Efektivitas Pelaksanaan Program Pelayanan Sosial Terhadap Penyandang Tuna Daksa Oleh Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan.

(1)

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM PELAYANAN SOSIAL TERHADAP PENYANDANG TUNA DAKSA OLEH YAYASAN

PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Sosial

Disusun Oleh :

AYU ANDIRA

070902006

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Ayu Andira, 070902006, Efektivitas Pelaksanaan Program Pelayanan Sosial Terhadap Penyandang Tuna Daksa Oleh Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan.

(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 77 Halaman, 3 Bagan, 28 Tabel, 20 Kepustakaan, dan 4 Lampiran)

ABSTRAK

Masalah penyandang cacat merupakan salah satu masalah sosial yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus baik dari pemerintah, maupun masyarakat. Setiap manusia memiliki keinginan dan hak yang sama yaitu untuk dapat hidup sejahtera dan dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan baik, demikian halnya dengan para penyandang cacat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses dan efektivitas pelaksanaan program pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan untuk mensejahterakan dan memandirikan penyandang cacat, melalui layanan assessment, layanan rehabilitasi medis, layanan rehabilitasi pendidikan, layanan rehabilitasi pravokasional, dan layanan rehabilitasi sosial.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan populasi sebanyak 20 orang. Dalam hal ini, seluruh populasi dijadikan sampel. Teknik pengumpulan data yang diperoleh dalam penelitian yaitu melalui data primer (kuesioner, dan wawancara) dan data sekunder (studi kepustakaan). Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif kualitatif dimana data yang dikumpulkan dari kuesioner dan wawancara, ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian dianalisa.

Dari hasil analisa yang dilakukan dapat diketahui bahwa pelayanan dan pembinaan yang diberikan oleh YPAC Medan sudah efektif dalam mensejahterakan dan memandirikan anak binaan yakni dengan cara memberikan keterampilan, memulihkan fungsi sosial anak binaan dengan baik, dan melatih kemandirian anak binaan sesuai dengan kemampuannya. Hal ini terbukti karena adanya perubahan atau perkembangan positif yang dialami oleh anak binaan setelah mereka mengikuti program pelayanan dan pembinaan di YPAC Medan. Seperti : dapat menguasai keterampilan, mampu bersosialisasi dengan baik di lingkungan sosial, dan sudah mandiri dalam membantu kebutuhan dirinya, misalnya, dalam memakai baju, celana, sepatu, dan lain-lain.


(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FAKULTY OF SOCIAL AND POLITIC SCIENCES

DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Ayu Andira, 070902006, The Effectivity Of The Social Service Programs For Handicapped People In The Institute Of The Cultivation For The Handicapped Children Medan.

(Thesis consists of 6 Chapters, 77 Pages, 3 Diagrams, 28 Tables, 20 Libraries, and 4 appendix)

ABSTRACT

The problem of handicapped people is one of social problem that should get special attention of both from the goverment and society. Each people has their willing and the same human being, it is to be able to live prosperously and to be able to do their social functions, thus for the handicapped people. This research is aimed to find out how the process and the effectivity of the social service programs for handicapped people in The Institute Of Cultivation For The Handicapped Children (YPAC) Medan to prosperous and to autonomous the handicapped people, through the assessment service, the service of medical rehabilitation, the service of education rehabilitation, the service of pravocational rehabilitation, and the service of social rehabilitation.

This research is using the descriptive method with 20 population, because the population is less from 100 so the whole population is being the sample. The technicque of collecting data is using the primary data (questioner and interview) and the secondary data (library study). The technique of analysis data is using qualitative descriptive analysis technique where the data is gained from the questioner and interview, and is tabled in frequency distribution and then being analized.

From the analysis result, it is know that the service and the ciltivation which is given by YPAC Medan is effective in prosperous and autonomous the handicapped, by giving such kind of skills, by improving social functions of the handicapped people, and by practising their autonomous based on their ability. It is proved by the changes or the positive development experienced by the handicapped people after they join the program of service and cultivation in YPAC Medan. Such as : to be able in mastering the skills, to be able in socializing in the social environment, to be able autonomous in helping their own needs, for example in wearing clothes, trousers, shoes, etc.


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

ABSTRAK... iii

ABSTRACT... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR BAGAN... xi

DAFTAR TABEL... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah... 7

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 8

1.3.1. Tujuan Penelitian... 8

1.3.2. Manfaat Penelitian... 8

1.4. Sistematika Penulisan... 9

BAB I TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1. Pengertian Efektivitas... 11

2.2. Pengertian Pelayanan Sosial... 13

2.2.1. Klasifikasi Pelayanan Sosial... 14

2.2.2. Program-program pelayanan sosial... 15

2.2.3. Standart pelayanan sosial... 16


(5)

2.3.1. Faktor Penyebab Ketunadaksaan... 20

2.3.2. Hak dan Kewajiban Penyandang Tuna Daksa... 22

2.4. Kerangka Pemikiran... 23

2.5. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional... 26

2.5.1. Definisi Konsep... 26

2.5.2. Defenisi Operasional... 27

BAB III METODE PENELITIAN... 29

3.1. Tipe Penelitian... 29

3.2. Lokasi Penelitia... 29

3.3. Populasi... 29

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 30

3.5. Teknik Analisa Data... 31

BAB IV DESKRIPSI LOKASI... 32

4.1. Lokasi Penelitian... 32

4.2. Sejarah YPAC Medan... 32

4.2.1. Sejarah YPAC Medan secara Nasional... 32

4.2.2. Sejarah YPAC Medan secara Umum... 34

4.3. Visi dan Misi YPAC Medan... 34

4.3.1. Visi... 34

4.3.2. Misi... 35

4.4. Sarana dan Prasarana YPAC Medan... 35

4.5. Tenaga Pelaksana dan Pegawai (staff) SLB Tuna Daksa YPAC Meda n... 38


(6)

4.6. Sistem Pengajaran YPAC Medan... 39

4.7. Waktu Operasional Pengajaran... 40

BAB V ANALISA DATA... 43

5.1. Identitas Responden... 43

5.2. Efektivitas Program Pelayanan dan Pembinaan YPAC Medan... 48

5.3. Efektivitas Dalam Bidang Sarana dan Prasarana yang Tersedia... 62

5.4. Kesejahteraan dan Kemandirian Anak Binaan... 67

BAB VI PENUTUP... 73

6.1. Kesimpulan... 73

6.2. Saran... 74

DAFTAR PUSTAKA... 76 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 1 Kerangka Pemikiran... 25 Bagan 2 Struktur Kepengurusan Yayasan Pembinaan Anak Cacat

(YPAC) Medan... 41 Bagan 3 Struktur Kepengurusan Pusat Rehabilitasi Anak (PRA)


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Data Jumlah Guru/Pegawai SLB Tuna Daksa

YPAC Medan... 38

Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia... 43

Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Agama... 45

Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa... 46

Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Daerah Asal/Tempat Tinggal... 47

Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 48

Tabel 7 Tahu tidaknya Responden Mengenai Tujuan Dari Program Pelayanan dan Pembinaan Assessment... 49

Tabel 8 Tahu tidaknya Responden Mengenai Tujuan Dari Program Pelayanan dan Pembinaan Rehabilitasi Medis... 50

Tabel 9 Tahu tidaknya Responden Mengenai Tujuan Dari Program Pelayanan dan Pembinaan Rehabilitasi Pendidikan... 51

Tabel 10 Tahu tidaknya Responden Mengenai Tujuan Dari Program Pelayanan dan Pembinaan Rehabilitasi Pravokasional... 52

Tabel 11 Tahu tidaknya Responden Mengenai Tujuan Dari Program Pelayanan dan Pembinaan Rehabilitasi Sosial... 53

Tabel 12 Tanggapan Responden Mengenai Kebermanfaatan Program Pelayanan dan Pembinaan YPAC Medan... 54 Tabel 13 Tanggapan Responden Mengenai Fasilitas-Fasilitas Yang


(9)

Mendukung Pelayanan dan Pembinaan... 55 Tabel 14 Tanggapan Responden Terhadap Proses Pemberian Pelayanan

dan Pembinaan... 56 Tabel 15 Tanggapan Responden Terhadap Materi-Materi Pelayanan

dan Pembinaan Yang Diberikan Oleh Yayasan... 57 Tabel 16 Tanggapan Responden Mengenai Perlu Tidaknya Penambahan

Fasilitas Guna Menunjang Program Pelayanan dan

Pembinaan... 58 Tabel 17 Hubungan Atau Kerjasama Responden Dengan Para Guru

dan Pelatih Terapi... 59 Tabel 18 Tanggapan Responden Mengenai Kemampuan Para Guru

dan Pelatih Terapi Dalam Memberikan Pelayanan

dan Pembinaan... 60 Tabel 19 Jenis Latihan Keterampilan Yang Diminati Oleh

Responden... 61 Tabel 20 Tanggapan Responden Mengenai Keadaan Sarana dan

Prasaran Yang Tersedia di Yayasan... 63 Tabel 21 Tanggapan Responden Mengenai Daya Tampung Kelas... 64 Tabel 22 Jenis Kegiatan Olahraga Yang Paling Diminati Responden... 65 Tabel 23 Tanggapan Responden Terhadap Fasilitas Kegiatan

Olahraga... 66 Tabel 24 Ada Tidaknya Perubahan Yang Dialami Responden Selama

Berada di Yayasan... 67 Tabel 25 Jenis Pelayanan dan Pembinaan Yang Paling Utama Yang


(10)

Membuat Responden Termotivasi Dalam Mengembangkan

Bakat dan Minat... 68 Tabel 26 Tanggapan Responden Mengenai Kemampuan Dalam

Bersosialisasi di Lingkungan Sosial... 70 Tabel 27 Tanggapan Responden Mengenai Tingkat Kemandirian

Selama Menerima Pelayanan dan Pembinaan... 71 Tabel 28 Sudah Belumnya Responden Mendapatkan Keterampilan


(11)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Ayu Andira, 070902006, Efektivitas Pelaksanaan Program Pelayanan Sosial Terhadap Penyandang Tuna Daksa Oleh Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan.

(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 77 Halaman, 3 Bagan, 28 Tabel, 20 Kepustakaan, dan 4 Lampiran)

ABSTRAK

Masalah penyandang cacat merupakan salah satu masalah sosial yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus baik dari pemerintah, maupun masyarakat. Setiap manusia memiliki keinginan dan hak yang sama yaitu untuk dapat hidup sejahtera dan dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan baik, demikian halnya dengan para penyandang cacat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses dan efektivitas pelaksanaan program pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan untuk mensejahterakan dan memandirikan penyandang cacat, melalui layanan assessment, layanan rehabilitasi medis, layanan rehabilitasi pendidikan, layanan rehabilitasi pravokasional, dan layanan rehabilitasi sosial.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan populasi sebanyak 20 orang. Dalam hal ini, seluruh populasi dijadikan sampel. Teknik pengumpulan data yang diperoleh dalam penelitian yaitu melalui data primer (kuesioner, dan wawancara) dan data sekunder (studi kepustakaan). Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif kualitatif dimana data yang dikumpulkan dari kuesioner dan wawancara, ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian dianalisa.

Dari hasil analisa yang dilakukan dapat diketahui bahwa pelayanan dan pembinaan yang diberikan oleh YPAC Medan sudah efektif dalam mensejahterakan dan memandirikan anak binaan yakni dengan cara memberikan keterampilan, memulihkan fungsi sosial anak binaan dengan baik, dan melatih kemandirian anak binaan sesuai dengan kemampuannya. Hal ini terbukti karena adanya perubahan atau perkembangan positif yang dialami oleh anak binaan setelah mereka mengikuti program pelayanan dan pembinaan di YPAC Medan. Seperti : dapat menguasai keterampilan, mampu bersosialisasi dengan baik di lingkungan sosial, dan sudah mandiri dalam membantu kebutuhan dirinya, misalnya, dalam memakai baju, celana, sepatu, dan lain-lain.


(12)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FAKULTY OF SOCIAL AND POLITIC SCIENCES

DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Ayu Andira, 070902006, The Effectivity Of The Social Service Programs For Handicapped People In The Institute Of The Cultivation For The Handicapped Children Medan.

(Thesis consists of 6 Chapters, 77 Pages, 3 Diagrams, 28 Tables, 20 Libraries, and 4 appendix)

ABSTRACT

The problem of handicapped people is one of social problem that should get special attention of both from the goverment and society. Each people has their willing and the same human being, it is to be able to live prosperously and to be able to do their social functions, thus for the handicapped people. This research is aimed to find out how the process and the effectivity of the social service programs for handicapped people in The Institute Of Cultivation For The Handicapped Children (YPAC) Medan to prosperous and to autonomous the handicapped people, through the assessment service, the service of medical rehabilitation, the service of education rehabilitation, the service of pravocational rehabilitation, and the service of social rehabilitation.

This research is using the descriptive method with 20 population, because the population is less from 100 so the whole population is being the sample. The technicque of collecting data is using the primary data (questioner and interview) and the secondary data (library study). The technique of analysis data is using qualitative descriptive analysis technique where the data is gained from the questioner and interview, and is tabled in frequency distribution and then being analized.

From the analysis result, it is know that the service and the ciltivation which is given by YPAC Medan is effective in prosperous and autonomous the handicapped, by giving such kind of skills, by improving social functions of the handicapped people, and by practising their autonomous based on their ability. It is proved by the changes or the positive development experienced by the handicapped people after they join the program of service and cultivation in YPAC Medan. Such as : to be able in mastering the skills, to be able in socializing in the social environment, to be able autonomous in helping their own needs, for example in wearing clothes, trousers, shoes, etc.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia dalam melaksanakan pembangunan nasionalnya selalu dilandasi oleh tujuan untuk penciptaan keadilan dan kemampuan bagi seluruh rakyat. Penciptaan tujuan dimaksud diwujudkan melalui berbagai proses pembangunan di segala bidang yang saling terkait dan saling menunjang satu sama lain sebagai bagian dari pembangunan nasional. Salah satu diantaranya adalah “Pembangunan Kesejahteraan Sosial”. Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan usaha yang terencana dan terarah yang meliputi berbagai bentuk intervensi dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial (Edi Suharto, 1997 : 97).

Pengertian tersebut berarti bahwa tujuan pembangunan kesejahteraan sosial mencakup seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia termasuk warga masyarakat yang menyandang masalah kesejahteraan sosial. Salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial sebagai sasaran dari pembangunan kesejahteraan sosial yaitu orang-orang yang berstatus penyandang cacat (Keputusan Menteri Sosial RI, 1996 : 17).

Berdasarkan hasil pendataan jumlah penyandang cacat yang dilakukan oleh Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial pada tahun 2009 di 9 Provinsi yaitu Provinsi Jambi, Bengkulu, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Jawa Barat terdapat sebanyak 299.203 jiwa penyandang cacat. Dan 10,5% (31.327 jiwa) merupakan


(14)

penyandang cacat berat yang mengalami hambatan dalam kegiatan sehari-hari. Dan sekitar 67,33% penyandang cacat dewasa tidak mempunyai keterampilan dan pekerjaan. Jumlah penyandang cacat laki-laki lebih banyak dari perempuan sebesar 57,96%. Jumlah penyandang cacat tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat (50,90%) dan terendah terdapat di Provinsi Gorontalo (1,65%). Dari kelompok umur,yaitu usia 18-60 tahun menempati posisi tertinggi. Kecacatan yang paling banyak dialami adalah cacat kaki (21,86%), mental retardasi (15,41%) dan bicara (13,08%). Sedangkan adapun hasil dari jumlah pendataan para penyandang cacat pada tahun 2009 di Indonesia berjumlah 1.544.184 jiwa penyandang cacat

Dalam hal ini penyandang cacat juga merupakan bagian dari warga negara Indonesia yang juga berhak untuk mendapatkan kehidupan yang layak dengan mengembangkan potensi yang dimiliki agar dapat hidup layak dan sejajar dengan warga masyarakat lainnya. Selama ini, masyarakat masih kurang menghargai

Pada dasarnya penyandang tuna daksa ini memiliki kesamaan dengan manusia normal lainnya, hanya saja perbedaannya terletak pada kelainan bentuk tubuh dan keberfungsian kondisi fisiknya dimana akibatnya banyak penyandang cacat yang mengalami hambatan untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. Selain itu, dampak dari perbedaan bentuk tubuh tersebut juga dapat menyebabkan para penyandang cacat merasa rendah diri, kurang percaya diri, dan cenderung menghindari pergaulan dengan manusia normal lainnya. Ditambah lagi perlakuan dari masyarakat yang cenderung mengabaikan keberadaan para penyandang cacat, sehingga membuat para penyandang semakin pesimis dan menganggap bahwa dirinya tidak berguna karena tidak memiliki potensi yang dapat dikembangkan.


(15)

kemampuan dan keberadaan penyandang cacat, akibatnya banyak fasilitas umum tidak bisa dijangkau oleh para penyandang cacat. Ketiadaan fasilitas yang seharusnya menjadi hak mereka mengakibatkan para penyandang cacat, menuntut adanya kemudahan ruang gerak yang sangat diperlukan untuk dapat mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan. Adanya kemudahan berupa fisik merupakan faktor penting yang ikut membantu menumbuhkan kemandirian penyandang cacat.

Dengan berbagai keterbatasan yang ada dalam dirinya, maka penyandang cacat memerlukan adanya uluran tangan pihak lain yang dapat membantu kemudahan terhadap peluang kerja sebagai bekal untuk hidup mandiri di masyarakat. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan menyalurkan tenaga kerja penyandang tuna daksa (cacat tubuh) pada berbagai perusahaan negara dan swasta di sektor industri sesuai dengan bidang keterampilan yang dimiliki dan tingkat kecacatannya

Jika ditinjau lebih jauh, sebenarnya ada sebagian dari mereka yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan diberdayakan secara optimal dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosial bagi para penyandang tuna daksa tersebut, sehingga mereka dapat berfungsi secara wajar dan ikut berperan di tengah-tengah masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kebijakan pemerintah dalam penanganan penyandang cacat ini tertuang dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat, dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1998 tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial (UPKS) bagi penyandang cacat. Berdasarkan kedua landasan


(16)

tersebut, dikemukakan bahwa pemerintah dan masyarakat mempunyai tanggung jawab yang sama dalam melakukan pembinaan demi kesejahteraan penyandang cacat. Untuk itu, pemerintah dalam menjalankan tugasnya tersebut, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk bersama-sama pemerintah melakukan kegiatan peningkatan kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat (pasal 23-25 UU No.4 tahun 1997).

Dimana inti daripada undang-undang tersebut adalah menjelaskan bahwa penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pada pasal 6 dijelaskan bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh : (1) pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; (2) pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai jenis dan derajat kecacatan , pendidikan, dan kemampuannya; (3) perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; (4) aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; (5) rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan (6) hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat sid=594).

Namun, pada realitanya tidak semua hal yang dicantumkan dalam undang-undang tersebut dapat direalisasikan dengan baik, seperti dapat kita lihat di dalam kehidupan sehari-hari masih banyak para penyandang cacat yang mengalami diskriminasi dan perlakuan yang tidak baik dari masyarakat. Penyandang cacat


(17)

bukanlah sesuatu yang harus dihindari, tetapi justru dengan kondisi yang ada pada mereka, maka mereka patut untuk kita bantu. Banyak penyandang cacat yang tidak mendapatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial karena keterbatasan informasi. Oleh karena itu, para penyandang cacat perlu mendapat perhatian yang khusus dengan memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial agar mereka memiliki akses dalam memperoleh berbagai informasi-informasi yang berkenaan dengan peningkatan status dan kesejahteraan penyandang cacat.

Mengingat kondisi pelaksanaan pelayanan sosial terhadap penyandang cacat kini masih sangat memperihatinkan, dimana karena masih minimnya perhatian dan keseriusan di dalam pelaksanaan pelayanan sosial yang diberikan kepada penyandang tuna daksa dari pihak pemerintah maupun pihak swasta. Oleh karena itu, pihak masyarakat juga seharusnya ikut berperan di dalam pemberian pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa dalam hal peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat tentunya dengan bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait lainnya seperti LSM, NGO, tokoh-tokoh masyarakat, guru, psikolog, dokter, serta profesi-profesi lainnya yang turut mendukung dalam hal peningkatan kesejahteraan sosial tersebut. Dimana juga diperkuat dengan adanya Undang-Undang No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, yang menjelaskan bahwa : “Penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial”.


(18)

Salah satu yayasan pembinaan sosial yang ikut terjun langsung dalam hal pemberian pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa ini adalah Yayasan Pembinaan Anak Cacat yang berlokasi di Medan. Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan atau yang sering disingkat dengan istilah YPAC Medan adalah sebuah Yayasan Nir-Laba yang membina anak-anak berkemampuan dan berkebutuhan khusus di kawasan Medan dan sekitarnya. Mereka yang dibina YPAC Medan diberikan pelayanan menyeluruh dalam sebuah institusi yaitu Pusat Rehabilitasi Anak (PRA). Dimana layanan rehabilitasi yang akan dikembangkan di PRA tersebut mempunyai tugas untuk melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat tuna daksa yang meliputi :

a. Kunjungan rumah

b. Bimbingan dan Penyuluhan

c. Layanan pengembangan bakat dan minat d. Layanan rekreasi dan kreasi

e. Layanan sosialisasi

f. Rehabilitasi dalam keluarga, dan g. Rehabilitasi bersumber masyarakat

(Sumber : Yayasan Pembinaan Anak Cacat, 2004 : 4).

YPAC Medan ini juga memiliki prinsip bahwa cacat atau tidak bukanlah suatu halangan untuk dapat berkarya, setiap orang cacat atau tidak apabila bersedia belajar dan bekerja patut mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh perlakuan yang layak dan setara di dalam masyarakat.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan mengetahui bagaimana keefektifan pelayanan sosial yang diberikan


(19)

oleh YPAC Medan terhadap penyandang tuna daksa dengan melihat kelengkapan fasilitas pendukung pelayanan, keahlian staf pengajar, dan dukungan dari masyarakat terutama keluarga para penyandang tuna daksa. Untuk lebih terarah, penulis membatasi penelitian ini hanya pada ruang lingkup keefektifan pelayanan yang diberikan. Untuk itu, penulis mengangkat permasalahan yang di rangkum dalam penelitian sebuah karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul: “Efektivitas pelaksanaan program pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa oleh Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan”.

Adapun alasan mengapa permasalahan ini perlu untuk diteliti adalah karena saya ingin melihat bagaimana efektivitas dari pemberian pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa tersebut dimana agar pelayanan yang diberikan dapat tercapai secara optimal, maka dituntut suatu keterampilan yang didukung oleh fasilitas pendukung pelayanan yang memadai dan keahlian staf pendidik, serta apa manfaat dari pelayanan sosial yang telah dilakukan kepada penyandang tuna daksa, dimana dapat kita lihat pada saat sebelum dan sesudah menerima pelayanan. Selain itu, masyarakat juga pastinya mengharapkan agar pelayanan sosial yang diberikan dapat lebih berkualitas nantinya, khususnya di rehabilitasi- rehabilitasi sosial seperti YPAC Medan.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan pokok dari suatu rancangan atau usulan penelitian. Perumusan masalah bertujuan agar keseluruhan proses penelitian bisa benar-benar terarah dan fokus pada satu topik penelitian yang jelas. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan suatu permasalahan yaitu :


(20)

“Bagaimanakah efektivitas pelaksanaan program pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa oleh yayasan pembinaan anak cacat (YPAC) Medan ?” 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana proses pembinaan yang dilaksanakan oleh YPAC Medan terhadap pembinaan penyandang tuna daksa.

2. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program pelayanan yang telah dilaksanakan oleh YPAC Medan terhadap pembinaan penyandang tuna daksa.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara akademis, dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap pengembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial secara nyata mengenai konsep pelayanan sosial.

2. Secara teoritis, dapat mempertajam kemampuan penulis di dalam bidang penulisan karya ilmiah dan menambah khasanah penulis tentang efektivitas pelayanan.

3. Secara praktis, dapat digunakan sebagai bahan masukan, pertimbangan, dan sebagai bahan evaluasi khususnya bagi YPAC Medan dan bagi pemerintah, maupun pihak-pihak luar secara umum guna meningkatkan pelayanan sosial bagi penyandang tuna daksa.


(21)

1.4. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah : BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah dan objek yang akan diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang uraian sejarah geografis dan gambaran umum lokasi penelitian yang

berhubungan dengan masalah objek yang diteliti.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisisnya.


(22)

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran atas penelitian yang telah dilakukan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Efektivitas

Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Menurut Barnard, bahwa efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama (Barnard, 1992 : 27).

Dalam Ensiklopedia Umum (1977 : 129), disebutkan bahwa efektivitas menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan. Usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya secara ideal, taraf intensitas dapat dinyatakan dengan ukuran yang agak pasti.

Menurut Cambel J.P, pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah :

1. Keberhasilan program 2. Keberhasilan sasaran

3. Kepuasan terhadap program 4. Tingkat input dan output

5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989 : 121).

Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua


(24)

tugas-tugas pokoknya atau untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Cambel, 1989 : 47).

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Efektivitas (berjenis kata benda) berasal dari kata dasar efektif (kata sifat). Dimana Efektif adalah :

1. Ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya); 2. Manjur atau mujarab (seperti obat);

3. Dapat membawa hasil; berhasil guna (seperti usaha, tindakan);

4. Mulai berlaku (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga tahun 2003 : 284).

Selain itu, adapun pendapat para ahli lainnya tentang pengertian efektivitas ini di antaranya sebagai berikut :

1. Hodge (1984:299), efektivitas sebagai ukuran suksesnya organisasi didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk mencapai segala keperluannya. Ini berarti bahwa organisasi mampu menyusun dan mengorganisasikan sumber daya untuk mencapai tujuan.

2. Sondang P. Siagian (2001 : 24), efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya.

3. Richard M. Steers, (1985 : 46), efektivitas adalah sejauh mana organisasi melaksanakan seluruh tugas pokoknya atau mencapai semua sasaran. Efektivitas dalam dunia riset ilmu-ilmu sosial dijabarkan dengan jumlah penemuan atau produktivitas, dimana bagi sejumlah sarjana sosial efektivitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas pekerjaan atau program kerja. Singkatnya


(25)

efektivitas memiliik arti yang berbeda bagi setiap orang, tergantung pada kerangka acuan yang dipakai.

Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas tersebut, maka tidaklah mengherankan jika sekian banyak pendapat mengalami pertentangan sehubungan dengan cara meningkatkannya, cara mengatur dan bahkan cara menentukan indikator dari efektivitas.

Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat penulis simpulkan pengertian efektivitas yaitu keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan (sasaran) yang telah ditentukan sebelumnya secara maksimal. Lebih jelasnya, apabila tujuan atau sasaran dapat dicapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka dapat dikatakan efektif dan sebaliknya apabila tujuan atau sasaran tersebut tidak dapat dicapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka aktivitas tersebut dapat dikatakan tidak efektif.

2.2. Pengertian Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial terdiri dari dua kata, yaitu pelayanan dan sosial pelayanan berarti usaha pemberian bantuan atau pertolongan kepada orang lain, baik materi dan non materi, agar orang itu dapat mengatasi masalahnya sendiri. Dapat disimpulkan dari batasan tersebut bahwa pelayanan bukan hanya pemberian bantuan berupa uang, makanan, sandang, perumahan, dan lain-lain yang bersifat materi melainka n juga bersifar non materi seperti bimbingan. Sedangkan sosial berarti kawan, yaitu : 1) suatu badan umum kearah kehidupan bersama manusia dan masyarakat, 2) suatu petunjuk kearah usaha-usaha menolong orang miskin dan sengsara (Soetarso, 1977 : 78).


(26)

arti luas dan sempit, yaitu :

1. Pelayanan dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, dan sebagainya.

2. Pelayanan dalam arti sempit adalah pelayanan sosial yang mencakup pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung, seperti pelayanan sosial bagi anak-anak cacat, anak-anak terlantar, keluarga miskin, tuna susila, dan sebagainya.

Konsepsi mengenai pelayanan sosial memiliki arti yang luas dan bergantung kepada bagaimana konsep pelayanan sosial tersebut dipandang dari berbagai aspek, yakni pelayanan sosial bukan hanya sebagai usaha memulihkan, memelihara, dan meningkatkan kemampuan berfungsi sosial individu dan keluarga melainkan juga sebagai usaha untuk menjamin berfungsinya kolektivitas seperti kelompok-kelompok sosial, organisasi-organisasi serta masyarakat (Romanyshyn, dalam M. Fadhil Nurdin, 1989 : 50).

Motif utama dalam pelayanan sosial adalah masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk membantu masyarakat yang lebih lemah dan kurang beruntung serta memberikan perlindungan dengan pelayanan-pelayanan yang tidak mungkin dipenuhi oleh mereka sendiri secara perorangan. Motif inilah yang kemudian mendorong terbentuknya lembaga-lembaga pelayanan sosial seperti Yayasan yang berusaha membantu, menghibur dan memberikan kepada kliennya dengan berbagai aktivitas kegiatannya.

2.2.1. Klasifikasi Pelayanan Sosial


(27)

membantu tercapainya penyesuaian timbal balik antara seseorang atau kelompok dengan lingkungannya.

Klasifikasi pelayanan sosial dikemukakan oleh Alfred J. Khan dengan berdasarkan pada fungsinya sebagai berikut, yaitu :

1. Pelayanan sosial untuk tujuan sosialisasi dan pengembangan. Tujuan kegiatan ini adalah sosialisasi, menanamkan pemahaman akan tujuan dan motivasi, serta meningkatkan mutu perkembangan kepribadian.

2. Pelayanan sosial untuk tujuan penyembuhan, pemberian bantuan, rehabilitasi dan perlindungan sosial. Pelayanan ini dapat berupa bantuan singkat, intensif dan pribadi sifatnya dengan program-program perbaikan situasi lingkungan sosial, antar orang atau unsur-unsur kepribadiannya juga termasuk pemulihan kemampuan pelaksanaan peranan-peranan sosial individu.

3. Pelayanan sosial untuk membantu orang menjangkau dan menggunakan pelayanan sosial yang sudah ada dan pemberian informasi dan nasihat. Pelayanan sosial yang disusun dengan baik dan disampaikan dengan efektif akan dapat memenuhi kebutuhan dan bahkan menciptakan kepuasan.

2.2.2. Program-program pelayanan sosial

Program-program pelayanan sosial merupakan bagian dari intervensi kesejahteraan sosial. Pelayanan-pelayanan sosial meliputi kegiatan-kegiatan atau intervensi kasus yang dilaksanakan secara diindividualisasi, langsung dan terorganisasi, yang bertujuan membantu individu, kelompok dan lingkungan sosial dalam upaya mencapai saling penyesuaian.


(28)

Bentuk-bentuk pelayanan sosial sesuai dengan fungsi-fungsinya adalah sebagai berikut :

1. Pelayanan akses : mencakup pelayanan informasi, rujukan pemerintah, nasehat dan partisipasi. Tujuannya membantu orang agar dapat mencapai atau menggunakan layanan yang tersedia.

2. Pelayanan terapi : mencakup pertolongan dan terapi atau rehabilitasi, termasuk di dalamnya perlindungan dan perawatan. Misalnya pelayanan yang diberikan oleh badan-badan yang menyediakan konseling, pelayanan kesejahteraan anak, pelayanan kesejahteraan sosial mendidik dan sekolah, perawatan bagi orang-orang jompo dan lanjut usia.

3. Pelayanan sosialisasi dan pengembangan, misalnya taman penitipan bayi dan anak, keluarga berencana, pendidikan keluarga, pelayanan rekreasi bagi pemuda dan masyarakat yang dipusatkan atau community centre (Nurdin, 1989 : 50).

2.2.3. Standart pelayanan sosial

Kata “standart” yang digunakan disini dapat berarti : a. Suatu norma bagi pelayanan sosial.

b. Suatu bentuk norma atau peraturan tertentu yang sengaja disusun untuk digunakan sebagai pedoman.

Adapun jenis standart pelayanan sosial itu adalah : 1. Standart Minimum

Standart ini digunakan apabila pemerintah menginginkan penentuan persyaratan wajib untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu


(29)

pelayanan sosial. Badan-badan sosial didorong untuk melampaui standart minimum tersebut.

2. Standart Maksimum

Standart ini merupakan sasaran pencapaian mutu pelayanan tertinggi yang ditentukan oleh pemerintah selama jangka waktu tertentu. Standart maksimum ini dapat digunakan dalam perencanaan kesejahteraan sosial jangka panjang.

3. Standart Realistis

Standart ini lebih banyak berfungsi sebagai pedoman dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan memaksa. Tujuan utama standart ini adalah mendorong badan-badan sosial untuk meningkatkan pelayanannya.

Pelayanan sosial secara umum dapat dibagi dalam dua kategori yang saling menunjang dan saling melengkapi yaitu pelayanan yang melalui panti dan pelayanan di luar panti. Keduanya harus tercakup dalam standart yang berisikan :

1. Bangunan dan fasilitas lingkungannya

Bangunan dan fasilitas lingkungan merupakan objek yang secara langsung digunakan untuk menampung atau menyembuhkan penerima pelayanan. Biasanya luas panti untuk satu orang klien digunakan sebagai standart luas bangunan. Verifikasi, tata lampu, peralatan kesehatan, dan keselamatan merupakan hal-hal yang dimaksudkan dalam jenis-jenis bangunan yang akan dibangun.

2. Peralatan


(30)

digunakan baik secara perorangan maupun secara bersama-sama. 3. Pelayanan Operasional

Mencakup hal-hal sebagai berikut :

a. Makanan (kalori, mutu, jenis menu, fasilitas dapur, perabotan pecah belah dan lain-lain)

b. Pakaian (jumlah fasilitas cucian, frekuensi pergantian) c. Kesehatan dan kebersihan

d. Rekreasi dan kegiatan-kegiatan pengisian waktu luang 4. Pelayanan Profesional

Mencakup hal-hal sebagai berikut :

Asuhan (jumlah dan tugas-tugas pengasuh)

a. Pekerja sosial dan pelayanan profesional lain yang terkait (jumlah dan tugas-tugas pekerja sosial, psikolog, psikiater, perawat, penyuluh dan sebagainya).

b. Pelayanan Pendidikan c. Latihan Kerja

d. Pelayanan Bimbingan Lanjut 5. Tenaga

Standart ini mencakup kualifikasi petugas, seleksi dan peremajaan, kondisi kerja, perawatan kesehatan, dan jaminan-jaminan lainnya.

6. Administrasi

Mencakup supervisi, latihan dan pengembangan petugas, pencatatan tugas- tugas profesional maupun pelayanan rutin, ketatausahaan keuangan, peraturan-peraturan intern, hubungan dengan masyarakat dan sebagainya.


(31)

2.3. Pengertian Penyandang Tuna Daksa

Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1997, Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari :

a. Penyandang cacat fisik b. Penyandang cacat mental

c. Penyandang cacat fisik dan mental

Secara etimologis, gambaran seseorang yang diidentifikasikan mengalami ketunadaksaan, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan – gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan.

Secara definitif pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal, akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan tidak sempurna.

Dari beberapa defenisi tentang pengertian penyandang tuna daksa tersebut maka dapat disimpulkan bahwa individu yang mengalami kelainan tubuh baik berupa kelainan bentuk, tidak sempurnanya organ tubuh, tidak lengkapnya fungsi tulang, otot dan persendian, sangat memerlukan adanya pelayanan sosial yang memberikan pelayanan secara khusus, seperti Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC), atau lembaga rehabilitasi sosial lainnya.


(32)

2.3.1. Faktor Penyebab Ketunadaksaan

Menurut Herman Sukarman, penyebab timbulnya ketunaan atau kecacatan tubuh dikarenakan hal-hal sebagai berikut :

1. Penyakit. Misalnya polio, rematik, catitis, dan lepra. Sebab dengan Kemajuan ilmu kedokteran orang yang menderita penyakit tertentu dapat diselamatkan jiwanya, tetapi meninggalkan bekas dalam bentuk kecacatan, misalnya polio, TBC tulang, TBC sendi. Kecelakaan yang dapat menyebabkan cacat antara lain, kecelakaan lalu-lintas, jatuh dari pohon, tertimpa bencana rumah roboh. Kecelakaan l alu-lintas berupa jatuh dari kendaraan, tertabrak, tergilas kereta api. Sedangkan kecelakaan jatuh dari pohon dapat berupa terlepas dari panjatan karena cabang yang dipanjat patah dan pohon yang dipanjat roboh.

2. Kecelakaan dalam pekerjaan atau perusahaan. Apabila bekerja di suatu pabrik atau perusahaan baik milik pemerintah maupun swasta tentu berhadapan dengan mesin-mesin, dalam menjalankan mesin-mesin ada hal si pekerja tersebut mengalami suatu kelengahan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja akibat dari mesin-mesin tersebut dapat seperti anggota tubuhnya tergilas oleh mesin yang menyebabkan anggota tubuhnya putus dan harus diamputasi.

3. Peperangan. Ini juga merupakan bencana yang tidak menimbulkan keuntungan bagi semua pihak, bagi mereka yang menang juga mengalami pengorbanan yang besar dan yang kalah pun mengalami pengorbanan yang lebih banyak. Pengorbanan itu meliputi : harta benda, nyawa dan ada pula pejuang yang masih hidup namun mengalami kecacatan akibat


(33)

dari peperangan, banyak para pejuang bahkan rakyat kecil pun yang mengalami kecacatan. Cacat karena perang ini seperti kaki dan lengannya dipotong (amputasi), lumpuh, dan ketidakberfungsian sebagian tubuh.

4. Cacat sejak lahir. Majunya ilmu pengetahuan dan majunya teknologi modern atau kebudayaan yang menganut faham kebebasan yang sedikit banyak akan mempengaruhi bahkan mengubah kebudayaan dan tingkahlaku pergaulan masyarakat kita. Akses dari masuknya pengetahuan dan teknologi modern tersebut secara tidak langsung dapat menimbulkan kecacatan tubuh, misalnya mengkonsumsi obat-obatan yang mengakibatkan anak keturunannya lahir cacat. Cacat sejak lahir dapat dibedakan menjadi dua :

a. Cacat bawaan lahir, artinya begitu lahir cacat (anggota badannya tidak lengkap).

b. Anak lahir dalam keadaan normal/sempurna tetapi pertumbuhannya mengalami kelainan (cacat).

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, berikut ini ada beberapa penggolongan berdasarkan tujuan tertentu, yaitu sebagai berikut :

1. Penggolongan penyandang tuna daksa yang dikemukakan oleh Soerojo dan Hadi Sutomo sebagai berikut :

a. Amputasi (putus kaki dan putus lengan)

b. Cacat tulang, persendian tungkai, persendian lengan. c. Cacat tulang punggung


(34)

2. Penggolongan penyandang tuna daksa berdasarkan atas tujuan untuk memberikan pertolongan rehabilitasi, terutama untuk penempatan tenaga penyandang tuna daksa dalam menunjang kehidupannya :

a. Penyandang tuna daksa yang hanya memerlukan pertolongan dalam penempatan kerja pada pekerjaan yang sesuai. b. Penyandang tuna daksa yang karena kecacatannya memerlukan latihan kerja (vocational training) untuk ditempatkan dijabatan yang bisa dilakukan.

c. Penyandang tuna daksa yang setelah diberikan pertolongan rehabilitasi dan latihan-latihan dapat dipekerjakan dengan perlindungan.

Penyandang tuna daksa yang sedemikian cacatnya akan terus-menerus memerlukan perawatan dan tidak produktif (Sudjadi dan Wardoyo, 2005 : 72-74). 2.3.2. Hak dan Kewajiban Penyandang Tuna Daksa

Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Di dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1997, menyebutkan bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh :

1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.

2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya.

3. Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya.

4. Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya.


(35)

6. Hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosial, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Selain memiliki hak, para penyandang cacat juga memiliki kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2.4. Kerangka Pemikiran

Masalah penyandang cacat merupakan salah satu masalah sosial yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus baik dari pemerintah, maupun masyarakat. Setiap manusia memiliki keinginan dan hak yang sama yaitu untuk dapat hidup sejahtera dan dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan baik, demikian halnya dengan penyandang cacat sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1997.

Namun di dalam kehidupan nyata seringkali kita melihat para penyandang cacat mengalami perlakuan yang kurang baik di masyarakat, seperti : perlakuan diskriminasi, merendahkan dan menghina para penyandang cacat dengan berbagai alasan, serta masih adanya keengganan masyarakat untuk dapat mengakui keberadaan penyandang tuna daksa.

Hingga saat ini sarana dan upaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap kedudukan, hak, kewajiban, dan peran para penyandang cacat telah dilakukan melalui berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu yang mengatur masalah ketenagakerjaan, pendidikan nasional, kesehatan, kesejahteraan sosial, lalu lintas dan angkutan jalan, perkeretaapian, pelayaran, dan penerbangan. Akan tetapi, upaya perlindungan saja belumlah cukup ataupun memadai, dengan pertimbangan bahwa jumlah penyandang cacat akan meningkat pada masa yang


(36)

akan datang, sehingga diperlukan lagi sarana dan upaya lain agar penyandang cacat dapat memperoleh kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, khususnya dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosialnya yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir dan batin.

Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya pelayanan yang lebih memadai, terpadu, dan berkesinambungan guna mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan penyandang cacat. Ini merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang cacat itu sendiri. Untuk itu, diharapkan semua unsur tersebut dapat bekerjasama dan berperan aktif dalam mewujudkannya, yang hasilnya diharapkan kelak para penyandang cacat dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam arti mampu berintegrasi melalui komunikasi dan interaksi secara wajar dalam hidup bermasyarakat.

Salah satu yayasan pembinaan sosial yang ikut terjun langsung dalam hal pemberian pelayanan sosial terhadap penyandang cacat ini adalah Yayasan Pembinaan Anak Cacat yang berlokasi di Medan. Dimana yayasan ini telah memberikan berbagai program pelayanan rehabilitasi mulai dari assesment, medis, pendidikan, pravokasional, dan rehabilitasi sosial. Proses pelayanan ini merupakan suatu upaya untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan penyandang cacat serta mewujudkan kemampuan penyandang cacat untuk dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan di tengah-tengah masyarakat.


(37)

Bagan I

Kerangka Pemikiran Secara Sistematis

Program Pelayanan : a. Layanan assesment

b. Layanan rehabilitasi medis c. Layanan rehabilitasi pendidikan d. Layanan rehabilitasi pravokasional e. Layanan rehabilitasi sosial

Penyandang tuna daksa Yayasan Pembinaan Anak Cacat

( YPAC ) Medan

Perkembangan yang dihasilkan : 1. Memiliki keterampilan

2. Dapat berfungsi sosial dengan baik 3. Mandiri sesuai dengan kemampuannya


(38)

2.5. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.5.1. Definisi Konsep

Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1993 : 33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

Untuk lebih mengetahui pengertian yang jelas mengenai konsep-konsep yang akan diteliti, maka peneliti memberikan batasan konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Efektifitas adalah suatu pencapaian tujuan secara maksimal dengan sarana yang dimiliki melalui program-program tertentu.

2. Pelayanan sosial adalah aktivitas yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu masyarakat untuk saling menyesuaikan diri dengan sesamanya dan dengan lingkungan sosialnya agar berfungsi sosial dengan baik.

3. Penyandang tuna daksa adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. 4. Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan adalah salah satu yayasan

pembinaan sosial yang ikut terjun langsung dalam hal pemberian pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa yang berlokasi di kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Yayasan ini adalah sebuah Yayasan Nir-Laba yang membina anak-anak berkemampuan dan berkebutuhan


(39)

khusus di kawasan Medan dan sekitarnya. 2.5.2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1993 : 63).

Untuk melihat variabel-variabel dan indikator-indikator dalam penelitian ini dapat dilihat dari jenis pelayanan yang diberikan, yaitu sebagai berikut :

1. Program pelayanan YPAC Medan yang diukur meliputi :

a. Layanan assesment adalah bertugas memeriksa, memantau dan mengevaluasi anak binaan secara mandiri, berkualitas dan profesional pada saat anak masuk, selama pembinaan dan saat akhir pembinaan.

b. Layanan rehabilitasi medis adalah pemberian pertolongan kedokteran dan bantuan alat-alat anggota tubuh tiruan (protese), serta alat-alat penguat anggota tubuh (brace, spint dan lain-lain). Rehabilitasi ini tidak hanya belajar bergerak atau memperbaiki kondisi koordinasi gerak tubuh saja tapi juga penting untuk mencegah terjadinya komplikasi kesehatan yang lebih jauh dan melatih para penyandang cacat berperan kembali secara maksimal di tengah masyarakat.

c. Layanan rehabilitasi pendidikan adalah bertugas untuk memberikan berbagai pengetahuan dan informasi yang dapat mendorong dan membantu anak binaan untuk dapat meningkatkan wawasannya. Layanan ini dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien, dalam proses pembelajaran.


(40)

d. Layanan rehabilitasi pravokasional adalah layanan yang memberikan latihan dan pengetahuan keterampilan kepada anak-anak binaan yang memiliki bakat dan kemampuan tertentu, seperti : menjahit, melukis, membuat ambal, membuat keset kaki, dan lain-lain.

e. Layanan rehabilitasi sosial adalah layanan rehabilitasi sosial yang akan dikembangkan di pusat rehabilitasi anak (PRA) mencakup : kunjungan rumah, bimbingan dan penyuluhan, layanan pengembangan bakat dan minat, layanan rekreasi dan kreasi, layanan sosialisasi, rehabilitasi dalam keluarga, dan rehabilitasi bersumber masyarakat.

2. Sarana dan Prasarana atau fasilitas yang tersedia : a. Gedung dan bangunan-bangunan

b. Ruang belajar c. Kegiatan olahraga

3. Kesejahteraan dan kemandirian anak binaan, meliputi : a. Memiliki keterampilan

b. Dapat berfungsi sosial dengan baik c. Mandiri sesuai dengan kemampuannya


(41)

BAB III

METODE PENELITIANi

3.1. Tipe Penelitian

Adapun penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk memberi gambaran atau melukiskan kenyataan yang ada tentang masyarakat atau sekelompok orang tertentu di lapangan secara analisis yang prosesnya meliputi penguraian hasil observasi dari satu gejala yang diteliti atau lebih (Bungin, 2005 : 35).

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dimana peneliti ingin membuat gambaran bagaimana keefektifan pelayanan yang diberikan Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan dengan melakukan pengamatan terhadap gejala, peristiwa, kondisi dan fasilitas yang tersedia pada saat sekarang ini.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan yang berlokasi di Jln. Adinegoro No. 2 Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur, Sumatera Utara. Alasan peneliti memilih lokasi di YPAC Medan karena YPAC Medan merupakan salah satu yayasan rehabilitasi sosial yang ada di Kota Medan yang dikelola oleh pihak swasta yang memberikan pelayanan sosial bagi penyandang tuna daksa. Pertimbangan lainnya adalah karena lokasi YPAC Medan yang letaknya strategis, sehingga mudah dijangkau oleh peneliti.

3.3. Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek yang diteliti dari manusia, benda, hewan dan tumbuh-tumbuhan, gejala peristiwa, nilai-nilai atau peristiwa


(42)

sebagai sumber data yang memiliki karakter dalam suatu peristiwa (Bungin, 2005 : 35).

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari anak binaan penyandang tuna daksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan yakni berjumlah 20 orang. Dalam hal ini, seluruh dari jumlah populasi dijadikan sampel.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap gejala-gejala yang dapat diamati dari objek penelitian. Cara-cara yang dilakukan, yaitu melalui :

a. Metode wawancara yaitu mengumpulkan data dengan mengadakan dialog secara langsung dan mengajukan pertanyaan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini kepada responden yang telah ditetapkan.

b. Metode angket (kuestioner) yaitu menyusun daftar pertanyaan secara tertulis yang ditujukan kepada responden yang telah ditetapkan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan studi kepustakaan (library research), yaitu dengan membuka, mencatat dan mengutip data dari buku-buku, laporan-laporan penelitian, pendapat-pendapat para ahli


(43)

dan sebagainya yang berhubungan dengan masalah penelitian dan dapat mendukung terlaksananya penelitian ini.

3.5. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif kualitatif, dimana data yang dikumpulkan dari kuesioner dan wawancara, kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian dianalisa. Data penelitian dianalisa berdasarkan perhitungan persentase dari tiap tabel. Dalam hal ini tidak dilakukan perhitungan yang bersifat uji statistik karena analisa ini hanya bersifat deskriptif.

Teknik analisa data menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Editing, yaitu meneliti kembali catatan-catatan yang diperoleh dari penelitian.

2. Koding, yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban menurut macamnya. 3. Membuat kategori untuk mengklasifikasikan jawaban, hal ini berguna

untuk dapat dipakai sebagai data, sehingga mudah dianalisa serta disimpulkan dan menjawab masalah yang dikemukakan dalam penelitian sehingga jawaban yang beranekaragam dapat disingkatkan.

4. Menghitung frekuensi yaitu dengan menghitung besar frekuensi data pada masing-masing kategori.

5. Tabulasi, disini data dalam keadaan yang ringkas dan tersusun dalam tabel tunggal, sehingga dapat dibaca dengan mudah untuk mengetahui jawaban dari masalah yang diteliti.


(44)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1. Lokasi Penelitian

YPAC Medan berlokasi di jalan Adinegoro No. 2 Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur dengan luas tanah 4.574 m². Yayasan ini terletak di samping kantor KPU Sumatera Utara dan bersebelahan dengan kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) serta letaknya juga berdekatan dengan kantor Poltabes Medan. Letak yayasan yang strategis membuat yayasan ini menjadi salah satu tempat pilihan sekolah luar biasa untuk para penyandang cacat, khususnya penyandang tuna daksa dan tuna grahita.

4.2. Sejarah YPAC Medan

4.2.1. Sejarah YPAC Medan secara Nasional

Almarhum Prof. Dr. Soeharso adalah seorang ahli bedah tulang yang pertama kali merintis upaya rehabilitasi penyandang cacat (Panca). Beliau mendirikan pusat rehabilitasi-rehabilitasi Centrum, yang disingkat dengan R.C. bagi korban revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia di Solo pada tahun 1952. Pada saat itu, beberapa daerah terserang wabah poliomyelitis, dimana anak-anak tersebut tidak mendapat perhatian karena memang fasilitas tidak ada. Namun, hal ini tidak dapat dibiarkan.

Setelah Almarhum Prof. Dr. Soeharso pada tahun 1952 menghadiri Internasional Conference on Social Work di Madras, maka atas prakarsa beliau dalam tahun 1953 didirikan Yayasan Pemeliharaan Anak Cacat (YPAC) di Solo, dengan Akte Notaris tanggal 17 Februari 1953. Rehabilitasi Centrum sangat besar


(45)

bantuannya dengan memberikan ruangan khusus untuk merintis pelayanan kepada anak-anak yang dibawa ke YPAC. Almarhum Prof. Dr. Soeharso meletakkan prinsip-prinsip pekerjaan yayasan yang dalam garis besarnya sama dengan apa yang dikerjakan di rehabilitasi Centrum.

Dalam rangka waktu satu tahun pengurus YPAC berhasil mendapatkan sebuah gedung dari Yayasan Dana Bantuan Departemen Sosial. Tepat pada tanggal 5 Februari 1954 dilaksanakan peletakan batu pertama. Enam bulan kemudian pada tanggal 8 Agustus 1954 gedung YPAC yang terletak di Jalan Slamet Riyadi No. 361 Medan dibuka.

Selanjutnya, beliau berkeliling ke berbagai kota untuk menghimbau perorangan maupun organisasi wanita agar mendirikan yayasan semacam YPAC guna memberikan pelayanan rehabilitasi pada anak-anak cacat fisik. Imbauan beliau mendapat tanggapan dari masyarakat, YPAC didirikan di beberapa tempat yang merupakan YPAC yang ada di Solo.

Seiring dengan berjalannya waktu, YPAC dituntut pola pikir dari sosiokarikatif menjadi sosiotransformatif menuju YPAC yang profesional. Untuk mencapai hal tersebut diatas, kepada seluruh SDM YPAC dilakukan pelatihan-pelatihan tentang Kepemimpinan, Pengetahuan Manajemen, Pengolahan Keuangan, Pengolahan Data, Tata Laksana Administrasi secara terstruktur dan berkesinambungan. Dengan terbitnya Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001, YPAC telah menyesuaikan.

Seiring dengan perkembangan zaman maka isu-isu tentang kecacatan juga berubah. Masyarakat mulai menyadari bahwa semua manusia mempunyai hak yang sama. Bahwa semua manusia mempunyai kebutuhan umum dan kebutuhan


(46)

khusus. Label cacat sebaiknya dihilangkan. Lebih sesuai jika disebut anak dengan kebutuhan khusus.

4.2.2. Sejarah YPAC Medan secara Umum

YPAC Medan didirikan pada tahun 1964 oleh : 1. Prof. Dr. H. R. Soeroso (FK-USU)

2. Dr. B. Sitepu Pandebesi (DKK-Medan) 3. Kol. Dr. Ibrahim Irsan (KESDAM)

4. Dr. R. Soetjipto Gondo Amidjojo (IKESA-USU) 5. Dr. G. P. Pane (DKK-Medan)

Sebagai cikal bakal perkembangan YPAC Cabang Medan pada saat itu dibuka pelayanan fisioterapi kepada anak cacat di kawasan Medan dan pada tahun 1971 diterima bantuan sebidang tanah seluas 4.574 m² di jalan Adinegoro No. 2 Medan dari Walikota Medan yakni Drs. Syurkani.

YPAC Cabang Medan dikukuhkan pendiriannya pada tanggal 5 Februari 1972 melalui surat keputusan pengurus pusat yayasan No. 19/SK/PH/YPAC/85. Sesuai dengan UU No. 16 Tahun 2003 tentang yayasan maka YPAC Cabang Medan berubah status menjadi YPAC Medan berdasarkan Akta Notaris Henry Tjong, SH No. 31 tanggal 18 Februari 2004.

YPAC Medan adalah sebuah Yayasan Nir-Laba yang membina anak-anak berkemampuan dan berkebutuhan khusus di kawasan Medan dan sekitarnya. 4.3. Visi dan Misi YPAC Medan

4.3.1. Visi

Mengembangkan kemampuan peserta didik agar menjadi insan yang bertaqwa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, terampil, mandiri,


(47)

demokratis, dan bertanggungjawab.

4.3.2. Misi 1. Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

2. Memberikan pelayanan kepada anak tuna daksa dan tuna grahita sesuai dengan kebutuhannya

3. Mengembangkan kemampuan peserta didik sesuai dengan minat dan bakat 4. Menjadikan peserta didik agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan,

mampu beradaptasi dan berpartisipasi aktif di lingkungan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan

5. Menjadikan insan yang mandiri sesuai dengan kemampuannya

6. Mengembangkan pengetahuan, sikap dan psikomotor peserta didik melalui layanan formal di sekolah

7. Menanamkan konsep diri yang positif agar dapat beradaptasi, bersosialisasi di lingkungannya.

4.4. Sarana dan Prasarana YPAC Medan

Anak-anak yang dibina YPAC Medan diberikan pelayanan secara menyeluruh dalam sebuah institusi yaitu Pusat Rehabilitasi Anak (PRA). Pusat rehabilitasi ini memberikan pelayanan kepada anak-anak yang termasuk penyandang tuna daksa dan tuna grahita, melalui unit-unit layanan sebagai berikut :

1. Layanan Assesment

Assesment merupakan kegiatan penyaringan terhadap anak-anak yang telah teridentifikasi sebagai anak yang berkebutuhan khusus. Kegiatan assesment dapat dilakukan oleh guru (untuk beberapa hal) dan tenaga


(48)

profesional lain yang tersedia sesuai dengan kompetensinya.

Layanan ini bertugas memeriksa, memantau dan mengevaluasi anak binaan secara mandiri, berkualitas dan profesional pada saat anak masuk, dan selama pembinaan.

2. Layanan Rehabilitasi Medis

Meliputi : Fisioterapi, Bina wicara, Okupasi terapi, dan Hidro terapi. Yang didukung dengan fasilitas :

a. Ruang Fisioterapi b. Ruang Okupasi terapi c. Ruang Bina wicara d. Beragam media terapi

3. Layanan Rehabilitasi Pendidikan : SLB C (Tuna grahita), dan SLB D (Tuna daksa).

Yang didukung dengan fasilitas : a. Ruang belajar yang nyaman b. Setiap kelas maksimal 10 siswa c. Lapangan olahraga

d. Ruang keluarga e. Ruang pravokasional f. Ruang musik

g. Lahan praktek pertanian h. Sheltered Workshop i. Ruang komputer


(49)

j. Program mengikuti berbagai event di dalam maupun di luar daerah bagi siswa berprestasi

k. Beasiswa bagi siswa berprestasi dan kurang mampu 4. Layanan Rehabilitasi Pravokasional

Layanan rehabilitasi ini memberikan latihan dan pengetahuan keterampilan kepada anak-anak yang memiliki bakat dan kemampuan tertentu, seperti : Menjahit, Melukis, Membuat ambal, Hair draising, Membuat keset kaki, dan lain-lain.

5. Layanan Rehabilitasi Sosial Meliputi :

a. Kunjungan rumah

b. Bimbingan dan penyuluhan

c. Layanan pengembangan bakat dan minat d. Layanan rekreasi dan kreasi

e. Layanan sosialisasi

f. Rehabilitasi dalam keluarga

g. Rehabilitasi bersumber masyarakat 6. Gedung Permanen Dua Lantai

7. Ruang Test Psikologi 8. Aula Serbaguna

9. Lokasi di Pusat Kota Medan (mudah dijangkau) 10.Lahan Parkir Memadai

11.Taman Bermain 12.Taman


(50)

13.Wartel 14.Koperasi

4.5. Tenaga Pelaksana dan Pegawai (staff) SLB Tuna Daksa YPAC Medan Sekolah Luar Biasa bagi penyandang Tuna Daksa YPAC Medan, mempunyai 12 orang tenaga guru dan pegawai dengan klasifikasi pendidikan yang berbeda-beda, dimana salah satu orang memiliki jabatan sebagai kepala sekolah. Mereka terdiri dari :

a. tenaga inti (PNS) : 4 orang b. tenaga honor : 8 orang

Adapun daftar nama Guru dan Pegawai SLB Tuna Daksa YPAC Medan, dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :

Tab el 1

Data Jumlah Guru/Pegawai SLB Tuna Daksa YPAC Medan Daftar Guru/ Pegawai SLB Tuna Daksa YPAC Medan No. Nama Tanggal Lahir Pendidikan

Terakhir

Status Kepegawaian

Jabatan

1. Drs. Surya Ratsyah

25-07-1952 S1 PPB ‘87 PNS DPK Kepala

2. Yulidarma 02-07-1958 SGPLB ‘79 PNS DPK Guru 3. Sri Budi Ati,

S.Pd

04-01-1965 S1 B. Indo ‘07

PNS DPK Guru

4. Suratno, S.Pd 16-07-1968 S1 PPB ‘98 PNS DPK Guru 5. Hariati Dewi,

S.Pd


(51)

6. Andi Moeis 15-04-1953 SMU P. Yayasan Pelatih 7. Ade, AMF 09-03-1978 D III Fis P. Yayasan Pelatih 8. Nasrullah,

AMF

12-07-1976 D III Fis P. Yayasan Pelatih

9. Alice L.S 24-07-1943 SMU P. Yayasan Pelatih 10. Sri Budiana 31-01-1968 D III TW P. Yayasan Pelatih 11. Afrida Nur A,

S.Pd

25-04-1976 S 1 B. Ing P. Yayasan Guru

12. Sri Ria, A.Md 14-10-1979 D III P. Yayasan Guru Sumber : Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan

4.6. Sistem Pengajaran YPAC Medan

Dalam sistem pengajaran, YPAC Medan mengacu pada kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Dalam hal ini siswa diajarkan berbagai hal. Misalnya dalam hal menghitung, siswa diminta untuk menambahkan suatu bilangan dengan cara menggunakan papan bilangan, dan siswa juga diajarkan untuk dapat mengenal dan mengetahui huruf-huruf abjad, sehingga mereka dapat dengan mudah membaca walaupun diawali dengan cara menyatukan antar huruf sehingga terjadi satu kata yang mempunyai makna atau arti. Selain itu, para siswa juga diajarkan untuk mengetahui bagaimana cara berkomunikasi dengan sesama siswa maupun guru dengan baik.

Siswa juga diajarkan mengenal dan mengingat sesuatu, misalnya siswa diminta untuk dapat menunjukkan gambar yang ditanya oleh guru, dan siswa juga diusahakan dapat mengucapkan lafal huruf dengan menggerakkan bibir dan mulut serta melatih gerakan tangan dan kaki dalam setiap proses belajar mengajar


(52)

berlangsung, seperti cara memegang pensil, membuka buku, dan lain-lain. Sistem pengajaran ini dilakukan agar siswa didik mampu untuk mandiri, berkembang, dan berkarya sesuai kemampuannya.

Disamping itu, siswa diajarkan untuk menggambarkan atau membuat keterampilan-keterampilan lainnya agar siswa dapat menggunakan pemikirannya sendiri dalam hal menciptakan sesuatu. Hal ini dilakukan oleh siswa dengan bantuan guru yang nantinya diharapkan agar siswa mampu untuk mengucapkan, menggerakkan, berpikir dan berbuat sesuatu guna memperoleh kemandirian dan dapat berkarya di masa yang akan datang.

4.7. Waktu Operasional Pengajaran

YPAC Medan melakukan kegiatan belajar-mengajar dimulai pada pagi hari yaitu dari hari Senin s/d Sabtu pukul 08.00 wib - 12.00 wib. Namun, pada hari Sabtu kegiatan belajar-mengajar dimulai dari pukul 08.00 wib - 10.45 wib.


(53)

Bagan II

SUSUNAN KEPENGURUSAN YPAC MEDAN

Pembina

Ketua Darmawan, SE

Anggota Ny. Mina Angkasa Ny. Roselinah Binti Abu

Ketua Ny. Linda Adi

Anggota

Dr. Leksono Poeranto, Sp.A Ny. Raden Ayu Soekarni Ir. Zulfi Syarief Koto, M.Sc Ny. Imbari Kusuma Sembada

Kantor Pengurus

Ketua Ny. Neneng Lufti

Wakil Ketua Ny. Mutia Farida

Sekretaris Ny. T. Carmen

Sylvia

Wakil Sekretaris Ny. Fizni Anggraini

Bendahara Ny. Hana Eureka

P. Sugoto

Wakil Bendahara Ny. Hj. Zuna idar Pengawas


(54)

Bagan III

SUSUNAN KEPENGURUSAN PUSAT REHABILITASI ANAK (PRA)

Kepala PRA

Dr. Leksono Poeranto, Sp. A

Wakil Kepala PRA Nerry Surya, BSc, Psi

Wakil Bendahara Ny. Hj. Zuna idar

Rehabiltasi Medis Dr. Firman Sitepu

Kantor

Kanit Usaha dan Koperasi Johanes Kirdjo Kanit Rehabilitasi

Drs. Surya Ratsyah

Rehabilitasi Pravokasional Donna Ritha Silitonga Rehabilitasi Pendidikan

SLB C

Nerry Surya, BSc. Psi

SLB D Dr. Surya Ratsyah


(55)

BAB V ANALISA DATA

Pada bagian ini akan dikemukakan analisis tentang pokok pembahasan dalam penelitian yaitu efektivitas pelaksanaan program pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa oleh Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan. Adapun data-data yang diperoleh peneliti adalah melalui penyebaran kuesioner untuk melengkapi data yang dibutuhkan. Peneliti juga melakukan wawancara dengan kepala kantor dan kepala sekolah SLB YPAC Medan. Untuk lebih jelasnya, analisis data akan dimulai dengan uraian identitas responden yang dilanjutkan dengan data-data mengenai Efektivitas program pelayanan YPAC Medan, yakni efektivitas dalam bidang sarana prasarana, serta kesejahteraan dan kemandirian anak binaan. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dari data yang telah terkumpul, dapat dilihat pada tabel-tabel distribusi frekuensi berikut ini :

5.1. Identitas Responden

Tab el 2

Distribusi Responden Berdasarkan Usia

No. Kelompok Usia Frekuensi %

1. 7 – 12 tahun 5 25

2. 13 – 16 tahun 9 45

3. 17 – 23 tahun 6 30

Jumlah 20 100


(56)

Berdasarkan data pada Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini adalah berusia 13-16 tahun yaitu sebanyak 9 responden (45%). Kemudian diikuti oleh responden yang berusia 17-23 tahun yaitu sebanyak 6 responden (30%), sedangkan responden yang berusia 7-12 tahun sebanyak 5 responden (25%). Data tersebut menunjukkan bahwa hampir keseluruhan dari responden adalah masih dalam usia remaja.

Pada usia yang tergolong remaja tersebut, mereka sudah memiliki beberapa keterampilan, seperti menggunting kertas, mewarnai lukisan, menjahit alas meja, memakai baju yang menggunakan kancing, dan lain-lain. Pada usia yang tergolong muda ini, mereka terlihat sangat bersemangat dalam menjalani setiap bimbingan dan pelayanan yang diberikan, walaupun dengan berbagai keterbatasan yang mereka miliki. Mereka menyatakan bahwa mereka sangat berharap suatu saat nanti mereka dapat sembuh dan dapat mencapai cita-cita setinggi mungkin sebagaimana manusia normal lainnya. Sebenarnya banyak dari mereka yang memiliki bakat yang jika dikembangkan dapat memperoleh dampak positif terhadap diri mereka sendiri. Sedangkan responden yang tergolong dewasa, mereka juga memiliki keterampilan yang sama seperti responden yang tergolong dalam usia remaja, akan tetapi kadang kala tidak jarang dari mereka yang merasa pesimis dalam menjalani setiap bimbingan dan pelayanan yang ada. Mereka merasa sudah tidak memiliki harapan untuk dapat maju berkembang seperti manusia normal lainnya. Sehingga mereka terlihat malas dan mudah bosan pada saat menerima bimbingan dan pelayanan tersebut.

Selanjutnya, data mengenai distribusi responden berdasarkan agama yang diteliti melalui kuesioner adalah terdiri dari lima (5) klasifikasi. Adapun


(57)

klasifikasi agama tersebut adalah Agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Khatolik, Hindu dan Budha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tab el 3

Distribusi Responden Berdasarkan Agama

No. Agama Frekuensi %

1. Islam 15 75

2. Kristen Protestan 4 20

3. Kristen Khatolik 1 5

4. Budha 0 0

5. Hindu 0 0

Jumlah 20 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini adalah beragama Islam yaitu sebanyak 15 responden (75%). Kemudian diikuti oleh responden yang beragama Kristen Protestan yaitu sebanyak 4 responden (20%) dan 1 responden (5%) yang beragama Kristen Khatolik.

Walaup un adanya perbedaan agama tersebut , mereka tetap menjalin sikap saling menghargai dan menghormati antara sesama umat beragama. Mereka tidak pernah menjatuhkan ataupun meremehkan agama yang berbeda dengan mereka. Bahkan sebaliknya, mereka terlihat sangat kompak dan akrab satu dengan yang lain. Seperti pada saat perayaan hari-hari besar beragama, mereka terlihat saling mendukung kegiatan tersebut dengan tetap saling menghargai dan menghormati.


(58)

Selanjutnya, data mengenai distribusi responden berdasarkan suku bangsa yang diteliti melalui kuesioner, dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tab el 4

Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa

No. Suku Bangsa Frekuensi %

1. Batak Toba 6 30

2. Batak Mandailing 3 15

3. Jawa 5 25

4. Padang 4 20

5. Aceh 1 5

6. Melayu 1 5

Jumlah 20 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa responden suku Batak Toba sebanyak 6 responden (30%). Kemudian diikuti oleh suku Jawa sebanyak 5 responden (25%), suku Padang sebanyak 4 responden (20%), suku Batak Mandailing 3 responden (15%), serta responden yang bersuku Aceh dan Melayu yang masing-masing hanya berjumlah 1 responden (5%).

Perbedaan suku ini tidak menjadi faktor pemecah diantara mereka, akan tetapi sebaliknya dapat menjadi faktor pendukung untuk bersatu dan saling membantu satu dengan yang lain. Dalam setiap kegiatan yang ada di yayasan, mereka tidak pernah menjadikan masalah kesukuan sebagai tolak ukur dalam menentukan suku mana yang lebih baik dan pantas untuk dapat tampil dalam setiap kegiatan.


(59)

Selanjutnya, data mengenai distribusi responden berdasarkan daerah asal atau tempat tinggal yang diteliti melalui kuesioner, dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tab el 5

Distribusi Responden Berdasarkan Daerah Asal/Tempat Tinggal

No. Daerah Asal Frekuensi %

1. Kota 6 30

2. Pinggiran kota 14 70

3. Desa 0 0

Jumlah 20 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini adalah berasal dari pinggiran kota yaitu sebanyak 14 responden (70%). Kemudian diikuti oleh daerah asal atau tempat tinggal dari kota yaitu sebanyak 6 responden (30%).

Jarak antara daerah asal atau tempat tinggal mereka dengan yayasan bukanlah menjadi suatu masalah besar ataupun hambatan bagi mereka untuk dapat menerima pelayanan dan pembinaan yang diberikan di YPAC Medan. Ini dikarenakan letak yayasan yang strategis dan mudah dijangkau, sehingga membuat yayasan ini menjadi salah satu tempat pilihan sekolah luar biasa bagi para penyandang cacat.

Selanjutnya, data mengenai distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan yang diteliti melalui kuesioner, dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.


(60)

Tab el 6

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Pendidikan Frekuensi %

1. SD 17 85

2. SMP 3 15

Jumlah 20 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini adalah masih dalam berpendidikan SD yaitu sebanyak 17 responden (85%). Kemudian diikuti dengan responden yang berpendidikan SMP yaitu sebanyak 3 responden (15%).

Walaupun mayoritas dari mereka masih berpendidikan SD, akan tetapi jika ditinjau dari segi usia kalender sebenarnya usia mereka sudah melewati atau melebihi batas usia pendidikan SD sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena daya pikir atau tingkat intelegency mereka yang masih tergolong rendah, ditambah lagi dengan adanya keterbatasan fungsi organ tubuh dari mereka, dimana secara tidak langsung dapat menghambat aktivitas mereka, seperti pada saat melakukan proses kegiatan belajar.

5.2. Efektivitas Program Pelayanan dan Pembinaan YPAC Medan

Pelayanan dan pembinaan yang diberikan oleh YPAC Medan terdiri dari program-program yang dilakukan untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan penyandang cacat serta mewujudkan kemampuan penyandang cacat untuk dapat melaksanaka fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan di tengah-tengah masyarakat.


(61)

Tab el 7

Tahu tidaknya Responden Mengenai Tujuan Dari Program Pelayanan dan Pembinaan Assessment

No. Kategori Frekuensi %

1. Tahu 20 100

2. Tidak tahu 0 0

Jumlah 20 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan data pada Tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa seluruh responden dalam penelitian ini yaitu sebanyak 20 responden (100%) mengetahui tujuan dari program pelayanan dan pembinaan assessment. Layanan ini bertujuan untuk dapat menciptakan anak binaan yang mandiri dan berkualitas, dengan cara memeriksa, memantau dan mengevaluasi anak binaan pada saat anak masuk maupun selama pembinaan. Seperti, ketika anak binaan pertama kali masuk di YPAC Medan, maka mereka wajib mengikuti tes psikologi untuk mengetahui jenis pelayanan apa yang mereka butuhkan, apa kelebihan dan kekurangannya, sehingga dapat mempermudah dalam proses pemberian pelayanan.

Selanjutnya, data mengenai distribusi responden berdasarkan tahu tidaknya mengenai tujuan dari program pelayanan dan pembinaan rehabilitasi medis yang diteliti melalui kuesioner, dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.


(1)

Selanjutnya, data mengenai sudah belumnya responden mendapatkan keterampilan yang menjadi bekal setelah keluar dari yayasan, dapat dilihat pada Tabel 28 berikut ini.

Tabel 28

Sudah Belumnya Responden Mendapatkan Keterampilan Yang Menjadi Bekal Setelah Keluar Dari Yayasan

No. Kategori Frekuensi %

1. Sudah ada 16 80

2. Belum ada 4 20

Jumlah 20 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan pada Tabel 28 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini yaitu sebanyak 16 responden (80%) menyatakan bahwa sudah mendapatkan keterampilan untuk dijadikan bekal setelah keluar dari yayasan, sehingga bisa hidup mandiri dengan bekal yang telah diperolehya. Secara umun, hal ini juga sangat berpengaruh terhadap sosialisasi mereka di tengah-tengah masyarakat nantinya.

Sedangkan, ada 4 responden (20%) yang menyatakan bahwa belum mendapatkan atau menguasai keterampilan yang telah diberikan oleh yayasan. Ada kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh sikap responden yang tidak sungguh-sungguh atau fokus terhadap pelayanan pravokasional yang diberikan, sehingga mereka kurang mampu dalam memahami jenis keterampilan yang diajarkan.


(2)

BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan pada Bab V, maka penulis dapat merumuskan kesimpulan dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa proses pemberian pelayanan dan pembinaan yang dilakukan oleh YPAC

Medan terhadap anak binaan, khususnya bagi penyandang tuna daksa ini dinilai sudah baik. Dimana anak binaan yang mengikut i program pelayanan dan pembinaan tersebut, merasa mudah memahami dan mengerti dalam setiap proses pelayanan yang diberikan, sehingga mereka nyaman dan senang mengikuti pelayanan tersebut. Selain itu, didukung pula oleh sarana dan prasarana yang memadai, sehingga proses pemberian pelayanan dan pembinaan dapat berlangsung dengan baik. 2. Dari hasil penelitian, juga diketahui bahwa pelayanan dan pembinaan yang diberikan oleh YPAC Medan sudah efektif karena apa yang menjadi tujuan dari kegiatan pelayanan sosial dan pembinaan tersebut dapat dicapai dengan baik sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya. Hal ini terbukti karena adanya perubahan atau perkembangan positif yang dialami oleh anak binaan setelah mereka mengikuti atau menerima pelayanan dan pembinaan di YPAC Medan. Mereka mendapatkan berbagai pengetahuan keterampilan yang dapat dijadikan bekal setelah keluar dari yayasan, seperti menjahit, bernyanyi, melukis, dan lain-lain.


(3)

Selain itu, mereka juga sudah dapat bersosialisasi dengan baik di lingkungan sosial mereka dimana sikap menjauhkan diri karena keterbatasan fisik sudah tidak ada lagi dan tingkat kemandiriannya pun semakin meningkat. Ini terlihat dari pelayanan dan pembinaan yang diberikan sudah berhasil menciptakan anak binaan dapat mandiri sesuai dengan kemampuannya dalam mengerjakan aktivitas-aktivitas sederhana yang mereka lakukan, seperti memegang pulpen, pinsil, dan alat-alat lain, serta memakai baju, celana dan sepatu mereka sudah bisa melakukannya dengan kemampuan dan keterampilan mereka masing-masing.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh sebagai hasil penelitian sebagaimana yang telah dituliskan di atas, maka adapun saran-saran yang perlu dipertimbangkan untuk lebih mengoptimalkan hasil dari Rehabilitasi Sosial Penyandang Tuna Daksa di YPAC Medan ini adalah sebagai berikut :

1. YPAC Medan diharapkan dapat meningkatkan lagi kualitas maupun kuantitas pelayanan dan sarana prasarana yang tersedia terhadap anak binaan guna menunjang program pelayanan dan pembinaan yang dilakukan agar lebih efektif dan efesien. Selain itu, YPAC Medan juga diharapkan dapat menambah jumlah para guru maupu n pelatih terapi yang berlatar belakang dari disiplin ilmu yang sesuai dengan bidang pelayanan dan pembinaan tersebut.

2. Diharapkan kepada setiap anak binaan dapat memberikan perhatian yang penuh dalam menjalani proses pelayanan dan pembinaan di YPAC Medan


(4)

agar apa yang menjadi tujuan dapat tercapai dengan baik.

3. Masyarakat luas diharapkan dapat memahami dan menerima keberadaan para penyandang cacat dengan baik dan tidak mendiskriminasikan mereka dalam setiap kegiatan masyarakat, karena sebenarnya mereka juga memiliki potensi potensi yang layak untuk dikembangkan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Barnard, I, Chester. 1992. Organisasi dan manajemen, Struktur, Perilaku dan Proses. Jakarta : Gramedia.

Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Djakarsih, 1987. Organisasi, Erlangga, Jakarta.

Ensiklopedia Umum. 1977. Yayasan Kanisius, Jakarta.

Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor : 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat. LN.RI tahun 1998 Nomor : 70, TLN.RI Nomor : 3754.

Indonesia, Undang-undang No : 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. LN.RI tahun 2009 Nomor : 12, TLN.RI Nomor : 4967.

Indonesia, Undang-undang RI Nomor : 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. LN.RI tahun 1997 Nomor : 9, TLN.RI Nomor : 3670.

JP, Cambel. 1989. Riset dalam efektivitas organisasi, terjemahan Salut Simamora. Erlangga, Jakarta.

Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 24/HUK/1996, tentang Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional

Muhidin, Syarif . 1987. Dasar-dasar organisasi manajemen. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Nurdin, Fadhil. 1989. Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial. Angkasa, Bandung.

Singarimbun, M, dan Sofyan Effendi. 1993. Metodologi Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta.

Soetarso, 1977. Pelayanan sosial dan kebijakan sosial. STKS, Bandung.

Sudjadi dan Wardoyo. 2005. Pelayanan Rehabilitasi Sosial untuk Membantu Kemandirian Tuna Daksa. STKS, Bandung.

Suharto, Edi, 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Spektrum Pemikiran, Bandung, LSP-STKS Bandung..


(6)

Yayasan Pembinaan Anak Cacat, 2004. Layanan Rehabilitasi Sosial. Medan : “YPAC” Sumatera Utara.

..., 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Modern English Press, Jakarta

Sumber-sumber lain :

pukul 21:35:40 wib).

pada hari selasa tanggal 31 Agustus 2010 pukul 12.23 wib).

senin tanggal 1 november 2010 pukul 09.30 wib).


Dokumen yang terkait

Pola Asuh Keluarga yag Memiliki Anak Tunagrahita di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan

7 95 103

Pengaruh Pelayanan Pusat Rehabilitasi Anak Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan Terhadap Keterampilan Penyandang Tuna Grahita

12 125 92

Manfaat Terapi Wicara Bagi Anak Tuna Daksa dengan Mampu Didik Terhadap Interaksi Sosial Di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Jakarta

4 30 143

Pengaruh dukungan sosial dan bimbingan agama islam terhadap kepercayaan diri penyandang tunadaksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Kebayoran Baru Jakarta Selatan

0 15 145

Pengaruh religiusitas terhadap kecerdasan emosional remaja tuna daksa di SLB D-D1 YPAC Jakarta

0 7 0

PEMBELAJARAN INSTRUMEN KEYBOARD PADA SISWA PENYANDANG TUNA DAKSA DI YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG

4 29 129

PROBLEMATIKA BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK PENYANDANG TUNA DAKSA DI YAYASAN PEMBINAAN Problematika Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Anak Penyandang Tuna Daksa Di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Cabang Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013.

0 0 15

PENDAHULUAN Problematika Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Anak Penyandang Tuna Daksa Di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Cabang Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013.

0 0 18

PROBLEMATIKA BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK PENYANDANG TUNA DAKSA DI YAYASAN PEMBINAAN Problematika Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Anak Penyandang Tuna Daksa Di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Cabang Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013.

0 0 13

Pola Asuh Keluarga yag Memiliki Anak Tunagrahita di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan

0 0 10