BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Rasio Recycle Sludge pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

  Minyak kelapa sawit adalah salah satu tanaman khatulistiwa yang paling cepat berkembang dunia. Indonesia dan Malaysia adalah dua produsen kelapa sawit terbesar di dunia [17]. Melampaui Malaysia pada tahun 2008, Indonesia saat ini merupakan produsen terbesar minyak sawit di dunia dengan total produksi pada tahun 2012 mencapai 27 miliar ton yang dihasilkan dari sekitar 6 juta hektar perkebunan. Malaysia dan Indonesia bersama-sama menghasilkan sekitar 87% dari total minyak sawit dunia[2].

Gambar 2.1 Produksi Minyak Kelapa Sawit Dunia [4]Tabel 2.1 Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia, Malaysia dan

  Thailand (dalam kiloton) [2]

  

Negara 2007/08 2008/09 2009/10 2010/11 2011/12 Juli 2012/13

Indonesia -Produksi 18.000 20.500 21.000 23.600 25.400 27.000

  • Ekspor 13.969 15.964 16.200 16.422 18.000 19.100 Malaysia Produksi 17.567 17.259 17.763 18.211 18.300 18.500
  • Ekspor 14.644 15.485 15.530 16.307 16.600 16.700 Thailand -Produksi 1.050 1.540 1.345 1.288 1.546 1.700
  • Ekspor 360 114 130 382 500 520
Budidaya kelapa sawit telah menjadi salah satu kegiatan pertanian yang dominan di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an. Antara 1998 dan 2007 total luas ditanami dengan kelapa sawit meningkat dari 3,9 juta hektar hingga lebih dari 7,9 juta hektar [1]. Minyak kelapa sawit berasal dari mesocarp berdaging buah kelapa sawit (Elaeis gunineensis). Satu hektar kelapa sawit menghasilkan 10 sampai 35 ton tandan buah segar (TBS) per tahun[17].

  Kelapa sawit memiliki umur lebih dari 200 tahun, sementara umur ekonomisnya adalah sekitar 20-25 tahun. Periode pembibitan adalah 11-15 bulan dan panen pertama dilakukan setelah 32-38 bulan setelah penanaman. Dibutuhkan 5-10 tahun untuk pabrik kelapa sawit untuk mencapai hasil puncak. Dari 5,8 ton

  Meskipun ekspansi industri kelapa sawit telah mendorong perekonomian nasional, Namun dihasilkan pula limbah yang berlimpah seperti limbah cair kelapa sawit atau POME (Palm Oil Mill Effluent), Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), cangkang, dan serat mesocarp selama pengolahan minyak kelapa sawit dari tandan buah segar (TBS)[1].

  2,5 ton limbah cair kelapa sawit (LCPKS) (60 %) dihasilkan untuk setiap ton minyak yang diproduksi. Pabrik kelapa sawit juga menghasilkan sejumlah besar limbah padat seperti Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) (23%) , serat

  mesocarp (fiber) (12%) ,dan cangkang (shell) (5%) untuk setiap ton tandan buah

  segar (TBS) diproses di pabrik [3]. Dari limbah-limbah tersebut, LCPKS masih relatif belum dimanfaatkan dan akan menjadi ancaman bagi lingkungan jika langsung dibuang ke aliran air [1].

  LCPKS adalah suspensi koloid yang mengandung 95-96% air, minyak 0,6- 0,7% dan 4-5% total padatan termasuk 2-4% padatan tersuspensi. Padatan tersuspensi yang terutama terdiri dari puing-puing mesocarp buah sawit dihasilkan dari tiga sumber utama, (1) sterilisasi kondensat, (2) pemisah lumpur dan (3) limbah hydrocyclone [18].

  LCPKS umumnya mengandung limbah padat, minyak dan air limbah yang tinggi yang bersifat asam karena jumlah zat terlarutnya "protein, karbohidrat, senyawa nitrogen, lipid dan mineral yang mungkin diubah menjadi bahan yang bermanfaat menggunakan proses mikroba" [2].

  LCPKS terdiri dari kombinasi dari air limbah yang terutama dihasilkan dan dikeluarkan dari operasi pengolahan utama, seperti yang terlihat pada Gambar 2.2 [19]:

  kondensat dari proses sterilisasi

  sekitar

  • Sterilisasi Tandan Buah Segar -

  36% dari total LCPKS;

  • Klarifikasi dari CPO - air limbah klarifikasi adalah sekitar 60% dari total LCPKS;

  (Hydrocyclone) pemisahan campuran kernel dan cangkang - air limbah hidrosiklon adalah sekitar 4% dari total LCPKS pabrik kelapa sawit.

  • Clay bath Separation

Gambar 2.2 Pengolahan Minyak Kelapa sawit yang Menghasilkan LCPKS [5]Tabel 2.2 Karakteristik Limbah Cair Kelapa Sawit [20]

  Parameter LCPKS (Range) LCPKS (Rata-rata)

  o

  Temperatur (

  C) 80-90

  85 pH 3,4 4,2

  • – 5,2 Minyak dan Lemak 130 6.000 mg/l
  • –18.000 mg/l BOD

  3 10.250 25.000 mg/l

  • – 43.750 mg/l COD 15.000 51.000 mg/l
  • – 100.000 mg/l

  Total Solid 11.500 40.000 mg/l

  • – 79.000 mg/l

  Suspended Solid 5.000 18.000 mg/l

  • – 54.000 mg/l

  Total Volatile Solid 9.000 34.000 mg/l

  • – 72.000 mg/l Total Nitrogen 180 750 mg/l
  • – 1.400 mg/l

  Ammoniacal nitrogen

  4 35 mg/l

  • – 80 mg/l

Tabel 2.3 Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Minyak Sawit [21]

  Parameter Kadar Beban Pencemaran Maksimum Maksimum

  (mg/l) (kg/ton) BOD

  5 250 1,5

  COD 500 3,0 TSS 300 1,8 Minyak dan Lemak 30 0,18 Amonia Total (sebagai NH

  3 -N)

  20 0,12 pH 6,0 3 – 9,0

  6 ton bahan baku

  Debit Limbah Maksimum m Kandungan organik yang tinggi pada limbah cair kelapa sawit (LCPKS) membuat limbah cair tersebut menjadi sumber yang baik untuk menghasilkan gas metana melalui digestasi anaerobik. Selain itu, LCPKS mengandung konstituen

  biodegradable dengan rasio BOD / COD sebesar 0,5 dan ini berarti bahwa LCPKS dapat diolah dengan mudah menggunakan cara biologis [1].

2.2 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT SEBAGAI SUBTRAT BIOGAS

  Bahan yang ditambahkan ke proses biogas adalah substrat (makanan) untuk mikroba dan sifat-sifatnya memiliki pengaruh besar pada stabilitas dan efisiensi proses. Komposisi substrat sangat penting baik untuk jumlah gas yang terbentuk dan kualitas gas. Komposisi akhirnya juga mempengaruhi kualitas residu digestasi, baik dari segi kandungan gizi tanaman dan potensi kontaminasi (logam, senyawa organik, organisme penyebab penyakit, dan lain-lain). Memilih bahan yang tepat mempengaruhi hasil dari proses, memaksimalkan output energi dan menghasilkan pupuk hayati berkualitas baik [22]. Bahan baku yang berbeda akan menghasilkan jumlah biogas dan metana yang berbeda tergantung pada kandungan karbohidrat, lemak dan protein. Secara teori, semua bahan

  biodegradable dengan kadar lignin yang wajar (bukan kayu) adalah bahan baku yang cocok untuk proses biogas [23].

Tabel 2.4 Produksi Biogas dan Metana Teoritis dari Karbohidrat,

  Lemak dan Protein [24] Substrat Biogas Metana Kandungan Metana

  3

  3

  (m /ton) (m /ton) (%) Karbohidrat 830 415 50,0 Lemak 1444 1014 70,2 Protein 793 504 63,6

2.3 DIGESTASI ANAEROBIK

  Pengolahan anaerobik adalah proses menghasilkan energi, berbeda dengan sistem aerobik yang umumnya memerlukan input energi yang tinggi untuk tujuan aerasi. Pengolahan anaerobik merupakan teknologi yang relatif murah yang mengkonsumsi lebih sedikit energi, ruang dan menghasilkan sedikit kelebihan lumpur dibandingkan dengan teknologi pengolahan aerobik konvensional. Produksi energi dari biogas membuat teknologi pengolahan anaerobik menjadi pilihan yang lebih menarik daripada metode pengolahan lainnya [9].

  Digestasi anaerobik adalah sebuah proses yang kompleks yang melibatkan penguraian senyawa organik tanpa adanya molekul oksigen untuk menghasilkan gas metana (CH

  4 ) dan gas karbon dioksida (CO 2 ). Proses degradasi terjadi oleh

  aksi dari berbagai jenis bakteri anaerobik. Proses degradasi ini meliputi hidrolisis, asidogenesis (termasuk asetogenesis) dan metanogenesis. Gas metana merupakan salah satu komponen yang diproduksi Melalui proses degradasi methanogenesis anaerobik [24]. Effluent dari digestasi anaerobik akan menjadi pupuk yang baik karena mengandung hampir semua zat makro dan mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman [25].

  Proses pengolahan anaerobik sangat stabil, asalkan sistem dioperasikan dalam kondisi yang tepat. Ini mungkin diperlukan bahwa kondisi operasional optimum ditentukan untuk setiap jenis tertentu air limbah dan yang lebih penting, proses tersebut harus cukup dipahami oleh para insinyur dan operator [19]. Efisiensi operasional dari sistem digestasi anaerobik terutama tergantung pada struktur komunitas mikroba dalam sistem. Selain itu, faktor lingkungan seperti suhu dan pH memainkan peran penting dalam menentukan kinerja dan nasib komunitas mikroba dalam digestasi anaerobik [18].

  Proses digestasi anaerobik berlangsung dalam beberapa tahap yaitu hidrolisis, asidogenesis (termasuk asetogenesis), dan metanogenesis. Skema proses digestasi anaerobik dapat dilihat pada Gambar 2.3 dibawah ini:

Gambar 2.3 Skema Proses Pengolahan Digestasi Anerobik [18]

2.3.1 Tahap Hidrolisis

  Pada tahap pertama (hidrolisis), senyawa yang tidak terlarut seperti selulosa, protein dan lemak dipecah menjadi monomer-monomer (fragmen larut dalam air) oleh exoenzymes (hydrolase) dari bakteri anaerobik fakultatif dan obligat. Sebenarnya, ikatan kovalen terputus oleh reaksi kimia dengan air, seperti pada gambar 2.4 [26]. Semakin besar luas permukaan bahan baku, lebih efisien enzim hidrolitik dapat menyerang materi. Kondisi operasional proses mempengaruhi hidrolisis, misalnya suhu yang lebih tinggi meningkatkan hidrolisis. pH optimal adalah sekitar 6,0, meskipun hidrolisis terjadi juga pada pH yang lebih tinggi. Laju beban organik (OLR) yang terlalu tinggi dapat menghambat hidrolisis melalui akumulasi degradasi intermediet [22].

  H

2 O

  R

  • – C – H monomer
  • – C – C –
  • – C – R

Gambar 2.4 Pembentukan monomer [26]

  Proses hidrolisis dari karbohidrat membutuhkan waktu beberapa jam, hidrolisis protein dan lemak membutuhkan waktu beberapa hari. Lignoselulosa dan lignin didegradasi sangat lambat dan tidak sempurna [26].

Tabel 2.5 Beberapa Kelompok Enzim Hidrolisis dan Fungsinya [22]

  Enzim Substrat Produk pemecahan

  Proteinase Protein Asam amino Cellulase Selulosa Cellobiose and glucose Hemicellulase Hemicellulose Gula, seperti glukosa, xylose, mannose dan arabinose Amylase Pati Glukosa Lipase Lemak Asam lemak dan gliserol Pectinase Pektin Gula seperti galaktosa, arabinose, dan polygalactic uronic acid

2.3.2 Tahap Asidogenesis

  Langkah kedua adalah asidogenesis (juga disebut sebagai fermentasi), Setelah bahan baku terdegradasi menjadi molekul yang lebih kecil, yaitu asam lemak rantai panjang (Long Chain Fatty Acids), alkohol, gula sederhana dan asam amino, selama hidrolisis, bakteri Acidogenic mampu menyerap molekul tersebut dan memfasilitasi degradasi lebih lanjut menjadi asam lemak volatil (VFA) [23].

  Sama seperti tahap hidrolisis, tahap ini terdiri bukan hanya dari satu reaksi. Kecepatan reaksi yang terjadi tergantung pada organisme yang hadir dan substrat selama proses. Banyak organisme yang berbeda aktif selama tahap ini, lebih banyak dari pada tahap lain [22]. Konsentrasi ion hidrogen intermediet yang terbentuk mempengaruhi jenis produk fermentasi. Tekanan parsial hidrogen yang tinggi menyebabkan senyawa yang sedikit tereduksi, seperti asetat, terbentuk [26].

  Asam lemak volatil dengan rantai lebih dari empat-karbon tidak dapat digunakan langsung oleh metanogen. Asam organik ini selanjutnya dioksidasi menjadi asam asetat dan hidrogen oleh bakteri acetogenic obligat hidrogen melalui proses yang disebut asetogenesis. Asetogenesis juga mencakup produksi Kadang-kadang asidogenesis dan asetogenesis tahap digabungkan bersama sebagai satu tahap [10].

  2.3.3 Tahap Asetogenesis

  Selama proses asidogenesis, tidak hanya asetat, H

  2 dan CO 2 yang

  dihasilkan, namun produk intermediet kompleks seperti propionat, butirat, laktat dan etanol akan diproduksi secara bersamaan. Produk intermediet tersebut akan dikonversi menjadi asam organik sederhana, CO

  2 dan H 2 oleh bakteri acetogenic

  [18]

  Pada tahap asetogenesis, mikroorganisme homoacetogenic secara konstan terus mengurangi eksergonik H dan CO menjadi asam asetat.

  2

  2

  2CO

  2 + 4H

  2

  3 COOH+ 2H

  2 O [26]

  → CH

  2.3.4 Tahap Metanogenesis

  Metanogenesis merupakan tahap akhir dari proses biogas. Pada tahap ini, metana dan karbon dioksida (biogas) yang dibentuk oleh berbagai mikroorganisme yang memproduksi metana disebut metanogen. Substrat yang paling penting bagi organisme ini adalah gas hidrogen, karbon dioksida, dan asetat, yang terbentuk selama oksidasi anaerobik. Namun substrat lain seperti metil amina, beberapa alkohol, dan format juga dapat digunakan untuk produksi metana [26]. Bakteri metanogens sangat sensitif terhadap oksigen. oksigen merupakan racun mematikan yang membunuh semua metanogens bahkan pada konsentrasi rendah [18] Gas metana diproduksi dalam dua cara. Salah satunya adalah konversi asetat menjadi karbon dioksida dan metana oleh organisme acetotrophic dan melalui reduksi karbon dioksida dengan hidrogen oleh organisme

  hydrogenotrophic . Metanogen dominan dalam reaktor biogas terbatas pada

Methanobacterium , methanothermobacter, methanobrevibacter, methanosarcina

  dan methanosaeta (sebelumnya methanothrix) [10]. Reaksi metanogenesis dapat dinyatakan sebagai berikut: CH

  3 4 + CO

  2 COOH → CH

  → CH [10]

Tabel 2.6 Degradasi pada Tahap Metanogenesis [26] -1

  Jenis Substrat Reaksi Kimia f (kJ mol ) + - ∆G CO 2

  4H + HCO + H + 3H O -135,4 2 3 → CH

4

2 CO2 + 4H 2 → CH 4 + 2H + - - 2 O -131,0

  4HCOO + H

  • - 2 O + H → CH 4 + 3HCO 3 -130,4 Asetat CH COO + H + HCO -30,9
  • 3 2 O → CH 4 + - 3 Metil

      4CH 3 OH → 3CH 4 + HCO 3 + H + H 2 O -314,3 CH OH + H + H O -113,0 3 2 → CH 4

    2

    Etanol

      2CH 3 CH 2 OH + CO 2 4 + 2CH 3 COOH -116,3 → CH

      Produsen metana umumnya tumbuh sangat lambat, hal ini membatasi proses pembentukan biogas. Waktu generasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mikroorganisme untuk membagi dirinya dalam dua, adalah antara 1 hingga 12 hari bagi produsen metana. Waktu retensi yang terlalu pendek (kurang dari 12 hari) meningkatkan risiko bahwa organisme ini akan tercuci keluar dari proses, karena mereka tidak memiliki waktu yang cukup untuk meningkatkan jumlah pada tingkat yang sama dengan bahan yang dipompa ke dalam dan keluar dari tangki pencernaan [26].

    2.4 DIGESTASI ANAEROBIK DENGAN SISTEM SATU TAHAP DAN DUA TAHAP

      Dalam proses digestasi anaerobik konvensional, asidifikasi dan metanogenesis berlangsung dalam sistem reaktor tunggal (single-stage) dan ada keseimbangan antara acidogens dan metanogens karena kedua kelompok berbeda dalam hal fisiologi, kebutuhan nutrisi, kinetika pertumbuhan dan kepekaan terhadap kondisi lingkungan [10]. Pada umumnya digestasi anaerobik satu tahap dilakukan dengan pencampuran total (total mixed) dengan menggunakan reaktor CSTR (Continous Stirred Tank Reactor). Substrat harus benar-benar tercampur dengan pengaduk yang bervariasi. Proses satu tahap ini biasanya digunakan untuk mengolah lumpur, sisa makanan, kotoran, dan lain-lain, Kadang-kadang beberapa cairan residu / proses dikembalikan ke proses. Hal ini meningkatkan waktu retensi bahan dan membantu lebih banyak mikroorganisme untuk tetap dalam proses [22]. menjadi dua bagian, yang disebut digestasti dua tahap. Dalam digestasi dua tahap, langkah pertama adalah untuk memuat bahan baku ke dalam tangki digestasi dimana proses difokuskan pada hidrolisis dan asidogenesis. Pada proses ini menghasilkan asam, namun sejumlah biogas biasanya juga diproduksi, karena sulit untuk benar-benar membagi proses. Kemudian cairan proses dari proses ini dipisahkan dan ditambahkan ke tangki digestasi lain yang khusus disesuaikan untuk metanogenesis. Jenis proses mungkin cocok ketika substrat mengandung bahan yang mudah didegradasi dan tahap hidrolisis yang cepat [11].

      Sistem dua fase dapat dioperasikan untuk memberikan kondisi yang optimal bagi mikroorganisme dalam setiap tahap untuk lebih efisien dalam pencernaan. Pada tahap pertama dari sistem dua fase, fase fermentasi asam, organisme

      Acidogenic mencerna padatan organik dan organik terlarut yang kompleks,

      mengkonversi mereka ke VFA. Pada tahap kedua, metana yang memproduksi mikroorganisme (metanogen) memanfaatkan VFA untuk menghasilkan metana dan karbon dioksida [11]. pH selama fase asidogenesis biasanya dipertahankan pada 5,5-6,0 dan HRT kurang dari 5 hari sementara di fase metanogen pH dipertahankan pada pH lebih besar dari 7,0. Akibatnya, efisiensi pengolahan yang lebih tinggi dan stabilitas proses yang lebih baik dapat dicapai dengan proses dua tahap dengan penghilangan bahan organik secara keseluruhan lebih besar dari 87% pada HRT 17 hari, 96% dari total COD diubah untuk biomassa dan biogas [10].

    2.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIGESTASI ANAEROBIK

      Proses digestasi anaerobik sangat sensitif terhadap kondisi operasional dibanding proses aerob [10]. Berikut merupakan faktor-faktor penting dalam proses digestasi anerob:

      2.5.1 pH pH adalah logaritma negatif untuk basis 10 dari konsentrasi ion hidrogen.

      pH pada sebuah biogas plant bekerja normalnya terletak di antara 7 dan 8 dan produksi biogas optimum dicapai untuk input digester dengan pH yang terletak diantara 6 dan 7 [27]. pH 7,0-7,5. Namun, beberapa organisme aktif pada nilai pH lebih rendah dan lebih tinggi. Ada beberapa organisme yang berbeda dalam proses biogas, dan persyaratan pH mereka untuk pertumbuhan yang optimal sangat bervariasi. Pada fermentasi, mikroorganisme penghasil asam berhasil hidup dalam kondisi yang relatif asam, pH dibawah 5.0, sebagian besar produsen metana umumnya memerlukan nilai pH netral menjadi aktif. Meskipun sebagian besar produsen metana berkembang terbaik pada nilai pH netral, mereka tetap aktif di luar ini [22].

      Nilai pH pada proses anaerobik akan mengalami penurunan dengan diproduksinya asam volatil dan akan meningkat dengan dikonsumsinya asam volatil oleh bakteri pembentuk metana [28].

    Tabel 2.7 Bahan kimia yang sering digunakan sebagai sistem penyangga [26]

      Bahan Kimia Formula Kation Penyangga

    • Sodium bikarbonat NaHCO Na

      3

    • Potassium bikarbonat KHCO K

      3

    • Sodium karbonat Na

      2 CO

      3 Na

    • Potassium karbonat K

      

    2 CO

      3 K 2+

      Kalsium karbonat CaCO

      3 Ca 2+

      Kalsium hidroksida Ca(OH)

      2 Ca

      Anhydrous ammonia 4+ NH NH

      3

      (gas)

    • Sodium nitrat NaNO

      3 Na

      Aktivitas bakteri metanogens mulai terhambat pada pH 6,6 dan pH nilai di bawah 6 adalah indikasi yang jelas bahwa terlalu banyak asam yang terbentuk sebagai hasil dari terlalu sedikit bakteri metanogens. nilai pH di atas 5 meskipun rendah dapat diperbaiki dengan penambahan kapur atau pengenceran umpan digester. Nilai pH di bawah 5 akan mengarah pada penghentian digester dan penggantian umpan [27].

    2.5.2 Suhu

      Suhu optimum, yaitu suhu di mana organisme tumbuh tercepat dan bekerja paling efisien, memiliki nilai bervariasi untuk setiap spesies. Mikroorganisme dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok yang berbeda tergantung pada suhu di mana mereka terbaik berkembang dan tumbuh: psychrophilic, mesofilik, organisme tertentu sangat terkait dengan lingkungan dari mana ia berasal [22].

      Tingkat metabolisme dan pertumbuhan reaksi kimia dan biokimia cenderung meningkat dengan suhu, sampai toleransi suhu mikroorganisme terpenuhi. Jika suhu ekstrim, denaturasi sel akan terjadi mengakhiri kehidupan efektif sel. Mikroorganisme menunjukkan pertumbuhan yang optimal dan tingkat metabolisme dalam kisaran yang didefinisikan dengan suhu, yang spesifik untuk masing-masing spesies. Organisme Psychrophilic berkembang dalam suhu di

      o o o

      bawah 25

      C, mesofilik antara 25 C dan 40 C dan thermophilic lebih tinggi dari

      o 45 C [29].

    Gambar 2.5 Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan suhu [22] Secara umum, suhu terendah di mana mikroorganisme tumbuh, adalah -11 °C. Dibawah -25 °C, aktivitas enzim berhenti. Metanogens sensitif terhadap perubahan suhu yang cepat. Metanogen termofilik lebih sesitif suhu dibandingkan mesofilik. Bahkan variasi kecil suhu menyebabkan penurunan substansial dalam aktivitas. Oleh karena itu, suhu harus dijaga dengan tepat dalam jarak kurang lebih 2 °C, Jika tidak, terjadi kehilangan gas hingga 30%. Terutama penting untuk mesofilik adalah suhu di kisaran 40-45 °C, karena dalam rentang tersebut mereka kehilangan aktivitas irreversibel [26].

      2.5.3 Mixing (Pencampuran)

      pengolahan anaerobik limbah cair organik. Dengan kata lain, pencampuran meningkatkan proses anaerobik dengan mencegah stratifikasi substrat, mencegah pembentukan permukaan kerak, memastikan sisa partikel padat dalam suspensi, perpindahan panas seluruh digester, mengurangi ukuran partikel selama proses pencernaan dan melepaskan biogas dari isi digester [30].

      Pencampuran akan memberikan kontak yang baik antara substrat dan mikroba memastikan suhu seragam, mengurangi resistensi terhadap perpindahan massa, diminimalkan membangun kondisi lingkungan hambat menengah dan menstabilkan [31]. Pencampuran juga meningkatkan produksi gas dibandingkan dengan digester tidak mengalami pengadukan. Namun, pencampuran selama start up tidak menguntungkan karena pH digester akan diturunkan menyebabkan ketidakstabilan kinerja serta mengarah ke periode start-up yang lama [32].

      2.5.4 Hydraulic Retention Time (HRT) Hydraulic Retention Time (HRT) adalah periode waktu untuk volume

      tertentu cairan untuk dipertahankan dalam volume kerja reaktor [33]. HRT sama dengan volume tangki (V) dibagi dengan aliran harian (Q) (HRT = V / Q). Waktu retensi hidrolik penting karena menetapkan jumlah waktu yang tersedia untuk pertumbuhan bakteri terutama untuk pertumbuhan bakteri Acidogenic hidrolitik dan konversi berikutnya dari bahan organik ke gas [32].

      HRT juga memberlakukan peran penting untuk meningkatkan retensi sel pada HRT tinggi atau rendah. Karena sistem dapat mempertahankan kandungan biomassa yang tinggi dalam HRT yang berbeda [34].

      Semakin lama HRT, semakin banyak bahan organik yang terdegradasi. Namun, bahan organik yang paling rentan terhadap degradasi anaerobik biasanya terdegradasi dalam waktu 14-50 hari (dalam reaktor biogas saja), tergantung pada bahan baku, dan HRT yang tinggi hanya memerlukan volume reaktor yang lebih besar dengan manfaat yang sedikit [23].

    2.5.4 Solid Retention Time (SRT)

      (sludge) berada dalam sistem. SRT merupakan parameter operasi yang penting untuk proses anaerobik dan biasanya dinyatakan dalam hari [32]. Meskipun perhitungan waktu retensi padatan sering dinyatakan dengan tidak tepat, SRT merupakan jumlah padatan yang dipertahankan dalam digester dibagi dengan jumlah padatan terbuang setiap hari seperti yang ditunjukkan pada persamaan di bawah ini:

        

      V Cd SRT [32]

      

         Qw Cw

      Dimana : V = Volume digester Cd= Konsentrasi padatan dalam digester Cw= Konsentrasi padatan yang dibuang Qw = volume limbah yang dibuang setiap hari

      Waktu retensi padatan (SRT) digunakan untuk mengendalikan laju pertumbuhan mikroba dalam reaktor dan waktu rata-rata partikel padat, seperti mikroba, dalam reaktor. Hal ini dihitung dengan membagi massa padatan dalam reaktor dengan massa padatan yang dihilangkan dari sistem setiap hari [13].

      Pada SRT yang rendah waktu yang tersedia tidak bagi bakteri untuk tumbuh dan menggantikan bakteri yang hilang dalam limbah. Jika laju kehilangan bakteri melebihi laju pertumbuhan bakteri,maka akan terjadi "wash-out". SRT di mana mulai terjadi "wash-out" adalah "critical SRT" [32].

    2.5.5 Organic Loading Rate (OLR)

      Organic loading rate (OLR) merupakan salah satu parameter yang paling

      penting dipelajari secara ekstensif untuk menyelidiki efek dari berbagai beban substrat ketika salah satu limbah organik atau sintetis digunakan sebagai substrat [33]. Semakin tinggi OLR tidak selalu mengarah pada hasil yang lebih tinggi hidrogen. Oleh karena itu, optimasi variabel operasional sangat penting untuk mendapatkan efisiensi produksi yang lebih tinggi. Namun demikian, optimalisasi OLR hanya dapat dilaksanakan bila mikroba menyesuaikan diri dengan baik terhadap OLR yang diterapkan terhadap substrat. [33]

      Volatile fatty acids (VFA) merupakan produk intermediet yang penting dalam produksi metana, dan konsentrasinya mempengaruhi efisiensi fermentasi.

      VFA digunakan sebagai indikator keseimbangan proses [12]. Pada prinsipnya produk akhir dari proses asidogenesis adalah VFA yang umumnya terdiri dari asam asetat, asam propionat, asam n-butirat, asam iso-butirat, asam n-valerat, dan asam iso-valerat [35].

      Perubahan tingkat VFA yang terbukti menjadi parameter yang baik, di bawah operasi tidak stabil, produk intermediet seperti asam volatil dan alkohol terakumulasi pada laju yang berbeda tergantung pada substrat dan jenis gangguan yang menyebabkan ketidakstabilan. Akumulasi asam lemak volatil menggambarkan kinetika hubungan antara produsen dan konsumen asam. [32].

      Pada kondisi termofilik, konsentrasi asam propionat sangat penting daripada kondisi mesofilik. Selain itu, asam propionat merupakan senyawa yang paling sulit untuk dikonversi ke intermediet lain karena persyaratan tekanan parsial H rendah. Asam propionat memainkan peran penting dalam startup

      2

      proses anaerobik serta kestabilan proses. Namun, asam propionat dianggap sebagai VFA paling beracun yang ditemukan dalam digester anaerobik[13]. Wijekoon et al, 2011 melaporkan bahwa konsentrasi asam propionat lebih dari 1- 2 g/l terbukti dapat menghambat bakteri metanogenesis[12].

    2.7 ANALISA EKONOMI

      Pada penelitian ini dilakukan analisa ekonomi yang sederhana terhadap proses asidogenesis LCPKS pada keadaan ambient dengan produk yang diharapkan berupa VFA yang pada tahapan berikutnya dapat dikonversi menjadi biogas. Kondisi yang digunakan adalah keadaan ambient sehingga tidak diperlukan pemanas dalam penelitian ini. Maka pada penelitian ini yang dikaji adalah jumlah VFA yang akan dikonversi menjadi biogas pada proses digestasi anaerobik dua tahap. Beberapa penelitian yang berhasil menghitung volume pembentukan biogas dari VFA disajikan pada Tabel 2.9.

    Tabel 2.8 Volume Pembentukan Biogas dari Jumlah VFA yang Terbentuk

      Peneliti Total VFA Volume Biogas (liter/ (mg/l) liter.hari)

      Kivaisi dan Mtila [50] 2.058,85 1,70 Li et al [51] 4.020,00 3,97 Cavinato et al [52] 6.869,48 6,00

      Pada penelitian ini, total pembentukan VFA diperoleh pada variasi HRT 4 hari (tanpa Recycle Sludge) dengan jumlah 5.583 mg/L. Menurut A.K. Kivaisi, et

      al konversi VFA menjadi biogas adalah 100%. Melalui Tabel 2.9 dapat digambarkan grafik linear seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut.

    8 Produksi Biogas

      s a ri) Linear (Produksi g

      6 io

      Biogas) ·ha B er si k

      4 r/lit du ro (lite P

      2 y = 0,0009x + 0,104 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

      

    Total VFA (mg/l)

    Gambar 2.6 Konversi Total VFA menjadi Biogas [50, 51, 52]Gambar 2.6 menunjukkan grafik linearisasi pembentukkan biogas dari

      VFA dengan persamaan garis lurus: y = 0,0009 x + 0,104 dengan y merupakan produksi biogas dan x merupakan VFA yang terbentuk. Berdasarkan persamaan tersebut maka jumlah biogas yang dapat dihasilkan dari total VFA pada penelitian ini adalah: y = 0,0009 x + 0,104

      = (0,0009) (5.583) + 0,104 = 5,13 liter biogas/liter LCPKS.hari

      3

      3

      = 5,13 m biogas/m LCPKS hari

    3 Ekivalensi 1 m biogas terhadap solar adalah sebesar 0,52 liter [53]. Sehingga

      =

      ×

      3

      = 2,67 liter solar/m LCPKS Harga solar industri adalah Rp 10.448,85/liter [54], sehingga untuk biogas yang dihasilkan pada proses satu tahap diperoleh keuntungan sebesar: Harga biogas yang dihasilkan =

      ×

      3

      = Rp. 27.898/m LCPKS

      3 Jika LCPKS yang diolah sebesar 450 m / hari, maka keuntungan yang akan

      diperoleh perhari adalah: Keuntunan yang diperoleh = ×

      = Rp. 12.554.100/hari

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Net Profit Margin Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013

0 0 10

Pengaruh Net Profit Margin Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Rasio Laporan Keuangan - Analisis Pengaruh Likuiditas (Current Ratio), Profitabilitas (Return On Equity, Return On Investment, Earning Per Share), dan Inventory Turnover Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Tekstil Da

0 0 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Sistem dan Waktu Polishing terhadap Kebocoran Mikro pada Restorasi Klas V Resin Komposit Nanohybrid

0 2 15

Pengaruh Sistem dan Waktu Polishing terhadap Kebocoran Mikro pada Restorasi Klas V Resin Komposit Nanohybrid

0 1 12

BAB II DESKRIPSI PROYEK - Perancangan Hotel Mixed-Use di Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Binjai

1 3 23

BAB I PENDAHULUAN - Perancangan Hotel Mixed-Use di Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Binjai

1 6 8

BAB II DESKRIPSI PROYEK - Perancangan Mixed-use Shopping Mall dan Office di Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Binjai

2 6 30

Perancangan Mixed-use Shopping Mall dan Office di Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Binjai

3 5 13

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Rasio Recycle Sludge pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

0 0 5