Studi Deskriptif Mengenai Iklim Organisasi di Rumah Batik "Xx" Cabang Bandung.

(1)

iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh gambaran iklim organisasi dari Rumah Batik “X” cabang Bandung. Responden dalam penelitian ini berjumlah 60 orang karyawan di Rumah Batik “X” cabang Bandung. Alat ukur diadaptasi oleh peneliti berdasarkan Organizational Climate Measure (OCM) dari Patterson et al. (2005) yang berupa kuesioner dengan 79 item dan 4 pilihan jawaban.Validasi kuesioner menggunakan Rank Spearman dan reliabilitas menggunakan Alpha-Cronbach dengan nilai reliabilitas yang tinggi yaitu 0,896. Data hasil penelitian diolah dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS 16.0. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa Rumah Batik “X” cabang Bandung mempunyai iklim organisasi dengan 15 dimensi yang tinggi, yaitu Integration, Involvement, Supervisory Support, Training, Welfare, Formalization, Flexibility and Innovation, Reflexivity, Outward Focus, Clarity of Organizational Goals, Efficiency, Effort, Performance Feedback, Pressure to Produce, dan Quality. Sedangkan 2 dimensi lainnya yaitu Autonomy dan Tradition rendah. Faktor lama kerja mempunyai keterkaitan dengan dimensi Involvement, dan faktor bagian pekerjaan mempunyai keterkaitan dengan dimensi Involvement, Welfare, Flexibility and Innovation, Clarity of Organizational Goal, dan Performance Feedback. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk mengukur pengaruh dan kontribusi dari iklim organisasi terhadap variabel lain seperti kepuasan kerja dan komitmen organsisasi.


(2)

v

Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

This research is to obtain the Organizational Climate representation of House of Batik “X” Bandung. The number of respondents in this study amounted to 60 employees working at House of Batik “X” Bandung. Measuring instrument adapted by the researcher based on Organizational Climate Measure (OCM) developed by Patterson et al. in the form of questionnaire with 79 items and 4 options of response. Validation of a questionnaire using Spearman's Rank and reliability using Cronbach Alpha with a reliability value of 0.896. The data were processed and analyzed using SPSS 16.0. Based on the findings, it was concluded that the Organizational Climate representation of House of Batik “X” Bandung has 15 dimensions with high scores, namely Integration, Involvement, Supervisory Support, Training, Welfare, Formalization, Flexibility and Innovation, Reflexivity, Outward Focus, Clarity of Organizational Goals, Efficiency, Effort, Performance Feedback, Pressure to Produce, and Quality, and 2 dimensions with low scores, namely Autonomy and Tradition. The length of employment factor has a linkage with Involvement dimension, and the section of work factor has a linkage with Involvement, Welfare, Flexibility and Innovation, Clarity of Organizational Goal, and Performance Feedback dimensions. For further research, it is suggested to further investigate the contribution of Organizational Climate to another variable such as job satisfaction and organizational commitment.


(3)

vi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……….i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK...iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ...x

DAFTAR LAMPIRAN………..xi

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Identifikasi Masalah ...8

1.3 Maksud dan Tujuan Peneltian ...8

1.3.1 Maksud Penelitian ...8

1.3.2 Tujuan Penelitian ...8

1.4 Kegunaan Peneltian ...8

1.4.1 Kegunaan Teoritis...8

1.4.2 Kegunaan Praktis ...9

1.5 Kerangka Pemikiran ...9

1.6 Asumsi ...21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...22

2.1 Iklim Organisasi ...22


(4)

vii

Universitas Kristen Maranatha

2.1.2 Hubungan dan perbedaan Iklim Organisasi dengan

Budaya Organisasi………...24

2.2 Dimensi-dimensi Iklim Organisasi………... 27

2.3 Faktor-faktor yang membentuk Iklim Organisasi…………...32

2.4 Peran dan Outcomesdari Iklim Organisasi………...37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian... 41

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 42

3.3.1 Variabel Penelitian ... 42

3.3.3 Definisi Operasional ... 42

3.3 Alat Ukur ... 45

3.3.1 Alat Ukur Iklim Organisasi ... 45

3.3.2 Prosedur Pengisian dan Penilaian ... 49

3.3.3 Data Pribadi ... 50

3.3.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 50

3.3.4.1 Validitas alat ukur ... 50

3.3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 51

3.4 Populasi Penelitian ... 52

3.4.1 Populasi sasaran ... 52


(5)

viii

Universitas Kristen Maranatha

BAB IV HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN………....54

4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian………....54

4.1.1. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………….54

4.1.2. Gambaran Responden Berdasarkan Usia………55

4.1.3. Gambaran Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan……… ... 55

4.1.4. Gambaran Responden Berdasarkan Lama Kerja………….. .. 56

4.1.5. Gambaran Responden Berdasarkan Bagian Kerja……… ... 57

4.2 Gambaran Hasil Penelitian……… ... 57

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian……... ... 59

BAB V KESIMPULAN & SARAN ... 69

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA………..71

DAFTAR RUJUKAN………... ...73

LAMPIRAN


(6)

ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel Rangkuman Perbedaan Iklim dan Budaya Organisasi… ... 26

Tabel 3.1 Tabel Kisi-kisi Alat Ukur Iklim Organisasi… ... 46

Tabel 3.2 Tabel Skor Penilaian Item Positif dan Negatif……….. 49

Tabel 4.1 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin…… ... 54

Tabel 4.2 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Usia……… ... 55

Tabel 4.3 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan…… ... 55

Tabel 4.4 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Lama Kerja………… .... 56

Tabel 4.5 Tabel Gambaran Responden Berdasarkan Bagian Kerja…… ... 57


(7)

x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran ... 20

Gambar 2.1 Model outcomes dari Iklim Organisasi oleh Carr et al... 38

Gambar 2.2 Model integrasi dari Iklim dan Budaya Organisasi…. ... 40


(8)

xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Profil Rumah Batik “X” Lampiran 2. Kuesioner Iklim Organisasi

Lampiran 3. Tabel validitas dan reliabilitas Kuesioner Iklim Organisasi Lampiran 4. Tabel data mentah penelitian Iklim Organisasi

Lampiran 5. Tabel data responden

Lampiran 6.Tabel hasil tabulasi silang antara dimensi-dimensi iklim organisasi dengan data responden


(9)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan tahapan industrialisasi global, saat ini dunia tengah memasuki era industri gelombang keempat, industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Industri gelombang keempat sangat menekankan pada gagasan dan ide kreatif, dengan intensifitas informasi dan kreativitas, mengandalkan ide dan stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Bagi ekonomi Indonesia, momentum perkembangan industrialisasi gelombang keempat tersebut, sarat dengan peluang yang dapat dimanfaatkan bagi peningkatan kejayaan ekonomi Indonesia, mengingat Indonesia dianugerahi beragam kekayaan potensi ekonomi kreatif berbasis seni/budaya khas dan unik.

Salah satu bentuk industri kreatif adalah batik, yang merupakan bentuk produk fashion sebagai salah satu dari 14 komponen industri ekonomi kreatif yang perlu terus ditingkatkan, mengingat prospek pasar batik yang menjanjikan. Batik telah berkontribusi menggerakkan ekonomi nasional dengan nilai ekspor sebesar 69 juta dollar AS. Disamping itu sebesar 99,39% dari 55.912 unit usaha yang bergerak di dalam industri batik adalah Usaha Mikro dan Kecil, dengan konsumen batik dalam negeri lebih dari 72,86 juta orang. (Sugiarto, 2013)


(10)

2

Universitas Kristen Maranatha

Batik telah menjadi salah satu produk unggulan Indonesia, terutama setelah perdebatan hangat dengan negara tetangga kita Malaysia, akhirnya batik secara resmi diklaim sebagai warisan budaya Indonesia dan telah disahkan oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009. Pemerintah pun menjadi gencar untuk menyarankan masyarakat memakai batik sebagai pakaian kebanggaan nasional. Batik menjadi produk yang banyak diminati oleh masyarakat dari dalam dan luar negeri, dan permintaan terhadap produk batik pun terus meningkat. Seiring dengan perkembangannya, industri batik nusantara mulai bertumbuh dengan ciri khas dan motif yang disesuaikan dengan daerah pembuatnya. Melihat permintaan batik yang semakin tinggi, maka banyak pula pihak yang memperluas usaha industri batik baik skala kecil mapun skala besar. (Kusmiyati, 2010)

Rumah Batik “X” dapat dikatakan sebagai salah satu perusahaan batik yang mengalami peningkatan dan kemajuan usaha, di tengah ketatnya persaingan dan permasalahan regenerasi pembatik. Berdiri pada tahun 1998, perjalanan usaha

Rumah Batik “X” sejak berdiri hingga sekarang menunjukkan kondisi yang terus berkembang dan bentuk usaha yang semakin besar dilihat dari sisi kapasitas produksi maupun dari sisi jumlah investasinya. Rumah Batik “X” telah memiliki cabang yang tersebar di 3 kota, yaitu Bandung, Cirebon, dan Pekalongan, dengan jumlah karyawan yang hampir mencapai sekitar 250 orang. Cabang Bandung dijadikan sebagai pusat pengembangan desain dan pemasaran karena lokasinya yang strategis di ibukota Jawa Barat. Rumah Batik “X” cabang Bandung mempunyai karyawan berjumlah 60 orang, dengan rincian 46 orang pada bagian produksi, dan 14 orang pada bagian desain, sales, dan administrasi, termasuk 2


(11)

3

Universitas Kristen Maranatha

orang supervisor yang masing-masing mengawasi bagian produksi dan pemasaran. Meskipun mempunyai 2 orang supervisor, namun segala sistem dan prosedur kerja di cabang Bandung berada langsung dalam pengawasan dan kontrol dari pimpinan Rumah Batik “X”, tidak seperti cabang di kota lain yang mempunyai manager sendiri.

Berdasarkan hasil wawancara, pimpinan Rumah Batik “X” mengatakan

bahwa Rumah Batik “X” berusaha untuk selalu memperhatikan kesejahteraan dan kebutuhan para karyawannya, seperti tertulis pada salah satu poin dalam visi

Rumah Batik “X”, dengan harapan hal tersebut dapat mengurangi turnover dan meminimalisir dampak dari rendahnya regenerasi tenaga kerja. Cara yang dilakukan antara lain dengan pemberian gaji yang cukup tinggi, namun tetap disesuaikan dengan bagian pekerjaan, keahlian, dan prestasi kerja yang diberikan pada perusahaan. Selain gaji, Rumah Batik “X” pun memberikan THR (tunjangan hari raya) dan berbagai fasilitas lainnya. Contohnya seperti tempat tinggal yang disediakan di cabang Bandung yang diperuntukkan bagi karyawan yang berasal dari luar Bandung, yang lokasinya masih berada dalam area workshop cabang Bandung. Meskipun demikian, pimpinan Rumah Batik “X” menyadari bahwa sulit untuk dapat memenuhi kebutuhan semua karyawannya. Misalnya jika terdapat karyawan yang mempunyai standar kebutuhan akan penghasilan atau gaji yang tinggi, hal tersebut akan sulit untuk dipenuhi mengingat kisaran gaji yang dapat diberikan harus disesuaikan dengan bagian pekerjaannya. Permasalahan tersebut biasanya dialami oleh karyawan bagian produksi. Selain itu, hal lain yang


(12)

4

Universitas Kristen Maranatha

perkembangan karir. Menurut pimpinan Rumah Batik “X”, dikarenakan keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan karyawan tersebut, maka Rumah Batik

“X” memakai pendekatan lain, yaitu dengan pengaturan prosedur kerja, komunikasi, dan lingkungan kerja secara keseluruhan bagi para karyawannya. Dengan mengkondisikan lingkungan kerja yang sesuai dengan yang diharapkan oleh para karyawannya, pimpinan Rumah Batik “X” berharap bahwa hal tersebut dapat mempermudah usaha untuk mempertahankan serta lebih jauh mengembangkan karyawan yang telah dimilikinya sekarang. Lingkungan kerja yang dipersepsikan oleh karyawan disebut juga sebagai iklim organisasi.

Menurut Schneider et al. (dalam Ashkanasy et al., 2011), iklim organisasi didefinisikan sebagai persepsi kolektif dan pemaknaan terhadap segala kebijakan, praktek, prosedur, beserta pola perilaku yang diberikan penghargaan, didukung, dan diharapkan di dalam sebuah setting kerja, oleh para anggota di dalam setting

kerja tersebut. Pada analisis level individu, yang disebut sebagai ‘iklim psikologis’, persepsi tersebut merepresentasikan bagaimana lingkungan kerja dinilai secara kognitif berupa makna dan signifikansi bagi karyawan secara individual dalam suatu organisasi. Iklim organisasi terbentuk melalui perceptual agreement atau kesepakatan persepsi dari masing-masing individu di dalam satu organisasi, yang menghasilkan persepsi bersama dari individu-individu secara kolektif. Patterson et al. (2005) membagi Iklim Organisasi menjadi 17 dimensi, yaitu Involvement, Autonomy, Welfare, Training, Integration, dan Supervisory Support, Formalization, Tradition, Reflexivity, Flexibility and Innovation,


(13)

5

Universitas Kristen Maranatha Outward Focus, Pressure to Produce, Clarity of Organizational Goals,

Performance Feedback, Quality, Efficiency, dan Effort. (Patterson et al, 2005) Iklim organisasi adalah faktor yang penting bagi efektivitas kepemimpinan. Pengukuran iklim organisasi dapat memberikan umpan balik bagi

leader atau pemimpin mengenai pengaruh gaya kepemimpinan mereka bagi karyawannya. Apabila pemimpin telah menyadari kelebihan dan kekurangan dari gaya kepemimpinannya dan mengerti bagaimana tindakan mereka mempengaruhi kinerja karyawan secara individual maupun kolektif, pemimpin dapat mengembangkan kemampuan manajerial mereka (Hemmelgarn, Glisson, dan James, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Carr et al. (2003) memperlihatkan bahwa Iklim Organisasi, melalui kondisi kognitif dan afektif, mempengaruhi kinerja, kesejahteraan psikologis, dan withdrawal dari karyawan. Iklim Organisasi dapat mempengaruhi sikap dan perilaku dari karyawan, dan Iklim Organisasi yang berbeda dapat berdampak pada kondisi kognitif dan afektif dari karyawan yang berbeda dan juga outcomes yang berbeda. (Carr et al., 2003)

Berdasarkan hasil wawancara lanjutan, pimpinan Rumah Batik “X” menyebutkan bahwa dalam mengatur dan mengkondisikan lingkungan dan prosedur kerjanya, Rumah Batik “X” menggunakan prinsip dan nilai

profesionalisme dan kekeluargaan. Nilai profesionalisme diwujudkan dengan penempatan setiap karyawan dalam bagian pekerjaan yang dikuasainya (the right man on the right place). Selain itu, job description setiap karyawan diperjelas dan disampaikan kepada setiap divisi untuk menghindari kesalahan komunikasi dan agar seluruh pekerjaan karyawan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.


(14)

6

Universitas Kristen Maranatha

Sedangkan nilai kekeluargaan diwujudkan dengan pembentukan pola interaksi dan komunikasi yang baik antar karyawan maupun antara atasan dengan karyawan, yang melihat karyawan bukan hanya sekedar alat atau mesin, tetapi merupakan bagian dari keluarga besar yang saling mendukung sistem yang dibangun. Secara garis besar, Rumah Batik “X” menekankan pada hasil kerja, efektivitas dan efisiensi pekerjaan yang baik, tetapi juga selalu berusaha untuk membangun hubungan dan komunikasi yang baik pada karyawannya.

Namun pada penerapan sistem dan nilai tersebut terdapat berbagai

kendala, yang disebutkan oleh pimpinan Rumah Batik “X” sebagai permasalahan internal karyawannya. Pimpinan Rumah Batik “X” menyebutkan beberapa

permasalahan internal, antara lain sikap disiplin yang rendah dari beberapa karyawannya, yang kebanyakan berlatar belakang pendidikan SMA atau SMP. Selain itu, tanggung jawab pada pekerjaan pun rendah, kurangnya inisiatif dalam melakukan pekerjaan, tingkat emosional beberapa karyawannya yang cukup tinggi sehingga terkadang menimbulkan konflik, dan kecemburuan sosial antar karyawan yang terkadang terjadi. Berbagai permasalahan internal tersebut

membuat pimpinan Rumah Batik “X” terkadang harus memberlakukan kontrol dan aturan yang ketat terhadap para karyawannya. Terlebih lagi apabila permintaan pasar batik sedang tinggi, yang membuat tuntutan dan target kerja dari para karyawannya pun menjadi tinggi. Pimpinan Rumah Batik “X” merasa bahwa menyeimbangkan dan mengkondisikan lingkungan dan prosedur kerja yang efektif merupakan hal yang cukup sulit, sehingga diperlukan evaluasi terhadap iklim organisasi di Rumah Batik “X”, terutama pada cabang Bandung yang


(15)

7

Universitas Kristen Maranatha

merupakan pusat pengembangan desain dan pemasaran, dan juga masih berada langsung dalam pengawasan pimpinan Rumah Batik “X”.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 orang

karyawan Rumah Batik “X” cabang Bandung, dengan rincian 5 orang karyawan

bagian produksi, 2 orang bagian creative team dan desain, 1 orang bagian public relation, dan 2 orang bagian sales, diperoleh hasil sebagai berikut. 8 dari 10 orang (80%) mengatakan bahwa hubungan antar karyawan dan dengan atasan di Rumah

Batik “X” sangat baik, sedangkan 2 orang (20%) mengatakan bahwa terkadang

terjadi konflik antar karyawan, namun dapat diatasi. 9 dari 10 orang (90%) mengatakan bahwa atasan selalu mengontrol pekerjaan karyawan dengan ketat dan karyawan harus selalu mengikuti aturan dan prosedur yang dalam bekerja, sedangkan 1 orang (10%) mengatakan bahwa dirinya terkadang bisa membuat keputusan sendiri dalam bekerja. 7 dari 10 orang (70%) mengatakan bahwa target

kerja di Rumah Batik “X” sangat tinggi, dan karyawan sangat dituntut untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, sedangkan 3 orang (30%) mengatakan bahwa target dan tuntutan kerja di Rumah Batik “X” tinggi, namun masih wajar.

Berdasarkan informasi yang telah diuraikan diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai iklim organisasi pada karyawan


(16)

8

Universitas Kristen Maranatha 1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimanakah gambaran iklim organisasi di Rumah Batik “X” cabang Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai iklim organisasi di Rumah Batik

“X” cabang Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui derajat dari masing-masing dimensi dalam iklim organisasi di Rumah Batik “X” cabang Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Memberikan informasi tambahan untuk disiplin ilmu Psikologi khususnya bidang Psikologi Industri Organisasi (PIO) mengenai iklim organisasi.

2. Memberikan masukan kepada peneliti lain yang tertarik untuk meneliti topik yang serupa dan mendorong dikembangkannya penelitian yang berhubungan dengan iklim organisasi.


(17)

9

Universitas Kristen Maranatha 1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberikan informasi kepada pihak manajemen dan pemimpin Rumah Batik “X” mengenai gambaran iklim organisasi di Rumah Batik “X” cabang Bandung. Informasi tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mempertahankan atau mengembangkan iklim organisasi yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kemajuan suatu perusahaan tidak akan terlepas dari peran karyawan yang

ada di dalamnya, begitu juga dengan Rumah Batik “X”. Melalui peran karyawan

yang optimal, tujuan perusahaan dapat terwujud. Para karyawan yang terlibat dalam perusahaan diharapkan dapat menyumbangkan hasil maksimal. Dalam usaha untuk mencapai tujuannya, salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh

Rumah Batik “X” adalah bagaimana menciptakan dan mengkondisikan suatu lingkungan kerja yang efektif dan sesuai dengan yang diharapkan oleh karyawannya. Lingkungan kerja tersebut berupa lingkungan fisik, seperti kondisi ruang kerja dan berbagai fasilitas yang dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan kerja, maupun atmosfir atau situasi kerja yang terbentuk dalam suatu tempat kerja. Atmosfir tersebut dapat dilihat dan dipersepsikan melalui kebijakan, praktek, prosedur, dan pola perilaku yang terjadi di dalam lingkungan kerja.

Persepsi karyawan terhadap kebijakan, praktek, prosedur, dan pola perilaku dalam lingkungan kerjanya dapat disebut juga sebagai iklim. Menurut Schneider et al. (dalam Ashkanasy et al., 2011), iklim dalam organisasi


(18)

10

Universitas Kristen Maranatha

didefinisikan sebagai persepsi kolektif dan pemaknaan terhadap segala kebijakan, praktek, prosedur, beserta pola perilaku yang diberikan penghargaan, didukung, dan diharapkan di dalam sebuah setting kerja, oleh para anggota di dalam setting kerja tersebut. Iklim organisasi adalah apa yang diamati oleh para karyawan, yang terjadi pada mereka dan di sekitar mereka, dan pemaknaan karyawan terhadap pengalaman-pengalaman tersebut. Individu dapat merasakan iklim secara langsung begitu memasuki suatu organisasi melalui beberapa hal seperti emosionalitas dan sikap dari karyawannya, pengalaman dan perlakuan terhadap karyawan baru. Iklim berada pada individu melalui persepsi mereka terhadap konteks organisasi. Pada level individu disebut juga sebagai ‘iklim psikologis’, yang berupa persepsi individual yang merepresentasikan bagaimana lingkungan kerja dinilai secara kognitif berupa makna dan signifikansi bagi karyawan secara individual dalam suatu organisasi. Iklim organisasi terbentuk melalui perceptual agreement atau kesepakatan persepsi dari individu-individu di dalam suatu organisasi. Dengan terjadinya perceptual agreement yang membentuk suatu persepsi bersama dari individu-individu secara kolektif, suatu konstruk pada level yang lebih tinggi muncul, dan disebut sebagai iklim organisasi.

Masing-masing karyawan di Rumah Batik “X” memiliki persepsi terhadap segala kebijakan, praktek, prosedur, dan pola perilaku dalam lingkungan kerjanya yang disebut sebagai iklim psikologis. Dengan berada dan bekerja bersama-sama pada suatu lingkungan kerja yang sama, memungkinkan para karyawan Rumah

Batik “X” untuk mempunyai kesamaan persepsi terhadap lingkungan kerjanya yang disebut dengan perceptual agreement, meskipun tidak mungkin sampai pada


(19)

11

Universitas Kristen Maranatha

derajat yang benar-benar sama. Perceptual agreement tersebut membentuk iklim

organisasi dari Rumah Batik “X”. Proses pembentukan iklim organisasi berdasarkan iklim psikologis dari masing-masing karyawan melalui perceptual agreement disebut juga sebagai proses emergent (kemunculan atau pembentukan) dari iklim organisasi. Proses emergent dilihat sebagai proses interaktif dan bertimbal-balik, yang berarti bahwa persepsi individual terhadap lingkungan kerjanya (iklim psikologis) melalui perceptual agreement membentuk persepsi kolektif (iklim organisasi), dan iklim organisasi pun mempengaruhi iklim psikologis dari individu. Perceptual agreement dari para karyawan Rumah Batik

“X” membentuk iklim organisasi dari Rumah Batik “X”, dan iklim organisasi

yang terbentuk dapat mempengaruhi iklim psikologis dari karyawan secara individual, misalnya melalui interaksi dan komunikasi dengan karyawan baru. Persepsi kolektif dari para karyawan lama dapat mempengaruhi persepsi individual dari karyawan baru melalui interaksi dan komunikasi, sehingga tercipta

perceptual agreement dan proses emergent yang berkelanjutan dari iklim organisasi di Rumah Batik “X”.

Ostroff et al. (2013) mengemukakan 5 emergent factors atau faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi kolektif dari iklim organisasi, yang pertama adalah Structure and Practices. Ukuran dan struktur organisasi dapat mempengaruhi pola interaksi dan komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi, yang kemudian berpengaruh terhadap pembentukan iklim organisasi. Praktek

Human Resource Management (HRM) pun memberikan pengaruh terhadap 2 aspek dalam iklim organisasi, yaitu konten dari iklim organisasi dan derajat


(20)

12

Universitas Kristen Maranatha perceptual agreement. Jika suatu sistem dan praktek HRM dapat memberikan pengaruh terhadap konten dari iklim organisasi, konsistensi dan kejelasan dari cara penyampaian praktek tersebut terhadap semua karyawannya dapat mempengaruhi derajat perceptual agreement.

Faktor yang kedua adalah Homogeneity, yang mengemukakan bahwa proses bergabungnya individu ke dalam suatu organisasi dan dilanjutkan dengan sosialisasi dari nilai-nilai perusahaan terhadap karyawannya, dapat menghasilkan para karyawan yang mempersepsikan lingkungan organisasinya dengan hampir serupa. Faktor yang ketiga adalah Social Interaction and Communication. Melalui proses interaksi dan komunikasi yang berulang-ulang dan berkelanjutan, anggota kelompok membentuk pemaknaan terhadap segala kejadian dalam organisasi, dan interaksi tersebut yang menghasilkan kesesuaian dan keselarasan persepsi. Faktor yang keempat adalah Work Group Processes. Proses-proses dalam kelompok kerja sebagai unit organisasi yang lebih kecil, seperti berbagi informasi, kordinasi pekerjaan, saling ketergantungan, identifikasi kelompok, dan kebersamaan, memegang peranan penting dalam pembentukan persepsi bersama dari iklim organisasi. Faktor yang kelima dan terakhir adalah Leadership. Dengan menerapkan kebijakan, praktek, dan prosedur yang sama bagi para karyawannya,

pemimpin berperan sebagai “arsitek iklim”. Keberadaan dan pola perilaku sehari-hari dari pemimpin pun berperan dalam pembentukan perceptual agreement pada karyawannya.


(21)

13

Universitas Kristen Maranatha

Menurut Patterson et al. (2005), terdapat 17 dimensi dari iklim organisasi, yaitu Autonomy, Integration, Involvement, Supervisory Support, Training, Welfare, Formalization, Tradition, Flexibility and Innovation, Outward Focus, Reflexivity, Clarity of Organizational Goals, Efficiency, Effort, Performance Feedback, Pressure to Produce, dan Quality. Autonomy adalah derajat wewenang dan kepercayaan yang diberikan organisasi pada karyawan terkait dengan pekerjaannya masing-masing, seperti dalam pengambilan keputusan dan inisiatif dalam pekerjaannya masing-masing. Apabila atasan memberikan kepercayaan kepada para karyawannya untuk mengambil keputusan dan inisiatif dalam pekerjaannya masing-masing, maka dimensi Autonomy pada iklim organisasi

Rumah Batik “X” dapat dikatakan kuat. Sedangkan jika atasan kurang memberikan kepercayaan pada para karyawan untuk mengambil keputusan dan inisiatif dalam bekerja, maka dimensi Autonomy pada iklim organisasi Rumah

Batik “X” dapat dikatakan lemah.

Integration adalah derajat kepercayaan dan kerjasama dari para karyawan dalam organisasi yang dituntut untuk berkerja bersama untuk mencapai tujuan bersama atau individu. Apabila para karyawan siap berbagi informasi, saling mempercayai, dan dapat bekerjasama dengan efektif, maka dimensi Integration pada iklim organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan kuat. Sedangkan jika para karyawan kurang mempercayai satu sama lain dan tidak terdapat komunikasi yang efektif, maka dimensi Integration pada iklim organisasi Rumah Batik “X”


(22)

14

Universitas Kristen Maranatha Involvement adalah derajat pengaruh yang dapat diberikan karyawan terhadap pengambilan keputusan dan problem-solving dari organisasi, terutama jika berkaitan dengan karyawan tersebut. Dimensi Involvement pada Rumah Batik

“X” dapat dikatakan kuat apabila pengambilan keputusan dalam Rumah Batik

“X” dibuat dengan berdiskusi dahulu dengan karyawan yang terlibat, dan perubahan atau pengambilan keputusan tersebut diinformasikan kepada para karyawan dengan baik. Sedangkan jika pengambilan keputusan dalam Rumah

Batik “X” dibuat dengan berdiskusi dahulu dengan karyawan yang terlibat, maka

dimensi Involvementpada Rumah Batik “X” dapat dikatakan lemah.

Supervisory Support adalah derajat dukungan dan pengertian terhadap kebutuhan karyawan dalam pekerjaan yang diberikan oleh manajer atau atasannya. Apabila para karyawan mempersepsikan bahwa atasannya dapat diandalkan dalam memberikan bimbingan dan dukungan dan juga komunikatif dan mudah diajak berdiskusi, maka dimensi Supervisory Support pada iklim

organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan kuat. Sedangkan jika para karyawan mempersepsikan bahwa atasannya kurang komunikatif dan kurang memberikan bimbingan dan dukungan yang diharapkan, maka dimensi Supervisory Support pada iklim organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan lemah.

Training adalah derajat perhatian dan investasi yang diberikan organisasi untuk pelatihan dan pengembangan karyawan. Apabila Rumah Batik “X” memberikan dan menyediakan pelatihan yang memadai serta mendukung perkembangan personal dari para karyawannya, maka dimensi Training pada


(23)

15

Universitas Kristen Maranatha Batik “X” tidak cukup memberikan pelatihan yang memadai yang mendukung

perkembangan personal karyawannya, maka dimensi Training pada iklim

organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan lemah.

Welfare adalah derajat perhatian yang diberikan oleh organisasi terkait dengan kebutuhan pekerjaan dan kesejahteraan karyawan. Apabila atasan memperhatikan kebutuhan pekerjaan karyawannya dan semua karyawan diperlakukan secara adil, maka dimensi Welfare pada iklim organisasi Rumah

Batik “X” dapat dikatakan kuat. Sedangkan jika atasan kurang memperhatikan kebutuhan pekerjaan karyawannya dan kurang dapat bersikap adil terhadap para karyawannya, maka dimensi Welfare pada iklim organisasi Rumah Batik “X”

dapat dikatakan lemah.

Formalization adalah derajat kecenderungan organisasi dalam penerapan dan penegakan sistem dengan aturan dan prosedur yang ketat, dan juga menyangkut derajat standarisasi dari pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi. Apabila sistem dan pola kerja pada Rumah Batik “X” selalu menekankan pentingnya menaati peraturan dan segala hal dalam pekerjaan harus dilakukan sesuai dengan aturan dan prosedur yang berlaku, maka dimensi Formalization pada iklim organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan kuat. Sedangkan jika penerapan aturan dan prosedur kerja pada Rumah Batik “X” tidak terlalu ketat dan para karyawan tidak perlu mengikuti prosedur sampai pada hal yang terkecil jika hal tersebut dapat membantu menyelesaikan pekerjaan, maka dimensi


(24)

16

Universitas Kristen Maranatha Tradition adalah derajat kecenderungan organisasi dalam menerapkan pendekatan konvensional, mengikuti sistem dan tata cara yang telah ditetapkan dan telah bertahan lama. Apabila praktek dan prosedur kerja dalam Rumah Batik

“X” hampir selalu memakai cara tradisional dan jarang berubah, maka dimensi

Tradition pada iklim organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan kuat.

Sedangkan jika praktek dan prosedur kerja dalam Rumah Batik “X” tidak selalu

memakai cara tradisional dan dapat berubah, maka dimensi Tradition pada iklim

organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan lemah.

Flexibility and Innovation adalah derajat penerimaan organisasi terhadap perubahan, dan juga pemberian dukungan terhadap karyawan untuk membuat ide, produk, ataupun cara kerja yang baru. Apabila atasan dapat menerima dan merespon dengan cepat ketika dibutuhkan suatu perubahan, dan memberikan dukungan terhadap karyawan untuk membuat ide ataupun cara kerja yang baru, maka dimensi Flexibility and Innovation pada iklim organisasi Rumah Batik “X”

dapat dikatakan kuat. Sedangkan jika atasan kurang dapat menerima perubahan dan kurang memberikan dukungan terhadap karyawan untuk membuat ide atau cara kerja baru, maka dimensi Flexibility and Innovation pada iklim organisasi

Rumah Batik “X” dapat dikatakan lemah.

Outward Focus adalah derajat kemampuan organisasi dalam merespon kebutuhan dan kepuasan pelanggan secara umum. Apabila atasan dan para karyawan dari Rumah Batik “X” dapat melihat situasi dan kondisi pasar dengan baik, dan cepat merespon kebutuhan konsumen, maka dimensi Outward Focus pada iklim organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan kuat. Sedangkan jika


(25)

17

Universitas Kristen Maranatha atasan dan para karyawan dari Rumah Batik “X” kurang dapat melihat situasi dan

kondisi pasar dan kurang dapat merespon kebutuhan konsumen dengan baik, maka dimensi Outward Focus pada iklim organisasi Rumah Batik “X” dapat

dikatakan lemah.

Reflexivity adalah derajat pengkondisian organisasi dan kerjasama para karyawan terhadap perubahan situasi kerja dan pengembangan metode, strategi, dan cara kerja agar dapat meningkatkan kinerjanya secara keseluruhan. Apabila atasan dapat mengkondisikan kerjasama para karyawan dengan metode dan cara kerja baru yang disesuaikan dengan perubahan kondisi, maka dimensi Reflexivity pada iklim organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan kuat. Sedangkan jika atasan kurang dapat menyesuaikan dan mengkondisikan kerjasama para karyawan dengan metode dan cara kerja yang baru, maka dimensi Reflexivity pada iklim

organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan lemah.

Clarity of Organizational Goals adalah derajat perhatian organisasi terhadap pengembangan dan pembentukan target dan tujuan yang jelas, dan bagaimana mengkomunikasikan target dan tujuan tersebut kepada karyawan.

Apabila target dan tujuan dari Rumah Batik “X” dikomunikasikan dengan jelas

pada setiap karyawannya, dan setiap karyawan mengetahui dan mengerti target dan tujuan tersebut, maka dimensi Clarity of Organizational Goals pada iklim

organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan kuat. Sedangkan jika para karyawan kurang mengetahui dan mengerti target dan tujuan dari Rumah Batik “X” karena tidak dikomunikasikan dengan jelas, maka dimensi Clarity of Organizational Goals dapat dikatakan lemah.


(26)

18

Universitas Kristen Maranatha Efficiency adalah derajat penekanan organisasi dalam mempertahankan dan meningkatkan efisiensi kerja karyawannya. Dimensi Efficiency pada iklim

organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan kuat apabila terdapat perencanaan, penjadwalan, dan pengorganisasian kerja yang baik pada Rumah Batik “X”. Sedangkan jika kurang terdapat perencanaan, penjadwalan, dan pengorganisasian kerja yang baik, maka dimensi Efficiencypada iklim organisasi Rumah Batik “X”

dapat dikatakan lemah.

Effort adalah derajat kesediaan para karyawan untuk bekerja semaksimal mungkin agar dapat mencapai target dan tujuan organisasi maupun personal. Dimensi Effort pada iklim organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan kuat apabila para karyawannya siap untuk bekerja semaksimal mungkin dan memberikan usaha yang lebih untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik. Sedangkan jika para karyawan kurang memberikan usaha lebih untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik, maka dimensi Effort pada iklim

organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan lemah.

Performance Feedback adalah derajat pemberian umpan balik yang jelas bagi karyawan terkait dengan kinerjanya. Apabila atasan memperhatikan cara kerja karyawan dan memberikan umpan balik atas hasil kerja karyawan secara berkala dengan konsisten, maka dimensi Performance Feedback pada iklim

organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan kuat. Sedangkan jika atasan kurang memperhatikan cara kerja karyawan dan kurang konsisten dalam memberikan umpan balik atas hasil kerja karyawan, maka dapat dimensi Performance Feedback pada iklim organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan lemah.


(27)

19

Universitas Kristen Maranatha Pressure to Produce adalah derajat tuntutan dan tekanan yang diberikan pada karyawan untuk memenuhi target kerja. Apabila para karyawannya mempersepsikan bahwa terdapat banyak tuntutan dan tekanan untuk memenuhi

target kerja di Rumah Batik “X”, maka dimensi Pressure to Produce pada iklim

organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan kuat. Sedangkan jika para karyawan mempersepsikan bahwa tuntutan dan tekanan untuk memenuhi target kerja di

Rumah Batik “X” tidak berlebihan atau tidak banyak, maka dimensi Pressure to Producepada iklim organisasi Rumah Batik “X” dapat dikatakan lemah.

Quality adalah derajat penekanan organisasi terhadap hasil produk atau jasa yang baik, berfokus pada seberapa penting mempertahankan standar hasil yang tinggi bagi organisasi. Apabila para karyawan dari Rumah Batik “X” selalu berusaha untuk mencapai standar kualitas tertinggi dan atasannya selalu memperhatikan kualitas hasil kerja, maka dimensi Quality pada iklim organisasi

Rumah Batik “X” dapat dikatakan kuat. Sedangkan jika para karyawan dan atasan

di Rumah Batik “X” tidak terlalu memperhatikan kualitas hasil kerja, maka


(28)

20

Universitas Kristen Maranatha

Gambar 1.1 Kerangka Pikir

Dimensi - dimensi Iklim Organisasi

Karyawan Rumah

Batik “X” Bandung

Emergent Factors Structure and Practices Homogeneity

Social Interaction and Communication Work Group Processes

Leadership  Iklim Psikologis Iklim Organisasi  Autonomy Integration Involvement

Supervisory Support Training

Welfare

Formalization Tradition

Flexibility and Innovation Outward Focus

Reflexivity

Gambaran Iklim Organisasi Rumah Batik

“X”

Clarity of Organizational Goals Efficiency

Effort

Performance Feedback Pressure to Produce Quality


(29)

21

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

1. Karyawan Rumah Batik “X” cabang Bandung mempersepsikan setiap dimensi dari iklim organisasi Rumah Batik “X” tinggi atau rendah.

2. Terdapat perceptual agreement sampai derajat tertentu pada

karyawan-karyawan Rumah Batik “X” cabang Bandung yang membentuk iklim organisasi Rumah Batik “X”.

3. Iklim Organisasi dapat dilihat melalui 17 dimensi yang terdapat pada 4 kuadran, yaitu dimensi Involvement, Autonomy, Welfare, Training, Integration, dan Supervisory Support pada Human Relation Quadrant; dimensi Formalization dan Tradition pada Internal Process Quadrant; dimensi Flexibility and Innovation, Reflexivity, dan Outward Focus pada

Open Systems Quadrant; dan dimensi Clarity of Organizational Goals, Effort, Efficiency, Quality, Pressure to Produce, dan Performance Feedback pada Rational Goal Quadrant.

4. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan iklim organisasi

dari Rumah Batik “X” cabang Bandung, yaitu structure and practices,

homogeneity, social interaction and communication, leadership, dan work-group influences.


(30)

69 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada karyawan Rumah Batik

“X” cabang Bandung, dapat disimpulkan bahwa:

1) Rumah Batik “X” cabang Bandung mempunyai iklim organisasi dengan 15 dimensi yang kuat, termasuk dimensi Pressure to Produce, yang berarti

bahwa tuntutan dan tekanan kerja di Rumah Batik “X” cabang Bandung tinggi. Sedangkan 2 dimensi lainnya yaitu Autonomy dan Tradition lemah. 2) Dimensi yang paling banyak dipersepsikan kuat oleh responden adalah

dimensi Effort, yang berarti bahwa para karyawan Rumah Batik “X”

cabang Bandung siap untuk bekerja semaksimal mungkin dan memberikan usaha yang lebih untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik. Sedangkan dimensi yang paling banyak dipersepsikan lemah oleh responden adalah Tradition, yang berarti bahwa praktek dan prosedur

kerja dalam Rumah Batik “X” cabang Bandung tidak memakai pendekatan konvensional dan tradisional melainkan dapat mengalami perubahan dan penyesuaian.

3) Usia, jenis kelamin, dan latar belakang pendidikan tidak mempunyai keterkaitan dengan persepsi terhadap 17 dimensi iklim organisasi. Sedangkan faktor lama kerja mempunyai keterkaitan dengan persepsi


(31)

70

Universitas Kristen Maranatha

terhadap dimensi Involvement, dan faktor bagian pekerjaan mempunyai keterkaitan dengan persepsi terhadap dimensi Involvement, Welfare, Flexibility and Innovation, Clarity of Organizational Goal, dan

Performance Feedback.

5.2. Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut :

1) Saran bagi penelitian selanjutnya adalah dapat mengukur pengaruh dan kontribusi dari iklim organisasi terhadap variabel lain seperti kepuasan kerja dan komitmen organisasi.

2) Saran praktis

 Setelah mengetahui gambaran dari iklim organisasinya, pimpinan

Rumah Batik “X” dapat melakukan penyesuaian dalam beberapa hal seperti tuntutan dan tekanan kerja, dan juga pemberian keleluasaan dalam pengambilan keputusan kerja bagi beberapa karyawannya.


(32)

71

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Ashkanasy, N. M., Wilderom, C. P. M., & Peterson M. F. 2011. Handbook of Organizational Culture & Climate. 2nd edition. Thousand Oaks, CA: Sage.

Carr, J. Z., Schmidt, A. M., Ford, J., & DeShon, R. P. 2003. Climate Perceptions Matter: A meta-analytic path analysis relating molar climate, cognitive and affective states, and individual level work outcomes. Journal of Applied Psychology, 88 (4), 605-619.

Denison, D. R. 1996. What is The Difference Between Organizational Culture and Organizational Climate? A native’s point of view on a decate of paradigm wars. Academy of Management Review, 21, 619-654.

Hemmelgarn, A. L., Glisson, C., & James, L. R. 2006. Organizational Culture and Climate: Implications for services and interventions research. Clinical Psychology Science and Practice, 13 (1), 73-89.

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology. London: Sage Publication.

Ostroff, C., Kinicki, A., Muhammad, R. 2013. Organizational Culture and Climate. Dalam I. B. Weiner, Handbook of Psychology (2nd ed. pp. 643-676). John Wiley & Sons, Inc.

Patterson, M., Warr, P., & West, M. 2004. Organizational Climate and Company Productivity: The role of employee affect and employee level. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 77 (2), 193-216. Patterson, M. G., West, M. A., Shackleton, V. J., Dawson, J. F., Lawthom, R.,

Maitlis, S., … Wallace, A. M. 2005. Validating the Organizational Climate Measure: Links to managerial practices, productivity and innovation. Journal of Organizational Behavior, 26 (4), 379-408.

Schein, E. H. 2004. Organizational Culture and Leadership. 3rd edition. San Fransisco, CA: Jossey-Bass.

Schneider, B., Ehrhart, M. G., & Macey, W. A. 2011. Organizational Climate Research: Achievement and the road ahead. Dalam N. M. Ashkanasy, C. P. M. Wilderom, & M. F. Peterson, Handbook of Organizational Culture & Climate (2nd ed. pp. 29-49). Thousand Oaks, CA: Sage. Schneider, B., & Reichers, A. A. 1983. On The Etiology Of Climates. Personnel


(33)

72

Universitas Kristen Maranatha

Schneider, B. 1987. The People Make The Place. Personnel Psychology, 40, 437-453.

Schulte, M., Ostroff, C., Shmulyian, S., & Kinicki, A. J. 2006. Organizational Climate Systems and Psychological Climate Perceptions: A cross-level study of climate-satisfaction relationships. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 79, 645-671.


(34)

73

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Bernstrom, Vilde Hoff. 2009. Jurnal Thesis : Investigating The Organizational Climate Measure Generalizability. University of Oslo, Norwegia.

Nieuwoudt, Anna-Marie. 2011. Thesis : Confirmatory Factor Analysis of The Organizational Climate Measure: A South African perspective. University of Pretoria, Afrika Selatan.

Nordgard, Marita. 2011. Jurnal Thesis : Validating The Organizational Climate Measure for Norwegian Universities and Colleges. University of Oslo, Norwegia.

Putri, Sellya. 2008. Outline Skripsi : Studi Deskriptif mengenai Iklim Kerja pada contact center di PT “X” Bandung. Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Sugiarto, Eddy Cahyono. 2013. Ekonomi Kreatif Batik, Penggerak Ekonomi Kerakyatan. http://old.setkab.go.id (diakses Februari 2014)

Kusmiyati. 2010. Batik Dalam Persaingan. http://kusmiyati621.blogspot.com (diakses Februari 2014)


(1)

21

1.6 Asumsi

1. Karyawan Rumah Batik “X” cabang Bandung mempersepsikan setiap dimensi dari iklim organisasi Rumah Batik “X” tinggi atau rendah.

2. Terdapat perceptual agreement sampai derajat tertentu pada

karyawan-karyawan Rumah Batik “X” cabang Bandung yang membentuk iklim organisasi Rumah Batik “X”.

3. Iklim Organisasi dapat dilihat melalui 17 dimensi yang terdapat pada 4 kuadran, yaitu dimensi Involvement, Autonomy, Welfare, Training, Integration, dan Supervisory Support pada Human Relation Quadrant; dimensi Formalization dan Tradition pada Internal Process Quadrant; dimensi Flexibility and Innovation, Reflexivity, dan Outward Focus pada Open Systems Quadrant; dan dimensi Clarity of Organizational Goals, Effort, Efficiency, Quality, Pressure to Produce, dan Performance Feedback pada Rational Goal Quadrant.

4. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan iklim organisasi

dari Rumah Batik “X” cabang Bandung, yaitu structure and practices, homogeneity, social interaction and communication, leadership, dan work-group influences.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada karyawan Rumah Batik

“X” cabang Bandung, dapat disimpulkan bahwa:

1) Rumah Batik “X” cabang Bandung mempunyai iklim organisasi dengan 15 dimensi yang kuat, termasuk dimensi Pressure to Produce, yang berarti

bahwa tuntutan dan tekanan kerja di Rumah Batik “X” cabang Bandung

tinggi. Sedangkan 2 dimensi lainnya yaitu Autonomy dan Tradition lemah. 2) Dimensi yang paling banyak dipersepsikan kuat oleh responden adalah

dimensi Effort, yang berarti bahwa para karyawan Rumah Batik “X” cabang Bandung siap untuk bekerja semaksimal mungkin dan memberikan usaha yang lebih untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik. Sedangkan dimensi yang paling banyak dipersepsikan lemah oleh responden adalah Tradition, yang berarti bahwa praktek dan prosedur

kerja dalam Rumah Batik “X” cabang Bandung tidak memakai pendekatan

konvensional dan tradisional melainkan dapat mengalami perubahan dan penyesuaian.

3) Usia, jenis kelamin, dan latar belakang pendidikan tidak mempunyai keterkaitan dengan persepsi terhadap 17 dimensi iklim organisasi.


(3)

70

terhadap dimensi Involvement, dan faktor bagian pekerjaan mempunyai keterkaitan dengan persepsi terhadap dimensi Involvement, Welfare, Flexibility and Innovation, Clarity of Organizational Goal, dan Performance Feedback.

5.2. Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut :

1) Saran bagi penelitian selanjutnya adalah dapat mengukur pengaruh dan kontribusi dari iklim organisasi terhadap variabel lain seperti kepuasan kerja dan komitmen organisasi.

2) Saran praktis

 Setelah mengetahui gambaran dari iklim organisasinya, pimpinan Rumah Batik “X” dapat melakukan penyesuaian dalam beberapa hal seperti tuntutan dan tekanan kerja, dan juga pemberian keleluasaan dalam pengambilan keputusan kerja bagi beberapa karyawannya.


(4)

Sage.

Carr, J. Z., Schmidt, A. M., Ford, J., & DeShon, R. P. 2003. Climate Perceptions Matter: A meta-analytic path analysis relating molar climate, cognitive and affective states, and individual level work outcomes. Journal of Applied Psychology, 88 (4), 605-619.

Denison, D. R. 1996. What is The Difference Between Organizational Culture and Organizational Climate? A native’s point of view on a decate of paradigm wars. Academy of Management Review, 21, 619-654.

Hemmelgarn, A. L., Glisson, C., & James, L. R. 2006. Organizational Culture and Climate: Implications for services and interventions research. Clinical Psychology Science and Practice, 13 (1), 73-89.

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology. London: Sage Publication.

Ostroff, C., Kinicki, A., Muhammad, R. 2013. Organizational Culture and Climate. Dalam I. B. Weiner, Handbook of Psychology (2nd ed. pp. 643-676). John Wiley & Sons, Inc.

Patterson, M., Warr, P., & West, M. 2004. Organizational Climate and Company Productivity: The role of employee affect and employee level. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 77 (2), 193-216. Patterson, M. G., West, M. A., Shackleton, V. J., Dawson, J. F., Lawthom, R.,

Maitlis, S., … Wallace, A. M. 2005. Validating the Organizational Climate Measure: Links to managerial practices, productivity and innovation. Journal of Organizational Behavior, 26 (4), 379-408.

Schein, E. H. 2004. Organizational Culture and Leadership. 3rd edition. San Fransisco, CA: Jossey-Bass.

Schneider, B., Ehrhart, M. G., & Macey, W. A. 2011. Organizational Climate Research: Achievement and the road ahead. Dalam N. M. Ashkanasy, C. P. M. Wilderom, & M. F. Peterson, Handbook of Organizational Culture & Climate (2nd ed. pp. 29-49). Thousand Oaks, CA: Sage. Schneider, B., & Reichers, A. A. 1983. On The Etiology Of Climates. Personnel


(5)

72

Schneider, B. 1987. The People Make The Place. Personnel Psychology, 40, 437-453.

Schulte, M., Ostroff, C., Shmulyian, S., & Kinicki, A. J. 2006. Organizational Climate Systems and Psychological Climate Perceptions: A cross-level study of climate-satisfaction relationships. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 79, 645-671.


(6)

Climate Measure Generalizability. University of Oslo, Norwegia.

Nieuwoudt, Anna-Marie. 2011. Thesis : Confirmatory Factor Analysis of The Organizational Climate Measure: A South African perspective. University of Pretoria, Afrika Selatan.

Nordgard, Marita. 2011. Jurnal Thesis : Validating The Organizational Climate Measure for Norwegian Universities and Colleges. University of Oslo, Norwegia.

Putri, Sellya. 2008. Outline Skripsi : Studi Deskriptif mengenai Iklim Kerja pada contact center di PT “X” Bandung. Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Sugiarto, Eddy Cahyono. 2013. Ekonomi Kreatif Batik, Penggerak Ekonomi Kerakyatan. http://old.setkab.go.id (diakses Februari 2014)

Kusmiyati. 2010. Batik Dalam Persaingan. http://kusmiyati621.blogspot.com (diakses Februari 2014)