Laporan Praktikum Hari Tgl Indonesia

Laporan Praktikum

Hari/Tgl

Penginderaan Jauh Dan

Tempat

Interpretasi Citra

Asisten

: Rabu, 24 November 2010
: Lab. Komputer
:1.Bambang A. A14054173
2. Miranti A.

A14063027

3. Hana Aditya A14070066
4. Rhoma P.


A14070100

PEMOTONGAN CITRA (SUBSET IMAGE) DAN KOREKSI GEOMETRIK
(REKTIFIKASI)

Rudi Eko Setyawan
E14070072

BAGIAN PENGINDERAAN JAUH DAN INFORMASI SPASIAL
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan permukaan bumi, akan

selalu membutuhkan data permukaan bumi sebagai data referensi. Salah satu
jenis data permukaan bumi adalah data yang berkaitan dengan spasial dan
atribut suatu wilayah. Salah satu cara untuk mendapatkan data spasial dan data
atribut suatu wilayah adalah dengan metode penginderaan jauh.
Metode penginderaan jauh adalah suatu metode untuk mendapatkan
data spasial dan data atribut tanpa menyentuh langsung data spasial dan data
atribut tersebut. Keuntungan dari metode penginderaan jauh ini adalah waktu
pengumpulan data yang relatif singkat dibanding dengan metode terestris untuk
cakupan area yang sama. Adapun wahana yang digunakan dalam sistem
penginderaan jauh adalah wahana udara ( pesawat) dan wahana luar angkasa
(satelit).
Hasil dari penginderaan jauh wahana satelit adalah citra. Dalam
perkembangan teknologi saat ini citra satelit berdasarkan resolusi spasialnya
dapat di golongkan menjadi 3 bagian, yaitu : citra satelit resolusi tinggi, sedang,
dan rendah. Dampak dari kemajuan teknologi bidang penginderaan jauh tersebut
antara lain sangat mudahnya untuk mengakses citra satelit beresolusi spasial
tinggi secara gratis.
Sebelum citra hasil penginderaan jauh digunakan untuk aplikasi tertentu,
terlebih dahulu citra tersebut harus dikoreksi untuk menghilangkan berbagai
kesalahan yang ada. Salah satu koreksi tersebut adalah koreksi geometrik.

Koreksi ini bertujuan untuk mereduksi distorsi geometrik dari objek permukaan
bumi yang ada pada citra yang diakibatkan kelengkungan permukaan bumi dan
beberapa faktor lain seperti variasi tinggi satelit, ketegakan satelit dan
kecepatannya, sehingga posisi spasial dari suatu area pada citra sesuai dengan
posisi sebenarnya di lapangan.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Rektifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar koordinat
citra sesuai dengan kordinat geografi
2. Registrasi

(mencocokkan)

posisi

citra

dengan


citra

lain

atau

mentransformasikan sistem kordinat citra multispektral atau multitemporal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Distorsi geometrik adalah ketidaksempurnaan geometri citra yang
terekam pada saat pencitraannya, hal ini menyebabkan ukuran, posisi, dan
bentuk citra menjadi tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Ditinjau dari
sumber kesalahannya, distorsi geometrik disebabkan oleh kesalahan internal dan
kesalahan eksternal (JARS,1992). Kesalahan internal lebih banyak disebabkan
oleh geometrik sensor dan bersifat sistematik sedangkan kesalahan eksternal
disebabkan oleh bentuk dan karakter obyek data tersebut. Secara tegas Jensen
(1996) mengklasifikasikan distorsi geometrik citra dalam du golongan, yaitu
distorsi yang bersifat sistematik dan tidak sistematik. Distorsi yang bersifat
sistematik ini dapat dimodelkan sedangkan yang bersifat tidak sistematik tidak

dapat dimodelkan.
Distorsi geometrik yang bersifat sistematik disebabkan oleh banyak faktor
dan harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum citra satelit digunakan. Pohl (1996)
menyatakan penyebab distorsi geometrik yang penting antara lain : rotasi bumi
selam proses perekaman data, efek kelengkungan bumi, variasi tinggi dan
gerakan wahana satelit, variasi tinggi permukaan tanah, dan sudut pandang
perekaman. Pada umumnya distorsi geometrik yang bersifat sistematik sudah
dikoreksi oleh pengelola satelit, karena parameter-parameter koreksinya hanya
diketahui oleh pemilik satelit. Khusus untuk wahan satelit dengan sensor CCD
(Charge Couple Device) seperti pada SPOT HRV (Satelite Probatoire
d’Observation de la Terre High Resolution Visible), Jensen (1996) menyatakan
beberapa kesalahan distorsi geometrik seperti scan seks, kecepatan scanning
sensor, dan efek panoramik tidak ditemukan sehingga dapat diabaikan.
Distorsi geometrik yang bersifat tidak sistematik dapat dikoreksi
menggunakan sejumlah titik kontrol tanah (TKT) yang cukup terdistribusi merata
di seluruh citra (ENVI, 1994: Jensen, 1996). Ketelitian registrasi citra ini sangat
ditentukan oleh ketelitian sumber data acuannya. Jika pada suatu daerah belum
memiliki peta atau citra yang bergeoreferensi maka dapat digunakan TKT
dengan pengamatan GPS (Pohl, 1996; Abidin, 2000). Registrasi citra pada
umumnya menggunakan persamaan transformasi dua dimensi. Toutin (1994)

dalam Pohl (1996) menyatakan bentuk persamaan polinomial orde satu
(Jensen(1996) menyebutnya sebagai persamaan affine 2D) adalah :

Untuk persamaan polinomial orde dua (Toutin, 1994 dalam Pohl, 1996) :

Sedangkan persamaan polinomial orde tiga berbentuk (Toutin, 1994 dalam Pohl,
1996) :

Dalam hal ini :
x’ , y’ = Posisi obyek dalam sistem koordinat citra
x, y

= Posisi obyek dalam sistem koordinat peta

a0.....a9 = Parameter transformasi
b0.....b9 = Parameter transformasi
Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam proses koreksi geometrik, yaitu:
a. Penentuan titik-titik kontrol tanah (Ground Control Point (GCP)).
Titik-titik kontrol yang dipilih pada obyek di citra harus bersesuaian dengan
titik pada obyek yang sama di peta referensi. Peta referensi yang digunakan

adalah Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) digital skala 1 : 25.000. Titik-titik yang
dijadikan kontrol pada citra harus jelas dan mudah dikenali. Titik-titik kontrol
dalam studi berada di sekitar aliran tubuh air/sungai/danau, jalan raya, sudutsudut bangunan, dan tanah kosong yang terlihat jelas pada citra dan peta
referensi.
b. Penentuan sistem referensi koordinat, datum, dan jenis transformasi.
Sistem referensi yang digunakan yaitu Sistem Koordinat SUTM 48 (South
Universal Transversal Mercator Zona 48) dengan Datum WGS’84 (World
Geodetic System 1984). Transformasi yang digunakan adalah metode
polinomial nearest neighbor, bilinear, dan cubic convolution dengan
pertimbangan relief topografi wilayah studi Kawasan Puncak yang berbukitbukit.
c. Penentuan proses rektifikasi.
Citra crop_spot5_bgr_2002 sudah terkoreksi geometrik, kemudian dipakai
untuk merektifikasi citra crop_land_bgr_2002.

BAB III
BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan tempat
Praktikum Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra dilakukan pada
hari Rabu, 24 November 2010 pukul 13.00-16.00 WIB. Praktikum ini
dilaksanakan di laboratorium komputer Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
B. Alat dan bahan
1. Laptop/komputer
2. Perangkat lunak ERDAS
3. Citra satelit Spot Bogor
C. Cara Kerja
1. Pemotongan Citra
Cara 1
1. Buka program ERDAS Imagine kemudian klik icon menu Viewer.
2. Buka file yang akan dilakukan pemotongan dengan mengklik ikon
pada Viewer #1.
3. Klik menu AOI Tools sehingga muncul AOI Tool Palette, kemudian pilih
ikon Create Rectangular AOI, untuk pemotongan yang berbentuk kotak
atau icon Create Polygon AOI untuk jenis pemotongan polygon tak
beraturan.
4. Dengan menggunakan cursor tentukan daerah yang akan dipotong

5. Klik ikon

DataPrep pada ikon panel kemudian pilih Subset


Image.
6. Isi tabel dialog nama file input (*.img) dan nama file outputnya (*.img)
dengan mengklik ikon

. File Input merupakan file sebelum

pemotongan dan File Output merupakan file hasil pemotongan.

7. Klik icon AOI pada tabel dialog sehingga muncul tampilan Choose AOI
pilih Viewer kemudian klik OK.
8. Klik OK dan tunggu proses hingga 100 % baru klik OK kembali
9. Untuk melihat hasilnya, buka nama file hasil pemotongan pada viewer
baru.
Cara 2
1. Tampilkan citra yang mau dipotong
2. Dari menu VIEWER pilih Utility/Inquire Box
3. Geser Inquire Box sesuai dengan daerah yang akan dicropping dan klik
Apply.
4. Dari INTERPRETER pilih Utility/Subset. Pilih nama file citra yang

dipotong dan tulis nama file luaran.
5. Lokasi yang dicropping ditentukan From Inquire Box
6. Pilih kanal yang diambil yaitu kanal 1:6.
7. Klik OK untuk memulai proses cropping.
2. Koresi Geometrik
1. Pilih Raster|Geometric Correction dari menu Viewer#1 untuk merektifikasi
citra crop_land_bgr_2002.
2. Pada dialog Set Model Dialog pilih Polynomial dan klik OK. Geo
Correction Tool dan Polynomial Model Properties terbuka
3. Klik Close pada dialog Polynomial Model Properties
4. Terima default Existing Viewer pada dialog GCP Tool Reference Setup
dengan mengklik OK
5. Klik pada Viewer#2 untuk menampilkan crop_spot5_bgr_2002.img,
sehingga dialog Reference Map Information terbuka
6. Klik OK pada dialog Reference Map Information
7. Pada Viewer#1 pilih satu dari area yang tergambar dibawah ini dengan
mengklik areanya.
8. Untuk memudahkan melihat GCP#1 tekan mouse kanan pada Color
Colomn pada GCP Tool CellArray dan pilih warna Yellow
9. Pada Viewer#3 (perbesaran sebagian dari area Viewer#1) drag GCP

pada lokasi pasti
10. Pada GCP Tool klik icon Create GCP
11. Pada Viewer#4 klik area yang sama seperti yang dilakukan pada
Viewer#3

12. Untuk memudahkan melihat GCP#1 pada Viewer#2 tekan mouse kanan
pada Color Colomn pada GCP Tool CellArray dan pilih warna Yellow
13. Klik icon Create GCP pada tool bar GCP
14. Ulangi langkah 8 – 10 untuk mendigitasi GCP#2, GCP#3 dan GCP#4.
Setelah mendigitasi GCP#4 pada Viewer#1 atau Viewer#3, GCP secara
otomatis match di Viewer2#4.
15. Bila model belum mendukung Auto Calculation klik icon Calculation pada
tool bar GCP Tool

.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
A.1. Pemotongan citra

Koordinat :
ulx

: 697032,000000

uly

: 9270982,000000

lrx

: 723612,000000

lry

: 9254872,000000

B. 2. Koreksi Geometrik

Gambar lokasi GCP dan nilai RMS error

Hasil koreksi geometrik Order 1:
Dengan metode nearest neighbor

Dengan metode bilineal interpolation

Dengan metode cubic convolution

Hasil koreksi geometrik Order 2 :
Gambar lokasi GCP dan nilai RMS error

Dengan metode nearest neighbor

Dengan metode bilineal interpolation

Dengan metode cubic convolution

B. Pembahasan
Citra yang dihasilkan secara langsung melalui proses perekaman sesaat
tidak bebas dari kesalahan. Kesalahan ini muncul karena adanya gerakan satelit,
rotasi bumi, gerakan cermin pada sensor scanner, dan juga kelengkungan bumi.
Hasil perekaman ini juga merupakan model dua dimensi yang menghasilkan
kenyataan tiga dimensi pada bidang spheroid permukaan bumi. Disini
menimbulkan kesalahan geometri yang lain.
Sebelum melakukan koreksi geometrik, alalis harus memahami terlebih
dahulu tentang daerah yang akan dianalisis dan sistem proyeksi peta tersebut.
Untuk lebih memfokuskan terhadap daerah yang akan diamati, maka sutu citra
harus dilakukan pemotongan (croping) terlebih dahulu. Sedangkan untuk
menyajikan posisi planimetris ada sejumlah sistem proyeksi. Untuk Indonesia,
sistem proyeksi yang digunakan adalah sistem proyeksi UTM (Universal
Transverse Mercarator) dengan datum DGN-95 (datum geodesi nasional).
Masing-masing sistem proyeksi sangat terkait dengan sistem koordinat peta.

Dalam beberapa kasus, yang dibutuhkan adalah penyamaan posisi
antara satu citra dengan citra lainnya dengan mengabaikan sistem koordinat dari
citra yang bersangkutan. Penyamaan posisi ini kebanyakan dimaksudkan agar
posisi piksel yang sama dapat dibandingkan. Dalam hal ini penyamaan posisi
citra satu dengan citra lainnya untuk lokasi yang sama sering disebut registrasi.
Dibandingkan dengan rektifikasi, registrasi ini tidak melakukan transformasi ke
suatu koordinat sistem. Dengan kata lain, registrasi adalah suatu proses
membuat suatu citra konform dengan citra lainnya, tanpa melibatkan proses
pemilihan sistem koordinat.
Koreksi geometrik merupakan proses yang mutlak dilakukan apabila
posisi citra akan disesuaikan dengan peta-peta atau citra lainnya yang
mempunyai sistem proyeksi peta. Ada beberapa alasan atau pertimbangan
kenapa perlu melakukan rektifikasi, diantaranya adalah untuk :
1.

Membandingkan 2 citra atau lebih untuk lokasi tertentu.

2.

Membangun SIIG dan melakukan pemodelan spasial.

3.

Meletakkan lokasi-lokasi pengambilan “Training area” sebelum melakukan
klasifikasi.

4.

Membuat peta dengan skala yang teliti.

5.

Melakukan overlay (tumpang susun) citra dengan dat-data spasial
lainnya.

6.

Membandingkan citra dengan data spasial lainnya yang mempunayi skala
yang berbeda.

7.

Membuat mozaik citra.

8.

Melakukan analisis yang memerlukan lokasi geografis dengan presisi
yang tepat.
Ketika akurasi area, arah dan pengukuran jarak dibutuhkan, citra

mentah harus selalu diproses untuk menghilangkan kesalahan geometrik dan
merektifikasi citra kepada koordinat sistem bumi yang sebenarnya. Salah satu
cara untuk mengoreksi distorsi geometrik ini adalah dengan menggunakan titik –
titik kontrol tanah (GCP). GCP adalah suatu titik-titik yang letaknya pada suatu
posisi piksel atau citra yang koordinat petanya (referensinya) diketahui. GCP
terdir atas sepasang koordinat x dan y, yang terdiri atas koordinat sumber dan
koordinat referensi. Koordinat-koordinat tersebut tidak dibatasi oleh adanya

koordinat peta. Secara teoritis (Jaya, 2009), jumlah minimum GCP yang harus
dibuat adalah :
Jumlah minimum GCP = ( t + 1 ) ( t + 2 )/2
Pada hasil pengamatan koreksi geometrik, order 1 dibutuhkan minimal 3
GCP, sedangkan untuk order 2 dibutuhkan minimal 6 GCP. Sehingga pada order
1 paling tidak dibutuhkan 3 buah GCP untuk dapat menentukan lokasi rektifikasi
secara otomatis pada citra referensinya. Sedangkan untuk order 2 paling tidak
membutuhkan 6 buah GCP. Pada order 2 juga terlihat adanya koreksi dari
kelengkungan bumi. Sedangkan pada order 1 tampak hanya koreksi secara 2
dimensi. Tentunya, semakin banyak jumlah GCP dengan nilai RMS errornya
yang kecil, maka rektifikasi tersebut semakin akurat. Nilai RMS error umumnya
tidak boleh lebih dari 0,5 piksel. Jika nilainya lebih dari 0,5 piksel, maka
penentuan lokasiGCP harus diulang kembali. Pada hasil praktikum koreksi
geometrik terlihat pada order 1 nilai RMSE tertinggi adalah 0,385 piksel pada
GCP 2. Sedangkan pada order 2 nilai RMSE tertinggi adalah 0,260 piksel pada
GCP 1. Sehingga nilai-nilai ini masih dapat ditolerir dalam kegiatan rektifikasi.
Pada

saat

melakukan

interpolasi

intensitas

(nilai

kecerahan)

menggunakan metode nearest neighbourhood, bilinear dan convolution.
Perbedaan dari ketiga metode tersebut adalah:
a. nearest-neighborhood interpolation (NNI) menggunakan 1 pixel, (zeroorder , 40)
b. bilinear interpolation (BI) menggunakan 4 pixel (first-oder, 41)
c. cubic convolution interpolation (CVI) menggunakan 16 pixel (second
order, 42)
P e n g is ia n p e ta d e n g a n n ila i k e c e r a h a n
(D N )

D a ta d ig ita l a s li ( b e lu m te r k o r e k s i

X

p ix e l

R e s a m p lin g
Y
C itr a te r k o r e k s i
p'

p'

p'

l'

8

9

5

8

4

l'

9

5

5

1

9

9

5

1

8

8

4

1

8

4

4

1

l'
B i l in e a r I n te r p o l a ti o n
(4 p ixel)
N ea rest n eig h b o r
(1 p ixel)

C u b i c C o n v o lu ti o n
(1 6 p ix el)

Pada metode nearest neighbour (tetangga terdekat), nilai pikselnya tidak
berubah karena menggunakan nilai dari piksel yang terdekat, sedangkan metode
bilineal dan cubic , nilai piksel yang baru dihitung dengan rata-rata tertimbang
sebagai berikut :

DN baru





4
k 1
4
k 1

Z k / Dk2

(1 / Dk2 )

Zk= nilai DN
Dk =jarak Euclidean
Untuk menguji apakah citra crop_land_bgr_2002 hasil koreksi geometrik
telah mempunyai koordinat yang benar, maka dilakukan pengecekan dengan
menggunakan titik-titik cek bebas (Independent Check Point (ICP)) yaitu titik-titik
yang teridentifikasi pada citra dan peta referensi tetapi berlainan posisi dengan
titik-titik kontrol tanah (Ground Control Point (GCP)). Proses pengujian ini
menggunakan 7 buah ICP dengan metode image to image rectification terhadap
Citra crop_spot5_bgr_2002. Untuk menguji keakuratan citra hasil koreksi
geometrik, maka dihitung besar penyimpangan terhadap peta referensi. Citra
hasil koreksi geometrik dapat diterima apabila penyimpangan posisi tidak
melebihi satu piksel.

KESIMPULAN
Rektifikasi merupakan suatu proses melakukan transformasi data
dari suatu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik.
Rektifikasi dapat dilakukan dengan cara koreksi citra yang belum dikoreksi
ke citra yang sudah terkoreksi (image to image geo-correction) atau
dengan cara koreksi citra yang belum dikoreksi ke peta (image to map
geo-correction). Koreksi geometrik order 1 dibutuhkan minimal 3 GCP,
sedangkan untuk order 2 dibutuhkan minimal 6 GCP. Nilai RMS error umumnya
tidak boleh lebih dari 0,5 piksel. Pada hasil praktikum koreksi geometrik terlihat
pada order 1 nilai RMSE tertinggi adalah 0,385 piksel pada GCP 2. Sedangkan
pada order 2 nilai RMSE tertinggi adalah 0,260 piksel pada GCP 1. Sehingga
nilai-nilai ini masih dapat ditolerir dalam kegiatan rektifikasi. Pada order 2,
rektifikasi dilakukan lebih teliti dibandingkan dengan order 1. Karena dari hasil
pengamatan terlihat bahwa kelengkungan bumi juga dikoreksi.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H. Z., 2000, Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya, Cetakan
Kedua, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
ENVI, 1994, ENVI User’s Guide : The Environment for Visualizing Images,
Version 1.1, Research System, Boulder CO 80301.
Jensen, J.R., 1996, Introductory Digital Image Processing : A Remote Sensing
Perspective, 2nd Edition , Prentice Hall Inc., new Jersey, USA
Pohl, C., 1996, Geometric Aspects of Multisensor Image Fusion for Topographic
Map Updating in the Humid Tropics, Ph. D. Dissertation. ITC Publication
No 39., ITC.
Surati Jaya, I.N. 2010. ANALISIS CITRA DIGITAL: Teori dan Praktik
Menggunakan ERDAS Imagine. Laboratorium Fisik Remote Sensing
dan GIS. Fakultas Kehutanan, IPB.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Perancangan Sarana Praktikum Prestasi Mesin Pendingin Pembuat Es Batu

10 135 1

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157