BAB II PERMASALAHAN YANG MENGHAMBAT PEMBERDAYAAN USAHA KECIL DAN MENENGAH A. Pengertian Usaha dan Wirausa ha - Prinsip Permberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Dalam Ketentuan Pembatasan Kepemilikan Waralaba Restoran Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor

BAB II PERMASALAHAN YANG MENGHAMBAT PEMBERDAYAAN USAHA KECIL DAN MENENGAH A. Pengertian Usaha dan Wirausa ha Pengertian usaha adalah kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran

  atau badan untuk mencapai suatu maksud. Dalam ruang lingkup tertentu, pengertian usaha bisa disamakan dengan pekerjaan. Pekerjaan sendiri merupakan

  6 suatu perbuatan, prakarsa, ikhtiar at au daya upaya untuk mencapai sesuatu.

  Sedangkan wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai kesempatan -kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber dayasumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses.

  Menurut etimologis, wirausaha merupakan suatu istilah yang berasal dari kata-kata wira dan usaha. Wira bermakna berani, utama, atau perkasa, sedangkan usaha bermakna kegiatan dengan mengerahkan tenaga pikiran a tau badan untuk mencapai sesuatu maksud dengan melihat adanya peluang kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut. Jadi seorang wirausaha atau entrepreneur tidak selalu seorang pedagang atau seorang manager, wira usaha adalah orang unik yang berani mengambil resiko dan yang memperkenalkan produk -produk inovatif juga teknologi baru kedalam

  7 perekonomian. 6 Pengertian Usaha, kreatif.definisi/pengertian-usaha.html , diakses tanggal 13 Februari 2014. 7 Pengertian Wirausaha, diakses tanggal 13 Februari 2014.

  Wirausahawan adalah orang yang mengorganisir, mengelola dan berani menanggung resiko untuk menciptakan usaha baru dan peluang berusaha. Secara esensi pengertian entrepreneurship adalah suatu sikap mental, pandangan, wawasan serta pola pikir dan pola tindak seseorang terhadap tugas -tugas yang menjadi tanggungjawabnya dan selalu berorientasi kepada pelanggan atau dapat juga diartikan sebagai semua tindakan dari seseorang yang mampu memberi nilai terhadap tugas dan tanggungjawabnya. Adapun kewirausahaan merupakan sikap mental dan sifat jiwa yang selalu aktif dalam berusaha untuk memajukan karya baktinya dalam rangka upaya meningkatk an pendapatan di dalam kegiatan usahanya. Selain itu kewirausahan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan seuatu yang baru dan berbeda (create new and different ) melaui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang dalam menghadapi tantangan hidup. Pada hakikatnya kewirausahaan adalah sifat, ciri, dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif.

  Kewirausahaan adalah proses dimana seorang individu atau kelompok individu menggunakan upaya terorganisir dan sarana untuk mencari peluang untuk menciptakan nilai dan tumbuh dengan memenuhi keinginan dan kebutuhan melalui inovasi dan keunikan, tidak peduli apa sumber daya yang saat ini dikendalikan. Tidak semua orang dapat dan mampu menjadi seorang wirausaha sukses dan berhasil.

B. Jenis-Jenis Usaha

  Dalam meningkatkan perekenomian suatu Negara, perana n usaha sangatlah penting. Indonesia sendiri terdapat empat macam usaha yang menunjang perekonomian masyarakatnya, adapun jenis usaha tersebut yakni

  8

  sebagai berikut:

  1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi Kriteria Usaha Mikro sebagai berikut:

  a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

  2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik l angsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

  8 Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

  3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan dan memenuhi Kriteria Usaha Menengah sebagai berikut:

  a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 ( sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

  b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

  4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakuk an kegiatan ekonomi di Indonesia. Wirausaha dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu founders,

  9

  general managers dan franchisee. Founders atau pendiri perusahaan. Seorang 9 Jenis Wirausaha, http://www.entrepreneur.com , diakses tanggal 27 Februari 2014

  Founders sering dianggap sebagai wirausaha murni, karena mereka secara nyata

  melakukan survei pasar, mencari dana, dan fasilitas yang diperlukan. Founders yaitu seorang investor yang memulai bisnis berdasarkan penemuan barang atau jasa baru atau yang sudah diimprovisasi. Atau dapat juga seseorang yang mengembangkan ide orang lain dala m memulai usahanya. General managers yaitu seseorang yang memimpin operasional perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.

  

Franchisee yaitu seorang wirausaha yang kekuasaannya dibatasi oleh

hubungan kontrak kerja dengan organisasi pemberi franchise atau franchisor.

  Tingkatan dalam sistem franchise terdiri atas tiga bentuk. Pertama produsen

  (franchisor) memberikan franchise kepada penjual. Sistem ini umumnya

  digunakan di dalam industri minuman dingin. Tipe kedua penjualnya adalah

  franchisor , contohnya pada supe rmarket. Tipe ketiga, franchisor sebagai pencipta

  atau produsen, sedangkan franchise adalah pendiri retail seperti restoran cepat saji. Ada dua pola wirausaha yang disarankan oleh Norman R.Smith yaitu wirausaha artisan dan oportunistis. Wirausaha Artisan a dalah seseorang yang memulai bisnisnya dengan keahlian teknis sebagai modal utama dan sedikit pengetahuan bisnis. Karakteristik dari seorang wirausaha artisan antara lain: a.

  Bersikap kekeluargaan, mereka memimpin bisnisnya seperti memimpin keluarganya

  b.

  Enggan mendelegasikan wewenang c. Menggunakan sedikit (satu atau dua) sumber modal dalam mendirikan perusahaannya

  d.

  Membatasi strategi pemasaran pada komponen harga secara tradisional, kualitas dan reputasi perusahaan e. Usaha penjualannya dilakukan secara tradisional

  f. Orientasi waktu mereka singkat dengan sedikit perencanaan untuk

  pertumbuhan atau perubahan di masa mendatang Sedangkan Wirausaha Oportunistis yaitu seseorang yang memulai suatu bisnisnya dengan keahlian manajemen yang rumit dan pengetahuan teknis.

  Menurut UU Nomor 9 tahun 1999 ditetapkan bahwa usaha kecil adalah suatu unit usaha yang memiliki nilai asset netto (tidak termasuk tanah dan bangunan) tidak melebihi Rp. 100 juta atau penjualan per tahun tidak lebih besar dari Rp. 250 juta, milik WNI, berdiri send iri dan berafiliasi langsung atau tidak langsung dengan usaha menengah atau besar dan berbentuk badan usaha perseorangan, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.

  Menurut Partomo dan Soejoedono (2002:14), berdasarkan Undang -undang Nomor 9 Tahun 1995 kriteria usaha kecil dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimilikinya adalah:

  10

  1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.100 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau

  2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 250 juta per tahun Untuk kriteria usaha menengah :

  1. Untuk sektor industri, memiliki total aset paling banyak Rp. 500 juta, dan 2. Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.

  300 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 700 juta.

  Jenis-Jenis Usaha, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35121/3/Chapter%20ll.pdf Maret 2014, hlm. 1. Menurut Anoraga dan Sudantoko (2000:245) berdasarkan konsep inpres UKM yang dimaksud dengan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah kegiatan ekonomi dengan criteria asset mencapai Rp 30-100 juta, tidak termasuk tana h dan bangunan tempat usaha, dan omzet pertahunnya mencapai Rp. 250 juta.

  Menurut Wibowo, dkk (2003:5) kegiatan perusahaan pada prinsipnya

  11

  dapat dikelompokkan dalam tiga jenis usaha yaitu:

  1. Jenis usaha perdagangan atau distribusi Jenis usaha ini merupaka n usaha yang terutama bergerak dalam kegiatan memindahkan barang dari produsen ke konsumen atau dari tempat yang mempunyai kelebihan persediaan ketempat yang membutuhkan. Jenis usaha ini diantaranya bergerak dibidang pertokoan, warung, rumah makan, peragen an (filial), penyalur (whole saler), pedagang perantara, tengkulak, dan sebagainya. Komisioner dan makelar dapat juga dimasukkan dalam kegiatan perdagangan karena kegiatannya dalam jual beli barang.

  2. Jenis usaha produksi atau industri Usaha produksi atau industri adalah jenis usaha yang terutama bergerak dalam kegiatan proses pengubahan suatu barang menjadi barang lain yang berbeda bentuk atau sifatnya dan mempunyai nilai tambah. Kegiatan ini dapat berupa produksi atau industri pangan, pakaian, peralatan ru mah tangga, kerajinan, bahan bangunan, dan sebaginya. Dalam hal ini, kegiatan budidaya sector pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan kegiatan penangkapan ikan termasuk jenis usaha produksi.

  3. Jenis usaha jasa komersial 11 Ibid., hlm. 3.

  Usaha jasa komersial merupa kan usaha yang bergerak dalam kegiatan pelayanan atau menjual jasa sebagai kegiatan utamanya. Contoh jenis usaha ini adalah asuransi, bank, konsultan, biro perjalanan, pariwisata, pengiriman barang (ekspedisi), bengkel, salon kecantikan, penginapan, gedung bioskop, dan sebagainya, termasuk praktek dokter dan perencanaan bangunan.

  Usaha kecil dan menengah tentu mempunyai segi keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulan dan kelemahan usaha kecil dan menengah (UKM) yakni perusahaan skala kecil dan menengah me miliki keunggulan sebagai

  12

  berikut:

  1. Tetap bertahan dan mengantisipasi kelesuan perekonomian yang diakibatkan inflasi maupun berbagai faktor penyebab lainnya.

  2. Tanpa subsidi dan proteksi, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia mampu menambah nilai dev isa bagi Negara.

  3. Usaha kecil yang informal mampu berperan sebagai penyangga (buffer) dalam perekonomian masyarakat lapisan bawah.

  4. Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak atau penyerapannya terhadap tenaga kerja.

  5. Independen dalam penentuan ha rga produksi atas barang-barang atau jasa- jasa yang dihasilkannya.

  6. Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat disbanding dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya birokratis.

  7. Prosedur hukum yang sederhana. 12 Ibid., hlm. 5

  8. Pajak relatif ringan, sebab yang dikenakan pajak bukanlah perusahaannya tetapi pengusahanya.

  9. Mudah dalam proses pendiriannya.

  10. Mudah untuk dibubarkan pada waktu yang dikehendaki.

  11. Pemilik mengelola secara mandiri dan bebas waktu.

  12. Pemilik menerima seluruh laba.

  13. Umumnya mempunyai kecendrungan untuk bertahan ( survive)

  14. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sangat cocok untuk didirikan oleh para pengusaha yang sama sekali belum pernah mencoba untuk mendirikan suatu usaha sehingga memiliki sedikit pesaing .

  15. Terbukanya peluang dengan adanya berbagai kemudahan dalam peraturan dan kebijakan pemerintah yang mendukung berkembangnya usaha kecil di Indonesia.

  16. Diversifikasi usaha terbuka luas sepanjang waktu dan pasar konsumen senantiasa tergali melalui kreativit as pengelola.

  17. Relatif tidak membutuhkan investasi yang terlalu besar, tenaga kerja yang tidak berpendidikan tinggi, serta sarana produksi lainnya yang tidak terlalu mahal.

  18. Hubungan kemanusiaan yang akrab dalam perusahaan kecil.

  19. Terdapatnya dinamisme man ajerial dan peranan kewirausahaan.

  Kelemahan dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM) diantaranya adalah sebagai berikut:

  13

13 Ibid., hlm. 7

  1. Umumnya Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak pernah melakukan studi kelayakan, penelitian pasar, analisis perputaran uang tunai atau kas serta penelitian lainnya hanya diperlukan dalam suatu aktivitas bisnis.

  2. Tidak memiliki perencanaan sistem jangka panjang, sistem akuntansi yang memadai, anggaran kebutuhan modal, struktur organisasi dan pendelegasian wewenang serta alat -alat manajerial lainnya (perencanaan, pelaksanaan, serta pengendalian usaha) yang umumnya diperlukan oleh suatu perusahaan bisnis yang profit oriented.

  3. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai kekurangan dalam informasi, baik itu informasi pasar, produk dan informasi lain nya yang berhubungan dengan binis.

  4. Kurangnya petunjuk pelaksanaan teknis operasional kegiatan dan pengawasan mutu hasil kerja dan produk, serta sering tidak konsisten dengan ketentuan order atau pesanan yang mengakibatkan klaim atau produk yang ditolak.

  5. Terlalu banyak biaya-biaya yang diluar poengendalian serta hutang yang tidak bermanfaat, juga tidak dipatuhinya ketentuan -ketentuan pembukuan standar.

  6. Pembagian kerja pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak proporsional, sering terjadi pengelola memilik i pekerjaan yang melimpah atau karyawan yang bekerja diluar batas jam kerja standar.

  7. Kesulitan mengetahui kebutuhan modal kerja, sebab tidak dilakukan perencanaan kas.

  8. Sering terjadi kelebihan persediaan barang yang tidak laku.

  9. Resiko dan hutang-hutang kepada pihak ketiga ditanggung oleh kekayaan pribadi pemilik.

  10. Sumber modal terbatas pada kemampuan pemilik, dan kesempatan untuk mendapatkan kredit dari bank sangat kecil.

C. Perkembangan Usaha Kecil Menengah Di Indonesia

  Secara umum, ada dua aspek yang di gunakan untuk mengetahui besarnya potensi UMKM dalam mengembangkan pasar modal melalui proses go public di pasar modal. Pertama, kontribusi UMKM terhadap makro ekonomi Indonesia karena berkaitan langsung dengan signifikansi UMKM untuk masuk pasar modal Indonesia. Kedua, melalui berbagai survei yang menjelaskan mengenai kondisi UMKM di Indonesia di tinjau dari berbagai aspek. Potensi UMKM yang relatif besar dapat terlihat dari kontribusi sektor UMKM terhadap PDB nasional. Pada tahun 2009, PDB nasional atas h arga konstan tahun 2000 adalah sebesar Rp.2.088,29 trilyun, UMKM berkontribusi sekitar Rp.532,26 trilyun atau 37,83% (tidak termasuk PDB Usaha Mikro), sedangkan PDB Usaha Besar tercatat sebesar Rp.873,57 trilyun (62,17%). Angka ini cenderung konstan dari t ahun 2006 sampai dengan 2009. Jika memasukkan kategori Usaha Mikro, maka kontribusi keseluruhan UMKM dapat mencapai Rp.1.214,73 trilyun atau mencapai 58,17%

  14 total PDB nasional.

  Perkembangan jumlah unit UMKM periode 2006 sampai dengan 2009 mengalami peningkatan sebesar 15,40% (tidak termasuk Usaha Mikro), yaitu dari 509.365 unit di tahun 2006 menjadi 587,808 unit di tahun 2009 Pada periode yang

  

Laporan Studi Potensi Perusahaan UMKM Untuk Go Public, Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Tahun Anggaran 2011, hlm 29 sama, jumlah unit UMKM yang berdiri masih mendominasi sekitar 99,21% dari

  15 keseluruhan unit bisnis UMKM dan Usaha Besar yang berdiri di Indonesia.

  Dalam hal penyerapan tenaga kerja, peran UMKM sangat vital. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini yang menunjukkan bahwa pada tahun 2009, penyerapan tenaga kerja kategori Usaha Kecil berada pada angka 3.521.073 lapangan pekerjaan atau sekitar 39,68% dari total lapangan kerja UMKM dan Usaha Besar. Sedangkan Usaha Menengah dan Usaha Besar masing masing terhitung sebanyak 2.677.565 dan 2.674.671 lapangan kerja, atau 30,18% dan 30,14%. Jika memasukkan kategori usaha m ikro, angka penyerapan kerja Usaha Mikro tergolong sangat tinggi, berkisar di angka 90.012.694 lapangan pekerjaan

  16 atau sekitar 91% dari total angkatan kerja.

  Usaha Kecil juga memiliki angka pertumbuhan penyerapan tenaga kerja paling tinggi. Dari tahun 20 06 sampai dengan 2009, penyerapan tenaga kerja Usaha Kecil tumbuh 12,15% dari angka 3.139.711 ke 3.521.073 tenaga kerja. Sementara itu, penyerapan tenaga Usaha Menengah mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan tahun 2006, yaitu turun 0,78% dari angk a 2. 698.743 ke angka 2.677.565 tenaga kerja. Usaha Besar mengalami pertumbuhan penyerapan tenaga kerja, yaitu tumbuh 10,93% dari angka 2.411.181 ke angka 2.674.671

  17 tenaga kerja.

  Secara umum kontribusi UKM dalam penciptaan ekspor non -migas relative kecil karena perusahaan UKM kebanyakan masih bergerak pada industry hulu. Pada tahun 2009 kontribusi ekspor UKM tercatat sebesar Rp.147,88 trilyun atau sekitar 15,75%, sedangkan Usaha Besar tercatat sebesar Rp. 790,84 trilyun 16 Ibid., hlm. 30 17 Ibid., hlm. 31 Ibid. atau meliputi sekitar 84,25% total e kspor non migas Indonesia. Satu hal yang patut dicermati, pertumbuhan ekspor UKM dar dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 relatif cukup tinggi, yaitu tumbuh 31,94% dari Rp.112,08 trilyun pada

  18 tahun 2006 menjadi Rp.147,88 trilyun pada tahun 2009.

D. Perkembangan Peraturan Hukum Tentang Usaha Mikro Kecil Dan Menengah

  Beberapa lembaga atau instansi bahkan Undang -Undang memberikan definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Menegkop dan UMKM), Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, dan Undang -Undang No. 20 Tahun 2008. Definisi UMKM yang disampaikan berbeda -beda antara satu dengan yang lainnya.

  Menurut Kementrian Kope rasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memil iki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan ban gunan.

18 Ibid ., hlm. 32

  Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah 7 tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memilik i tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang.

  Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal

  27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset p ertahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi -tingginya Rp. 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari :

  1. Badan usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan

  2. Perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peterna k, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa) Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,

  Kecil, dan Menengah yang diterbitkan pada tanggal 4 Juli 2008, Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berik ut :

  1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan

  2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 .000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut :

  1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan 8

  2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). Regulator pasar modal, dalam hal ini Badan Pengawas Pasar Modal dan

  Lembaga keuangan (Bapepam -LK) memberi definisi UMKM yang termaktub pada Peraturan Ketua Bapepam KEP-11/PM/1997 (tentang perubahan Peraturan

  IX.C.7 Tahun 1996) yaitu Perusahaan Menengah atau Kecil adalah badan hukum yang didirikan di Indonesia yang memiliki jumlah kekayaan (total assets) tidak lebih dari Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).

  Sejalan dengan perkembangan UMKM, maka peraturan mengenai UMKM juga telah mengalami beberapa pembaharuan peraturan, yakni sebagai berikut: Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil

  1. PP No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan

  2. PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil

  3. Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah

  4. Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Besar Dengan Syarat Kemitraan

  5. Keppres No. 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan Menengah

  6. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan

  7. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara

  8. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

E. Bentuk Permasalahan Yang Menghambat Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM)

  Dalam pemberdayaan UMK M sudah tentu terdapat permasalahan yang menghambat pemberdayaan itu sendiri. Permasalahan -permasalahan yang menghambat pemberdayaan UMKM itu berasal dari sektor lain penunjang

  19 UMKM itu sendiri, permasalahan -permasalah tersebut yakni:

  1. Rendahnya produktivitas Perkembangan yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi dengan peningkatan kualitas UMKM yang memadai khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah, dan besar. Atas dasar harga konstan tahun 1993, produktivitas per unit usaha selama periode 2000 –2003 tidak menunjukkan perkembangan yang berarti, yaitu produktivitas usaha mikro dan kecil masih sekitar Rp 4,3 juta per unit usaha per tahun dan usaha menengah sebesar Rp 1,2 miliar, sementara itu produktivitas per unit usaha besar telah mencapai Rp 19 Presiden Republik Indonesia , Pemberdayaan Koperasi, Dan Usaha Mikro, Kecil, Dan

  Menengah , Bab 20, hlm. 1

  82,6 miliar. Demikian pula dengan perkembangan produktivitas per tenaga kerja usaha mikro dan kecil serta usaha menengah belum menunjukkan perkembangan yang berarti yaitu masing -masing berkisar Rp 2,6 juta dan Rp 8,7 juta, sedangkan produktivitas per tenaga kerja usaha besar telah mencapai Rp 423,0 juta. Kinerja seperti itu berkaitan dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia UMKM khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, dan rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Peningkatan produktivitas UMKM sangat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan antarpelaku, antargolongan pendapatan da n antardaerah, termasuk penanggulangan kemiskinan, selain sekaligus mendorong peningkatan daya saing nasional.

  2. Terbatasnya akses UMKM kepada sumberdaya produktif.

  Akses kepada sumber daya produktif terutama terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pa sar. Dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Bagi UMKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk -produk yang bersaing. Disamping persyaratan pinjamannya juga tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan meskipun usahanya layak, maka dunia perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar masih memandang UMKM sebagai kegiatan yang beresiko tinggi. Pada tahun 200 3, untuk skala jumlah pinjaman dari perbankan sampai dengan Rp 50 juta, terserap hanya sekitar 24 persen ke sektor produktif, selebihnya terserap ke sektor konsumtif. Bersamaan dengan itu, penguasaan teknologi, manajemen, informasi dan pasar masih jauh dar i memadai dan relatif memerlukan biaya yang besar untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM. Sementara ketersediaan lembaga yang menyediakan jasa di bidang tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh daerah. Peran masyarakat dan dunia usaha dal am pelayanan kepada UMKM juga belum berkembang, karena pelayanan kepada UMKM masih dipandang kurang menguntungkan.

  3. Masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi .

  Sementara itu sampai dengan akhir tahun 2003, jumlah koperasi mencapai 123 ribu unit, dengan jumlah anggota sebanyak 27,3 juta orang. Meskipun jumlahnya cukup besar dan terus meningkat, kinerja koperasi masih jauh dari yang diharapkan. Sebagai contoh, jumlah koperasi yang aktif pada tahun 2003 adalah sebanyak 93,8 ribu unit atau ha nya sekitar 76% dari koperasi yang ada. Diantara koperasi yang aktif tersebut, hanya 44,7 ribu koperasi atau kurang dari 48% yang menyelenggarakan rapat anggota tahunan (RAT), salah satu perangkat organisasi yang merupakan lembaga (forum) pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi koperasi. Selain itu, secara rata -rata baru 27% koperasi aktif yang memiliki manajer koperasi.

  4. Tertinggalnya kinerja koperasi dan kurang baiknya citra koperasi .

  Kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek -praktek berkoperasi yang benar (best practices) telah menimbulkan berbagai permasalahan mendasar yang menjadi kendala bagi kemajuan perkoperasian di Indonesia. Pertama, banyak koperasi yang terbentuk tanpa didasari oleh adanya kebutuhan/ kepentingan ekonomi bersama dan prinsip kesukarelaan dari para anggotanya, sehingga kehilangan jati dirinya sebagai koperasi sejati yang otonom dan swadaya/mandiri. Kedua, banyak koperasi yang tidak dikelola secara profesional dengan menggunakan teknologi dan kaidah ekonomi moderen sebagaimana layaknya sebuah badan usaha. Ketiga, masih terdapat kebijakan dan regulasi yang kurang mendukung kemajuan koperasi. Keempat, koperasi masih sering dijadikan alat oleh segelintir orang/kelompok, baik di luar maupun di dalam gerakan koperasi itu sendiri, untuk mewujudkan kepentingan pribadi atau golongannya yang tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan kepentingan anggota koperasi yang bersangkutan dan nilai-nilai luhur serta prinsip-prinsip koperasi. Sebagai akibatnya kinerja dan kontribusi koperasi dalam perekonomian relatif tertinggal d ibandingkan badan usaha lainnya, dan citra koperasi di mata masyarakat kurang baik.

  Lebih lanjut, kondisi tersebut mengakibatkan terkikisnya kepercayaan, kepedulian dan dukungan masyarakat kepada koperasi.

  5. Kurang kondusifnya iklim usaha Koperasi dan UMKM pada umumnya juga masih menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif, di antaranya adalah ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perijinan dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi. Adanya praktik bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat, dan lemahnya koordinasi lintas instansi dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM. Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya i klim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UMKM, ternyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. Sejumlah daerah telah mengidentifikasi peraturan -peraturan yang menghambat sekaligus berusaha mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dan bahkan telah meni ngkatkan pelayanan kepada koperasi dan UMKM dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap. Namun masih terdapat daerah lain yang memandang koperasi dan UMKM sebagai sumber pendapatan asli daerah dengan mengenakan pungutan -pungutan baru yang tidak perlu sehingga biaya usaha koperasi dan UMKM meningkat. Disamping itu kesadaran tentang hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan pengelolaan lingkungan masih belum berkembang. Oleh karena itu, aspek kelembagaan perlu menjadi perhatian yang sungguh -sungguh dalam rangka memperoleh daya jangkau hasil dan manfaat ( outreach impact) yang semaksimal mungkin mengingat besarnya jumlah, keanekaragaman usaha dan tersebarnya UMKM.

  Dalam perspektif pasar modal, perusahaan UMKM yang Go Public tergolong masih minim. Hal ini diseba bkan oleh beberapa permasalahan atau

  20

  hambatan yaitu sebagai berikut:

  1. Regulasi tentang UMKM yang belum tersinkronisasi dengan aturan lain, baik tentang definisi perusahaan UMKM maupun tentang proses Go Public UMKM. Beberapa peraturan tersebut yaitu antara lain:

  a. Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Nomor IX.C.7 Tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi

20 Laporan Studi Potensi Perusahaan UMKM Untuk Go Public, Op.Cit., hlm 39

  Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Oleh Perusahaan Menengah atau Kecil.

  b. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tenta ng Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

  2. Kesiapan fundamental dan mental UMKM yang belum maksimal. Sebagian besar perusahaan UMKM masih menjalankan usahanya secara konvensional dan belum menerapkan tata kelola perusahaan yang baik ( good corporate

  governance ). Selain itu, pola pikir managerial dari pengelola/pemilik

  perusahaan UMKM masih cenderung konservatif dan belum mengedepankan aspek keterbukaan informasi kepada publik.

  3. Struktur pembiayaan usaha yang selama ini didominasi pembiayaan jangka pendek (pasar uang), padahal biaya pembiayaan jangka panjang melalui penerbitan saham dapat lebih murah. Perusahaan UMKM kebanyakan membutuhkan modal yang tidak terlalu besar karena masih berorientasi pada target jangka pendek sehingga pembiayaan jangka panjang kurang men dapat respon positif.

  4. UMKM rata-rata belum kenal/familiar dengan pasar modal dan sumber pendanaan jangka panjang. Sosialisasi pasar modal cenderung masih terbatas, belum mencakup perusahaan UMKM. Hal ini menyebabkan informasi menjadi tidak simetris di ant ara pihak yang membutuhkan dana (perusahaan UMKM) dan yang menyediakan dana (investor pasar modal).

  5. Biaya pengadaan dana yang relatif tinggi dan jangka waktu yang belum pasti.

  Dalam proses mendapatkan dana melalui pasar modal, terdapat biaya -biaya yang dirasakan cukup besar bagi perusahaan UMKM sehingga dana (modal kerja) yang didapatkan tidak sesuai dengan rencana. Selain itu proses administrasi dapat memakan waktu cukup lama.

  6. Mayoritas perusahaan UMKM belum menjalankan manajemen usaha secara profesional dan belum memiliki perencanaan usaha dalam jangka panjang, sehingga tidak terdapat kepastian mengenai keberlanjutan usahanya (sustainability).

  7. Belum adanya standardisasi kriteria bagi UMKM yang dapat menjadi acuan untuk masuk ke pasar modal.

Dokumen yang terkait

Pengawasan Intern Gaji Pada Dinas Pertambangan Dan Energi Provinsi Sumatera Utara

1 1 37

GAMBARAN POLA MAKAN DAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS YANG MENJALANI RAWAT JALAN DI RSU DR.PIRNGADI MEDAN TAHUN 2014

0 1 41

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Diabetes Mellitus 2.1.1. Pengertian Diabetes Mellitus - Gambaran Pola Makan dan Dukungan Keluarga Penderita Diabetes Melitus yang Menjalani Rawat Jalan di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015

0 0 19

GAMBARAN POLA MAKAN DAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS YANG MENJALANI RAWAT JALAN DI RSU Dr.PIRNGADI MEDAN TAHUN2015

0 1 15

Hubungan Faktor Sosiodemografi dan Sosiopsikologi terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek di Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Belawan Tahun 2013

0 0 48

2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan - Hubungan Faktor Sosiodemografi dan Sosiopsikologi terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek di Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama PT. Jamsostek (Pers

0 0 31

1.1. Latar Belakang - Hubungan Faktor Sosiodemografi dan Sosiopsikologi terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek di Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama PT. Jamsostek (Persero) Kantor Caban

0 0 11

Hubungan Faktor Sosiodemografi dan Sosiopsikologi terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek di Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama PT. Jamsostek (Persero) Kantor Cabang Belawan Tahun 2013

0 0 19

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKOPERASIAN DI INDONESIA A. Pengertian Koperasi - Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Bagi Hasil pada Koperasi Pegawai Negeri Kencana II Medan

0 0 50

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Bagi Hasil pada Koperasi Pegawai Negeri Kencana II Medan

0 0 13