EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DARI BONGGOL TANAMAN PISANG (Musa paradiasciaca L.) DAN GOLONGAN SENYAWANYA.

1

2

EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DARI BONGGOL TANAMAN PISANG
(Musa paradiasciaca L.) DAN GOLONGAN SENYAWANYA
A. A. Bawa Putra*, I W. G. Gunawan, dan N. W. Bogoriani
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran
*email : aabawaputra@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian mengenai ekstraksi zat warna alam dari bonggol tanaman pisang (Musa paradiasiaca
L.) telah dilakukan. Ekstraksi zat warna alam dalam penelitian ini dilakukan dengan metode maserasi,
menggunakan empat macam pelarut pengekstraksi yaitu air, etanol, aseton, dan n-heksana. Hasil ekstraksi
selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometri infra merah dan ultra violet-sinat tampak. Identifikasi
spektrofotometri infra merah menunjukkan bahwa hasil ekstraksi mengandung gugus fungsi OH, CO
alkohol, C=C aromatik, dan CH alifatik, sedangkan identifikasi dengan spektrofotometri UV-Vis
memberikan dua puncak panjang gelombang maksimum di daerah ultra violet yakni 271,00 nm dan
229,00 nm yang diduga merupakan serapan dari senyawa flavonoid golongan isoflavon.
Kata kunci: bonggol pisang, ekstraksi, zat warna alam, isoflavon

ABSTRACT

The research of the extraction of natural dyes from hump banana plants (Musa paradiasiaca L.)
has been conducted. Extraction of natural dyes in this study was done by maceration method, using four
kinds of solvents, such as water, ethanol, acetone, and n-hexane. Furthermore, the extract was analyzed
using infrared and uv-visible spectrophotometry methods. The spectrums from infrared showed the
extracts contain functional groups of OH, CO alcohol, C=C aromatic, and CH aliphatic, while uv-visible
spectrum obtained two max wave lengths, at 271.00 nm and 229.00 nm respectively, indicate the
absorption from flavonoid compound in isoflavon group.
Keywords: hump banana, extraction, natural dyes, isoflavon

1. PENDAHULUAN
Zat warna banyak dimanfaatkan untuk mewarnai makanan, minuman, maupun produkproduk kerajinan untuk meningkatkan daya tarik bagi konsumen sehingga memiliki nilai jual
atau nilai ekonomi yang tinggi dan penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan
budaya masih tetap digunakan khususnya pada proses pewarnaan makanan, minuman, dan
pembatikan (Bogoriani, 2011).
Bahan tekstil yang berasal dari serat alam contohnya sutera, wol, dan kapas (katun)
pada umumnya memiliki afinitas baik terhadap zat warna alam sehingga pewarnaan dengan zat
warna alam menghasilkan pewarnaan yang baik (Fitrihana, 2007).
Zat pewarna alam yang digunakan untuk mewarnai makanan yakni karoten yang
diperoleh dari wortel dan papaya berwarna jingga sampai merah, biksin yang diperoleh dari biji
pohon Bixa orellana, berwarna kuning, klorofil diperoleh dari daun suji, pandan, dan katuk

berwarna hijau, antosianin berwarna merah, oranye, ungu, dan biru yang terdapat pada bunga
mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga tasbih/kana, krisan, pelargonium, aster cina, dan buah
apel, kurkumin diperoleh dari kunyit berwarna kuning (Hidayat, 2007).
Kekayaan Indonesia yang berpotensi penghasil zat warna alam yakni pisang (Suarsa, et
al., 2011) dimana bonggol tanaman pisang, yakni bagian terbawah dari batang semu yang
berada di dalam tanah dan mengandung banyak cairan (Astawan, 2008) dimana air inilah yang
diminum oleh orang Palue (Annapurna, 2008), serta Bonggol tanaman pisang dimanfaatkan
untuk menetralkan tanah yang tingkat keasamannya tinggi karena bonggol pisang mengandung

3

unsur kalsium sebanyak 49% (Sumanta, 2007), dan berwarna coklat yang dominan mengandung
tanin dan flavonoid yang merupakan pembawa sifat warna dari bonggol tanaman pisang
(Bawa Putra, et al. 2014),
Pewarna dari bahan alam diperoleh dari hasil ekstraksi berbagai bagian tumbuhan
(Mariance, et al, 2013) dan pengambilan pigmen zat warna alam dilakukan melalui proses
ekstraksi dimana ekstraksi yang benar dan tepat tergantung dari jenis senyawa, tekstur, dan
kandungan bahan tumbuhan yang akan diekstraksi (Markham, 1988), serta pengambilan
pigmen-pigmen penimbul warna yang berada di dalam tumbuhan dikerjakan untuk
menghasilkan larutan zat warna alam dan diteruskan sampai diperoleh ekstrak kentalnya

(Harbone, 1996)..
Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan ekstraksi zat warna alam
bonggol tanaman pisang dengan metode maserasi selanjutnya dianalisis golongan senyawa yang
menyususn zat warna dari bonggol tanaman pisang tersebut.

2. MATERI DAN METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: bonggol tanaman pisang yang
diambil dari daerah Desa Singapadu, Sukawati, Gianyar, Bali pada bulan Februari 2015. Bahan
kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah air, etanol, aseton, dan n-heksana.
Peralatan
Alat−alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: tabung reaksi, pemanas (hot
plate), gelas ukur, pipet tetes, gelas beker, corong, corong pisah, kertas saring, rotary vacuum
evaporator, neraca analitik, kromatografi lapis tipis, spektofotometer infra merah dan
sepektrofotometer ultra violet-sinar tampak.
Cara Kerja
Penyiapan Bahan
Bonggol tanaman pisang yang berwarna coklat diambil dari pohon pisang. Dibersihkan
dan selanjutnya bonggol tanaman pisang di potong kecil-kecil untuk dikeringkan dengan cara
diletakkan ditempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik dan terkena sinar matahari

langsung kemudian setelah kering diblender dan diayak.
Proses Ekstraksi Zat Warna Alam
Serbuk kering bonggol tanaman pisang sebanyak 50 g diekstraksi dengan cara maserasi
menggunakan empat macam pelarut yaitu air, etanol, aseton, dan n-heksana. Masing−masing
pelarut digunakan sebanyak 500 mL. Ekstrak yang diperoleh disaring, filtratnya ditampung, dan
ampasnya dimaserasi sebanyak dua kali lagi dengan masing-masing pelarut tersebut. Ekstrak
dari masing-masing pelarut yang diperoleh lalu dipekatkan dengan menggunakan rotary vacuum
evaporator sehingga didapat ekstrak kental dan ditimbang.
Isolasi
Ekstrak dari bonggol tanaman pisang diisolasi dengan pelarut yang sesuai menggunakan
metode kromatografi sehingga diperoleh fraksi-fraksi yang selanjutnya diuji kemurniannya.
Identifikasi
Isolat murni dari bonggol tanaman pisang selanjutnya dilakukan identifikasi
menggunakan instrumen spektrofotometer infra merah dan spektrofotometer ultra vioelet – sinar
tampak.
Elusidasi
Data identifikasi selanjutnya dielusidasi sehingga dapat diprediksi golongan senyawa
penyusun zat warna alam dari ekstrak bonggol tanaman pisang tersebut.

4


3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Warna Ekstrak Dari Ekstraksi Bonggol Tanaman Pisang
Sampel serbuk bonggol tanaman pisang yang digunakan sebanyak 50 g dengan cara
maserasi selama 24 jam menggunakan pelarut air, selanjutnya disaring lalu dievaporasi sampai
diperoleh ekstrak kental air, kemudian ekstrak kental air diamati warnanya. Dengan cara yang
sama dikerjakan dengan pelarut etanol, aseton, maupun n-heksana.
Warna ekstrak bonggol tanaman pisang dari masing-masing pelarut setelah dipekatkan
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Warna Ekstrak Pekat Bonggol Pisang Dari Masing-masing Pengekstraksi
Ektrak Pelarut
Warna Ekstrak
1. Ekstrak pelarut air
Coklat tua
2. Ekstrak pelarut etanol
Coklat muda
3. Ekstrak pelarut aseton
Coklat muda
4. Ekstrak pelarut n-heksana
Kuning

Data Tabel 1 menunjukkan bahwa pengekstraksi air menghasilkan ekstrak kental
berwarna coklat tua, sedangkan pengekstraksi etanol dan aseton menghasilkan ekstrak berwarna
coklat muda, tetapi pengekstraksi n-heksana menghasilkan ekstrak berwarna kuning. Hal ini
menunjukkan bahwa antara pengekstraksi etanol dan aseton menghasilkan golongan zat warna
yang mirip.
Zat warna hasil pengekstraksi air menunjukkan bahwa kandungan tanin dan flavonoid
sangat banyak yang ditunjukkan dari ekstrak kental yang diperoleh berwarna coklat tua dan
pada pengekstraksi n-heksana menunjukkan kandungan tanin dan flavonoid yang sangat kecil
(Bawa Putra, et al, 2014; Bogoriani, 2011). Berdasarkan sifat kelarutan menunjukkan bahwa
tanin dan flavonoid sangat baik kelarutannya pada pelarut polar (Astiti Asih dan Adi Setiawan,
2008).
Spektra Infra Merah
Tabel 2 menunjukkan bahwa serapan energi infra merah terbanyak diperoleh pada
ektrak air, ini ditunjukkan dari puncak-puncak serapan yang terjadi pada ekstrak air dan ini
berarti bahwa gugus-gugus fungsi yang terdapat pada zat warna hasil ekstraksi dengan
pengekstraksi air cukup banyak.
Keempat pengekstraksi zat warna memberikan hasil bahwa beberapa puncak spektra
menunjukkan kemiripan, ini juga menandakan adanya kesamaan gugus fungsi yang diperoleh
dari masing-masing pengekstraksi tersebut.
Tabel 2. Bilangan Gelombang Serapan Infra Merah Dari Masing-masing Pengekstraksi

Ektrak Pelarut
Bilangan Gelombang
(1/cm)
1. Ekstrak pelarut air
505,35; 605,65; 813,96; 931,62; 1085,92;
1300,02; 1419,61; 1541,12; 1560,41; 1674,21;
2121,7; 2328,08; 2899,01; 2987,74; 3093,82;
3145,9; 3348,42; 3585,67; 3963,72
2. Ekstrak pelarut etanol
503,42; 684,73; 810,1; 931,62; 1257,59;
1460,11; 1514,12; 1699,29; 2331,94; 2358,94;
2561,47; 2974,23; 3601,1; 3631,96; 3940,57
3. Ekstrak pelarut aseton
507,28; 821,68; 858,32; 1232,51; 1253,73;
1440,83; 1695,43; 2335,8; 2360,87; 2775,57;
2868,15; 3639,68
4. Ekstrak pelarut n-heksana
472,56; 725,23; 887,26; 1163,08; 1375,25;
1460,11; 1600,92; 1716,65; 2725,42; 2852,72;
2922,16; 2953,02; 3626,17


5

1/cm

(a)

1/cm

(b)

1/cm

1/cm

(d)
(c)
Gambar 1. Spektra infra merah diekstraksi dengan pelarut (a) air, (b) etanol, (c) aseton, dan (d)
n-heksana
Pola spektra dari keempat pengekstraksi menunjukkan bahwa pengekstraksi air, etanol

dan aseton memberikan spektra yang mirip sedangkan pengekstraksi n-heksana memberikan
pola yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa kandungan golongan senyawa pada
pengekstraksi air, etanol, dan aseton memiliki gugus fungsi yang diprediksi sama (Markham,
1988).
Adanya serapan pada bilangan gelombang 3348,42 cm-1 menunjukkan adanya gugus
fungsi OH terikat pada gugus alifatik dan aromatik yang disebabkan dengan adanya vibrasi
ikatan hidrogen (Silverstein, et al., 1991) dan diperkuat dengan adanya serapan tajam pada
bilangan gelombang 1085,92 cm-1 (Sariningsih, et al., 2015).
Serapan pada bilangan gelombang 1419,61 cm-1 yang landai menunjukkan adanya
gugus fungsi C-OH yang menunjukkan adanya C alkohol (Sastroamidjojo, 1991) dan diperkuat
adanya serapan pada bilangan gelombang 931,62 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus fungsi
OH bending (Puspita Sari, et al., 2015)
Spektra juga diprediksi mengandung CH alifatik yang ditunjukkan dengan adanya
serapan pada bilangan gelombang 2987,74 cm-1 (Sastroamidjojo, 1991) yang diperkuat dengan
adanya C-H bending dan intensitas lemah serta bentuk pita tajam pada bilangan gelombang
505,35 cm-1 (Silverstein, et al., 1991).
Gugus fungsi CO keton ditunjukkan dengan adanya serapan pada bilangan gelombang
1674,21 cm-1 (Sastroamidjojo, 1991), dimana gugus fungsi C=O merupakan ciri khas dari
senyawa flavonoid (Kristianti, 2008).
Adanya serapan pada bilangan gelombang 1514,12 cm-1 menunjukkan adanya serapan

C=C aromatik yang menunjukkan adanya cincin enam yang mengandung karbon berikatan
rangkap (Silverstein, et al., 1991).
Spektra UV-Visibel
Ekstrak yang diperoleh juga dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer ultra
violet-sinar tampak dan serapan energi ultra violet-sinar tampak pada panjang gelombang
sebagaimana dipaparkan pada Tabel 3.

6

Tabel 3. Panjang Gelombang Serapan Ultra Violet-Sinat Tampak Dari Masing-masing
Pengekstraksi
Ekstrak Pelarut
Panjang Gelombang
(nm)
1. Ekstrak pelarut air
271,00
229,00
2. Ekstrak pelarut etanol
286,20
259,80

3. Ekstrak pelarut aseton
285,80
256,40
4. Ekstrak pelarut n-heksana
289,20
254,60
Analisis dengan spektrofotometer ultra violet-sinar tampak untuk mengidentifikasi jenis
flavonoid dan menentukan pola oksigenasinya (Markham, 1988). Berdasarkan data Tabel 2
menunjukkan bahwa serapan energi ultra violet-sinar tampak dari isolat yang diekstraksi dengan
pengekstraksi air terjadi pada panjang gelombang 271 nm dan 229 nm sedangkan untuk
pengekstrasi etanol, aseton, dan n-heksana memberikan puncak serapan ultra violet-sinar
tampak pada panjang gelombang antara 285,80-289,20 nm dan antara 254,60-259,80 nm dan ini
menunjukkan bahwa pengekstraksi etanol, aseton, dan n-heksana menunjukkan respon serapan
energi ultra violet-sinar tampak pada panjang gelombang yang berdekatan dan ini menandakan
ada kemiripan gugus-gugus fungsi yang mampu menyerap energi ultra violet-sinar tampak
(Sastroamidjojo, 1991).
Spektra ultra violet-sinar tampak dari ektraksi dengan pelarut air menunjukkan hasil
yang sangat baik bila dibandingkan dengan pengekstraksi etanol, aseton, maupun n-heksana.
Isolat air yang memberikan pita serapan pada panjang gelombang 271 nm dan 229 nm
menunjukkan adanya transisi n
π * seperti auksokrom O-H dan kromofor C=O (Silverstein,
et al., 1991). Hal ini memperkuat bahwa zat warna alam dari bonggol tanaman pisang
mengandung gugus fungsi OH dan C=O.

4. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa ekstraksi zat
warna alam dari bonggol tanaman pisang dengan metode maserasi menggunakan empat macam
pelarut pengekstraksi dan dianalisis dengan spektrofotometer infra merah menunjukkan adanya
gugus fungsi OH, CO alkohol, C=C aromatik, dan CH alifatik, serta identifikasi dengan
spektrofotometer ultra violet-sinar tampak menunjukkan adanya dua puncak panjang gelombang
maksimum di daerah ultra violet yakni 271,00 nm dan 229,00 nm maka zat warna alam dari
bonggol tanaman pisang diduga mengandung senyawa flavonoid golongan isoflavon.
Saran
Perlu dilakukan uji analisis lebih lanjut dengan teknik spektrosmetri resonansi magnetik
inti untuk memastikan struktur dari senyawa yang terkandung dalam zat warna alam bonggol
tanaman pisang.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia melalui Ketua
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana yang telah
memberikan dana penelitian scheme Hibah Unggulan Perguruan Tinggi tahun anggaran 2015
yang merupakan penelitian lanjutan tahap ketiga.

7

DAFTAR PUSTAKA
Annapurna, S., 2008, Pisang, Pohon Buah Kehidupan, http://pbm−id.com/article.php?m=
show&nid=20080805174025, 11 November 2008
Astawan, M., 2008, Pisang Sebagai Buah Kehidupan,
http://lovemelz.wordpress.com/
2008/10/page/3, 15 Oktober 2008
Astiti Asih, I. A. R. dan Adi Setiawan, I M., 2008, Senyawa Golongan Flavonoid Pada Ekstrak
n-Butanol Kulit Batang Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers), Jurnal Kimia, 2 (2), pp.
111-116
Bawa Putra, A. A., Bogoriani, N. W., Diantariani, N. P., dan Utari Sumadewi, N. L., 2014,
Ekstraksi Zat Warna Alam dari Bonggol Tanaman Pisang (Musa paradiasciacaa L.)
Dengan Metode Maserasi, Refluks, dan Sokletasi, Jurnal Kimia, 8 (1), pp. 113-119
Bogoriani, N. W., 2011, Studi Pemanfaatan Campuran zat Warna Alam dan Asam sitrat Sebagai
Mordan Terhadap Kayu Jenis Akasia dengan Metode Simultan Mordaning, Jurnal
kimia, 5 (1), pp. 51-56
Fitrihana, N., 2007, Teknik Eksplorasi Zat Pewarna Alam Dari Tanaman Di Sekitar Kita Untuk
Pencelupan Bahan Tekstil, http://www.batikyogya.wordpress.com/2007/08/02/Teknik−
Eksplorasi−Zat−Pewarna−Alam−Dari−Tanaman−Di−Sekitar−Kita−Untuk−Pencelupan
−Bahan−Tekstil, 2 November 2008
Harborne, J. B., 1996, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, a.b.
Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Terbitan Kedua, Penerbit ITB, Bandung
Hidayat, N., 2007, Pengembangan Produk dan Teknologi Proses, http://www.halalguide.info/
content/view/778/, 11 November 2008
Kristianti, A. N., 2008, Buku Ajar Fitokimia, Airlnggan University Press, Surabaya
Mariance Thomas, Manuntun Manurung, dan Astiti Asih, I. A. R., 2013, Pemanfaatan Zat
Warna Alam Dari Ekstrak Kulit Akar Mengkudu (Morinda citrifolia Linn) Pada Kain
Katun, Jurnal Kimia, 7 (2), pp. 119-126
Markham, K. R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, a.b. Kosasih Padmawinata, Penerit
ITB, Bandung
Puspita Sari, P., Wiwik Susanah Rita, dan Puspawati, N. M., 2015, Identifikasi dan Uji
Aktivitas Senyawa Tanin Dari Ekstrak Daun Trembesi (Samane saman (Jacq.) Merr)
Sebagai Antibakteri Escherichia coli (E. coli), Jurnal Kimia, 9 (1), pp. 27-34
Sariningsih, P., Wiwik Susanah Rita, dan Puspawati, N. M., 2015, Identifikasi dan Uji Aktivitas
Senyawa Flavonoid Dari Ekstrak Daun Trembesi (Samane saman (Jacq.) Merr) Sebagai
Pengendali Jamur Fusarium sp. Pada Tanaman Buah Naga, Jurnal Kimia, 9 (1), pp. 2026
Sastrohamidjojo, H., 1991, Spektroskopi, Liberty, Yogyakarta
Silverstein, R. M., Clayton Bassler, G., and Terence C. Morrill, 1991, Specrometric
Identification of Organic Compounds, John Wiley & Sons, Inc, New York
Suarsa, I W., Suarya, P., dan Ika Kurniawati, 2011, Optimasi Jenis Pelarut Dalam Ekstraksi Zat
Warna Alami Dari Batang Pisang Kepok (Musa paradiasiaca L. Cv kepok) dan Batang
Pisang Susu (Musa paradiasiaca L. Cv susu), Jurnal Kimia, 5 (1), pp. 72-80
Sumanta, W., 2007, Bonggol Pisang Penyubur Padi, http://www.biovermint.com/index.
php?option=com_content&task=view&id=16&Itemid=2, 11 November 2008