BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pembangunan Modal Sosial : Keberadaan Kegiatan Pelatihan Ikan Pora-Pora Bagi Masyarakat Miskin dan Pengangguran Oleh Dinas Tenaga Kerja dan Sosial di Desa Silalahi I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Pembangunan modal sosial adalah masalah penting yang sering dibicarakan terutama dalam pemerintahan maupun dalam organisasi sosial, dimana pembangunan modal sosial berguna untuk mempertahankan kehidupan khususnya bagi masyarakat miskin dan masyarakat pengangguran. Selain itu pembangunan modal sosial berguna untuk menciptakan tenaga kerja yang mampu menghadapi persaingan global. Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Kesejahteraan ingin dicapai dan membangun harkat dan sesuai martabat kemanusiaan dengan berlandaskan pada kemampuan dan mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Manusia yang bermartabat tidak akan puas dengan kehidupan pada belas kasihan orang lain, tidak ingin tergantung pada orang lain. Paradigma yang tidak pernah berubah adalah kebutuhan akan lapangan pekerjaan. Tantangan utama pembanguan yang merupakan masalah ekonomi dan sosial yaitu banyaknya tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan. Namun nampaknya banyak tantangan yang dihadapi seperti, tatanan sosial dan budaya yang sangat kuat ikatan-ikatan tradisional, lemahnya solidaritas antara kelompok-kelompok dalam masyarakat, keterbatasan akan pengetahuan, lembaga-lembaga dan pranata-pranata yang dibutuhkan untuk pembangunan belum berkembang, justru menjadi penghalang baik lembaga ekonomi sosial, politik, hukum serta sikap pemerintah dan birokrasi yang acuh tak acuh dan tidak terpanggil untuk berpihak dan memberi perhatian kepada masalah sosial terutama yang menyangkut rakyat kecil.

  Modal sosial adalah konsep yang muncul dari hasil interaksi di dalam masyarakat dengan proses yang lama. Meskipun interaksi terjadi karena berbagai alasan, orang-orang berinteraksi, berkomunikasi, dan kemudian menjalin kerjasama pada dasarnya dipengaruhi oleh keinginan untuk berbagi cara untuk mencapai tujuan bersama yang tidak jarang berbeda dengan tujuan dirinya sendiri. Keadaan ini terutama terjadi pada interaksi yang berlangsung lama. Interaksi semacam ini melahirkan modal sosial berupa ikatan-ikatan emosional yang menyatukan orang untuk mencapai tujuan bersama, yang kemudian menumbuhkan kepercayaan dan keamanan yang tercipta dari adanya relasi yang relative panjang. Modal sosial akan tumbuh dan berkembang jika digunakan bersama dan akan mengalami kepunahan jika tidak dilembagakan secara bersama, oleh karena itu, pewarisan nilai modal sosial dilakukan melalui proses adaptasi, pembelajaran, serta pengalaman dalam praktek nyata. Bentuk-bentuk modal sosial yang penting adalah kemampuan dan bakat-bakat individual, seluruh pengetahuan masyarakat, interaksi dan hubungan dalam masyarakat, organisasi dan jaringan sosial, budaya masyarakat. Modal sosial berlangsung melalui berbagai bentuk, antara lain melalui aliran informasi, norma hubungan timbal balik atau kerjasama mutual, tindakan kolektif, dan solidaritas yang didukung hubungan sosial. Bentuk- bentuk modal sosial tersebut diwujudkan dalam bentuk kesedian mereka bekerjasama, saling membantu, dan saling membangun pengertian antara satu dengan yang lainnya.

  Hasbullah (2006) menuliskan bahwa memasukkan modal sosial sebagai salah satu komponen pembangunan tidaklah mudah. Di masing-masing daerah atau negara, spektrum modal sosial tersebut dengan berbagai dimensinya, bervariasi tergantung pada sejarah kebudayaan wilayah atau daerah tersebut. Serta struktur sosial dan peradaban yang telah terbentuk cukup lama sesuai dengan lingkungannya. Hubungan yang terbentuk antara kultur dan institusi, bagaimanapun memiliki jalinan yang sangat kompleks. Namun keberadaan institusi dan lembaga dalam masyarakat tidak dapat terbangun dengan kuat tanpa modal sosial, demikian juga sebaliknya, modal sosial pun tidak dapat eksis tanpa institusi yang menopangnya.

  Modal sosial dapat diartikan sebagai karakteristik dari hubungan antar individu dalam suatu organisasi sosial maupun dengan individu diluar organisasi yang dapat berwujud kepercayaan sosial, norma dan jaringan sosial yang memungkinkan setiap individu yang ada di dalamnya untuk melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial yang terbentuk di masyarakat dapat memiliki bentuk yang beraneka ragam, baik itu berupa organisasi maupun nilai- nilai yang berkembang dimasyarakat. Wujud nyata dari modal sosial yang terjadi di masyarakat tidak dapat dilepaskan dari sistem budaya yang di masyarakat itu sendiri. Hermawati dan Handari (2003) mengungkapkan bentuk-bentuk modal sosial yang berkembang di masyarakat sebagai, hubungan sosial, adat dan nilai budaya lokal, toleransi, kesediaan untuk mendengar, kejujuran, kearifan lokal dan pengetahuan lokal, jaringan sosial dan kepemimpinan social, kepercayaan, kebersamaan dan kesetiaan, tanggung jawab sosial, partisipasi masyarakat, dan kemandirian.

  Dalam hal ini Desa Silalahi I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten dairi adalah salah satu desa yang mempunyai tingkat pengangguran dan kemiskinan dari keseluruhan penduduknya yaitu 40% adalah pengangguran dan masyarakat miskin. Desa Silalahi merupakan desa yang memiliki sumberdaya alam dan sumber daya manusia yang memadai tetapi awalnya kurang mendapat perhatian dari pemerintah dalam bidang pekerjaan dan saat ini Dinas Tenaga Kerja dan sosial sudah mulai memperhatikan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat Desa Silalahi I. Desa Silalahi ini merupakan bagian dari Danau Toba, dimana desa ini terletak dibagian tepi danau toba. Di Desa Silalahi I ini juga terdapat banyak wisata sama halnya dengan Danau Toba yang selama ini banyak dikunjungi oleh masyarakat lokal maupun wisatawan asing, tetapi jika dibandingkan pengunjung yang lebih ramai adalah di Danau Toba itu sendiri padahal yang lebih bersih adalah Silalahi I daripada Danau Toba yang seperti kita ketahui banyak sampah yang mengotori danau tersebut. Desa Silalahi I terdapat keramba dimana para nelayan menjaring ikan untuk dijual seperti ikan pora-pora, ikan mujahir dan ikan emas. Selain itu banyak masyarakat local yang memancing didaerah Desa Silalahi I dan sekitarnya.

  Penduduk desa tersebut sebagian besar menghidupi kebutuhan pokoknya dengan cara bertani yaitu menanam bawang dan menanam padi. Sebelum pemerintah melakukan suatu pemberdayaan masyarakat desa belum mengetahui apa yang dapat untuk digunakan menjadi modal dalam memajukan tingkat kehidupannya. Rata-rata pekerjaan masyarakat sekitar hanya menunggu waktu panen yang mereka tanam seperti padi dan bawang. Selain itu ada juga yang menjadi nelayan disekitaran danau tersebut.

  Tidak dipungkiri desa ini memiliki banyak masyarakat miskin dan masyarakat pengangguran seperti yang sudah dijelaskan bahwa 40 % dari penduduknya adalah masyarakat miskin dan pengangguran. Jika dibandingkan dari tahun 2009 sampai tahun 2013 tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran semakin meningkat. Sehingga saat ini pemerintah mengupayakan melakukan suatu pelatihan khusus untuk memberikan pengetahuan bagi masyarakat agar mereka mempunyai modal dalam meningkatkan taraf hidup mereka. Program yang dilakukan pemerintah Dinas Tenaga Kerja dan Sosial adalah program peningkatan kesempatan kerja. Memberikan fasilitas dan mendorong sistem pendanaan pelatihan berbasis masyarakat. Program ini merupakan suatu pemberdayaan bagi masyarakat bagaimana menggunakan sumber daya yang sudah tersedia didesa tersebut seperti bawang dan ikan pora-pora. Dalam hal ini bentuk fasilitas yang diberikan pemerintah yaitu mendatangkan pelatih dari ibu kota dan provinsi untuk melatih mereka, kemudian menyediakan dana serta alat yang dibutuhkan seperti, dandang, kuali, kompor,pisau, minyak, tepung dan lainnya. Mereka hanya menyediakan ikan pora-poranya saja serta kesediaan diri mereka untuk mengikuti pelatihan tersebut.

  Pengembangan masyarakat adalah upaya mengembangkan sebuah kondisi masyarakat secara berkelanjutan dan aktif berlandaskan prinsip–prinsip keadilan sosial dan saling menghargai. Para pekerja kemasyarakatan berupaya memfasilitasi warga dalam proses terciptanya keadilan sosial dan saling menghargai melalui program–program pembangunan secara luas yang menghubungkan seluruh komponen masyarakat. Pengembangan masyarakat menerjemahkan nilai – nilai keterbukaan, persamaan, pertanggungjawaban, kesempatan, pilihan, partisipasi, saling menguntungkan, saling timbal balik, dan pembelajaran terus menerus. Inti dari pengembangan masyarakat adalah mendidik, membuat anggota masyarakat mampu mengerjakan sesuatu dengan memberikan kekuatan atau sarana yang diperlukan dan memberdayakan mereka (FCDL, 2003: 1).

  Kegiatan masyarakat difokuskan kepada upaya menolong orang–orang yang lemah yang memiliki minat untuk bekerja sama dalam kelompok, melakukan identifikasi terhadap kebutuhan dan melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pengembangan masyarakat sering kali diimplementasikan dalam beberapa bentuk kegiatan, yaitu : 1.

  Program pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat memperoleh daya dukung dan kekuatan dalam memenuhi kebutuhannya.

  2. Kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan– kebutuhan warga kurang mampu dapat dipenuhi oleh pihak – pihak lain yang bertanggung jawab. Semua kegiatan pengembangan masyarakat diarahkan untuk membentuk sebuah struktur masyarakat yang mencerminkan tumbuhnya semangat swadaya dan partisipasi. Pengembangan masyarakat meliputi usaha memperkukuh interaksi sosial dalam masyarakat, menciptakan semangat kebersamaan, solidaritas diantara anggota masyarakat dan membantu mereka untuk berkomunikasi dengan pihak lain dengan cara berdialog secara alamiah atau tanpa intervensi, didasari penuh pemahaman dan ditindak lanjuti dengan aksi sosial nyata.

  Desa Silalahi I salah satu modal sosialnya yaitu jaringan sosial. Dimana jaringan sosial merupakan suatu interaksi sosial yang mempunyai hubungan didalam organisasi atau komunitas. Didesa Silalahi I sudah terdapat komunitas yaitu komunitas yang mengikuti pelatihan usaha ikan pora-pora dimana yang membentuk komunitas tersebut adalah pemerintah setempat guna untuk meningkatkan taraf kehidupan mereka. Maksud dari hubungan yang membentuk sebuah jaringan sosial dalam hal ini yaitu dimana anggota komunitas itu sendiri mampu menjalin interaksi antara satu dengan yang lain. Dalam hal ini pemerintah selaku media perantara bagi masyarakat membentuk kelompok didalam komunitas tersebut. Tujuannnya untuk membentuk suatu kepercayaan, kerjasama dan kepemimpinan antara anggota satu dengan yang lain meskipun sudah memiliki kelompok masing-masing.

  Pemerintah sangat berperan penting dalam pembangunan modal sosial di Desa Silalahi I. Pembangunan modal sosial oleh pemerintah dikenal pula sebagai dimana menekankan pada pentingnya kolektivitas. Kumpulan ini dibangun dari asosiasi masyarakat yang memiliki sumber daya secara kolektif dan membagi wewenang untuk membuat keputusan. Melalui strategi tersebut, pembangunan sosial dilakukan olehdalam pemerintahan. Di samping adanyapembangunan sosial diimplementasikan dan apakah kebijakan sosial dan ekonomi diselaraskan.

  Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kebanyakan pemerintah hanya berdiam diri melihat kondisi sosial dan ekonomi khususnya masyarakat yang kurang mampu. Namun, dalam hal ini berbeda pemerintah mampu mewujudkan keinganan masyarakat Desa Silalahi I untuk membentuk sebuah jaringan, dimana jaringan tersebut melalui pelatihan yang telah dibentuk oleh pemerintah yaitu melalui Dinas Tenaga Kerja dan Sosial. Pemerintah tersebut, awalnya melakukan pengamatan dan sosialisasi terhadap masyarakat Silalahi. Dan sudah jelas bahwa Desa silalahi I terdapat modal sosial yang cukup untuk diberikan pelatihan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki.

  Desa Silalahi I merupakan desa yang memiliki sumber daya manusia dan sumber daya alam yang cukup besar tetapi masyarakat kurang menyadari akan adanya modal sosial yang dimiliki. Dengan demikian Dinas Tenaga Kerja dan Sosial melakukan kegiatan pelatihan dan pengolahan ikan pora-pora. Dalam membentuk modal sosial tanpa adanya kerja sama dan saling adanya kepercayaan antara satu dengan yang lain maka tidak dapat membentuk sebuah jaringan sosial. Jaringan sosial dapat terbentuk ketika modal sosial dalam sebuah komunitas sudah dapat terpenuhi.

  Berdasarkan latar belakang diatas muncul sejumlah pertanyaan yaitu mengenai bagaimanakah tingkat partisipasi masyarakat di Desa Silahi I terhadap program pelatihan dan pengolahan ikan pora-pora oleh Dinas Tenaga Kerja dan Sosial? Bagaimanakah persepsi masyarakat miskin dan pengangguran terhadap program pelatihan dan pengolahan ikan pora-pora sesudah mengikuti program pelatihan tersebut? Apakah keberadaan pelatihan dan pengolahan ikan pora-pora oleh Dinas Tenaga Kerja dan Sosial (DISNAKERSOS) terhadap masyarakat miskin dan pengangguran mendorong terjadinya jaringan sosial? Pernyataan permasalahan tersebut menarik untuk diteliti, sebab penelitian ini ingin melihat bagaimana hubungan pelatihan dan pengolahan ikan pora-pora dan jaringan sosial terhadap peningkatan kehidupan masyarakat miskin dan pengangguran di Desa Silahi I, dimana juga terdapat tingkat kemiskinan dan pengangguran sebanyak 40% dari jumlah keseluruhan penduduk.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka peneliti membuat rumusan masalah berdasarkan fokus penelitian. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.

  Bagaimanakah tingkat partisipasi masyarakat di Desa Silahi I terhadap program pelatihan dan pengolahan ikan pora-pora oleh Dinas Tenaga Kerja dan Sosial? 2. Bagaimanakah persepsi masyarakat miskin dan pengangguran terhadap program pelatihan dan pengolahan ikan pora-pora sesudah mengikuti program pelatihan tersebut? 3. Apakah keberadaan pelatihan dan pengolahan ikan pora-pora oleh Dinas

  Tenaga Kerja dan Sosial terhadap masyarakat miskin dan pengangguran mendorong terjadinya jaringan sosial di Desa Silalahi 1?

  1.3 Tujuan Penelitian 1.

  Untuk melihat tingkat partisipasi masyarakat di Desa Silahi I terhadap program pelatihan dan pengolahan ikan pora-pora oleh Dinas Tenaga Kerja dan Sosial.

  2. Untuk mengetahui persepsi masyarakat miskin dan pengangguran terhadap program pelatihan dan pengolahan ikan pora-pora sesudah mengikuti program pelatihan tersebut.

3. Untuk melihat keberadaan pelatihan dan pengolahan ikan pora-pora oleh

  Dinas Tenaga Kerja dan Sosial terhadap masyarakat miskin dan pengangguran mendorong terjadinya jaringan sosial di Desa Silalahi 1.

1.4 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

  1.4.1 Manfaat Teoritis 1.

  Untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu Sosiologi, khususnya pada bidang ilmu Sosiologi Pembangunan dan institusi sosial.

  2. Untuk menambah referensi hasil penelitian yang juga dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian bagi mahasiswa sosiologi selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas cakrawala pengetahuan.

  1.4.2 Manfaat Praktis 1.

  Menambah pengetahuan bagi peneliti mengenai permasalahan yang diteliti dan kemampuan peneliti untuk membuat karya tulis ilmiah.

  2. Menjadi sumbangan pemikiran pada kajian pengembangan masyarakat dan institusi sosial, mengenai informasi yang membantu masyarakat khususnya pembangunan modal sosial masyarakat miskin dan pengangguran dalam mengikuti pelatihan industry kecil ikan pora-pora.

1.5 Kerangka Teori

1.5.1 Teori Modal Sosial

  Dalam penelitian pembangunan modal sosial ini teori yang digunakan adalah modal sosial yang dikemukakan oleh Coleman. Coleman mengatakan bahwa modal sosial tidak terbatas pada mereka yang kuat, namun juga mencakup manfaat rill bagi orang miskin dan komunitas yang terpinggirkan. Modal sosial dalam hal ini mempresentasikan sumber daya karena melibatkan harapan akan resiprositas, dan melampaui individu mana pun sehingga melibatkan jaringan yang lebih luas yang hubungan-hubungannya diatur oleh tingginya tingkat kepercayaan dan nilai-nilai bersama. Tempat modal sosial dalam karya Coleman terletak didalam upaya lebih luas untuk memahami basis tatanan sosial.

  Dari teori pilihan rasional Coleman berkembang pandangan yang luas tentang masyarakat sebagai sekumpulan system sosial perilaku individu. Untuk menguraikan prinsip-prinsip tatanan sosial, Coleman mengusulkan agar perilaku pada level system harus dipilah-pilah lagi menjadi pemahaman atas preferensi individu dan tindakan-tindakan mereka. Konsep modal sosial adalah sarana untuk menjelaskan bagaimana orang dan kelompok berusaha untuk bekerja sama dan modal sosial ini lahir dari upaya untuk menjelaskan adanya ketimpangan sosial. Modal sosial memberikan pemecahan atas masalah seseorang memilih bekerja sama, bahkan kepentingan paling utama mereka terkesan dapat terpenuhi melalui kompetisi.

  Dalam artian modal sosial adanya norma, jaringan sosial dan hubungan antara orang dan perorangan atau dalam hal ini antara narasumber atau pemerintah dan peserta bernilai bagi tumbuh kembangnya suatu taraf kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat miskin dan pengangguran dalam mengikuti pelatihan.

  Modal sosial dan modal manusia hubungan dipandang membangun sumber modal dengan membantu menciptakan kewajiban dan harapan antarindividu, membantu kejujuran lingkungan sosial, membuka saluran informasi dan menetapkan norma yang menopang bentuk-bentuk perilaku tertentu (Coleman 1988-9: 102-4).

  Kedekatan dalam hal ini adanya hubungan yang memberikan manfaat timbal balik antar individu dan institusi berbeda, sebagai sesuatu yang esensial dalam memberikan tidak hanya dipenuhinya kewajiban, namun juga bagi dijalankannya sanksi.

  Sama halnya dengan teori sosial Marxis, yang berasumsi bahwa orang bersatu untuk mengejar kepentingan bersama kelas sosial mereka sendiri, namun bukan karena mereka menikmati kebersamaan mereka. Peran modal sosial dalam membangun modal sosial manusia secara logis mengarah pada pandangan bahwa pilihan individu adalah cara yang buruk untuk menentukan distribusi keterampilan (Jhon Field,2011: 32-46).

1.5.2 Teori Pilihan Rasional

  Pilihan Rasional (rational choice), seperti yang dikembangkan oleh para ekonom dan khususnya seperti yang tercermin dalam karya dari Gary Backer tentang The Economic Approach to Human Behaviour (1976), mulai dengan beberapa unit perilaku atau actor yang diasumsikan “berperilaku rasional”.

  Berperilaku rasional bermakna memaksimumkan keajegan perilaku yang diantisipasi atau diharapkan akan membawa imbalan atau hasil dimsa akan datang.

  Secara umum teori pilihan rasional mengasumsikan bahwa tindakan manusia mempunyai maksud dan tujuan yang dibimbing oleh hirarki yang tertata rapi dari preferensi. Dalam hal ini rasional berarti : 1.

  Aktor melakukan perhitungan dari pemanfaatan atau preferensi dalam pemilihan suatu bentuk tindakan

2. Aktor juga menghitung biaya bagi setiap jalur perilaku

  3. Aktor berusaha memaksimalkan pemanfaatan untuk mencapai pilihan tertentu Bagi kelompok Sosiologi Ekonomi baru yang dimotori oleh Granovetter percaya, bahwa kegiatan ilmiah Sosiologi dan pokok persoalan studi Sosiologi, apabila dimasukkan kedalam kerangka individu merupakan suatu kekliruan. Menurut Granovetter (1985), pendekatan pilihan rasional merupakan bentuk ekstrem dari individualism metodelogis yang mencoba meletakkan suatu superstruktur yang luas diatas fundamental yang sempit, sebab pendekatan pilihan rasional tidak memperhatikan secara serius struktur jaringan social dan bagaimana struktur ini mempengaruhi hasil secara keseluruhan. (Damsar, 2009).

  Semua pilihan ditawarkan kepada setiap individu ataupun kelompok untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Pilihan disiapkan secara rasional untuk kemudian diwujudkan menjadi Perilaku Rasional untuk sebuah tindakan dalam Budaya Konsumen tersebut. Secara tidak langsung ini juga berlaku pada konsep umum yaitu, Hidup adalah pilihan yang bisa dibahas melalui konsep dan teori dari perspektif Sosiologi pada umumnya dan Sosiologi Ekonomi pada khususnya.

1.6 Hipotesis

  Hipotesis dapat didefenisikan sebagai suatu pernyataan tentang hubungan logis antara dua variabel atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk kuantitatif sehingga dapat diuji kebenarannya. Hipotesis nol yang dilambangkan dengan H adalah sebuah proposisi yang menyatakan hubungan yang defenitif dan eksak atau dua variabel atau lebih. Perlu diperhatikan bahwa secara umum, hipotesis nol dirumuskan sebagai hubungan kosong dalam arti korelasi ataupun perbedaan antara populasi variabel-variabel itu tidak ada atau sama dengan nol. Hipotesis alternative yang dilambangkan dengan H

  1 atau H A yang merupakan kebalikan dari

  hipotesis nol adalah sebuah pernyataan yang menjelaskan adanya korelasi atau perbedaan antara populasi dari dua variabel atau lebih (Sukaria, 2011 : 94-104).

  H = Terdapat korelasi positif antara keberadaan pelatihan dan pengolahan

  A

  ikan pora-pora oleh Dinas Tenaga Kerja dan Sosial terhadap masyarakat miskin dan pengangguran.

  H = tidak terdapat korelasi positif antara keberadaan pelatihan da pengolahan ikan pora-pora oleh Dinas Tenaga Kerja dan Sosial terhadap masyarakat miskin dan pengangguran.

1.7 Defenisi Konsep

1. Modal Sosial

  James Coleman (1990:300), seorang sosiolog, memberi batasan kapital sosial sebagai “seperangkat sumber daya yang inheren dalam hubungan keluarga dan dalam organisasi sosial komunitas serta sangat berguna bagi pengembangan kognitif dan sosial seorang anak”. Coleman menambahkan bahwa kapital sosial merupakan “aspek dari struktur sosial serta memfasilitasi tindakan individu dalam struktur sosial”. Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kapital sosial merupakan investasi sosial, yang meliputi sumber daya sosial seperti jarigan, kepercayaan, nilai dan norma serta kekuatan menggerakkan dalam struktur hubungan sosial untuk mencapai tujuan individual dan atau kelompok secara efisien dan efektif dengan kapital lainnya.

  Dengan demikian dalam pengeritan yang lebih luas, modal sosial dapat berbentuk jaringan sosial atau sekelompok orang yang dihubungkan oleh perasaan simpati, kewajiban, norma pertukaran, yang kemudian diorganisasikan menjadi sebuah institusi yang memberikan perlakuan khusus terhadap mereka yang dibentuk oleh jaringan untuk mendapatkan modal sosial dari jaringan tersebut.

  Dalam level mekanismenya, modal sosial dapat mengambil bentuk kerjasama sebagai upaya penyesuaian dan koordinasi tingkah laku yang diperlukan untuk mengatasi konflik.

  Di indonesia, studi tentang modal sosial secara formal masih merupakan hal yang baru. Namun, secara eksplisit belum begitu mengenal terminologi modal sosial, sebenarnya telah ada beberapa studi terutama berupa kajian tentang hubungan kerja sama saling menguntungkan antar warga masyarakat di daerah pedesaan yang pada esensinya memiliki keterikatan erat dengan modal sosial terdiri dari norma jaringan dan kepercayaan, maka sebenarnya hal tersebut secara historis bukan merupak fenomena baru dan asing bagi masyarakat Indonesia dan hal tersebut lebih berakar kuat dan terinstitusikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pedesaan.

  Semangat dan implementasi dari kemauan untuk saling bekerjasama dalam upaya memenuhi kepentingan sosial dan kepentingan individu atau personal teleh termanivestasikan dalam berbagai bentuk aktivitas bersama yang secara umum dikenal dengan kegiatan “Gotong Royong”. Gotong royong merupakan suatu bentuk kehidupan sosial di masyarakat pedesaan dimana sesama anggota masyarakat saling tolong menolong secara timbal balik dalam hal ini terjadi hubungan Resiprositas.

  Menurut Lesser (Mariana, 2006) modal sosial sangat penting bagi komunitas karena:

1. Mempermudah akses informasi bagi anggota komunitas

  2. Menjadi media power sharing atau pembagian kekuasaan dalam komunitas.

  3. Mengembangkn solidaritas 4.

  Memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas 5. Memungkinkan pencapain bersama.

  6. Membentuk prilaku kebersamaan dan keorganisasian komunitas. Modal sosial bisa diukur kedalam enam dimensi, adapun keenam dimensi tersebut adalah kelompok dalam jaringan, kepercayaan dan solidaritas, tindakan kolektif dan kerja sama, informasi dan komunkasi, kohesi sosial dan pemasukan yang terakhir adalah kekuasaan dan tidakan politik.

  Berbeda dengan modal fisik dan modal manusia yang sifatnya lebih kongkrit, dapat diukur dan dapat diperhitungkan secara eksak untuk suatu proses produksi, wujud modal sosial tidak sejelas kedua jenis modal tersebut. Pemahaman tentang modal sosial menekankan pada hubungan timbal balik antara modal dan sifat sosial yang menjelaskan modal tersebut. Sifat sosial dalam modal sosial tidak bersifat netral, ditandai adanya hubungan saling menguntungkan antara dua orang, kelompok, kolektivitas, atau kategori sosial atau manusia pada umunya.

  Fukuyama dalam Nasdian (2005) mengartikan modal sosial sebagai seperangkat nilai-nilai internal atau norma-norma yang disebarkan di antara anggota-anggota suatu kelompok yang mengijinkan mereka untuk bekerjasama antara satu dengan yang lain. Ia menambahkan bahwa prasyarat penting munculnya modal sosial adalah kepercayaan (trust), kejujuran (honesty), dan timbal balik (resiprocity), dalam KUBE modal sosial terlihat dari adanya aturan- aturan yang disepakati anggota, seperti pertemuan rutin setiap bulan, aturan pengembalian pinjaman dan pembagian tugas.

  a.

  Kepercayaan (Trust) b. Kejujuran (Honesty) c. Timbal Balik (Resiprocity)

  Grootaet di dalam Ketut menyatakan bahwa kapital sosial merupakan salah satu alternative untuk mengatasi kemiskinan, kesehatan, pendidikan, dan ketersedian kapital ekonomi di tingkat rumah tangga. Bahkan menurutnya, kontribusi kapital sosial sebanding dengan modal manusia. Artinya kapital sosial yang bersifat non fisik diyakini mampu menandingi peran kapital fisik. Sedangkan kapital sosial berdasarkan sosiologi ekonomi digunakan atau diterapkan dalam fenomena ekonomi, terutama yang terkait denan aspek produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa sebagai sumberdaya yang terbatas.

2. Jaringan sosial

  Masyarakat selalu berhubungan sosial dengan masyarakat yang lain melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan oleh prinsip kesukarelaan, kesamaan, kebebasan dan keadaban. Kemampuan anggota- anggota kelompok/masyarakat untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola hubungan sinergetis akan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan kuat tidaknya modal sosial dalam masyarakat.

  Jaringan hubungan sosial biasanya akan diwarnai oleh suatu tipologi yang khas sejalan dengan karakteristik dan orientasi kelompok. Pada kelompok sosial yang biasnya terbentuk secara tradisional atas dasar kesamaan garis keturunan, pengalaman-pengalaman sosial turunan dan kesamaan kepercayaan pada dimensi ke-Tuhanan cenderung memiliki kohesifitas yang tinggi, tetapi rentang jaringan maupun trust yang terbangun sangat sempit. Sebaliknya, pada kelompok yang dibnagun atas dasar kesamaan orientasi dan tujuan dan dengan ciri pengelolaan organisasi yang lebih moderrn.

  Kelompok dan jaringan memungkinkan orang untuk mengakses sumber- sumber dan berkolaborasi untukk mencapai tujuan, ini adalah konsep penting bagian dari modal sosial. Jaringan informal di manifestasikan dalam pertukaran yang spontan dan tidak teratur terhadap informasi dan sumber penghasilan kelompok seperti usaha dalam kerja sama, koordinasi dan saling membantu yang dapat memaksimalkan kegunaan sumber yang ada. Jaringan informal dapat dihubungkan dengan hubungan horizontal dan vertikal yang dibentuk melalui faktor-faktor lingkungan, termasuk pasar, kekeluargaan, dan persahabatan.

  Jenis lainnya adalah jaringan yang terdiri dari perkumpulan, dimana anggotanya dihubungkan secara horizontal. Jaringan seperti ini sering secara jelas menggambarkan struktur, peran dan peraturan yang memerintah bagaimana anggota kelompok bekerjasama untuk mencapai tujuan utama. Jaringan ini juga memiliki potensi alami untuk membangun diri sendiri, bantuan mutual, solidaritas dan upaya-upaya kerjasama dalam kelompok. Mata rantai modal sosial disisi lain, termasuk hubungan dan interaksi di antara kelompok dan pemimpinnya dan memperluas hubungan antara anggota masyarakat di kampung dengan masyarakat yang lebih luas.

3. Masyarakat miskin dan pengangguran

  Kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang, luarga atau anggota masyarakat tidak mempunyai kemamuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar sebagaimana anggota masyarakat lain pada umumnya. Menurut Emil Salim (1984), bahwa kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Mereka dikatakan berada dibawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok, seperti pangan, pakaian, tempat tinggal, dan lain-lain. Dalam pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, biasanya sekaligus tumbuh pula berbagai nilai dan norma yang baru, dan dapat mengakibatkan bergesernya ukuran-ukuran taraf kehidupan tertentu, yang kemudian menjadi suatu kelaziman bagi masyarakat.

  Ukuran kaya atau miskin dapat dilihat melalui kemampuan atau jumlah pemilikan nilai-nilai ekonomisnya. Jika pemilikan terhadap nilai-nilai ekonomis ini mengalami ketimpangan, dimana tidak ada cukup dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, maka keadaan tersebut dapat menimbulkan masalah-masalah sosial, apabila keadaan tersebut secara umum dirasakan sebagian besar jumlah anggota masyarakat. Untuk negara-negara tertentu umumnya terjadi didaerah pedesaan, sementara orang-orang kota berebut menguasai sumber ekonomi, seperti status, lapangan pekerjaan dan lainnya.

  Faktor ekonomi kemudian dijadikan tolok ukur dalam menilai kemiskinan, sebagai bukti faktor ini banyak diperjuangkan oleh berbagai kalangan masyarakat.

  Bahkan faktor ekonomi sering dijadikan kambing hitam dari penyebab timbul masalah sosial seperti tunasusila, tunakarya, tunawisma dan lain sebagainya.

  Menurut david C. Korten (1984), terdapat tiga kebutuhan pokok yang sulit untuk dipenuhi oleh kaum miskin, yaitu :

  1. Banyak diantara orang miskin tidak mempunyai kekayaan produktif selain kekuatan jasmani mereka. Berkembang dan terpeliharanya kekayaan tersebut tergantung pada semakin baiknya kesempatan untuk memperoleh pelayanan umum, seperti pendidikan, perawatan, kesehatan dan penyediaan air yang pada umunya tidak tersedia bagi mereka yang justru paling membutuhkan.

  2. Peningkatan pendapatan kaum miskin itu mungkin tidak akan memperbaiki taraf hidup mereka apabila barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat pendapatan mereka tidak tersedia. Selain itu, ada juga beberapa hal yang menyebabkan kemiskinan itu tetap ada dan tetap menjadi masalah sosial yaitu sebagai berikut :

  1. Pihak untuk menjadi tetap miskin, yang mencerminkan dari pola pikir, pilihan hidup, dan perilaku individu. Misalnya, berperilaku malas dan tidak mau berusaha.

2. Sulitnya akses untuk mendapat pendidikan yang layak dan pekerjaan.

  3. Perasaan terbiasa dengan kemiskinan dengan alasan karena hidup di lingkungan miskin sehingga menggangap kemiskinan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

  4. Kemiskinan sebagai akibat dari permasalahan structural, yaitu orang-orang miskin terjebak dalam kemiskinannya sebagai korban permasalahan struktur sosial.

  Walaupun kini pemerintah mengatakan bahwa kemiskinan berhasil ditekan, beberapa pihak tetap tidak percaya atau ragu-ragu karena belum ada program pemerintah yang tepat dan efektif untuk meminimalisir kemiskinan di daerah maupun diprovinsi. Kemiskinan ini juga terjadi akibat dari pembangunan didaerah – daerah, dimana adanya pembangunan yang tidak jelas dan tidak merata karena banyaknya dana yang dikorupsi menyebakan masyarakat mengadu nasib ke ibu kota. Kebanyakan dari mereka tidak berhasil dan hidup terlunta-lunta ditengah kerasnya kehidupan di kota metropolitan.

  Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak.Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Adapun yang menjadi jenis-jenis pengangguran menurut Dinas Tenaga Kerja dan Sosial yaitu, pengangguran dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu : 1.

  Pengangguran Terselubung (Disguised Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.

  2. Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.

3. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan.

  Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran adalah sebagai berikut:

  1. Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.

  2. Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang 3.

  Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.

  4. Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh struktur Angkatan Kerja Indonesia

  5. Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya. Akibat pengangguran ini maka berdampak Bagi perekonomian negara dimana terjadi Penurunan pendapatan perkapita, penurunan pendapatan pemerintah yang berasal dari sektor pajak, meningkatnya biaya sosial yang harus dikeluarkan oleh pemerintah bagi masyarakat ,pengangguran merupakan beban psikologis dan psikis, pengangguran dapat menghilangkan keterampilan, karena tidak digunakan apabila tidak bekerja serta Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik.

  

pada 9 Desember 2013

pukul 20.43 WIB).

1.8 Operasional variabel

  Operasional Variabel digunakan untuk melihat variable-variabel yang menjadi kajian penelitian. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembangunan modal sosial masyarakat miskin dan pengangguran yang mempengaruhi adanya keberadaan pelatihan industry kecil ikan pora-pora.

  Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keberadaan pelatihan industry kecil ikan pora-pora.

  Defenisi operasional adalah spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur atau memanipulasi variabel. Defenisi operasional memberikan batasan atau arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan peneliti untuk mengukur variabel tersebut (Sarwono, 2006 : 12). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Bebas (X) Variabel bebas sebagai pengaruh atau penyebab dari variabel lain.

  Variabel bebas merupakan variabel yang diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti umtuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi

  (Sarwono, 2006 : 54). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah keberadaan pelatihan dan pengolahan ikan pora-pora di Desa Silalahi 1.

  Adapun yang menjadi indikator variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu dalam pelatihan adalah pelatihan alat tangkap, pelatihan menggunakan alat modern dan pelatihan manajemen pengolahan ikan pora-pora. Sedangkan indikator pengolahan adalah pengolahan ikan pora-pora menjadi kerupuk, pengolahan ikan pora-pora menjadi ikan asin, pelatihan ikan pora-pora menjadi ikan tawar serta pelatihan ikan pora-pora menjadi abon.

2. Variabel Terikat (Y)

  Variabel terikat adalah akibat dari variabel yang mendahuluinya, Variabel terikat adalah variabel yang memberikan reaksi jika dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel terikat adalah variabel yang variabelnya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas (Sarwono, 2006 : 54).

  Variabel terikat dalam penelitian ini adalah masyarakat miskin dan pengangguran.

  Adapun yang menjadi indikator variabel terikat pada penelitian ini, yaitu masyarakat miskin yang memiliki tingkat pendapatan Rp. 20.000,00 per hari, tempat tinggal yang tidak layak seperti rumah papan, tingkat pendidikan yang rendah dan jumlah anak yang banyak. Sedangkan masyarakat pengangguran terbagi tiga yaitu tenaga kerja yang sama sekali tidak mempunyai pekerjaan, tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu dan tenaga kerja yang sedang mencari pekerjaan. Dan pembentukan jaringan sosial dimana terdapat pembentukan kelompok, nilai-nilai kelompok serta adanya media massa sebagai alat pendukung.

  Variabel Bebas (X) Variabel Terikat (Y) Keberadaan Pelatihan dan Masyarakat Miskin dan Pengolahan Ikan Pora-Pora Masyarakat Pengangguran

  Pelatihan Masyarakat Miskin

  Pelatihan Alat Tangkap Tingkat pendapatan Rp. Pelatihan Menggunakan alat

  20.000,00 perhari modern Tempat tinggal yang

  Pelatihan manajemen tidak layak seperti rumah pengolahan papan

  Pengolahan

  Tingkat pendidikan yang Pengolahan ikan pora-pora rendah menjadi kerupuk

  Jumlah anak yang banyak Pengolahan ikan pora-pora

  Masyarakat Pengangguran

  menjadi ikan asin Tenaga kerja yang

  Pengolahan ikan pora-pora bekerja kurang dari 35 menjadi ikan tawar jam selama seminggu Pengolahan ikan pora-pora

  Tenaga kerja yang sedang menjadi abon mencari pekerjaan Tenaga kerja yang sama sekali tidak mempunyai pekerjaan

  Pembentukan Jaringan Sosial

  Pembentukan kelompok Nilai-nilai kelompok Media massa

  1.9 Bagan Operasional Variabel

  Konsep Variabel Indikator Pelatihan alat tangkap Pelatihan menggunakan

  Pelatihan alat modern Pelatihan manajemen pengolahan

  Keberadaan pelatihan dan Pengolahan ikan pora- pengolahan ikan pora- pora menjadi kerupuk pora Pengolahan ikan pora-

  Pengolahan pora menjadi ikan asin Pengolahan ikan pora- pora menjadi ikan tawar Pengolahan ikan pora- pora menjadi abon Tingkat pendapatan Rp. 20.000,00 per hari Tempat tinggal yang tidak layak seperti rumah

  Masyarakat Miskin papan Tingkat pendidikan yang rendah Jumlah Anak yang banyak

  Masyarakat miskin dan Tenaga kerja yang pengangguran bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu

  Masyarakat Tenaga kerja yang sedang

  Pengangguran mencari pekerjaan Tenaga kerja yang sama sekali tidak mempunyai pekerjaan Pembentukan Kelompok

  Pembentukan Jaringan Nilai-nilai kelompok

  Sosial Media Massa

1.10 Defenisi Variabel dan Indikator yang digunakan

  1. Pendapatan

  Pendapatan merupakan hal pokok dan penting yang dimiliki oleh masyarakat miskin dan pengangguran guna untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Dalam hal ini masyarakat miskin yang mengikuti pelatihan ini sehari-harinya hanya mendapatkan Rp.20.000,00 perharinya. Jika dihitung pendapatan mereka per bulan Rp. 500.000,00 sedangkan upah minimum di Desa Silalahi sebesar Rp. 1.000.000,00. Sehingga tidak mencukupi untuk melengkapi pangan, sandang dan kebutuhan lainnya bagi masyarakat miskin dan pengangguran di Desa Silalahi I.

  2. Tempat Tinggal

  Tempat tinggal yang dimiliki masyarakat miskin dan pengangguran di Desa Silalahi I saat ini dikatakan tidak layak untuk ditempati karena bangunannya masih dari bangunan papan yang lama dan lantai tanah bahkan masih ada masyarakat yang tinggal dirumah panggung.

  3. Tenaga kerja yang bekerja 35 jam selama seminggu

  Di Desa Silalahi I ini terdapat masyarakat miskin dan pengangguran yang bekerja selam 35 jam dimana yang mereka lakukan yaitu sebagai nelayan, menunggu hasil panen atau pun membantu orang lain untuk membersihkan lading.

  4. Tenaga kerja yang sedang mencari pekerjaan

  Masyarakat miskin dan pengangguran di Desa Silalahi I yang sedang menunggu panggilan kerja dari sebuah lembaga dimana mereka melamar pekerjaan yang sesuai dengan kemapuan dan pendidikan mereka.

  5. Tenaga kerja yang sama sekali tidak mendapat pekerjaan

  Dalam hal ini masyarakat miskin dan pengangguran di Desa Silalahi I hanya berdiam saja dirumah sebagai ibu rumah tangga dan mengurus rumah dan berharap akan adanya bantuan dari pemerintah.

  6. Pelatihan dan pengolahan

  Dalam hal ini masyarakat miskin dan pengangguran di Desa Silalahi I diberikan pelatihan dan cara bagaimana mengolah ikan pora-pora agar mendapatkan hasil yang lebih baik seperti mengolah ikan pora-pora menjadi ikan asin, ikan tawar, abon dan kerupuk. Narasumber juga memberikan pelatihan bagaimana menggunakan alat modern untuk menangkap ikan pora-pora agar air danau tersebut tidak tercemar meskipun menangkap ikan pora-pora ini sangat mudah.

  7. Tingkat Pendidikan yang Rendah

  Di Desa Silalahi I terdapat masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah yang diakibatkan dari pendapatan, lebih memilih untuk bekerja agar kebutuhan sehari-hari dapat tercukupi.

  8. Jumlah Anak yang Banyak Masyarakat Desa Silalahi I terdapat jumlah penduduk yang paling banyak.

  Salah satunya diakibatkan karena memiliki anak yang banyak, rata-rata jumlah anak dari penduduk Desa Silalahi I ini lebih dari 3. Mereka masih memiliki prinsip banyak anak banyak rezeki meskipun kebutuhan sehari-hari masih kurang.

  9. Pembentukan Kelompok dan Nilai-Nilai Kelompok

  Dalam kegiatan pelatihan ikan pora-pora narasumber dan pemerintah selaku panitia pelaksana kegiatan membentuk kelompok dengan tujuan untuk lebih mampu bekerja sama dalam bentuk kelompok dan mampu memanajemen serta membagi pekerjaan dengan baik sehingga ketika menjalankan suatu usaha dapat berjalan dengan baik.

10. Media Massa

  Media massa merupakan sarana penyampai pesan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas misalnya melalui radio, televisi, surat kabar atau penyalur seperti pemerintah setempat dan juga memperkenalkan secara langsung melalui acara-acara yang ada diwilayah sekitarnya. Di desa Silalahi I ini dengan menggunakan media massa mampu mendorong peningkatan penjualan hasil ikan pora-pora yang sudah diolah.

Dokumen yang terkait

2. Sumber-sumber Informasi pada Perpustakaan UNIMED - Literasi Informasi Mahasiswa Baru Pengguna Perpustakaan Universitas Negeri Medan Tahun Akademik 2014/2015

0 0 9

BAB II TINJAUAN LITERATUR - Literasi Informasi Mahasiswa Baru Pengguna Perpustakaan Universitas Negeri Medan Tahun Akademik 2014/2015

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) (Studi Pada Rumah Sakit Tingkat Ii Putri Hijau Kesdam I/Bukit Barisan Medan)

0 1 33

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Badan Usaha Milik Negara Studi Pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai

0 1 33

Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Badan Usaha Milik Negara Studi Pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Implementasi Strategi Pengembangan Sektor Pariwisata Kabupaten Toba Samosir (Studi pada Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toba Samosir)

0 1 28

IMPLEMENTASI STRATEGI PENGEMBANGAN SEKTOR PARIWISATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR (Studi Pada Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toba Samosir) SKRIPSI

0 1 11

BAB II PROFIL ORGANISASI - Pengelolaan Aktiva Tetap pada PT.PLN (PERSERO) Area Medan

1 1 17

BAB II KEBUN PERCOBAAN USU TAMBUNAN A KECAMATAN SALAPIAN KABUPATEN LANGKAT A. Sejarah Ringkas - Sistem Pengawasan Internal Kas Pada Kebun Percobaan Usu Tambunan A Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat

0 0 14

Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Pada PT Pertamina (Persero) MOR I Medan

1 3 18