Respons Dua Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merrill.) Pada Pemberian Pupuk Hayati Dan NPK Majemuk

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

  Tanaman kedelai termasuk ke dalam, kingdom: Plantae, divisio: Spermatophyta, class: Dicotyledoneae, ordo: Fabales, family: Leguminoceae, genus: Glycine, species: Glycine max (L) Merrill. (Steenis et al., 2003).

  Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Kedelai juga memiliki akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Perkembangan akar kedelai dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah, cara pengolahan lahan, kecukupan unsur hara serta ketersedian air di dalam tanah. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih, akar- akar sampingnya menyebar mendatar sejauh 2,5 m pada kondisi yang optimal.

  Umumnya akar tunggang hanya tumbuh pada kedalaman lapisan tanah olahan yang tidak terlalu dalam sekitar 30-50 cm. Sementara akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar 20 – 30 cm. Akar serabut ini mula-mula tumbuh di dekat ujung akar tunggang, sekitar 3-4 hari setelah berkecambah (Adisarwanto, 2005).

  Berdasarkan tipe pertumbuhan batang kedelai dibagi menjadi 3 tipe yaitu tipe determinate yaitu pertumbuhan batang yang terhenti setelah tanaman berbunga. Besar batang hampir sama dari pangkal sampai ujung dan tumbuh tegak. Ukuran batang pendek atau sedang, ukuran daun seragam, dan berbunga serempak. Tipe indeterminate yaitu pertumbuhan batang terus berlanjut meskipun tanaman sudah berbunga. Batang tinggi, dan agak melilit, ukuran batang bagian ujung lebih kecil, daun atas lebih kecil dan berbunga setiap saat. Tipe semideterminate yaitu merupakan campuran dari kedua tipe tersebut (Somaatmadja et al., 1985).

  Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon pada buku (nodus) pertama tanaman yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua buku di atasnya terbentuk daun majemuk selalu dengan tiga helai. Helai daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau. Permukaan daun berbulu halus (trichoma) pada kedua sisi. Tunas atau bunga akan muncul pada ketiak tangkai daun majemuk. Setelah tua, daun menguning dan gugur, mulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang (Rubatzky dan Yamaguchi,1997).

  Bunga kedelai menyerupai kupu-kupu. Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada buku yang lebih tinggi. Setiap ketiak tangkai daun yang mempunyai kuncup bunga dan dapat berkembang menjadi polong disebut sebagai buku subur. Tidak setiap kuncup bunga dapat tumbuh menjadi polong, hanya berkisar 20-80%. Jumlah bunga yang rontok tidak dapat membentuk polong yang cukup besar. Jumlah bunga pada tipe batang determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan pada batang tipe indeterminate. Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu (Irwan, 2006).

  Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

  Berat masing-masing biji berbeda-beda, ada yang bisa mencapai berat 50-500 gram per 100 butir biji. Warna biji pun berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus cahaya). Disamping itu ada pula biji yang bewarna gelap kecoklat-coklatan sampai hitam, atau berbintik-bintik (Andrianto dan Indarto, 2004).

  Syarat Tumbuh Iklim

  Tanaman kedelai merupakan tanaman daerah sub tropis yang dapat

  o o

  beradaptasi baik di daerah tropis. Kedelai tumbuh baik, antara garis lintang 0 -52 ,

  o o

  dengan curah hujan diatas 500 mm setahun. Suhu optimal 25 -30 C dengan penyinaran penuh maksimal 10 jam perhari, kelembaban rata-rata 65%.

  Penanaman pada ketinggian lebih dari 750 m dpl pertumbuhan mulai terhambat dan umur tanaman tambah panjang namun masih dapat berproduksi baik pada ketinggian 110 m dpl. Pertumbuhan kedelai yang optimal, apabila ditanam pada bulan-bulan yang agak kering, tetapi air tanah masih cukup tersedia. Air diperlukan sejak pertumbuhan awal sampai pada periode pengisian polong (Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2002).

  Hal yang terpenting pada aspek distribusi curah hujan yaitu jumlahnya merata sehingga kebutuhan air pada tanaman kedelai dapat terpenuhi. Jumlah air yang digunakan oleh tanaman kedelai tergantung pada kondisi iklim, sistem pengelolaan tanaman, dan lama periode tumbuh. Pada saat perkecambahan, faktor air menjadi sangat penting karena akan berpengaruh pada proses pertumbuhan. Kebutuhan air semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat masa berbunga dan pengisian polong. Selama masa stadia pemasakan biji, tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan yang kering agar diperoleh kualitas biji yang baik. Kondisi lingkungan yang kering akan mendorong proses pemasakan biji lebih cepat dan bentuk biji yang seragam (Irwan, 2006).

  Tanah

  Tanah yang dapat ditanam kedelai harus memiliki air dan hara tanaman yang cukup untuk pertumbuhannya. Tanah yang mengandung liat tinggi perlu perbaikan drainase dan aerasi sehingga tanaman tidak kekurangan oksigen. Tanaman kedelai dapat tumbuh pada jenis tanah alluvial, regosol, gumosol, latosol dan andosol (Andrianto dan Indarto, 2004).

  Tanaman kedelai sebenarnya dapat tumbuh di semua jenis tanah, namun demikian, untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal, kedelai harus ditanam pada jenis tanah berstruktur lempung berpasir atau liat berpasir. Pada jenis tanah yang bertekstur remah dengan kedalaman olah lebih dari 50 cm, akar tanaman kedelai dapat tumbuh mencapai kedalaman 5 m (Irwan, 2006).

  Kedelai dapat tumbuh di tanah yang agak masam akan tetapi pada pH yang terlalu rendah bisa menimbulkan keracunan Al dan Fe. Nilai pH yang cocok berkisar antara 5.8 – 7.0. Pada pH tanah kurang dari 5.5 pertumbuhan kedelai sangat terlambat karena keracunan Aluminium, sehingga pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi akan berjalan kurang baik (Prihatman, 2000).

  Varietas

  Varietas adalah individu tanaman yang memiliki sifat yang dapat dipertahankan setelah melewati berbagai proses pengujian keturunan. Varietas berdasarkan teknik pembentukannya dibedakan atas varietas hibrida, varietas sintetik dan varietas komposit (Mangoendidjojo, 2003).

  Tingkat hasil suatu tanaman ditentukan oleh interaksi faktor genetis varietas unggul dengan lingkungan tumbuhnya seperti kesuburan tanah, ketersediaan air, dan pengelolaan tanaman. Tingkat hasil varietas unggul yang tercantum dalam deskripsi umumnya berupa angka rata-rata dari hasil yang terendah dan tertinggi pada beberapa lokasi dan musim. Potensi hasil varietas unggul dapat saja lebih tinggi atau lebih rendah pada lokasi tertentu dengan penggunaan masukan dan pengelolaan tertentu pula. Biasanya untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari penggunaan varietas unggul diperlukan pengelolaan yang lebih intensif dan perhatian serius serta kondisi lahan yang optimal. Agar memperoleh hasil yang optimal di atas rata-rata dalam deskripsi maka perolehan varietas unggul harus sesuai 6 tepat (tepat varietas, jumlah, mutu, waktu, lokasi, dan tepat harga) (Gani, 2000).

  Peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan dengan menghasilkan varietas kedelai yang memiliki hasil panen yang tinggi, tahan terhadap penyakit, dan toleran terhadap kekeringan atau keasaman tanah. Ukuran biji besar merupakan sifat yang penting dalam perakitan varietas unggul di Indonesia yang memiliki potensi produksi tinggi (Wahdina, 2004). Hasil penelitian Yassi (2011) menunjukkan bahwa varietas kedelai yang berbiji kecil (Meratus) memiliki hasil persentase polong berisi lebih rendah dibandingkan dengan varietas kedelai yang berbiji besar (Malabar).

  Selama periode tahun 1984 – 1993, proses pembentukan varietas kedelai unggul baru menunjukkan jumlah yang cukup banyak, sebanyak 21 varietas kedelai unggul baru. Rata-rata produktivitas varietas tersebut lebih tinggi dibandingkan varietas Orba (1974), Galunggung (1981), Guntur (1982), Lokon (1982), dan Wilis (1983), yaitu 2,04 ton/ha. Disamping itu, kadar protein dan minyak juga mengalami sedikit kenaikan, yaitu dari 36,6% menjadi 37,3%. Kadar protein tertinggi dicapai varietas Merbabu (1986), yaitu 45%, sedangkan kadar minyak terendah pada varietas Tengger (1991), yaitu 12,8%. Umur panen yang paling pendek adalah varietas Malabar (1992) yaitu 70 hari, sedangkan umur panen paling lama adalah varietas Dempo (1984) yaitu 92 hari. Potensi daya hasil tertinggi dicapai oleh varietas Jayawijaya (1991), sebanyak 2,50 ton/ha, diikuti oleh vareitas Dieng (1991) sebanyak 2,30 ton/ha (Irwan, 2006).

  Keragaman yang terdapat dalam suatu jenis (species) disebabkan oleh lingkungan dan sifat–sifat yang diwariskan atau genetik. Ragam lingkungan dapat diketahui bila tanaman dengan genetik yang bersamaan di tanam pada lingkungan yang berbeda. Misalnya, galur murni yang di tanam pada berbagai tingkat kesuburan tanah. Ragam genetik terjadi sebagai akibat bahwa tanaman mempunyai karakter genetik yang berbeda. Umumnya dapat dilihat bila varietas– varietas yang berbeda di tanam pada lingkungan yang sama. Keragaman sebagai akibat faktor lingkungan dan keragaman genetik umumnya berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam menilai keragaman genetik dalam species (jenis) kita dihadapkan pada pertentangan bentuk dari suatu sifat atau kerakter tanaman, seperti tinggi dan rendah, pewarnaan, umur tanaman, tinggi dan rendahnya hasil, dan sebagainya. Karakter tersebut ditentukan oleh gen–gen tertentu yang terdapat pada kromosom, interaksi gen–gen atau gen dengan lingkungan (Makmur, 1992).

  Pupuk Hayati

  Pupuk hayati dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah. Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiotis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh kelompok organisme perombak. Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).

  Keuntungan diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikrobia mendapatkan bahan organik untuk aktifitas dan pertumbuhannya. Mikrobia yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung kedalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akan ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah mikrobia penambat N dan mikrobia untuk meningkatkan P (Hanum, 2012).

  Banyak manfaat yang diperoleh dari penggunaan pupuk hayati, antara lain: (1) menyediakan sumber hara bagi tanaman, (2) melindungi akar dari gangguan hama dan penyakit, (3) menstimulir sistem perakaran agar berkembang sempurna sehingga memperpanjang usia akar, (4) memacu mitosis jaringan meristem pada titik tumbuh, pucuk, kuncup, bunga, dan stolon, (5) sebagai penawar racun beberapa logam berat, (6) sebagai metabolit pengatur tumbuh dan (7) sebagai bioaktivator (Damanik et al., 2011).

  Mikroba pelarut fosfat merupakan salah satu kelompok mikroba yang terdapat di dalam tanah yang hidup bebas dan dapat melarutkan fosfat dari bentuk tidak tersedia bagi menjadi bentuk-bentuk fosfat yang tersedia bagi tanaman yaitu H

  2 PO 4 , HPO 4 , dan PO 3 . Mikroba pelarut fosfat terdiri dari BPF (bakteri pelarut

  fosfat) dan FPF (fungi pelarut fosfat). Beberapa bakteri pelarut fosfat yaitu

  

Pseudomonas sp. , Bacillus sp., Micrococcus sp., sedangkan fungi yang mampu

  melarut kan fosfat yaitu Penicillium sp., Sclerotium sp., Fusarium sp. dan

  

Aspergillus sp . Pengertian umum mikroba perombak bahan organik atau

  biodekomposer adalah mikroba pengurai serat, lignin dan senyawa organik yang mengandung nitrogen dan karbon dari bahan organik. Mikroba perombak bahan organik terdiri atas Trichoderma ressei, T. harzianum, T. koningii, Cellulomonas,

  

Pseudomonas , Aspergilus niger , Pennicillium dan Streptomyces

(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

  Pupuk NPK

  Jenis dan takaran unsur hara sangat dibutuhkan dalam perkembangan dan pertumbuhan tanaman kedelai. Secara umum, jenis unsur hara dibedakann menjadi unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro terdiri dari nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan belerang (S). Sementara unsur hara mikro antara lain boron (Bo), klor (Cl), kopper (Co), besi (Fe), molybdenum (Mo) dan seng (Zn) (Adisarwanto, 2005).

  Fungsi N yang selengkapnya bagi tanaman adalah (1) meningkatkan pertumbuhan tanaman, (2) menyehatkan pertumbuhan daun, (3) meningkatkan kadar protein dalam tanaman, (4) meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun- daunan, dan (5) meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah (Sutejo, 2002).

  Fungsi P adalah untuk pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga, buah dan biji. Selain itu fosfor juga berfungsi untuk mempercepat pematangan buah, memperkuat batang, untuk perkembangan akar, memperbaiki kualitas tanaman, metabolisme karbohidrat, membentuk nucleoprotein (sebagai penyusun RNA dan DNA) dan menyimpan serta memindahkan energi seperti ATP. Unsur Fosfor juga berfungsi untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Silvikultur, 2011).

  Kalium dapat dikatakan bukan elemen yang langsung pembentuk bahan organik. Dalam hal ini dapat pula ditegaskan bahwa kalium berperan membantu

  (1) pembentukan protein dan karbohidrat, (2) mengeraskan jerami dan bagian kayu dari tanaman, (3) meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit, dan (4) meningkatkan kualitas biji atau buah (Sutejo, 2002).

  Pupuk majemuk merupakan salah satu faktor dalam meningkatkan produksi yang mengandung unsur hara yaitu N, P, K dan Mg yang sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan. Pupuk ini mampu menyuburkan tanah, mempercepat penuaan, pembungaan dan pembuahan, mencegah kelayuan dan kerontokan bunga dan buah serta mampu membuat tanaman lebih cepat tumbuh dan meningkatkan hasil panen (Hasibuan, 2006)

  Keunggulan pupuk majemuk dibandingkan dengan pupuk tunggal adalah memiliki komposisi hara tinggi, rendahnya biaya per unit hara tanam, rendahnya biaya transportasi dan penyimpanan, rendahnya biaya tenaga kerja dalam penanganan pupuk dan aplikasi yang lebih cepat di lapangan. Sedangkan kelemahan pupuk majemuk dengan kadar hara tinggi adalah rendahnya kandungan hara sekunder seperti kalsium, magnesium, sulfur dan unsur-unsur mikro (Damanik et al., 2011).