KARYA TULIS ILMIAH WAWASAN AL QURAN TENT

KARYA TULIS ILMIAH
WAWASAN AL-QURAN TENTANG MULTIKULTURAL
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Materi Al-Quran
Dosen Pengampu: Hayati Nufus, M.Pd.I

Oleh:
Nama: Safitriana Bey
NIM: 160301005
Kelas : PAI A

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) AMBON
2017

2

WAWASAN AL-QURAN TENTANG MULTIKULTURAL
Safitriana Bey
160301005

Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Institut Agama Islam Negeri ambon
Email: safitrianabey22@gmail.com

Abstrak
Penulisan karya ilmiah ini memiliki dua fokus masalah yakni pertama, melihat
gambaran konsep multikultural dalam perpektif Al-Quran dan kedua, pesan-pesan AlQuran dalam upaya menjaga dan meningkatkan kerukunan dan kedamaian dalam hidup
multikultural. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah library researh untuk
mengkaji informasi tentang konsep dasar multikultural dalam perpektif al-Quran dan
mengkaji ayat–ayat al–Qur’an dengan tafsirannya yang memuat pesan-pesan dalam
upaya menjaga dan meningkatkan kerukunan dan kedamaian dalam hidup multikultural.
Hasil yang didapatkan yakni pertama, keberadaan multikultural ini bukanlah wadah untuk
unjuk kesombongan dan saling menghujat antar kelompok namun untuk saling kenalmengenal dan saling melengkapi sebagaimana dalam QS al-Hujurat:13. Dari sekian
banyak petunjuk yang terdapat di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang berisi pesanpesan yang dapat menjadi pedoman bagi umat manusia terhadap upaya menjaga
kerukunan dan kedamaian dalam kehidupan yang multikultural. Beberapa Pesan-pesan
tersebut berisi menyatakan bahwa manusia berasal dari asal-muasal yang sama, beramar
ma’ruf nahi munkar dalam keberbedaan, saling menjaga–upaya–perdamaian, menjaga
silahturahmi, menjaga etika pergaulan serta tidak boleh menjatuhkan vonis atau menjudge tanpa mengetahui dengan jelas permasalahannya.
Kata kunci: Multikultural, perpektif al-Quran.


3

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara ke-4 terpadat di dunia dengan keberagaman yang sangat
kompleks dalam multi budaya, ras, etnis, bahasa maupun agama yang menjadi kekayaan
negeri ini. Wilayah yang sangat luas dengan beribu pulau dengan kondisi sosio-geografis
yang berbeda-beda menjadi salah satu faktor terbentuknya multikultural. Menurut kondisi
geografis, Indonesia memiliki banyak pulau di mana setiap pulau tersebut dihuni oleh
sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut
terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri.1 Dengan demikianlah
berimbas pada munculnya kebudayaan yang sangat banyak dan beragam.
Keberagaman dan kemajemukan inilah yang kadang menjadi sebuah masalah.
Masalah yang apabila dikelola dengan baik dan profesional maka keberagamaan inilah
yang dapat menjadi kekayaan dan anugerah bagi negeri. Namun apabila keberagaman
kebudayaan ini tidak dikelola akibatnya menjadi musibah kemanusiaan. Perjalanan
peradaban manusia lebih banyak dilalui dengan konflik daripada masa damai. 2 Baik itu
konflik antar bangsa, etnik, agama dan kelompok seperti yang terjadi di Maluku.3 Ketika
multikultural menjadi masalah yang tak terkendali maka timbullah konflik dan

kekerasaan yang biasanya berakar dari prasangka dan kesalahapaman. Prasangka dan
kesalapahaman suatu kaum terhadap kaum lain dapat menimbulkan kefanatikan terhadap
sesuatu menganggap budayanya lebih benar dan baik yang tentunya berdampak kepada
ketidakterimaan bahkan pegucilan terhadap budaya lain.
Islam sendiri merupakan ajaran yang universal. Al-Qur’an sebagai sumber utama
ajaran islam tentulah mengatur segala aspek kehidupan. Salah satunya dalam
1
Wikipedia,
“Multikulturalisme”.Https://id.wikipedia.org/wiki/Multikulturalisme,
diakses
20
November 2017.
2
Karel Albert Ralahalu, Otonomi Daerah di Tengah Konlik-Merancang Succes Story Implementasi
Otonomi Daerah di Provinsi Maluku, Cet. Ke-2, Hal. 31.
3
Pada tahun 1999 secara tiba-tiba terjadi konflik horizontal diantara masyrakat Maluku, padahal selama
ini Maluku dianggap sebagai daerah yang harmonis. Bangunan harmoni masyarakat seketika menjadi
runtuh, luluh lantak. Prasarana pemerintah yang ada sebagai pusat pelayanan publik rusak, terjadi
gelombang pengungsian dimana-mana. Aktifitas perekonomian masyarakat terhentih total. Secara materil

para pelaku ekonomi mengalami kerugian, nyawa melayang secara sia-sia. Konflik yang terjadi dalam
rentang waktu itu, pada akhirnya menjadi konflik agama, meskipun kalau dilihat dari latar belakang konflik
tersebut banyak faktor yang terakumulasi di dalamnya. (Karel Albert Ralahalu. Otonomi Daerah…,Hal. 89).

4

bermasyrakat; dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, persamaan hak dan
mengakui adanya keragaman latar belakang budaya dan kemajemukan yang
mengantarkan kepada.
Berpijak pada uraian yang telah disampaikan, penulis mencoba menggambarkan
konsep multikultural dalam perpektif Al-Quran serta pesan-pesan Al-Quran yang menjadi
pedoman bagi manusia dalam upaya menjaga dan meningkatkan kerukunan dan
kedamaian dalam hidup multikultural dalam karya tulis ilmiah dengan judul “Wawasan
al-Quran tentang Multikultural”.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah:
1. Bagaimana konsep multikulturalisme dalam perpektif Al-Quran ?
2. Apa pesan Al-Quran tentang bimbingan dalam upaya menjaga dan meningkatkan
kerukunan dan kedamaian dalam hidup multikultural ?


3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan dengan uraian rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan:
1. Mengetahui konsep multikulturalisme dalam perpektif Al-Quran.
2. Mengetahui pesan Al-Quran tentang bimbingan dalam upaya menjaga dan
meningkatkan kerukunan dan kedamaian dalam hidup multikultural.

5

B. BAHAN DAN METODE
Penulisan karya ilmiah ini berjenis kualitatif

library research dengan

menggunakan analisis isi. Sumber data yang diperoleh dari hasil penelitian yang relevan
yang terdapat pada jurnal penelitian dan buku-buku referensi dengan pengkajian teori
diperkuat dengan ayat-ayat al-Quran dengan berdasarkan tafsir kontemporer al-Mishbah
karangan M. Quraish Shihab.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Konsep Multikulturalisme dalam Prepektif Al-Quran
Secara


sederhana

multikultural

berarti

“Keberagaman

budaya”.

Istilah

“multikultural”, secara bahasa dibentuk dari kata “multi” yang berarti banyak, sementara
kata “kultural” diartikan sebagai budaya. Pengertian tersebut secara subtansial
mengandung pengakuan martabat manusia yang dapat hidup dalam keberagaman
kebudayaan yang masing-masing cenderung unik.4
Lebih lanjut dikatakan bahwa multikulturalisme berasal dari frase multi (banyak),
kultur (budaya), kemudian mendapat aksen isme (aliran, faham) yang berarti sebuah
pandangan yang menekankan keberbagian budaya yang interaksi dan kebudayaan yang

satu, namun secara internal terwujud dari unsur-unsur yang berbeda.5 Akar kata yang
dapat digunakan untuk memahami multikulturalisme adalah kata “kultur”. Dalam catatan
M. Ainul Yaqin, ada cukup banyak ilmuan dunia yang memberikan defenisi kultur.
Walaupun pengertian kultur sedemikan beragam, tetapi ada beberapa titik kesamaan yang
mempertemukan keragaman defenisi yang ada tersebut. Conrad P. Kottak menjelaskan
bahwa kultur memiliki beberapa karakter khusus. Pertama,kultur adalah sesuatu yang
general dan spesifik sekaligus. Kedua, kultur adalah sesuatu yang dipelajari. Ketiga,
kultur adalah sebuah simbol. Keempat, kultur dapat membentuk dan melengkapi sesuatu
yang alami. Kelima, kultur adalah sesuatu yang dilakukan secar bersama-sama yang

4
Rani Dafiah Basta, Pendidikan Multikultural dalam Al-Quran, dalam Jurnal Studi Islam Vol. XI, No.
II, 2015, Hal. 272.
5
Roswati Nurdin, Multikuturalisme dalam Tinjauan Al-Quran, Jurnal al-Asas , Vol. II, No. II, 2015,
Hal. 3. Lihat.. portalgaruda.org/article.php “MultikulturalismeDalamTinjauanAl-Quran”. Diakses 23
November 2017.

6


menjadi atribut bagi individu sebagai anggota dari kelompok masyarakat. Keenam, kultur
adalah sebuah model. Ketujuh, kultur adalah sesuatu yang bersifat adaptif.6
Multikulturalisme sebenarnya merupakan konsep dimana sebuah komunitas dalam
konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman, perbedaan dan kemajemukan budaya,
baik ras, suku, etnis dan budaya. Sebuah konsep yang memberikan pemahaman kita
bahwa sebuah bangsa yang plural atau majemuk adalah bangsa yang dipenuhi dengan
budaya-budaya yang beragam (multikultur). Bangsa yang multikultur adalah bangsa yang
kelompok-kelompok etnik atau budaya yang dapat hidup berdampingan secara damai
dalam prinsip co-existence7 yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya
lain.8
Pemahaman dan pemaknaan terhadap multikulturalisme, yaitu sebuah paham
tentang kultur yang beragam. Dalam keragaman kultur ini menisccayakan adanya
pemahaman, saling pengertian, toleransi, dan sejenisnya, agar tercipta sutu kehidupan
yang damai dan sejahtera serta terhindar dari konfli berkepanjangan.9
Berbagai macam pengertian dan kecenderungan perkembangan konsep serta praktik
multikulturalisme yang diungkapkan oleh para ahli, membuat seorang tokoh bernama
Parekh (1997:183-185) membedakan lima macam multikulturalisme:
1. Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat di mana berbagai
kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi
yang hanya minimal satu sama lain.

2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan
yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan
kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undangundang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan
memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan
mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas
6

Ngainum Naim dan Ahmad Sauqi, Pendidikan Multikultural-Konsep dan Aplikasi, (Jogjakarta: ArRuzz Media, 2011) Cet. III, Hal. 121-125.
7
co-existence=berdampingan; multikultural ini menyusung semangat untuk hidup berdampingan secara
damai (peaceful co-existense) dalam perbedaan kultur yang ada baik secar individual maupun secara
kelompok dan masyarakat.
8
Ngainun Naim dan Achmad Sauqi,Pendidikan…,Hal. 126.
9
Ngainum Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan...,Hal. 125.

7

tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa

negara Eropa.
3. Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural di mana kelompok-kelompok
kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya
dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang
secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk
mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan
kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha
menciptakan suatu masyarakat di mana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra
sejajar.
4. Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural di mana
kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan
kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan
dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
5. Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama
sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat
kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan
interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.
Inti multikulturalisme adalah kesedian menerima kelompok lain secara sama sebagai
kesatuan, tanpa memerdulikan perbedaan budaya, etnik, bahasa, kelamin atau pun agama
yang demikian itu multikulturalisme memberi gambaran serta penegasan bahwa dengan

segala perbedaan dan keberagaman mereka adalah sama di dalam ruang publik.
Multikulturalisme ini juga ditangkap oleh agama, selanjutnya agama mengatur untuk
menjaga keseimbangan masyarakat yang majemuk tersebut. Islam merupakan agama
yang universal. Kemajemukan dan multikultural tentu di bahas dalam kitab sucinya, AlQuran. Al-Quran merupakan “kompas” untuk menemukan dan memahami konsep
multikulturalisme. Konsep multikulturalisme bukan konsep baru dalam wacana Islam.
Kemajemukan merupakan Sunnatullah yang tak dapat di ubah (abadi) dan tidak dapat
diingkari (azali).10 Sebagaimana dalam QS Hud: 118-119, Allah telah menetapkan bahwa

10

Roswati Nurdin, Multikuturalisme... Hal.7

8

manusia tidak diciptakan dalam satu tipe saja. Tetapi mereka akan terus berbeda-beda
satu sama lain.

















  ✓ 

☺






☺





▪












 ✓

Terjemahannya: “Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat
yang satu. Tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat). Kecuali orang yang diberi
rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat (keputusan)
Tuhanmua telah tetap. “Aku pasti akan memenuhi neraka Jahanam dengan jin dan
manusia (yang durhaka) semuanya.”11
Kemudian pada ayat lain,

   
   


















   
Terjemahannya: “Dan sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia jadikan mereka satu
umat, tetapi Dia memasukkan orang-orang yang Ia kehendaki ke dalam rahmat-Nya. Dan
orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka pelindung dan penolong.”12
Dalam pandangan ajaran islam, justru dalam multikultural tersebut terkandung nilainilai penting bagi pembangunan keimanan, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
11
Kementerian Agama RI, Al-Quran Tajwid dan Terjemahannya, (Bandung: Sygma Examedia
Arkanleeme), Hal. 235.
12
Kementerian Agama…,Hal. 483.

9

adalah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lain bahasamu dan warna ulitmu.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi yang
mengetahui.” (QS ar-Rum (30): 22)
Multikultural ini jelas termaktub dalam QS al-Hujurat: 13







   




   
    
    
Terjemahannya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kalian bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”13
Adapun tafsir ayat penulis ambil pada tulisan pakar tafsir Indonesia M. Quraish Shihab
dalam tafsirnya; al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran).
Allah Berfirman: Hai manusia, sesungguhnya Kami Menciptakan kamu dari Seorang
laki-laki dan seorang perempuan, yakni Adam dan Hawwa atau dari sperma (benih lakilaki) dan ovum (indung telur perempuan). Serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa
juga bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal yang mengantar kamu untuk
bantu-membantu serta saling melengkapi. Sesungguhnya yang paling mulia diantara
kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal sehingga tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagiNya, walau detak-detik jantung dan niat seseorang.14

13

Kementerian Agama...,Hal. 517
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah-Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta: Lentera
Hati, 2002) Vol. XII, Hal. 616.
14

10

Ali Ash-Shabuni seperti dikutip Amirulloh Syarbini menafsirkan lita’arafu (saling
mengenal) dengan menjalin komunikasi yang harmonis dan menebarkan cinta kasih serta
kasih sayang yang tiada pilih kasih.
Isyarat lain misalnya termaktub dalam ayat yang terjemahannya berbunyi:
“….Kalau saja Allah menginginkan, niscaya Dia menciptakan manusia sebagai satu
bangsa yang seragam atau ummatan wahidah. Tetapi mereka senantiasa menunjukkan
perbedaan....”15
Demikianlah sekilas gambaran multikultural dalam Al-Quran. Isyarat Al-Quran
atas pengakuan terhadap keragaman manusia dan kebudayaannya. Dalam bahasa lain,
perbedaan budaya, agama, dan kepercayaan merupakan orders of nature atau
sunnatullah. Sesungguhnya semua manusia itu berasal dari Ayah dan Ibu yang sama
pada awalnya. Allah Maha Agung dan Indah di atas segala keindahan oleh karena itu
Allah memberi warna pada dunia yang Ia ciptakan, maka diciptakanlah keberagaman
berbagai bentuk ras, suku, budaya bahkan bahasa yang berbeda-beda. Namun di antara
keberagaman dan keberbedaan itu bukan untuk menjadikan kita sombong dan untuk tidak
saling mengenal tapi sebaliknya, untuk selalu membangun tali silaturahmi; saling
mengenal untuk saling membantu dan saling melengkapi karena ukuran kemuliaan
seseorang terletak pada ketaqwaannya kepada Sang Khaliq. Karenanya keragamaan ini
mestinya dijadikan sarana, jalan kerja sama, dan kompetisi guna mencapai yang terbaik.
Dalam menafsirkan Alquran tentang multikulturalisme, ada dua hal yang penting
untuk diperhatikan, Pertama, Alquran tidak hanya berbicara kepada umat Islam tapi
berbicara kepada banyak umat, baik Nasrani, Yahudi, dan lain-lain. Dalam Alquran
terdapat ungkapan-ungkapan seperti hai orang-orang beriman (yā ayyuḥa alladżīna
āmanū), hai manusia (yā ayyuḥa al-nās), hai orang-orang kafir (yā ayyuḥa alkāfirūn),
dan sebagainya, yang membuktikan bahwa Alquran pada saat itu memang tidak hanya
berbicara pada satu pihak saja, umat Islam, namun juga berbicara kepada banyak pihak.
Kedua, Alquran berbicara pada hal-hal yang bersifat multikulturalistik. Banyak suara
yang direfleksikan oleh Alquran, berbicara kepada banyak representasi, ada suara untuk
Muhammad, ada suara yang disampaikan Allah sendiri, dan juga ada suara yang
15

QS Hud: 13.

11

disampaikan kepada umat manusia yang lain. Intinya, Alquran telah mengenal gagasan
multikulturalisme dalam arti keragaman budaya berbasis agama, etnisitas, dan lain-lain.
Bahkan secara normatif, Alquran mengakui bahwa manusia dijadikan berbangsa-bangsa
(syu’ūban) dan bersuku-suku (qabāil) agar mereka saling mengenal dan menghargai satu
sama lain sebagaimana dalam QS al-Hujurat: 13.16
Adapun tujuan multikulturalisme adalah untuk kerjasama, kesederajatan dan
mengapresiasi dalam dunia yang kian kompleks dan tidak monokultur lagi. Yang mana
mengajak kita untuk lebih arif melihat perbedaan dan usaha untuk bekerjasama secara
positif dengan yang berbeda. Disamping untuk terus mewaspadai segala bentuk-bentuk
sikap yang bisa mereduksi multikulturalisme itu sendiri karena multikultural ini tak bisa
ditolak ataupun dibungkam namun membutuhkan keterlibatan serta peleburan diri yang
baik agar kehidupan masyrakat madani dapat dicapai. Tetapi tetap memperhatikan batas
ketoleransian yakni aqidah dan pelaksanaan ibadah seseorang.
2. Pesan Al-Quran dalam Hidup Multikultural
Islam merupakan ajaran rahmatan lil’alamin dengan Al-Quran sebagai kitab
universal memuat ayat-ayat tentang petunjuk dan pedoman yang sangat penting bagi
kehidupan manusia dalam hubungan kepada Allah dan juga hubungan kepada manusia
serta hubungan kepada alam sekitar. Tak ada keraguan padanya sama sekali, petunjuk
bagi orang yang bertaqwa sebagaimana Firman-Nya, “Alif La Mim. Kitab (Al-Quran) ini
tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”17
Dari sekian ayat-ayat petunjuk dan pedoman terdapat pesan-pesan yang seharusnya
menjadi pedoman bagi manusia untuk upayanya menjaga dan meningkatkan kerukunan
dan kedamaian dalam kehidupan multikultural. Adapaun pesan-pesan itu diantaranya:
a. Al-Quran menyatakan bahwa manusia berasal dari asal muasal yang sama.
Sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Hujurat: 13, QS an-Najm: 45-46 dan QS anNisa:1

16

Roswati Nurdin,..., Hal. 11.
Kementerian Agama RI, Al-Quran Tajwid dan Terjemahannya, (Bandung: Sygma Examedia
Arkanleeme), Hal. 2.
17

12




   


   
    
    
Terjemahannya: ““Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kalian bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”18
Ayat ini menjelaskan bahwa kita dari asal-muasal yang sama dari seorang lakilaki (Adam) dan seorang perempuan (Hawwa). Kemudian menjadikan kita bersuku-suku
tentulah dengan keragaman budaya, tradisi, etnis, rupa, warna kulit dan bahasa yang
demikian itu untuk kalian saling mengenal; tukar menukar informasi, saling membantu
dan bekerja sama bukan untuk ajang sombong-sombongan dan saling menghujat. Titik
kemuliaan seseorang bukanlah diukur dari pada sikapnya yang membangga-bangga
perbedaan itu

namun bagaimana ia memanfaatkan itu semua untuk mencapai

ketaqwaannya kepada Sang Khalik.
Selain itu ayat lain yang menggambarkan tentang kesamaan asal muasal manusia
adalah QS. An-Najm (53): 45-46 sebagai berikut:

☺

✓
Terjemahnya: “Dan sesungguhnya Dialah yang menciptakan pasangan laki-laki dan
perempuan dari mani, apabila dipancarkan.”
Demikian juga pada QS an-Nisa: 1,




▪    

18

QS al-Hujurat:13, Kementrian Agama RI, Ibid., Hal. 517

13

   
   












  
Terjemahannya: : “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya
(Hawa) dari (diri)nya; dan dari kedua-nya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada dengan nama-Nya kamu saling meminta
dan (periharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasimu.”19.
M. Quraish Shihab dalam tafsirnya menuturkan bahwa ayat ini sebagai pendahuluan
untuk mengatakan lahirnya persatuan dan kesatuan dalam masyarakat, serta bantumembantu dan saling menyayangi karena manusia berasal dari satu keturunan tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan, kecil dan besar, beragama atau tidak
beragama. Semua dituntut untuk menciptakan kedamaian dan rasa aman dalam
masyarakat serta saling menghormati hak-hak asasi manusia.20
b. Al-Qur’an menyatakan bahwa dulu manusia adalah umat yang satu. Allah
menciptakan mereka sebagai mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama
lain. Namun, manusia tidak mengetahui secara menyeluruh bagaimana
memperoleh kemaslahatan, tidak juga mengetahui bagaiman mengatur hubungan
antar sesama dan tidak pula mengatasai perselisihan yang ditimbulkan oleh sifat
egoisme manusia pada waktu kapan saja. Oleh karena itu saat timbul perselisihan,
Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi
peringatan. Agar bisa menuntun mereka kepada ke arah yang lebih baik. Allah pun
menurunkan bersama mereka kitab yang berisi petunjuk, untuk memberikan
keputusan yang benar dan lurus diantara manusia tentang perkara yang mereka

19

Kementerian Agama RI,.., Hal. 77.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Ed. Rev.,Volume III
(Tangerang: PT Lentera hati, 2016) Cet. I, Hal. 397-398.
20

14

perselisihkan. Sebagaimana dijelaskan di dalam Surat al-Baqarah ayat 213 yang
berbunyi:
Terjemahannya: “Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan),
Maka Allah mengutus Para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan
bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang
perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang
yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, Yaitu setelah datang kepada mereka
keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah
memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang
mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu memberi petunjuk
orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”21
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa sumber perselisihan, permusuhan dan perpecahan
di kalangan umat beragama adalah bukan karena ajaran agama yang dianutnya.
Perselisihan dan penolakan bukanlah karena kitab yang di turunkan tidak jelas tetapi
mereka berselisih karena telah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata.
Penolakan dan perselisihan itu disebabkan olah rasa dengki mereka sendiri.22 Rasa
dengki yang membuat mereka mengabaikan ajaran agamanya masing-masing.
Seandainya mereka menghilangkan rasa dengkinya dan murni mengamalkan ajaran
agamanya, niscaya tidak terjadi perselisihan semacam itu. Karena, tiap-tiap agama
mengajarkan pemeluknya untuk menjadi manusia-manusia yang baik dan menghargai
orang lain.
c. Al-qur’an menekankan untuk menghindari konflik dan melaksanakan rekonsiliasi
atas berbagai persoalan yang terjadi, yakni upaya perdamaian melalui sarana
pengampunan atau memaafkan. Pemberian ampun atau maaf dalam rekonsiliasi
adalah tindakan tepat dalam situasi konflik komunal. Dalam ajaran Islam, seluruh
umat manusia harus mengedepankan perdamaian, cinta damai dan memberi rasa
aman bagi seluruh makhluk. Juga secara tegas al-Qur’an menganjurkan untuk
memberi maaf, membimbing kearah kesepakatan damai dengan cara musyawarah,

21

Kementerian Agama RI,...,Hal. 33.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Ed. Rev.,Volume III
(Tangerang: PT Lentera hati, 2016) Cet. I, Hal. 549-551.
22

15

duduk satu meja dengan prinsip kasih sayang. Hal tersebut terdapat dalam Surat
asy-Syuura ayat 40 yang berbunyi :
Terjemahannya: “Dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa,tetapi
barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orangyang berbuat jahat) maka
pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.”23
d. Ber-amar ma’ruf nahi munkar, merupakan salah satu pesan untuk tindakan
preventif lainnya yang harus ditegakkan setelah upaya perdamaian telah dilakukan.
Amar ma’ruf nahi munkar singkatnya sebagai prinsip penegak penyeru kebajikan
dan upaya memerangi kemunkaran. Sebagaimana firman-Nya dalam QS AliIslam: 104.
Terjemahannya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyuruh
kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencagahdari yang munkar.
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”24
Dalam ayat tersebut mengandung tiga substansi, yakni perintah menyeru kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Implikasinya adalah
memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran, sangat penting dalam
menegakkan masyarakat yang harmonis, karena adanya kekuatan yang secara alami
mendorongan kita kepada kebajikan yang bersumber dari hati nurani. 25 Dengan cara ini
harapnya dapat menegakkan kerukunan bermasyarakat.
e. Al-Quran selalu menyuruh kita agar selalu bersilaturahmi. Silahturahmi
merupakan wadah pengawet hubungan antar sesama. Misalnya dalam FirmanNya pada QS Ali-Imran: 103.
Terjemahannya: “Dan berpegang teguhlah kamu semua pada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan
karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi

23

Kementerian Agama,...,Hal. 487.
Kementerian Agama RI,…,Hal. 95.
25
Roswati Nurdin,..., Hal. 22.

24

16

jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.”26
f. Ketika menghadapi permasalahan,

Al-Qur’an mengajarkan untuk selalu

mengedepankan klarifikasi, dialog, diskusi, dan musyawarah. Tidak boleh
menjatuhkan vonis

tanpa mengetahui dengan jelas

permasalahannya.27

Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Hujurat ayat 6 yang berbunyi:
Terjemahannya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik
membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
g. Al-Qur’an mengajarkan untuk tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Toleran dan kerukunan haruslah dibangun. Sebagaimana dijelaskan dalam
surat al-Baqarah ayat 256 yang berbunyi:
Terjemahannya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya
telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dan jalan yang sesat. Barang siapa yang
ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sungguuh, dia telah berpegang
(tegu) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui.”28
Islam merupakan agama rahmat, yang dapat menyinari dan memberi perlindungan
bagi siapa pun yang memeluknya. Dalam memeluknya pun tidak ada paksaan dan tekanan
apalagi bentuk peperangan dan permusuhan. Tidak ada paksaan dalam menganut agama.
Mengapa ada paksaan, padahal Dia tidak membutuhkan sesuatu. Mengapa ada paksaan
padahal kiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (QS. AlMaidah: 48). Perlu dicatat, bahwa yang dimaksud dengan tidak ada paksaan dalam
menganut agama adalah menganut akidahnya. Ini berarti jika seseorang telah memilih
satu akidah, katakanlah saja akidah islam, maka dia terikatdengan tuntunan-tuntunannya

26

Kementerian Agama, Ibid., Hal. 63.
Maarifudin,
“Multikultural
dalam
Pandangan
http://maariffuadi.blogspot.co.id/2014/01/multikulturalisme-dalam-pandangan-islam.html.
November 2017.
28
Kementerian Agama, Ibid., Hal. 42.
27

Islam”.
Diakses 23

17

dan berkeajiban melaksanakan perintah-perintahnya. Dia terancam sanksi bila melanggar
ketetapannya.29
h. Al-Qur’an menekankan akan pentingnya saling percaya, pengertian, dan
menghargai orang lain, menjauhi buruk sangka dan mencari kesalahan orang lain.
Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Hujurat ayat 12.
Terjemahannya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari
keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang
diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”30
M. Quraish Shihab menuturkan pada tafsir al-Mishbah, ayat di atas menyatakan Hai
orang-orang yang beriman, jauhlah dengan upaya sungguh-sungguh banyak
dugaan/prasangka, yakni yang tidak memiliki indikator memadai, sesungguhnya
sebagian dugaan yakni yang tidak memiliki indicator itu adalah dosa. Selanjutnya karena
tidak sama prasangka buruk mengundang upaya mencari tahu, maka ayat di atas
melanjutkan bahwa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain yang justru
ditutupi oleh pelakunya serta jangan juga melangkah lebih luas, yakni sebagian dari kamu
mengunjing yakni membicarakan aib sebagian yang lain. Sukakah salah seorang
diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? maka tentulah jika itu
disodorkan kepada kamu, kamu telah merasa jijik kepadanya dan akan menghindari
makanan daging saudara sendiri itu. Karena itu, hindarilah pergunjingan karena ia sama
dengan memakan daging saudara yang telah meninggal dunia dan bertakwalah kepada
Allah, yakni hindari siksa-Nya di dunia dan akhirat, dengan melaksanakan perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya serta bertaubatlah atas aneka kesalahan, sesungguhnya Allah
Maha penerima taubat lagi Maha Penyayang.

29
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah-Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta: Lentera
Hati, 2002) Vol. I, Hal. 668.
30
Kementerian Agama,..., Hal 517.

18

D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Multikultural merupakan istilah singkat untuk keberagaman budaya yang menjadi
corak kehidupan bermasyarakat. Multikulturalisme sebagai sebuah ideologi dimana
sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman, perbedaan
dan kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis dan budaya. Sebuah konsep yang
memberikan pemahaman kita bahwa sebuah bangsa yang plural atau majemuk adalah
bangsa yang dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam (multikultur). Dalam Islam
multikultural adalah Sunnatullah yang tidak dapat dirubah ataupun diingkari. Pantaslah
Tuhan berujar bahwa manusia dari berbagai suku dan bangsa yang memiliki keberagaman
budaya, rupa, bahasa bahkan agama agar saling kenal-mengenal (QS Al-Hujurat: 13) dan
tukar informasi, saling berdialog, prestasi, saling berlomba-lomba dalam kebaikan (QS
Al-Baqarah: 148) dan bekerja sama. Ini semua karena manusia merupakan mahluk yang
serba terbatas dalam bingkai kesempurnaan, ketergantungan antara satu sama lainnya
yang menjadi suatu yang tak terbantahkan; sebagai mahluk sosial. Ini fitrah hukum
kemanusiaan agar terjadi saling kontak dan berkomunikasi. Islam memandang itu sebagai
anugerah Tuhan yang begitu besar yang harus disyukuri (QS. Ar-Rum: 22). Banyak ayatayat dalam Al-Quran yang harusnya dapat menjadi pesan bagi kita agar tetap rukun dan
toleransi dalam kehidupan yang multikultural. Diantaranya memahami bahwasanya
manusia dari asal-muasal yang sama (QS. Al- Najm: 45-46) tak berhaklah kita berlaku
sombong antar sesama, kebebasan beragama (Al-Baqarah: 256), selalu ber-amar ma’ruf
nahi munkar (Ali-Imran: 104), selalu menjaga etika pergaulan (QS. Al-Mumtahanah 89), selalu membangun silaturahmi, serta tidak selalu memvonis dan menjudge individu
atau kelompok seenaknya (QS. Al-Hujurat: 6-12) karena dapat berakibat kepada musibah
kemanusiaan yang berkepanjangan. Intinya, Islam mengajarkan suatu konsep bahwa
perbedaan seharusnya membuat umat manusia bisa saling melengkapi antara satu umat
dan umat lainnya bukan malah menjadi faktor yang menjadi penyebab perselisihan dan
diskriminatif.

19

DAFTAR PUSTAKA
Aripudin, Acep. 2012. Dakwah Antarbudaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Basta, Rani Dafiah. 2015. Jurnal Studi Islam: Pendidikan Multikultural dalam Al-Quran
(Kajian Tafsir QS Al-Hujurat). Ambon: Pascasarjana IAIN Ambon.
Bolong, Bertolomous. Fredrik. 2013. Mencintai Perbedaan-Renungan Lintas Iman
Pluralisme dan Kerukunan. Kupang: Bonet Pinggupir.
Kementerian Agama RI, Al-Quran Tajwid dan Terjemahannya. Bandung: Sygma
Examedia Arkanleeme.
Niam, Ngainum. Sauqi, Achmad. 2011. Pendidikan Multikultural-Konsep dan Aplikasi.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Nurdin, Roswati. Jurnal al-Asas, “Multikulturalisme dalam Tinjauan Al-Qur’an”.
Http://Portalgaruda.org/article.php=MultikulturalismedalamTinjauanAl-Quran.
Diakses 23 November 2017.
Ralahalu, Karel Albert. 2012. Otonomi Daerah di tengah Konflik (Merancang Success
Story Implementasi Otonomi Daerah di Provinsi Maluku).
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah-Kesan, Pesan, dan Keserasian Al-Quran.
Jakarta: Lentera Hati.
- - - - - - -. 2016. Tafsir Al-Mishbah-Kesan, Pesan, dan Keserasian Al-Quran, Ed. Revisi.
Tengerang: Lentera Hati.
Syarbini, Amirulloh. dkk. 2011. Al-Quran dan Kerukunan Hidup Umat Beragama
(Refleksi Cedekiawan Muslim Muda untuk Perdamaian Bangsa). Jakarta: PT Alex
Media Komputindo.