Wacana Pangruatan dalam Teks Cempaka Gadang.

TESIS

WACANA PANGRUATAN
DALAM TEKS CEMPAKA GADANG

I WAYAN ARTAYASA

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

TESIS

WACANA PANGRUATAN
DALAM TEKS CEMPAKA GADANG

I WAYAN ARTAYASA
NIM 1190161032

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

WACANA PANGRUATAN
DALAM TEKS CEMPAKA GADANG

Tesis untuk Memeroleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Linguistik
Program Pascasarjana Universitas Udayana

I WAYAN ARTAYASA
NIM 1190161032

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR
2016
ii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS

Tesis ini Telah Diuji
pada Tanggal 31 Mei 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Nomor : 553 /UN.14.4/HK/2016
Tanggal 31 Mei 2016

Ketua : Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S.
Anggota :
1. Dr. I Wayan Suardiana, M.Hum.
2. Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S.
3. Dr. Ida Bagus Rai Putra, M.Hum.
4. Dr. I Ketut Jirnaya, M.Hum.


iv

UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke
hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas Asung Kerta Wara NugrahaNya, tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S.,
selaku Pembimbing I, terima kasih atas bimbingan dan kesabarannya pada saat
membimbing. Dr. I Wayan Suardiana, M.Hum., selaku Pembimbing II, terima
kasih atas waktu yang diluangkan untuk bimbingan dan saran-saran yang
diberikan untuk tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. I
Nyoman Suarka, M.Hum., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan
motivasi dari masa perkuliahan hingga penelitian tesis. Demikian juga, kepada
Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. P.D. KEMD., selaku Rektor Universitas
Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K)., selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Udayana, dan terima kasih pula penulis ucapkan kepada
Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., selaku ketua Program Studi
Magister Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Terima kasih kepada para Dosen Penguji, Prof. Dr. I Nyoman Weda
Kusuma, M.S., Dr. Ida Bagus Rai Putra, M.Hum., dan Dr. I Ketut Jirnaya, M.S.,

atas masukan yang telah diberikan. Terima kasih kepada staf Administrasi
Program Magister Linguistik (S-2) I Gusti Ayu Putu Supadmini, I Nyoman Sadra,
S.S., I Ketut Ebuh, S,Sos., Nyoman Adi Triani, S.E., Ida Bagus Suanda, yang

vi

sudah banyak membantu kelancaran administrasi perkuliahan dan proses
penyelesaian studi penulis, juga kepada staf perpustakaan, Dra. Ni Nyoman
Sumerti, dan Ni Nyoman Sukartini pada program S-2 Linguistik Universitas
Udayana atas bantuan dan pelayanannya.
Terima kasih kepada ayah (I Made Artika) dan Ibu (Ni Made Sumiasih)
yang selalu memberikan dukungan dan doa sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Kepada ayah mertua (I Nyoman Sukarta) dan Ibu mertua (Ni Nengah Rasmini)
yang selalu memberikan dorongan secara moral. Terima kasih banyak atas kasih
yang diberikan sehingga tesis ini dapat terwujud.
Terima kasih kepada Ni Wayan Dwi Arini, istri tercinta yang sepenuh hati
mendukung penulis dan membantu menyelesaikan tugas akhir ini. Buah hati
tercinta Ni Putu Anindita Nayaka Sri Dewi yang memberikan inspirasi dan
semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Seluruh keluarga besar penulis
yang memberikan semangat untuk menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih kepada saudara, teman, dan pihak yang tidak bisa disebutkan
semuanya, penulis ucapkan terima kasih. Semoga Tuhan memberikan rahmat dan
karunia kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Akhir kata, penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat dan bisa menambah
wawasan bagi para pembaca.
Denpasar, Mei 2016
Penulis

vii

ABSTRAK
Teks Cempaka Gadang merupakan salah satu karya sastra yang termasuk
dalam jenis tutur. Karya sastra ini memberikan gambaran tentang pelaksanaan
upacara pangruatan yang mempunyai tujuan menyucikan atau melaksanakan
pembersihan diri dan alam beserta isinya.
Penelitian ini menggunakan teks Cempaka Gadang sebagai objek
penelitian. Penelitian ini mengangkat masalah satuan naratif, bentuk pangruatan,
fungsi pangruatan, dan makna pangruatan dalam teks Cempaka Gadang.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk, fungsi, dan makna Wacana
Pangruatan dalam teks Cempaka Gadang. Penelitian ini berupa penelitian

pustaka. Sumber data digali berdasarkan data dokumenter, dan analisis data
menggunakan metode analisis diskriptif kualitatif.
Landasan teori yang dipakai adalah teori wacana naratif dan teori
semiotika. Teori semiotik yang digunakan mengacu pada pendapat Riffaterre.
Teori semiotik dalam penelitian ini digunakan untuk mengkaji teks Cempaka
Gadang sebagai sistem tanda. Dengan interpretasi tanda-tanda, pemahaman
terhadap karya sastra tersebut dapat lebih baik dan bermanfaat bagi kehidupan
manusia.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa teks Cempaka Gadang
dibangun oleh satuan naratif, meliputi teknik cerita dan aspek kebahasaan. Bentuk
satuan naratif meliputi unit mukha, unit pratimuka, unit garbha, unit vimarsa, dan
unit nirwahana. Fungsi pangruatan dalam teks Cempaka Gadang meliputi (1)
pangruatan untuk penyucian diri dan spiritual manusia, (2) pangruatan untuk
pengharmonisasi alam, (3) pangruatan untuk penetralisasi (nyomia) sifat-sifat
bhuta. Makna pangruatan dalam teks Cempaka Gadang adalah (1) pangruatan
menghilangkan sifat-sifat buruk pada diri manusia, (2) pangruatan
menghilangkan kekotoran alam, (3) pangruatan mengembalikan
keharmonisan alam.

Kata kunci: wacana, pangruatan, teks Cempaka Gadang.


viii

ABSTRACT

Cempaka Gadang script is one of the literary works which is included in
the type of tutur. This literary work provides an overview of the pangruatan
procession which has an objective of purifying or cleaning process.
This study uses Cempaka Gadang script as the research object. The
research discusses the narrative units, the function, and the meaning of
pangruatan in Cempaka Gadang script. This study is to review analysis units,
function, and meaning of pangruatan in the Cempaka Gadang script. This
research is a Library Research. The data sources are extracted based on the
documentary data, then the data analysis methods and also descriptive qualitative
analysis method.
The theoretical base which is used is the theory of narrative and semiotic
discourse. The semiotic theory used refers to the Riffaterre view point. Semiotic
theory in this study is to make analysis Cempaka Gadang script that is seen as a
system of signs. With the interpretation of signs, an understanding of a literary
work can be better and more useful for human life.

The research result shows that Cempaka Gadang scriptis composed by the
narrative units. Forms include narrative technique and linguistics aspects. Forms
of narrative units include mukha unit, pratimuka unit, garbha unit, vimarsa unit,
and the nirwahana unit. The functions of pangruat in the Cempaka Gadang script
are including; (1) pangruatan is as a human’s self-purification and spiritual
purification, (2) pangruatan is as a nature harmonizer, (3) pangruatan is the
neutralizer (nyomia) of bhuta characteristics. The meaning of the pangruatan in
the Cempaka Gadang script are; (1) as the purifier of any dirtiness within human
beings, (2) as the purifier and removal of any nature dirtiness, (3) to restore the
nature harmony.

Keywords: discourse, pangruatan,Cempaka Gadang script

ix

DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM ......................................................................... i
PRASYARAT GELAR ................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................... iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ...................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................ vi
ABSTRAK .................................................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................. x
GLOSARIUM ............................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Teoretis .................................................................. 5
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN ........................................................ 7

2.1 Kajian Pustaka ........................................................................ 7
2.2 Konsep…….. ............................................................................ 9
2.2.1. Konsep Pangruatan .............................................................. 9
2.2.2 Konsep Cempaka Gadang ...................................................... 10
2.3 Landasan Teori ......................................................................... 12
2.3.1 Teori Wacana Naratif ............................................................ 12
2.3.2 Teori Semiotika ..................................................................... 13
2.4 Model Penelitian ...................................................................... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................... 18
3.1 Rancangan Penelitian ............................................................... 18
3.2 Jenis dan Sumber Data .............................................................. 20
3.3 Instrumen Penelitian ................................................................. 20
3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...................................... 20
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data .............................................. 21
3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ..................... 21
x

BAB IV KAJIAN BENTUK PANGRUATAN DALAM TEKS
CEMPAKA GADANG .................................................................... 23
4.1 Deskripsi Naskah Cempaka Gadang .......................................... 23

4.2 Sinopsis ................................................................................... 24
4.3 Teks Cempaka Gadang sebagai Wacana Sastra .......................... 25
4.4 Teks Cempaka Gadang sebagai Karya Sastra Agama ................. 30
4.5 Bentuk dan Satuan Naratif Teks Cempaka Gadang ................... 33
4.5.1 Bentuk ................................................................................. 33
4.5.1.1 Teknik Cerita ..................................................................... 33
4.5.1.2 Aspek Kebahasaan .............................................................. 37
4.5.2 Satuan Naratif ...................................................................... 61
BAB V FUNGSI PANGRUATAN DALAM TEKS
CEMPAKA GADANG .................................................................... 88
5.1 Pangruatan untuk Penyucian Diri
dan Spiritual Manusia .............................................................. 88
5.2 Pangruatan untuk Pengharmonisasi Alam ................................. 90
5.3 Pangruatan untuk Penetralisasi (nyomia)
Sifat-Sifat Bhuta ...................................................................... 94
BAB VI MAKNA PANGRUATAN DALAM TEKS
CEMPAKA GADANG .................................................................... 96
6.1 Pangruatan Menghilangkan Sifat-Sifat Buruk
Pada Diri Manusia ................................................................... 97
6.2 Pangruatan Menghilangkan Kekotoran Alam ............................ 98
6.3 Pangruatan Mengembalikan
Keharmonisan Alam ................................................................ 100
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................. 103
7.1 Simpulan .................................................................................. 103
7.2 Saran ....................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi

Glosarium

asu bangbungkem

: anjing yang warna bulunya merah dengan mulut
dan ekornya hitam.

buana Agung

: alam raya (besar) semua yang ada di alam
semesta ini termasuk gugusan bintang,
matahari, planet bumi dengan segala isinya,
yang disebut bhuana agung istilah lainnya
jagad raya, makrokosmos.

buana Alit

: dunia kecil yang unsur-unsurnya sama dengan
bhuana agung, bhuana alit sama dengan tubuh
manusia.

buta yadnya

: sesaji (kurban) kepada bhuta, upacara
persembahan kurban suci yang dilaksanakan
dengan tulus ikhlas yang ditujukan kepada para
bhuta kala/kekuatan-kekuatan alam yang dapat
memengaruhi kehidupan manusia sehingga
tidak mengganggu manusia dan lingkungan.

caru

: kurban suci bagian dari upacara buta yadnya
dengan menggunakan beberapa binatang untuk
keseimbangan dan keharmonisan.

cupu manik

: kotak kecil tempat permata.

dasaksara

: sepuluh aksara suci ( Sa, Ba, Ta, A, I, Na, Ma,
Si, Wa, Ya)

gering

: sakit karena adanya wabah penyakit.

kajaya-jaya

: didoakan supaya menang (berhasil).

kama

: air mani.

kawah bacin

: kawah (neraka) penuh dengan kotoran manusia.

kawah endut

: kawah (neraka) yang penuh dengan lumpur
mendidih.
: kawah (neraka) sebagai kuali berbentuk kepala
banteng.

kawah tambra gomuka

lara rogan

: segala kekotoran dalam hati.
xii

leteh

: tidak suci, menjadi kotor.

lukat

: proses upacara pembersihan dan penyucian
untuk menghilangkan kekotoran/leteh.

madya pada

: dunia, alam tempat tinggal manusia.

mrayascita

: mensucikan (dengan upacara).

pahening idhep

: penenang pikiran.

panca aksara

: lima aksara suci ( Na, Ma, Si, Wa, Ya).

panglukatan

: pangruwatan (membebaskan seseorang dari
nasib buruk dengan upacara).

pangruatan

: melaksanakan pembersihan.

prayascita

: upacara pensucian.

sad ripu

: enam musuh dalam diri (kama, lobha, kroda,
mada, moha, matsarya).

sang hyang surya

: dewa matahari.

sapta patala

: lapisan bumi yang ketujuh.

sata manca warna

: ayam lima warna yang dipergunakan untuk
upacara macaru.

setra ganda mayu

: kuburan.

setra pabajangan

: kuburan anak-anak.

siwa dwara

: ubun-ubun.

siwabhuana

: alam siwa.

swargan

: sorga.

yadnya

: kurban suci, upakara.

yamaniloka

: neraka/ dunia, tempat Dewa Yama.

xiii

1


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak
dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan
yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat. Penelitian terhadap karya sastra
tradisional menjadi obyek penelitian tidak terlepas dari persoalan-persoalan yang
ada dan terjadi di masyarakat yang terkandung dalam karya sastra tersebut.
Persoalan yang dikaji dalam hal ini adalah persoalan berhubungan dengan
kepercayaan atau ajaran agama Hindu yaitu tentang upacara yadnya.
Sudharta (2001:49) menegaskan bahwa pelaksanaan yadnya dalam
masyarakat Hindu dikenal adanya lima macam yang disebut panca yadnya yaitu:
(1) Dewa Yadnya ialah korban suci dengan tulus ikhlas ke hadapan Sanghyang
Widhi dengan jalan cinta bhakti, sujud memuja serta mengikuti segala ajaranajaran suci-Nya. (2) Pitra Yadnya ialah korban suci yang tulus ikhlas kepada
leluhur dengan memujakan keselamatannya di akhirat serta memelihara keturunan
dan menurut segala tuntunannya. (3) Manusa Yadnya ialah korban suci yang tulus
ikhlas untuk kesejahteraan keturunan serta kesejahteraan manusia lain. (4) Rsi
Yadnya ialah korban suci yang tulus ikhlas untuk kesejahteraan para rsi serta
mengamalkan segala ajarannya. (5) Bhuta Yadnya ialah korban suci yang tulus
ikhlas kepada sekalian mahluk bawahan yang kelihatan maupun tidak, untuk
memelihara kesejahteraan alam semesta.
1

2


Dalam Kamus Istilah Agama Hindu kata yadnya artinya kurban, upacara
kurban (Sura, 2002: 135). Uraian yang lebih lengkap dikemukakan bahwa kata
yadnya berasal dari kata Sanskerta, terbentuk dari urat kata “yaj” yang berarti
‘memuja’, ‘menyembah’, atau ‘berdoa’. Pemujaan atau penyembahan ditujukan
kepada makhluk-makhluk yang lebih tinggi derajatnya, seperti para dewa sebagai
sinar suci Tuhan Yang Mahaesa, bhutakala sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang
Mahaesa atau persembahan yang ditujukan kepada spirit-spirit yang memiliki
sifat-sifat positif atau negatif dengan cara mempersembahkan materi-materi
tertentu, misalnya air, buah, bunga, api, kurban binatang. Semuanya sudah
menjadi kegiatan ritual yang biasa di kalangan masyarakat (Suamba, 1996: 1-2).
Jadi, pada hakikatnya yadnya merupakan korban suci dengan tulus ikhlas yang
dilaksanakan di kalangan masyarakat.
Pelaksanaan upacara yadnya yang mempunyai makna pengorbanan suci
yang tulus ikhlas dengan cara mempersembahkan binatang sebagai kurban.Wiana
(2002: 182-183 ) dalam bukunya yang berjudul “ Makna Upacara Yadnya dalam
Agama Hindu” menulis bahwa pemakaian sarana upacara berupa binatang dan
tumbuh-tumbuhan sebagai sarana upacara yadnya, akan meningkat kualitasnya
dalam penjelmaan berikutnya. Penggunaan binatang sebagai sarana upacara
yadnya sebagai simbol penguasaan sifat-sifat kebinatangan. Manusia memberikan
kesempatan kepada tumbuh-tumbuhan dan hewan tersebut akan mendapatkan
pahala yang utama. Karena itu penggunaan binatang sebagai sarana pokok
upacara bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat kebinatangan atau keraksasaan
menuju sifat-sifat kemanusiaan terus meningkat menuju sifat-sifat kedewaan.

3


Perjuangan manusia di dunia ini adalah menguasai kecenderungan keraksasaan
sehingga kecenderungan kedewaanlah yang mengendalikan hidup manusia. Kalau
kecenderungan kedewaan yang menguasai manusia, manusia akan dapat
mengendalikan perilakunya agar selalu berada pada ketentuan dharma.
Sifat-sifat manusia yang tidak sesuai dengan ajaran dharma akan
menyebabkan manusia memiliki sifat dan pikiran negatif. Segala pikiran dan
perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran dharma dapat menjerumuskan manusia
ke dalam kehancuran. Perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama harus
dibersihkan atau disucikan supaya kehidupan menjadi damai dan tentram. Proses
pelaksanaan pembersihan diri atas perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran
dharma dilaksanakan dengan jalan pangruatan.
Penelitian ini lebih lanjut ingin mengungkapkan bagaimana proses upacara
pangruatan yang dilaksanakan oleh umat manusia. Pelaksanaan pangruatan yang
dilakukan dalam bentuk upacara yadnya disertai dengan berbagai sarana
upacaranya. Tujuan pangruatan adalah sebagai bentuk permohonan kesucian
lahir dan batin, memohon keselamatan alam semesta beserta isinya, dan dengan
dilaksanakannya upacara pangruatan maka keadaaan kahyangan dan dunia
beserta isinya menjadi damai dan tentram kembali.
Proses pangruatan dalam teks Cempaka Gadang dikaitkan dengan upacara
yadnya pada masyarakat Hindu. Pelaksanaan pangruatan yang terdapat pada teks
Cempaka Gadang relevan dengan realita kehidupan yang dilaksanakan oleh
masyarakat Hindu, khusunya di Bali. Upacara yadnya berupa pangruatan yang

4


terdapat dalam teks Cempaka Gadang, merupakan proses pelaksanaan
pembersihan yang bertujuan untuk menyucikan diri dan mengharmoniskan
kembali alam beserta isinya.
Penelitian tentang wacana pangruatan yang terkandung dalam teks
Cempaka Gadang, dapat memberikan penjelasan bahwa teks Cempaka Gadang
merupakan salah satu sumber sastra yang penting bagi kehidupan masyarakat
Hindu dalam meningkatkan pengetahuan di bidang keagamaan, terutama dalam
hal upacara yadnya.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan
dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana bentuk wacana pangruatan dalam teks Cempaka Gadang?
2. Apa saja fungsi wacana pangruatan dalam teks Cempaka Gadang?
3. Apa makna wacana pangruatan dalam teks Cempaka Gadang?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Kedua tujuan tersebut diuraikan sebagai berikut.
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggali dan mengungkapkan
keberadaan naskah-naskah tradisional berupa tutur dengan harapan dapat

5


memberikan manfaat yang lebih luas kepada masyarakat serta memberikan
masukan dan sumbangan bagi ilmu pengetahuan terutama dalam bidang ilmu
sastra. Selain itu juga dapat melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur
yang terkandung dalam naskah-naskah lontar.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian terhadap teks naskah Lontar Cempaka Gadang ini
sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui bentuk wacana pangruatan dalam teks Cempaka
Gadang.
2. Untuk mengetahui fungsi wacana pangruatan dalam teks Cempaka
Gadang.
3. Untuk mengetahui makna wacana pangruatan dalam teks Cempaka
Gadang.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan keilmuan
dan praktis. Manfaat pertama adalah manfaat yang bersifat teoretis dan manfaat
yang kedua bersifat praktis. Kedua manfaat penelitian ini dapat diuraikan sebagai
berikut.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai salah satu
sumber informasi pengetahuan di bidang ilmu sastra. Selain itu dapat menambah

6


dan melengkapi penelitian sastra lama, terutama dalam bentuk kajian naskahnaskah lontar.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk lebih memahami
dan mendalami pengetahuan tentang karya sastra dalam bentuk tutur. Bagi
pembaca, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai bagaimana
bentuk, fungsi dan makna pangruatan yang berhubungan dengan upacara yadnya
yaitu dalam rangka pelaksanakan pembersihan diri dan spiritual manusia, menjaga
keselarasan dan keharmonisan alam beserta isinya dalam teks Cempaka Gadang.

7


BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka
Pentingnya Kajian pustaka adalah untuk menambah wawasan, pemahaman
dan pengetahuan yang dapat dijadikan bahan acuan, bandingan, dan pedoman
dalam penelitian ini.
Penelitian terhadap teks Cempaka Gadang sebelumnya sudah pernah
diteliti oleh I Wayan Artayasa pada tahun 2007. Penelitian teks Cempaka Gadang
dihasilkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Struktur dan Tutur Lontar
Cempaka Gadang”. Penelitian tersebut membahas tentang analisis unsur intrinsik
(insiden, alur, tokoh/penokohan, latar, tema dan amanat). Penelitian tersebut juga
mengungkapkan tutur atau nasihat yang berhubungan dengan tattwa (filsafat),
susila (etika), dan upacara (ritual). Dalam hal tattwa (filsafat) dijabarkan adanya
rwa bhineda (dua sisi yang berbeda seperti baik dan buruk yang selalu ada dan
berdampingan dalam dunia ini). Susila (etika) merupakan ajaran yang berkaitan
dengan sopan santun dan tingkah laku yang sesuai dengan tata krama. Upacara
(ritual) merupakan wujud konkret atau realisasi dari ajaran agama Hindu.
Penelitian sebelumnya dipakai sebagai pijakan penelitian sekarang, yaitu
membahas tentang wacana pangruatan yang berhubungan dengan proses
pelaksanaan pembersihan yang bertujuan untuk melaksanakan pembersihkan diri
dan spiritual manusia, menjaga keselarasan dan keharmonisan alam beserta isinya.

7

8


Relin D.E (2011) dalam disertasinya yang berjudul “Pemertahanan Tradisi
Ruwatan Dalam Era Modernisasi dalam Masyarakat Jawa di Desa Kumendung,
Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur” Dalam disertasinya diuraikan tentang faktorfaktor pemertahanan, aspek tanda pemertahanan, dan dampak serta makna
pemertahanan tradisi ruatan dalam era modernisasi. Penemuan yang berhubungan
dengan pemertahanan tradisi ruatan yaitu telah terjadi penguatan lokal genius
dalam pelaksanaan tradisi ruatan. Tradisi ruatan sebagai media komunikasi lintas
agama, tradisi ruatan juga mengandung hiperspiritualitas. Kepercayaan terhadap
ruatan ini mampu menumbuhkan kekuatan otonum dalam berbagai agama dan
kepercayaan. Tradisi ruatan mengandung multikulturalisme dan makna peradaban
universal.
I Wayan Cika (2004) dalam tulisannya yang berjudul “ Aspek Ngruwat
dalam Geguritan Sudamala”, menguraikan tentang aspek ngruat dalam Geguritan
Sudamala adalah suatu upacara pembersihan untuk mendapatkan kesejahteraan
lahir dan batin (menghilangkan mala menjadi sudamala/nirmala). Selain itu pesan
moral yang dipetik adalah jika ingin menolong seseorang maka pertolongan itu
harus dilandasi pikiran yang tulus ikhlas dan jujur, tidak berpura-pura karena hal
itu akan menyulitkan diri sendiri. Dalam melakukan suatu pekerjaan harus sabar
dan tidak mudah menyerah oleh suatu keadaan, betapapun beratnya. Semakin
banyak melakukan perbuatan dosa, makin lamalah penderitaan yang dialami.
Kajian pustaka di atas, dapat memberikan gambaran dan pemahaman
dalam rangka analisis lebih lanjut teks Cempaka Gadang. Analisis yang dilakukan
berkaiatan dengan wacana pangruatan (melaksanakan pembersihan) yang

9


merupakan bentuk upacara yadnya pada masyarakat Hindu di Bali. Dampak dan
makna pangruatan sebagai bentuk proses pelaksanaan pembersihan akan
memberikan gambaran tentang pentingnya pelaksanaan upacara pangruatan yang
dilakukan untuk melaksanakan pembersihkan diri dan spiritual manusia, menjaga
keselarasan dan keharmonisan alam beserta isinya.
2.2 Konsep
Konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati dalam proses
penelitian. Koentjaraningrat (1991: 10) menyatakan bahwa konsep adalah tafsiran
mengenai pola-pola korelasi antara kelas-kelas fakta menuju ke tingkat
pengetahuan yang abstrak. Dengan demikian konsep merupakan unsur-unsur inti
dari suatu pengertian atau definisi. Konsep merupakan batasan singkat dari
sekelompok fakta atau gejala dari apa yang perlu diamati di dalam proses
pelaksaan penelitian. Sebagai konsep dasar dalam penelitian ini adalah: 1) konsep
pangruatan, dan 2) konsep Cempaka Gadang.
2.2.1 Konsep Pangruatan
Pangruatan berasal dari kata ruat yang mempunyai arti bersih, ngruat,
meruat, melaksanakan pembersihan (Anom, dkk: 2008).
Konsep pangruatan dalam teks Cempaka Gadang berkaitan dengan
pelaksanaan upacara yadnya yang dilaksanakan setelah Dewi Ratna Cempaka
Gadang meninggal dan arwahnya disiksa di Neraka. Akibat dari siksaan yang
dialami oleh Dewi Ratna Cempaka Gadang dan anak buahnya seperti Ni Leyak
Anggrek Mas dan Ni Leyak Sungsang Mas di Neraka, kahyangan para Dewa

10


menjadi gaduh. Supaya kahyangan dan dunia menjadi damai dan tentram kembali
setelah kegaduhan yang terjadi dan wabah penyakit serta kekacauan yang
disebabkan oleh Dewi Ratna Cempaka Gadang beserta anak buahnya maka
diadakanlah upacara pangruatan di dunia ini.
2.2.2 Konsep Cempaka Gadang
Di dalam mengungkapkan konsep Cempaka Gadang, mengacu pada kirata
bhasa. (Simpen dalam Widiana, 2011: 20-21) menyatakan bahwa bentuk-bentuk
kirata bhasa umumnya berupa sinonimi (dasanama) dan metonimi. Ada pula
kirata bhasa berupa akronim dan bentuk-bentuk lain. Dalam tradisi kebahasaan
masyarakat Bali dikenal astaguru, yakni delapan pedoman untuk mengategorikan
kata-kata yang dianggap mempunyai nilai sama. Astaguru terdiri atas: (1) guru
dasanama, jika kata-kata merupakan bentuk sinonim, misalnya wulan, candra,
sasi, sasangka ‘bulan’; (2) guru sastra jika kata-kata tersusun atas fonem yang
hampir sama sekalipun mempunyai arti yang berbeda, misalnya hasti ‘gajah’, esti
‘pikiran’; (3) guru wanda jika kata-kata mempunyai komposisi suku kata sama
meskipun mempunyai arti yang berbeda, misalnya dadi ‘menjelma’, dadhi
‘santan’, dadi ‘laut’; (4) guru warga jika kata-kata termasuk ke dalam satu
golongan, misalnya lelipi ‘ular’, naga ‘naga’, lelasan ‘kadal’, alu ‘biawak’, buaya
‘buaya’; (5) guru karya jika kata-kata memiliki hubungan fungsi, misalnya mata
‘mata’, tinghal ‘melihat’, karna ‘telinga’, mireng ‘dengar’; (6) guru sarana jika
kata yang satu merupakan acuan atau sasaran kata yang lain, misalnya lidah
‘lidah’, rasa ‘rasa’; (7) guru darwa jika kata yang satu merupakan sifat dari kata
yang lain, misalnya api ‘api’, puun ‘terbakar’ tabia ‘cabai’, lalah ‘pedas’; (8) guru

11


jarwa jika kata yang satu dianggap mempunyai tafsiran bagi kata yang lain,
misalnya oreg ‘pasukan perang’, geger ‘bukit’.
Berpedoman pada kirata bhasa yang dikemukakan di atas, maka frasa
“cempaka gadang” dapat dimaknai sebagai berikut. Frasa “cempaka gadang”
dibangun oleh dua kata, yaitu kata “cempaka” mengandung makna ‘ tanaman
bunga yang memiliki bunga yang berbau harum, serta nama untuk anak yang
berjenis kelamin perempuan’, kata “gadang” mengandung makna ‘hijau’.
Kata cempaka, mengacu pada nama anak perempuan yang terlahir dari
kama Sang Hyang Taya ketika beliau bercengkrama dan mandi di Sungai Suya
Gangga dengan Bhatari Gangga. Atas anugrah yang diberikan oleh Sang Hyang
Taya, anak perempuan tersebut diberi nama Dewi Ratna Cempaka Gadang, karena
anak perempuan ini memiliki kehebatan dan kekuatan yang utama.
Kata gadang ‘hijau’ menunjukkan sebuah harapan ke depan agar kembali
tumbuh subur dan menghijau. Dalam hal ini juga tercermin setelah dosa-dosa
yang dilakukan oleh Dewi Ratna Cempaka Gadang selama hidupnya yaitu
menyebarkan wabah penyakit dan membuat kekacauan di dunia, akan menjadi
hilang atau sirna, setelah itu tumbuh kembali menjadi sosok baru yang dapat
menyejukkan dan menyuburkan kembali alam beserta isinya.
Kata gadang dibentuk oleh dua buah kata, yaitu kata galang ‘terang’ dan
apadang ‘benderang’ (morfem unik). Jadi kata gadang juga mengandung makna
sesuatu yang dapat memberikan penerangan atau pencerahan (Widiana, 2011: 22).

12


Dengan demikian istilah cempaka gadang merupakan sebuah konsep yang
memberikan makna bahwa teks Cempaka Gadang berisi cerita tentang upacara
pangruatan (melaksanakan pembersihan) supaya terbebas dari dosa dan wabah
penyakit

serta

dapat

memberikan

pencerahan

atau

penerangan

dan

mengharmoniskan kembali alam beserta isinya.
2.3 Landasan Teori
Landasan teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori wacana
naratif dan semiotika. Teori-teori tersebut digunakan untuk mengungkapkan
wacana pangruatan (pelaksanaan pembersihan) dalam teks Cempaka Gadang.
Pelaksanaan upacara pangruatan berkaitan dengan upacara yadnya dengan
berbagai sarana korbannya seperti asu bang bungkem (anjing yang warna bulunya
merah dengan mulut dan ekornya hitam), sata manca warna (ayam lima warna),
kambing, angsa, dan bawi rare durung acula (anak babi yang belum dikebiri).
2.3.1 Teori Wacana Naratif
Teori wacana (teks) naratif juga disebut teori strukturalisme naratologi.
Kata naratologi berasal dari kata narration (bahasa Latin, berarti cerita, perkataan,
kisah, hikayat) dan logos (ilmu). Naratologi juga disebut teori wacana (teks)
naratif. Baik naratologi maupun teori wacana (teks) naratif diartikan sebagai
seperangkat konsep mengenai cerita dan pen(cerita)an. Konsep-konsep yang
berkaitan dengan narasi dan narrator, demikian juga wacana dan teks, berbedabeda sesuai para penggagasnya (Ratna, 2009: 128).

13


Baik sebagai cerita maupun penceritaan, narasi didefinisikan sebagai
representasi atas paling sedikit dua peristiwa faktual atau fiksional dalam urutan
waktu. Narator atau agen naratif didefinisikan sebagai pembicara dalam teks,
subjek secara linguistis, bukan person, bukan pengarang. Kajian wacana naratif
dalam hubungan ini dianggap telah melibatkan bahasa, sastra, dan budaya, yang
dengan sendirinya sangat relevan sebagai objek ilmu-ilmu kemanusiaan atau
humaniora (Ratna, 2009: 128).
Menurut Parera (2004: 219) sebuah teori tentang analisis wacana atau
wacana adalah satu penjelasan tentang bagaimana kalimat-kalimat dihubunghubungkan dan memberikan satu kerangka acuan yang terpahami tentang berbagai
jenis wacana, memberikan penjelasan tentang runtun kelogisan, pengelolaan
wacana, dan karakteristik stilistik sebuah wacana. Analisis wacana adalah
penentuan satuan-satuan dan unsur-unsur sebuah wacana. Sebuah wacana tidak
hanya terdiri atas kalimat-kalimat yang gramatikal, namun sebuah wacana harus
memberikan interpretasi yang bermakna bagi pembaca dan pendengarnya. Ini juga
berarti seorang pembicara atau penulis tidak hanya menyusun kalimat-kalimat
yang gramatikal, akan tetapi juga kalimat-kalimat yang berhubungan secara logis
dan kontekstual. Oleh sebab itu, analisis wacana tidak bertujuan menyusun
kaidah-kaidah umum tentang analisis wacana.
2.3.2 Teori Semiotika
Ratna (2009: 97) menjelaskan bahwa semiotika berasal dari kata semeion,
yang berarti tanda. Dalam pengertian lebih luas, sebagai teori, semiotika berarti

14


studi sistematis mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara
kerjanya, apa manfaatnya terhadap kehidupan manusia. Kehidupan manusia
dipenuhi oleh tanda, dengan perantaraan tanda-tanda proses kehidupan menjadi
lebih efisien, dengan perantaraan tanda-tanda manusia dapat berkomunikasi
dengan sesamanya, sekaligus mengadakan pemahaman yang lebih baik terhadap
dunia, dengan demikian manusia adalah homo semioticus.
Semiotika adalah ilmu tanda. Istilah tersebut berasal dari kata Yunani
semeion yang berarti “tanda”. Tanda terdapat di mana-mana: kata adalah tanda,
dengan demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya.
Struktur karya sastra, struktur film, atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai
tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda. Ahli filsafat dari Amerika, Charles
Sanders Peirce, menegaskan bahwa kita hanya dapat berpikir dengan sarana tanda,
tanpa tanda kita tidak dapat berkomunikasi.
Pierce menggunakan kata semiotika sebagai sinonim dari kata logika.
Logika harus mempelajari bagaimana orang “bernalar”. Penalaran menurut Pierce
dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda memungkinkan kita untuk berpikir dan
memberikan makna pada apa yang ditampilkan semesta. Saussure menganggap
bahasa merupakan simbol tanda atau sistem tanda. Saussure cenderung memakai
kata semiologi yang cenderung mengarah ke arah linguistik. Semiotika adalah
studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: cara fungsinya,
hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimnya, dan penerimanya oleh
mereka yang menggunakannya. Pierce mengungkapkan bahwa makna tanda
sebenarnya adalah mengemukakan sesuatu atau representamen (Pierce dalam

15


Zoest, 1992:1-5). Menurut Pradopo (2008:124), untuk mempermudah kajian
semiotik, perlu diperhatikan konvensi penting di dalam karya sastra, yang
meliputi konvensi ketidaklangsungan ekspresi dan konvensi hubungan antarteks.
Riffaterre (1978:1-2) mengemukakan bahwa karya sastra merupakan
aktivitas bahasa secara tidak langsung dan hipogramatik. Fenomena sastra
merupakan suatu dialektik antara teks dan pembaca serta dialektik antara tataran
mimetik dan tataran semiotik. Gagasan itu didasarkan atas prinsip bahwa puisi
(karya sastra) merupakan suatu aktivitas bahasa. Aktivitas bahasa itu adalah tidak
langsung. Ada tiga hal yang menyebabkan ketidaklangsungan itu, yakni
displacing of meaning, distorting of meaning, dan creating of meaning.
Displacing of meaning muncul ketika tanda-tanda berpindah dari satu arti ke arti
yang lain, ketika satu kata “menggantikan” kata yang lain sebagai metafora dan
metonimi. Distorting of meaning terjadi akibat ambiguitas, kontradiksi, atau
nonsense. Sementara itu, creating of meaning ditentukan oleh suatu organisasi
prinsip untuk tanda-tanda di luar item-item linguistik.
Teori semiotik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
pendapat Riffaterre. Cara pandang dalam memahami karya sastra seperti di atas
dapat dikembangkan lebih jauh, tidak hanya untuk memandang puisi, melainkan
karya sastra secara keseluruhan. Konsep-konsep yang dikemukakan Riffaterre
mungkin tidak sepenuhnya dapat diterapkan dalam penelitian ini karena obyek
yang diteliti berbeda. Karena itu, teori semiotik dalam penelitian ini bertumpu
pada satu hal, yaitu teks Cempaka Gadang dilihat sebagai sebuah sistem tanda.
Penelitian tentang wacana pangruatan dalam Teks Cempaka Gadang, memuat

16


tanda-tanda yang dapat diinterpretasikan. Dengan interpretasi tanda-tanda, dapat
memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap karya sastra dan memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia.
2.4 Model Penelitian

Teks Cempaka Gadang

Wacana
Pangruatan

Bentuk
Pangruatan

Fungsi
Pangruatan

Keterangan Model Penelitian
= Objek Penelitian
= Teori
= Objek Kajian
= Hasil Penelitian
= Hubungan Langsung

Teori Wacana
Teori Semiotika

Makna
Pangruatan

17


Penjelasan Model Penelitian:
Teks Cempaka Gadang memuat tentang wacana pangruatan. Untuk
memeroleh gambaran yang jelas tentang pangruatan tersebut, digunakan dua teori
yaitu teori wacana dan teori semiotika. Teori Semiotik yang digunakan dalam
penelitian ini mengacu pada pendapat Riffaterre. Teori Semiotik dalam penelitian
ini bertumpu pada satu hal, yaitu teks Cempaka Gadang dilihat sebagai sebuah
sistem tanda. Penelitian tentang Wacana Pangruatan dalam Teks Cempaka
Gadang, memuat tanda-tanda yang dapat diinterpretasikan. Analisis dengan
menggunakan teori-teori tersebut menghasilkan kajian bentuk, fungsi, dan makna
pangruatan dalam teks Cempaka Gadang.