BAB II GAMBARAN UMUM PANTI ASUHAN AL-HAKIIM DI ACEH TAMIANG 1. Sejarah Aceh Tamiang - Koeksistensi Sistem Hukum Dalam Pengelolaan Pendidikan Panti Asuhan Al-Hakiim Desa Paya Kulbi Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang

  

BAB II

GAMBARAN UMUM

PANTI ASUHAN AL-HAKIIM DI ACEH TAMIANG

1. Sejarah Aceh Tamiang

  Tamiang pada masa lalu pernah terpecah dua hingga menjadi dua kerajaan yakni Kerajaan Karang dan Kerajaan Benua Tunu.Tapi kedua kerajaan itu tetap tunduk pada negeri Karang.Dalam buku Tamiang Dalam Lintas Sejarah yang dikarang Ir Muntasir Wan Diman secara ringkas disebutkan bahwa Kerajaan Tamiang dijadikan dua kerajaan otonom.

  Pada masa pemerintahan Raja Proomsyah yang kimpoi (memperkarsai) dengan Puteri Mayang Mengurai anak Raja Pendekar Sri Mengkuta tahun 1558 menjadi Raja Islam kedelapan dengan pusat pemerintahan di Desa Menanggini.Sementara itu Raja Po Geumpa Alamsyah yang kimpoi dengan Puteri Seri Merun juga anak Raja Pendekar Sri Mengkuta memerintah di Negeri Benua sebagai Raja Muda Negeri Simpang Kiri Raja Benua Tunu.

  Diuraikan Muntasir bahwa Kerajaan Karang muncul setelah Tan Mudin Syari (Raja Islam Tamiang ke 10) wafat, lalu diganti kemanakannya yang bergelar “Tan Kuala” (Raja Kejuruan Karang I) yaitu putera dari Raja Kejuruan Tamiang Raja Nanjo (Banta Raja Tamiang).Raja Kejuruan Karang Tan Kuala memerintah 1662 -1699 merupakan pengganti turunan Suloh.

  Setelah Raja Tan Kuala meninggal dunia digantikan Raja Mercu yang bergelar Raja Kejuruan Mercu yang merupakan Raja Kejuruan Karang II.Pusat pemerintahan Raja Kejuruan Karang II di Pente Tinjo.Raja Kejuruan Karang II berdaulat 1699-1753 berlangsung aman dan tenteram.

  Penggantinya Raja Kejuruan Banta Muda Tan egia berdaulat 1753-1800 merupakan Kerajaan Karang III. Selanjutnya Raja Karang III diganti Raja Sua yang bergelar Raja Kejuruan Sua (Raja Karang IV) memerintah 1800-1845 . Raja Sua diganti Raja Achmad Banta dengan gelar Raja Ben Raja Tuanku di Karang sebagai Raja Kejuruan Karang V yang memerintah 1845-1896 .

  Pada masa raja ini-lah terjadi peperangan Aceh dengan Belanda 1873- 1908 dan melalui peperangan itu, Raja Kejuruan Karang V meninggal dunia dalam tawanan Belanda.

  Penggantinya adalah anak dia sendiri bernama Raja Muhammad bergelar Raja Silang sebagai Raja Kejuruan Karang ke VI.Raja Silang memerintah setelah lepas dari tawanan Belanda sejak tahun 1901-1925.Setelah Raja Silang meninggal dunia dimakamkan di belakang Masjid Desa Tanjung Karang.Makamnya saat ini dari pantauan Serambi terawat bersih dan sudah dipugar pihak Dinas Kebudayaan Provinsi NAD setahun lalu.

  Pengganti Raja Silang adalah Tengku Muhammad Arifin sebagai Raja Kejuruan Karang ke VII yang merupakan Raja Kejuruan Karang terakhir memerintah tahun 1925-1946. Pada masa pemerintahan Tengku Muhammad Arifin dia membangun Istana Karang yang saat ini dikuasai pihak Pertamina Rantau karena sebelumnya keluarga Raja Kejuruan Karang telah menjualnya kepada seorang pengusaha yang bernama Azis.Tapi sekitar tahun 1999 terjadi bencana alam menyemburnya gas panas akibat dari pengeboran gas yang dilakukan pihak Pertamina.

  Pemilik istana Azis disebut-sebut meminta ganti rugi kepada Pertamina.Karena sudah diganti rugi oleh pihak Pertamina sehingga istana tersebut dikuasai Pertamina.Belakangan kabarnya istana itu telah dihibahkan Pertamina kepada Pemkab Aceh Tamiang.Karenanya sekarang istana tersebut dijadikan Kantor Perpustakaan dan Arsip Pemkab Aceh Tamiang sebagian dan sebagian lagi dijadikan Kantor Penghubung Kodim 0104 Aceh Timur. Sementara halaman istana tersebut saat ini selalu dibuat acara seremonial keramaian masyarakat.Jika melewati Aceh Tamiang, istana tersebut bisa dilihat karena letaknya persis sekitar 30 meter dari jalan Negara Medan-Banda Aceh yang masuk wilayah Desa Tanjung Karang Kecamatan Karang Baru.

  Kini turunan Tengku Muhamad Arifin salah seorangnya yang masih hidup adalah H. Helmi Mahera Almoejahid anggota DPD/MPR-RI yang berkantor di Gedung MPR-RI Jakarta.Ibundanya Hj. Tengku Mariani adalah putri Tengku Muhammad Arifin Raja Kejuruan Karang VII. Tengku Hj. Mariani dipersunting sebagai isteri salah seorang pelaku sejarah Aceh pada zaman DI/TII yang bernama Tengku H. Amir Husin Almoejahid (kedua ibunda dan ayahanda H. Helmi Mahera Almoejahid) telah meninggal dunia dan saat ini H. Helmi berdomisili di Istana Kecil Kerajaan Karang VII bersama keluarga dan turunan Raja Kejuruan Karang.

  Lintas sejarah mengenai Raja Karang berakhir sampai dengan Tengku Muhammad Arifin yang menyisakan sebuah istana yang kini tak jelas siapa pemiliknya.Sebab meskipun kabarnya sudah dihibahkan Pertamina, tapi berita acara serah terimanya tidak ada di daftar kepemilikan asset Pemerintahan Kabupaten Aceh Tamiang.Karena itu bukti sejarah tentang istana Raja Silang harus segera ditelusuri pihak Pemerintahan Kabupaten Aceh Tamiang.

  Kemudian lintasan Kerajaan Benua Tunu diceritakan dalam buku yang sama di karang Ir. Muntasir Wan Diman bahwa pada saat Raja Benua dikuasai Raja Muda Po Gempa Alamsyah sebagai Raja Benua Tunu yang pertama yang diberi gelar Raja Muda Negeri Sungai Kiri Benua Tunu I yang memerintah 1558- 1588. Setelah wafat Raja Muda Po Gempa Alamsyah berturut-turut akhirnya hingga Raja Benua Tunu III yang dikenal Raja Muda Po Perum sebagai Raje Benua Tunu terakhir yang berdaulat 1629-1669.Setelah Raja Benua Tunu III wafat, kekuasaan kembali dipegang Raja Tan Kuala yang berarti Kerajaan Tamiang sudah tidak terpecah kembali.

  Belakangan setelah Benua Tunu dikuasai Raja Tan Kuala sekitar tahun 1669 datanglah Raja Po Nita bersama rombongan yang menggugat tentang silsilah bahwa beliau adalah keturunan Raja Muda Sedia (Raja Islam Tamiang yang pertama) dengan bukti menunjukkan surat dan sislsilah yang lengkap.Akibatnya terjadi perang saudara antara rakyat Tanjong Karang dengan yang mengakui Raja Tan Kuala sebagai Raja Tamiang dan rakyat di Benua Tunu mendukung Raja Penita (Po Nita) sebagai Raja Tamiang, sehingga perang saudara pecah dan banyak memakan korban jiwa.

  Kelanjutan dari kekuasaan antara Raja Tan Kuala dengan Raja Penita berakhir dengan campur tangannya Sultan Aceh yang pada saat itu dipimpin seorang ratu yang bernama Ratu Kemalat Syah.Hasil dari intervensi ratu tersebut diputuskan negeri Tamiang dipecah menjadi dua daerah lagi. Raja Tan Kuala sebagai raja yang berkuasa di daerah Sungai Simpang Kanan dan Raja Penita berkuasa di wilayah Sungai Simpang Kiri.

  Banyak peristiwa lanjutan dari kedua kerajaan tersebut hingga masa penjajahan Belanda sampai merdeka. Belakangan Negeri Tamiang menjadi bagian dari Wilayah Aceh Timur yang berstatus Pembantu Bupati Wilayah III yang pusat pemerintahannya Kota Kuala Simpang.Selanjutnya 11 Maret 2002 Wilayah Tamiang disyahkan DPR-RI menjadi Kabupaten Aceh Tamiang melalui Undang- undang no 4 Tahun 2002 tentang pemekaran Kabupaten Aceh Tamiang.

  2. Gambaran Umum Desa Paya Kulbi

  Secara administrasinya desa Paya Kulbi terletak dalam wilayah dengan batas-batas wilayah terdiri dari:

  1. Sebelah Utara : Saptamarga

  2. Sebalah Selatan : Paya Bujok

  3. Sebalah Timur : Paya Awe

  4. Sebelah Barat : Perkebunan PTP I Desa Paya Kulbi terdiri dari beberapa dusun yaitu, Dusun Tualang dan

  Dusun Rambutan.Dusun Rambutan agak terpisah dari dusun tualang karena

  10 http://www.Sejarah Kerajaan Tamiang ~ ACEH.html (5 Maret 2015 jam 20:19) terhalang oleh sekolah, perkebunan kelapa sawit dan lapangan.Desa Paya Kulbi sendiri terdapat di Dusun Rambutan.

  

Sumber: Foto Richa Meliza, 2015. Suasana Perjalanan ke Desa Paya Kulbi

  Ketika pertama kali masuk desa Paya Kulbi maka akan melihat perkebunan kelapa sawit yang terbentang sangat luas di sepanjang perjalanan menuju desa Paya Kulbi dusun Rmbutan. Jalan untuk menuju ke desa Paya Kulbi baik tetapi sedikit berdebu karena belum di aspal serta jalan menuju desa masih ditimbun dengan tanah liat dan batuan-batuan kecil.

  2.2.1 Bahasa Bahasa merupakan sarana yang digunakan untuk manusia untuk berkomunikasi.Bahasa merupakan satu unsur penting dalam kebudayaan.

  Indonesia sendiri sangat banyak memiliki keberagamanbudaya yang dipersatukan dengan bahasa nasional adalah bahasa indonesia. Meskipun seperti itu masih banyak di daerah-daerah pedalam atau daerah-daerah tertentu di tanah air masih banyak suku bangsa menggunakan daerah mereka masing-masing sebagai alat untuk berkomunikasi dengan sesama mereka.

  Di daerah penelitian ini, bahasa yang sering digunakan adalah bahasa nasional tetapi dengan sesama suku mereka baru menggunakan bahasa kedaerahannya. Bahasa yang paling sering peneliti dengar di daerah desa tersebut adalah bahasa melayu, karena sebagian besar penduduknya orang Melayu (Tamiang).Penduduk di desa Paya Kulbi terdapat beberapa suku yang tinggal di desa tersebut, yaitu suku Aceh, Jawa, dan Melayu (bahasa Tamiang).Hal ini dikarenakan penduduk desa Paya Kulbi merupakan pendatang dari berbagai tempat dan daerah.

  1. Sarana Desa Paya Kulbi

  2.2.2.1 Sarana Jalan dan Angkutan Sarana jalan di daerah penelitian ini berada dalam kondisi yang baik hanya saja ketika hujan turun ada beberapa titik yang tergenang air karena jalan yang berlubang.Dari data hasil lapangan yang diketahui tidak terdapat sarana apapun untuk masuk ke daerah desa Paya Kulbi.Hanya saja untuk transportasi keluar dan masuk desa tersebut hanya dengan menggunakan kendaraan sepeda motor.

  Alat transportasi yang digunakan penduduk sekitar adalah sepeda motor. Sepeda motor merupakan hal yang penting bagi mereka karena untuk menuju keluar desa Paya Kulbi jaraknya sedikit jauh dengan jalan raya ke kota Kuala Simpang dan desa-desa yang lain. Bagi anak-anak di desa Paya Kulbi untuk transportasi ke sekolah mereka ada yang diantarkan oleh orang tuanya dan ada juga yang menyewakan becak untuk mengantarkan anak-anaknya ke sekolah mereka masing-masing.

  2.2.2.2 Sarana Pendidikan Sarana pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat.Penduduk desa Paya Kulbi juga demikian, orang tua mereka sangat sadar dengan pentingnya pendidikan bagi anak- anaknya. Buktinya anak-anak mereka sebahagian besar disekolahkan sampai di desa, kota dan ada juga di provinsi. Hal ini disebabkan mereka orang tuanya juga sebahagian memiliki pendidikan tinggi dan memiliki perekonomian yang cukup untuk kehidupan mereka.

  Daerah desa Paya Kulbi memiliki sarana pendidikan berupa gedung sekolah.Sarana pendidikan tersebut hanya terdapat 1 SD Negeri Paya Kulbi.Semantara bagi yang ingin melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi yaitu melanjutkan ke pendidikan SMP dan SMA mereka harus sekolah di luar desa.Umumnya mereka bersekolah di Dusun Tualang atau di Kecamatan Karang Baru.

  1. Sarana Ibadah Sarana ibadah yang terdapat di desa Paya Kulbi terdapat 1 unit bangunan ibadah yaitu 1 mushalla atau biasa penduduk itu menyatakan meunasah. Meunasah ini adalah salah satu tempat beribadah bagi umat muslim dan sebahagian penduduknyan juga beragama muslim. Setiap desa hanya diperbolehkan memiliki bangunan mushalla atau meunasah hanya satu dan tidak diperbolehkan lebih dari pada satu.Sebab kalau memiliki dua bangunan dalam satu desa menurut penelitian di lapangan penduduk tidak bisa mengikuti jamaah mana untuk beribadah.

  2. Keadaan Penduduk Keadaan penduduk desa Paya Kulbi dusun Rambutan cukup beragam dengan tingkat perekonomian sebagian penduduk lumayan tinggi.Di desa ini sebagian masyarakatnya bertaraf kehidupan menengah keatas.Di desa ini bangunan rumahnya sebagian besar permanen dan ada juga yang semi permanen dengan fasilitas lengkap bahkan seluruh penduduknya memiliki kendaraan bermotor.Keadaan ini dikarenkan oleh sebagian besar dari penduduk di desa Paya Kulbi adalah pendatang dari berbagai daerah, yang membeli tanah di desa tersebut dan membangun rumah.Penduduk di desa Payakulbi sebagian bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di luar desa.

5. Sejarah Awal Panti Asuhan di Indonesia

  Panti Asuhan tertua di Indonesia adalah Panti Asuhan Desa Putera yang berdiri sejak Tahun 1947. Ketika itu Indonesia baru saja merdeka dan belum banyak yang bisa dilakukan oleh sebuah Negara yang belum genap berumur 2 tahun untuk membenahi segala sesuatu yang porak poranda akibat perang pada tahun-tahun sebelumnya, baik itu dalam hal politik, ekonomi, pendidikan, keamanan, masih belum tertata dengan baik. Di banyak negara di dunia, perang juga membawa dampak yang selalu sama yaitu banyak kehilangan tempat tinggal, kehilangan anggota keluarga dan anak-anaklah yang paling menderita karena keadaan ini, banyak diantaranya kehilangan orang tua akibat perang- perang tersebut.

  Di Indonesia, Batavia dan sekitarnya saja sudah ribuan anak yang terlantar. Kebanyakan dari mereka kehilangan orang tua sehingga terpaksa hidup gelandangan dan mengemis di jalan-jalan dengan tubuh telanjang. Kondisi memprihatinkan ini menggugah hati Mr. J.E.Ysebaert, Residen Batavia. Ia ingin agar anak-anak yang sebagian besar telanjang itu mendapat tempat penampungan. Keinginannya itu lalu dibicarakan dengan Mgr.Willekens, Vikaris Apostolik Batavia karena panti-panti asuhan yang ada tidak dapat menampung mereka lagi.

  Keinginan Mr. Ysebaert ini disampaikan oleh Mgr. Willekens kepada Mr. A. Bogaardt, Pimpinan Panti Asuhan Vincentius. Mr. A. Bogaardt bersedia menampung anak-anak itu asalkan disediakan tempat penampungan dan tenaga untuk mengurusnya.Selama kurang lebih dua bulan, usaha mendirikan sebuah tempat penampungan untuk anak-anak terlantar sudah menampakkan bentuknya, yaitu sebuah Rumah Yatim Piatu.

  Kemudian dipilihlan sebuah nama untuk menamai rumah penampungan itu. Akhirnya disepakati, Rumah Yatim Piatu Lenteng Agung diubah menjadi “Desa “ dan “Pemuda “ menjadi “ Putera”. Pada tanggal 30 Juni 1947 Desa Putera diresmikan, dihadiri oleh pengurus Vincentius, para pendirinya, pejabat pemerintahan, Ny. Van Mook, wakil instansi dan Palang Merah, Jawatan Sosial, Pendidikan, Kesehatan, Tentara, juga Lurah Srengseng Sawah.

  Di Desa Putera, anak-anak itu belum punya kegiatan apa-apa. Sepanjang hari anak-anak yang masih kecil hanya bermain-main. Tentu saja keadaan seperti ini tidak akan dibiarkan. Mereka diberi latihan kerja agar nantinya bisa mandiri.Sedikit demi sedikit sarana latihan kerja dibangun.Pada bulan Juli, mulai didirikan bengkel untuk pertukangan besi dan kayu. Dibawah Pimpinan Br Mattheus, dibuka pula latihan menjilid buku.

  Usaha peternakan juga dimulai dengan memelihara satu ekor sapi, dua ekor kuda, 25 ekor itik dan sepuluh ekor ayam. Sementara itu lewat Palang Merah, dari Cilendek, Bogor didatangkan sebanyak 109 anak. Mereka ini bukan anak-anak kecil.Mereka sudah terlalu lama hidup bebas gelandangan tanpa aturan seperti yang dianut oleh masyarakat pada umumnya.Sehingga aturan-aturan yang diterapkan di Desa Putera dirasakan sebagai beban yang membuat hidup mereka tidak nyaman.

  Oleh karena itu banyak diantara mereka yang melarikan diri pada malam hari sambil membawa barang-barang apa saja yang bisa dibawa. Sebagian dari mereka juga mencuri di rumah-rumah penduduk sekitar. Hal ini membuat penduduk merasa tidak tenang dan tidak senang dengan adanya Desa Putera.Tetapi keadaan seperti ini tidak berlangsung lama.

  Bersamaan dengan pembenahan yang terus menerus dilakukan, diusahakan pula pendidikan untuk mereka, baik dalam hal membaca, menulis dan pengetahuan lain diajarkan kepada mereka oleh Br Gerrad. Diantara anak-anak yang diajar, ada yang sudah pernah bersekolah. Anak-anak yang sudah pernah sekolah ini setiap hari mendapat “refreshing“ untuk mengingat kembali pelajaran yang pernah mereka peroleh.

  Setelah itu merekalah yang menjadi guru bagi anak lain yang belum pernah sekolah. Kelas-kelas mulai dibangun, setiap hari anak-anak itu belajar dikelas yang sudah ada atau mana saja di tempat-tempat yang terbuka. Dalam memenuhi kebutuhan pendidikan dari bengkel dan pertukangan kayu dibuatlah peralatan belajar dan bangku-bangku dari bambu. Selain itu usaha melatih anak- anak untuk bekerja masih terus ditambah.

  Pada bulan Oktober mulai dibuka perkebunan, yaitu perkebunan kelapa dan jeruk.Setiap pagi anak-anak pergi ke kebun dengan membawa cangkul untuk berkebun. Awal bulan April 1947, Mr. Ysebaert menemui Prof. Dr.P.M. Van Wulfften Palthe, Pimpinan Persatuan Perawat Orang Sakit Jiwa untuk meminjam sebidang tanah yang ada bangunannya. Oleh Prof. Van Wulfften diusahakan sebuah tempat di desa Srengseng Sawah, Lenteng Agung yang berupa bangsal- bangsal yang dulunya untuk merawat orang sakit jiwa.

  Dalam mendapatkan tenaga pengelola, Mgr. Willekens kemudian menghubungi Kongregasi Budi Mulia dan didatangkanlah Br Corbinianus untuk menjadi Direktur dan Br Mattheus sebagai pembantu. Di bawah Pimpinan dan sumber dana dari Vincentius, sebuah tempat penampungan untuk anak-anak terlantar sedikit demi sedikit mulai dibangun. Bangunan dari bambu untuk tempat tinggal para Bruder mulai didirikan.

  Tak lama setelah tempat dan tenaga pengelola tersedia, pada tanggal 17 Juni didatangkanlah 100 anak, yang diambil dari jalanan dan dari tempat hubian pengemis di Rustenburg. Mereka ini penghuni pertama tempat penampungan yang baru. Selain anak-anak itu juga didatangkan pakaian bekas, selimut dan bahan makanan, Dari pakaian bekas itu, penduduk sekitar desa Srengseng Sawah membantu mendaur ulang sehingga menjadi pakaian anak-anak.

1. Sejarah Panti Asuhan Al-Hakiim Aceh Tamiang

  Panti Asuhan adalah suatu lembaga yang bertanggung jawab memberikan pelayanan penganti dalam pemenuhan kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadian sesuia dengan ajaran agama Islam.

  Panti Asuhan berdiri dilatarbelakangi masih banyaknya anak-anak yatim dan terlantar yang masih kurang mendapatkan perawatan dari keluarganya, banyak anak-anak yatim dan terlantar tidak mampu melanjutkan sekolahnya karena tidak mampu atau tidak mempunyai biaya dan kehidupan anak yatim yang terlantar.

  Harapannya dengan ada Panti Asuhan anak-anak yatim dan anak terlantar dapat hidup layak. Selain itu juga sebagai umat muslim menjalankan perintah Allah SWT dalam surat Al-Maun yaitu perintah untuk menyantunin anak yatim. Dalam surat Al-Maun 1-7 yang artinya:

  “Tahukah kamu orang yang mendustakan agama itulah orang yang

  menghardik anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin, maka celakalah bagi orang-orang yang sholeh yaitu orang-orang yang lalai dari sholatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan menolong dengan barang berguna”.

  11

http://www.Sejarah Panti Asuhan di Indonesia - Lembaga Bina Yatim Dhuafa Direktory Panti

Asuhan.html (17 Februari 2015 jam 19:22 )

  Panti Asuhan satu-satunya yang berada di Aceh Tamiang adalah Panti Asuhan Nasrullah yang berdiri tahun 1998 dengan pendiri Yayasan Bpk Hj.

  Syahuddin OK. Gagasan Berdirinya Panti Asuhan Nasrullah adalah Banyaknya anak Aceh Tamiang yang tidak sekolah, yang tidak memiliki pendidikan dan tempat tinggal karena orang tua yang tidak mampu membiaya kebutuhan hidup mereka baik dari segi pendidikan dan ekonomi sehari-hari sehingga ia membangun Panti Asuhan tersebut.

  Pada tahun 2006 Aceh Tamiang dilanda Banjir bandang yang meluluh lantakkan 80% keseluruhan wilayah sebahagian besar kawasan Aceh Tamiang termasuk Panti Asuhan Nasrullah. Karena kondisi yang memprihatinkan dan tidak memungkinkan untuk menjadi tempat tinggal, Panti Asuhan Nasrullah berpindah tangan ke yayasan lain yang bernama Yayasan Al-Hakiim dengan pendirinya yaitu Bpk Drs H. Ahmad As’adi.

  Bapak Ahmad adalah pembina dari Yayasan Panti Asuhan Al-Hakiim dengan ibu Novalita selaku pengurus Panti Asuhan tersebut. Landasan berdirinya Panti Asuhan Al-Hakiim ini adalah dengan berdasarkan akta pendirian Yayasan Al-Hakiim Aceh Tamiang no 3 dengan Notaris Dicky Kurniawan, SH. Serta mempunyai legalisasi menteri hukum Ham RINo-C 4137.HT.01.02.TH 2007 oleh Dr. Syamsudin Manan Sinaga SH,MH di Jakarta.

  Pada saat kejadian banjir bandang tersebut maka anak-anak Panti Asuhan Nasrullah dipindahkan ke Yayasan Al-Hakiim. Akibat kurangnya dana serta tempat yang masih tidak memungkinkan untuk membawa semua anak panti ke yayasan Al-Hakiim, maka tidak semua anak bisa ditolongnya atau di asuh. Mereka hanya mampu membantu sebanyak 20 orang, selebihnya anak-anak tersebut terpaksa dipulangkan dan ada yang masuk ke Panti Asuhan di Tanjung Pura ada ada pula yang diambil keluarganya.

  

Sumber: Foto Richa Meliza, 2015. Bentuk Bangunan Panti Asuhan Al-

Hakiim di Desa PayaKulbi dari Sudut Kiri dan Kanan Bangunan.

  Panti Asuhan Al-Hakiim memiliki bangunan rumah yang baik dan layak untuk ditinggal oleh anak-anak tersebut.Disini dapat kita lihat bahwa bangunannya permanen dan nyaman.Panti Asuhan ini berada paling ujung dari bagian lingkungan sekitar tempat tinggal penduduk. Jarak antara setiap bangunan rumah tidak begitu jauh dari satu rumah ke rumah yang lain. Sekitar Panti Al- Hakiim masih ada tanah yang kosong yang sebagian penduduknya digunakan untuk beternak sapi.

2. Lokasi Panti Asuhan Al-Hakiim di Aceh Tamiang

  Panti Asuhan Al-Hakiim merupakan Panti Asuhan yang terletak di Desa Paya Kulbi Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang (± 12 km dari Karang Baru). Secara administrasinya Panti Asuhan Al-Hakiim terletak dalam Wilayah Desa PayaKulbi dengan peta dan batas-batas sebagai berikut:

  Gambar 1. Peta Wilayah Daerah di Panti Asuhan Al-Hakiim

  Desa Paya Kulbi terdiri dari beberapa dusun yaitu, Dusun Tualang danDusun Rambutan.Panti Asuhan Al-Hakiim terletak di Dusun Rambutan agak terpisah dari dusun Tualang karena terhalang oleh sekolah, perkebunan kelapa sawit dan lapangan.

3. Maksud dan Tujuan Panti Asuhan Al-Hakiim Aceh Tamiang

  Maksud dan tujuan didirikannya Panti Asuhan Al-Hakiim bagi anak-anak tersebut adalah seperti:

  1. Panti Asuhan memberikan pelayanan berdasarkan pekerjaan sosial anak-anak yatim, terlantar dengan cara membantu dan agar dapat dibimbing sesuai dengan ajaran agama Islam. Sehingga menjadi anak yang dapat hidup layak, mandiri, dan penuh tanggung jawab terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat.

  2. Dengan adanya pelayanan sosial, salah satunya panti asuhan dapat bertujuan untuk meratakan kesejahteraan bagi kelompok sosial yang kurang mampu dapat hidup mandiri.

  3. Serta dengan adanya Panti Asuhan seperti ini maka akan mengatasi dan mengurangi angkat pengangguran yang ada di Aceh Tamiang.

1. Struktur Organisasi Panti Asuhan Al-Hakiim Aceh Tamiang

  Dalam menjalankan aktivitasnya Panti Asuhan Al-Hakiim Aceh Tamiang menggunakan struktur organisasi.Dimana dalam struktur organisasi tersebut terdapat hubungan dan mekanisme kerja antara Yayasan dengan Panti Asuhan serta pengurus panti, pengasuh dan staff/pagawai. Dalam hal ini adanya 2 (dua) struktur organisasi dalam Panti Asuhan, yaitu seperti:

  1. Struktur Yayasan Panti Asuhan Al-Hakiim Dalam struktur Yayasan Al-Hakiim memiliki pembina, ketua umum, ketua I, sekretaris, bendahara, serta bagian Panti Asuhan yang masing-masing memiliki tugasnya untuk menjalankan atau mengelola Panti Asuhan agar lebih baik.

  STRUKTUR YAYASAN AL-HAKIIM KEC. KARANG BARU – KAB. ACEH TAMIANG PEMBINA Drs. AHMAD AS. ADI

  KETUA UMUM Dra. AMINAH KETUA I NOVALITA FITRI, S.Ag

  SEKRETARIS BENDAHARA BUNYAMAN SALAWATI BAGIAN PANTI ASUHAN NOVALITA FITRI, S.Ag

  Gambar 2. Struktur Yayasan Al-Hakiim

  2. Struktur Pengurus Panti Asuhan Al-Hakiim Dalam Susunan pengurus Panti Asuhan terdiri dari kepala pengurus, bendahara, sekretaris, bagian pendidikan umum, bagian pendidikan agama, bagian perlengkapan dan bagian dapur umum. Pengurus dalam Panti Asuhan memilki hak dan kewajiban sebagai berikut: 1.

  Pengurus wajib aktif dalam melakukan tindakan pengurusan dan tindakan pemilikan, mempertahankan, memelihara, dan mengelola serta mengembangkan panti asuhan dibidang material dan non material.

  2. Mengawasi, mendidik dan membina anak-anak asuh dalam Panti Asuhan.

  3. Mentaati dan melakukan keputusan musyawarah. Dibawah ini adalah struktur pengurus panti asuhan yang mengelola panti asuhan baik dari semua bagian, seperti:

  

STRUKTUR PENGURUS PANTI ASUHAN AL-HAKIIM

KEC. KARANG BARU – KAB. ACEH TAMIANG

KEPALA

NOVALITA FITRI, S.Ag

  SEKRETARIS BENDAHARA BUNYAMAN SALAWATI BAGIAN PENDIDIKAN UMUM BAGIAN PENDIDIKAN AGAMA YUSLIANA UST. SYAMSUDDIN BAGIAN PERLENGKAPAN BAGIAN DAPUR UMUM FATIMAH

  IRENE Gambar 2. Struktur Pengurus Panti Asuhan Al-Hakiim

1. Pengajar Panti Asuhan Al-Hakiim

  Panti Asuhan Al-Hakiim memiliki 5 orang pengajar untuk mendidik anak- anak asuh di panti tersebut.Dimana mereka dipilih lansung oleh Yayasan Al- Hakiim untuk menjadi tenaga pengajar dan tambahan dari donatur yang memberikan sumbangan ke Panti Asuhan Al-Hakiim. Tenaga pengajar Al-Hakiim ada yang berasal dari pasantren 2 orang, penyuluh non PNS 1 orang yaitu dari STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa dan 2 orang mahasiswa dari UNSAM di Kota Langsa.

  Masing-masing pengajar tersebut memiliki bidang pengajaran tersendiri dalam mengajar anak-anak asuh panti asuhan. Dalam bidang agama ada 2 orang yang berasal dari pasantrean bernama Ustadz Syamsuddindan Ustazah Marhamah, setelah itu dalam bidang pendidikan formal seperti Bahasa Inggris, Matematika dan lain awalnya hanya 1 orang bernama Yusliana tetapi kemudian ditambah 2 orang lagi untuk membantu mengajarkan anak asuh di Panti Asuhan bernama Kiki dan Arif.

  Dari semua pengajar bekerja sama dalam mendidik dan memberikan pendidikan yang layak untuk anak-anak asuh di Panti Asuhan Al-Hakiim. Agar anak-anak tersebut tidak menjadi anak minder karena status mereka sebagai anak Panti Asuhan tetapi merak harus menjadi anak-anak yang pintar dan dapat berguna bagi dia sendiri dan orang banyak.

2. Penghuni Panti Asuhan Al-Hakiim

  Anggota penghuni Panti Asuhan adalah anak-anak yatim, anak-anak piatu, anak-anak yatim piatu dan anak dari keluarga yang tidak mampu serta anak-anak terlantar.Selain itu penghuni panti asuhan juga memberikan bantuan kepada anak yang berekonomi sangat lemah.Bantuan yang diberikan kepada anak-anak asuhnya berupa seperti kebutuhan sehari-hari (sandang, pangan dan papan), alat- alat sekolah, biaya pendidikan dan uang saku.

  Dalam Panti Asuhan Al-Hakiim tidak semua anak dapat tinggal dan di asuh oleh pengurus panti asuhan tersebut.Panti Asuhan Al-Hakiim ini hanya menerima anak laki-laki yang dapat tinggal dan di asuh oleh mereka. Panti Asuhan memiliki syarat-syarat bagi anak yang ingin menjadi penghuni yaitu seperti :

  1. Beragama Islam 2.

  Anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu dalam hal perekonomian keluarga.

  3. Usia sekolah atau tingkatan sekolah yaitu TK, SD, SMP, SMA.

  4. Bersedia mentaati tata tertib dan peraturan Panti Asuhan.

  

Sumber: Foto Richa Meliza, 2014. Anak-anak Penghuni Panti Asuhan Al-

Hakiim Desa Paya Kulbi.

  Anggota penghuni Panti Asuhan pada tahun 2012 sebanyak 20 orang penghuni.Pada tahun 2014-2015 tinggal sebanyak 12 orang yang menjadi penghuni Panti Asuhan Al-Hakiim.Anak-anak penghuni Panti Asuhan semuanya terdari dari laki-laki yang tingkatan umurnya 8-16 tahun. Panti Asuhan Al-Hakiim tidak menerima anak perempuan untuk di asuh, pengurus Panti Asuhan menyatakan bahwa:

  Panti Asuhan ini hanya mengasuh anak laki-laki dan tidak mengasuh perempuan, karena bagi pengurus panti asuhan anak laki-laki lebih enak di didik dan dijaga dari pada perempuan.Anak laki-laki lebih bisa ditinggal dan diperbolehkan bermain di luar Panti Asuhan. (9 Agustus

  2014) Bagi yang lanjut usia misalnya tamatan SMA, Panti Asuhan tidak menyediakan tempat tinggal akan tetapi hanya memberikan santunan dan sebagian dari mereka kembali ke Panti Asuhan untuk mengasuh dan mendidik anak-anak untuk mengajar. Hubungan alumni dengan Panti Asuhan sangat dekat, selaku pengurus Panti Asuhan berkata:

  Hubungan anak-anak panti yang sudah tamat SMA sangat dekat dengan panti ini.Mereka terkadang pada saat tidak sibuk sering main kesini untu mengajari adik-adiknya yang masih tinggal di panti asuhan.Apalagi pada saat lebaran mereka ramai-ramai membuat acara kecil-kecilan di panti asuhan agar adik-adiknya tidak mereka jenuh dan bosan . (9 Agustus

  2014) Panti Asuhan Al-Hakiim dari sejak berdiri hingga sekarang sangat sedikit menerima anak-anak yang tinggal dan diasuh oleh Panti Asuhan tersebut.Dikarenakan daya tampung Panti Asuhan yang sedikit dan kurang lebih hanya 30 anak yang dapat tinggal di Panti Asuhan tersebut.

2.10 Sumber Dana Panti Asuhan Al-Hakiim

  Sumber dana yang digunakan Panti Asuhan sebagai pemenuhan kebutuhan berasal dari berbagai sumber dan sumbangan. Sumbangan ini adalah sebuah pemberian yang pada umumnya bersifat secara fisik oleh perorangan atau badan hukum, pemberian ini mempunyai sifat sukarela dengan tanpa adanya imbalan bersifat keuntungan, walaupun pemberian donasi dapat berupa makanan, barang- barang, pakaian, mainan ataupun kendaraan akan tetapi tidak selalu sedemikian. Sumbangan panti asuhan juga dapat berupa uang atau materi lainnya.

  Dalam Panti Asuhan ini sumber dananya berasal dari:

  1. Donatur tetap 1. Sumbangan tetap per-tahun dari Pemerintahan Daerah Aceh Tamiang.

  2. Sumbangan tetap tiap bulan dari Kanwil Kementrian Agama Aceh Tamiang.

  3. Sumbangan dari masyarakat yang menjadi donatur tetap.

  4. Sumbangan dan bantuan dari Departemen Sosial.

  5. Sumbangan dan bantuan dari Dinas Kesejahteraan Sosial Aceh Tamiang.

  6. Sumbangan dan bantuan dari lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi serta perorangan yang sukarela dan tidak mengikat baik berupa uang, barang-barang, perlengkapan maupun fasilitas-fasilitas, makanan dan lainnya.

  7. Penerimaan harta waqaf, hibah, sedekah, zakat, infaq dan wasiat.

  Sumber dana yang berasal dari donatur suatu lembaga, masyarakat dan semuanya itu digunakan untuk membayar uang pendidikan anak-anak asuh panti asuhan, untuk membelikan perlengkapan pendidikan dan keseharian mereka di panti asuhan baik itu dalam hal pangan, papan ataupun sandang. Semuanya itu dibeli dengan menggunakan uang yang disumbangkan ke Panti Asuhan.

  2.11 Sarana dan Prasarana Panti Asuhan Al-Hakiim Sarana dan prasarana adalah sesuatu yang sangat penting dalam ruang lingkup seperti Panti Asuhan.Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek).

  Sarana dan prasarana Panti Asuhan Al-Hakiim merupakan hal yang sangat penting dalam kebutuhan bagi anak-anak asuh Panti Asuhan tersebut.Panti Asuhan menyediakan tempat tinggal, ruang tidur, ruangan untuk belejar baik didalam maupun di alam terbuka. Panti Asuhan juga menyediakan tempat yang terdiri dari ruang makan, kamar tidur, televisi, dapur, 2 kamar mandi, 2 buah WC, dan ruang aula. Mereka dapat melakukan semua kegiatan yang mereka sukai dengan aturan-aturan yang telah di buat oleh pengurus Panti Asuhan.

  

Sumber: Foto Richa Meliza, 2015. Salah Satu Sarana yang ada di Panti

Asuhan Al-Hakiim adalah Kasur dan Televisibagi Anak-Anak Asuh.

  Ini adalah sarana dan prasarana Panti Asuhan sebagai tempat tidur dan tempat menghilangkan kelelahan mereka dengan semua kegiatan selama sehari.Mereka mengatur jawdal untuk menonton televisi.Sarana ini sangat dibutuhkan oleh seorang anak untuk menghilangkan kejenuhan dan menambah pengetahuan mereka tentang informasi tentang dunia luar.Selama menggunakan televisi mereka selalu dipantau dan diberikan batasan dalam menyalakan televisi.

  Panti Asuhan ini memiliki tempat tinggal yang permanen dan semi permanen untuk anak-anak asuh mereka.dimana tempat tinggal asli mereka itu hanyauntuk meletakkan semua perlengkapan, peralatan, baju, dan semuanya kebutuhan mereka. Sedangkan ruangan untuk tidur mereka memiliki ruangan tersendiri didalam rumah ibu penguruh atau pengasuh Panti Asuhan.Ruangan tersebut juga digunakan untuk tempat belajar mereka di malam hari dan siang harinya mereka bebas ingin belajar diruangan terbuka atau di luar.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Teanteanan Dalam Masyarakat Batak Toba: Kajian Sosial Budaya

0 5 8

2.1 Sintesis Fe2 - Pengembangan Bahan Magnetik Berbasis BaNixAl6-xFe6O19 Untuk Bahan Absorber Gelombang Elektromagnetik

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Modal Sosial - Modal Sosial Sistem Bagi Hasil Dalam Beternak Sapi Pada Masyarakat Desa Purwosari Atas, Kecamatan Dolok Batu Naggar, Kabupaten Simalungun

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Modal Sosial Sistem Bagi Hasil Dalam Beternak Sapi Pada Masyarakat Desa Purwosari Atas, Kecamatan Dolok Batu Naggar, Kabupaten Simalungun

0 0 8

MODAL SOSIAL SISTEM BAGI HASIL DALAM BETERNAK SAPI PADA MASYARAKAT DESA PURWOSARI ATAS, KECAMATAN DOLOK BATU NANGGAR KABUPATEN SIMALUNGUN Studi kasus : Sistem Gaduh Sapi Pada Masyarakat Desa Purwosari Atas, Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Kabupaten Simalung

0 0 9

Pengaruh Pemekaran Kecamatan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi Pada Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun)

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Pemekaran Kecamatan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi Pada Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun)

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Camat Teluk Nibung Kota TanjungBalai

0 0 29

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua Tunggal dengan Anak (Studi Fenomenologi Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Ibu Tunggal dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntung

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Konteks Masalah - Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Orangtua Tunggal dengan Anak (Studi Fenomenologi Penyingkapan Diri (Self Disclosure) Ibu Tunggal dengan Remaja Perempuan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan)

0 0 7