1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang - Efektivitas Program Pelayanan Sosial Anak Korban Bencana Oleh Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) Di Desa Kutambelin Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

  Posisi geografis Indonesia terletak diantara dua benua dan dua samudera, jalur subduksi yang merupakan zone kegempaan dan rangkaian gunung api aktif sehingga selain keindahan alam yang dimiliki, Indonesia juga rentan akan bencana alam yang dapat terjadi kapan saja. Potensi gempa bumi kemungkinan diikuti tsunami dapat mengancam wilayah pesisir dan rangkaian gunung api rawan terhadap bahaya erupsi. Selain itu potensi bencana banjir, kekeringan, kebakaran hutan dan tanah longsor dapat terjadi seiring dengan perubahan iklim. Kerentanan ini dapat mengakibatkan resiko kerugian yang sangat tinggi termasuk kerusakan infrastruktur, akses informasi komunikasi terputus yang merupakan salah satu kunci penting dalam penanganan bencana, sampai pada banyaknya korban meninggal.

  Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa wilayah indonesia dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir. Dari indikator-indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama (main hazard potency) yang tinggdiakses pada tanggal 5 Desember 2014 pukul 09.35 WIB).

  Catatan dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukan bahwa ada 28 wilayah di Indonesia yang dinyatakan rawan gempa dan tsunami. Di antaranya Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bagian Selatan, Jawa Timur bagian Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Kemudian Sulawesi utara, Sulawesi tengah, Sulawesi selatan, Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak di Papua serta Balikpapan Kalimantan Timur.Indonesia juga merupakan jalur The Pasicif Ring of Fire (Cincin Api Pasifik), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia. Cincin api Pasifik membentang diantara subduksi maupun pemisahan lempeng Pasifik dengan lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, lempeng Amerika Utara dan lempeng Nazca yang bertabrakan dengan lempeng Amerika Selatan. Membentang mulai dari pantai barat Amerika Selatan, berlanjut ke pantai barat Amerika Utara, melingkar ke Kanada, semenanjung Kamsatschka, Jepang, Indonesia, Selandia baru dan kepulauan di Pasifik Selatan. Indonesia memiliki gunung berapi dengan jumlah kurang lebih 240 buah, di mana hampir 70 di antaranya masih aktif diakses pada tanggal 05 Desember 2014 Pukul 15.30 WIB).

  Gempa yang diakibatkan adanya gunung meletus dapat menimbulkan dua jenis bahaya, yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Kedua jenis bahaya ini sama akan berdampak buruk bagi kehidupan. Beberapa dampak yang mungkin terjadi setelah adanya gunung meletus, pertama dampak adanya lava, lahar, dan lontaran material antara lain banyak korban jiwa karena terkena lava atau terseret lahar, adanya kerusakan areal sawah di sekitar gunung, desa sekitar gunung terendam lahar,dan adanya kebakaran hutan di sekitar gunung. Kedua, dampak adanya abu letusan antara lain timbulnya masalah pernapasan, timbulnya kesulitan penglihatan, adanya pencemaran sumber air bersih, adanya badai listrik, adanya gangguan kerja mesin dan kendaraan bermotor, terjadi kerusakan pada atap-atap rumah, rusaknya lingkungan sekitar gunung, dan adanya kerusakan infrastruktur seperti jalan dan bandara udara (Hartuti, 2009: 112).

  Sejak Agustus 2010 Gunung Sinabung pernah meletus hingga saat ini semburan awan panas masih terjadi.Gunung Sinabung tercatat pernah meletus pada tanggal 27 Agustus 2010 pada pukul 18:30 wib, kemudian diikuti tanggal 29 Agustus pukul 0:10 wib, 30 Agustus pukul 06:23 wib, 03 September pukul 04:38 wib dan 17:59 wib, 07 September pukul 0:23 wib terjadi letusan terbesar. Setelah kejadian beberapa letusan tahun 2010 tersebut, Gunung api Sinabung yang merupakan gunung api jenis Strata tersebut oleh Pemerintah dijadikan Gunung Api Tipe A yang harus mendapatkan perhatian khusus berupa pembuatan pos pengamatan. Pos pengamatan gunung api sinabung terletak di Jl. Tiras Bangun, Gg Kayu Bakar, Desa Ndokum Siroga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo (sekitar 8,5 Km dari puncak).

  Untuk mengamati gempa vulkanik, di atas gunung api Sinabung telah dipasang sensor seismometer sebanyak 4 unit dan hasil rekaman dikirim ke pos pengamatan.

  Selain sensos seismometer, di gunung api Sinabung juga telah terpasang GPS geodetik tersebut terpasang secara kontiniu dan datanya terus terkirim melalui gelombang radio ke Pos pengamatan.Tanggal 1-31Agustus 2013. 489 kali kejadian Gempa Vulkanik Dalam (VA), 24 kali kejadian Gempa Hembusan, 47 kali Gempa Tektonik Lokal (TL), 60 kali kejadian Gempa Tektonik Jauh (TJ). Tanggal 1-14 September 2013. 255 kali kejadian Gempa Vulkanik Dalam (VA), 16 kali kejadian Gempa Hembusan, 5 kali Gempa Tektonik Lokal (TL), 24 kali kejadian Gempa Tektonik Jauh (TJ). Tanggal 1-

  14 September 2013. Cuaca cerah-mendung, angin tenang-sedang dari arah barat, o

  suhu 17-25

  C, gunungapi jelas-tertutup kabut, asap putih tebal dengan tinggi asap 100-150 meter. Pukul 02.55 WIB teramati api diam di sekitar puncak diakses pada 07 Desember 2014 20.15 WIB).

  Meletusnya Gunung Sinabung membawa dampak yang besar bagi masyarakat sekitar. Semburan awan panas dan lava pijar terus menerus meninngkatkan status Gunung Sinabung. Seiring dengan itu kondisi Sinabung mengakibatkan lebih dari 20 ribu orang harus mengungsi dalam jangka waktu lama.

  Mereka ditempatkan dibeberapa titik pengungsian. Berikut data pengungsi yang masih tinggal dipengungsian hingga tanggal 08 Desember 2014.

Table 1.1 DATA PENGUNGSI ERUPSI GUNUNG SINABUNG KAB. KARO TGL 07

  

DESEMBER 2014

  Website : www.karokab.go.id Ema No. POS PENAMPUNGAN ALAMAT KK JIWA

  1 GBKP KOTA BERASTAGI Jl.Gundaling 43 160

  2 KLASIS GBKP BERASTAGI Jl.Udara 99 264

  3 KWK BERASTAGI Jl.udara 78 123

  4 GBKPJL.KOTACANE KABANJAHE Jl.Kotacane 195 697

  5 PAROKI G.KATOLIK KABANJAHE Jl.Irian 65 248

  6 UKA KABANJAHE 2 Ds Ketaren 94 287

  7 UKA KABANJAHE 3 Ds Ketaren

  35

  82

  8 SERBA GUNA KNPI Jl.Pahlawan 186 582 Jumlah 795 2443

  Sumber: karokab.go.id

  Berdasarkan data diatas terlihat bahwa masih banyak warga yang tinggal dipengungsian hingga saat ini. Kondisi darurat memaksakan pengungsi untuk menjalankan proses hidup sementara di pengungsian dengan segala keterbatasan. Selain karena aktifitas Gunung Sinabung yang masih aktif mengeluarkan semburan awan panas kerusakan rumah dan harta benda yang sudah tidak layak dihuni menjadi alasan warga tetap berada di pengungsian. Akibat nyata bagi kehidupan sosial masyarakat jelas terlihat saat mereka harus meninggalkan rumah, kehilangan harta benda karena semburan lava dan awan panas hingga harus kehilangan mata pencaharian dimana sebagian besar penghasilan bergantung pada hasil pertanian.

  Salah satu dampak yang sangat terlihat dari bencana Gunung Sinabung adalah kondisi anak. Anak dipandang sebagai korban yang paling membutuhkan perhatian khusus pada saat terjadi bencana, termasuk bencana meletusnya Gunung Sinabung. Anak sebagai generasi muda penerus bangsa akan menjadi pewaris cita- cita perjuangan bangsa serta merupakan sumber daya manusia yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan pembangunan negara.

  Anak merupakan periode perkembangan yang khusus karena memiliki kebutuhan psikologis, pendidikan, serta kondisi fisik yang khas dan berbeda dengan orang dewasa. Tahap perkembangan anak mendapat perhatian sangat besar karena dianggap penting. Semua anak terlepas dari tempat tinggal atau status sosial dan ekonomi mereka, memiliki hak untuk dilindungi setiap saat baik pada masa bencana alam. Perlindungan berarti memastikan anak menikmati hak untuk mendapat pendidikan, tempat berlindung, pakaian, nutrisi dan lingkungan yang baik. Sayangnya bentuk perlindungan tersebut masih sulit direalisasikan bagi anak korban bencana khususnya bencana Gunung Sinabung.

  Psikolog Indah Kemala dari Unversitas Sumatera Utara mengatakan bahwa setelah terjadi bencana alam baik gempa, banjir, gunung meletus maupun bencana alam lainnya akan berdampak buruk pada psikologis seorang terlebih pada anak- anak. Oleh karena itu korban bencana gunung Sinabung harus mendapatkan pendampingan psikososial guna menormalkan kembali kejiwaan mereka pasca bencana tersebut. Pendampingan psikososial tersebut bertujuan untuk membantu pemulihan kondisi mental dan psikis masyarakat khususnya anak-anak korban bencana sehingga dengan pendampingan psikososial anak-anak pengungsi itu tidak akan mengalami trauma yang berkepanjangan akses pada tanggal 01 Februari 2015 pukul 14.22 WIB).

  Menurut hasil penelitian Juli Sinaga tahun 2014 secara psikologis anak mengalami gangguan seperti menjadi lebih sering ketakutan dan gelisah ketika mendengar suara gemuruh dari gunung atau ketika hujan abu menghampiri desa mereka. Selain itu anak juga mengeluh merasa kelelahan karena erupsi yang berkepanjangan sehingga anak-anak harus ikut bolak-balik menjadi korban pengungsian hal ini dikarenakan kondisi Gunung Sinabung yang tidak stabil hingga saat ini.

  Prestasi belajar anak mengalami penurunan. Penurunan dalam keseharian pada proses belajar mungkin tidak terlalu signifikan tetapi penurunan itu dapat terlihat jelas dan nyata dalam rapor semester masing-masing anak. Ketidaknyamanan anak dalam proses belajar mengajar pasca erupsi Gunung Sinabung karena proses renovasi yang belum selesai dan masih berlanjutnya semburan abu vulkanik mengakibatkan fokus belajar anak di sekolah setiap harinya mengalami gangguan.

  Sebelumnya sekolah terbengkalai, seketika proses belajar terhenti karena erupsi yang terus menerus. Pemerintah mencoba memperbaiki kondisi tersebut dengan memindahkan anak-anak ke sekolah di Kabanjahe, tetapi itupun tidak sepenuhnya berjalan efektif, karena anak-anak belum bisa beradaptasi dengan suasana sekolah yang mereka tumpangi dan perubahan jam belajar yang dimulai dari pukul 14.00 WIB.

  Keadaan diatas akan berpengaruh pada kondisi psikologis mereka seperti timbulnya kecemasan, stres, ketakutan, serta trauma yang dapat mengancam jiwa anak–anak dan akan mempengaruhi kehidupan di masa dewasa nanti. Kejadian traumatik menjadi sebuah stress bagi masyarakat termasuk juga anak - anak, stress yang sangat berat, yang meliputi keterlibatan seluruh indra, dapat merubah imunitas tubuh anak. Hal ini terjadi sebagai sebuah respon untuk beradaptasi terhadap lingkungan sekitar yang berubah. Sebagai korban bencana gunung Sinabung anak berada dalam tekanan traumatik dan ketakutan sehingga berakibat pada kondisi psikis anak, susah menerima kenyataan serta dapat mengubah paradigma mereka dalam menghadapi masalah menjadi lebih mudah menyerah. Investasi masalah ini akan dirasakan kemudian dan dapat memunculkan disfungsi sosial anak. Disfungsi sosial anak memunculkan banyaknya penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan ini menjadi kajian kesejahteraan sosial.

  Fakta di lapangan ketika penulis menjalankan proses praktikum I dan II menunjukkan bahwa realisasi segala bentuk perlindungan terhadap anak masih sangat minim. Sebagai contoh seorang anak mengonsumsi makanan yang telah disediakan pihak logistik tanpa memperhatikan kadar gizi untuk seorang anak. Pada awal meletusnya Gunung Sinabung hingga selang beberapa bulan makanan di pengungsian masih layak untuk dikonsumsi anak karena banyaknya sumber bantuan dan perhatian dari berbagai kalangan baik pemerintah maupun non pemerintah akan tetapi, seiring dengan meredupnya isu tentang meletusnya Gunung Sinabung, makanan di pengungsian pun semakin tidak diperhatikan, lingkungan bermain anak sekitar pengungsian penuh lumpur disebabkan hujan deras, sampai kepada kekurangan peralatan mandi, minimnya penyediaan air bersih terjadi setelah mulai meredanya pemberitaan tentang Gunung Sinabung. Padahal dalam UU perlindungan anak menjamin pemenuhan kebutuhan dasar yang terdiri atas pangan, sandang, pemukiman, pendidikan, kesehatan, belajar dan berkreasi, jaminan keamanan dan persamaan perlakuan, pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak cacat dan anak yang mengalami gangguan psikososial.

  Perkembangan anak juga tidak terlepas dari perubahan emosi. Perkembangan emosi pada masa kanak-kanak awal adalah meningkatnya kemampuan pemahaman emosi diri dan orang lain dimana mereka belajar mengenai penyebab dan konsekuensi dari perasaan perasaan yang dialami (Kuebli, Ridgeway, Waters & Kuczac, Denham, dalam Santrock, 2007: 17).

  Dampak sosial yang diderita para pengungsi relatif bermacam-macam, yang jelas ditengah lingkungan penampungan yang serba terbatas, maka kondisi kesehatan mereka niscaya merosot drastis. Kasus sakit dan penyakit sangat tinggi, khususnya penyakit yang biasa terjangkit akibat kondisi lengkungan hidup yang buruk, sepertii kista, diare, sakit kulit, TBC. Anak-anak balita yang semestinya sangat membutuhkan makanan dan gizi yang cukup, mereka tak jarang menjadi terlantar dan mengalami serangan penyakit kurang gizi akut (Suyanto, 2010: 314).

  Persoalan ini yang menjadi pertanyaan untuk implementasi pelayanan sosial yang sudah diatur didalam peraturan-peraturan pemerintah. Menurut UU No.24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana pasal 26 disebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelindungan sosial dan rasa amankhususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana, mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilandalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana, berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya, melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana. Namun pada kenyataannya banyak anak sebagai kelompok rentan bencana belum mendapatkan hak sebagaimana tercantum dalam undang-undang tersebut.

  Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat. Anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud salah satunya adalah anak yang menjadi pengungsi.Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi pengungsi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum humaniter. Perlindungan khusus bagi anak korban bencanadilaksanakan melalui:pemenuhan kebutuhan dasar yang terdiri atas pangan, sandang, pemukiman, pendidikan, kesehatan, belajar dan berekreasi, jaminan keamanan, dan persamaan perlakuan, pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak yang menyandang cacat dan anak yang mengalamigangguan psikososial seperti yang tercantum dalam UU NO.23 tahun 2002 perlindungan anak pasal 59, 60,61 dan 62.

  Realitasnya undang-undang ini belum sepenuhnya dapat dilaksanakan sebagaimana keadaan anak yang menjadi korban bencana Gunung Sinabung. Kondisi ini mematahkan isi undang-undang yang menjamin perlindungan sosial. Demikian kondisi implementasi peraturan pemerintah dan tugas-tugas lembaga pemerintahan terkait dengan penangggulangan pemberian perlindungan sosial khususnya anak.

  Pada bulan Maret 2014 penulis terjun langsung ke Desa Kutambelin untuk mengantar bantuan kepada masyarakat desa dalam bentuk sembako dan alat tulis untk anak-anak di desa tersebut. Desa ini terletak pada jarak 5 kilometer dari puncak Gunung Sinabung. Desa Kutambelin merupakan salah satu desa yang pada saat erupsi terjadi masyarakatnya beberapa kali diungsikan dan dikembalikan lagi ke desanya karena erupsi gunung Sinabung yang tidak stabil. Desa Kutambelin juga merupakan desa yang ikut serta dalam program-program bantuan baik pemerintah maupun non pemerintah karena terkena dampak meletusnya gunung Sinabung.

  Salah satu yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan informasi hak anak, Kepedulian dengan anak-anak yang berada dalam masa sulit dan kemudian melaksanakan program-programberkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, khususnya anak-anak adalah yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP).

  KKSP memberikan pelayanan sosial termasuk kebutuhan-kebutuhan yang menunjang pertumbuhan anak dengan bekerja sama dengan beberapa institusi maupun masyarakat yang ingin membantu anak korban bencana gunung Sinabung. Pelayanan sosial yang dilakukan juga terkait dengan gangguan psikis yang rentan dialami anak saat berada dalam kondisi bencana, memulihkan kondisi anak yang mengalami trauma dan menjalankan bantuan tunai bersyarat kerjasama dengan Kementerian Sosial Rebupik Indonesia.

  Malihat hal tersebut tujuan utama KKSP adalah memberikan perlindungan, membimbing dan memberikan latihan-latihan keterampilan. Sebagai contoh melaksanakan program psikososial sebagai suatu program yang diberikan kepada anak–anak secara langsung dalam upaya untuk menciptakan kembali kebahagiaan anak pasca bencana dan juga menjalankan program bantuan tunai bersyarat sebagai salah satu program pemberian bantuan anak bekerjasama dengan Kementerian Sosial RI. Pelayanan sosial ini dilaksanakan sejak Maret 2013 hingga sekarang pada tahap penyelesaian.

  Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melihat “Efektifitas pelayanan sosial anak korban bencana gunung Sinabung oleh yayasan KKSP di desa Kutambelin Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo”.

  1.2. Perumusan masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, Penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut sejauhmana tingkat efektifitas program pelayanan sosial anak korban bencana Gunung Sinabung oleh Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) di Desa Kutambelin Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo?

  1.3. Tujuan penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat efektifitas program pelayanan sosial anak korban bencana gunung sinabung yang dilaksanakan oleh yayasan KKSP di desa Kutambelin Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo.

  1.4. Manfaat penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam rangka: a.

   Pengembangan teori-teori tentang pelayanan sosial anak melalui program

  pelayanan sosial anak korban bencana b.

   Pengembangan model pelayanan sosial anak agar lebih efektif dalam

  meningkatkan kesejahteraan anak

1.5 Sistematika Penulisan

  Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika Penulisan secara garis besarnya dikelompokkan dalam enam bab, dengan urutan sebagai berikut:

  BAB I : PENDAHULUAN Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penelitian. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan

  objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional

  BAB III : METODE PENELITIAN Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi

  penelitian dan data-data lain yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti.

  BAB V : ANALISIS DATA Berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya. BAB VI : PENUTUP Berisikan tentang pokok-pokok kesimpulan dan saran-saran yang

  perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian.

Dokumen yang terkait

Efektivitas Program Pelayanan Sosial Anak Korban Bencana Oleh Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) Di Desa Kutambelin Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo

1 77 156

Efektivitas Pelaksanaan Program Pelayanan Sosial Terhadap Penyandang Tuna Daksa Oleh Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan.

17 80 89

Evaluasi Pelaksanaan Program Penguatan Kelompok Anak Jalanan Oleh Yayasan Kelompok Kajian Sosial Perkotaan (KKSP) Medan

17 84 119

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pembangunan Modal Sosial : Keberadaan Kegiatan Pelatihan Ikan Pora-Pora Bagi Masyarakat Miskin dan Pengangguran Oleh Dinas Tenaga Kerja dan Sosial di Desa Silalahi I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 0 29

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perkembangan Psikososial Anak Usia Sekolah Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Efektivitas Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Oleh Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kabupaten Nias Barat

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah - Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Warga Binaan Anak Oleh Upt Pelayanan Sosial Anak Dan Lanjut Usiadi Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN - Efektivitas Pelayanan Sosial Anak di Bidang Pendidikan di Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor

0 0 9

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang - Hubungan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Dengan Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Di Desa Meranti Barat Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bencana - Efektivitas Program Pelayanan Sosial Anak Korban Bencana Oleh Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) Di Desa Kutambelin Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo

0 0 42