Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Manajemen Konflik untuk Menurunkan Derajat Work-Family Conflict pada Karyawan PT. 'X' Bandung yang telah Berkeluarga.

(1)

iv ABSTRAK

Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Managemen Konflik untuk Menurunkan Derajat Work–Family Conflict pada Karyawan PT. “X” Bandung yang Telah Berkeluarga.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya karyawan dan karyawati di PT.”X” Bandung yang menjalankan dua peran dan mengalami tekanan/konflik dalam . Gejala yang dirasakan oleh karyawan dan karyawati tersebut terkait dengan work-family conflict. Model intervensi yang sesuai adalah pelatihan dengan memberikan keterampilan pengelolaan konflik dalam menjalankan peran. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah Teori Work-Family Conflic dari Greenhouse, Jeffry H. And Nicholas J.Beautell (1985)

Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasi experimental dengan teknik one group design pre dan pos test. Rancangan modul pelatihan terdiri dari 2 sesi, terbagi atas sesi work-family conflict dan sesi kedua yaitu Manajemen Konflik. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur work-family concflict berbentuk kuesioner berdasarkan teori dasar dari Greenhause&Beautell (1985). Teknik analisis hasil uji coba pelatihan menggunakan teknik uji beda Wilcoxon untuk mengetahui penurunan derajat work-family conflict

Dari hasil uji coba Wilcoxon diperoleh T hitung < T Tabel, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti terdapat penurunan derajat work-family conflict sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan, pada taraf kepercayaan 95%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah karyawan dan karyawati yang mengikuti pelatihan mengalami penurunan derajat work-family conflict sesudah mengikuti pelatihan


(2)

v ABSTRACT

Trial Design and Conflict Management Training Modules to Reduce Work-Family Conflict degree in PT. "X" Bandung who have a family.

This research is motivated by the number of employees and employee of PT. "X" Bandung which runs two perann in work and family roles. Symptoms felt by the employee and the employee associated with work-family conflict. Appropriate intervention model is to provide skills training in conflict management.

The theory used in this study is the Theory of Work-Family Conflict Greenhause, Jeffry H. And Nicholas J.Beautell (1985)

The design of the study is a quasi experimental design technique with one group pre and post test. The design of the training module consists of two sessions, consisting of work-family conflict session and the second session is Conflict Management. Measuring instruments used to measure work-family concflict form questionnaire based on the basic theory of Greenhause & Beautell (1985). Engineering analysis of the results of the training trials using the Wilcoxon test different techniques to determine the degree of reduction in work-family conflict, From the test results obtained by the Wilcoxon T count <T Tabe, so H0 is rejected and H1 is accepted, which means there is a decrease in the degree of work-family conflict before and after the training, the level of 95%. The conclusion of this study is the employees who attended training decreased the degree of work-family conflict after the training


(3)

vii DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan i

Persyaratan Orisinalitas Laporan Penelitian ii

Persyaratan Publikasi Laporan Penelitian iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel viii

Daftar Bagan ix

Daftar Lampiran x

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.2. Identifikasi Masalah 15

1.3. Maksud dan Tujuan 16


(4)

viii

1.5. Metodologi Penelitian 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran 19

2.2 Work Family Conflict

2.2.1. Arah dan bentuk Work Family Conflict 20 2.3 Pelatihan Sebagai Metode Belajar

2.3.1 Pengertian Pelatihan 23

2.3.2 Fase Experimental Learning 24

2.3.3 Area pembelajaran 26

2.3.4 Merancang Modul Pelatihan 29

2.3.5 Metode Pelaksanaan pelatihan 31

2.4 Instruktur 37

2.5. Evaluasi Program Pelatihan 38

2.6 Kerangka Pikir 43

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian 57

3.2 Variabel Penelitian, Defenisi Konseptual dan Operasional 58

3.3 Alat Ukur 61

3.4 Data Penunjang 67


(5)

ix

3.6 Modul Pelatihan 68

3.7 Metode Analisa Data 69

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Responden 72

4.2 Hasil Evaluasi Uji Coba Modul Pelatihan 73 4.2.1 Hasil Penelitian Berdasarkan Evaluasi Learning Pelatihan 74 4.2.2 Hasil Penelitian berdasarkan Evaluasi Reaksi Pelatihan 80

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 100


(6)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Kisi Kisi Alat Ukur

Tabel 3.2 Kategori Penilaian Work Family Conflict Tabel 3.3 Kriteria Validitas

Tabel 3.4 Hasil Validitas Alat Ukur Tabel 3.6 Hasil Reliabilitas Alat Ukur Tabel 4.1 Gambaran Responden Tabel 4,2 Uji beda Wilcoxon

Tabel 4.3 Gambaran Pretest-Postest Work Family Conflict

Tabel 4.4 Gambaran Item pada Aspek Time-Based Work-Family Conflict Tabel 4.5 Gambaran Item pada Aspek Strain Based Work-Family Conflict Tabel 4.6 Gambaran Item pada Aspek Behavior Based Work Family Conflict

Tabel 4.7 Tabel Hasil Pelatihan dan Data Penunjang Tabel 4.8 Gambaran Evaluasi Keseluruhan Pelatihan Tabel 4.9 Evaluasi Terhadap Trainer dan Fasilitator Tabel 5.0 Evaluasi Reaksi Terhadap Setiap Sesi


(7)

xi

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Rancangan Penelitian Bagan 2.1 Kerangka Pikir Bagan 3.1 Rancangan Penelitian


(8)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Alat Ukur Penelitian Lembar Evaluasi Pelatihan

Modul Pelatihan Managemen Konflik Data Mentah Pretest Posttest

Data Penunjang

Tabel Hasil Pengujian Uji Wilcoxon Tabel Reaksi Responden

Tabel saran dan Kritik Pelatihan Responden

Tabel Pengalaman dan Makna Pelatihan Responden Hasil Observasi Umum Pelatihan

Materi Pelatihan


(9)

Page 1

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Seiring dengan semakin meningkatnya perkembangan jaman, menuntut setiap orang untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada. Terlebih bagi orang yang telah memasuki usia dewasa, dimana mereka dituntut untuk dapat memulai bekerja, sekaligus memilih pasangan dan membentuk keluarga (Hurlock, Tugas Perkembangan, 1980). Situasi tersebut menjadikan pada era ini banyak pasangan yang memutuskan untuk bersama-sama menjalani pekerjaan di luar rumah. Namun, menjalani dua profesi dalam satu waktu membutuhkan energi serta pengaturan yang lebih kompleks agar keduanya dapat berjalan dengan seimbang. Di satu sisi, individu terikat oleh perusahaan tempatnya bekerja dan berkewajiban untuk dapat optimal dalam performa kerja. Di sisi lain, individu memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan menjalani perannya dalam keluarga.

Bekerja merupakan salah satu cara yang dirasakan paling efektif untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap orang. Bahkan di saat sekarang, bekerja tidak hanya didominasi oleh kaum pria, jumlah wanita pekerja pun jumlahnya semakin meningkat. Pekerjaan tentu akan berdampak terhadap keluarga, sehingga hal ini akan


(10)

Page 2

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan menyangkut pekerjaan. Dengan adanya kedua belah pihak yang bekerja atau berperan sebagai pencari nafkah, maka proses pengambilan keputusan dalam keluarga akan mengalami perubahan. Istri bekerja akan menuntut keseimbangan dalam pembagian kekuasaan hak dalam pengambilan keputusan terkait dengan kontribusinya sebagai pencari nafkah (Bulmstein dan Schwartz, 1983; Katz & Perez, 1985). Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa pada masa sekarang tidak hanya wanita bekerja yang beresiko mengalami work-family conflict, pria sebagai kepala keluarga pun juga memiliki resiko untuk mengalami konflik tersebut.

Greenhouse dan Beutell (1985) dalam Yang et al (2000) mendefinisikan

konflik pekerjaan keluarga (Work Family Conflict) sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Konflik ini terjadi ketika seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan individu yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya. Konflik peran ini akan terjadi ketika pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya (Frone& Copper, 1992).

Situasi akan terlihat lebih kompleks ketika anak telah hadir diantara mereka. Hal itu yang diceritakan oleh 4 dari 5 karyawan PT.”X” yang telah diwawancara.


(11)

Page 3

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Tuntutan dirasa lebih berat karena mereka harus bertanggung jawab di dalam keluarga terutama dalam hal mengasuh anak.Seiring dengan perkembangannya, anak membutuhkan perhatian yang lebih dari kedua orangtua.Hal inilah yang seringkali memicu terjadinya masalah. Di saat tuntutan pekerjaan semakin tinggi, mereka juga harus tetap dapat membagi perhatian dan konsentrasi untuk keluarga terutama anak. Sehingga tidak jarang, diantara mereka terpaksa ijin untuk tidak masuk kantor apabila keperluan anak dirasa lebih penting. Dampaknya mereka akan dituntut bekerja lebih keras untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya yang tertinggal ketika melakukan ijin ataupun cuti.

Situasi-situasi tersebut diatas juga kerap terjadi pada para karyawan di sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang distribusi, berdasarkan data absensi 2013, beberapa karyawan sering terlambat datang ke kantor, dan kerapkali mengalami migren ataupun sakit kepala ketika sedang bekerja. Menurut pengakuan dari 3 orang karyawati yang diwawancarai, mereka pernah mengalami situasi demikian. Sebagai ibu yang memiliki anak balita, memiliki setidaknya dua peran sekaligus dirasakan cukup banyak menghabiskan energi mereka. Tidak jarang sisa energi mereka dari kantor harus tetap digunakan untuk melakukan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang ibu. Dampaknya mereka sering kehilangan waktu tidur, sehingga mereka merasa mudah stress, susah berkonsentrasi, ataupun mudah merasa lelah ketika pergi ke kantor.


(12)

Page 4

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Situasi kompleks juga dirasakan oleh karyawan yang baru menikah. Peningkatan jumlah ijin dan cuti karyawan meningkat sejak menjalani peran barunya sebagai seorang suami, dan seluruhnya disebabkan oleh adanya kepentingan mendampingi istri dan keluarga istri. Seperti yang dialami oleh salah seorang karyawan yang diwawancarai, ia mengaku seringkali mengalami kebingungan dalam mengambil keputusan ketika istri membutuhkan disaat kegiatannya di kantor sedang padat. Di satu sisi, sebagai suami ia merasa sudah menjadi kewajibannya untuk menjaga istri, namun di sisi lain tidak masuk kantor akan menyebabkan penundaan dan menambah beban pekerjaannya di keesokan hari.

Perubahan tuntutan dan situasi menimbulkan konflik tersendiri bagi karyawan, terutama karyawan yang sudah berkeluarga. Tuntutan perusahaan yang semakin meningkat membawa pengaruh terhadap peran karyawan dalam keluarga, sehingga beberapa diantara mereka yang telah berkeluarga mulai merasa sulit membagi waktu, energi mudah terkuras, atau sulit menyesuaikan diri sesuai dengan tuntutan yang dihadapi.Tidak jarang karyawan jatuh sakit karena kelelahan, atau tidak fokus bekerja dikarenakan konsentrasi terpecah, bahkan mudah stress. Akibatnya, karyawan seringkali melakukan ijin ataupun cuti untuk keperluan keluarga. Hal demikian tentu akan berpengaruh terhadap operasional perusahaan.

Karyawan yang mengalami situasi tersebut menurut Greenhaus dan Beutell (1985) diartikan mengalami Work-family conflict. Work-family conflict merupakan


(13)

Page 5

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

salah satu bentuk dari interrole conflict, yaitu tekanan atau ketidakseimbangan dalam dua peran yang dijalani, dalam hal ini adalah peran di pekerjaan dan peran di keluarga. Menurut Greenhaus dan Beutell, Work family conflict memiliki 3 dimensi berbeda, yakni Strain-based work-family conflict, Time-based work-family conflict, dan Behavior-based work-family conflict.

Strain based work family conflict adalah konflik yang terjadi dimana Stress yang ditimbulkan dari salah satu peran yang mempengaruhi peran yang lain sehingga mempengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan. Time-Based Work-Family Conflict adalah konflik yang terjadi karena tuntutan waktu pada satu peran mempengaruhi keterlibatan di peran lainnya. Sedangkan Behavior-based Work-Family Conflict adalah konflik yang terjadi karena tingkah laku yang efektif untuk satu peran, tidak efektif untuk digunakan dalam peran yang lain.

Telah dilakukan survey terhadap 20 orang karyawan yang bekerja di perusahaan distribusi nasional PT.”X” di kota Bandung. Sampel merupakan para karyawan yang telah berkeluarga.Dari survey tersebut didapatkan hasil bahwa 60% karyawan mengalami work-family conflict.

Berdasarkan hasil wawancara pada 20 karyawan tersebut, 6 orang mengaku kesulitan dalam melakukan adaptasi di beberapa peran sekaligus. Karyawan yang terbiasa memberikan perintah dan menuntut bawahan untuk cepat mengikuti semua instruksinya, menjadi konflik ketika dituntut toleransi dan bersabar dalam


(14)

Page 6

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

menghadapi anak atau pasangannya di rumah. Hal tersebut menyebabkan secara tidak sadar mereka kerapkali membentak dan memerintah anak ataupun pasangannya di rumah. Sedangkan karyawan yang terbiasa berperilaku santai saat menjalani aktifitas bersama keluarga di rumah mengaku kesulitan saat dituntut untuk bergerak cepat mengikuti ritme kerja perusahaan. Sehingga kerapkali mereka kesulitan dalam mengejar deadline harian yang diberikan perusahaan. Kemudian 7 orang lainnya mengaku sulit menjalankan perannya sebagai seorang ayah ataupun ibu secara optimal. Tidak jarang mereka pergi pada saat anak-anaknya masih bersiap akan sekolah, dan pulang pada saat anak-anaknya sudah tidur. Sedangkan pada saat sabtu minggu, tidak jarang mereka juga harus bekerja sampingan untuk memberikan penghasilan tambahan bagi keluarganya. Dampaknya mereka merasa kesulitan mencari waktu yang pas untuk menjalin komunikasi dengan anak-anaknya. Sehingga mereka merasa kurang bisa mengawasi perkembangan anak secara optimal. Sempitnya waktu yang mereka miliki, membuat mereka merasa harus mempergunakan waktu yang tersisa secara optimal untuk dapat bersama dengan keluarga, sehingga seringkali mereka menghabiskan jam istirahatnya dirumah untuk menjalankan perannya dalam keluarga. Dampaknya terasa ketika mereka harus kembali ke pekerjaan di kantor, tidak jarang mereka mudah lelah, sering migren/sakit kepala, serta sulit berkonsentrasi.


(15)

Page 7

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Sedangkan 7 orang lainnya mengaku bahwa permasalahan yang mereka alami pada keluarga terkadang mempengaruhi konsentrasi dan emosional mereka pada saat bekerja. Begitu juga sebaliknya, permasalahan di pekerjaan mempengaruhi emosi mereka pada saat berada dalam keluarga. 3 dari 7 orang yang diwawancarai merasa bahwa ketika anak atau istri/suami sedang sakit di rumah, kecemasan tersebut mereka bawa sampai ke kantor, akibatnya konsentrasi menjadi terpecah antara kantor dan rumah. Namun, di satu sisi karyawan tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkan ijin dari kantor ketika ada urusan keluarga yang mendadak. Hal itu cukup membantu untuk menurunkan kadar kecemasan yang mereka rasakan. 4 dari 7 orang yang diwawancarai mengaku bahwa ketika beban dan tuntutan pekerjaan di kantor meningkat, energi mereka terasa lebih cepat terkuras, sehingga ketika pulang kerumah keinginan untuk bercengkrama dengan keluarga menjadi menurun. Hal tersebut seringkali membuat pasangan atau anak kecewa.

Ketika karyawan merasa bahwa tanggung jawab terhadap pekerjaan menuntut mereka bekerja lebih keras, maka akan menghabiskan lebih banyak waktu di luar jam kantor, sehingga waktu bersama keluarga otomatis akan berkurang. Situasi seperti itu turut pula memicu konflik dalam keluarga ataupun konflik pribadi. Seseorang akan merasa bahwa pekerjaan telah menghalanginya untuk dapat menghabiskan waktu dengan keluarga.


(16)

Page 8

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Sebagai seseorang yang memiliki dua peran, karyawan berusaha untuk dapat menyeimbangkan antara tanggung jawab sebagai bagian dari keluarga dan tanggung jawab pekerjaan sebagai karyawan. Namun, ketika dua peran tersebut memaksa mereka untuk memenuhi tuntutan dalam waktu yang bersamaan, maka yang akan terjadi adalah penentuan skala prioritas untuk menjalani salah satu peran terlebih dahulu. Menurut penelitian dari Berk et al dalam Gutek (1991) menemukan bahwa adanya perbedaan arah pada konflik yang dialami wanita dan pria.Wanita cenderung menghabiskan lebih banyak waktu dalam hal urusan keluarga, sehinggan wanita dilaporkan lebih banyak mengalami konflik pekerjaan keluarga dengan arah Family interference with work. Sebaliknya pria cenderung menghabiskan lebih banyak waktu untuk menangani urusan pekerjaan daripada wanita sehingga pria dilaporkan lebih banyak mengalami konflik pekerjaan keluarga, dengan arahwork interference with family.

Performa para karyawan sangat berpengaruh bagi berjalannya sebuah perusahaan. Dengan demikian, ketika jumlah karyawan yang mengalami konflik peran tersebut cukup banyak, maka akan berpengaruh terhadap kelangsungan operasional perusahaan. Seperti contoh yang terjadi pada salah seorang karyawan di PT. ‘X’ yang mengalami work-family conflict. Merasa sudah tidak bisa menjalani tuntutan anak mengenai perannya sebagai ibu dikarenakan kesibukannya bekerja,


(17)

Page 9

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

seorang kayawan yang telah bekerja selama 6 tahun mengambil keputusan untuk resign dari perusahaan.

PT. ‘X’ merupakan sebuah perusahaan yang telah berdiri selama 1 dekade. Bisnis yang dijalani bergerak dalam bidang distribusi pemasaran produk-produk elektrikal import ternama untuk wilayah Jawa Barat juga mencakup seluruh Indonesia. Salah satu produk utama pemasarannya adalah lampu dengan brand internasional berasal dari Belanda. Perusahaan ini memperkerjakan sekitar 150 karyawan, sebagian besar diantaranya merupakan karyawan operasional. PT. ‘X’ merupakan perusahaan yang menerapkan iklim kekeluargaan dalam kesehariannya. Hal ini dapat dilihat dari hubungan yang terbina diantara para karyawannya.Tidak ada pemisahan jarak yang signifikan antara pihak managemen dan dan karyawan, sehingga karyawan dapat dengan leluasa menyampaikan ide serta keluhan mengenai pekerjaannya.Ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingkat turn over pada PT.’X’ tidak tinggi. Selain menekankan pencapaian target dan peningkatan performa kerja, pimpinan tertinggi perusahaan juga menekankan pentingnya arti keluarga sebagai motivasi bekerja pada karyawannya, Hal itu yang menyebabkan karyawan cenderung lebih diberikan kemudahan dalam pengajuan ijin untuk kepentingan keluarga.

Bergerak dalam bidang pelayanan, kepuasan pelanggan menjadi faktor terpenting bagi PT.”X”. Salah satu indikator yang mempengaruhi kepuasan


(18)

Page 10

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

pelanggan adalah kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan, dalam hal ini kecepatan dan ketepatan service. Terutama untuk perusahaan yang mengandalkan jasa seperti PT.”X”, dimana setiap harinya puluhan ribu orderan masuk dan harus segera diproses.

PT.”X” terbagi menjadi 4 divisi operasional dan 2 divisi non operasional. 2/3 karyawannya merupakan karyawan operasional (sales, kolektor, ataupun delivery), sisanya merupakan karyawan yang bergerak dalam bidang office atau non operasional. Kegiatan keseharian PT.”X” meliputi penerimaan orderan dari customer baik melalui telepon yang diterima oleh para telemarketing ataupun orderan yang diterima oleh para sales. Orderan tersebut diproses melalui administrasi kemudian diteruskan kepada pihak gudang untuk diproses dan dilakukan pengiriman.Setelah itu, laporan disampaikan kepada pihak keuangan untuk melakukan penagihan.

Seluruh proses tersebut diharapkan dapat diselesaikan dalam satu hari. Namun, pada kenyataannya seringkali proses tersebut tidak selalu berjalan sesuai dengan harapan. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah performa karyawan, dimana salah satu aspeknya adalah kehadiran karyawan. Oleh karena itu, perusahaan selalu mengharapkan performa maksimal dari karyawannya untuk mendukung pencapaian target dalam proses distribusi demi kepuasan pelanggan.

Tuntutan bekerja secara optimal mencapai deadline singkat untuk menyelesaikan pekerjaan dan toleransi yang besar dari perusahaan untuk


(19)

Page 11

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

kepentingan keluarga, menimbulkan satu fenomena tersendiri bagi karyawan. Berdasarkan data absensi karyawan, untuk periode Mei sampai dengan September 2013, jumlah ijin (ijin pulang awal, ijin datang terlambat, atau ijin pada jam kerja) yang terjadi adalah sebanyak 65kejadian, 80% disebabkan oleh keperluan keluarga. Sedangkan jumlah cuti yang terjadi adalah sebanyak 25 kejadian, 85% diantaranya juga disebabkan oleh kepentingan keluarga. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa penyebab utama ketidakhadiran karyawan di kantor adalah kepentingan keluarga. Misalnya tidak masuk karena anak sakit, tidak masuk karena ke sekolah anak, menerima rapor anak, ataupun tidak masuk dikarenakan harus merawat istri/suami yangsedang sakit.

Berdasarkan data diatas, diperoleh gambaran mengenai Seseorang yang menjalani beberapa peran sekaligus, seringkali mengalami situasi dilematis dalam pemenuhan tuntutan peran tersebut. Terlebih ketika pemenuhan tuntutan di satu peran menghambat pemenuhan tuntutan peran yang lainnya. Seperti yang terjadi pada seseorang yang menjalani peran menjadi orang tua dan karyawan.Di kala salah satu anggota keluarga menuntut pemenuhan kebutuhan mendesak, maka solusi yang diambil adalah mengesampingkan sementara pemenuhan tuntutan peran yang lainnya yakni sebagai karyawan. Oleh karena itu, mereka memilih untuk mengajukan ijin terlambat ataupun tidak masuk ke kantor sementara waktu.


(20)

Page 12

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Penelitian Kossek & Ozeki (1998) menyatakan bahwa semua dimensi konflik-kerja keluarga mengurangi bentuk kepuasan hidup termasuk kepuasan kerja.Pernyataan ini dipertegas dengan pernyataan Abbott (et al dalam Agustina, 2006), bahwa konflik antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga mengakibatkan rendahnya kepuasan kerja, meningkatnya absensi, menurunkan motivasi karyawan, dan dalam jangka waktu tertentu dapat mengakibatkan turn over karyawan meningkat.

Hal ini merupakan permasalahan yang sangat dilematis bagi perusahaan. Di satu sisi operasional perusahaan sangat bergantung dengan kinerja karyawannya, namun di sisi lain perusahaan menyadari bahwa keluarga merupakan salah satu motivator terpenting bagi seorang karyawan, sehingga keduanya harus bisa berjalan beriringan untuk mendapatkan hasil optimal.

Untuk meminimalisir terjadinya peningkatan absensi karyawan, sejak Februari 2014 perusahaan berupaya untuk mempertegas peraturan dengan adanya kebijakan baru yang ditetapkan. Dimana jumlah ijin karyawan akan diperhitungkan dan di akumulasi setiap bulannya, dan hasilnya akan berdampak pada penerimaan gaji yang diterima oleh karyawan. Kebijakan tersebut tentu akan menjadi satu tekanan tersendiri bagi karyawan, dan dikhawatirkan akan menimbulkan work-family conflict. Melihat kemungkinan terjadinya situasi tersebut, perusahaan merasa perlu ada satu cara untuk mengatasi terjadinya konflik pekerjaan-keluarga yang


(21)

Page 13

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

dialami oleh para karyawan. Melalui hal ini, diharapkan para karyawan dapat menurunkan derajat konflik yang dirasakannya sehingga dapat memperlihatkan performa kerja yang optimal untuk perusahaan, ketika perubahan kebijakan perusahaan mengenai pembatasan ijin akan dilaksanakan.

Setiap peran yang dijalani memang memiliki tuntutan dan harapannya masing-masing. Hal itu membuat seseorang merasa memiliki kewajiban untuk dapat memenuhi seluruh tuntutan dan harapan dari peran yang dimilikinya tersebut. Namun, peran-peran yang berbeda tersebut tidaklah selalu selaras dan dan sejalan dalam usaha pemenuhannya. Ada kalanya pemenuhan tuntutan dan harapan di satu peran ternyata menghambat pemenuhan harapan dan tuntutan di peran yang lain. Pada saat itulah seseorang akan mengalami konflik dalam menentukan sikap yang harus mereka ambil untuk menyelesaikan konfliknya. Ketika seseorang merasa bahwa ia gagal dalam memenuhi tuntutan dan harapan sebuah peran, maka konsekuensinya adalah menerima sanksi dari lingkungan, entah itu berupa sanksi internal ataupun eksternal. Misalnya seseorang yang tidak bisa memenuhi tuntutan sebagai seorang karyawan akan menerima sanksi dari perusahaan berupa teguran, penilaian rendah pada performance appraisal, besarnya kenaikan salary, atau bahkan SP dan PHK. Sedangkan dari sisi internalnya, seseorang yang merasa gagal dalam menjalani suatu peran akan merasa kecewa atau bahkan merasa bersalah karena tidak berhasil memenuhi harapan tersebut.


(22)

Page 14

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Konflik yang terjadi pada karyawan apabila tidak segera diatasi, akan berpengaruh kepada performa kerja karyawan yang menjadi tidak optimal. Misalnya konsentrasi terpecah, tidak fokus bekerja, jumlah absensi dan permohonan ijin meningkat, emosi kurang stabil, serta daya tahan tubuh menurun (mudah sakit kepala, pusing, stress). Di sisi lain, seperti yang telah diungkapkan sebelumnya operasional perusahaan sangat dipengaruhi oleh performa para karyawannya. Oleh karena itu, PT. “X” merasa perlu diadakan satu intervensi untuk dapat memberikan informasi mengenai pentingnya mencegah work-family conflict pada karyawan. Dalam hal ini, intervensi bisa dilakukan melalui berbagai cara. Namun dengan pertimbangan karakteristik peserta, waktu serta biaya, Training/Pelatihan merupakan cara yang paling efektif untuk melakukan intervensi kepada para karyawan. Karyawan tergolong individu yang bisa dikategorikan dalam kelompok usia dewasa, dengan range umur 30 s/d 54 tahun. Pelatihan yang dipilih adalah mengenai Work Family Conflict, dengan harapan melalui pelatihan tersebut karyawan dapat memahami konflik yang akan dialami, tuntutan/harapan yang sedang dihadapi, dan bagaimana cara mengatur konflik tersebut agar dapat menjalani perannya sebagai karyawan dan anggota keluarga dengan optimal.

Menurut Malcolm Knowles dalam Tine,2012 orang dewasa dalam kehidupannya telah memiliki berbagai macam pengalaman yang berbeda-beda bila dibandingkan saat anak-anak, oleh karena itu desain pelatihannya pun dilakukan


(23)

Page 15

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

dengan cara yang berbeda dengan pelatihan yang diadakan untuk anak-anak. Pelatihan orang dewasa lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman, hal ini dikenal dengan nama “experiential learning cycle” (proses belajar berdasarkan pengalaman). Pada penelitian ini, sampel yang digunakan memiliki range usia antara 30 s.d 54 tahun, oleh karena itu metode sharing pengalaman dinilai dapat mempermudah proses penyerapan ilmu serta pamahaman situasi bagi para karyawan. Sehingga diharapkan dengan menyadari keadaan serta konflik yang telah atau mungkin akan dialaminya, dapat meningkatkan antusiasme serta memancing rasa ingin tahu karyawan mengenai kegunaan informasi yang disampaikan.

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah dapat ditarik suatu identifikasi masalah yaitu: Apakah rancangan modul pelatihan yang dibuat dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menurunkan derajat work-family conflict pada karyawan di PT.”X”, Bandung?


(24)

Page 16

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 1.3. MAKSUD DAN TUJUAN

1.3.1. Maksud Penelitian

Mengujicobakan rancangan modul pelatihan untuk menurunkan derajat work-family conflict pada karyawan PT.”X”, Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Memperoleh modul pelatihan yang teruji yang dapat menurunkan derajat work-family conflict pada karyawan PT.”X” Bandung yang terukur melalui evaluasi level reaction dan level learning.

1.4. KEGUNAAN PENELITIAN

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Memberikan informasi tambahan bagi bidang psikologi sosial, psikologi keluarga, psikologi industry dan organisasi mengenai pelatihan untuk menurunkan derajat work-family conflict

Memberikan informasi tambahan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan work-family conflict pada karyawan yang telah berkeluarga.


(25)

Page 17

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha 1.4.2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai work-family conflict pada yang telah berkeluarga serta dampaknya pada kehidupan keluarga dan pekerjaan, sehingga dapat digunakan sebagai bahan refleksi diri untuk mengelola perilaku sesuai peran sebagai anggota keluarga dan karyawan.

Diharapkan modul pelatihan untuk menurunkan derajat work-family conflict pada karyawan berkeluarga dapat dijadikan bahan acuan untuk penelitian selanjutnya untuk dilihat efektifitasnya.

1.5. METODOLOGI PENELITIAN

Berdasarkan hasil survey awal, penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji coba terhadap rancangan modul pelatihan untuk menurunkan work-family conflict pada karyawan PT.”X” Bandung yang sudah berkeluarga, kemudian melihat gambaran perbandingan pemahaman konsep work-family conflict yang dirasakan peserta antara sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari kuesioner work-family conflict yang disusun oleh Carlson, kackmar & Williams (2000) yang merupakan pengembangan dari teori Greenhaus & Bautell (1985). Intervensi yang dilakukan berupa pelatihan dengan metode experiential learning.Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan di PT.”X” bandung yang sudah berkeluarga dan memenuhi karakteristik subjek penelitian. Data


(26)

Page 18

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

yang diperoleh dari hasil uji coba modul pelatihan akan dianalisis dengan menggunakan Uji Statistic Wilcoxon (wilcoxon sign-rank test).

Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Survey awal work-family conflict pada karya wan dan karyawati Rancangan Modul pelatihan Manage men Konflik Derajat work family conflict sebelum pelatihan (Pretest) Uji coba Modul pelatihan work-family conflict pada pada karyawan dan karyawati Derajat work family conflict sesudah pelatihan (Posttest)


(27)

Page 99 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Rancangan modul Pelatihan yang dibuat dalam penelitian ini, secara umum mendapatkan reaksi positif dari karyawan dan karyawati yang menjadi responden dalam pelatihan.

2. Rancangan modul pelatihan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan pemahaman mengenai work-family conflict pada responden yang mengikuti pelatihan.

3. Sesi pertama “Work-family conflict” dalam rancangan modul pelatihan ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman responden pelatihan mengenai tuntutan peran dalam pekerjaan dan keluarga, proses konflik yang terjadi, serta dampak yang muncul akibat konflik tersebut.

4. Sesi kedua “Managemen Konflik” dalam rancangan modul pelatihan ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman responden dalam hal mengelola konflik yang dialami sehingga dapat tetap selaras dan efektif dalam menjalani seluruh peran.

5. Hasil evaluasi yang diperoleh pada penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan kepada sampel karakteristik karena pada penelitian ini


(28)

Page 100 ujicoba modul pelatihan diberikan hanya pada karyawan dan karyawati di satu perusahaan “X” yang ada di Bandung.

5.2.SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut:

Saran Teoritis :

a. Memberikan intervensi yang lebih spesifik sesuai masing-masing dimensi untuk mengatasi work-family conflict, sehingga intervensi dapat lebih terfokus sesuai permasalahan setiap peserta

b. Melakukan intervensi kepada subjek yang sedang mengalami Work-family conflict, sehingga manfaatnya dapat lebih dirasakan.

c. Melakukan penelitian lanjutan mengenai efektifitas pelatihan work-family conflict. Hal tersebut bertujuan agar modul pelatihan work-family conflict dapat diperluas pemanfaatannya.

Saran Praktis :

a. Melakukan intervensi pelatihan Psikoedukasi kepada karyawan yang memiliki Work-family confict rendah untuk memberikan pemahaman sebagai pencegahan terjadinya peningkatan derajat Work-family conflict pada subyek yang menjalani peran ganda.


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Bloom, Benjamin S, etc, 1956. Taxonomy Of Educational Objective : The Classification of Educational Goals, handbook I Cognitive Domain. New York : Longmans, Green and Co.

Campbell. Donald T & Stanley, Julian C. 1963.Experimental & Quasi Experimental Design for Research. Chicago: RandMc, Nally College Publishing Company Hurlock, E. B.2002. “Psikologi perkembangan”. 5th edition. Jakarta : Erlangga Graziano, A.M & M.L Raulin. 2000. Research methods, A Process of Inquairy, 4th

ed. Boston: Allyn & Bacon.

Gulo, W.2002.MetodologiPenelitian. Jakarta: Grasindo

Kirkpatrick, Donald L. 1998, “Evaluating Training Programs, The Four levels, Second Ed”. San Francisco : Berret-Koehler Pub. Co

Lisdiana, Tine, 2012. Rancangan dan Uji Coba ModulPelatihan Untuk Menurunkan Time-Based Work-Family Conflict PadaWanita Yang Bekerja di Bandung. Program PascaSarjana Magister PsikologiUniversitas Kristen Maranatha

Myers.2001. “Social Psychology (Fifth Edition)”. New York : McGrawHill Companies, Inc

Papalia, D.E., Olds. S.W., & Feldman R.D.2007. “human Development 10th ed’. New York : McGraw Hill. Companies.

Santrock, John W. 2002. PerkembanganMasaHidup. Erlangga, Jakarta

Siegel, Sidney.1990. Statistik Non ParametrikUntukIlmu – ilmusosial. Jakarta: PT. GramediaPustakaUtama.

Supranto. 1998. “Teknik Sampling Untuk Survei dan Eksperimen”. Jakarta: Rineka Cipta

Voydanoff, Patricia. 2007. “Work, Family and Community : Exploring Interconnections”. New Jersey : Lawrance Elbaum Associates, Inc


(30)

DAFTAR RUJUKAN

Ahmad, Aminah. 1996. Pertanika. J. Soc. Sci & Hum. Vol 4 No. 2. 1996. Association of

Work family Conflict, Job satisfaction, family satisfaction, and life satisfaction.

Selangor Darul Ehsan, Malaysia

Darya, Sellin. 2008 “Thesis Cross Over Of Work Family Conflict : Antecendent and

consequences Of Crossover In Dual Earner Couples”. Turkey : Psychology Of Koc

University

Global Statistis. 2010. Teori Validitas dan reliabillitas. www.globalstatistik.com

Greenhouse, Jeffrey, and Nicholas J Beateull. 1985. The Academy of managemen review, Vol 10, No.1 (jan., 1985), pp. 76-78. Sources of Conflict Between Work and Family

Roles.

www.phac-aspc.gc.ca

Mufida, Alia. 2008. “Skripsi : hubungan Work-Family Conflict dengan Psychological well being ibu yang bekerja”. Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Netmayer, Richard G., McMurrian, Robert, and Boles, james S (1996). Development and Validation of Work Family Conflict and Family-Work Conflict

Scales.Journal of Applied Psychology.Vol 81. No.400-410 www.psychologimania.com


(1)

Page 17

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

1.4.2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai work-family conflict pada yang telah berkeluarga serta dampaknya pada kehidupan keluarga dan pekerjaan, sehingga dapat digunakan sebagai bahan refleksi diri untuk mengelola perilaku sesuai peran sebagai anggota keluarga dan karyawan.

Diharapkan modul pelatihan untuk menurunkan derajat work-family conflict pada karyawan berkeluarga dapat dijadikan bahan acuan untuk penelitian selanjutnya untuk dilihat efektifitasnya.

1.5. METODOLOGI PENELITIAN

Berdasarkan hasil survey awal, penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji coba terhadap rancangan modul pelatihan untuk menurunkan work-family conflict pada karyawan PT.”X” Bandung yang sudah berkeluarga, kemudian melihat gambaran perbandingan pemahaman konsep work-family conflict yang dirasakan peserta antara sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari kuesioner work-family conflict yang disusun oleh Carlson, kackmar & Williams (2000) yang merupakan pengembangan dari teori Greenhaus & Bautell (1985). Intervensi yang dilakukan berupa pelatihan dengan metode experiential learning.Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan di PT.”X” bandung yang sudah berkeluarga dan memenuhi karakteristik subjek penelitian. Data


(2)

Page 18

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

yang diperoleh dari hasil uji coba modul pelatihan akan dianalisis dengan menggunakan Uji Statistic Wilcoxon (wilcoxon sign-rank test).

Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Survey awal work-family conflict pada karya wan dan karyawati Rancangan Modul pelatihan Manage men Konflik Derajat work family conflict sebelum pelatihan (Pretest) Uji coba Modul pelatihan work-family conflict pada pada karyawan dan karyawati Derajat work family conflict sesudah pelatihan (Posttest)


(3)

Page 99

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Rancangan modul Pelatihan yang dibuat dalam penelitian ini, secara umum mendapatkan reaksi positif dari karyawan dan karyawati yang menjadi responden dalam pelatihan.

2. Rancangan modul pelatihan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan pemahaman mengenai work-family conflict pada responden yang mengikuti pelatihan.

3. Sesi pertama “Work-family conflict” dalam rancangan modul pelatihan ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman responden pelatihan mengenai tuntutan peran dalam pekerjaan dan keluarga, proses konflik yang terjadi, serta dampak yang muncul akibat konflik tersebut.

4. Sesi kedua “Managemen Konflik” dalam rancangan modul pelatihan ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman responden dalam hal mengelola konflik yang dialami sehingga dapat tetap selaras dan efektif dalam menjalani seluruh peran.

5. Hasil evaluasi yang diperoleh pada penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan kepada sampel karakteristik karena pada penelitian ini


(4)

Page 100

ujicoba modul pelatihan diberikan hanya pada karyawan dan karyawati di satu perusahaan “X” yang ada di Bandung.

5.2.SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut:

Saran Teoritis :

a. Memberikan intervensi yang lebih spesifik sesuai masing-masing dimensi untuk mengatasi work-family conflict, sehingga intervensi dapat lebih terfokus sesuai permasalahan setiap peserta

b. Melakukan intervensi kepada subjek yang sedang mengalami Work-family conflict, sehingga manfaatnya dapat lebih dirasakan.

c. Melakukan penelitian lanjutan mengenai efektifitas pelatihan work-family conflict. Hal tersebut bertujuan agar modul pelatihan work-family conflict dapat diperluas pemanfaatannya.

Saran Praktis :

a. Melakukan intervensi pelatihan Psikoedukasi kepada karyawan yang memiliki Work-family confict rendah untuk memberikan pemahaman sebagai pencegahan terjadinya peningkatan derajat Work-family conflict pada subyek yang menjalani peran ganda.


(5)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Bloom, Benjamin S, etc, 1956. Taxonomy Of Educational Objective : The Classification of Educational Goals, handbook I Cognitive Domain. New York : Longmans, Green and Co.

Campbell. Donald T & Stanley, Julian C. 1963.Experimental & Quasi Experimental Design for Research. Chicago: RandMc, Nally College Publishing Company Hurlock, E. B.2002. “Psikologi perkembangan”. 5th edition. Jakarta : Erlangga Graziano, A.M & M.L Raulin. 2000. Research methods, A Process of Inquairy, 4th

ed. Boston: Allyn & Bacon.

Gulo, W.2002.MetodologiPenelitian. Jakarta: Grasindo

Kirkpatrick, Donald L. 1998, “Evaluating Training Programs, The Four levels, Second Ed”. San Francisco : Berret-Koehler Pub. Co

Lisdiana, Tine, 2012. Rancangan dan Uji Coba ModulPelatihan Untuk Menurunkan Time-Based Work-Family Conflict PadaWanita Yang Bekerja di Bandung. Program PascaSarjana Magister PsikologiUniversitas Kristen Maranatha

Myers.2001. “Social Psychology (Fifth Edition)”. New York : McGrawHill Companies, Inc

Papalia, D.E., Olds. S.W., & Feldman R.D.2007. “human Development 10th ed’. New York : McGraw Hill. Companies.

Santrock, John W. 2002. PerkembanganMasaHidup. Erlangga, Jakarta

Siegel, Sidney.1990. Statistik Non ParametrikUntukIlmu – ilmusosial. Jakarta: PT. GramediaPustakaUtama.

Supranto. 1998. “Teknik Sampling Untuk Survei dan Eksperimen”. Jakarta: Rineka Cipta

Voydanoff, Patricia. 2007. “Work, Family and Community : Exploring Interconnections”. New Jersey : Lawrance Elbaum Associates, Inc


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Ahmad, Aminah. 1996. Pertanika. J. Soc. Sci & Hum. Vol 4 No. 2. 1996. Association of

Work family Conflict, Job satisfaction, family satisfaction, and life satisfaction.

Selangor Darul Ehsan, Malaysia

Darya, Sellin. 2008 “Thesis Cross Over Of Work Family Conflict : Antecendent and

consequences Of Crossover In Dual Earner Couples”. Turkey : Psychology Of Koc

University

Global Statistis. 2010. Teori Validitas dan reliabillitas. www.globalstatistik.com

Greenhouse, Jeffrey, and Nicholas J Beateull. 1985. The Academy of managemen review, Vol 10, No.1 (jan., 1985), pp. 76-78. Sources of Conflict Between Work and Family

Roles.

www.phac-aspc.gc.ca

Mufida, Alia. 2008. “Skripsi : hubungan Work-Family Conflict dengan Psychological well being ibu yang bekerja”. Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Netmayer, Richard G., McMurrian, Robert, and Boles, james S (1996). Development and Validation of Work Family Conflict and Family-Work Conflict

Scales.Journal of Applied Psychology.Vol 81. No.400-410 www.psychologimania.com