PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS, SELF-EFFICACY, DAN SOFT SKILLS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN GENERATIF.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS,

SELF-EFFICACY DAN SOFT SKILLS SISWA SMP

MELALUI PEMBELAJARAN GENERATIF

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Pendidikan Matematika

OLEH: LA MOMA NIM. 1004744

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

i


(3)

ABSTRAK

La Moma, (2013). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis, self-efficacy, dan Soft skills Siswa SMP melalui Pembelajaran Generatif. Kemampuan berpikir kreatif matematis, self-efficacy dan soft skills merupakan tiga kompetensi penting yang perlu dikuasai oleh siswa. Berpikir kreatif matematis memainkan peranan penting baik dalam hal penyelesaian masalah maupun dalam hal menyampaikan ide-ide dalam proses pembelajaran matematika, selanjutnya self-efficacy dan soft skills merupakan faktor yang turut menunjang kesuksesan siswa dalam belajar matematika. Pentingnya kemampuan berpikir kreatif matematis (KBKM), self-efficacy (SE) dan soft skills (SS) siswa, sayangnya tidak seiring dengan peningkatan penguasaan ketiga kemampuan ini oleh siswa. Karena itu, perlu adanya upaya untuk menerapkan suatu model pembelajaran yang diperkirakan dapat memicu peningkatan KBKM, SE, dan SS siswa dalam matematika. Penelitian ini menerapkan model pembelajaran generatif (MPG) sebagai alternatif pembelajaran yang diperkirakan akan memicu peningkatan ketiga kemampuan tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar kontribusi penerapan MPG terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, self-efficacy, dan soft skills baik level sekolah (tinggi, sedang dan rendah), KAM (atas, sedang rendah). Penelitian ini menerapkan desain kuasi eksperimen. Sampel pada penelitian ini terdiri 191 orang siswa kelas VIII pada tiga SMP Negeri di Kota Yogyakarta. Masing-masing mewakili sekolah level tinggi, sedang, dan rendah. Hipotesis penelitian diuji pada taraf signifikansi 5%, analisis data yang digunakan uji-t, ANAVA satu jalur, dan ANAVA dua jalur. Dari hasil analisis data ditemukan bahwa: (1) ada perbedaan pencapaian, peningkatan KBKM, self-efficacy matematis, soft skills siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. (2) Terdapat interaksi antara pembelajaran dan level sekolah terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis, (3) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan level sekolah terhadap peningkatan self-efficacy, dan soft skills. (4) Tidak terdapat interaksi antara KAM dan Pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis, self-efficacy, dan soft skills, (5) tidak terdapat korelasi antara kemampuan berpikir kreatif matematis dan self-efficacy, (6) tidak terdapat korelasi antara kemampuan berpikir kreatif dan soft skills, dan (7) terdapat korelasi antara self-efficacy dan soft skills.

Kata Kunci: Kemampuan berpikir kreatif matematis, self-efficacy, soft skills, pembelajaran generatif


(4)

v

Abstract

La Moma (2013). The Enhancement of Junior High School Students Mathematical Creative Thinking Ability, Self-efficacy, and Soft skills through Generative Learning.

Mathematical creative thinking ability, self-efficacy, and soft skills are important competencies that need to be mastered by students. Mathematical creative thinking plays an important role in solving problems and expressing ideas while self-efficacy and soft skills are factors that support students success in learning mathematics. The importance of the students mathematical creative thinking ability, self-efficacy, and soft skills, unfortunately, are not in line with at the students abilities in these competence. Therefore, we have to implemented a learning model that is expected to lead development mathematical creative thinking ability, self-efficacy, and soft skills of the students in mathematics. Generative learning model is applied in this study as an alternative learning is predicted to stimulate development mathematical creative thinking ability, self-efficacy, and soft skills of the students. This study is aimed at determining the contribution of generative learning model of the enhancement of mathematical creative thinking ability, self-efficacy, and soft skills for difference school levels (high, medium, low), PMA (top, middle, and low). This study is quasi-experimental research involving 191 students of eight-grade senior high schools in Yogyakarta involving three levels of school. Research hyphothesis was examined at 5% level of significance, data analyzed using t-test, one-way ANOVA, and two-way ANOVA. The results of the study are: (1) there are different achievement, the enhancement of mathematical creative thinking ability, mahematical self-efficacy, soft skills of student between experiment of class and control class, (2) There are interaction between learning and school level toward the enhancement of mathematical creative thinking ability, (3) there is no interaction betwee learning and school level toward the enhancement of self-efficacy, and soft skills, (4) There are no interaction between KAM and learning toward the enhancement of mathematical creative thinking ability, self-efficacy, and soft skills. (5) There are no correlation between student mathematical creative thinking ability and self-efficacy, (6) There are no correlation between student mathematical creative thinking ability and soft skills, dan (7) There are correlation between student mathematical self-efficacy and soft skills.

Key Words: Mathematical Creative Thinking Ability, Self-efficacy, Soft skills, Generative Learning


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………......i

LEMBAR PENGESAHAN………...ii

ABSTRAK ………. ……….…......iii

ABSTRACT………...iv

LEMBAR PERNYATAAN………...…v

KATA PENGANTAR……….……….….…...vi

UCAPAN TERIMA KASIH………..………...… vii

DAFTAR ISI………... ix

DAFTAR TABEL……….…………...xii

DAFTAR GAMBAR………...…...xvi

BAB I PENDAHULUAN………...1

A. Latar Belakang Masalah ………...1

B. Rumusan Masalah ………...10

C. Tujuan Penelitian……….…11

D. Manfaat Penelitian………...…12

E. Definisi Operasional………13

BAB II KAJIAN PUSTAKA………15

A. Kemampuan Berpikir Kreatif ………..15

B. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis……….22

C. Self-efficacy……… 25

D. Soft Skills………..31

E. Pembelajaran Generatif………37

F. Keterkaitan antara Berpikir Kreatif, Pembelajaran Generatif, Self- efficacy, dan Soft skills………...43

G. Pembelajaran Konvensional………...47


(6)

I. Keterkaitan antara Berpikir Kreatif, Self-efficacy dan Soft skills… 56

J. Penelitian yang Relevan………...58

K. Hipotesis Penelitian………. 61

BAB III METODE PENELITIAN………...63

A. Metode dan Desain Penelitian……… 63

B. Populasi dan Sampel Penelitian ……… 64

C. Variabel Penelitian………...66

D. Instrumen Penelitian………..……….…. 66

E. Waktu Penelitian……….….78

F. Prosedur Penelitian………. 78

G. Kegiatan Pembelajaran………...81

H. Teknik Analisis Data………82

BAB 1V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN……… 86

A. Analisis Data Pencapaian kemampuan Berpikir Kreatif ………… 87

B. Analisis Data Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis………...92

C. Interaksi antara Pembelajaran dan Level Sekolah terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis …………....97

D. Interaksi antara KAM dan Pembelajaran terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis………… 100

E. Analsisis Data Pencapaian Self-efficacy ………103

F. Analisis Data Peningkatan Self-efficacy Matematis berdasarkan Kelompok Pembelajaran………108

G. Interaksi berdasarkan Pembelajaran dan Level Sekolah terhadap Peningkatan Self-efficacy………...…..111

H. Interaksi antara KAM Siswa dan Pembelajaran terhadap Peningkatan Self-efficacy ……….…...115

I. Analisis Data Pencapaian Soft skills Siswa ….……… 118

J. Analisis Data Peningkatan Soft Skills Siswa berdasarkan Pembelajaran dan Level Sekolah ……… 122 K. Interkasi antara Pembelajaran dan Level Sekolah


(7)

terhadap Peningkatan Soft skills ………..……… 127

L. Interaksi antara KAM dan Pembelajaran terhadap Peningkatan Soft skills Siswa ………131

M. Analisis Korelasi antara Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Self-efficacy Matematis ………...135

N. Analisis Korelasi antara Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Soft skills ………...137

O. Analisis Korelasi antara Self-efficacy Matematis dan Soft skills …140 P. Pembahasan dan Temuan Penelitian ……… 142

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ………… .166

A. Kesimpulan ………166

B. Implikasi ………167

C. Rekomendasi ……… 168

DAFTAR PUSTAKA ………... 171

RIWAYAT HIDUP……… .179


(8)

X

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Ciri-ciri berpikir kreatif, self-efficacy, dan soft skills……….. 57

3.1 Keterkaitan antara veriabel bebas, variabel terikat, dan variabel Kontrol (level sekolah)……….... 64

3.2 Sebarang sampel penelitian………..…... 65

3.3 Klasifikasi KAM siswa………... 66

3.4 Klasifikasi skor hasil perhitungan KAM siswa………... 67

3.5 Banyaknya siswa kelompok atas, tengah, dan bawah pada setiap level sekolah………... 67

3.6 Pedoman penskoran tes kemampuan berpikir kreatif matematis……….... 69

3.7 Hasil pertimbangan instrumen tentang validasi muka………..………….. 71

3.8 Uji Q-Cochran tentang validitas muka tes KBKM...………... 71

3.9 Hasil pertimbangan instrumen tentang validasi isi tes KBKM..……….... 72

3.10 Uji Q-Cochran tentang validitas isi tes………... 72

3.11 Hasil uji validitas dan reliabilitas tes kemampuan berpikir kreatif matematis……….. 73

3.12 Daya pembeda dan tingkat kesukaran soal…...………... 74

3.13 Perbedaan pembelajaran antara kelas eksperimen dan kelas control…... 81

3.14 Klasifikasi Gain Score ternormalisasi………... 83

3.15 Klasifikasi tingkat pencapaian, self-efficacy, dan soft skills.………. 84

4.1 Deskripsi data pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis berdasarkan level sekolah dan pembelajaran………...….. 88

4.2 Hasil uji normalitas distribusi data skor postes kemampuan berpikir kreatif matematis berdasarkan kelompok MPG dan MPK………... 90

4.3 Hasil analisis uji Mann-Whitney data pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis (secara keseluruhan) kelompok pembelajaran... 91

4.4 Deskripsi data N-Gain kemampuan berpikir kreatif matematis berdasarkan kelompok pembelajaran ………... 92


(9)

4.5 Deskripsi data N- Gain kemampuan berpikir kreatif matematis berdasarkan pembelajaran, level sekolah dan KAM siswa………... 93 4.6 Hasil uji normalitas distribusi data N-Gain kemampuan berpikir kreatif matematis berdasarkan pembelajaran dan level sekolah secara

keseluruhan………... 95 4.7 Hasil uji Mann-Whitney data N-Gain kemampuan berpikir kreatif matematis . ... 96 4.8. Hasil uji homogenitas varians data peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol……… 97 4.9 Hasil uji ANOVA dua jalur antara pembelajaran dan level sekolah terhadap

peningkatan KBKM……….……. 98

4.10 Hasil uji homogenitas varians data peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis berdasarkan kelompok pembelajaran………... 110 4.11 Hasil uji ANOVA dua jalur antara pembelajaran dan KAM siswa terhadap peningkatan Kemampuan berpikir kreatif matematis……… 101 4.12 Deskripsi data pencapaian self-efficacy matematis berdasarkan pembelajaran dan level sekolah……… 103 4.13 Deskripsi data N-Gain self-efficacy matematis dan berdasarkan

pembelajaran, level sekolah dan KAM siswa……….. 104 4.14 Deskripsi data N-Gain Self-efficacy matematis berdasarkan kelompok pembelajaran, level sekolah, dan KAM siswa……… 105 4.15 Hasil uji normalitas distribusi data postes self-efficacy antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol………..… 107 4.16 Hasil uji Mann-Whitney data postes self-efficacy berdasarkan pembelajaran dan level sekolah secara keseluruhan……… .108 4.17 Hasil uji normalitas distribusi data N-Gain self-efficacy matematis antara kelompok MPG dan MPK berdasarkan level sekolaah dan pembelajaran ... 109 4.18 Hasil analisis uji Mann-Whitney data N-Gain self-efficacy antara kelompok MPG dan MPK secara keseluruhan……… 110 4.19. Hasil uji homogenitas varians data N-Gain self-efficacy matematis pada


(10)

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol……… 111 4.20 Hasil uji ANOVA dua jalur antara pembelajaran dan level sekolah terhadap peningkatan self-efficacy ……… 112 4.21 Hasil uji perbedaan peningkatan self-efficacy berdasarkan level sekolah 114 4.22 Hasil uji ANOVA dua jalur antara pembelajaran dan KAM siswa

terhadap penin gkatan self-efficacy matematis………...116 4.23 Deskripsi data pencapaian soft skills siswa berdasarkan level sekolah dan

Pembelajaran………..119

4.24 Hasil uji normalitas distribusi data skor pencapaian soft skills kelompok data

MPG dan MPK………...120

4.25 Hasil uji homogenitas varians data postes soft skills antara kelompok MPG

dan MPK………..………121

4.26 Hasil analisis uji-t data postes soft skills siswa berdasarkan kelompok

Pembelajaran……….121

4.27 Deskripsi data N-Gain soft skills siswa berdasarkan pembelajaran ……...123 4.28 Deskripsi data soft skills siswa antara pembelajaran, level sekolah dan

KAM siswa………..123

4.29. Hasil uji normalitas distribusi data N-Gain soft skills siswa berdasarkan Pembelajaran dan level sekolah secara keseluruhan……….125 4.30. Hasil uji data N-Gain soft skills siswa antara kelompok pembelajaran dan level sekolah secara keseluruhan………126 4.31. Hasil uji homogenitas varians data N-Gain soft skills siswa berdasarkan kelompok pembelajaran………127 4.32. Hasil uji ANOVA dua jalur data peningkatan soft skills siswa berdasarkan Pembelajaran dan level sekolah………... 128 4.33. Hasil uji perbedaan peningkatan soft skills siswa berdasarkan pembelajaran dan level sekolah………...130 4.34. Hasil uji ANOVA dua jalur antara pembelajaran dan KAM siswa terhadap peningkatan soft skills siswa ……….………..…131 4.35. Hasil uji Perbedaan Peningkatan Soft skills berdasarkan KAM dan


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak mendapatkan informasi secara melimpah, cepat, dan mudah dari berbagai sumber dan berbagai penjuru dunia. Untuk itu, manusia dituntut memiliki kemampuan dalam memperoleh, memilih, mengelola dan menindaklanjuti informasi itu untuk dimanfaatkan dalam kehidupan yang dinamis, sarat tantangan, dan kompetitif. Ini semua menutut dimilikinya kemampuan berpikir kreatif.

Dalam Kurikulum 2006 (KTSP) disebutkan bahwa untuk menghadapi tantangan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi diperlukan sumber daya yang memiliki ketrampilan tinggi yang melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan bekerja sama yang efektif (Diknas, 2006). Untuk itulah program pendidikan yang dikembangkan perlu ditekankan pada pengembangan kemampuan berpikir yang harus dimiliki siswa SMP. Pengembangan kemampuan berpikir ini dapat dilakukan melalui pembelajaran. Salah satunya adalah pembelajaran matematika.

Pentingnya matematika dalam mengembangkan kemampuan berpikir dapat dilihat dari tujuan mata pelajaran matematika pada pendidikan dasar dan menengah berdasarkan Kurikulum 2006 (KTSP), yaitu sebagai berikut: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep dan algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian,


(12)

dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet, dan percaya diri dalam pemecahan masalah Diknas (Somakim, 2010).

Selain itu, dalam kurikulum juga dijelaskan bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah mengembangkan aktivitas belajar yang memicu siswa berpikir kreatif. Hal ini akan melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan membiasakan dan mengembangkan gaya berpikir divergen, orisinal, memunculkan keingintahuan, memuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba. Pengembangan kreativitas dan kemampuan berpikir kreatif siswa dilakukan melalui aktivitas-aktivitas kreatif dalam kegiatan pembelajaran matematika. Kreativitas dapat dipandang sebagai produk dari berpikir kreatif, sedangkan aktivitas kreatif merupakan kegiatan dalam pembelajaran yang diarahkan untuk mendorong atau memunculkan kreativitas siswa (Risnanosanti, 2010).

Kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan individu untuk mencari cara, strategi, ide atau gagasan baru bagaimana memperoleh penyelesaian terhadap suatu permasalahan yang dihadapi. Sukmadinata (2012) mengemukakan bahwa berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian (originality) dan ketajaman pemahaman (insight) dalam mengembangkan sesuatu yang relatif baru. Kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan yang sangat ditekankan kehadirannya di dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran matematika di sekolah.

Mulyana & Sabandar (2005) juga mengemukakan hal yang sama, bahwa siswa harus memiliki kemampuan berpikir kritis, logis, kreatif, sistematis, komunikasi serta kemampuan dalam bekerja sama secara efektif. Cara berpikir seperti ini diperlukan dalam mempelajari matematika, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antara konsep-konsepnya sehingga memungkinkan siswa terbiasa untuk menggunakan keterampilan-kerampilan di atas dalam mengembangkan ketrampilan berpikir kreatif matematis pada saat siswa dalam pemecahan masalah.

Selanjutnya, beberapa tahun terakhir para peneliti tidak hanya menelaah pada aspek kognitif saja tetapi juga aspek afektif, antara lain self-efficacy yang perkirakan dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa. Lebih lanjut


(13)

Bandura (1997) mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan suatu faktor penentu pilihan utama untuk pengembangan individu, ketekunan dalam menggunakan berbagai kesulitan, dan pemikiran mempola dan reaksi-reaksi emosional yang mereka alami. Self-efficacy dapat dikembangkan dari diri siswa dalam pembelajaran matematika, melalui empat sumber, yaitu: (a) pengalaman kinerja; (b) pengalaman orang lain; (c) aspek dukungan langsung/sosial; dan (d) aspek psikologi dan afektif.

Self-efficacy juga dituntut dalam kurikulum matematika sekolah menengah pertama (SMP). Salah satu tujuan pengajaran matematika SMP (Kurikulum 2006: 246) adalah mengembangkan aktivitas kreatif, serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta kualitas sikap ulet, dan percaya diri (self-efficacy) dalam pemecahan masalah. Adapun tujuan-tujuan dan tuntutan-tuntutan yang terkait dengan pengembangan kemampuan berpikir kreatif matematis sesuai yang tercantum dalam kurikulum menunjukkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan sekolah menengah agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, pemecahan masalah, dan generalisasi.

Untuk memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas, seseorang tidak hanya dituntut memiliki kemampuan hard skills saja, tetapi juga kemampuan soft

skillsnya. Berdasarkan hasil penelitian dalam dunia pendidikan, seperti penelitian

di Harvard University, Amerika Serikat, diyakini bahwa kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard

skills) saja, tetapi juga kemampuan dalam mengelola diri dan orang lain (soft skills). Dari hasil penelitian ini, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skills (Wati, 2010). Selanjutnya hasil

penelitian psikologi sosial menunjukkan bahwa orang yang sukses di dunia ditentukan oleh peranan ilmu sebesar 18%. Sisanya 82% ditentukan oleh ketrampilan emosional, soft skills dan sejenisnya (Elfindri, dkk, 2010). Hal yang sama juga dalam Renstra Kemendiknas 2010-2014 (Kustijono, 2011) yang


(14)

dimaksud dengan insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas komprehensif, yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdar kinestetis. Salah satu karakteristik dri abad XXI adalah ilmu pengetahuan akan semakin converging, dan implikasinya, terutama terhadap: penelitian, filsafat ilmu, paradigma pendidikan, dan kurikulum.

Menurut Gardner (1993), ada 2 kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan mengembangkan kepribadian, yakni: (1) kecerdasan interpersonal yaitu kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan temperamen orang lain, dan kemampuan untuk menjalin relasi dan komunikasi dengan orang lain; (2) kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan memahami diri dan bertindak adaptif berdasarkan pengetahuan tentang diri. Kemampuan berefleksi dan keseimbangan diri, kesadaran diri tinggi, inisiatif dan berani. Pendapat ini sejalan dengan Goleman (1998), bahwa kecerdasan emosional merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Masalah pokok yang perlu dicermati dari paparan di atas adalah siswa tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, atau seni pada bidang tertentu, tetapi juga perlu menguasai ketrampilan, tambahan, seperti: kemampuan berkomunikasi secara efektif, kemampuan berpikir logis, kemampuan bekerja sama, kemampuan belajar, dan lain-lain, atau dengan kata lain siswa perlu memiliki kemampuan soft skills yang baik.

Dalam kenyataannya praktek pendidikan di Indonesia saat ini masih lebih banyak memberikan porsi pada kemampuan pengetahuan dan ketrampilan, bahkan dapat dikatakan lebih berorientasi pada pembelajaran hard skills. Artinya siswa diberi keahlian akademik dan kompetensi teknikal saja. Jika melihat realita dalam praktek pembelajaran yang dilakukan di sekolah, terkait dengan memberikan materi pelajaran matematika, guru cenderung lebih memilih cepat menyelesaikan materi yang diajarkan, tanpa perhatian pada peningkatan yang proporsional terhadap kreativitas siswa, sikap kerja keras siswa, kurang


(15)

memberikan kebebasan siswa untuk mengungkapkan ide atau gagasan baru, dan berkomunikasi antara teman dalam kelompok dalam penyelesaian suatu masalah. Pendidikan soft skills tentu menjadi kebutuhan urgen dalam dunia pendidikan, namun untuk mengubah kurikulum juga bukan hal yang mudah. Pendidik seharusnya memberikan muatan-muatan pendidikan soft skills pada proses pembelajarannya khususnya dalam pembelajaran matematika. Sayangnya, tidak semua guru mampu memahami dan menerapkan Hidden Curriculum. Pentingnya penerapan pendidikan soft skills dalam pembelajaran matematika idealnya bukan saja hanya untuk anak didik saja, tetapi juga bagi guru.

Dalam dunia pendidikan, ada tiga ranah yang harus dikembangkan untuk kepentingan peserta didik yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Ranah kognitif berorientasi pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, ranah afektif berkaitan dengan sikap (attitude), moralitas, spirit, dan karakter, sedangkan ranah psikomotorik berkaitan dengan keterampilan yang sifatnya prosedural dan cenderung mekanis. Dalam realitas pembelajaran, usaha untuk menyeimbangkan ketiga ranah tersebut memang selalu diupayakan, namun pada kenyataannya yang lebih dominan adalah ranah kognitif dan psikomotorik saja.

Hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada beberapa SMP di Kota Yogyakarta, jarang sekali guru memberi perhatian dalam mengembangkan kemampuan soft skills siswa dalam pembelajaran matematika. Akibatnya adalah peserta didik kaya dengan kemampuan yang sifatnya hard skills namun kurang kemampuan soft skills. Gejala ini tampak pada output pendidikan yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, pintar, juara kelas, namun kurang kemampuan membangun hubungan (relasi), kekurangmampuan bekerja sama dalam tim, cenderung egois, dan cenderung menjadi pribadi yang tertutup.

Soft skills berada pada ranah teknis dan akademik, lebih bersifat psikologis

sehingga abstrak. Soft skills merupakan suatu istilah sosiologis yang merepresentasikan pengembangan dari kecerdasan emosional seseorang yang merupakan kumpulan karakter kepribadian, kepekaan sosial, komunikasi, bahasa, kebiasaan pribadi, keramahan, dan optimis yang menjadi ciri hubungan dengan


(16)

orang lain. Soft skills melengkapi hard skills. Hard skills merupakan representasi dari potensi IQ seseorang terkait dengan persyaratan teknis pekerjaan dan beberapa kegiatan lainnya (Elfindri, dkk, 2010). Domain hard skills adalah

learning to know and learning to do, sedangkan domain soft skills adalah learning to be and learning to live together.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang memungkinkan guru membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan, sedangkan kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Untuk mengembangkan kemampuan soft skills siswa, guru sebagai salah satu komponen dalam sistem pengajaran harus mampu mengembangkan tidak hanya pada ranah kognitif, dan ranah psikomotor semata yang ditandai dengan penguasaan materi pelajaran dan ketrampilan, melainkan juga ranah kepribadian siswa. Pada ranah ini siswa harus ditumbuhkan rasa percaya dirinya (self-efficacy) sehingga menjadi manusia yang mampu mengenal dirinya sendiri yakni manusia yang berkepribadian yang mantap dan mandiri, manusia utuh yang memiliki kemantapan emosional dan intelektual, yang mengenal dirinya, mengendalikan dirinya dengan konsisten, dan memiliki rasa empati serta memiliki kepekaan terhadap permasalahan yang dihadapi baik dalam dirinya maupun dengan orang lain.

Mengingat pentingya soft skills dalam upaya membentuk karakter siswa, maka strategi pembelajaran yang bisa dikembangkan adalah mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan menghasilkan lingkungan yang sehat dan kaya, serta interaksi banyak arah. Di samping itu perlu juga kreativitas guru dalam memancing siswa untuk terlibat


(17)

secara aktif, baik fisik, mental, sosial dan emosional. Dengan demikian, bila hal itu sudah terbiasa dilakukan oleh siswa maka dengan sendirinya akan terbawa saat mereka terjun di dunia kerja dan di masyarakat.

Pada kenyataannya di lapangan, guru-guru matematika sekolah menengah pertama (SMP) jarang memberi perhatian yang proporsional dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis, self-efficacy, dan soft skills siswa. Rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis, self-efficacy matematis siswa sekolah menengah pertama (SMP) merupakan permasalahan penting dalam pendidikan matematika. Diduga karena faktor model pembelajaran yang digunakan kurang menyenangkan, kurang partisipasi siswa dalam pembelajaran serta lingkungan belajar yang kurang konduksif. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran matematika yang dipandang tepat sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis, self-efficacy dan soft skills siswa tersebut.

Dalam kegiatan pembelajaran konvensional, proses pembelajaran biasanya diawali dengan menjelaskan konsep, memberikan contoh soal dan diakhiri dengan pemberian latihan soal-soal. Akibatnya siswa lebih diarahkan pada proses menghafal dan bukan pada memahami konsep. Menurut Mukhayat (Somakim, 2010), belajar dengan menghafal tidak terlalu banyak menuntut aktivitas berpikir anak dan mengandung akibat buruk pada perkembangan mental anak. Anak akan cenderung mencari gampangnya saja dalam belajar. Anak kehilangan sense of

learning, kebiasaan yang membuat anak bersikap pasif atau menerima begitu saja

apa adanya. Itu semua mengakibatkan sisw tidak terbiasa untuk mengembangkan berpikir kreatif matematis, dan rasa percaya diri (self-efficacy) serta kemampuan soft skillsnya dalam pembelajaran matematika.

Berdasarkan hasil kajian Herman (2007), diperoleh informasi bahwa dalam belajar matematika, kemampuan berpikir kritis dan kreatif dapat dibangun melalui aktivitas menyelesaikan masalah, mengajukan argumentasi berdasarkan fakta, membuktikan berdasarkan fakta yang tersedia, menemukan pola, dan membuat generalisasi. Artinya, kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dapat dikembangkan melalui aktivitas menyelesaikan masalah yang tidak biasa, dan


(18)

juga dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan fakta yang ada, membuktikan, dengan menemukan pola, dan membuat generalisasi.

Usodo (Hasanah, 2010) mengatakan bahwa pembelajaran matematika saat ini masih didominasi pada pengembangan kognisi. Akibatnya siswa kurang bebas berpikir informal; siswa tidak diberi kesempatan yang cukup untuk berpikir bebas mengenai gagasan matematis; dan siswa menjadi kurang percaya diri akan kemampuannya melakukan proses doing math (bermatematika), dan yang paling buruk, pembelajaran matematika tersebut tidak memberi peluang bagi munculnya berpikir kreatif matematis siswa, self-efficacy, dan kemampuan soft skills siswa dalam pembelajaran matematika.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Somakim (2010) pada siswa SMP di Kota Palembang dengan mengambil sampel level sekolah tinggi, sedang, dan rendah menemukan bahwa terdapat perbedaan signifikan dalam peningkatan kemampuan self-efficacy matematis siswa antara yang pembelajarannya menggunakan pendekatan matematika realistik dan pendekatan matematika biasa dan juga ditinjau dari level sekolah siswa. Hasil penelitian yang terkait dengan

soft skills siswa antara lain: Cangelosi dan Petersen (Widhiarso, 2009) yang

menemukan bahwa banyak kegagalan siswa di sekolah, masyarakat, dan tempat kerja diakibatkan rendahnya ketrampilan dalam berkomunikasi. Penelitian lain yang lebih terfokus dalam pembelajaran matematika antara lain: Abdullah (2013) yang menemukan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan representasi matematis siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis soft skills lebih tinggi daripada siswa yang pembelajaran konvensional.

Salah satu model pembelajaran yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis, self-efficacy, dan soft skills siswa dalam pembelajaran matematika adalah pembelajaran generatif. Pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran berbasis konstruktivisme, yang lebih menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Model pembelajaran generatif menuntut siswa untuk aktif, dan bebas mengkonstruksi


(19)

pengetahuannya. Selain itu, siswa juga diberi kebebasan untuk mengungkap ide atau gagasan dan alasan terhadap permasalahan yang diberikan sehingga akan lebih memahami pengetahuan yang dibentuknya sendiri dan proses pembelajaran yang dilakukan akan lebih optimal.

Menurut Osborne & Wittrock (1985), penerapan model pembelajaran generatif merupakan suatu cara yang baik untuk mengetahui pola berpikir siswa serta bagaimana siswa memahami dan memecahkan masalah dengan baik agar dalam pembelajaran nanti guru dapat menyusun strategi dalam pembelajaran, misalnya bagaimana menciptakan suasana pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran generatif dapat memberikan tantangan kepada siswa untuk memecahkan suatu permasalahan matematis dan mendorong siswa untuk lebih kreatif, termotivasi belajar, percaya diri, serta dapat mendorong tumbuhnya self-efficacy, dan kemampuan soft skills siswa. Dalam proses pembelajaran matematika guru dituntut untuk menggunakan masalah-masalah non rutin dan bersifat terbuka (open-ended) dalam penyelesaian suatu masalah dalam pembelajaran matematika. Hubungan antara pembelajaran generatif dengan kemampuan berpikir kreatif matematis, self-efficacy, dan kemampuan soft skills siswa dapat dilihat dari karakteristik model pembelajaran ini, yaitu: menuntut siswa untuk menemukan atau mengkonstruksi sendiri konsep yang sedang dikaji melalui penafsiran yang dilakukan dengan cara diskusi, dan percobaan. Selain itu, siswa juga diberi kesempatan untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugas bersama serta harus lebih kreatif, bekerja keras, berdedikasi tinggi, antusias, dan percayadiri.

Hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada beberapa SMP di Kota Yogyakarta juga, menunjukkan bahwa siswa SMP dalam proses pembelajaran matematika masih banyak yang belum mampu mengungkapkan ide atau gagasannya, berkomunikasi dengan efektif, berpikir kritis, kreatif, bekerjasama dalam tim dan cenderung hanya mengikuti apa yang dicatat oleh guru di papan tulis, cenderung pasif, semangat belajarnya kurang, dan kurang rasa percaya diri saat menyampaikan pendapatnya di hadapan teman-temannya.


(20)

Dengan kata lain bahwa siswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan memberi manfaat yang positif dalam upaya peningkatan soft skills siswa dalam pembelajaran matematika.

Berdasarkan uraian di atas, nampak bahwa atribut soft skills yaitu: bekerja sama dalam tim, kreatif, percaya diri, kerja keras, dedikasi tinggi yang terkait dengan ciri-ciri berpikir kreatif, dan juga self-efficacy. Ciri-ciri berpikir kreatif meliputi: rasa percaya diri, rajin, ulet, fleksibel, berinisiatif, berani mengambil resiko, dan juga self-efficacy. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada hakekatnya pembelajaran generatif memiliki keterkaitan erat dengan berpikir kreatif, self-efficacy, dan soft skills.

Dalam kaitan ini, peneliti mencoba mengadakan penelitian yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kreatif matematis, self-efficacy, dan soft skills siswa dengan menggunakan model pembelajaran generatif dengan mempertimbangkan level sekolah (tinggi, sedang, rendah) siswa sekolah menengah pertama (SMP). Berdasarkan uraian di atas, Peneliti telah untuk melakukan kajian dengan judul: “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis, Self-efficacy, dan Soft skills Siswa SMP melalui Pembelajaran Generatif”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran generatif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran generatif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

3. Apakah pencapaian self-efficacy matematis siswa yang memperoleh pembelajaran generatif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?


(21)

4. Apakah peningkatan self-efficacy matematis siswa yang memperoleh pembelajaran generatif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

5. Apakah pencapaian soft skills siswa yang memperoleh pembelajaran generatif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 6. Apakah peningkatan soft skills siswa yang memperoleh pembelajaran

generatif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

7. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran (PG dan PK) dan level sekolah (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMP?

8. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran (PG dan PK) dan level sekolah (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan self-efficacy matematis siswa SMP?

9. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran (PG dan PK) dan level sekolah (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan soft skills siswa SMP?

10.Apakah terdapat korelasi antara kemampuan berpikir kreatif matematis dan

self-efficacy matematis siswa SMP?

11.Apakah terdapat korelasi antara kemampuan berpikir kreatif matematis dan

soft skills siswa SMP?

12.Apakah terdapat korelasi antara self-efficacy matematis dan soft skills siswa SMP?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis secara komprehensif pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran generatif dan pembelajaran konvensional.

2. Untuk menganalisis secara komprehensif peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran generatif dan pembelajaran konvensional


(22)

3. Untuk menganalisis secara komprehensif pencapaian self-efficacy matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran generatif dan pembelajaran konvensional.

4. Untuk menganalisis secara komprehensif peningkatan self-efficacy matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran generatif dan pembelajaran konvensional.

5. Untuk menganalisis secara komprehensif pencapaian soft skills siswa antara yang memperoleh pembelajaran generatif dan pembelajaran konvensional. 6. Untuk menganalisis secara komprehensif peningkatan soft skills siswa

antara yang memperoleh pembelajaran generatif dan pembelajaran konvensional

7. Untuk menelaah secara mendalam serta seberapa besar interaksi antara pembelajaran generatif dan level sekolah (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMP. 8. Untuk menelaah secara mendalam serta seberapa besar interaksi antara

pembelajaran generatif dan level sekolah (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan self-efficacy matematis siswa SMP.

9. Untuk menelaah secara mendalam serta seberapa besar interaksi antara pembelajaran generatif dan level sekolah (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan soft skills siswa SMP.

10.Untuk menganalisis korelasi antara kemampuan berpikir kreatif matematis dan self-efficacy matematis siswa SMP.

11.Untuk menganalisis korelasi antara kemampuan berpikir kreatif matematis dan soft skills siswa SMP.

12.Untuk menganalisis korelasi antara self-efficacy matematis dan soft skills siswa SMP

D. Manfaat Penelitian

Secara garis besar manfaat dari penelitian ini ada dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.


(23)

1. Manfaat Teoritis

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Model pembelajaran merupakan bingkai dari aplikasi suatu pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dan melengkapi teori-teori pelajaran matematika yang telah ada. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan oleh peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian lebih mendalam tentang kemampuan berpikir kreatif matematis, self-efficacy, dan soft skills siswa dalam pembelajaran matematika.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini yang berupa model pembelajaran dan bahan ajar materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV), dan Teorema Pythagoras dapat dimanfaatkan oleh guru, atau pemerhati pendidikan yang mengoptimalkan kemampuan berpikir kreatif matematis, self-efficacy, dan soft

skills siswa.

Hasil penelitian ini yang berupa tes kemampuan berpikir kreatif matematis (TKBKM) dapat dimanfaatkan langsung oleh guru atau pemerhati pendidikan khususnya pendidikan matematika yang ingin mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan berpikir kreatif matematis, dan juga angket mengenai self-efficacy matematis, dan soft skills siswa.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran generatif adalah model pembelajaran berbasis konstruktivisme,

yang lebih menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya, melalui lima tahapan, yaitu: (1) orientasi, (2) pengungkapan ide, (3) tantangan dan restrukturisasi, (4) penerapan, dan (5) melihat kembali.

2. Pembelajaran konvensional adalah kegiatan pembelajaran yang mengajarkan


(24)

berpusat pada guru ke siswa, siswa lebih cenderung pasif dalam aktivitas pembelajaran.

3. Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan menyelesaikan

masalah matematika yang indikator-indikatornya, meliputi: orisinalitas (keaslian), elaborasi (keterperincian), kelancaran (fluency), dan keluwesan (fleksibilitas).

4. Self-efficacy matematis adalah keyakinan seseorang pada kemampuan diri sendiri untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkunganya, yang diperlukan untuk menyelesaikan tantangan/situasi matematis dengan efektif dan berhasil, kemampuan menyelesaikan masalah matematika dan merepresentasikan, cara belajar/bekerja dalam memahami konsep dan menyelesaikan tugas, kemampuan berkomunikasi matematika dengan teman sebaya dan pengajar selama pembelajaran, yang meliputi empat sumber, yakni: (a) pengalaman kinerja; (b) pengalaman orang lain; (c) aspek dukungan langsung/sosial; (4) aspek psikologis dan afktif.

5. Soft skills adalah ketrampilan-ketrampilan yang dimiliki seseorang dalam berhubungan dengan orang lain termasuk dengan dirinya sendiri, yang meliputi ketrampilan berkomunikasi efektif, ketrampilan membangun kerjasama tim, kreativitas, kritis, kepercayaan diri, dan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika.


(25)

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menerapkan pembelajaran generatif. Karena peneliti tidak memungkinkan mengambil sampel secara acak, maka penelitian ini adalah kuasi eksperimen dan desain yang digunakan adalah desain kelompok kontrol pretes-postes. Menurut Ruseffendi (2005) bahwa pada penelitian kuasi eksperimen subjek tidak dikelompokan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya. Dalam penelitian ini digunakan dua kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol, sebagai tahap awal dalam penelitian ini yaitu menentukan sampel sekolah secara random dari masing-masing sekolah level tinggi, level sedang, dan level rendah. Kemudian dari masing-masing sekolah diambil dua kelas secara acak sebagai kelas eksperimen dan satu untuk kelas kontrol. Dengan demikian untuk melihat pengaruhnya terhadap aspek yang diukur, yaitu kemampuan berpikir kreatif matematis, self-efficacy dan soft skills siswa. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

O X O

--- (Ruseffendi, 1994)

O O

Pada desain ini, pengelompokan subyek penelitian dilakukan secara acak kelas, kelompok eksperimen diberi perlakuan pembelajaran generatif (X), dan kelompok kontrol diberi pembelajaran konvensional, selanjutnya masing-masing kelas penelitian dilakukan pretes dan postes (O). Adapun pretes dilakukan untuk melihat kesetaraan antara subyek penelitian, sedangkan postes dilakukan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, self-efficacy, dan soft

skills siswa. Dalam penelitian ini juga dilibatkan faktor peringkat sekolah (tinggi,

sedang, rendah) siswa, dan faktor pengetahuan awal matematika (atas, tengah, bawah) siswa. Untuk mengetahui keterkaitan antar variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol digunakan model Weiner, rancangan penelitian ini dapat disajikan seperti Tabel 3.1. berikut ini.


(27)

Tabel 3.1.

Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat, dan Variabel Kontrol (Peringkat Sekolah)

Faktor

Variabel yang Diukur

Berpikir Kreatif

Matematis Self-efficacy Matematis Soft skills Siswa

PG (A) PK (B) PG (A) PK(B) PG(A) PK(B)

Peringkat Sekolah

Tinggi KBKPSTA KBKPSTB KSEPSTA KSEPSTB KSSPSTA KSSPSTB

Sedang KBKPSSA KBKPSSB KSEPSSA KSEPSSB KSSPSSA KSSPSSB

Rendah KBKPSRA KBKPSRB KSEPSRA KSEPSRB KSSPSRA KSSPSRB

Keseluruhan KBKA KBKB KSEA KSEB KSSA KSSB

Keterangan :

PG(A) : pembelajaran generatif PK(B) : pembelajaran Konvensional

KBKPSTA : kemampuan berpikir kreatif matematis siswa peringkat sekolah tinggi dengan Pembelajaran generatif

KBKPSSB : kemampuan berpikir kreatif matematis siswa peringkat sekolah sedang dengan pembelajaran konvensional

KBKA : kemampuan berpikir kreatif matematis keseluruhan siswa dengan PG

KSEB : self-efficacy matematis keseluruhan siswa dengan pembelajaran konvensional

KSSA : kemampuan soft skills keseluruhan siswa dengan pembelajaran Generatif

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri Kota Yogyakarta. Pemilihan siswa SMP sebagai subyek penelitian didasarkan pada pertimbangan tingkat perkembangan kognitif siswa SMP berada pada tahap


(28)

peralihan dari operasi kongkrit ke operasi formal sehingga dipandang tepat untuk digunakan model pembelajaran generatif. Selain itu, siswa SMP masih berada pada tahap masa remaja, dan pada masa ini siswa dalam tahap proses pencarian diri/jati diri dan pembentukan kepercayaan diri (self-efficacy) serta soft skills. Beberapa materi dipredisikan cocok untuk digunakan pembelajaran generatif agar kemampuan berpikir kreatif matematis, self-efficacy, dan soft skills siswa berkembang.

Sampel yang terpilih pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri yang ada di Kota Yogyakarta yang terpilih dari level sekolah (tinggi, sedang, rendah) berdasarkan data dari Diknas Pendidikan Kota Yogyakarta yaitu nilai Ujian Nasional (UN) SLTP tahun ajaran 2010/2011. Pemilihan ketiga sekolah di atas ditetapkan dengan menggunakan teknik stratified random sampling (sampel acak strata), karena pemilihan sampel teknik strata dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kelompok-kelompok yang ada dalam sampel terwakili, seperti terwakilinya kelompok-kelompok dalam populasinya, dan harus proporsional (atau sebanding) (Ruseffendi, 2005). Sedangkan penetapan kelas pada setiap sekolah dilakukan dengan menggunakan teknik acak kelompok kelas. Dengan demikian diperoleh pada masing-masing sekolah dua kelas, satu untuk kelas eksperimen yaitu kelas yang memperoleh model pembelajaran generatif dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional. Pada bagian berikut akan disajikan Tabel 3.2 sebagai sebaran sampel penelitian.

Tabel 3.2

Sebaran Sampel Peneltian

Level Sekolah

Kelompok Eksperimen

(MPG)

Kelompok Kontrol

(Konvensional) Jumlah

Tinggi 31 31 62

Sedang 33 33 66

Rendah 31 32 63


(29)

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri atas tiga variabel, yaitu: (1) variabel bebas meliputi: model pembelajaran; (2) variabel terikat meliputi: Kemampuan berpikir kreatif matematis (KBKM), self-efficacy (SE) matematis, dan soft skills (SS), sedangkan (3) variabel kontrol meliputi: peringkat sekolah (tinggi, sedang, rendah) dan kemampuan awal matematika (KAM) siswa.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua jenis instrumen, yaitu: instrumen tes dan non tes. Instrumen tes meliputi: tes kemampuan berpikir kreatif matematis (TKBKM) dan tes kemampuan awal matematika (KAM), sedangkan instrumen non tes meliputi: skala self-efficacy matematis, skala soft skills, pedoman observasi, dan pedoman wawancara.

1. Tes Kemampuan Awal Matematika

Kemampuan awal matematika adalah pengetahuan yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung. Kemampuan awal matematika siswa diukur melalui seperangkat soal tes dengan materi yang sudah dipelajari di kelas VII dan kelas VIII. Pemberian tes awal bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal matematika siswa sebelum pembelajaran dimulai. Selain itu, juga untuk memperoleh data untuk mengetahui kesetaraan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Dari skor pengetahuan awal matematika siswa diperoleh, siswa dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu siswa kelompok atas (A), siswa kelompok Tengah (T), dan kelompok bawah (B). Pengelompokan ini dengan mengacu pada skor rata-rata ( ̅) dan simpangan baku (SB) seperti disajikan pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3

Klasifikasi Skor KAM Siswa

Skor KAM Interpretasi

KAM ≥ ( ̅) + SB Kelompok Atas ( ̅) –SB ≤ KAM ( ̅) + SB Kelompok tengah KAM ≤ ( ̅) – SB Kelompok bawah Sumber: Somakim (2010).


(30)

Berdasarkan hasil perhitungan mengenai kemampuan awal matematika (KAM) siswa yang diperoleh rata-rata ( ̅) = 56,021 dan simpangan baku (SB) = 13, 664, sehingga kriteria pengelompokan siswa dapat disajikan dalam Tabel 3.4 berikut ini.

Tabel 3.4

Klasifikasi Skor Hasil Perhitungan KAM siswa Skor KAM Interpretasi

KAM ≥ 69,69 Kelompok Atas 42,36≤ KAM 69,69 Kelompok tengah KAM ≤ 42,36 Kelompok bawah

Dari hasil pengelompokan tersebut pada Tabel 3.5 berikut disajikan banyaknya siswa yang berada pada kelompok atas, tengah dan bawah pada masing-masing level sekolah dan model pembelajaran. Karena ada siswa yang tidak hadir dalam pelaksanaan tes KAM sehingga jumlah responden menjadi berkurang dari jumlah sampel yang ditetapkan dalam penelitian disajikan pada Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5

Banyaknya Siswa Kelompok Atas, Tengah, dan Bawah pada setiap Level Sekolah dan Model Pembelajaran. Kelompok

Siswa

Level Sekolah

Total

Tinggi Sedang Rendah

MPG MPK MPG MPK MPG MPK

Atas 18 6 10 0 4 6 44

Tengah 13 18 19 20 25 23 118

Bawah 0 7 4 13 2 3 29

Total 31 31 33 33 31 32 191

Sebelum tes kemampuan awal matematika digunakan, terlebih dahulu divalidasi isi dan muka. Uji validasi isi dan muka dilakukan oleh para penimbang yang berkualifikasi S1, S2 dan S3 pendidikan matematika dan dianggap mampu dan memiliki pengalaman mengajar dalam pendidikan matematika. Untuk mengukur validasi isi, pertimbangan didasarkan pada kesesuaian soal dengan aspek-aspek kemampuan awal matematika dan dengan materi matematika SMP.


(31)

Untuk mengukur validitas muka, pertimbangan berdasarkan pada kejelasan soal tes dan segi konstruksi bahasa dan redaksi.

Hasil pertimbangan dari para penimbang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan statistik Q-Cochran. Tujuan dari analisis statistik ini yaitu untuk mengetahui apakah para penimbang melakukan pertimbangan terhadap tes awal matematika secara seragam atau tidak. Hipotesis diuji adalah sebagai berikut: Ho: Para penimbang melakukan pertimbangan yang seragam

H1: para penimbang melakukan pertimbangan tidak seragam

Dengan kriteria pengujian: jika probabilitas > 0,05 maka terima Ho keadaan

lainnya tolak Ho.

Hasil pengolahan data pertimbangan para validator diperoleh taraf asymp.sig.

= 0,457 atau probabilitas lebih besar dari taraf signifikansi α=5% yang ditetapkan,

sehingga dapat disimpulkan bahwa para penimbang telah melakukan pertimbangan yang sama/seragam terhadap terhadap validitas muka terhadap terhadap tes KAM, dan selanjutnya hasil pengolahan data validitas isi dari lima penimbang terhadap tes KAM diperoleh asymp sig. = 0,549 atau probabilitas lebih besar dari pada taraf signifikansi α = 5% yang ditetapkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa para penimbang telah melakukan pertimbangan yang seragam terhadap setiap butir tes KAM. Selanjutnya kisi-kisi dan soal tes KAM dapat dilihat pada lampiran A1 dan A2 halaman 181 dan 184.

1. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Tes kemampuan berpikir kreatif matematis disusun dengan bentuk uraian berdasarkan kriteria berpikir kreatif dan materi ajar yang dipelajari siswa. Sebelum tes tersebut digunakan terlebih dahulu dilakukan uji validasi dan realibilitas tes. Pada bagian berikut akan disajikan kisi-kisi dan soal tes kemampuan berpikir kreatif matematis, ditunjukkan pada Lampiran A.3 dan A4 halaman 188 dan 189.

Untuk memperoleh data kemampuan berpikir kreatif matematis, dilakukan penskoran terhadap jawaban siswa untuk setiap butir soal. Adapun kriteria penskoran tes kemampuan berpikir kreatif matematis yang digunakan pada


(32)

penelitian ini adalah mengacu pada skor rubrik yang dikembangkan oleh Bosch (Ismaimuza, 2010) seperti yang disajikan pada Tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6.

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Aspek yang

diukur Respon Siswa terhadap soal atau masalah Skor

Orisinalitas

Tidak menjawab atau memberi jawaban yang

salah. 0

Memberi jawaban dengan caranya sendiri

tetapi tidak dapat dipahami. 1

Memberi jawaban dengan caranya sendiri, proses perhitungan sudah terarah tetapi tidak selesai.

2 Memberi jawaban dengan caranya sendiri tetapi terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga hasilnya salah.

3 Memberi jawaban dengan caranya sendiri, proses perhitungan dan hasil benar. 4

Kelancaran

Tidak menjawab atau member ide yang tidak

relevan dengan masalah 0

Memberikan sebuah ide yang tidak relevan

dengan pemecahan masalah. 1

Memberikan sebuah ide yang relevan tetapi

jawabannya salah. 2

Memberikan lebih dari satu ide yang relevan

tetapi jawabannya masih salah. 3

Memberikan lebih dari satu ide yang relevan dan penyelesaiannya benar dan jelas. 4

Kelenturan

Tidak menjawab atau memberikan jawaban dengan satu cara atau lebih tetapi semua salah. 0 Memberikan jawaban hanya satu cara tetapi

memberikan jawaban salah 1

Memberikan jawaban dengan satu cara, proses

perhitungan dan hasilnya benar 2

Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam) tetapi hasilnya ada yang salah karena terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan


(33)

Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam), proses perhitungan dan hasilnya benar.

4

Elaborasi

Tidak menjawab atau memberikan jawaban

yang salah. 0

Terdapat kesalahan dalam jawaban dan tidak

disertai dengan perincian. 1

Terdapat kesalahan dalam jawaban tapi disertai dengan perincian yang kurung detil. 2 Terdapat kesalahan dalam jawaban tapi disertai

dengan perincian yang rinci. 3

Memberikan jawaban yang benar dan rinci. 4 Sumber: Bosch (Ismaimuza, 2010)

Berpedoman pada kisi-kisi di atas disusun butir tes kemampuan berpikir kreatif matematis dalam bentuk uraian. Setelah disusun, kemudian diujicobakan kepada siswa SMP di luar subyek penelitian serta validasi isi oleh para guru matematika yang berlatar belakang S1 pendidikan matematika serta para pakar pendidikan matematika yang berlatar belakang S2 dan S3. Kemudian dilakukan revisi sesuai dengan saran-saran dari para penimbang dan dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Para penimbang juga diminta untuk menimbang validitas isi tes berdasarkan tingkat kesesuaian soal dengan tujuan yang dingin diukur, kesesuaian soal dengan kriteria berpikir kreatif, kesesuaian soal dengan materi ajar SMP kelas VIII, dan kesesuaian dengan tingkat kesulitan soal dengan siswa SMP kelas VIII.

Adapun hasil pertimbangan mengenai validitas isi dan validitas muka dari beberapa ahli tersebut dianalisis dengan menggunakan statistik Q-Cochran. Tujuan dari analisis statistik ini adalah untuk mengetahui apakah para penimbang melakukan pertimbangan terhadap soal tes kemampuan berpikir kreatif matematis secara seragam atau tidak. Pada bagian berikut peneliti akan menyajikan hasil validitas muka yaitu tentang kejelasan tampilan soal dari segi bahasa dan gambar oleh para penimbang. Adapun hasil dari para menimbang tersebut dapat disajikan pada Tabel 3.7 berikut.


(34)

Tabel 3.7.

Hasil Pertimbangan Instrumen Tentang Validasi Muka Tes KBKM

Nomor soal Penimbang

1 2 3 4 5

1a 1 1 1 1 1

1b 1 1 1 1 1

2a 1 1 1 1 1

2b 1 1 1 1 1

3a 1 1 1 1 1

3b 1 1 0 1 1

3c 1 1 1 1 1

3d 1 1 1 1 1

4a 1 1 1 1 1

4b 1 1 1 0 1

4c 1 1 1 1 1

Keterangan: 1 valid dan 0

Hasil pertimbangan para ahli seperti yang disajikan pada Tabel 3.7 di atas, selanjutnya dianalisis dengan statistik Q-Cochran. Hasil uji statistik tersebut digunakan untuk mengetahui apakah para penimbang instrumen secara sama atau tidak. Hasil uji statistk tersebut dapat disajikan pada Tabel 3.8 berikut.

Tabel 3.8.

Uji Q-Cochran tentang Validitas Muka Tes KBKM

N 5

Cochran’s Q 9,00

df 10

Asymp.Sig. 0,532

Dari Tabel 3.8 di atas terlihat bahwa signifikansi asimpotis 0,552 lebih besar dari taraf signifikansi statistik Q hasil perhitungan adalah 9,00 dan harga (0,05; 10) = 18,307. Karena nilai Q ternyata lebih kecil dari harga


(35)

tabel pada taraf signifikansi 5% maka dapat disimpulkan bahwa para penimbang

telah melakukan menimbang validasi muka tiap butir soal kemampuan berpikir kreatif matematis secara sama atau seragam. Selanjutnya peneliti juga melakukan validasi isi yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut.

Tabel 3.9.

Hasil Pertimbangan Instrumen Tentang Validasi Isi Tes KBKM

No.Soal Penimbang

1 2 3 4 5

1a 1 1 1 1 1

1b 1 1 1 1 1

2a 1 1 1 1 1

2b 1 1 1 1 1

3a 1 1 1 1 1

3b 1 0 1 1 1

3c 0 1 1 1 1

3d 1 1 1 1 1

4a 1 1 1 1 1

4b 1 0 1 1 1

4c 1 1 1 1 1

Ketrangan: V= valid dan TV= tidak valid

Hasil pertimbangan para ahli seperti yang disajikan pada Tabel 3.9 di atas, selanjutnya dianalisis dengan statistik Q-Cochran. Hasil uji statistik tersebut digunakan untuk mengetahui apakah para penimbang instrumen secara sama atau tidak. Hasil uji statistik tersebut dapat disajikan pada Tabel 3.10 berikut.

Tabel 3.10.

Uji Q-Cochran tentang Validitas Isi Tes

N 5

Cochran’s Q 11,304a df 10 Asymp.Sig 0,334


(36)

Dari Tabel 3.10 di atas, terlihat bahwa signifikansi asimtotis 0,334 lebih besar dari taraf signifikansi statistik Q hasil perhitungan adalah 11,304 dan harga (0,05; 10) = 18,307. Karena nilai Q ternyata lebih kecil dari harga tabel pada taraf signifikansi 5% maka dapat disimpulkan bahwa para

penimbang telah melakukan menimbang validasi isi tiap butir soal kemampuan berpikir kreatif matematis secara sama atau seragam. Walaupun para penimbang telah memberikan pertimbangan yang sama/seragam, peneliti tetap melakukan revisi soal nomor 3b, 3c, dan 4b. Hasil revisi tentang soal tes tersebut dapat dilihat pada lampiran A3 halaman 188, selanjutnya perangkat tes kemampuan berpikir kreatif matematis dilakukan juga uji coba secara terbatas pada lima orang siswa di luar sampel penelitian tetapi telah memperoleh materi yang diteskan. Hasil ujicoba tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa serta mendapatkan gambaran apakah butir-butir yang akan digunakan dalam tes dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Hasil uji coba tersebut disimpulkan bahwa semua soal dapat dipahami dengan baik oleh siswa.

Setelah instrumen dinyatakan memenuhi validitas isi dan validitas muka, selanjutnya diujicobakan kepada 24 siswa kelas IX SMPN 15 Kota Yogyakarta. Dari data ujicoba soal tes serta perhitungan validitas dan reliabilitas tes dengan menggunakan bantuan Program Excel dan SPSS-17 for Windows. Validitas butir soal digunakan dengan korelasi product moment dari Karl Person antara skor KBKM dengan skor totalnya, sedangkan untuk reliabilitas tes digunakan analisa

Cronbach Alpha. Hasil perhitungan diperoleh validitas tes dan reliabilitas tes

disajikan pada Tabel 3.11 berikut.

Tabel 3.11

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBKM)

Reliabilitas

Nomor Soal

Validitas

r11 Tingkat rxy Kriteria

0,840 Sedang

1a 0,508 Valid

1b 0,688 Valid


(37)

2b 0,576 Valid

3a 0,529 Valid

3b 0,432 Valid

3c 0,411 Valid

3d 0,418 Valid

4a 0,472 Valid

4b 0,596 Valid

4c 0,463 Valid

Catatan: rtab (α= 5%) = 0,404 dan db = 24-2=22

Dari hasil analisis data uji coba seperti terlihat pada Tabel 3.11 di atas, bahwa nilai rxy untuk setiap butir lebih besar dari rtab, dengan demikian bahwa setiap butir

soal tes kemampuan berpikir kreatif matematis dinyatakan valid. Sedangkan besarnya koefisien reliabilitas r11 = 0,840. Menurut Suherman dan Sukjaya

(1990), instrumen reliabilitas sebesar 0,840 termasuk reliabilitas sangat tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa soal tes kemampuan berpikir kreatif matematis telah memenui karakteristik yang memadai untuk digunakan pada penelitian. Sedangkan nilai hasil tes uji coba kemampuan berpikir kreatif matematis (KBKM) hasil perolehan siswa dari 24 responden dapat dilihat pada lampiran B.4 halaman 218, sedangkan untuk mengetahui daya pembeda (DP) dan tingkat kesukaran dari masing-masing butir soal dapat dilihat pada Tabel 3.12 berikut.

Tabel 3.12

Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Soal KBKM

No.Soal Daya Beda (%)

Interpretasi Tingkat

Kesukaran (%) Interpretasi 1a. 1b. 2a. 2b. 3a 3b. 3c. 3d. 4a. 4b. 4c. 46,43 57,14 53,57 46,43 42,86 46,43 43,86 53,57 39,29 60,71 46,43 Baik Sangat baik Sangat baik Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Baik 71,80 75,00 72,92 68,75 66,67 64,46 65,63 64,58 65,63 56,25 57,29 Mudah Mudah Mudah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang


(38)

3. Skala Self-efficacy Matematis

Untuk mengukur self-efficacy matematis siswa dalam pembelajaran generatif ini diperoleh dengan mengacu pada aspek (sumber) self-efficacy yaitu (1) pengalaman kinerja, (2) pengalaman orang lain, (3) aspek dukungan langsung/sosial dan (4) aspek psikologis dan afektif. Skala yang digunakan adalah model skala Likert dengan 4 pilihan yaitu: sangat setuju SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Angket yang dikembangkan dalam penelitian ini, peneliti dengan mengadaptasi dari angket yang dikembangkan oleh (Risnanosanti, 2010).

Sebelum angket tersebut digunakan, terlebih dahulu diuji coba secara empiris dalam dua tahap, yaitu: (1) dilakukan uji coba terbatas pada lima orang siswa diluar sampel penelitian. Tujuan dari uji coba terbatas tersebut yaitu untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa dan untuk memperoleh gambaran apakah dari masing-masing pernyataan dari skala Self-efficacy (SE) matematis dapat dipahami oleh siswa. Dari hasil uji coba terbatas tersebut, diperoleh gambaran bahwa semua pernyataan dapat dipahami oleh siswa. (2) Setelah selesai uji coba tahap pertama dilanjutkan dengan uji coba tahap kedua dengan reponden di luar sampel penelitian sebanyak 40 siswa dengan jumlah item pada skala self-efficacy matematis sebanyak 36 item, dengan diolah dengan berbantuan program MSI dan

Program SPSS 17 diperoleh nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,916 yang

menunjukan bahwa instrumen skala self-efficacy matematis dapat digunakan dalam penelitian, namun demikian, ada beberapa item yang dihilangkan (dibuang) karena hasil uji validitas diperoleh tingkat signifikansinya sangat kecil antara lain: nomor 5, 14, 19, dan 25. Setelah selesai diujicobakan, selanjutnya dapat digunakan untuk uji coba tahap ketiga pada siswa sebagai subyek penelitian sekolah yang telah ditetapkan.

Pemberian skor setiap pilihan dari pernyataan skala self-efficacy ditentukan secara aposteriori, yaitu berdasarkan distibusi jawaban responden atau dengan kata lain menentukan nilai skala dengan deviasi normal (Azwar, 2012). Dalam penelitian ini peneliti dengan menggunakan bantuan program MSI (Method of


(39)

Successive Interval) sehingga dengan menggunakan cara ini skor SS, S, TS, dan

STS dari setiap pernyataan dapat berbeda-beda tergantung pada sebaran respon siswa. Selanjutnya dari 32 butir pernyataan yang valid digunakan sebagai instrumen penelitian SE siswa dalam matematika dalam penelitian ini. Kisi-kisi dan angket self-efficacy (SE) terdapat pada Lampiran A.5 dan Lampiran A.6 halaman 191 dan 195. Data hasil uji coba skala self-efficacy matematis untuk melihat validitas butir dan reliabilitasnya butir pernyataan dapat dilihat pada lampiran B.5 halaman 220. Sedangkan perhitungan pemberian skor setiap kategori SS, S, TS, dan STS dapat dilihat pada lampiran I.1 halaman 427. Berdasarkan tabel pada lampiran tersebut tampak bahwa skor untuk kategori SS, S, TS, STS setiap pernyataan bervariasi antara 1,00 sampai dengan 5,093, sehingga diperoleh skor maksimal ideal (SMI) adalah 162,98.

4. Skala Soft skills

Untuk mengentahui soft skills siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran generatif ini diperoleh dengan mengacu pada dua ketrampilan yaitu: (1) ketrampilan yang berhubungan dengan orang lain antara lain: berkomunikasi, dan bekerja sama tim, (2) ketrampilan yang berhubungan dengan diri sendiri antara lain: integritas diri, kreativitas, kepercayaan diri, inisiatif, kritis, pemecahan masalah, menggunakan skala likert dengan 4 pilihan dengan yaitu: sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S), dan sangat setuju (SS) dari setiap pernyataan. Dengan demikian, dalam pemberian skor pada setiap pilihan dari pernyataan skala Soft skills siswa ditentukan secara aposteriori yaitu berdasarkan distribusi jawaban responden atau dengan kata lain menentukan nilai skala dengan standar deviasi normal (Azwar, 2002), Dalam penelitian ini peneliti dengan menggunakan bantuan program MSI (Method of Successive Interval) sehingga dengan menggunakan cara ini skor SS, S, TS, dan STS dari setiap pernyataan dapat berbeda-beda tergantung pada sebaran respon siswa. Skala soft skills dalam penelitian ini yang disesuaikan dengan konteks pembelajaran matematika yang mengacu pada penerapan model pembelajaran generatif siswa SMP.


(40)

Sebelum instrumen digunakan, terlebih dahulu diujicobakan secara empiris dalam dua tahap, yaitu (1) uji coba terbatas dilakukan pada siswa yang bukan sampel penelitian. Tujuan dari uji coba terbatas ini adalah untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa dan sekaligus untuk memperoleh gambaran apakah pernyataan-pernyataan dari skala Soft skills dapat dipahami oleh siswa. Setelah selesai diujicobakan, selanjutnya digunakan untuk uji coba pada siswa di luar subyek penelitian yakni dilakukan pada SMP IT Masjid Syuhada Kota Yogyakarta. Dari data hasil uji coba setelah dianalisis dengan Program MSI dan Program SPSS 2010 diperoleh besar koefisien reliabilitas instrumen r11 = 0,848.

Menurut Suherman dan Sukjaya (1990), instrumen reliabilitas sebesar 0,848 termasuk reliabilitas sangat tinggi. Ada tiga butir pernyataan yang tidak valid dari 28 butir pernyataan yang dikembangkan oleh peneliti, yaitu: butir nomor 9, 16 dan 25. Hasil analisis validitas butir pernyataan soft skills siswa ini dapat dilihat pada lampiran B.5 halaman 219, kisi-kisi soft skills, dan angket soft skills dapat dilihat pada lampiran A.7 dan A.8 halaman 198 dan 201, selanjutnya data yang telah memenuhi syarat dapat dijadikan instrumen penelitian pada sekolah yang telah ditetapkan. Selanjutnya, perhitungan pemberian skor setiap kategori SS, S, TS, dan STS dapat dilihat pada lampiran I.2 halaman 473, berdasarkan Tabel pada lampiran I.2 halaman 427, tampak bahwa skor untuk kategori SS, S, TS, STS pada setiap pernyataan bervariasi antara 1,00 sampai dengan 5,401, sehingga diperoleh skor maksimal ideal (SMI) adalah 135,025.

5. Pedoman Observasi

Pedoman observasi digunakan untuk melihat proses pembelajaran berlangsung. Observasi yang dilakukan untuk mengamati siswa terkait dengan

soft skills yang dimiliki siswa dalam proses pembelajaran, aktivitas guru dan

aktivitas siswa dalam mengelolah pembelajaran. Adapun pengisian lembar observasi digunakan dengan daftar ceklis pada saat kegiatan pembelajaran berjalan. Adapun lembar observasi yang digunakan terdiri atas tiga bagian, yaitu: (1) lembar pengamatan guru dalam pengelolaan pembelajaran, (2) lembar pengamatan aktivitas siswa dalam pembelajaran, dan (3) lembar pengamatan terkait dengan soft skills siswa saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung.


(1)

Haylock, D. (1997). Recognizing Mathematical Creativity in Schoolchildren, ZDM, 29(3). 68-74 doi: 10.1007/s11858-997-0002-y.

Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking

untuk Peningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama.

Disertasi Doktor pada SPS. UPI: Tidak diterbitkan.

Herman, T. (2007). Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa SMP.

Makalah. Seminar Nasional. Tanggal 8 Desember 2007 di UPI.

House, J. (2000). Student self-efficacy and science achievement in Ireland: Findings from the third international mathematics and science study (TIMSc). International journal of instructional media 27 (1), 107-115. Hudoyo, H. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.

Malang: JICA UNM.

Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan

Masalah Matematik Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Generatif.

Disertasi Doktor pada SPS. UPI: Tidak diterbitkan.

Imai, T. (2000). The influence of overcoming fixation in mathematics towards divergent thinking in open-ended mathematics problems on Japanese junior high school students. International Journal of Mathematical Education in

Science and Technology, 31, 187-193.

Ismaimuza, D. (2010). Kemampuan Berpikir kritis dan Kreatif Matematis Siswa

SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif. Disertasi Doktor pada SPS UPI: Tidak diterbitkan.

Juliantara, K. (2009). Pendekatan Pembelajaran Konvensional. [online]. Tersedia: http://educasi.kompasiana.com/2009/12/20/pendekatanpembelajarankonven sional/. [6 Januari 2012].

Kadir. (2010). Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Potensi Pesisir

sebagai upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik, Komunikasi Matematik, dan Ketrampilan Sosial Siswa SMP. Disertasi

Doktor pada SPS. UPI: Tidak diterbitkan.

Kaipa, P., & Milus. T. (2005). Soft skills are Smart Skills. [online[. Tersedia: kaipagroup.com/articles/softskills.pdf. [23 April 2013].

Kastijono, R. (2011). Hard skill dan Soft skills. [Online].Tersedia: http://fisika-dan-Pembelajaran.blogspot.com/2011/02/hard-skills-dan-soft-skills.html. [21 Oktober 2011].


(2)

Katu, N. (1995). Pengajaran Fisika yang Menarik. Makalah. Salatiga. Universitas Satya Wacana.

Lambertus. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pemecahan

Masalah Matematik Siswa SD melalui Pendekatan Matematika Realistik.

Disertasi Doktor pada SPS. UPI: Tidak diterbitkan.

Luria, A. R. (1973). The Working brain: An introduction to Neuropsychology (B. Haigh, Trans). New York: Basic Books.

Martin, J. (2004). Self-regulated learning, social cognitive theory, and agency.

Educational Psychologist, 39(2), 135-145.

Marzano, R.J., Brandt, R.S., Jones, B.F., Presseinsen, B.Z., Rankin, S.C., & Suhor, C. (1988). Dimensions of Thinking: A Framework for Curriculum

and Instruction. Virginia: ASVD

Matlin, M. W. (2003). Cognition. Fifth Edition. Fort Worth: Harcourt Brace. Mann, E. (2005). Mathematical Creativity and School Mathematics:Indicators of

Mathematical Creativity in Middle School Students. Dissertation University

of Connecticut. [Online]. Tersedia: http://www.gifted.uconn.edu/Siegle/ Dissertations/Eric%20Mann.pdf. [20 Desember 2010].

Mulyana, T dan Sabandar, J. (2005). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematik Siswa SMA Jurusan IPA melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Deduktif–Induktif. Makalah. Disampaikan pada Seminar

Nasional. Bandung, 20 Agustus 2005. Diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Munandar, U. (1999). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.

Penuntun bagi Guru dan Orang Tua. Jakarta: Grasindo.

Musnandar, A. (2011). Soft skills, IQ, EI dan Keterkaitannya dengan Unjuk

Kerja: Merubah Paradigma Pendidikan (2). FEBUB. Malang. [online].

Tersedia: http//www.uinmalang.ac.id/index.pph?optioncomcintent&view= article&id=2702:autorhard-dan-soft-skills-merubah-paradigma-pendidikan. [21 Januari 2012].

Muqowim. (2012). Pengembangan Soft skills Guru. Yogyakarta: Insan Madani. Nicolaidou, M., & Philippou, G. (Tanpa tahun). Attitudes Towards Mathematics,

self-efficacy and Achievement in Problem Solving. Thematic Group 2. European Research in Mathematics Education III. [Online]. Tersedia:

www.dm.unipi.it/didacttica/CERME3/Proceedings/Groups/TG2/TG2nocola idou-cerme.pdf. [23 Maret 2011].


(3)

Ormrod, J. E. ( 2008). Educational Psychology Developing Learners. Sixth Edition. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Jilid 2 Edisi 6. Alih Bahasa: Amitya Kumara. Jakarta: Erlangga.

Osborne, R. J., & Wittrock, M. C. (1985). The Generative Learning Model and its

Implication for Science Education. Studies in Science Education, 12, 59-87.

Pajares, F., & Schunk, D. H. (2001). beliefs and School Success:

Self-efficacy, Self-concept, and School achievement. In R. Riding & Rayner

(Eds), Perception pp 229-266.

Pehkonen, S, Maijala, E., & Hannula, S.M. (2004). Development of

Understanding and Self-Confidence in Mathematics; Grades 5-8. Proceedings of the 28th Conference of the International. Group for the Psychology of Mathematics Educational, Vol.3 pp 17-24.

Pimta, S., & Tayruakhan, S. (2009). Factor Influencing Mathematics Problem Solving Ability of Sixth Grade Students. Journal of Social Sciences 5(4):

381-385. ISSN 1549-3652.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasioanl.[Online].Tersedia:http://www.google.co.id/#hl=id&sclient=psyab &q=p+no.19+tahun+2005+tentang+standar+nasional+pendidikan&oq=PP+ no.19+tahun+2005&gs_l=h&fp=fbe5942396bd9603. [19 Juli 2012].

Presseisen, B. Z. (1985). Thinking Skill: Meaning and Models, In A. L, Costa (ed) Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking Alexanderia: ASCD.

Prabawanto, S. (2012). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Masalah,

Komunikasi dan Self-efficacy Matematis Mahasiswa melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metacognitif Scaffolding. Disertasi Doktor pada SPS.

UPI: Tidak diterbitkan.

Risnanosanti. (2010). Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Self-efficacy

terhadap Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam Pembelajaran Inkuiri. Disertasi Doktor pada SPS. UPI: Tidak diterbitkan

Rohaeti, E. (2008). Pembelajaran dengan Pendekatan Ekspositori untuk

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa SMP. Disertasi Doktor pada SPS. UPI: Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, H. E. T. (1994). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Jakarta: Dirjen Dikti. Depdikbud.

---(2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta


(4)

Sabandar, J. (2008). Berpikir Reflektif. Makalah. Prodi Pendidikan Matematika SPS. UPI.

Sanjaya, M. (2008). Strategi Pembelajaran. Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Siswono, Y. E. T. (2004). Identifikasi Proses Berpikir Kreatif dalam Pengajuan

Masalah (Problem Possing) Matematika. Berpandu dengan Model Wallas dan Creative Problem Solving (CPS). Makalah. Jurusan Matematika.

FMIPA. Unesa.

Schraw, G. (1998). Promoting General Metacognitive Awareness Instructional

Science, 26, 113-125.

Schunk, H. D. (2012). Learning Theory An Educational Prespective. Sixth Edition.Teori-Teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan. Edisi Keenam. Penerjemah Eva Hamdiah, Rahmat Fajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Schulz, B. (2008). The Importance of Soft skills: Education Beyond Academic

Knowledge. NAWA. Journal of Language and Communication. (Online):

Tersedia:http://www.google.com./search?hl=en&source=hp&q=schulz.B.+2

008+NAWA,+ journal + of language+and+communication.Soft+skills+&. [20 April 2013].

Silver, E. A. (1997). Fostering Creativity Though Instruction Rich in

mathematical Problem Solving and Problem Posing. [online]. Tersedia:

http://www.Fizkorlsruke.de/ . [28 Desember 2010].

Simon, S. D. (1999). From neo-behaviorism to social constructivism? The

paradigmatic non-evaluation of Albert Bandura. Unpublished Master’s

Thesis, Emory University. Retrieved, Maret 28, 2007, [Online]. Tersedia: www.des.emory.edu/mfp/simon. [8 Agustus 2012].

Somakim. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self-efficacy

Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi Doktor pada SPS. UPI: Tidak

diterbitkan.

Steven, T., & Arizpe, O. (2006). Mathematical self-efficacy of Middle School

Students Solving The Rubric Cube. [Online] Tersedia: http://google.co. id/#hl=Discource=hpq=stevent+T.Arizpe+O+2006+mathematical+Selfefffic acy+80q=steven+T.Arizpe+2006+Mat. [23 September 2010].

Sugiyono. (2008). Statistika untuk Penelitan. Bandung: Alfabeta.

Suherman E, & Sukjaya, Y. K. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan


(5)

Suherman, E., Turmudi, Suryadi, D., Herman, T., Suhendra, Prabawanto, S., Nurjanah, & Rohayati, A. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika

Kontemporer. JICA UPI.

Sukmadinata, N, S, & Syaodih, E. (2012). Kurikulum dan Pembelajaran

Kompetensi. Bandung: Refika Aditama.

Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan

Bagimana dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah. Prodi. Pendidikan

Matematika SPS UPI.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Tall, D. (1991). Advanced Mathematical Thinking. Mathematical Education

Library. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic Publishers.

Tarmidi. (2009). Soft skills vs Hard skills dalam Proses Belajar. [Online]. Tersedia: http://tarmidi.wordpress.com/. [20 September 2011].

Tri Astuti (2009). Perbandingan Metode Pembelajaran Konvensional dengan

Metode Pembelajaran Hyphnoteaching. [Online)]. Tersedia:

http://iyasphunhalfreth.blogspo.com/2010/06/perbandingan-metode-pembelajaran. html. [21 Pebruari 2012].

Uno, B. H., & Kuadrat, M. (2009). Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran

sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan. Jakarta: Bumi Aksara.

Wena, M. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Suatu Tinjauan

Konseptual Operasional. Edisi Pertama. Jakarta: Bumi Aksara.

Wati, W. (2010). Strategi Pembelajaran Soft skills dan Multiple Intelligences.

Konsentrasi Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Padang. Makalah.

[Online]. Tersedia: http://didanel.Wordpress.com/2011/07/01/strategi-pembelajaran-softskill-dan multiple-intelligences/. [21 Oktober 2011]. Wicaksana, I. W. S. (2010). Soft skills. Universitas Gunadarma. Jakarta. [Online].

Tersedia: http://iwayan.info/lecture/softskills/materi kelas softskills. Ver100214-iws.pdf.

Widhiarso, W. (2009). Evaluasi Soft skills dalam Pembelajaran. Makalah.

Disampaikan pada Kegiatan Seminar dan Sarasehan “Evaluasi Pembelajaran Mata Kuliah Umum kependidikan”. Yogyakarta. FIP UNY.

Wittrock, C. M. (1974). A Generative Model of Mathematics Learning. Journal


(6)

--- (1992). Generative Learning Processes of the Brain. Graduate School of Educational, University of California, Los Angeles, CA 99024.