Penyusunan dan Uji Coba Modul Pelatihan Orientasi Masa Depan Domain School and Graduation pada Siswa Kelas X SMAN "X" Bandung (Studi mengenai pemilihan jurusan IPA-IPS di SMA).

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Penyusunan dan Uji Coba Modul Pelatihan Orientasi Masa Depan Domain School and Graduation Pada Siswa Kelas X SMAN “X” Bandung (Studi mengenai pemilihan jurusan IPA-IPS di SMA). Penelitian ini dilatarbelakangi fenomena pemilihan jurusan di SMA. Maksud penelitian ini adalah menguji modul pelatihan orientasi masa depan domain School and Graduation pada siswa kelas X SMAN “X” Bandung. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh modul pelatihan yang teruji dan dapat memperjelas orientasi masa depan domain School and Graduation siswa kelas X SMAN “X” Bandung yang terukur melalui evaluasi terhadap level reaksi dan learning.

Sampel pada penelitian ini adalah 11 siswa kelas X SMAN “X” Bandung dengan orientasi masa depan domain School and Graduation yang berada pada kategori “tidak jelas”dan memiliki dua komponen OMD pada kategori rendah. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner orientasi masa depan domain School and Graduation yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori orientasi masa depan dari Rachel Seginer (2009). Validitas alat ukur berkisar antara 0,33 – 0,50 dan reliabilitas 0,71.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar peserta (siswa kelas X SMAN “X” Bandung) menunjukkan peningkatan kejelasan pada orientasi masa depan domain School and Graduation dan memberikan reaksi yang positif terhadap pelatihan. Modul pelatihan ini telah teruji melalui level reaksi dan learning, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan modul pelatihan yang telah ada dalam meningkatkan kejelasan orientasi masa depan domain School and graduation.

Saran teoretis untuk penelitian selanjutnya adalah dengan membagi sesi pelatihan menjadi dua pertemuan dan melakukan penelitian menggunakan time series. Saran guna laksana bagi pihak sekolah terutama guru bimbingan dan konseling adalah dapat menggunakan modul pelatian ini sebagai salah satu bahan intervensi untuk membantu siswa dalam memilih jurusan di SMA.


(2)

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

PERSYARATAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iv

DAFTAR BAGAN viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah 1

I.2. Identifikasi Masalah 11

I.3. Maksud, Tujuan dan Kegunaan Penelitian 11

1.3.1. Maksud Penelitian 11

1.3.2. Tujuan Penelitian 11

1.3.3. Kegunaan Penelitian 12

I.4. Metodologi 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori 14


(3)

v

2.1.1.1. Pengertian Orientasi Masa Depan 14 2.1.1.2. Model Tiga Komponen Orientasi Masa Depan 15

2.1.2. Remaja 22

2.1.2.1. Definisi 22

2.1.2.2. Ciri-ciri Remaja 23

2.1.2.3. Tugas Perkembangan Remaja 24

2.1.3. Experiental Learning 25

2.1.3.1. Fase dalam Experiental Learning 26 2.1.3.2. Tahapan dalam Experiental Learning 30 2.1.3.3. Metoda dalam Experiental Learning 33 2.1.3.4. Mengembangkan Tujuan Pelathan Aktif 38 2.1.3.5. Mengembangkan Tujuan Instruksi Umum 39 2.1.3.6. Mengembangkan Tujuan Instruksi Khusus 40 2.1.3.7. Menginformasikan Materi Pelatihan 42 2.1.3.8. Pedoman Umum Merancang Program Training 42 2.1.4. Penyusunan Modul Pelatihan Orientasi Masa Depan 44

2.1.4.1. Definisi 43

2.1.4.2. Tahapan Penyusunan Program Pelatihan 45

2.1.5. Evaluasi Program Pelatihan 51

2.1.5.1. Definisi Evaluasi Program 51

2.1.5.2. Alasan Evaluasi Program Dilaksanakan 51

2.1.5.3. Tipe Evaluasi Program 52

2.1.5.4. Tahapan Evaluasi Program 53

2.1.5.5. Tujuan Evaluasi Program 54


(4)

vi

2.1.5.7. Penerapan Evaluasi Empat Level menurut Kirkpatrick 56

2.2. Kerangka Pemikiran 59

2.3. Asumsi 69

2.4. Hipotesis 69

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian 70

3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 71

3.2.1. Variabel Penelitian 71

3.2.2. Definisi Konseptual 71

3.2.3. Definisi Operasional 73

3.3. Alat Ukur 75

3.3.1. Kisi-kisi Alat Ukur 73

3.3.2. Prosedur Pengisian 77

3.3.3. Sistem Penilaian 77

3.3.4. Data Pribadi dan Data Penunjang 78

3.3.5. Evaluasi Program Pelatihan 78

3.3.6. Validitas Alat Ukur 79

3.3.7. Reliabilitas Alat Ukur 81

3.4. Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel 81

3.4.1. Populasi Sasaran 81

3.4.2. Karakteristik Populasi 81

3.4.3. Tenik Penarikan Sampel 82

3.5. Perancangan Modul pelatihan 82

3.6. Teknik Analisis Data 83


(5)

vii BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Peserta Pelatihan 84

4.2. Hasil Penelitian 84

4.2.1. Hasil Penelitian Berdasarkan Uji Statistik 85 4.2.2. Hasil Penelitian Berdasarkan Proses Learning 86 4.2.3. Hasil Penelitian Berdasarkan Reaksi Peserta 88 4.3. Pembahasan Hasil Uji Coba Modul Pelatihan 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 116

5.2. Saran 118

5.2.1. Saran Praktis 118

5.2.2. Saran Penelitian 118

DAFTAR PUSTAKA 120

DAFTAR RUJUKAN 122


(6)

viii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Model Tiga Komponen Orientasi Masa Depan dari Seginer 16

Bagan 2.2. Kerangka Pemikiran 68


(7)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Evaluasi menurut Walter & Marks 29 Tabel 2.2. Metoda-Metoda Analisa Kebutuhan 45 Tabel 2.3. Proses Pengukuran dan Pengumpulan Data Evaluasi 59

Tabel 3.1. Kisi-Kisi Alat Ukur 76

Tabel 3.2. Sistem Penilaian Item Pernyataan 78

Tabel 3.3. Kriteria OMD 78

Tabel 3.4. Aspek Penilaian Evaluasi Program 79

Tabel 3.5. Validitas Alat Ukur 80

Tabel 3.6. Rancangan Pelatihan OMD

domainSchool and Graduation 82

Tabel 4.1. Gambaran Peserta Pelatihan Berdasarkan usia 84 Tabel 4.2. Gambaran Peserta pelatihan Berdasarkan Jenis Kelamin 85 Tabel 4.3. Hasil Penelitian Berdasarkan Uji Statistik 85 Tabel 4.4. Hasil Penelitian Berdasarkan Proses Learning 86 Tabel 4.5. Tabulasi Silang Hasil Penelitian Berdasarkan Proses

Learning 87

Tabel 4.6. Hasil Penelitian Berdasarkan Reaksi Peserta Sesi I

(Materi) 88

Tabel 4.7. Hasil Penelitian Berdasarkan Reaksi Peserta Sesi I


(8)

x

Tabel 4.8. Hasil Penelitian Berdasarkan Reaksi Peserta Sesi I

(Waktu) 92

Tabel 4.9. Hasil Penelitian Berdasarkan Reaksi Peserta Sesi I

(Fasilitas) 93

Tabel 4.10. Hasil Penelitian Berdasarkan Reaksi Peserta Sesi II

(Materi) 94

Tabel 4.11. Hasil Penelitian Berdasarkan Reaksi Peserta Sesi II

(Trainer & Fasilitator) 95

Tabel 4.12. Hasil Penelitian Berdasarkan Reaksi Peserta Sesi II

(Waktu) 97

Tabel 4.13. Hasil Penelitian Berdasarkan Reaksi Peserta Sesi II

(Fasilitas) 98

Tabel 4.14. Hasil Penelitian Berdasarkan Reaksi Peserta Sesi III

(Materi) 99

Tabel 4.15. Hasil Penelitian Berdasarkan Reaksi Peserta Sesi III

(Trainer & Fasilitator) 100

Tabel 4.16. Hasil Penelitian Berdasarkan Reaksi Peserta Sesi III

(Waktu) 102

Tabel 4.17. Hasil Penelitian Berdasarkan Reaksi Peserta Sesi III

(Fasilitas) 103

Tabel 4.18. Hasil Penelitian Berdasarkan Evaluasi Pelatuhan Secara


(9)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Kesediaan

Lampiran 2 Kuesioner Orientasi Masa Depan dalam Domain School and Graduation untuk pre-test

Lampiran 3 Kuesioner Orientasi Masa Depan dalam Domain School and Graduation untuk post-test

Lampiran 4 Rundown dan Rancangan Pelatihan Orientasi Masa Depan dalam Domain School and Graduation

Lampiran 5 Kuesioner Evaluasi per Sesi (I – III)

Lampiran 6 Kuesioner Evaluasi Pelatihan secara keseluruhan Lampiran 7 Data dan Hasil Pre & Post-Test Peserta Pelatihan Lampiran 8 Materi Pelatihan

Lampiran 9 Dokumentasi Pelatihan Lampiran 10 Validitas alat ukur


(10)

1

BAB I

PENDAHUL UAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Zaman modern menuntut bertambahnya minat siswa untuk meneruskan pendidikan mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi agar memperoleh pekerjaan yang baik dan memenuhi kebutuhan mereka. Dengan adanya tuntutan zaman seperti itu, bukan minat saja yang menjadi hal utama, pengetahuan dan kemampuan siswa juga harus mumpuni agar dapat bersaing untuk mendapatkan pendidikan tinggi ataupun pekerjaan yang layak dan sesuai dengan cita-cita dan kemampuan siswa.

Dalam mencapai cita-cita mereka di masa depan dalam bidang pendidikan ataupun pekerjaan, siswa SMA harus melalui beberapa rangkaian harapan, perencanaan dan gol/sub-gol. Hal terdekat yang dipersiapkan oleh siswa SMA terutama siswa kelas X adalah persiapan untuk ujian kenaikan kelas ke kelas XI dan pemilihan jurusan. Pemilihan jurusan di SMA menjadi penting karena akan menentukan/mengarahkan siswa secara spesifik dalam meraih cita-cita mereka. Dengan memilih jurusan yang tepat dan sesuai dengan minat dan kemampuan akan berdampak pada selesainya pendidikan mereka di SMA dengan baik dan membantu siswa dalam menentukan pilihan jurusan di Perguruan Tinggi ataupun bidang


(11)

2

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA pekerjaan nantinya. Namun masalah memilih jurusan di SMA sering dianggap tidak penting dan kerap kali diabaikan, hal ini terlihat dari banyaknya siswa SMA kelas X memilih jurusan hanya mempertimbangkan penilaian orang lain, pengaruh teman-teman terdekat, dan ataupun karena keadaan, tanpa mempertimbangkan minat dan ataupun kemampuan siswa dengan jurusan yang dipilihnya.

Banyaknya siswa yang memilih jurusan tanpa mempertimbangkan minat dan ataupun kemampuannya disebabkan oleh paradigma salah yang berkembang pada masyarakat umum dan dunia pendidikan di Indonesia khususnya. Tujuan diadakannya penjurusan di SMA adalah untuk memfasilitasi siswa agar dapat menyelesaikan pendidikan mereka di SMA dengan baik sesuai jurusan minat mereka dan sebagai persiapan/bekal mereka untuk melanjutkan pendidikan ataupun bekerja nantinya. Semua jurusan yang diadakan kedudukannya setara, namun saat ini paradigma yang berkembang adalah jurusan IPA lebih baik dibandingkan jurusan IPS dan jurusan Bahasa. Ada anggapan di setiap sekolah, bahwa setiap siswa yang masuk ke jurusan IPA adalah siswa-siswa “pintar”, karena memiliki nilai mata pelajaran IPA yang di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sekolah dan mendapatkan rangking atau memiliki nilai raport di atas KKM sekolah. Sedangkan siswa yang masuk ke jurusan IPS biasanya diidentikkan dengan siswa yang “gagal” (gagal masuk jurusan IPA), siswa yang kurang pintar dan sering sekali dikaitkan dengan siswa yang “nakal/bandel”. Untuk siswa yang masuk ke jurusan Bahasa biasanya digolongkan siswa yang “bodoh”. Sampai saat ini banyak SMA yang tidak menyediakan jurusan Bahasa karena alasan tertentu. Dengan adanya paradigma salah tersebut, para siswa


(12)

3

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA secara langsung maupun tidak langsung terpengaruh, sehingga tidak sedikit siswa SMA dalam memilih jurusan berlomba-lomba untuk masuk ke jurusan IPA. Banyak hal yang dilakukan siswa agar dapat masuk ke jurusan IPA, seperti mengikuti bimbingan belajar atau pun les privat mata pelajaran IPA di luar KBM.

(http://blog.cyberheb.com, http://www.jaripotensi.net; Jumat, 4 September 2011).

Hal yang tidak jauh berbeda ditemukan di SMAN “X” Bandung. SMAN “X” Bandung memiliki misi sekolah yang bertujuan membentuk lulusan yang unggul dalam mutu dan memiliki kepribadian yang luhur yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. SMAN “X” menyediakan jurusan IPA dan IPS, sedangkan jurusan Bahasa tidak dibuka karena tidak tersedianya fasilitas ruangan laboratorium bahasa di sekolah dan sedikitnya minat siswa yang memilih jurusan Bahasa. Di SMAN “X” Bandung, sekarang ini untuk menyaring atau menyeleksi siswanya dalam memilih jurusan, ditetapkan syarat. Syarat masuk ke jurusan IPA, siswa harus memiliki nilai KKM mata pelajaran IPA minimal setara dengan nilai KKM sekolah, memiliki jumlah nilai raport yang minimal setara KKM sekolah dan sesuai dengan pemetaan minat yang telah dilakukan melalui psikotest. Namun masih banyak siswa SMAN “X” Bandung memilih jurusan IPA dengan usaha yang besar tanpa memperhitungkan minat mereka yang sebenarnya. Peneliti melihat fenomena tentang pemilihan jurusan IPA-IPS yang disebabkan oleh paradigma yang keliru bahwa siswa IPA lebih pintar daripada yang masuk jurusan IPS ditambah dengan stigma dari masyarakat (guru dan orang tua), membuat siswa kurang mempertimbangkan motivasi, kemampuan kognitif dan tindakan untuk mencapai masa depan mereka. Banyak siswa yang akan


(13)

4

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA hanya menjadi pengikut trend paradigma yang salah dan akhirnya terlambat untuk menata masa depan mereka. Hal tersebut membuat peneliti melihat dengan memberikan pelatihan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation, masalah ini dapat diminimalisir.

Pemilihan jurusan di SMA berkaitan erat dengan masa depan siswa, sehingga siswa diharapkan dapat memilih jurusan sesuai dengan keadaan dirinya sendiri dan dipilih secara matang. Pemilihan jurusan IPA atau IPS sebagai titik awal merancang masa depan dalam bidang pendidikan, menurut guru BP, siswa di SMAN “X” Bandung telah dibekali informasi yang berkaitan dengan penjurusan di SMAN “X” Bandung, namun sampai saat ini belum ada seorang siswapun datang ke ruang BP untuk berdiskusi mengenai penjurusan, baik mengali informasi lebih dalam mengenai mata pelajaran, ataupun persyaratan-persyaratan agar bisa masuk jurusan yang mereka minati. Adapun siswa yang datang ke ruang BP bekenaan dengan penjurusan hanya berkonsultasi untuk dapat pindah jurusan setelah menjalani KBM (kegiatan belajar mengajar), atau karena rujukan dari guru wali kelas maupun guru mata pelajaran inti. Karena ada beberapa siswa di jurusan IPA yang memang seharusnya tidak masuk jurusan IPA namun karena pertimbangan tertentu akhirnya masuk jurusan IPA, maupun siswa yang tidak berminat masuk jurusan IPA, namun karena nilainya memadai masuk jurusan IPA dan keinginan orang tua, akhirnya siswa tersebut masuk jurusan IPA, dalam menjalani KBM, siswa bersangkutan mengalami kesulitan untuk mengikuti pelajaran di kelas, dan sering dipanggil ke ruang BP karena perilakunya ataupun menjadi langganan remedial setiap selesai ujian. Data


(14)

5

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA dari guru BP setiap kenaikan kelas dari kelas XI ke kelas XII, dapat dipastikan ada satu atau dua siswa dari jurusan IPA minta pindah ke jurusan IPS dengan alasan tidak dapat mengikuti pelajaran di kelas. Hal ini menjadi PR (Pekerjaan Rumah) tersendiri bagi guru wali kelas dan guru BP, karena pihak sekolah pada tahun ajaran 2010/2011 memberlakukan aturan penjurusan dilakukan hanya di kelas X naik ke kelas XI, dan tidak diperbolehkan untuk pindah jurusan di kelas XI maupun ke kelas XII. Dalam masalah ini siswa dituntut untuk memiliki komitmen yang dilandasi eksplorasi mengenai penjurusan yang diminatinya, sehingga diharapkan dalam menjalani KBM di jurusan yang dipilihnya menjadi lancar.

Minat masuk jurusan IPA, sampai saat ini masih menjadi prestige tersendiri bagi siswa, dari 5 siswa yang diwawancara dari kelas XI-IPS, 3 diantaranya, awalnya ingin masuk jurusan IPA, namun karena persyaratan nilai tidak memenuhi sehingga mereka masuk jurusan IPS. Dari 5 siswa kelas XI-IPA, semuanya berminat masuk jurusan IPA, salah satunya adalah siswa yang masuk karena pertimbangan tertentu. Dan dari 6 siswa kelas X, 5 siswa dengan mantap menjawab ingin masuk jurusan IPA dengan alasan, jika masuk jurusan IPA kedepannya akan lebih mudah, karena dengan masuk jurusan IPA, nanti kuliahnya bisa ambil jurusan apa saja (jurusan IPA/IPS). Tetapi jika dari jurusan IPS, kuliahnya nanti hanya terbatas pada jurusan IPS, walaupun saat ini dari jurusan IPS boleh ambil jurusan kuliah IPA namun menurut mereka akan sulit menjalaninya karena jurusan IPS banyak hafalan, jurusan IPA banyak hitungan dan logika berpikir, sehingga jika terbiasa menghitung dan berpikir logika untuk menghafal akan lebih mudah jika dibandingkan terbiasa menghafal akan


(15)

6

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA sulit untuk berpikir logika dan berhitung. Satu siswa sudah mantap untuk masuk jurusan IPS dengan alasan, karena tidak suka dengan rumus-rumus, walaupun suka matematika/hitungan. Siswa ini lebih memiliki kemampuan menghafal yang baik.

Namun saat ditanyakan mengenai nilai KKM pada mata pelajaran inti dari jurusan masing-masing, 16 siswa (semua) belum mencapai nilai KKM pada semua mata pelajaran. Hanya 5 orang yang memiliki 2 atau lebih mata pelajaran yang nilainya sesuai atau lebih dari KKM, selebihnya masih melakukan proses remedial. Menurut mereka proses remedial adalah proses yang melelahkan dan membuat mereka harus belajar lebih banyak dari teman-temannya yang lainnya. Namun mereka menyatakan apa daya karena setiap ujian nilainya kurang pada mata pelajaran inti. Menurut salah satu siswa, disekolah SMAN ‘X” Bandung proses remedial diberikan dua kali kesempatan, dan jika belum memenuhi standar nilai KKM, siswa yang bersangkutan akan diberikan tugas tambahan. Semua siswa yang diwawancarai, mengakui bahwa mereka sering melalui proses remedial setelah ujian, hal tersebut tidak mengherankan, karena tidak seorangpun yang memiliki waktu belajar khusus di rumah, selain belajar disekolah tidak ada siswa juga yang mengikuti les saat ini. Hanya ada satu siswa, yang berminat akan les di semester berikutnya.

Dari 16 siswa yang diwawancarai, satu siswa telah memiliki cita-cita yang sudah pasti dan sedang dijalani, yaitu pembalap, namun dalam pendidikan, siswa tersebut memiliki harapan untuk dapat sekolah setinggi mungkin, tanpa tau pasti apa yang harus siswa tersebut lakukan dengan pendidikannya. Siswa ini ingin masuk IPA, walaupun nantinya ingin jadi pengacara, meskipun dalam pikirannya siswa ini tahu


(16)

7

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA akan lebih masuk akal jika ia membuka bengkel motor karena seseuai dengan profesinya saat ini sebagai pembalap. Keinginan siswa tersebut saat ini menjadi praktisi hukum, menurut siswa tersebut akan lebih keren jika ia menjadi praktisi hukum.

Memiliki pengetahuan dan mengetahui potensi diri adalah penting untuk mengikuti pendidikan saat ini, karena semakin banyaknya populasi siswa, maka semakin banyak persaingan dalam melanjutkan pendidikan, membuat siswa SMAN “X” harus mulai membekali diri dengan pengetahuan dan mempersiapkan masa depan agar dapat bersaing. Dengan mengetahui dan merancang orientasi masa depan, diharapkan akan memiliki perencanaan yang lebih baik dan dengan baik akan menyelesaikan pendidikannya, dan meraih cita-cita mereka.

Masalah pemilihan jurusan di SMA ini dapat dikaji melalui teori Orientasi masa depan. Orientasi masa depan dalah “model masa depan” seseorang yang menjadi dasar dalam penyusunan tujuan, perencanaan, membuat pilihan dalam proses eksplorasi, dan membuat komitmen yang membimbing jalannya perkembangan seseorang (Bandura, 2001; Nurmi, 1991; Seginer, 2003; Trommsdroff, 1983). Orientasi masa depan memiliki tiga komponen, yaitu Motivation, Cognitive Representation, dan Behavioral. Orientasi masa depan penting bagi seseorang yang sedang dalam masa perkembangan terutama pada periode transisi yang biasanya sedang mempersiapkan diri mereka, sebagai antisipasi untuk sesuatu yang ada di depan mereka. Oleh karena itu banyak penelitian mengenai orientasi masa depan ini relevan pada masa perkembangan remaja. Seginer (2003), menyatakan bahwa masa


(17)

8

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA remaja umunya terdapat empat domain-life inti dari orientasi masa depan yaitu pendidikan, pekerjaan, perkawinan dan keluarga, dan self-concern (membentuk identitas sebagai individu yang dewasa).

Berdasarkan hasil survey terhadap 289 siswa kelas X di SMAN “X” Bandung dengan menggunakan kuesioner diperoleh data 126 siswa ingin masuk jurusan IPA, 98 siswa ingin masuk jurusan IPS, dan 65 Siswa masih mengalami kebingungan untuk memilih jurusan yang di pilih. Melalui kuesioner Orientasi Masa Depan, diperoleh data siswa yang memiliki orientasi masa depan pada kategori tidak jelas adalah 10 siswa (3,5%), pada kategori cenderung tidak jelas terdapat 65 siswa (22,5%), pada kategori cenderung jelas terdapat 161 siswa (55,7%), dan pada kategori jelas terdapat 56 siswa (19,4%). Dilihat dari komponen yang membentuk orientasi masa depan, yaitu Motivation, Cognitive, dan Behavior, dari 289 siswa kelas X SMAN “X”, 14 siswa (4,8%) memiliki kategori motivasi yang rendah, 94 siswa (32,5%) memiliki kategori motivasi yang cenderung rendah, 142 siswa (49,1) memiliki kategori motivasi cenderung tinggi, dan 39 siswa (13,5%) memiliki kategori motivasi tinggi. Untuk komponen Cognitive hampir semua siswa telah memiliki

Cognitive Representation yang baik, 5 siswa (1,73%) memiliki kategori cognitive

representation rendah, 37 siswa (12,8%) memiliki kategori cognitive representation

cenderung rendah, 142 siswa (49,1%) memiliki kategori cognitive representation cenderung tinggi, dan 105 siswa (36,3%) memiliki kategori cognitive representation

tinggi. Untuk komponen Behavior hampir semua siswa berada di kategori cenderung rendah ke rendah dan hal ini menjadi hal yang harus diperhatikan, dari 289 siswa, 94


(18)

9

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA siswa (32,5%) memiliki kategori Behavior yang rendah, 185 siswa (64%) memiliki kategori Behavior yang cenderung rendah, 9 siswa (3,1%) memiliki kategori

Behavior yang cenderung tinggi, dan 1 siswa (0,35%) memiliki kategori Behavior

yang tinggi.

Siswa SMAN “X” Bandung masuk pada tahap perkembangan remaja. Masa remaja menuntut individu untuk berpikir dan merencanakan masa depannya. Keputusan yang harus diambil terkait dengan masa depan domain-life, pendidikan, pekerjaan, perkawinan dan keluarga, dan membentuk identitas sebagai individu yang dewasa, dan akhirnya akan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian seseorang selanjutnya. Hal ini selaras dengan apa yang dinyatakan oleh Havighurst bahwa keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tugas perkembangannya akan menjadi dasar bagi penyelesaian tugas perkembangan selanjutnya. Mereka yang berhasil menyelesaikan tugas perkembangannya akan berkembang menjadi individu yang bahagia dan cenderung akan sukses dengan tugas perkembangan berikutnya. Sebaliknya, mereka yang gagal dalam menyelesaikan tugas perkembangannya akan tampil sebagai pribadi yang tidak bahagia, terasing dalam lingkungan dan mengalami kesulitan ketika menghadapi tugas perkembangan selanjutnya. Kondisi ini menunjukkan banyaknya masalah yang terkait dengan pengambilan keputusan di masa remaja. Di samping itu, adanya tekanan dari peer group juga menjadi hal yang turut mewarnai proses pengambilan keputusan mereka (Papalia, Olds & Feldman, 2000). Kondisi ini tidak jarang membuat remaja menjadi kurang realitis dalam merumuskan rencana mengenai apa yang hendak mereka capai di masa depan,


(19)

10

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA sehingga remaja membutuhkan bantuan dalam mempersiapkan masa depan yang baik.

Pelatihan orientasi masa depan yang telah diujicobakan oleh beberapa peneliti hampir semua menggunakan teori orientasi masa depan dari J. E. Nurmi (1989), di antaranya penelitian oleh Eri Vidiyanto (2006) dengan judul “Peyusunan Modul Pelatihan Menyusun Orientasi Masa Depan ‘Planning Your Future’ Bagi Remaja” dan penelitian oleh Cindy Maria (2008) dengan judul “Perancangan Modul Pelatihan Orientasi Masa Depan dalam Bidang Pendidikan pada Siswa/i kelas I SMA “X” Bandung”, kedua intervensi yang diberikan memberikan dampak yang signifikan bagi peningkatan kejelasan orientasi masa depan dalam bidang pendidikan pada pesertanya. Pesertapun, memberikatan penilaian yang positif pada evaluasi pelatihan level reaksi. Metoda pelatihan yang memberi dampak peningkatan kejelasan orientasi masa depan kiranya dapat digunakan juga dalam peningkatan kejelasan orientasi masa depan domain school and graduation. Teori orientasi masa depan dari Nurmi terdiri dari komponen motivasi, perencanaan dan evaluasi, sedangkan teori orientasi masa depan dari Seginer terdapat perbedaan penggunaan istilah, namun memiliki kerangka pikir teori orientasi masa depan yang serupa dengan teori OMD dari Nurmi. Dalam pelatihan ini materi disusun dengan acuan teori orientasi masa depan dari Rachel Seginer (2009), yang membekali pengetahuan peserta mengenali potensi dan minat, mengukur pengetahuan mereka serta mengeksplorasi dan berkomitment membuat tindakan nyata dalam merancang orientasi masa depan domain school and


(20)

11

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

graduation, khususnya dalam memilih dan menentukan jurusan yang sesuai dengan

diri mereka dan mendukung cita-cita mereka.

1.2. Identifikasi Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah menyusun modul seperti apakah yang baik untuk meningkatkan orientasi masa depan domain school and graduation bagi siswa kelas X SMAN “X” Bandung.

1.3. Maksud, Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh modul pelatihan yang dapat memberikan pemahaman, kesadaran dan keterampilan untuk merancang orientasi masa depan yang jelas dan realistis.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah modul pelatihan yang tersusun dapat membantu siswa kelas X SMAN “X” Bandung dalam merancang Orientasi Masa Depannya, yang diukur dari tiga komponen OMD yaitu Motivation,


(21)

12

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 1.3.3. Kegunaan Penelitian

1.3.3.1.Kegunaan Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi: § Ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan & Pendidikan untuk

memperdalam pemahaman dan memperkaya pengetahuan psikologi mengenai Orientasi Masa Depan siswa SMA.

§ Sebagai bahan rujukan bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian mengenai Orientasi Masa Depan pada siswa SMA ataupun topik lain yang berkaitan.

1.3.3.2.Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai Orientasi Masa Depan domain school and graduation pada siswa kelas X SMAN “X” Bandung bagi:

§ SMAN “X” khususnya kepala sekolah, para guru dan wali kelas mengenai Orientasi Masa Depansiswanya untuk membantu memberikan bimbingan.

§ Para siswa SMAN “X” mengenai Orientasi Masa Depan mereka, agar dapat dimanfaatkan dalam upaya pengembangan diri dan penyesuaian diri yang lebih baik dalam memilih jurusan menjadi realistis.

§ Praktisi pendidikan, praktisi psikologi khususnya psikologi Perkembangan dan Psikologi Pendidikan, para trainer, agar dapat menggunakan dan memanfaatkannya dalam memberikan arahan dan bimbingan bagi para siswa.


(22)

13

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 1.4. Metodologi

Penelitian ini menggunakan metode Quasi Experimental dengan desain penelitian One Group Pre-Post Test Design. Pre-Post Test Design yang menjelaskan perbedaan dua kondisi sebelum dan sesudah intervensi dilakukan (Graziano & Laurin, 2000). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

Purpossive Sampling, yaitu sampel diambil dari unit populasi yang ada pada saat penelitian dan semua individu yang memenuhi karakteristik populasi diambil sebagai sampel. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis


(23)

116

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian mengenai Uji Coba Pelatihan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation (Penjurusan IPA-IPS) pada siswa kelas X SMAN “X” Bandung, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Modul Pelatihan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation (Penjurusan IPA-IPS) ini dapat meningkatkan kejelasan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation (Penjurusan IPA-IPS) pada siswa kelas X SMAN “X” Bandung.

2. Semua peserta pelatihan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation (Penjurusan IPA-IPS) mengalami peningkatan kejelasan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation (Penjurusan IPA-IPS), dan sebagian besar peserta mengalami peningkatan dalam kategori kejelasan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation, mulai dari kategori cenderung tidak jelas dan tidak jelas pada kategori cenderung jelas dan jelas. Hal ini menandakan bahwa Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Pelatihan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation (Penjurusan IPA-IPS) tercapai.


(24)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 117

3. Sebagian besar peserta menghayati bahwa Pelatihan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation (Penjurusan IPA-IPS) ini sangat bermanfaat dan sangat menarik, sehingga proses pembelajaran tersebut membuat siswa orientasi masa depan yang lebih jelas.

4. Semua kemampuan peserta pada komponen Motivation dan Cognitive Representation mengalami peningkatan. Sebagian besar peserta mampu menentukan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation (Penjurusan IPA-IPS) secara lebih spesifik dan mengetahui cara untuk mencapai target tersebut.

5. Terdapat lebih banyak siswa (63,6%) yang mengalami peningkatan dalam kategori kejelasan orientasi masa depan pada komponen Behavioral meskipun semua siswa mengalami peningkatan skor kejelasan orientasi masa depan. Hal tersebut dikarena terbatasnya waktu pelatihan bagi siswa melakukan eksplorasi dalam pelatihan ini sesi behavioral masih banyak pembelajaran di area kognitif.


(25)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 118

5.2. SARAN

5.2.1. Saran Praktis

1. Untuk siswa kelas X SMAN “X” Bandung diharapkan dapat menerapkan hal-hal yang telah diperoleh sealma pelatihan dan menjalankan action plan yang telah dibuat di akhir pelatihan untuk membantu memilih jurusan saat kenaikan ke kelas II.

2. Untuk pihak sekolah terutama guru wali kelas dan guru Bimbingan Konseling (BK) dapat menggunakan informasi yang diperoleh dari hasil pelatihan untuk membantu siswa kelas X SMAN “X” Bandung dalam memilih jurusan saat kenikan ke kelas II.

2. Untuk praktisi pendidikan, Psikolog dan Trainer, dapat melakukan uji efektivitas dan merevisi kembali modul Pelatihan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation (Penjurusan IPA-IPS) ini.

5.2.2. Saran Teoretis

1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti efektifitas modul Pelatihan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation (Penjurusan IPA-IPS).

2. Melakukan revisi modul pelatihan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation dengan memperjelas pengertian setiap sub-komponen yang terdapat dalam teori Orientasi Masa Depan dari R. Seginer (2009) untuk ketiga komponen Orientasi Masa Depan.


(26)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 119

3. Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penyempurnaan pada alat ukur, terutama pada komponen cognitive representative sub-komponen fear.

4. Melakukan perbaikan cara penyampaian materi maupun materi yang dibawakan pada sesi behavioral. Serta melakukan post-test kurang lebih satu bulan setelah pelatihan supaya peserta dapat melakukan proses exploration dan commitment dalam rangka pemilihan jurusan di SMA.


(27)

122

DAFTAR PUSTAKA

Grasiano, Anthony., Michael L. Raulin. 2000. Research Methods, A Proses of Inquiry, Fourth Edition. United Stated of America: Allyn & Bacon, A Pearson Education Company.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Johnson, David. 2006. Joinning Together. New Jersey: Prentice Hall, Inc

Kirkpatrick, Donald L. 1988. Evaluation Training Program, the Four Level 2nd Ed. San Fransisco: Berrett-Koehler, Inc.

Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nurmi, J. E. 1989. Adolescent Orientation to the Future. Development of Interest and plans, and related attributions and affects, in the life-span context. Helsinki: Scientiarium Fennita.

Papalia, Diane E., Olds, Sally Wendkos & Feldman, Ruth Duskin. 2009. Human Development (Perkembangan Manusia) edisi 10 buku 1.Jakarta: Salemba Humanika.

Posavac, Emil J. & Raymond G. Carey. 1992. Program Evaluation: Methods and Case Studies. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.


(28)

123

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Seginer, Rachel. 2009. Future Orientation: Developmental and Ecological

Perspectives. Springer.

Seginer, Rachel. 2003. Adolescent Future Orientation: An Integrated Cultural and Ecological Perspective. Online Reading in Psychology and Culture, unit 6. Retrieved from http://scholarworks.gvsu.edu/orpc/vol6/issl/5.

Silberman, Melvin L. 1990. Active Training: a handbook of techniques, designs, case examples, and tips. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Vernoy, Mark W.2002. Behavioral Statistics in Action. 3rd ed. United Stated : Mc Graw Hill

Walter, Gordon A. & Marks, Stephen E. 1981. Experiential learning and Change. New York: John Wiley & Sons.


(29)

124

DAFTAR RUJUKAN

Maria, Cindy. 2008. Perancangan Modul Pelatihan Orientasi Masa Depan dalam Bidang Pendidikan pada Siswa/i Kelas I SMA “X” Bandung. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

Vidiyanto, Eri. 2006. Penyusunan Modul Pelatihan Menyusun Orientasi Masa Depan “Planning Your Future” Bagi Remaja. Jakarta: Universitas Indonesia.


(1)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 117

3. Sebagian besar peserta menghayati bahwa Pelatihan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation (Penjurusan IPA-IPS) ini sangat bermanfaat dan sangat menarik, sehingga proses pembelajaran tersebut membuat siswa orientasi masa depan yang lebih jelas.

4. Semua kemampuan peserta pada komponen Motivation dan Cognitive Representation mengalami peningkatan. Sebagian besar peserta mampu menentukan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation (Penjurusan IPA-IPS) secara lebih spesifik dan mengetahui cara untuk mencapai target tersebut.

5. Terdapat lebih banyak siswa (63,6%) yang mengalami peningkatan dalam kategori kejelasan orientasi masa depan pada komponen Behavioral meskipun semua siswa mengalami peningkatan skor kejelasan orientasi masa depan. Hal tersebut dikarena terbatasnya waktu pelatihan bagi siswa melakukan eksplorasi dalam pelatihan ini sesi behavioral masih banyak pembelajaran di area kognitif.


(2)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 5.2. SARAN

5.2.1. Saran Praktis

1. Untuk siswa kelas X SMAN “X” Bandung diharapkan dapat menerapkan hal-hal yang telah diperoleh sealma pelatihan dan menjalankan action plan yang telah dibuat di akhir pelatihan untuk membantu memilih jurusan saat kenaikan ke kelas II.

2. Untuk pihak sekolah terutama guru wali kelas dan guru Bimbingan Konseling (BK) dapat menggunakan informasi yang diperoleh dari hasil pelatihan untuk membantu siswa kelas X SMAN “X” Bandung dalam memilih jurusan saat kenikan ke kelas II.

2. Untuk praktisi pendidikan, Psikolog dan Trainer, dapat melakukan uji efektivitas dan merevisi kembali modul Pelatihan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation (Penjurusan IPA-IPS) ini.

5.2.2. Saran Teoretis

1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti efektifitas modul Pelatihan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation (Penjurusan IPA-IPS).

2. Melakukan revisi modul pelatihan Orientasi Masa Depan domain School and Graduation dengan memperjelas pengertian setiap sub-komponen yang terdapat dalam teori Orientasi Masa Depan dari R. Seginer (2009) untuk ketiga komponen Orientasi Masa Depan.


(3)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 119

3. Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penyempurnaan pada alat ukur, terutama pada komponen cognitive representative sub-komponen fear.

4. Melakukan perbaikan cara penyampaian materi maupun materi yang dibawakan pada sesi behavioral. Serta melakukan post-test kurang lebih satu bulan setelah pelatihan supaya peserta dapat melakukan proses exploration dan commitment dalam rangka pemilihan jurusan di SMA.


(4)

122

Grasiano, Anthony., Michael L. Raulin. 2000. Research Methods, A Proses of Inquiry, Fourth Edition. United Stated of America: Allyn & Bacon, A Pearson Education Company.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Johnson, David. 2006. Joinning Together. New Jersey: Prentice Hall, Inc

Kirkpatrick, Donald L. 1988. Evaluation Training Program, the Four Level 2nd Ed. San Fransisco: Berrett-Koehler, Inc.

Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nurmi, J. E. 1989. Adolescent Orientation to the Future. Development of Interest and plans, and related attributions and affects, in the life-span context. Helsinki: Scientiarium Fennita.

Papalia, Diane E., Olds, Sally Wendkos & Feldman, Ruth Duskin. 2009. Human Development (Perkembangan Manusia) edisi 10 buku 1.Jakarta: Salemba Humanika.

Posavac, Emil J. & Raymond G. Carey. 1992. Program Evaluation: Methods and Case Studies. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.


(5)

123

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Seginer, Rachel. 2009. Future Orientation: Developmental and Ecological

Perspectives. Springer.

Seginer, Rachel. 2003. Adolescent Future Orientation: An Integrated Cultural and Ecological Perspective. Online Reading in Psychology and Culture, unit 6. Retrieved from http://scholarworks.gvsu.edu/orpc/vol6/issl/5.

Silberman, Melvin L. 1990. Active Training: a handbook of techniques, designs, case examples, and tips. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Vernoy, Mark W.2002. Behavioral Statistics in Action. 3rd ed. United Stated : Mc Graw Hill

Walter, Gordon A. & Marks, Stephen E. 1981. Experiential learning and Change. New York: John Wiley & Sons.


(6)

124

Maria, Cindy. 2008. Perancangan Modul Pelatihan Orientasi Masa Depan dalam Bidang Pendidikan pada Siswa/i Kelas I SMA “X” Bandung. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

Vidiyanto, Eri. 2006. Penyusunan Modul Pelatihan Menyusun Orientasi Masa Depan “Planning Your Future” Bagi Remaja. Jakarta: Universitas Indonesia.