BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Baja - Kajian Perilaku Struktur Rangka Berpengaku Eksentrik Tipe-D Dengan Inovasi Pengaku Badan Pada Elemen Link

BAB II STUDI PUSTAKA Material baja merupakan campuran (alloy) dengan komponen material besi

  

(Fe) , karbon dan unsur senyawa lainnya seperti mangan, tembaga, nikel dan krom,

  molybdenum dan silikon. Unsur karbon dalam pembuatan material baja adalah untuk meningkatkan kekuatan (strength). Namun dengan meningkatnya kekuatan

  

(strength), tetapi cenderung menurunkan daktilitas. Untuk itu perlu kontribusi

komponen kimia lainnya dalam menyeimbangkan antara kekuatan dan daktilitas.

  Perencana struktur harus mempunyai pengetahuan mengenai properti material. Pada data properti material terdapat informasi mengenai kekuatan dan daktilitas dari suatu material, yang dijadikan pertimbangan sewaktu pemilihan jenis material dalam perencanaan. Properti material sering dideskripsikan dalam bentuk hubungan tegangan-regangan yang merupakan karakteristik dari sejumlah material baja struktural.

  Hubungan tegangan – regangan untuk material baja secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.1. Dari Gambar 2.1 dapat diperlihatkan kurva hubungan tegangan- regangan baja terbagi dalam 4 zona, yaitu zona elastik, zona plastis, zona strain

hardening, danzona terjadinya necking yangdiakhiri dengan keruntuhan (failure).

  Penjelasanmengenai kondisi keempat zona tersebut dapat dijelaskan secara rinci adalah sebagai berikut:

  σ sh E Ultimate Strength y Upper

  Failure σ σ y Static

Strain

  E Necking Plastic

Hardening

Range

  Plateau Range Elastic Range Єy Єult Єsh Є

Gambar 2.1 Kurva hubungan tegangan-regangan baja (Bruneau, dkk.1998) 1. Zona elastis, dimana tegangan dan regangan membentuk garis lurus (linear).

  Kemiringan garis lurus pada zona elastik ini disebut dengan youngmodulus (E) atau lebih dikenal sebagai modulus elastisitas. Kondisi material pada zona ini adalah linear elastik artinya pembebanan pada daerah ini menyebabkan material dapat kembali ke bentuk semula. Akhir dari zona ini ialah ketika tercapainya leleh material (fy).

  2. Zona plastis, dimana pada zone ini material mengalami leleh dan masuk pada zona berbentuk garis datar (flat plateau), hanya ada peningkatan regangan.

  Kondisi material tidak lagi elastik tetapi sudah plastis artinya material yang berdeformasi tidak dapat kembali ke bentuk awal.

  3. Zona strain hardening, ditandai dengan meningkatnya tegangan regangan namun hubungan yang terjadi tidak lagi linear tetapi sudah pada kondisi non linear.

  4. Zona necking, tegangan mencapai leleh ultimit (fu), secara perlahan-lahan turun hingga material mencapai titik keruntuhan (failure). memikul beban siklik (beban gempa). Bisa dilihat dari panjangnya zona strain

  

hardening dan zona necking. Bahwa panjangnya zona tersebut menggambarkan

  material baja memiliki perilaku yang daktail, dapat melakukan redistribusi tegangan yang terhjadi disaat terjadinya plastifikasi.

2.2 Sistem Rangka Baja Penahan Gempa

  Umumnya sistem bangunan penahan gempa terbagi atas tiga tipe yaitu: (1)

  

Moment Resisting Frame (MRF) ataurangka penahan momen, (2) Concentrically

BracedFrame (CBF) atau rangka berpengaku konsentrik, (3) Eccentrically Braced

Frame (EBF ) atau rangka berpengaku eksentrik. Yang dapat dilihat pada Gambar 2.2

berikut. e

  MRF CBF EBF

Gambar 2.2 Tiga Tipe Rangka Baja Penahan Gempa (Yurisman. 2010)

  Moment Resisting Frame (MRF) ataurangka penahan momen adalah sistem

  rangka yang umum digunakan, tipe ini memiliki kemampuan menyerap energi gempa pada balok dan kolom serta panel zone yang berada didekat sambungan balok kolom dengan terbentuknya sendi plastis.

  Concentrically BracedFrame (CBF) atau rangka berpengaku konsentrik

  merupakan rangka baja yang memiliki kekakuan yang dihasilkan oleh pengaku (bracing) dalam menahan gaya lateral (gaya gempa). Tipe kelelahannya terjadi dengan tertekuknya bracing. Akibat dari tingginya kekakuan rangka berpengaku konsentrik, maka daktilitas yang dihasilkan menjadi kecil.

  Eccentrically Braced Frame (EBF ) atau rangka berpengaku eksentrik

  merupakan gabungan keduanya dari rangka tersebut di atas. Sehingga mengahasilkan rangka memiliki kekakuan dan daktilitas yang sama baiknya. Kelelehan rangka tipe ini terjadi dengan terbentuknya plastifikasi elemen link, dan elemen lain di luar link seperti balok, kolom dan bracing tetap masih dalam kondisi elastik. Elemen link adalah balok pendek dan merupakan bagian dari balok, yang sengaja dilemahkan untuk menyerap energi gempa. Elemen link berfungsi sebagai sekering, sehingga jika terjadi beban gempa besar, elemen link akan memutuskannya dengan proses plastifikasi.

  Dari hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan bahwa sistem rangka berpengaku eksentrik atau EBF dinyatakan lebih unggul dibandingkan dengan sistem rangka pengaku momen (MRF), dan system rangka berpengaku konsentrik (CBF). Hal ini dapat dinyatakan pada Gambar 2.3 berikut:

  CBF P EBF MRF Δ

Gambar 2.3 Diagram Beban-Perpindahan Sistem Rangka Baja

  (Moestopo, M dkk 2006)

2.3 Sistem Rangka Berpengaku Eksentrik (EBF)

  Dengan konsep struktur Eccentrically Braced Frame (EBF) yang mengalihkan penyerapan energi kepada elemen link, diharapkan elemen-elemen lain diluar link masih dalam kondisi elastik sehingga struktur masih dapat bertahan agar proses evakuasi pada kejadian gempa dapat terlaksana.Sistem rangka berpengaku eksentrik memiliki beberapa tipe berdasarkan konfigurasi dari pengaku (bracing) yaitu 1) Split K-Braced, 2) V-Braced dan 3), D-Braced seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.4. Secara spesifik EBF memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: 1) Memiliki kekakuan elastik yang tinggi. 2) Memiliki respon inelastik yang stabil dibawah pembebanan lateral siklik. 3) Memiliki kemampuan yang sangat baik dalam hal daktilitas dan dissipasi energi.

  e e ( 1) ( 1) ( 1) ( 3)

  ( 3) ( 4) ( 4) ( 4) ( 4) ( 2)

  ( 2) ( 2) ( 1) ( 3) ( 1) ( 1) ( 3) ( 4) ( 4)

  ( 4) ( 4) ( 2) ( 2) ( 2) ( 3)

  ( 1) ( 1) ( 1) ( 3) ( 4) ( 4) ( 4) ( 4) ( 2)

  ( 2) ( 2) ( c) ( a) e e

  ( 3) ( 1) ( 3) ( 4) ( 4) ( 2) ( 2) ( 3) ( 3)

  ( 1) ( 1) = Balok (Beam ) ( 2) = Pengaku ( Bracing)

  ( 4) ( 4) ( 3) = Elem en Link ( Link elem ent)

  ( 2) ( 2) ( 4) = Kolom

  ( 3) ( 3) ( 1) ( 4) ( 4) ( 2) ( 2)

  ( b)

Gambar 2.4 Konfigurasi Bracing pada Sistem EBF (AISC 2005)

  Akibat pembeban lateral (beban gempa) yang bekerja pada EBF element link mengalami deformasi yang membentuk sudut inelastik. Untuk setiap tipe EBF bentuk dari deformasi strukturnya berbeda-beda. Seperti yang tercantum pada Gambar 2.5 berikut: e e Δ

  γ p p γ p θ h

L

  =

  

2

Δ e e

  Δ p γ p γ θ p p h θ h

  L L

  = =

  dimana: L = Panjang bentang H = Tinggi lantai Δ p = Story drift rencana p = Sudut rotasi plastis

  θ p = Sudut rotasi link γ

Gambar 2.5 Sudut Rotasi Link (AISC, 2005)

  Dari Gambar 2.5 dapat dilihat bahwa besarnya sudut rotasi ( ) Tipe K dan tipe D

  p

  γ sama sehingga dapat diperhitungkan dengan rumus berikut:

  p = (2.1)

  γ Untuk tipe V-Braced besarnya sudut rotasi ( ) dapat dihitung sebagai berikut:

  p

  γ

  p = (2.2)

  γ

  2

  dan besarnya sudut plastis ( ) dapat dihitung sebagai berikut: = (2.3)

  ℎ

  dengan,L = Lebar bentang (bay width)

  e = Panjang Link (Link Length)

  h = Tinggi lantai (story height) = Pergeseran plastis lantai (plastic story drift).

2.4 Elemen Link

  Link berperilaku sebagai balok pendek dengan gaya geser yang bekerja berlawanan arah pada kedua ujungnya. Karena adanya gaya geser yang bekerja pada kedua ujung balok, maka momen yang dihasilkan pada kedua ujung balok mempunyai besar dan arah yang sama. Deformasi yang dihasilkan berbentuk huruf S dengan titik balik pada tengah bentang dan besarnya momen yang bekerja adalah sebesar 0,5 kali besar gaya geser dikali dengan panjang link. Plastifikasi yang terjadi pada suatu elemen link disebabkan karena gaya tersebut. (Yurisman, dkk.2010).

Gambar 2.6 memperlihatkan gaya yang bekerja pada elemen link.

  Secara umum elemen link pada sistem EBF terbagi menjadi menjadi tiga jenis yaitu link geser(shear link), link lentur (moment link)dan link kombinasi geser dan lentur(intermediate link). Untuk link kombinansi juga dapat terbagi dua yaitu link yang dominan akibat gaya geser dan dominan gaya lentur.

  

e

M M

  V V

Gambar 2.6 Gaya – gaya pada elemen link (Yurisman, dkk, 2010)

  Link geser atau link pendek adalah elemen link yang kelelehannya terjadi akibat gaya geser. Keruntuhan yang terjadi ditandai dengan adanya kerusakan pada daerah badan terlebih dahulu. Link lentur atau link panjang adalah elemen link yang kelelehannya terjadi akibat momen lentur. Keruntuhannya ditandai dengan adanya kerusakan pada daerah sayap.

  Link pendek memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan link panjang. Namun sudut rotasi inelastik yang terjadi cukup besar, sehingga kemungkinan terjadi kerusakan pada elemen non struktural. Sedangkan link panjang memiliki sudut rotasi kecil, sehingga elemen non struktural masih dalam kondisi aman. Dari segi arsitektural link panjang memiliki keunggulan dibandingkan dengan link pendek karena bracing pada rangka tidak terlalu panjang.

2.4.1 Beberapa Penelitian Tentang Link

  Penelitian tentang link berawal dari penelitian tentang struktur rangka berpengaku eksentrik atau yang dikenal dengan Eccentrically Braced Frame (EBF). Pada tahun 1970-an Popov dan Roeder melakukan penelitian dengan skala 1:3 dengan objek penelitian gedung 20 lantai. Penelitian tentang EBF mulai 1989b, 1992; Kasai dan Popov Pada tahun 1986a, 1986b, 1986c; Ricles dan Popov pada tahun 1987, Whittaker, Uang, dan Bertero pada tahun 1987. Berdasarkan riset- riset yang ada (Kasai dan Popov 1986;Ricles dan popov 1987; Gobarah dan Ramadhan 1994) dievaluasi bahwa model link yang di kembangkan oleh Ricles dan Popov 1977 tidak dapat digunakan untuk semua aplikasi.

  Didalam pengembangan model link geser Ricles dan Popov (1987b) menggunakan asumsi sebagai berikut (Gobarah dan Ramdhan, 1995) . Mengabaikan efek dari gaya aksial terhadap perilaku link geser, dengan dasar bahwa desain EBF didesain dengan baik. Sehingga gaya aksial yang besar dapat diminimalisir. Link adalah elemen planar dengan tanpa ada derajat kebebasan. Berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Kasai dan Popov (1986), pada saat link mengalami kelelehan dan strain hardening berlangsung maka pada saat itu tidak ada interaksi antara momen dan gaya geser. Dengan mengadopsi asumsi-asumsi ini didapatkan model yang akurat dalam mempresentasekan perilaku link geser.

  Yurisman, dkk (2011) mempaparkan dalam penelitiannya mengenai link panjang dengan pengaku diagonal, dalam rangka meningkatkan kinerja link. Didalam penelitian yang menggunakan bantuan program komputer. Elemen link dimodelkan sebagai elemen Shell melalui pendekatan elemen hingga dimana tiap elemen terdiri dari empat node dan tiap node memiliki enam derajat kebebasan. Profil yang ditinjau adalah profil IWF dari hasil yang ditunjukkan terlihat ada peningkatan kinerja link sekitar 16 persen.

  Berdasarkan penelitian Kasai dan Popov, 1986 yang telah tertuang didalalam AISC 2005, persamaan dalam menentukan panjang elemen link dan syarat rotasi inelastik dapat diambil sebagai berikut:

  1. Link Pendek /link geser murni. e p = 0,08 radian.

  ≤ 1,6Mp/Vp, γ Kelelehan pada link jenis ini diakibatkan oleh geser, sehingga terjadi kerusakan (fracture) pada badan.

  2. Link Panjang/Link lentur murni, e ≥ 2,6Mp/Vp, γ p = 0,02 radian.

  Kelelehan pada link jenis ini diakibatkan oleh momen lentur, sehingga terjaditekukdan torsi lateral pada sayap.

  3. Link kombinasi geser dan lentur, 1,6Mp/Vp < e < 2,6Mp/Vp.

  ) diperoleh dengan melakukan interpolasi antara 0,08 Sudut rotasi inelastik (γ p dan 0,02 radian seperti terlihat pada Gambar 2.7. Kelelehannya terjadi tergantung dari beban yang mendominasi.

  M p = Z x . F y (2.4) V = 0,6 . F .A (5)

  p y w

  A w = (d b – 2.t f ) t w (2.6) dengan, M p = Momen plastis yang berkerja yang menyebabkan plastifikasi Z = Modulus penampang plastis

  x

  F y = Tegangan leleh baja V p = Gaya geser yang berkerja yang menyebabkan plastifikasi A w = Luas penampang badan (web) d = Kedalaman profil balok (beam)

  b

  t f = Ketebalan sayap (flange) t w = Ketebalan badan (web) (rad)

  p

  γ

  = 0,176- 0,06.Vp.e/Mp γ p 0,08 0,02

  Link Length, e

  e =1,6Mp/Vp e =2,6Mp/Vp

Gambar 2.7 Hubungan Panjang Link Dengan Sudut Rotasi

  Seperti yang telah diurai diawal perilaku link akan sangat dipengaruhi oleh gaya yang bekerja. Namun Yurisman dkk 2010 membagi link menjadi empat jenis antara lain dapat terlihat dalam Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Kategori Link Berdasarkan Strength Ratio (Yurisman, dkk 2010)

  Jenis link Panjang link Link geser murni e < 1,6 Mp/Vp

  Link dominan geser 1,6 Mp/Vp < e < 2,6 Mp/Vp Link dominan lentur 2,6 Mp/Vp < e < 5,0 Mp/Vp

  Lentur Murni e > 5 Mp/Vp Ketentuan-ketentuan perencanaan elemen link berdasarkan AISC.2005 adalah sebagai berikut: AISC Seismic Provision 2005 tentang pembatasan rasio lebar dan tebal untuk elemen tertekan.

  2. Berdasarkan riset yang dilakukan tentang localbuckling pada link oleh Okazaki, Arce, Ryu, dan Engelhardt, 2004 dan Richard, Uang, Okazaki, Engelhardt, 2004. Rasio lebar dan tebal sayap pada link untuk panjang 1,6

  0.30

  0.38 M p /V p atau kurang dapat diperlonggar dari menjadi . � / � /

  Batasan baru ini sesuai dengan table B4.1 didalam peraturan AISC Seismic Provision 2005.

  3. Kuat geser nominal (Vn) dari elemen link harus lebih kecil dari kuat geser plastis (Vp) sebagai berikut:

a. Untuk e ≤ 2,6Mp/Vp maka nilai untuk Vn = Vp.

  b. Untuk e >2,6Mp/Vp maka nilai untuk Vn = 2Mp/e. Dimana nilai Mp dan nilai Vp diperoleh dari persmaan (2.4) dan (2.5).

  4. Sesuai ketentuan LRFD, maka kekuatan geser nominal (Vn) harus lebih besar dari atau sama kuatnya dengan kuat geser Ultimit (Vu) dimana kuat geser nominal harus dikalikan dengan suatu factor reduksi (

  ø v ):

  Sehingga kita dapatkan formulasi: Vu ≤ ø .Vn (2.7)

  v dengan, Vu = Kuat geser ultimit

   = Faktor reduksi (LRFD) ø v

  Vn = Kuat gesr nominal

  5. Efek dari gaya axial pada link diabaikan apabila gaya axial yang diijinkan tidak lebih besar 15 persen dari kekuatan leleh nominal pada link atau dapat dibentuk persamaan berikut:

  Pu ≤ 0.15 . Py (2.8)

  Py = Fy.Ag (2.9) dengan, Pu = Gaya aksial yang dijinkan Py = Gaya aksial nominal Fy = Kuat leleh baja Ag = Luas penampang

2.4.3 Pengaku Link (Link Stiffener)

  Penggunaan pengaku pada elemen link adalah untuk meningkatkan daktalitas elemen link. Pengaku pada badan akan memperlambat terjadinya tekuk dan geser pada badan. Kejadian yang sering terjadi pada link pendek ialah terjadinya sobekan pada badan setelah terjadi tekuk (Kasai dan Popov 1986a). Berdasarkan penelitian itu maka Kasai dan Popov 1986 mengembangkan formulasi jarak pengaku sebagai berikut: a = 29t – w p = ± 0,09 rad.(2.10) d/5 untuk γ a = 38t w p = ± 0,06 rad.(2.11) d/5 untuk γ

  • – – a = 56t w p = ± 0,03 rad.(2.12) d/5 untuk γ
dimana, a= Jarak antara pengaku (stiffner)

  t w = Tebal badan γ p = Sudut rotasi inelastic

  Untuk memperjelas penjelasan diatas dapat dilihat contoh link stiffner pada EBF tipe Spit D-Braced Gambar 2.8 berikut:

  

Full Depth Link Length = e

Stiffeners on both side d t f a a a a

  Full Depth Web Interediate stiffeners- both sides for Link Depth ≥ 25 inches (635 mm)

Gambar 2.8 Contoh Detail Pengaku link

  (link stiffener) (AISC.2005)

  Percobaan yang telah dilakukan Engelhardt dan Popov pemasangan pengaku pada link kombinasi (antara link pendek dan link panjang) tidak sepenuhnya dapat memperlambat tekuk pada sayap, namun demikian tekuk pada sayap tidak seserius tekuk pada badan. Meskipun kekuatan link akan menurun dengan meningkatnya sudut rotasi inelastik.

  Untuk link yang berperilaku sebagai link panjang (lentur),pengaku badan bagian tengah berfungsi unruk membatasi penurunan kekuatan yang disebabkan tekuk lokal pelat sayap dan tekuk lateral buckling (Yurisman, 2011). Pada penelitan terdahulu, Hjelmstad dan Popov (1983) melakukan percobaan dengan link panjang dan menemukan bahwa adanya pengaku diluar link yaitu pada hubungan link dan link, rasio perbandingan tebal dan lebar sayap, dan juga termasuk sudut antara

  

bracing dan balok. Engelhardt dan Popov (1992) menyarankan solusi konservatif

  dengan memasangkan pengaku dengan kedalaman sebagian disebrang dari ujung link pada jarak 1,5 b

  f.

  AISC 2005 Seismic Provisions for Structural Steel Building menetapkan ketentuan pengaku lateral sebagaimana yang dapat ditabelkan berikut:

Tabel 2.2 Klasifikasi jarak pengaku badan antara/intermediate stiffener

  (Sumber : Yurisman, 2011) Sudut Jarak Pengaku

  No Panjang Link Jenis Link Rotasi Maksimum

  0.08 30.t w –d/5 e ≤ 1,6

  1 Geser murni < 0.02 52.t w –d/5

  Dominan Harus memenuhi No1 1,6 < e

  ≤ 2,6

  2 geser dan No2 Dominan

  3 0.02 1,5 b f dariujung link

  2,6 < e ≤ 5 lentur

  Tidak membutuhkan 4 e > 5Mp/Vp Lentur Murni pengaku antara

2.4.4 Pengaruh Panjang Link Elemenlink sangat berpengaruh terhadap perilaku inelastik pada desain EBF.

  kelelehan, disipasi energi dan mode kegagalan sangat erat hubungannya dengan faktor panjang link. Link pendek, perilaku inelastik didominsioleh gaya geser, sedangkan link panjang perilaku inelastik didominasi oleh momen lentur. Untuk link antara (intermediate link), perilaku inelastik didominasi oleh geser dan lentur. (R.

  Becker dan M. Ishler, 1996).

  Pada sistem struktur rangka berpengaku eksentrik (EBF), secara umum elemen link dibagi menjadi tiga jenis yaitu link geser, link lentur dan link kombinasi geser dan lentur. Untuk link kombinansi ada yang didominasi oleh gaya geser, dan ada yang didominasi oleh momen lentur.

  Apabila kelelehan yang terjadi pada elemen link diakibatkan oleh gaya geser yang bekerja, maka link tersebut disebut link geser atau link pendek. Keruntuhan yang terjadi ditandai dengan terjadinya kerusakan pada daerah badan terlebih dahulu. Kelelehan yang terjadi pada elemen link disebabkan oleh momen lentur, maka link dikatakan link lentur atau link panjang. Keruntuhan yang terjadi ditandai dengan terjadinya kerusakan pada daerah sayap.

  Kinerja link pendek umumnya lebih baik dibandingkan dengan link panjang. Namun rotasi inelastik yang disyaratkan cukup besar sehingga ada kemungkinan terjadi kerusakan pada elemen non struktural. Sedangkan link panjang memiliki sudut rotasi yang kecil sehingga elemen struktural masih dalam kondisi aman. Keunggulan lain dari link panjang adalah memiliki keunggulan segi arsitektural dibandingkan dengan link pendek karena bracing pada rangka tidak terlalu panjang. merupakan balok utama yang dipotong sesuai dengan kebutuhan untuk panjang baik itu link pendek ataupun link panjang. Sehingga terjadi tingkat kesulitan dalam pelaksanaan yang lebih rumit dibandingkan dengan struktur penahan momen (MRF), juga apabila elemen link mengalami kerusakan ketika menerima beban gempa akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya untuk mengganti dengan yang baru.

2.4.5 Elemen Struktur di Luar Link

  2.4.5.1 Pengaku (bracing)

  Peraturan mensyaratkan bahwa kekuatan pengaku diagonal yaitu kapasitas kombinasi aksial dan lentur rencana yang memikul berbagai kombinasi beban baik beban gempa maupun beban gravitasi. Dalam kombinasi itu diperbesar dengan gaya yang membuat link leleh dan mencapai strain hardening yaitu 1,25 kali kuat geser nominal rencana, Ry.Vn dari link yang berdekatan. Nilai Vn sesuai dengan kuat geser nominal yang sudah dibahas sebelumnya.

  2.4.5.2 Balok (beam)

  Balok yang dimaksud yaitu balok yang berhubungan langsung dengan elemen link. AISC mensyaratkan bahwa kekuatan balok yaitu kapasitas lentur rencana balok yang memikul berbagai macam kombinasi beban, baik beban gempa maupun beban gravitasi. Dalam kombinasi itu diperbesar dengan gaya yang membuat link leleh dan mencapai strain hardening yaitu minimal 1,1 kali gaya geser rencana, Ry.Vn yang dihasilkan dari link. Nilai Vn sesuai dengan kuat geser nominal yang telah dibahas sebelumnya.

  Kekuatan kolom ditentukan berdasarkan gaya yang dihasilkan dari beban sesuai dengan kombinasi beban yang terdapat pada peraturan, kecuali gaya yang dihasilkan akibat beban gempa, yang ditentukan berdasarkan minimal 1,1 kali gaya geser nominal rencana, Ry.Vn yang dihasilkan dari semua link yang berada di atas level yang ditinjau. Nilai Vn sesuai dengan kuat geser nominal yang telah dibahas sebelumnya.

2.5 Daktilitas Struktur

  Kemampuan struktur untuk berdeformasi di daerah inelastik tanpa kehilangan kekuatan yang berarti disebut dengan daktilitas. Daktilitas struktur adalah factor yang sangat penting dalam hal ketahanan struktur terhadap beban gempa, oleh sebab itu struktur harus mampu menyerap energy akibat gempa kuat melalui deformasi inelastis tanpa mengalami keruntuhan. Deformasi yang terjadi bisa berupa perpindahan/lendutan maupun rotasi. Pelelehan/plastisifikasi komponen struktur yang terjadi merupakan suatu bukti adanya disipasi energi yang dilakukan struktur ketika terjadi beban gempa.

  Daktilitas merupakan suatu sifat yang berlawanan dengan sifat getas (brittle), sehingga dapat pula diartikan sebagai suatu sifat yang tidak runtuh secara tiba-tiba.

  Didalam konsep plastisitas daktilitas diartikan sebagai kemampuan suatu struktur untuk berdeformasi setelah terjadi kelelehan awal (initial yield) akibat pembebanan gempa (siklik) tanpa mengalami reduksi kekuatan ultimit yang signifikan (Victor Gioncu dan Federico M Mazzolani, 2002). perbandingan antara simpangan maksimum pada saat beban mencapai ultimit dengan simpangan pada saat beban pada kelelehan pertama (initial yield) atau dapat ditulis sebagai berikut:

  µ = (2.13)

  s dengan, µ s = Daktilitas struktur.

  = Simpangan pada saat ultimit. = Simpangan pada saat leleh pertama.

  Leleh terjadi pada struktur pada dasarnya sangat sulit ditentukan secara jelas dengan grafik beban versus perpindahan, namun untuk itu ada cara yang dapat dipergunakan untuk menentukan perpindahan pada saat leleh terjadi, diantaranya sebagai berikut:

  

(a) (b) (c)

Gambar 2.9 Penentuan Perpindahan Pada Saat Leleh Pertama Terjadi (Δy)

  1. Didasarkan atas simpangan saat leleh pertama terjadi seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.9.a. beban maksimum seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.9.b.

  3. Simpangan leleh yang didasarkan pada kapasitas disipasi energi yang sama (equal energy) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.9.c.

2.6 Energi Histeresis

  Hal terpenting pada material baja yang dikenai beban siklik-inelastik adalah kemampuannya untuk mendisipasi (menyerap) energy hysteresis. Energi ini diperlukan untuk perpanjangan dan perpendekan plastis dari material baja, dan dapat dihitung sebagai hasil kali gaya plastis dan perpindahan plastis (usaha pada daerah plastis). Tidak seperti energy kinetic atau energy regangan, energi histeretik ini terdisipasi dan tidak dapat dikembalikan. Sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.11.a. Di bawah pembebanan beban yang diikuti oleh pengurangan beban secara berurutan, energy histeretik, E h , dapat diekspresikan sebagai:

  = . ( ) (2.14) −

  ℎ

  Yaitu, daerah yang diarsir pada Gambar 2.10.a, dan untuk pembebanan siklik penuh, energy histeresis adalah luas daerah yang dibatasi oleh kurva beban perpindahan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.10.b. Pada pengulangan beban siklik, energi yang terdisipasi pada setiap siklik dijumlahkan untuk mendapatkan total energi disipasi. Jumlah kumulatif energi disipasi ini merupakan hal terpenting yang memungkinkan struktur baja tetap bertahan pada kondisi pembebanan yang merusakkan seperti yang diakibatkan oleh gempa. P P P P

  δ δi P y P E h E h δ min δ y y

  • i+1 y

  δ δ max δ max δ δ

  δ i+1 δi - y

  • P

  (b) (a)

Gambar 2.10 Energi Histeresis : a) Sklik Sebagian dan b) Sklik Penuh

2.7 Metode Elemen Hingga

  Teori mekanika benda pejal yang ditentukan oleh hubungan tiga persamaan diferensial adalah sebagai dasar. Persamaan diferensial yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  a. Dengan ij adalah komponen tensor tegangan, b i adalah gaya badan, dan x j

  σ

  adalah koordinat ruang: = 0 (2.15) +

  b. Hubungan konstitutif (linier elastis) yang diwakili oleh hubungan tegangan- regangan: = (2.16) dengan kl adalah komponen tensor regangan dan D ijkl adalah konstanta

  ɛ elastis.

  1

  = � �

  • (2.17)

  2 dengan, u i adalah perpindahan.

  Setiap persamaan diferensial tersebut harus terpenuhi untuk setiap elemen infinitesimal pada seluruh bagian benda kontinum. Variabel keadaan yaitu perpindahan ditentukan dengan menyelesaikan system persamaan tersebut dengan menerapkan syarat-syarat batas. Untuk masalah non-linier, persamaan dasar harus dipenuhi sepanjang riwayat pembebanan. Nonlinieritas material dimanifestasikan dalam hubungan kontitutif sedangkan nonlinieritas geometri muncul juga mempengaruhi persamaan keseimbangan dengan perubahan beban.

2.7.1 Penyelesaian Masalah Nonlinier

  Suatu proses iterasi dan penentuan inkremen adalah bagian yang sangat penting untuk menghasilkan solusi persamaan nonlinier. Keakuratan perhitungan sangat dipengaruhi oleh ukuran incremental beban terutama untuk masalah yang tergantung kepada riwayat pembebanan. Hal yang diperlukan dalam proses iterasi sangat dipengaruhi oleh riwayat pembebanan dan sebaliknya penambahan beban juga sangat dipengaruhi oleh proses iterasi dalam menentukan kekonvergenan analisis.

  Inkremen penambahan beban yang terlalu besar akan membutuhkan iterasi yang lebih banyak, pada beberpa kasus hal tersebut akan menimbulkan divergen. Di sisi lain penambahan beban yang terlalu kecil akan mengurangi efisiensi perhitungan tanpa ada perbaikan akurasi yang signifikan.

  Selain metode inkremen, juga metode iterasi sering digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah non-linier. Semakin berkembangnya perengkat penghitung yang mempunyai kemampuan lebih tinggi, sehingga dapat memberikan efisiensi dan hasil yang lebih akurat. Dalam prakteknya, analisis non-linier pada dasarnya menggunakan persamaam kesetimbangan system linier dengan cara membuat bagian-bagian kecil. Persamaam tersebut dapat diekspresikan sebagai berikut:

  [ (2.18)

  ]{ } = { } dengan, [ ] = Matrik Kekakuan. { } = Perpindahan. { } = Beban Luar. Persamaan di atas diselesaikan secara berulang sampai dicapai kekonvergensian. Dapat dijelaskan beberapa metode iterasi yang digunakan dalam studi analisis seperti berikut: Pada perangkat lunak MSC/NASTRAN, proses iterasi yang tersedia adalah: 1. Full Newton-Raphson.

  2. Modified Newton-Raphson.

  3. Newton-Raphson with Strain Correlation.

  4. Secant Method.

  

Default proses iterasi yang dilakukan perangkat lunak MSC/NASTRAN adalah

  Metode Full Newton-Raphson. Serta metode untuk mempercepat konvergensi dan secara adaptif. Dalam mengubah matriks kekakuan, perangkat lunak MSC/NASTRAN secara otomatis dapat mengevaluasi dan menentukan matriks kekakuan berdasarkan laju konvergensi. Pada setiap iterasi dapat ditentukan perlu tidaknya merubah matriks kekakuan berdasarkan estimasi waktu yang dibutuhkan.

  Selain Metode Full Newton-Raphson, penyelesaian masalah non-linier yang lain adalah Metode Newton Modifikasi. Beberapa metode perhitungan untuk analisis non-linier telah dikembangkan untuk memperoleh solusi konvergen secara cepat. Pembahasan secara ringkas dua metode yaitu Metode Full Newton-Raphson dan Metode Newton Modifikasi, pada dasarnya kedua metode ini dianggap sebagai dua metode ekstrim dalam hal pengubahan matriks kekakuan untuk mendapatkan solusi.

2.7.3 Metode Full Newton-Raphson

  Secara konsep metode ini menggunakan kekakuan yang selalu berubah setiap iterasi. Teknik solusinya akan diuraikan berikut ini. Tinjau satu titik kesetimbangan O yang disajikan dalam Gambar 2.11 dengan persamaan:

  ) = 0 (2.19) − ( adalah parameter penambahan beban, p adalah vector beban dan f vector dimana λ gaya dalam yang merupakan fungsi perpindahan q . Untuk kasus dimana persamaan

  Δq Δq 2 Displace Beb an

  ) + (

  O C q q 1 q 2 q

  λ 1 λ fq fq1 rq rq rq

  ) (2.24) ) menjadi:

  ) = (

  Sehingga residu r(q i (

  − ∆ (2.23)

  = ∆

  ) = 0 (2.22) , maka persamaan dapat dituliskan sebagai kerucut terpancung taylor. dimana:

  ) = (

  2.18 tidak seimbang, maka akan terdapat gaya sisa r(q i ( − (

  (

  q = q i

  ) (2.21) Dimana K(qi) adalah kekakuan tangen pada perpindahan q i , jika solusi pendekatan

  = − (

  (

)

  −

  ( ) =

Gambar 2.11 Metode Full Newton-Raphson kemudian persamaan 2.19 diturunkan terhadap q maka diperoleh:

  ) pada iterasi yang ke-I dan beban ke-n sebesar:

  • 1
  • 1
dengan mensubsitusikan persamaan 2.19 kedalam persamaan 2.23 akan diperoleh persamaan sebagai berikut:

  −1

  ( − (

  −1 −1

  bila variabel ) dalam penulisan diganti dengan maka persamaan 2.25 ( menjadi:

  −1

  = ( )) (2.26) − (

  Proses iterasi ini berulang sampai kekonvergensian pada satu titik yang diinginkan, pada Gambar 2.11 adalah titik C. Setiap langkah pada interval diselesaikan dengan system persamaan linier dimana matrik kekakuannya selalu berubah.

2.7.4 Metode Modified Newton-Raphson

  Dalam efisien waktu metode Newton Raphson dirasakan kurang efisien yang disebabkan pada setiap iterasi dimulai menyusun system kekakuan dan persamaan yang baru. Untuk mengurangi kelemahan ini maka dibuat modifikasi dengan memberikan kekakuan yang konstan pada setiap iterasi. Pada persamaan 2.25 kekakuan diberikan sama dengan untuk setiap iterasi sehingga persamaan menjadi:

  −0

  = ( )) (2.27) − ( ini berarti kekakuan pada iterasi yang ke-I ( ) adalah sama dengan kekakuan awal sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2.12.

2.8 Kriteria Kelelehan

  Untuk kasus tegangan uniaksial, terjadinya leleh pertama diketahui pada saat material mulai berdeformasi plastis. Jika kondisi tegangan pada suatu titik bukan berupa arahnya, maka suatu kriteria diperlukan untuk menentukan kombinasi tegangan yang menyebabkan terjadinya leleh. Kriteria tersebut dinamakan kriteria leleh. Tahapan pertama dalam analisis plastis adalah menentukan kriteria leleh yang akan digunakan.

  Be ba n

  C rq 2 rq 1 rq 1 p λ 2 O fq 1 1 fq

  δq 2 δq p λ q q q 1 2 Displaceme q 1 Δq 2 Δq

Gambar 2.12 Metode Modified Newton-Raphson

  Program perangkat lunak MSC/NASTRAN menyediakan empat macam kriteria leleh yaitu Von Mises, Tresca, Mohr-Coulomb, dan Drucker Prager. Dalam penelitian ini digunakan kriteria von Mises karena merupakan kriteria yang paling cocok untuk analisis plastis material baja dan paling sesuai dengan hasil eksperimental. Menurut von Mises, kelelehan material ditentukan oleh besarnya tegangan geser

  

octahedral atau energi regangan distorsi yang bekerja pada material. Kelelehan mulai

  terjadi ketika tegangan geser octahedral mencapai nilai kritis yang ditentukan oleh:

  2

  2

  = . = (2.28)

  2

  � �

  3

  3 Dimana =

  �

  

2 , sehingga persamaan kriteria leleh von Mises akan berbentuk:

  

2

  ) = = 0 (2.29) (

  2 2 − dengan, k = suatu konstanta matrial yang besarnya adalah = .

  √3

  = tegangan leleh material yang diperoleh dari hasil pengujian

  σ tarik uniaksial dan. J 2 = invariant dari tensor tegangan deviatorik.

  Persamaan ini menggambarkan silinder yang perpotongannya dengan bidang deviatorik merupakan lingkaran dengan radius √2 dalam bentuk tegangan utama, persamaan 2.28 dapat ditulis:

  2

  2

  2

  2

  ( ) + ( ) + ( ) = 6 (2.30)

  1

  2

  2

  3

  3

  1

  − − − Sebagai contoh tinjau pengujian tarik sederhana, dimana = , = = 0

  1

  2

  3

  dengan mensubsitusikan harga-harga tegangan utama ini pada persamaan 2.29 di atas, diperoleh:

  2

  

2

  2 = 6 (2.31) (2.32)

  =

  √3

  = (2.33)

  2

  √3 = �3 Kriteria von Mises untuk kondisi tegangan biaksial bisa didapat dari perpotongan

  = 0, yaitu: silinder dengan koordinat

  3

  2

  2

  2

  • = (2.34)

  1 2 −

  1

  

2

  sehingga:

  2

  

2

  = (2.35)

  • 1

  �

  2 −

  1

  2 Perpotongan kriteria ini dengan plane juga merupakan elipse.

  −

  1

  2

  2

  2

  

2

  2

  2

  2 ) + ( ) + ( ) + 6( ) (2.36) + + �( − − − � =

  2

  = = = = 0 Sehingga jika

  2

  2

  2

  • 3 =

  (2.37)

2.9 Tegangan-tegangan Utama

  Pada suatu bidang ruang yang terdapat suatu tegangan resultan T di mana

  n

  garis tegangan tersebut berimpitan dengan normal bidang sehingga tegangan geser,

  

ns tidak ada atau sama dengan nol. Arah yang dibentuk oleh T n adalah arah utama

  σ sehingga bidang yang dibentuk juga merupakan bidang utama (principal plane).

Gambar 2.13. T n nn (Teori Elastisitas, Amrinsyah Nasution)

  Berimpit σ

  • σ
  • σ
  • σ
  • σ
  • σ
  • σ

  zx

  zy

  (n,y)+ σ

  

yy

  (n,x)+ σ

  .cos (n,y) = σ xy.

  nn

  σ cos (n,z)(2.41a)

  σ

  nn.

  yx (n,y)+

  (n,x)+ σ

  cos (n,x) = σ xx.

  nn.

  σ maka diperoleh persamaan,

  nz

  σ

  σ cos (n,z) (2.41b)

  cos (n,z) = σ xz.

  σ

  yx

  ) � � cos (n, x) cos (n, y) cos (n, z)

  ( σ zz − σ nn

  σ zy σ xz σ yz

  σ yy − σ nn )

  σ xy (

  zx

  σ

  ) σ

  (n,x)+ σ

  nn

  − σ

  xx

  ( σ

  secara matriks persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut: cos (n,z) (2.41c) �

  zz

  (n,y)+ σ

  

yz

  ny,

  nx,

  Tegangan normal yang bekerja pada bidang utama disebut dengan tegangan utama (principal stress), tegangan utama terdiri dari tiga bidang utama yang saling tegak lurus yaitu σ σ σ Hubungan antara tegangan bidang dengan normal dapat dituliskan sebagai berikut:

  ny

  nz

  σ n(2.38b)

  zy

  2

  yy n

  xy. n 1,

  = σ

  σ (2.38a)

  1,

  3

  zx n

  2

  yx n

  xx. n 1,

  = σ

  nx,

  σ

  = σ

xz.

n

  yz

  terhadapsetiapσ

  3

  nn

  dengan memproyeksikan σ , i =1,2,3(2.40)

  ji. n j

  = σ

  ni

  σ

  atau persamaan di atas dapat dituliskan dalam notasi tensor sebagai berikut: = cos (n,z)(2.39c)

  n = cos (n,y) (2.39b)

  n

  2

  n = cos (n,x) (2.39a)

  1

  dimana: (2.38c) n

  3

  n

  zz

  2

  � =� � (2.42) Persamaan di atas merupakan persamaan linear homogen dan solusi trivial cos (n,x) =

  2

  cos (n,y) = cos (n,z) = 0 adalah tidak mungkin mengingat aturan kosinus cos (n,x) +

  2

  2

  ( )

  xx nn yx zx

  σ − σ σ σ ( )

  σ xy σ yy − σ nn σ zy �

  � = 0 ( )

  σ xz σ yz σ zz − σ nn Sehingga dari persamaan di atas dengan melakukan determinasi maka di dapat:

  3

  2

  • ( . . .

  − � � −

  2

  2

  2

  2

  2 ) . . . .

  • − − − ( −

  2

  . + 2 . . ) = 0(2.43) Nilai akar-akar pangkat tiga dari persamaan (2.43) merupakan nilai dari tegangan utama. Dengan mengisikan nilai keenam komponen tegangan kartesian ke dalam persamaan maka akan diperoleh tiga nilai akar persamaan: R R R R R R

  n n n

  a. Bila ( ) 1 , ( ) 2 dan ( ) 3 merupakan bilangan real maka 1 , 2 dan 3

  σ nn σ nn σ nn � � � merupakan bilangan unik dan saling tegak lurus. R R R R R b. Bila ( ) = ( ) ) maka n 3 unik dan setiap arah tegak lurus pada n 3.

  1

  2

  3

  σ nn σ nn nn � � R ≠ (σ R R

  dan n 3

  ( ) ( ) adalah arah utama yang berhungan dengan

  1 = 2.

  � R R R σ nn σ nn

  ( ) ( ) = ( )

  c. Bila

  1 =

  2 3 makategangan merupakan tegangan hidrostatis

  σ nn σ nn σ nn dan setiap arah adalah arah utama.

  Hubungan tegangan invariant dengan tegangan principal dapat dituliskan sebagai berikut:

  I

  1 = (2.44a)

  xx

yy zz

  σ σ σ

  2

  2

  2 I = - . . + . (2.44b) -

  2 xx σ yy σ yy σ zz σ zz σ xx σ xy σ yz σ zx

  σ

  2

  2

  2 I - = . . . .

  • 3

  2. . . (2.44c) σ σ σ

  xx zz σ

yy xx σ yz σ yy σ zx σ zz σ xy σ xy σ yz σ zx

  Di mana I 1,

  I

  2 , I 3 merupakan tegangan invariant pertama, kedua dan ketiga, dengan

  menyamakan sistem koordinat ke dalam arah-arah utama maka, tegangan invariant dapat dituliskan ke dalam persamaan berikut: R R R ( ) ( ) ( )

  I =

  1

  1

  2 3 (2.45a)

  σ σ σ

  nn nn nn

  I R R R R R R +

  2 = ( ) 1 . ( ) 2 + ( ) 2 . ( ) 3 ( ) 3 . ( ) 1 (2.45b)

  σ nn σ nn σ nn σ nn σ nn σ nn R R R

  I

  

3 = ( )

1. ( ) 2 . ( ) 3 (2.45c)

  σ nn σ nn σ nn

2.10 Regangan

  Regangan merupakan nilai yang digunakan untuk menghitung intensitas deformasi, sama halnya dengan tegangan, regangan juga digunakan untuk menentukan gaya dalam. Regangan umumnya dapat dibagi menjadi dua yaitu regangan normal dan regangan geser. Regangan normal dilambangkan dengan epsilon, ε, regangan normal digunakan untuk menghitung perubahan ukuran seperti perpanjangan pada saat terjadinya deformasi, sedangkan regangan geser dilambangkan dengan gamma γ, regangan geser ini digunakan untuk menghitung perubahan bentuk seperti perubahan sudut yang diakibatkan geser pada bagian badan selama perubahan bentuk terjadi. Regangan atau deformasi dapat dihasilkan oleh tegangan, perubahan temperatur, atau perubahan fisik yang menyebabkan penyusutan atau pengembangan. Regangan pada umumnya tidak memiliki satuan, untuk regangan normal regangan dinyatakan dalam mm/mm, inch/inch, micro-inch/inch

  (μ in/in), sedangkan untuk regangan geser dinyatakan dalam microradian, μ di mana

  • 6 micro merupakan 10 .

  melakukan pembatasan terhadap regangan dibandingkan dengan melakukan pembatasan terhadap tegangan. Dengan mendapatkan nilai dari suatu regangan, maka nilai suatu tegangan bisa didapatkan melalui hubungan tegangan dan regangan. Alat untuk mengukur regangan pada kegiatan eksperimen adalah strain gauge.

Dokumen yang terkait

BAB 1 PENDAHULUAN - Karakteristik Penderita Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara tahun 2014

0 0 8

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Pekerjaan Dengan Kejadian TB Paru di Kelurahan Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2015

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Pengertian Tuberkulosis - Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Pekerjaan dengan Kejadian Tuberkuloso Paru di Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2015

0 0 22

Case Processing Summary - Gambaran Identitas Etnis pada Remaja yang Memiliki Orang Tua Berbeda Etnis Batak-Minang di Kota Medan

0 1 84

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Gambaran Identitas Etnis pada Remaja yang Memiliki Orang Tua Berbeda Etnis Batak-Minang di Kota Medan

0 2 10

Gambaran Identitas Etnis Pada Remaja Yang Memiliki Orang Tua Berbeda Etnis (Batak-Minang) Di Kota Medan

0 1 11

2.1. Routing Jaringan Komputer - Desain Routing Information Protocol pada Jaringan Kamputer dengan Pengalokasian Jumlah Host Per Jaringan Berdasarkan VLSM

0 0 11

BAB II PENTINGNYA KETERBUKAAN FAKTA MATERIL DALAM HUKUM PASAR MODAL DI INDONESIA A. Mekanisme Perdagangan Efek di Pasar Modal - Analisis Hukum Ketentuan Fakta Materil dalam Perspektif Hukum Pasar Modal Indonesia

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Hukum Ketentuan Fakta Materil dalam Perspektif Hukum Pasar Modal Indonesia

0 2 27

Kajian Perilaku Struktur Rangka Berpengaku Eksentrik Tipe-D Dengan Inovasi Pengaku Badan Pada Elemen Link

0 0 25