Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gaya Bahasa Pekerja Seks : Analisa Gaya Bahasa, Kode, dan Simbol PSK Kota Semarang T1 362010062 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Prostitusi masih sering dimaknai sebagai sebuah dunia tersendiri yang
seringkali susah untuk dikuak karena begitu banyak persepsi atau penilaian yang
sudah menempel dari dulu dan membudaya.1 Prostitusi sebagai sebuah realitas
kehidupan sosial, berkembang dan tidak bisa dilepaskan dari peradabannya, karena
berbagai alasan seperti ekonomi dan sebagainya.2
Stigma negatif atas prostitusi yang terus ada sampai saat ini memberikan
kontribusi pada kerumitan yang harus dihadapi oleh pekerja seks komersial sebagai
salah satu pelaku utama dalam dunia prostitusi. Kehidupan yang dijalani sekarang ini
memberikan banyak tuntutan agar setiap orang mampu bertahan hidup, begitu juga
dengan para pekerja seks. Kerasnya hidup menjadi salah satu alasan orang memilih
profesi ini. Meskipun dalam prosesnya sangatlah tidak sederhana, mengingat pilihan
tersebut penuh dengan resiko.
Munculnya fenomena pekerja seks perempuan yang dijadikan obyek sebagai
pelampiasan nafsu telah berlangsung secara turun temurun. Sebagaimana kebutuhan

1

Sitohang, Pebriandi. "Keberadaan Lokalisasi Prostitusi dan Kaitannya dengan Kehidupan

Sosial Budaya Masyarakat Kecamatan Medan-Belawan (Studi Kasus: Kecamatan Medan Belawan
Kelurahan Belawan I)." Keberadaan Lokalisasi Prostitusi dan Kaitannya dengan Kehidupan Sosial
Budaya Masyarakat Kecamatan Medan-Belawan (Studi Kasus: Kecamatan Medan Belawan
Kelurahan Belawan I) (2013).
https://scholar.google.co.id/scholar?q=++masalah+prostitusi+pdf&btnG=&hl=id&as_sdt=0%2C5
diakses 19-11-2015 pukul 09.46 WIB.
2

Yuliani, Sri. "Analisis Isi Peraturan Daerah (Perda) Tentang Prostitusi: Tinjauan dari
Perspektif Gender dan Hak Azasi Manusia." (2014).
https://scholar.google.co.id/scholar?q=++masalah+prostitusi+pdf&btnG=&hl=id&as_sdt=0%2C5
diakses 19-11-2015 pukul 09.46 WIB.

1

biologis lainnya, seksualitas mempunyai umur sepanjang peradaban manusia itu
sendiri. Membicarakan seksualitas sama dengan menguraikan
permasalahan purba manusia. Hal ini tampak pada tradisi raja-raja di Jawa yang
mempunyai kekuasaan kuat tidak hanya terhadap manusia. Namun mencapai tanah,
air dan bumi. Adanya para selir merupakan suatu penanda kekuasaan tersebut karena

selain bersifat ritual penting juga bagi keuasan biologis sang raja. Pekerja seks/selir,
secara sosial pada waktu itu mampu mengangkat keluarga selir yang notabene berasal
dari kalangan jelata. Pada masa prakolonial sistem seksualitas di Bali menunjukkan
pula bahwa seorang raja mempunyai hak untuk berhubungan seksual dengan seorang
janda yang mempunyai kasta yang lebih rendah. (Kadir, 2007: 162)
Seperti yang disampaikan diatas bahwa prostitusi sudah ada sejak peradaban
itu muncul di muka bumi. Pekerja seks komersial bisa dikatakan sebagai kelompok
marginal. Dan kebanyakan orang pada umumnya selalu berpikiran negatif terhadap
pekerja seks dan dunia prostitusi. Kelas sosial juga berlaku dalam dunia prostitusi.
Pada umumnya kelas sosial prostitusi dibagi atas dua kelas yaitu kelas atas dan
prostitusi kelas bawah. Kelas sosial tersebut juga dapat dilihat dari gaya bahasa yang
mereka gunakan. Dalam penelitian ini penulis akan lebih membahas mengenai gaya
bahasa pekerja seks kelas bawah yang tidak terorganisir dan dapat ditemui dijalan.
Lebih khususnya pada penggunaan bahasa yang mereka pakai untuk berinteraksi
dengan pekerja seks lain atau pelanggannya.
Di setiap daerah memiliki gaya bahasanya masing-masing. Gaya bahasa juga
dapat mendeskripsikan kelas sosial, kebiasan atau adat istiadat di suatu daerah. Hal
ini juga dapat juga kita temui di dunia prostitusi. Gaya bahasa menggambarkan
kehidupan sosial di masyarakat. Gaya bahasa digunakan sebagai penggambaran atas
gaya hidup orang yang ada didalamnya. Demikian pula wilayah Kota Lama sebagai

lokasi penelitian adalah merupakan representasi dari kehidupan sosial diwilayah
kumuh yang sedemikian kerasnya. Orang yang hidup didalam masyarakat ini dipaksa
untuk bertahan dan berjuang dengan begitu keras. Mereka tidak berpikir hal lain
2

selain bagaimana mereka mencari uang untuk tetap bertahan hidup. Mayoritas
masyarakat yang tinggal di daerah ini memiliki tingkat pendidikan rendah. Sehingga
kondisi tersebut sangat mempengaruhi gaya hidup mereka yang dapat dilihat dari
gaya bahasa yang mereka gunakan.
Karena bahasa, simbol, dan kode yang dipakai merupakan sebuah alat
komunikasi yang penting. Penelitian ini kemudian akan berfokus pada para pekerja
seks yang berusia 25 sampai 50 tahun dengan lingkungannya untuk berinteraksi.
Dimana bahasa tersebut telah menjadi kode dan simbol yang mempermudah untuk
memaknai suatu maksud dari interaksi yang mereka bangun. Selain itu, latar belakang
pendidikan, kehidupan sosial dan budaya para pekerja seks di Kota Lama Semarang
juga sangat mempengaruhi bahasa sehari-hari yang mereka gunakan. Bahasa yang
dipakai memiliki makna tertentu dan dijadikan bahasa keseharian karena sudah
membudaya seiring dengan aktivitas prostitusi di kota Lama Semarang terutama pada
interaksi antara para PSK dengan pelanggan lama.
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah
sebagai berikut :
Bagaimana gaya bahasa, kode dan simbol yang dipakai pekerja seks di kota
lama Semarang dengan para pelanggan lama dalam berinteraksi?

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Mendeskripsikan gaya bahasa, kode, simbol yang dipakai pekerja seks di kota
lama Semarang dalam berinteraksi dengan para pelanggan lama mereka.

3

1.4 Manfaat Penulisan
Melalui penelitian ini diharapkan mampu memeberikan dua manfaat penulisan,
yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaat-manfaat tersebut
diantaranya:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Diharpkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah untuk
memperkaya konsep dalam perkembangan ilmu pengetahuan komunikasi khususnya
dalam kajian tentang gaya bahasa atau semiotika dalam fenomena sosial.

1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi para pembaca
agar dapat mengetahui bagaimana latar belakang sosial mempengaruhi gaya bahasa
dan interaksi pekerja seks sesuai dengan daerahnya. Bagaimana interaksi yang
terbangun antar individu pekerja seks, dan juga interaksi pekerja seks dengan
pelanggannya.
1.5 Batasan Penelitian
Dari pernyataan yang penulis uraikan sebelumnya, maka untuk memberikan
fokus pada penelitian ini, penulis akan membatasi penelitian kepada tiga (3) orang
Pekerja Seks Komersial (PSK) berusia 25-50 tahun yang berada di Kota Lama
Semarang. Ketiga orang yang peneliti pilih dilihat berdasarkan pada lamanya
pengalaman yang dimiliki selama bekerja sebagai PSK di Kota Lama Semarang.

4