Penilaian Kadar Basa-Basa Tukar dan Kejenuhan Basa Tanah Serta Pertumbuhan Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb) di Kebun Inti Gambir Kabupaten Pakpak Bharat

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Gambir

  Tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb) merupakan tanaman daerah tropis. Tanaman ini telah dibudidayakan sejak beberapa abad lalu di daerah paling basah di Sumatera, Kalimantan, Malaysia, dan ujung barat Pulau Jawa. Saat ini sebagian besar produksi gambir berasal dari Sumatera Barat dan sebagian kecil dari Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Bengkulu (Pane, 2011).

  Tanaman gambir termasuk salah satu jenis tanaman yang masuk dalam suku kopi-kopian. Bentuk keseluruhan dari tanaman ini seperti pohon bogenvil, yaitu merambat dan berkayu. Ukuran lingkar batang pohon yang sudah tua bisa mencapai 45 cm. Daunnya oval sampai bulat dengan panjang 8-14 cm dan lebar 4-6,5 cm (Pane, 2011).

  Gambir termasuk kedalam famili Rubiaceae dengan bentuk keseluruhan dari tanaman gambir seperti pohon bougenvil. Tanaman ini umumnya tumbuh baik pada ketinggian 800 mdpl (meter diatas permukaan laut), pada kondisi tanah yang tidak selalu tergenang (kering), karena itu tanaman ini baik tumbuh pada tanah yang berlereng (Nazir, 2010).

  Kandungan utama ekstrak gambir adalah katekin sekitar 7-33%,dan. Selain katekin ekstrak gambir mengandung bermacam-macam komponen, antara lain :Asam kathechu tannat 20-55%, pyrokatechol 20-30 %, gambir floresen 1 sampai 3 %, katechu merah 3-5%, quersetin 2-4 %, fixed oil 1-2% dan wax 1-2 % (Isnawati et al, 2012).

  Ditinjau dari aspek lingkungan, tidak ada kompetisi penggunaan lahan antara gambir dengan tanaman lainnya. Tanaman gambir yang berbentuk perdu dengan sistem perakaran yang kuat dan daun yang menutup tersebut akan dapat dipergunakan sebagai tanaman produktif di lahan marjinal yang datar maupun lereng. Di samping itu, aspek lain dari kelayakan lingkungan adalah lingkungan sosial budaya. Tanaman gambir merupakan tanaman yang punya nilai sosial yang tinggi karena luas tanaman yang diusahakan masing-masing keluarga merupakan tingkat status sosial keluarga di tengah-tengah masyarakat (Manan, 2008).

  Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan komoditas gambir adalah 1) kualitas gambir rendah dan besarnya kehilangan dalam pengolahan yang memerlukan

perbaikan mutu, 2) rantai tata niaga yang panjang dan didominasi pihak luar

(Singapura dan India), 3) posisi tawar petani yang rendah dimana belum adanya

jaminan harga yang stabil pada tingkat yang menguntungkan petani, 4) kurangnya

informasi pasar internasional mengenai harga riil gambir, 5) adanya kebiasaan

mencampur gambir dengan bahan-bahan lain sehingga harga jualnya lebih rendah,

serta 6) peran pemerintah (daerah) yang terbatas. Permasalahan utama gambir saat ini

adalah rendahnya produktivitas dan mutu produk akibat dari cara budidaya dan

  proses pasca panen/pengolahan yang belum optimal serta minimnya dukungan teknolog (Asben, 2008).

  Tanaman gambir merupakan salah satu HHBK yang sangat potensial untuk dimanfaatkan. Hasil yang dapat dimanfaatkan dari tanaman gambir berupa daun dan taninnya. Mengingat pemungutannya tidak memerlukan perizinan yang rumit sebagaimana dalam pemungutan hasil hutan kayu (timber), masyarakat yang tinggal disekitar dan di dalam hutan, umumnya bebas memungut dan memanfaatkan HHBK dari dalam hutan. Masyarakat tidak dilarang memungut dan memanfaatkan HHBK baik di dalam hutan produksi maupun hutan lindung, kecuali di dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam (Situmeang, 2012).

  Tinambunan (2007) yang melakukan penelitian di Kabupaten Pakpak Bharat menyatakan bahwa masalah utama dalam pengelolaan komoditas gambir selama ini adalah produksi, produktivitas, serta mutu yang rendah. Rendahnya produksi gambir disebabkan, antara lain, karena sistem pengusahaannya masih sangat sederhana, bibit yang digunakan tidak unggul, tanpa perlakuan pemupukan,

  .

  penyiangan, penggemburan, dan pengendalian hama dan penyakit Sedangkan penelitian Mediawati (2010) menunjukkan bahwa jumlah produksi gambir di Kabupaten Pakpak Bharat sebagai variabel terikat mampu dijelaskan oleh variabel-variabel bebas, yaitu jumlah pohon gambir, penggunaan pupuk, dan penggunaan tenaga kerja.

  Taksonomi Gambir

  Klasifikasi ilmiah : Kerajaan : Plantae Divisi : Angiospermae Sub Divisi : Eudicots Kelas : Asterids Ordo : Gentianales Familia : Rubiaceae Genus : Uncaria Spesies : Uncaria gambir Roxb (Ginting, 2004).

  Tumbuhan gambir termasuk dalam divisi Magnoliophyta, kelas

  Magnoliopsida , ordo Gentianales, family Rubiaceae dan genus Uncaria. Gambir merupakan liana yang batang mudanya berbentuk persegi dan batang utamanya tegak, dilengkapi dengan kait yang melengkung. Kait tersebut adalah modifikasi dari gagang perbungaan. Daunnya berhadapan, agak menjangat, pinggirannya rata, berbentuk bundar telur sampai lonjong, gundul, pertulangan daun bagian bawah menonjol dengan rambut-rambut domatia, penumpunya rata, gundul, panjangnya 7.5-12.5 cm. Perbungaannya bertipe bongkol, tumbuh di ketiak daun dan di ujung ranting, bongkol itu berdiameter 6-8 cm, tangkai bunga mencapai panjang 3 mm, gundul, hipantium bergaris tengah 1-2 mm, berambut rapat, berwarna kuning sampai merah tua, tabung mahkota berbentuk benang, bagian luar berbulu jarang, panjangnya 10-15 mm, daun kelopak panjangnya 5-7 mm, tabungnya ± 2.5 mm. Buahnya berbentuk bulat agak lonjong, berdiameter 15-17.5 mm. Gambir dibudidayakan pada lahan dengan ketinggian 200-800 m di atas permukaan laut, mulai dari topografi agak datar sampai di lereng bukit. Biasanya gambir ditanam sebagai tanaman perkebunan di pekarangan atau kebun di pinggir hutan. Budidaya gambir biasanya semiintensif, jarang diberi pupuk tetapi pembersihan dan pemangkasan dilakukan (Adi, 2011).

  Kegunaan Gambir

  Gambir digunakan sebagai bahan baku dalam industri tekstil dan batik, yaitu sebagai bahan pewarna yang tahan terhadap cahaya matahari, di samping juga sebagai bahan penyamak kulit agar tidak terjadi pembusukan dan membuat kulit menjadi lebih renyah setelah dikeringkan. Begitu pula industri kosmetik menggunakan gambir sebagai bahan baku untuk menghasikkan astrigen dan lotion yang mampu melembutkan kulit dan menambah kelenturan serta daya tegang kulit (Dhalimi, 2006).

  Teknik pengolahan gambir yang berkembang di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu, pengolahan gambir cara rakyat, cara Cina, dan cara Eropa. Pada pengolahan gambir cara rakyat, daun dipisahkan dari ranting. Selanjutnya, daun dicelupkan selama 1- 1,5 jam dalam air mendidih dan setiap 0,5 jam dibalik. Daun kemudian dikempa dan dimasak kembali selama 0,5 jam dan ekstrak gambir yang diperoleh diendapkan selama 12 jam. Padatan hasil ekstraksi dipisahkan dan ditiriskan, kemudian dicetak dan kemudian dikeringkan dengan dijemur atau dipanaskan di atas bara api (Hayani, 2003).

  Di Indonesia gambir pada umumnya digunakan untuk menyirih. Gambir diketahui merangsang keluarnya getah empedu sehingga membantu kelancaran proses dalam perut dan usus. Fungsi gambir yang lain adalah untuk campuran obat seperti untuk luka bakar, obat sakit kepala, obat diare, obat disentri, obat kumur-kumur, obat sariawan, serta obat sakit kulit yang digunakan dengan cara dibalurkan, penyamak kulit dan bahan pewarna tekstil. Fungsi yang tengah dikembangkan juga adalah sebagai perekat kayu lapis atau papan partikel. Gambir memiliki tiga kegunaan utama yaitu: (1) untuk penyamak kulit, (2) untuk menyirih yang dikonsumsi bersama buah pinang (Areca catechu L), kapur dan daun sirih (Piper betle L.) serta (3) untuk obat-obatan (Adi, 2011).

  Kandungan tanin pada gambir dapat pula digunakan sebagai penawar racun dan logam berat. Tanin akan mengendapkan alkaloid dan logam berat dengan membentuk senyawa yang tidak larut. Oleh karenanya gambir digunakan di laboratorium untuk reaksi uji alkoloid protein dan garam-garam logam berat (Bakhtiar, 1991).

  Kondisi Tempat Tumbuh Gambir

  Kesesuaian tempat tumbuh tanaman gambir belum banyak diketahui, tetapi disebaran tanaman yang ada diperkirakan tanaman gambir dapat tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 200 - 800 meter diatas permukaan laut dengan berbagai bentuk topografi terutama topografi lereng dan berbukit, maupun pH antara 4,80 - 5,50, suhu 26 C - 28

  C, kelembaban 70% - 80%, dengan curah hujan 140 hari/tahun. Tanaman gambir merupakan tanaman yang tidak tahan pada kondisi tanah yang selalu tergenang, maka petani lebih memilih bertani di tanah yang berlereng (Nazir, 2010).

  Tanaman gambir tumbuh baik dari dataran rendah sampai ketinggian 900 m di atas permukaan laut (dpl), curah hujan merata sepanjang tahun yakni 2500- 3000 mm/tahun dengan penyinaran cahaya matahari cukup banyak dan suhu udara 18-29

  C. Tanaman gambir tumbuh baik pada tanah yang gembur dan dapat diperbanyak secara vegetatif dan generatif (Yusmeiarti et al, 2000).

  Tanah

  Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik sebagai tempat tumbuh-berkembangnya perakaran penopang tegak-tumbuhnya tanaman dan penyuplai air dan udara. Secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti N, P, K, Ca, Mg, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl, dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan unsur hara tersebut dan zat-zat adiftif bagi tanaman (Hanafiah, 2005).

  Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis indikator- indikator kualitas tanah. Pengukuran indikator kualitas tanah menghasilkan indeks kualitas tanah. Indeks kualitas tanah merupakan indeks yang dihitung berdasarkan nilai dan bobot tiap indikator kualitas tanah. Indikator-indikator kualitas tanah dipilih dari sifat-sifat yang menunjukkan kapasitas fungsi tanah (Partoyo, 2005).

  Dalam bidang pertanian, tanah memiliki arti lebih khusus dan penting sebagai media tumbuh tanaman darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa bahan organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup di atasnya atau di dalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air yang berasal dari hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke tempat lain. Dalam proses pembentukan tanah, selain campuran bahan mineral dan bahan organik terbentuk pula lapisan-lapisan tanah yang disebut horizon. Dengan demikian tanah dapat didefenisikan sebagai kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media tumbuhnya tanaman (Fauzi, 2008).

  Kejaguran tanah alami sangat bergantung pada komposisi mineral bahan

induk tanah atau cadangan hara tanah. Semakin tinggi cadangan hara tanah,

semakin tinggi pula tingkat kejaguran tanahnya. Cadangan hara di dalam tanah

sangat bergantung pada komposisi, jumlah, dan jenis mineralnya. Tanah marginal

dari batuan sedimen masam mempunyai cadangan mineral atau cadangan hara

yang rendah (Suharta, 2010).

  Sifat fisik tanah yang terpenting adalah: solum, tekstur, struktur, kadar air tanah, drainase, dan porositas tanah. sifat kimia tanah meliputi: kadar unsur hara tanah, reaksi tanah (pH), Kapasitas Tukar Kation (KTK), Kejenuhan Basa (KB), kemasaman dapat dipertukarkan (Al dan H), dan lain-lain. Sedangkan sifat biologi tanah meliputi: bahan organik tanah, flora dan fauna tanah (khusunya mikroorganisme penting: bakteri, fungi, dan algae), interaksi mikroorganisme tanah dengan tanaman (simbiosa) dan polusi tanah (Fauzi, 2008).

  Pertumbuhan tanaman tidak hanya bergantung pada tersedianya unsur hara yang cukup dan seimbang, tetapi harus ditunjang oleh keadaan fisik dan kimia tanah yang baik. Pentingnya sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang baik dalam menunjang pertumbuhan tanaman sering tidak didasari karena kejaguran tanah selalu dititik beratkan hanya pada kejaguran kimianya (Tambunan, 2008).

  Sampel tanah dilakukan untuk menganalisis sifat fisik dan sifat kimia tanah. Sampel tanah yang diambil dibedakan atas sampel tanah terganggu dan sampel tanah tidak terganggu. Sampel tanah terganggu diambil untuk analisis tekstur, pH, kadar hara tanah, dan sebagainya. Cara pengambilannya dengan mencangkul atau dengan cara mengorek atau menyendok tanah pada pengambilan contoh profil, selain itu dapat juga digunakan bor tanah. Sampel tanah tidak terganggu digunakan untuk menganalisis sifat fisika tanah seperti permeabilitas. Pengambilannya dilakukan dengan pengambilan ring sample. Setiap sampel tanah yang diambil dikeringanginkan di ruang yang berfentilasi dan tidak langsung terkena sinar matahari, dimana temperatur tidak lebih dari 35 C karena akan berkibat pada perubahan yang drastis pada sifat kimia, fisika, dan biologi sampel tanah, kemudian dilakukan pengayakan dengan ayakan 10 mesh untuk mendapatkan ukuran partikel yang berdiameter

  ≤ 2mm, dimana tanah adalah partikel yang berdiameter ≤ 2mm, sedangkan berdiameter ≥2mm dikategorikan sebagai kerikil (Mukhlis, 2007). Kesesuaian lahan erat kaitannya dengan penggunaan lahan, yang merupakan bentuk atau alternatif kegiatan usaha pemanfaatan lahan. Penggunaan lahan diawali dengan klasifikasi kemampuan lahan untuk evaluasi lahan. Evaluasi lahan adalah proses pendugaan (interpretasi) potensi lahan untuk penggunaan lahan. Dasar pengelompokkan dari evaluasi lahan adalah kesesuian lahan untuk penggunaan lahan tertentu. Untuk mengukur tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman gambir dilakukan dengan cara membandingkan karakteristik lahan yang ada di lapangan, dengan tataran idealnya yaitu (S1) sesuai, (S2) agak sesuai dan (S3) tidak sesuai (Hafsah, 2012).

  Kandungan Hara Tanaman

  Unsur hara yang diperlukan tanaman adalah Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Seng (Zn), Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Molibden (Mo), Boron (B), Klor (Cl), Natrium (Na), Kobal (Co), dan Silikon (Si) (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

  Berdasarkan jumlah yang diperlukan tanaman, unsur hara dibagi menjadi dua golongan, yakni: unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro diperlukan tanaman dan terdapat dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan unsur hara mikro. Kandungan hara dalam tanaman berbeda-beda, tergantung pada jenis hara, jenis tanaman, kejaguran tanah atau jenis tanah, dan pengelolaan tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

  Untuk pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor tanah, iklim dan tanamannya sendiri, yang semuanya saling keterkaitan erat satu sama lain. Beberapa faktor ada yang dapat dikontrol oleh manusia dan ada pula yang sedikit bahkan ada yang tidak dikontrol sama sekali. Kapasitas tanah menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman adalah relatif terbatas dan sangat terantung dari sifat dan ciri anah tersebut. Tanaman tingkat tinggi mempunyai kebutuhan primer yang sama untuk tumbuh yaitu (1) cahaya, (2) panas, (3) udara, (4) air, dan (5) unsur-unsur tertentu. Tanahpun memegang peranan dalam hal pengaturan temperatur baik disekitar akar maupun pada bagian atas tanah (Hakim et al, 1986).

  Kapasitas Tukar Kation (KTK)

  Kapasitas Tukar Kation (KTK) suatu tanah dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan koloid tanah menyerap dan mempertukarkan kation. Kapasitas Tukar Kation merupakan banyaknya kation-kation yang dijerap atau dilepaskan dari permukaan koloid liat atau humus dalam miliekuivalen per 100 g contoh tanah atau humus. Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kejaguran tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah- tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowigeno 2007).

  Arti partikel dari pertukaran kation bagi penyediaan hara tanaman adalah penting. Kation dikompleks jerapan dipaksa memasuki larutan,disini mereka diasimilasikan oleh jasad renik atau diserap oleh tanaman. Bila hubungan antara koloid tanah dan akar tanaman sangat berdekatan maka akan terjadi pertukaran langsung antara tanah dan akar. Suatu tanah yang mengandung KTK tinggi memerlukan pemupukan kation tertentu dalam jumlah banyak agar dapat tersedia bagi tanaman. Bila diberikan dalam jumlah sedikit maka ia kurang tersedia bagi tanaman karena lebih banyak terjerap. Sebaliknya pada tanah-tanah yang ber- KTK rendah, pemupukan kation tertentu tidak boleh karena mudah tercuci bila diberikan dalam jumlah berlebihan. Pemupukan kation dalam jumlah banyak pada tanah ber-KTK rendah adalah tidak efisien (Hakim et al, 1986).

  Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Menurut Hakim et al. (1986), besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh : reaksi tanah atau pH, tekstur atau jumlah liat, jenis mineral, bahan organik, pengapuran dan pemupukan (Utami, 2009).

  Kejenuhan Basa

  Persen kejenuhan Basa (KB) suatu tanah adalah perbandingan antara jumlah me kation basa dengan me KTK. Bila suatu tanah mempunyai KB adalah 40, maka berarti 40/100 atatu 2/5 bagian dari seluruh KTK ditempati oleh kation

  • 3+

  basa (Ca, Mg, K, Na). Kation Al dan H merupakan kation lain yang dominan terjerap, sedangkan kation lainnya kurang berarti. Oleh karenanya dapat dikatakan

  • 3+

  bahwa pada tanah yang ber-KB 40% tadi, 60% adalah Al dan H , oleh karenanya pH rendah (Hakim et al, 1986).

  Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa KB suatu tanah sangat dipengaruhi oleh iklim (curah hujan) dan pH tanah tersebut. Pada tanah beriklim kering KB lebih besar daripada tanah beriklim basah. Demikian pula tanah ber-pH tinggi KB lebih besar daripada tanah ber-pH rendah (Hakim et al, 1986).

  Kalium (K)

  Unsur K merupakan unsur hara makro kedua setelah N yang paling banyak diserap tanaman, tetapi untuk tembakau, jerami, padi dan jagung, buah apel, jeruk, tomat, umbi lobak dan kentang merupakan unsur hara terbanyak. Kerak bumi mengandung kalium dengan rerata 2,6%, sedangkan bahan induk dan tanah-tanah muda umumnya mengandung 2-2,5% K atau 40-50 ton K/ha. 95-99% K terdapat pada kisi-kisi tiga jenis mineral utama, yaitu feldspar yang paling lambat lapuk, lalu mika relatif sedang dan liat yang relatif mudah lapuk (Hanafiah, 2005).

  • Kalium diserap tanaman dari tanah dalam bentuk ion (K ) dan bersifat mudah bergerak dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh tanaman. Kebutuhan tanaman akan K cukup tinggi dan pengaruhnya banyak hubungannya dengan pertumbuhan tanaman yang jagur dan sehat. Kalium berperan meningkatkan resistensi terhadap penyakit tertentu, dan meningkatkan pertumbuhan perakaran. Kalium cenderung menghalangi kerebahan tanaman dan melawan efek buruk akibat pemberian N yang berlebihan. Secara umum kalium berfungsi menjaga keseimbangan, baik pada N maupun pada fosfor (Damanik et al, 2011).

  Umumnya bila penyerapan K tinggi menyebabkan penyerapan unsur Ca, Na, Mg turun. Unsur yang mempunyai pengaruh paling saling berlawanan dan satu sama lain berusaha saling mengusir disebut antagonis. Oleh karena itu, perlu ketersediaan unsur berimbangan optimal. Bila tanaman kekurangan K, maka banyak proses yang tidak berjalan dengan baik, misalnya terjadi kumulasi karbohidrat, menurunnya kadar pati dan akumulasi senyawa N dalam tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

  Nilai potensi kemampuan menyangga K, power buffer capacity PBC, merupakan ukuran dari kemampuan tanah untuk mempertahankan intensitas K dalam laruan tanah. Nilai PBC ini bervariasi secara optimal terhadap nilai KTK. Nilai PBC K yang tinggi sangat nyata mampu mensuplai K dengan baik sebaliknya apabila rendah menunjukkan kebutuhan pemupukan K dengan frekuensi dan dosis tertentu. Jika tanah mempunyai PBC K rendah, maka perubahan K akan menghasilkan perbedaan atau perubahan yang besar K dalam

  dd larutan tanah (Winarso, 2005).

  Kalsium (Ca)

  Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti

  2+

  Magnesium dan Belerang. Ca dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci (Utami, 2009).

  Siklus dan prinsip penyediaan Ca dan Mg mirip dengan K, perbedaannya hanya terletak pada fiksasi. Karena kedua unsur ini tersedia dalam bentuk kation bervalensi dua, maka fiksasi kedua unsur ini lebih lemah dibanding K, sehingga tiga bentuk utamanya adalah kation terlarut, kation tertukar, dan dalam mineral tanah (Hanafiah, 2005).

  Dalam mengatur permeabilitas sel, unsur K mempertinggi permeabilitas. Sebaliknya, Ca akan menurunkannya. Dengan demikian, K dan Ca mempunyai peranan mengatur permeabilitas sel. Kalium memperbanyak penyerapan air ke dalam sel, sebaliknya Ca mempertinggi pengeluaran air dari sel sehingga mempertinggi transpirasi. Penggelembungan sel diakibatkan tanaman terlalu banyak menyerap K dapat diimbangi dengan pemberian Ca ke dalam tanah (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

  Ketersediaan Ca dan Mg terkait dengan KTK dan persen KB. Kejenuhan basa yang rendah mencerminkan ketersediaan Ca dan Mg yang rendah. Jika dibandingkan, keterkaitan Mg pada situs pertukaran kation lebih lemah dibanding Ca, sehingga kadar Ca tanah umumnya selalu lebih tinggi dibanding Mg. Oleh karena itu, kehilangan lewat pelindian dan defisiensi Mg lebih sering menjadi masalah. (Hanafiah, 2005).

  Natrium (Na)

  Natrium diserap dalam bentuk ion Na. Natrium bukan merupakan unsur hara tanaman yang penting. Walaupun dalam tanaman tidak mengandung Na, tanaman tidak menunjukkan adanya gangguan metabolisme. Tanaman selalu mengandung unsur Na dalam konsentrasi yang berbeda-beda. Natrium sering berpengaruh terhadap kualitas produksi, baik yang bersifat positif maupun negatif. Pengaruh Na yang baik pada pertumbuhan tanaman bila kadar K relatif rendah. Pada konsentrasi K yang rendah, pemberian Na menaikkan produksi cukup tinggi, sedangkan pada konsentrasi K yang tinggi, pemberian Na sedikit menurunkan produksi (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

  Magnesium (Mg) 2+

  Magnesium diambil tanaman dalam bentuk ion Mg , terutama berperan sebagai penyusun klorofil (satu-satunya mineral), tanpa klorofil fotosintesis tanaman tidak akan berlangsung, dan sebagai aktivator enzim. Secara umum rata- rata menyusun 0,2% bagi tanaman, sebagian besar terdapat di daun tetapi seringkali dijumpai dalam proporsi cukup banyak pada bebijian padi, jagung, sorghum, kedelai dan kacang tanah (Hanafiah, 2005).

  Magnesium dalam tanaman mempunyai fungsi cukup banyak. Magnesium merupakan atom pusat dalam molekul klorofil, sehingga sangat penting dalam hubungannya dengan fotosintesis. Magnesium dan nitrogen merupakan hara yang diambil dari tanah yang merupakan penyusun klorofil. Sebagaian besar Mg di dalam tanaman banyak dijumpai dalam klorofil. Biji-bijian juga reatif banyak mengandung Mg (Winarso, 2005).

  Persyaratan Penggunaan Lahan atau Tumbuh Tanaman

  Semua jenis komoditas tanaman yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu, yang kemudian antara satu dengan yang lainnya berbeda. Persyaratan tersebut terutama terdiri atas energi radiasi, temperatur, kelembaban, oksigen dan hara. Persyaratan tumbuh tanaman lainnya yang tergolong sebagai kualitas laha adalah media perakaran. Media perakaran ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsistensi tanah serta kedalaman efektif (Kurniawan, 2006).

  Persyaratan tumbuh atau penggunaan lahan adalah memerlukan masing- masing komoditas (pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan) mempunyai batasan kisaran maksimum, optimum dan maksimum. Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan, maka persyaratan tersebut dijadikan dasar dalam menyusun kriteria kelas keseuaian lahan yang dikaitkan dengan kualitas dan karakteristik lahan (Kurniawan, 2006).