market data.

  Kalkulasi biaya digunakan untuk menilai bangunan.

  c. Metode Pendekatan Pendapatan (Income Appraoch).

  Metode ini menyatakan hubungan antara pendapatan dari harta tetap dan nilai dari harta tetap itu sendiri. Harta tetap komersial dibeli untuk disewakan pada pihak lain. Pendapatan di masa yang akan datang dari harta tetap merupakan keuntungan bagi pemilik.

  Penilaian agunan berupa tanah dan bangunan oleh bank bertujuan untuk memperoleh nilai dari tanah dan bangunan yang akan dijadikan sebagai agunan kredit. Penilaian ditujukan untuk mendapatkan nilai yang wajar atau nilai pasar terhadap tanah dan bangunan yang dijadikan agunan.

  Penilaian dengan tujuan pelelangan terhadap agunan kredit menggunakan nilai likuidasi atau nilai jual paksa dan turunannya. “Metode yang digunakan dalam penilaian agunan berupa tanah dan bangunan adalah metode pendekatan data pasar, metode pendekatan biaya dan metode pendekatan pendapatan.

  Dimana setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga harus disesuaikan dengan tujuan penilaian, jenis dan macam barang yang dinilai, kesesuaian validitas data yang diproses pada tiap metode penilaian yang digunakan .

  (Anastasia, 2006:119)” Metode penilaian yang paling umum digunakan dalam menilai agunan kredit berupa tanah yang tidak digunakan untuk kepentingan komersil adalah pendekatan perbandingan data pasar (Fahirah, 2011:81). Persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam penerapan pendekatan ini adalah tersedianya data jual beli.

  Dalam hal objek pajak yang serupa tidak diketahui nilai jualnya, maka harga jual dari objek lain yang sejenis biasanya dapat dipertimbangkan sebagai bukti dari nilai pasar. Untuk itu diperlukan data karakteristik kuantitatif dan kualitatif objek yang diketahui nilai pasarnya dengan objek yang akan dinilai.

  Sementara itu, dalam melakukan penilaian terhadap bangunan dilakukan dengan menggunakan metode kalkulasi biaya. Metode penilaian ini digunakan untuk menilai bangunan baru, bangunan yang belumlama didirikan, dan properti yang tidak sering dipertukarkan (Prawoto, 2014:151). Pendekatan biaya menghasilkan nilai dengan mengestimasi biaya untuk pembelian tanah dan membangun properti dengan kegunaan yang sama atau mengadaptasi properti tua untuk penggunaan yang sama tanpa biaya tambahan akibat penuaan.

  Metode pendekatan biaya dalam menilai bangunan menggunakan biaya teknis bangunan dalam mencari nilai bangunan. “Sistem biaya teknis bangunan digunakan untuk menghitung biaya pembuatan baru (reproduction cost new) suatu bangunan baik bangunan rumah tinggal, sarana prasarana, dan ruko (Media Penilai, Edisi September 2013: 29).”

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Agunan Berupa Tanah dan Bangunan

  Nilai tanah dan bangunan yang dalam hal ini adalah agunan pada bank memiliki nilai yang berbeda-beda sekalipun berada pada wilayah yang sama. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat menyebabkan perbedaan nilai agunan berupa tanah dan bangunan. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai agunan berupa tanah dan bangunan adalah:

  a. Luas Tanah Adalah perkalian antara panjang dan lebar bidang tanah dengan satuan meter

  2

  persegi (m ). Luas tanah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai pasar rumah tinggal di Surabaya (Anastasia dan Ongkowijaya, 2013:59).

  Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2009:68) diungkapkan bahwa faktor luas tanah berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tanah. Jika luas tanah bertambah sebesar 1 %, maka nilai tanah akan naik sebesar 0,921696 % dengan asumsi faktor lainnya tetap (ceteris pasribus). Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irawan dan Paranata (2010:102) dengan judul “Analisis Penetapan Nilai Ganti Kerugian Properti Korban Luapan Lumpur Lapindo” mengungkapkan bahwa luas tanah berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tanah, dimana koefisien regresi sebesar 95,46. b. Luas Bangunan Adalah luas fisik bangunan yang digunakan baik sebagai tempat tinggal,

  2 usaha, gudang dan lainnya serta dihitung dalam satuan meter persegi (m ).

  Penelitian yang dilakukan oleh Fahirah, dkk. (2010:268) berjudul “Identifikasi Faktor yang Mempengaruhi Nilai Jual Lahan dan Bangunan Pada Perumahan Tipe Sederhana” mengungkapkan bahwa faktor luas bangunan merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi nilai jual lahan dan perumahan. Hal yang sama diungkapkan oleh Anastasia dan Muliadihardjo (2004:66) dimana luas bangunan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai pasar tanah dan bangunan di Perumahan Citraraya.

  c. Lebar Jalan di Depan Tanah Adalah lebar jalan di depan tanah dan bangunan yang menjadi akses utama menuju lokasi tanah dan bangunan tersebut dan dihitung dalam satuan meter (m).

  Variabel lebar jalan di depan tanah berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tanah dan bangunan korban luapan lumpur Lapindo, dimana koefisien regresinya sebesar 11603,28 (Irawan dan Paranata, 2010:106). Sementara itu, Sutawijaya (2004:76) mengungkapkan bahwa lebar jalan di depan tanah akan memberi pengaruh positif terhadap nilai tanah sebesar 0,402%.

  d. Jarak Tanah ke CBD atau Pusat Perbelanjaan Lokal Adalah jarak tanah kepusat aktivitas bisnis atau pasar lokal yang terdekat dengan bidang tanah dan bangunan. Jarak tanah ke CBD atau pusat pasar lokal berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap nilai lahan perkotaan di Surabaya (Raeka dan Sulistyarso, 2012:3). Hal yang sama diungkapkan oleh Topcu dan Kubat (2009:6) bahwa aksesibilitas berupa jarak tanah ke CBD atau pusat pasar lokal berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai rumah tinggal (tanah dan bangunan) di Istanbul, Turki. Sementara itu, Grundnitski (2003) dalam Rahayu (2009:62) mengungkapkan bahwa jarak tanah ke CBD berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai tanah dan bangunan.

  e. Legalitas Tanah Adalah surat kepemilikan atas tanah yang diagunkan kepada pihak bank yang dalam hal ini adalah Bank Sumut Cabang Pembantu Syariah Karya Medan,

  Legalitas tanah berupa surat sah kepemilikan tanah berpengaruh positif dan dominan terhadap nilai tanah dan bangunan di kota Denpasar, Bali (Rijasa, dkk.

  2014:39). Pengaruh legalitas tanah terhadap nilai properti juga diungkapkan oleh (Anastasia dan Tanugara (2014:53)) bahwa faktor hukum atau legalitas yang dalam hal ini adalah surat kepemilikan atas tanah berpengaruh signifikan terhadap nilai pasar ruko di Surabaya.

  f. Bentuk Tanah Bentuk fisik tanah atau bidang tanah apakah ukurannya panjang dan lebarnya proporsional atau tidak sehingga dapat mempengaruhi nilai tanah. Bidang tanah yang memiliki bentuk memanjang dengan ukuran 2 m x 40 m tentu akan memiliki nilai yang berbeda dengan tanah dengan ukuran 8 m x 10 m, walaupun ukuran

  2

  luasnya sama sebesar 80 m . “Bentuk fisik tanah memiliki peran yang cukup besar terhadap nilai suatu bidang tanah, terutama sekali untuk tanah kosong dan tanah yang berpotensi untuk dibangun. Tanah yang berbentuk segi empat sudah barang tentu lebih mudah dibangun daripada tanah yang mempunyai bentuk segi lima atau tanah yang mempunyai bentuk yang tidak teratur (Rahayu, 2009:63-

  64)”. Oetomo dan Rainis (2002:39) mengungkapkan bahwa bentuk tanah mempengaruhi nilai tanah secara signifikan. Kondisi tersebut disebabkan karena bentuk tanah yang proporsional akan memberikan kemudahan dalam perancangan bangunan yang akan di bangun pada bidang tanah tersebut. Hal yang sama diungkapkan oleh Rijasa, dkk. (2014:39) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Penilaian Bangunan Rumah Tinggal di Kota Denpasar” mengungkapkan bahwa bentuk tanah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap nilai tanah di kota Denpasar.

  Dari keterangan diatas diketahui bahwa faktor luas tanah, luas bangunan, lebar jalan di depan tanah, jarak tanah ke CBD atau pusat perbelanjaan lokal, legalitas atau status hukum, bentuk tanah dan kondisi jalan di depan tanah dapat mempengaruhi nilai tanah secara positif atau negatif.

2.2 Penelitian Terdahulu

  Penelitian-penelitian terdahulu tentang fakto-faktor yang mempengaruhi nilai tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu No. Peneliti/ Tahun Variabel Alat Analisis Hasil

  1. Anastasia dan Ongkowijaya (2013) Variabel Terikat: Nilai Transaksi Rumah Tinggal Variabel Bebas: Area hijau, teknologi, jarak ke pusat perbelanjaan, jarak ke rumah sakit, jarak ke sekolah, luas tanah, jumlah kamar tidur, arah hadap utara, arah hadap timur, arah hadap barat, arah hadap barat daya dan cluster.

  Regresi Linear Berganda Faktor Greening, aksesibilitas dan fisik secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap nilai pasar rumah tinggal di Surabaya. Secara parsial, terdapat tiga variabel yang berpengaruh signifikan , yaitu luas tanah, jumlah kamar tidur dan arah hadap utara.

  2. Topcu dan Kubat (2009) Variabel Bebas (Y): Nilai Tanah Variabel Terikat (X) : Aksesibilitas, kondisi lingkungan, keamanan, tata ruang, dan tingkat kemacetan Regresi linear berganda Aksesibilitas dalam hal ini jarak tanah ke CBD berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tanah

  3. Anastasia dan Muliadihardjo (2004) Untuk Tanah Variabel Terikat: Harga listing tanah Variabel Bebas:

  Regresi Linear Berganda Variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tanah kosong adalah luas tanah dan lebar jalan, sementara Luas tanah, frontage, lebar jalan, dummiez index1 hadap tanah Untuk Rumah Variabel Terikat: Harga listing rumah Variabel Bebas: Luas tanah, frontage, lebar jalan, luas bangunan, jumlah kamar dan kamar mandi, dummiez “1” hadap rumah, dummiez “1” kualitas lantai. variabel yang mempengaruhi nilai tanah adalah luas bangunan, jumlah kamar tidur, rumah yang menghadap barat dan timur, kualitas lantai dari marmer dan tingkat bangunan

  4. Anastasia dan Tanugara (2014) Variabel Terikat: Nilai Tanah Variabel Bebas: Luas tanah, luas bangunan, jarak ke pusat kota, jarak kepelabuhan, jarak ke bandar udara, dan legalitas tanah

  8. Irawan dan Paranata ( 2010) Variabel Terikat: Nilai Ganti Kerugian Properti Korban Luapan Lumpur Lapindo Variabel Bebas: Luas tanah (lt), luas bangunan (lb), waktu transaksi (w), lebar jalan (lj), dummy kualitas bangunan (1 untuk “bagus”, 0 untuk lainnya), dummy kualitas bangunan (1 untuk “sedang”, 0 untuk lainnya) Regresi linear berganda Variabel luas tanah, luas bangunan, dummy kualitas bangunan, lebar jalan, dan waktu transaksi berpengaruh positif (signifikan) terhadap nilai ganti kerugian properti korban luapan lumpur lapindo.

  Faktor aksesibilitas berupa jarak ke CBD, jarak ke sekolah, dan jarak ke pusat perbelanjaan serta faktor fasilitas umum berupa jumlah fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan, serta jumlah penduduk mempengaruhi nilai tanah.

  Geographically Weighted Regression

  10. Raeka dan Sulistyarso (2012) Variabel Terikat: Nilai Tanah Variabel Bebas: Jarak ke CBD, jarak ke sekolah, jarak ke pusat perbelanjaan, jumlah fasilitas kesehatan, jumlah fasilitas pendidikan, dan jumlah penduduk.

  Jarak tanah ke jalan umum dan ke kampus berpengaruh signifikan negatif terhadap nilai tanah.

  Model Linier atau double log Luas tanah berpengaruh positif dan sig. terhadap nilai tanah.

  9. Rahayu (2009) Variabel Terikat: Nilai Tanah Variabel Bebas: Luas tanah, jarak ke jalan umum, dan jarak ke kampus.

  Hedonic Price dan OLS Faktor kepadatan penduduk, jarak ke pusat kota, lebar jalan, kondisi jalan, ketersediaan sarana transportasi angkutan umum bus, dan terakhir adalah faktor lingkungan yang bebas banjir berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tanah di Kota Semarang sebagai obyek penelitian.

  Ordinary least square Faktor luas tanah, luas bangunan, jarak ke pusat kota, jarak kepelabuhan, dan jarak ke bandara positif dan signifikan terhadap nilai pasar ruko.

  7. Sutawijaya (2004) Variabel Terikat: Nilai Tanah (rupiah) Variabel Bebas: Kepadatan penduduk (orang), Jarak ke pusat kota (km), Lebar Jalan (meter), Variabel dummy kondisi jalan (Aspal =1/tidak = 0), Variabel dummy ketersediaan angkutan umum bus , 1 jika ada, 0 jika tidak, Variabel dummy lingkungan bebas banjir 1, 0 jika banjir.

  Regresi Linear Berganda Nilai jual lahan dan bangunan pada perumahan dipengaruhi secara positif dan signifikan 5 (lima) faktor yaitu transportasi, Jaringan air bersih, Jaringan listrik, Kondisi jalan, dan Luas lahan dan bangunan.

  6. Fahirah F., Armin Basong dan Hermansah H. Tagala (2010) Variabel Bebas (Y): Nilai Jual Tanah dan Bangunan Variabel Terikat (X) : Faktor Fisik, Faktor Ekonomi, Faktor Sosial, Faktor Aturan Pemerintah, Aksesibilitas, dan Ketersediaan Fasilitas

  Berganda Penilaian properti di Palu Barat dipengaruhi secara signifikan oleh faktor Aksesibilitas

  5. Fahirah F. (2011) Variabel Bebas (Y): Nilai Tanah dan Bangunan Variabel Terikat (X) : Faktor Fisik, Faktor Ekonomi, Aksesibilitas, Faktor Sosial, Faktor Aturan Pemerintah, dan Fasilitas Regresi Linear

  Untuk legalitas tanah mempengaruhi nilai pasar ruko secara negatif dan signifikan terhadap nilai tanah.

Tabel 2.1 Lanjutan

  11. Rijasa, Sukrawa, dan Nadiasa (2014) Variabel Terikat: Nilai Tanah dan Bangunan Variabel Bebas: Karakteristik tanah, lingkungan, lokasi dan karakteristik bangunan.

  Analisis Regresi Berganda Faktor yang paling mempengaruhi nilai tanah dan bangunan rumah tinggal di Denpasar adalah lokasi, lingkungan, karakteristik bangunan, dan tanah.

  12. Oetomo dan Rainis (2002) Variabel Terikat: Nilai Tanah Variabel Bebas: Luas bidang tanah, lebar bidang tanah, bentuk tanah, dan arah matahari.

  Model GIS dan Regresi Linear Luas tanah dan bentuk tanah saja yang signifikan pengaruhnya terhadap nilai tanah.