1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Gambaran Identitas Etnis pada Remaja yang Memiliki Orang Tua Berbeda Etnis Batak-Minang di Kota Medan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Medan merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia. Kota Medan yang merupakan Ibu Kota Dari Provinsi Sumatera Utara ini terletak antara

  2º.27' - 2º.47' Lintang Utara, 98º.35' - 98º.44' Bujur Timur, kota Medan 2,5

  • – 37,5 meter di atas permukaan laut (BLHSU, 2011). Kota Medan memiliki banyak etnis, baik etnis asli dari Sumatera Utara maupun etnis pendatang. Kelompok etnis asli Sumatera Utara yang ada di kota Medan yaitu Melayu dan Batak dengan berbagai sub- batak yang ada, dan yang merupakan etnis pendatang yang ada di kota Medan adalah seperti kelompok etnis Jawa, Minang, Sunda, Aceh, Tionghoa dan lain sebagainya.

  Berdasarkan Data Statistik Sumatera Utara tercatat perbedaan jumlah etnis yang ada di kota Medan, pada tahun 1930, 1980, dan pada tahun 2000, hal tersebut sesuai dengan tabel berikut.

  Tabel 1. Data Statistik Penduduk Sumatera Utara Etnis Tahun 1930 Tahun 1980 Tahun 2000

  Jawa 24,89% 29,41% 33,03% Batak 2,93% 14,11% 20,93%* Tionghoa 35,63% 12,8% 10,65% Mandailing 6,12% 11,91% 9,36% Minangkabau 7,29% 10,93% 8,6% Melayu 7,06% 8,57% 6,59% Karo 0,19% 3,99% 4,10%

  

1

  • Aceh 2,19% 2,78%
  • Sunda 1,58% 1,90% Lain-lain 14,31% 4,13% 3,95%

  Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut *Catatan: Data BPS Sumut tidak menyeraikan "Batak" sebagai etnis bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93%.

  Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa di Kota Medan dihuni oleh berbagai etnis (etnis) yang mana mereka memiliki kepentingan masing-masing. Hal ini membuat kota Medan menjadi salah satu kota multikulturalistik. Di kota Medan, masing-masing etnis mendiami wilayah tertentu, namun terkadang juga terjadi pembauran antar etnis, hal tersebut membuat masyarakat Medan terbiasa hidup dengan kelompok etnis tertentu dan secara alamiah menerima kelompok etnis tertentu dan hidup berdampingan (Syahrial, 2015).

  Banyaknya Etnis yang ada di kota Medan, menyebabkan tidak jarang penduduk kota Medan menikah dengan pasangan yang tidak satu etnis dengan mereka. Sears (dalam Papalia, 2008) menyatakan bahwa individu cenderung memilih pasangan yang memiliki kesamaan dengan diri individu tersebut, seperti kesamaan dalam agama, hobi, sifat, bahasa, pola berpikir bahkan adat istiadat. Hal ini disebut sebagai prinsip kesesuaian (matching principle), namun sekarang ini, tidak jarang pasangan yang menikah tidak sesuai dengan matching principle, seperti pasangan yang menikah berbeda agama, ataupun pasangan yang menikah berbeda etnis.

  Perkawinan antar etnis yang berbeda (campuran) merupakan salah satu akibat dari adanya hubungan sosial pada masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis, dan tersebut tidak terlepas dari adanya interaksi sosial dari masing-masing etnis (Asri, 2011). Pernikahan campuran yang dibahas dalam hal ini adalah pernikahan campuran antara etnis Batak dengan etnis Minang. Pernikahan antara etnis Batak dengan etnis Minang tidak hanya berbeda secara dalam hal etnis, melainkan kedua etnis tersebut juga memiliki perbedaan dalam penentuan garis keturunan. Pada dasarnya, etnis Batak menganut sistem patrilineal dimana sistem kekerabatan didasarkan pada garis keturunan pihak laki-laki. Sedangkan etnis Minang menganut sistem matrilineal dimana sistem kekerabatan didasarkan pada garis keturunan pihak perempuan.

  Pada etnis Batak anak laki-laki memiliki peran lebih menonjol dibandingkan dengan anak perempuan, hal tersebut dikarenakan sistem patrilineal yang dipakai oleh etnis Batak, sedangkan dalam etnis Minang anak perempuan yang memiliki peran lebih menonjol dalam kehidupan mereka dibandingkan anak laki-laki, hal ini terjadi karena sistem keturunan matrilineal yang dipakai oleh etnis tersebut. Pada etnis Minang, ketika anak laki-laki mulai memasuki masa remaja, mereka diajarkan untuk lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat dan juga merantau untuk melihat dunia luas. Hal tersebut sesuai dengan artikel yang ditulis oleh Haluan, 2011:

  “Sejak kecil atau remaja anak lelaki Minang telah diberi perangkat nilai-nilai sosial yang juga keras terhadap mereka. Anak laki-laki yang lebih banyak tinggal di dalam rumah akan dapat cemoohan bahkan bisa-bisa disuruh keluar dari rumah oleh ibunya sendiri. Jika mereka sering berada di rumah daripada di luar seolah-olah mereka tak ubahnya seperti kaum perempuan. Saat masa remaja, mereka ditekankan atau diarahkan pergi ke lapau sebagai sebuah gambaran pergaulan. Di lapaulah lelaki Minang berinteraksi dan menambah wawasannya tentang perkembangan masyarakat.

  ” Perbedaan penentuan pewarisan garis keturunan pada masing-masing etnis

  (Batak-Minang), dapat menimbulkan kebingungan etnis pada anak dari hasil pernikahan berbeda etnis (Batak-Minang). Anak dari hasil pernikahan berbeda etnis akan mengalami kebingunan dalam menentukan identitas etnis mereka.

  Biasanya seorang anak mulai menentukan identitas mereka, saat mereka memasuki usia remaja. Menurut Erikson (dalam Papalia 2008) keberhasilan mencapai identitas dianggap merupakan hasil dari periode eksplorasi, yang biasanya terjadi pada masa remaja.

  Anak (anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah remaja) dari pasangan berbeda etnis (Batak- Minang) akan memiliki lebih dari satu etnis atau bahkan tidak memiliki etnis. Remaja dari pasangan berbeda etnis dikatakan memiliki lebih dari satu etnis, jika ayah dari anak tersebut berasal dari garis keturunan patrilineal (Batak) dan ibu berasal dari garis keturunan matrilineal (Minang) dan remaja dari pasangan berbeda etnis dikatakan tidak memiliki etnis, ketika ayah dari remaja tersebut berasal dari etnis matrlineal (Minang) dan ibu berasal dari etnis patrilineal (Batak). Hal ini berbeda dengan remaja yang berasal dari orangtua satu etnis.

  Remaja dari pasangan satu etnis sudah jelas dalam identitas etnis mereka, dalam hal ini berarti hanya salah satu orangtua yang mewarisi identitas etnis kepada anak mereka. Namun, remaja dari pasangan berbeda etnis, harus memilih salah satu identitas etnis yang diwariskan oleh kedua orangtuanya. Identitas etnis adalah identitas seseorang atau sense of self dari individu sebagai bagian dari suatu kelompok etnis, berisi pemikiran, persepsi dan perasaan sebagai bagian dari kelompok tersebut (Phinney, 2003).

  Dalam menentukan identitas etnis, ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut, diantaranya bahasa, peer (teman sebaya), tempat tinggal, kelompok sosial, ideologi, family cohesion, dan etnisitas. Anak yang memiliki hubungan yang dekat dengan orangtuanya mungkin akan lebih termotivasi untuk mempelajari latar belakang etnis yang ada di keluarganya (Kiang and Fuligni, 2010 dalam Youth Adolescents). Mirip dengan proses sosialisasi orangtua, anak juga merasa lebih nyaman dengan diri mereka dan mengeksplor etnis mereka dengan teman yang memiliki etnis yang sama dengan mereka (Kiang et al, 2007).

  Berdasarkan bukti longitudinal, yang di lakukan French et al (dalam Kiang & Fuligni, 2010) penelitian terhadap remaja awal dan pertengahan selama tiga tahun, menemukan bahwa ethnic belonging dan exploration meningkat sepanjang waktu, hasilnya adalah ethnic exploration secara khusus mencapai puncak untuk kelompok remaja awal pada awal memasuki tahap sekolah dan mengalami penurunan pada tahun berikutnya. Selain itu, etnisitas juga memliki peran penting dalam dalam kehidupan seseorang, mungkin individu memiliki motivasi yang lebih besar untuk mengeksplor dan mempelajari latar belakang etnis mereka.

  Selain dipengaruhi beberapa faktor di atas, identitas etnis juga memberikan beberapa dampak positif dan negatif kepada para anak yang memiliki orangtua beda etnis, beberapa dampak positif tersebut ialah self-esteem, Smith (dalam Hovey and Kim 2006) menyatakan bahwa penerimaan suatu kelompok etnis sebagai suatu kelompok referensi yang positif mengarahkan kepada self-esteem yang positif karena hal tersebut membuat seseorang memiliki hubungan dengan yang lain. Hal tersebut juga didukung oleh temuan Lee (2005, dalam Kiang & Fuligni, 2009) yang menyatakan bahwa identitas etnis secara positif berhubungan dengan self-esteem dan diasosiasikan secara negatif dengan depresi, hal tersebut juga didukung oleh temuan Phinney dan mahasiswanya yang mempelajari dan membandingkan murid Asia-Amerika, Amerika asli, Afrika-Amerika, Meksiko- Amerika dan kelompoknya lainnya, hasilnya ditemukan bahwa murid Afrika- Amerika memiliki level identitas etnis yang tinggi dan secara positif berhubungan dengan self-esteem, dan berhubungan secara negatif dengan masalah mental seperti kesepian dan depresi (Chavira & Phinney, 1991; Robert et al, 1999 dalam Brouillard, 2005).

  Ekspresi dari identitas etnis dan pola dari ekpresi tersebut dihubungkan dengan penyesuaian (adjustment) yang berbeda dalam konteks antara satu etnis dengan berbeda etnis (Kiang & Fuligni, 2009). Sejumlah penelitian telah menemukan hubungan yang positif antara identitas etnis yang kuat dengan indikator dari self-esteem dengan penyesuaian (adjustmenti) personal. Yasui, Dorham & Dishion (2004) telah mendemonstrasikan hubungan antara identitas etnis dengan kesehatan mental dan penyesuaian sosial pada remaja, hasilnya ditemukan bahwa pencapaian identitas menunjukkan korelasi yang signifikan antara penyesuaian sosial dengan penyesuaian emosional pada remaja Afrika- Amerika (Yasui, Dorham & Dishion, 2004; dalam Oliveira, 2012).

  Selain dampak positif, identitas etnis juga memberikan dampak negatif. Dampak negatif yang dialami anak dari pasangan berbeda etnis (Batak-Minang) ialah anak akan mengalami krisis identitas, yang berarti anak akan dianggap oleh masing-masing etnis orangtua sebagai sesuatu yang tidak lazim atau bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh kedua etnis tersebut, sehingga anak dari hasil pernikahan berbeda etnis (Batak-Minang) baik dari etnis ayah (Minang) maupun dari etnis ibu (Batak), tidak dianggap sebagai bagian dari kedua etnis tersebut, karena perbedaan penentuan garis keturunan (Asri,2011). Hal tersebut berbeda, jika etnis ayah berasal dari patrilineal (Batak) dan etnis ibu berasal dari matrilineal (Minang), anak akan dipandang sebagai bagian dari masing-masing etnis, karena perbedaan penentuan garis keturunan. Hal ini tidak akan dialami oleh anak yang berasal dari pernikahan satu etnis.

  Remaja yang berasal dari orangtua beda etnis (Batak-Minang), dalam hal ini baik yang remaja yang memiliki lebih dari satu etnis yaitu ayah (Batak) dan ibu (Minang) dengan remaja yang tidak memiliki etnis yaitu ayah (Minang) dan ibu (Batak), akan mengalami hal yang sama yaitu krisis identitas, hal ini disebabkan oleh latar belakang pewarisan keturunan dari masing-masing etnis orangtua mereka. Saat mereka ingin menentukan etnis mereka, terlebih dahulu mereka akan mengeksplor mengenai etnis tersebut, dan setelah itu akan menentukan untuk berkomitmen/belonging dengan etnis tersebut atau tidak.

  Krisis identitas merupakan bagian dari status identitas pada tahapan pembentukan identitas di masa remaja. Marcia (dalam Papalia, 2008) mengklasifikasikan perkembangan pembentukan identitas kedalam empat status identitas, antara lain: identity diffuse, remaja tidak mengalami sebuah periode

  

exploration (krisis) dan juga tidak belonging atau membuat komitmen, status yang

  kedua yaitu identity foreclosure yaitu remaja tidak mengalami periode exploration (krisis) namun mereka telah belonging atau membuat komitmen. Status yang ketiga yaitu, identity moratorium, remaja sedang mengalami masa exploration (krisis) namun belum belonging atau membuat suatu komitmen, beberapa remaja yang berada dalam masa moratorium memiliki kemungkinan mengalami krisis yang berkelanjutan, sehingga mereka mengalami kebingungan, tidak stabil, dan tidak puas. Status yang keempat ialah identity achievement, remaja telah melakukan eksplorasi dan mereka telah belonging atau membuat komitmen.

  Sebagai akibat dari krisis identitas, anak dari pasangan berbeda etnis (Batak- Minang), akan menentukan identitas etnis mereka sendiri. Identitas etnis memiliki dua dimensi yaitu, ethnic exploration dan ethnic belonging or affirmation. Ethnic

  

exploration adalah pencarian aktif, maksud dari bagian dari anggota suatu

  kelompok, termasuk pengujian dari nilai-nilai, tradisi, dan sejarah seseorang (Kiang and Fuligni, 2009). Ethnic belonging /affirmation ialah identitas kelompok yang terikat dalam nilai-nilai emosional dan atribut yang signifikan dalam suatu kelompok (Kiang and Fuligni, 2009). Ethnic belonging direfleksikan secara afektif melalui sense of connectedness dengan suatu kelompok. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut:

  “mama aku batak, dan papa aku padang, tapi aku lebih memilih ikut etnis mama aku, karena aku lebih dekat dengan keluarga mama aku...”

  (Komunikasi Personal, 2014) Hal tersebut membuat peneliti berpikir mengenai, bagaimana anak dari pasangan berbeda etnis (Batak-Minang) yang tinggal di kota Medan dengan berbagai macam suku dan budaya dalam menentukan etnis mereka, sehingga peneliti memilih untuk melihat gambaran remaja dari kedua suku tersebut saat menentukan etnis mereka.

B. Rumusan Masalah

  Untuk memudahkan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah apa yang menjadi fokus penelitian. Untuk itu peneliti mencoba merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan penelitian yaitu : Bagaimana gambaran identitas etnis pada remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis Batak-Minang di kota Medan?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran identitas etnis pada remaja yang memiliki orangtua berbeda etnis Batak-Minang di kota Medan.

  D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

  Manfaat teoritis yang ingin dicapai adalah diharapkan hasil penelitian ini akan mampu memberikan informasi di bidang psikologi pada umumnya dan secara khusus akan mampu menambah khasanah ilmu pada bidang psikologi sosial terutama yang berkaitan dengan gambaran identitas etnis pada remaja yang memiliki orangtua beda etnis Batak-Minang. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi peneliti-peneliti lainnya yang berminat meneliti lebih lanjut mengenai anak dari pernikahan berbeda etnis Batak-Minang.

  1. Manfaat Praktis 1.

  Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi remaja yang memiliki orangtua beda etnis (Batak-Minang) dalam menentukan identitas etnis mereka.

  2. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi orangtua beda etnis (Batak- Minang) dalam mengajarkan kepada anak mereka mengenai latar belakang etnis mereka masing-masing.

E. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

  Bab I : Pendahuluan

  Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori Bab ini menguraikan tentang tinjauan teoritis dan penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan fokus penelitian, diakhiri dengan pembuatan paradigma penelitian.

  Bab III : Metode Penelitian Dalam bab ini dijelaskan alasan digunakannya pendekatan kuantitatif, responden penelitian, teknik pengambilan responden, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data serta prosedur penelitian.

  Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan Bab ini menjelaskan mengenai hasil penelitian dan juga mengenai pembahasan mengenai identitas remaja yang berasal dari dua suku tersebut. Bab V : Kesimpulan dan Saran Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan secara keseluruhan mengenai hasil penelitian dan juga saran untuk penelitian selanjutnya.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Evaluasi kualitas fungsi auditor internal dalam meningkatkan efektivitas pengendalian internal bank (Studi kasus Bank Permata Cabang Medan)

0 0 27

Fungsi Anggaran Sebagai Alat Perencanaan dan Pengawasan Biaya Operasional Pada Yayasan Kesehatan Telkom Area I Sumatera

0 0 12

BAB II SMP NEGERI 1 SEI RAMPAH A. Sejarah Ringkas SMP Negeri 1 Sei Rampah - Sistem Pengendalian Internal Kas Pada Smp Negeri 1 Sei Rampah

0 0 17

Sistem Pembayaran Dana Pensiun Asuransi Kematian Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada PT. TASPEN (PERSERO) KCU Medan

0 6 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gangguan Jiwa - Karakteristik Penderita Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara tahun 2014

0 0 26

BAB 1 PENDAHULUAN - Karakteristik Penderita Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara tahun 2014

0 0 8

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Pekerjaan Dengan Kejadian TB Paru di Kelurahan Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2015

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Pengertian Tuberkulosis - Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Pekerjaan dengan Kejadian Tuberkuloso Paru di Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2015

0 0 22

Case Processing Summary - Gambaran Identitas Etnis pada Remaja yang Memiliki Orang Tua Berbeda Etnis Batak-Minang di Kota Medan

0 1 84

Gambaran Identitas Etnis pada Remaja yang Memiliki Orang Tua Berbeda Etnis Batak-Minang di Kota Medan

0 1 16