PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS SOFT SKILLS.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS

DAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP

MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

BERBASIS

SOFT SKILLS

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor Kependidikan dalam Pendidikan Matematika

Oleh:

IN HI ABDULLAH

NIM: 0910003

PROGRAM STUDI S3 PENDIDIKAN MATEMATIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing Disertasi untuk Diajukan pada Ujian Tahap II

Prof. Jozua Sabandar, M.A., Ph.D.

Promotor

Prof. H. Yaya S. Kusumah, M.Sc., Ph.D.

Kopromotor

H. Bana G. Kartasasmita, Ph.D.

Anggota

Mengetahui:

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Representasi Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Kontekstual Berbasis Soft Skills ini adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan plagiarisme atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam tradisi keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menerima tindakan/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran atas etika akademik dalam karya saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Januari 2013 Yang membuat pernyataan,

(In Hi Abdullah)


(4)

Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan representasi matematis siswa, sebagai akibat dari penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis soft skills dan pembelajaran konvensional. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP dari tiga SMP di Kota Ternate yang tergolong dalam kategori klaster sekolah tinggi, sedang, dan rendah. Pada masing-masing sekolah dipilih secara acak dua kelas, satu kelas sebagai kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran kontekstual berbasis soft skills dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol yang mendapat pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan meliputi tes kemampuan awal matematis, tes kemampuan pemahaman matematis, tes kemampuan representasi matematis, pedoman observasi dan wawancara. Hasil analisis data menunjukkan bahwa, peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis soft skills lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Kecenderungan ada interaksi antara pembelajaran dengan klaster sekolah terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan kecenderungan tidak ada interaksi antara pembelajaran dengan klaster sekolah terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis siswa. Kecenderungan tidak ada interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan representasi matematis siswa. Terdapat asosiasi antara peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan peningkatan kemampuan representasi siswa.

Kata Kunci: Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Representasi Matematis, Pembelajaran Kontekstual, Soft Skills.


(5)

The aim of this study is to find out the enhancement of students’ mathematical comprehension ability and students’ mathematical representation ability as the result of the application of contextual learning based on soft skills approach and conventional learning. The subject in this study is grade VIII students of Junior High School from three Junior High Schools in Ternate City which are categorized in high, medium and low school clusters. In each school, two classes are selected in random, in which one class is assigned as an experiment class which get contextual learning based on soft skills, and another class is assigned as a control class which get conventional learning. Instruments which are used comprise test of initial mathematical ability, test of mathematical comprehension ability, test of mathematical representation ability, observation guidance and interview. The result of data analysis shows that the enhancement of mathematical understanding ability and mathematical representation ability of students who get contextual learning based on soft skills is higher than students who get conventional learning. There is interaction between learning and school cluster toward the enhancement of mathematical comprehension ability and there is tendency that there is no interaction between learning and school cluster toward the enhancement of students’ mathematical representation ability. There is no interaction between learning and initial mathematical ability to ward the enhancement of students’ mathematical comprehension ability and mathematical representation ability. There is association between the enhancement of students’ mathematical comprehension ability and the enhancement of students’ representation ability.

Keywords: Mathematical Understanding Ability, Mathematical Representation

Ability, Contextual Learning, Soft Skills


(6)

HALAMAN JUDUL………...

LEMBAR PERSETUJUAN... PERNYATAAN ... ABSTRAK ... ABSTRCT ... KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI………...

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN..…………..………...

A. Latar Belakang………...

B. Rumusan Masalah………...

C. Tujuan Penelitian………...

D. Manfaat Penelitian………...

E. Definisi Operasional………...

BAB II KAJIAN PUSTAKA………...

A. Pemahaman Matematis...…... B. Representasi Matematis……..………... C. Pembelajaran Kontekstual... ..……….………... D. Soft Skills Dalam Pembelajaran Matematika... E. Pembelajaran Kontekstual berbasis Soft Skills

F. Teori Belajar Pendukung...………... G. Hasil Penelitian yang Relevan... H. Hipotesis Penelitian…………..………...

BAB III METODE PENELITIAN……….………..

A. Jenis dan Desain Penelitian……...………...

B. Subjek Penelitian………..………..………..

C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya………... D. Perangkat Pembelajaran dan Bahan Ajar...………..

i ii iii iv v vi vii ix xi xii 1 1 10 11 12 13 16 16 21 27 30 33 44 64 71 73 73 78 80 92


(7)

G. Waktu Penelitian...………...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data………

1. Analisis Kemampuan awal Matematis ... 2. Analisis Kemampuan Pemahaman Matematis ... 3. Analisis Kemampuan Representasi Matematis ... 4. Asosiasi antara Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis ...

B. Pembahasan………...

1. Kemampuan awal Matematis ... 2. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis ... 3. Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis ... 4. Asosiasi antara Peningkatan Kemampuan Pemahaman

Matematis dan Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis ... 5. Kelayakan Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbasis soft Skills ...

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI………

A. Kesimpulan………...

B. Implikasi………

C. Rekomendasi………...

DAFTAR PUSTAKA………...………... LAMPIRAN ………..

98 102 103 103 105 108 135

163 168 168 170 188

203 205 209 209 212 214 216 224


(8)

Tabel 3.1 Desain Eksperimen Kelompok Perbandingan Pretes-Postes ... Tabel 3.2 Keterkaitan antara Kemampuan Pemahaman Matematis,

Pembelajaran, Klaster Sekolah, dan KAM Siswa ... Tabel 3.3. Keterkaitan antara Kemampuan Representasi Matematis,

Pembelajaran, Klaster Sekolah, dan KAM Siswa... Tabel 3.4. Sampel Penelitian Berdasarkan Klaster Sekolah ... Tabel 3.5. Kriteria Kategori Kemampuan Awal Matematis ... Tabel 3.6. Hasil Penimbang Validitas Muka dan Validitas Isi Tes

Kemampuan Pemahaman Matematis ... Tabel 3.7. Uji Q-Cochran Validitas Muka Tes Pemahaman Matematis ... Tabel 3.8. Uji Q-Cochran Validitas Isi Tes Pemahaman Matematis ... Tabel 3.9. Validitas, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran dan Reliabilitas

Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... Tabel 3.10. Hasil Penimbang Validitas Muka dan Validitas Isi Tes

Kemampuan Pepresentasi Matematis ... Tabel 3.11. Uji Q-Cochran Validitas Muka Tes Representasi Matematis ... Tabel 3.12. Uji Q-Cochran Validitas Isi Tes Representasi Matematis ... Tabel 3.13 Validitas, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran dan Reliabilitas

Tes Kemampuan Representasi Matematis ... Tabel 3.14. Hasil Penimbang Validitas Bahan Ajar... Tabel 3.15 Klasifikasi Gain (g) ... Tabel 3.16 Klasifikasi Derajat Asosiasi ... Tabel 3.17 Keterkaitan Masalah, Hipotesis, dan Kelompok Data ... Tabel 4.1 Sebaran Sampel Penelitian ... Tabel 4.2 Deskripsi Data Kemampuan Awal Matematis Siswa

Berdasarkan Pembelajaran dan Klaster Sekolah ... Tabel 4.3. Sebaran Data Kemampuan Awal Matematis ...

75 76 77 80 82 83 83 84 85 87 87 88 89 94 99 100 100 104 105 106


(9)

Tabel 4.5. Uji Perbedaan Kemampuan Pemahaman Matematis

Berdasarkan Pembelajaran ... Tabel 4.6. Uji Normalitas Kemampuan Pemahaman Matematis

Berdasarkan Klaster Sekolah ... Tabel 4.7. Uji Perbedaan Kemampuan Pemahaman Matematis

Berdasarkan Klaster Sekolah ... Tabel 4.8. Uji Perbedaan Kemampuan Pemahaman Matematis Antar

Klaster Sekolah ... Tabel 4.9. Uji Normalitas Kemampuan Pemahaman Matematis

Berdasarkan KAM ... Tabel 4.10. Uji Perbedaan Kemampuan Pemahaman Matematis

Berdasarkan KAM ... Tabel 4.11. Uji Perbedaan Kemampuan Pemahaman Matematis Antar

KAM... Tabel 4.12. Uji Normalitas Kemampuan Pemahaman Matematis

Berdasarkan Pembelajaran ... Tabel 4.13. Uji Normalitas Kemampuan Pemahaman Matematis

Berdasarkan Faktor Pembelajaran ... Tabel 4.14. Uji Normalitas Kemampuan Pemahaman Matematis

Berdasarkan Klaster Sekolah... Tabel 4.15. Uji Perbedaan Kemampuan Pemahaman Matematis

Berdasarkan Klaster Sekolah ... Tabel 4.16. Uji Perbedaan Kemampuan Pemahaman Matematis Antar

Klaster Sekolah... Tabel 4.17. Uji Normalitas Kemampuan Pemahaman Matematis

Berdasarkan KAM ... Tabel 4.18. Uji Perbedaan Kemampuan Pemahaman Matematis

Berdasarkan KAM... Tabel 4.19. Uji Perbedaan Kemampuan Pemahaman Matematis Antar

KAM... 110 111 112 112 113 114 115 116 116 117 118 119 120 121 122


(10)

Tabel 4.21. Uji Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Berdasarkan Pembelajaran ... Tabel 4.22. Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Pemahaman

Matematis Berdasarkan Klaster Sekolah ... Tabel 4.23. Uji Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemahaman

Matematis Berdasarkan Klaster Sekolah... Tabel 4.24. Deskripsi Data Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa

Berdasarkan Pembelajaran dan Klaster Sekolah ... Tabel 4.25. Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Pemahaman

Matematis Berdasarkan KAM ...

Tabel 4.26. Uji Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemahaman

Matematis Berdasarkan KAM ... Tabel 4.27. Uji Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemahaman

Matematis Antar KAM... Tabel 4.28. Deskripsi Data Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa

Berdasarkan Pembelajaran dan KAM ... Tabel 4.29. Uji Normalitas Kemampuan Representasi Matematis

Berdasarkan Pembelajaran ... Tabel 4.30. Uji Perbedaan Kemampuan Representasi Matematis

Berdasarkan Pembelajaran ... Tabel 4.31. Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Representasi

Matematis Berdasarkan Klaster Sekolah ... Tabel 4.32. Uji Perbedaan Kemampuan Representasi Matematis

Berdasarkan Klaster Sekolah ... Tabel 4.33. Uji Normalitas Kemampuan Representasi Matematis

Berdasarkan KAM ... Tabel 4.34. Uji Perbedaan Kemampuan Representasi Matematis

Berdasarkan KAM ... Tabel 4.35. Uji Perbedaan Kemampuan Representasi Matematis Antar

KAM ... Tabel 4.36. Uji Normalitas Kemampuan Representasi Matematis

124 125 126 126 127 128 129 130 136 137 137 138 139 140 140


(11)

Tabel 4.37. Uji Perbedaan Kemampuan Representasi Matematis

Berdasarkan Faktor Pembelajaran ... Tabel 4.38. Uji Normalitas Kemampuan Representasi Matematis

Berdasarkan Klaster Sekolah ... Tabel 4.39. Uji Perbedaan Kemampuan Representasi Matematis

Berdasarkan Klaster Sekolah ... Tabel 4.40. Uji Perbedaan Kemampuan Representasi Matematis Antar

Klaster Sekolah ... Tabel 4.41. Uji Normalitas Kemampuan Representasi Matematis

Berdasarkan KAM ... Tabel 4.42. Uji Perbedaan Kemampuan Representasi Matematis

Berdasarkan KAM ... Tabel 4.43. Uji Perbedaan Postes Kemampuan Representasi Matematis

Antar KAM Siswa ... Tabel 4.44. Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Representasi

Matematis Berdasarkan Pembelajaran ... Tabel 4.45. Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Representasi

Matematis Berdasarkan Pembelajaran ... Tabel 4.46. Uji Perbedaan Peningkatan Kemampuan Representasi

Matematis Berdasarkan Pembelajaran ... Tabel 4.47. Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Representasi

Matematis Berdasarkan Klaster Sekolah ...

Tabel 4.48. Uji Perbedaan Peningkatan Kemampuan Representasi

Matematis Berdasarkan Klaster Sekolah ... Tabel 4.49. Uji Perbedaan Peningkatan Kemampuan Representasi

Matematis Antar Klaster Sekolah ... Tabel 4.50. Deskripsi Data Kemampuan Representasi Matematis Siswa

Berdasarkan Pembelajaran dan Klaster Sekolah ... Tabel 4.51. Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Representasi

Matematis Berdasarkan KAM ... Tabel 4.52. Uji Perbedaan Peningkatan Kemampuan Representasi

Matematis Berdasarkan KAM ...

142 143 144 145 146 147 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156


(12)

Matematis Antar KAM Siswa ... Tabel 4.54. Deskripsi Data Kemampuan Representasi Matematis Siswa

Berdasarkan Pembelajaran dan KAM ... Tabel 4.55. Kualifikasi Siswa Berdasarkan Peningkatan Kemampuan

Pemahaman Matematis dan Representasi Matematis ... Tabel 4.56. Asosiasi Antara Peningkatan Kemampuan Pemahaman

Matematis dan Peningkatan Kemampuan Representasi

Matematis ...

Tabel 4.57. Rangkuman Pengujian Hipotesis Pada Taraf Signifikansi α =

0,05 ...

157 158 164

165 166


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Interaksi Timbal-Balik antara Representasi Internal dan

Eksternal... Gambar 2.2. Zone of Proximal Development (ZPD)... Gambar 3.1. Tahapan Alur Kerja Penelitian... Gambar 4.1. Interaksi antara Pembelajaran dan Klaster Sekolah terhadap

Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis... Gambar 4.2. Interaksi antara Pembelajaran dan KAM Siswa terhadap

Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis... Gambar 4.3. Interaksi antara Pembelajaran dan Klaster Sekolah terhadap

Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis... Gambar 4.4. Interaksi antara Pembelajaran dan KAM Siswa terhadap

Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis... 24 53 97 131 134

159 162


(14)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Lampiran A1 Lampiran A2 Lampiran B Lampiran B1 Lampiran B2 Lampiran B3 Lampiran B4 Lampiran B5 Lampiran B6 Lampiran B7 Lampiran B8 Lampiran B9

DATA PENELITIAN ... Skor Kemampuan Awal Matematis (KAM) Siswa ... Data Kemampuan Pemahaman dan Representasi Matematis Siswa ... HASIL PENGOLAHAN DATA ... Hasil Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Pemahaman dan Representasi matematis Berdasarkan Pembelajaran, Klaster Sekolah dan KAM ... Hasil Uji Normalitas Data Postes Kemampuan Pemahaman dan Representasi matematis Berdasarkan Pembelajaran, Klaster Sekolah dan KAM ... Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Variansi Data Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Representasi matematis Berdasarkan Pembelajaran, Klaster Sekolah dan KAM ... Hasil Pengolahan Data Kemampuan Pemahaman dan Representasi Matematis Berdasarkan Pembelajaran ... Hasil Pengolahan Data Kemampuan Pemahaman dan Representasi Matematis Berdasarkan Klaster Sekolah ... Hasil Pengolahan Data Kemampuan Pemahaman dan Representasi Matematis Berdasarkan KAM Siswa ... Hasil Pengolahan Data Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis (KPM) Berdasarkan Faktor Pembelajaran ... Hasil Pengolahan data Peningkatan Kemampuan Representasi Matemati (KRM) Berdasarkan Faktor Pembelajaran ... Hasil Pengolahan Data Peningkatan Kemampuan

224 225 233 238 239 254 284 313 314 321 325 326


(15)

Lampiran B10 Lampiran B11 Lampiran B12 Lampiran C Lampiran C1 Lampiran C2 Lampiran C3 Lampiran C4 Lampiran D Lampiran D1 Lampiran D2 Lampiran D3 Lampiran D4 Lampiran D5 Lampiran D6 Lampiran D7 Lampiran D8 Lampiran D9 Lampiran D10 Lampiran D11 Lampiran E Lampiran E1 Lampiran E2

Hasil Pengolahan Data Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis (KPM) Kelas Eksperimen Berdasarkan Klaster Sekolah ... Hasil Pengolahan Data Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Representasi Matematis Berdasarkan KAM Siswa ... Ringkasan Hasil Pengolahan Data Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Representasi Matematis Siswa ... PERANGKAT PEMBELAJARAN ... Silabus Pembelajaran ... Rencana Pelaksanaan Pembelajaran PKBS ... Rencana Pelaksanaan Pembelajaran PKV ... Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ... INSTRUMEN PENELITIAN ... Kisi-kisi Tes Kemampuan Awal Matematika…... Kisi-kisi Tes Kemampuan Representasi Matematis... Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... Soal Tes Kemampuan Awal Matematika... Soal Tes Kemampuan Representasi Matematis... Soal Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... Kunci Jawaban Tes Kemampuan Representasi Matematis... Kunci Jawaban Tes Kemampuan Pemahaman Matematis.... Lembar Validasi ... Lembar Observasi ... Pedoman wawancara ...

SURAT IJIN PENELITIAN ... Surat Permohonan Ijin Mengadakan Penelitian dari SPs Universitas Pendidikan Indonesia... Surat Ijin Penelitian dari Kepala Dinas Pendidikan Kota

330 333 336 350 351 354 357 360 409 410 412 414 416 420 421 422 424 426 429 433 435 436


(16)

Lampiran E3 Lampiran E4 Lampiran E5

Lampiran F

Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian dari Kepala SMPN 1 Ternate... Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian dari Kepala SMPN 4 Ternate ... Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian dari Kepala SMPN 6 Ternate... Dokumentasi Penelitian ... Riwayat Hidup ...

438 437 440 441 449


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perkembangan globalisasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni dan budaya. Perkembangan dan perubahan secara terus menerus ini, mengakibatkan perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional kita, termasuk penyempurnaan kurikulum sekolah untuk mewujudkan masyarakat yang dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain serta menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

Atas dasar tuntutan tersebut diperlukan upaya peningkatan mutu proses belajar yang harus dilakukan secara menyeluruh mencakup penyelenggaraan pendidikan di lembaga formal (sekolah). Proses pendidikan yang dilakukan pada dasarnya mengajarkan dua pengetahuan atau keterampilan, yaitu yang tergolong sebagai hard skills dan soft skills. Hard skills adalah pengetahuan atau keterampilan dalam bidang-bidang akademis yang bersifat obyektif, seperti matematika, ilmu pengetahuan sosial dan alam, sedangkan soft skills menyatakan ketrampilan dalam bidang-bidang non akademis atau yang bersifat subyektif seperti kumpulan karakter kepribadian, kebiasaan pribadi, keramahan, komunikasi, bahasa, dan optimisme seseorang yang menjadi ciri dalam bersosialisasi.


(18)

pelaksanaan pembelajaran di sekolah diorientasikan pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup (life skills) siswa, sehingga siswa memiliki ketangguhan, kemandirian dan jati diri (soft skills) serta mampu berkarya dan berkreasi. Hal-hal ini dipandang dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran. Akan tetapi penerapannya tidaklah mudah, karena banyak kalangan tenaga pendidik yang belum memahami apa itu soft skills dan bagaimana menerapkannya. Soft skills merupakan ketrampilan seseorang yang lebih bersifat pada kehalusan atau sensitifitas perasaan seseorang terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Karena soft skills lebih bermuara kepada ketrampilan psikologis seseorang maka dampak yang ditimbulkan tidaklah kasat mata namun tetap bisa dirasakan, antara lain seperti kemampuan kerja sama, disiplin, perilaku sopan, keteguhan hati, dan membantu orang lain.

Dalam proses pembelajaran, ada tiga ranah memuat kemampuan yang harus dikembangkan oleh anak didik yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, ranah afektif berkaitan dengan, karakter, moralitas, dan spirit, sedangkan ranah psikomotorik lebih berorientasi pada keterampilan yang sifatnya cenderung mekanis dan procedural. Namun dalam realitasnya yang dominan dikembangkan adalah ranah kognitif dan psikomotorik, sedangkan ranah afektif kurang mendapat porsi. Hal ini mengakibatkan anak didik memiliki kemampuan hard skills yang baik namun kurang kemampuan soft skills. Gejala ini tampak pada output pendidikan yaitu lulusan yang memiliki kemampuan intelektual tinggi


(19)

dan pintar, namun kurang memiliki kemampuan bekerja sama, membangun relasi, cenderung egois, dan cenderung menjadi pribadi yang tertutup.

Kemampuan hard skills yang siswa miliki lebih baik daripada soft skills ini bukanlah kesalahan pendidik semata, tetapi sudah terbiasa sehingga membelenggu kreatifitas pendidik dalam penanaman soft skills ke peserta didik. Idealnya pembelajaran memunculkan suatu keseimbangan antara pengembangan hard skills dan soft skills sehingga anak didik menjadi pribadi yang pintar dan cerdas, serta terbuka dan dinamis. Kepribadian yang tersebut sangat penting, karena pribadi yang demikian cenderung adaptif dan mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan dan perubahan zaman.

Adalah suatu realita bahwa dalam dunia pendidikan, pendidikan soft skills sudah menjadi kebutuhan urgen. Untuk itu, sudah selayaknya soft skills dalam pembelajaran dikedepankan, dalam arti bahwa guru sudah seharusnya memberikan muatan-muatan pendidikan soft skills dalam pelaksanaan dan proses pembelajarannya. Sayangnya, kebanyakan para guru belum mampu memahami dan menerapkannya, maka penerapan pendidikan soft skills idealnya tidak hanya untuk peserta didik saja, tetapi juga bagi para guru. Artinya pengembangan itu dimulai dari guru.

Setiap orang telah memiliki soft skills dalam mempelajari dan mengajarkan matematika walaupun berbeda-beda, termasuk peserta didik. Agar soft skills ini dapat dimanfaatkan dan dimodelkan dengan baik, seyogyanya harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari melalui pelaksanaan proses pembelajaran. Dalam pembelajaran sudah seharusnya dimunculkan kebiasaan belajar yang


(20)

memanfaatkan soft skills. Walaupun soft skills pada dasarnya sudah ada, tetapi harus dicontohkan ketika di sela-sela pembelajaran disentu supaya siswa bisa belajar dengan nyaman.

Pendidikan soft skills dapat dintegrasikan melalui mata pelajaran-mata pelajaran yang sudah ada termasuk matematika, dengan menggunakan strategi pembelajaran yang relevan, misalnya cooperative learning. Integrasi soft skills dalam pelaksaan proses pembelajaran dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Di antara pembelajaran yang dapat diadopsi dalam membuat perencanaan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, dan evaluasi adalah prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual (Contextual-Teaching and Learning) yang selama ini telah diperkenalkan kepada guru di Indonesia sejak tahun 2002 (Depdiknas, 2008).

Pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan pendekatan pembelajaran yang bertujuan membantu para siswa melihat makna di dalam konten materi yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan konsep-konsep matematika dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka. Untuk mencapai tujuan pembelajaran kontekstual ini mempunyai tujuh komponen utama pembelajaran, yaitu (1) konstruktivisme; (2) menemukan; (3) bertanya; (4) masyarakat belajar; (5) pemodelan; (6) refleksi dan (7) penilaian autentik (Nurhadi, 2004: 31). Suatu kelas dikatakan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual apabila penerapannya menghadirkan ketujuh komponen tersebut dalam proses pembelajaran.


(21)

Dari tujuh komponen di atas, pembelajaran kontekstual tercermin bahwa pembelajaran kontekstual berorientasikan pada lingkungan kehidupan nyata, berbasis masalah nyata, aplikatif, menuntut aktivitas siswa, berpikir tingkat tinggi, penilaian komprehensif, dan pembentukan manusia yang memiliki akal sehat. Pendekatan pengajaran dapat diimplementasikan dengan strategi pembelajaran kontekstual yang meliputi: menekankan pentingnya pemecahan masalah, perlunya proses pembelajaran dilakukan dalam berbagai konteks seperti rumah, tempat kerja dan masyarakat, mengontrol dan mengarahkan pembelajaran, agar siswa dapat belajar mandiri, bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda, dan mendorong siswa belajar bersama dari sesama teman, serta menggunakan penilaian autentik.

Sejalan dengan penjelasan di atas, KTSP memang telah menganjurkan agar pembelajaran matematika diawali dengan pengenalan masalah kontekstual (contextual problem) yang sesuai dengan situasi, yang juga kontekstual kemudian secara bertahap siswa dibimbing memahami konsep matematika secara komprehensif. Pada dasarnya pencapaian pemahaman tersebut tidak sekedar untuk memenuhi tujuan pembelajaran matematika saja, akan tetapi diharapkan juga muncul efek iringan dari pembelajaran tersebut. Efek iringan yang dimaksud antara lain: (1) memahami hubungan antara topik matematika; (2) menyadari betapa penting dan strategisnya kontribusi matematika bagi bidang lain; (3) memahami peranan matematika dalam kehidupan manusia; (4) mampu berpikir logis, kritis dan sistematis; (5) kreatif dan inovatif dalam mencari solusi; dan (6) peduli pada lingkungan sekitarnya (Depdiknas, 2008).


(22)

Matematika merupakan studi tentang pola dan keterkaitan, yang difasilitasi oleh skema-skema yang dikonstruksi melalui pikiran matematis yang dinamis. Skema-skema ini menjadi „alat-alat‟ yang berkembang berdasarkan kebutuhan sosio-kultural dalam memfasilitasi aktivitas mental yang berhubungan dengan pola-pola dan keterkaitan, dan kemudian mengelaborasi (memperluas) proses mental tingkat tinggi, menjadi karakter dari berpikir matematis yang dinamis. Pikiran matematis yang dinamis ini, melalui suatu wahana komunikasi (baik verbal maupun tulisan), dinyatakan dalam suatu bentuk representasi. Sehubungan dengan representasi matematis ini, dalam NCTM (2000) disebutkan

bahwa ”semakin banyak bahasa matematis siswa yang berkembang, para siswa

semakin baik dalam memberi alasan”. Pendapat ini mengandung makna bahwa

untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan representasi matematis, para siswa harus mampu memahami bahasa matematis.

Sebagai bahasa, matematika terdiri dari simbol-simbol yang dibuat untuk lebih memudahkan pengertian dan pemahaman. Simbol-simbol tersebut tidak memiliki makna kecuali dikaitkan dengan permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya simbol itu. Pembentukan konsep–konsep matematika dapat berasal dari kemampuan pemikiran manusia untuk memproses dan menalar berbagai ide terkait simbol-simbol matematika yang digunakan. Ide-ide tersebut diproses dalam pola pikir rasional, kemudian dianalisis dan disintesis melalui penalaran di dalam struktur kognitif, sehingga sampai pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika. Oleh karena itu, agar kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep matematika dapat ditingkatkan, maka di dalam pembelajaran harus


(23)

diupayakan adanya peningkatan kemampuan berpikir matematis dan representasi matematis.

Menurut Brenner (Neria & Amit, 2004: 409), proses pemecahan masalah yang sukses bergantung kepada keterampilan merepresentasi masalah seperti mengkonstruksi dan menggunakan representasi matematika di dalam kata-kata, grafik, tabel, dan persamaan-persamaan, penyelesaian dan manipulasi simbol. Pada saat memecahkan masalah aplikasi matematika, siswa perlu mengamati dan menemukan pola atau aturan spesifik di dalam masalah tersebut, yaitu, para siswa perlu memformulasikan masalah aplikasi konkrit ke dalam formulasi masalah matematika secara abstrak. Dalam proses formulasi, siswa harus memiliki kemampuan representasi dalam mengartikulasikan dan merefleksikan situasi atau masalah yang sama dengan cara atau pandangan yang berbeda-beda, ke dalam simbol-simbol matematika. Artinya, matematika disajikan ke dalam bahasa yang mudah dimengerti sehingga dapat memainkan peran penting dalam mencari solusi dengan berbagai bidang permasalahan dalam matematika maupun di luar matematika.

NCTM ( 2000 : 67 ) merekomendasikan lima kompetensi standar yang utama yaitu kemampuan pemecahan Masalah (Problem Solving), kemampuan Komunikasi (Communication), kemampuan Koneksi (Connection), kemampuan Penalaran (Reasoning), dan Representasi (Representation). Pada awalnya standar-standar yang direkomendasikan di dalam NCTM 1989 hanya terdiri dari empat kompetensi dasar yaitu Pemecahan Masalah, Komunikasi, Koneksi, dan Penalaran; sedangkan Representasi masih dipandang sebagai bagian dari


(24)

Komunikasi matematis. Namun, karena disadari bahwa representasi matematis merupakan suatu hal yang selalu muncul ketika orang mempelajari matematika pada semua tingkatan/level pendidikan, maka dipandang bahwa representasi merupakan suatu komponen yang layak mendapat perhatian serius. Dengan demikian representasi matematis perlu/layak/pantas mendapat penekanan dan dimunculkan dalam proses pengajaran matematika di sekolah. Oleh karena itu di dalam pembelajaran matematika, kemampuan mengungkapkan gagasan/ide matematis dan merepresentasikan gagasan/ide matematis dapat merupakan suatu hal yang harus dilakukan oleh setiap orang yang sedang belajar matematika. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirasakan betapa pentingnya kemampuan pemahaman dan representasi matematis siswa dalam proses pembelajaran matematika. Kemampuan siswa menyelesaikan masalah matematika dipengaruhi oleh kemampuan pemahaman dan representasi masalah atau situasi matematis ke dalam berbagai jenis representasi. Kemampuan representasi matematis siswa berkaitan erat dengan penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah. Hal ini terlihat pada beberapa hasil penelitian yang diungkapkan oleh Kalathil & Sherin (2000), Nune & Borba (2002), Zazkis & Liljedahl (2004) , Neria & Amit (2004), Gagatsis & Elia (2004), Elia (2004), Ling & Ghazali (2005), Basuki (2000), Afgani (2003), Dewanto (2003), Suryadi (2005), dan Alhadad (2010) yang menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman dan representasi siswa yang cerdas merupakan kunci untuk memperoleh solusi yang tepat dalam memecahkan masalah. Demikian juga beberapa hasil penelitian yang diungkapkan oleh Heruman (2003), Rauf (2004), Darta (2004), Sauian (2004), Ratnaningsih (2007),


(25)

Nanang (2009), Kadir (2010) dan Hasanah (2011) menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, dan memperoleh kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis yang lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Berdasarkan pengamatan penulis, penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual yang dilakukan pada beberapa penelitian di atas, belum memanfaatkan soft skills khususnya dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan representasi matematis siswa. Oleh karena itu, untuk mewujudkan siswa yang tidak hanya memiliki hard skills yang baik tetapi juga memiliki soft skills yang baik sebagaimana diamanatkan dalam KTSP, maka dipandang penting integrasi soft skills dilakukan dalam pembelajaran matematika. Dengan demikian, diharapkan bahwa integrasi soft skills dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis dan representasi matematis siswa. Oleh karena itu, dilaksanakan suatu penelitian dengan judul: ”Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Representasi Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Kontekstual Berbasis Soft Skills”.


(26)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka fokus kajian

penelitian ini adalah pembelajaran kontekstual berbasis soft skills, kemampuan pemahaman matematis, dan kemampuan representasi matematis siswa, dengan memperhatikan klaster sekolah SMP (tinggi, sedang dan rendah) dan pengetahuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Oleh karena itu, permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah pembelajaran matematika dengan CTL berbasis soft skills lebih tepat/baik untuk peningkatan kemampuan pemahaman dan representasi matematis siswa? Untuk selanjutnya permasalahan ini dirumuskan dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman dan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual berbasis soft skills lebih tinggi dari siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari faktor: (a) keseluruhan siswa; (b) klaster sekolah (tinggi, sedang dan rendah); dan (c) pengetahuan awal matematis (tinggi, sedang, dan rendah)?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan representasi matematis siswa berdasarkan klaster sekolah (tinggi, sedang, dan rendah) dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, dan rendah)?

3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan klaster sekolah (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan kemampuan representasi matematis siswa?

4. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang dan rendah) terhadap


(27)

peningkatan kemampuan pemahaman dan kemampuan representasi matematis siswa?

5. Apakah terdapat asosiasi antara peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini, adalah untuk memperoleh gambaran

mengenai hal-hal berikut:

1. Menelaah secara komprehensif peningkatan kemampuan pemahaman dan kemampuan representasi matematis siswa, yang memperoleh pembelajaran kontekstual berbasis soft skills dan yang memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari faktor: (a) keseluruhan siswa; (b) klaster sekolah (tinggi, sedang dan rendah); dan (c) pengetahuan awal matematis (tinggi, sedang, dan rendah).

2. Menelaah secara komprehensif perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman dan kemampuan representasi matematis siswa berdasarkan klaster sekolah (tinggi, sedang, dan rendah) dan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, dan rendah).

3. Menelaah secara komprehensif interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan klaster sekolah (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan pemahaman dan kemampuan representasi matematis siswa. 4. Menelaah secara komprehensif interaksi antara pendekatan pembelajaran


(28)

peningkatan kemampuan pemahaman dan kemampuan representasi matematis siswa.

5. Menelaah secara komprehensif asosiasi antara peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Memberikan suatu model pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan kemampuan representasi matematis siswa, dan dapat memotivasi guru untuk menyusun masalah kontekstual berbasis soft skills untuk digunakan dalam pembelajaran matematika.

2. Dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan kemampuan representasi matematis siswa, dan memberikan suatu pengalaman tentang situasi kontektual dalam dunia nyata, sehingga dapat menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari (dunia kerja).

3. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana pengembangan diri peneliti, dan sebagai acuan/referensi untuk peneliti lain atau pada penelitian yang sejenisnya, sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian pendidikan matematika.


(29)

E. Definisi Operasional

Beberapa istilah teknis yang akan sering digunakan dalam pembahasan selanjutnya adalah kemampuan pemahaman matematis (KPM), kemampuan representasi matematis (KRM), pembelajaran kontekstual, integrasi soft skills matematis, pembelajaran konvensional dan kemampuan awal matematika (KAM). Untuk istilah-istilah ini disusun defenisi operasional sebagai berikut:

1. Istilah pemahaman matematis meliputi pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Pemahaman instrumental merupakan pemahaman atas objek belajar langsung (prinsip, algoritma, dan skills) secara terpisah serta hanya memerlukan kemampuan sederhana tertentu untuk objek belajar itu, sedangkan pemahaman relasional adalah pemahaman atas beberapa konsep yang saling berhubungan secara terpadu.

2. Kemampuan representasi matematis (KRM) merupakan kemampuan menyajikan suatu model matematika dalam notasi: (1) Simbolik formal (bentuk aljabar), dalam hal memanipulasi, menginterpretasi, dan beroperasi dengan symbol; (2) Grafik, dalam hal menginterpretasi, membuat, dan beroperasi pada grafik; (3) Perhitungan numerik/tabular, dalam hal menerapkan prosedur, memahami dan menerapkan proses, dan mengintepretasi tabel.

3. Pembelajaran kontekstual adalah suatu pembelajaran yang memiliki karakteristik utama, yaitu: berbasis masalah kontekstual, berpandangan konstruktivisme, mengajukan pertanyaan, menemukan, komunitas belajar, menggunakan model, dan melaksanakan refleksi. Langkah-langkah


(30)

pembelajaran ini: (1) pemberian masalah kontekstual; (2) siswa memecahkan masalah yang diberikan secara mandiri di kelompoknya; (3) siswa berdiskusi di kelompoknya; (4) penyajian hasil pekerjaan kelompok di kelas; (5) diskusi kelas terhadap hasil pekerjaan tiap kelompok; dan (6) penyimpulan dan refleksi.

4. Hard skills matematika adalah kemampuan siswa dalam menguasai teori atau materi matematika yang diperoleh melalui aktivitas belajar-mengajar dalam kelas, sedangkan soft skills matematika adalah kemampuan siswa untuk dapat menerapkan setiap teori atau materi matematika dengan baik secara lisan maupun tulisan.

5. Integrasi soft skills di dalam proses pembelajaran adalah penanaman adanya nilai-nilai, memfasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.

6. Pembelajaran konvensional (pembelajaran klasikal) adalah model pembelajaran yang biasa dilakukan guru sehari-hari yang diawali dengan guru menjelaskan materi pelajaran, memberi contoh soal dan cara


(31)

menyelesaikannya, memberi kesempatan bertanya kepada siswa, kemudian guru memberi soal untuk dikerjakan siswa sebagai latihan (drill).

7. Kemampuan awal matematis (KAM) adalah pengetahuan matematika yang telah dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung, yang diperoleh dari data hasil tes kemampuan matematis, materinya meliputi; Bilangan bulat, Bilangan Pecahan, Aljabar dan Aritmatika Sosial, Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Satu Variabel, Himpunan, Segitiga dan Segiempat, Relasi dan Fungsi, Persamaan Garis Lurus, Sistem Persamaan Linier Dua Variabel, Teorema Pythagoras.


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen, karena peneliti memberlakukan pembelajaran kontekstual berbasis soft skills pada kelompok eksperimen. Selanjutnya dilihat gejala atau dampak yang ditimbulkan pada diri siswa terkait dengan pemahaman dan kemampuan representasi matematik siswa. Untuk melihat perbedaan atau dampak positif yang muncul pada subjek yang diberi perlakuan, diperlukan kelompok subjek pembanding yang selanjutnya disebut kelompok kontrol. Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan atau membandingkan nilai rerata kemampuan pemahaman dan kemampuan representasi matematik siswa pada kelompok eksperimen dengan kelompok siswa pada kelompok kontrol. Alasan lain dilakukannya penelitian eksperimen ini adalah karena pembelajaran yang diberikan pada kelompok eksperimen merupakan pembelajaran yang mengaitkan antara konsep yang dipelajari dengan kondisi dunia nyata dimana siswa berada, yaitu pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis soft skills. Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap pengaruh yang diberikan oleh hasil inovasi pembelajaran ini terhadap kemampuan pemahaman dan representasi siswa.


(33)

2. Desain Penelitian

Fokus kajian penelitian yang dimanipulasi dalam penelitian ini ada dua macam. Fokus kajian yang dijadikan sebagai variabel bebas adalah pembelajaran kntekstual berbasis soft skills. Berdasarkan pembelajaran ini, subjek-subjek penelitian dikelompokkan berdasarkan pembelajaran yang diterapkan. Berdasarkan kategori ini kelompok subjek dibedakan menjadi dua, yaitu subjek yang belajar dengan pembelajaran kontekstual berbasis soft skills dan subjek yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Dua kelompok subjek tersebut selanjutnya dipilah-pilah berdasarkan klaster sekolah, yang terdiri dari tiga klaster, yaitu sekolah klaster tinggi, sekolah klaster sedang, dan sekolah klaster rendah. Pengelompokan klaster sekolah ini sesuai dengan yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan setempat. Sebagai konsekuensinya terdapat enam kelompok subjek yang dilibatkan dalam penelitian. Dari tiga klaster sekolah tersebut masing-masing dipilih dua kelompok subjek (kelas), yaitu satu kelas sebagai kelompok eksperimen yang diajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis soft skills dan satu kelas lainnya sebagai kelompok kontrol dengan pembelajaran konvensional.

Selanjutnya peneliti mengkaji dampak atau gejala yang muncul pada subjek penelitian sebagai akibat dari perlakuan yang diberikan. Gejala yang menjadi fokus penelitian tersebut adalah kemampuan pemahaman dan kemampuan representasi matematis siswa. Kedua fokus kajian tersebut akan dilihat dampaknya akibat diberikannya perlakuan, sehingga kedua fokus kajian tersebut merupakan variabel terikat dalam penelitian ini.


(34)

Untuk keperluan tersebut desain eksperimen yang relevan digunakan adalah desain eksperimen kelompok perbandingan pretes-postes atau The Pretest-Posttest Comparison Group Design (Tuckman, 1978; Ruseffendi, 1998;). Berikut ini disajikan desain eksperimen yang penulis gunakan dalam mengelompokkan subjek-subjek penelitian, memberikan perlakuan, dan pengambilan data untuk masing-masing klaster sekolah sebagai berikut.

Tabel 3.1 Desain Eksperimen

Kelompok Perbandingan Pretes-Postes

A O X O

A O O

Keterangan:

A : Pengambilan sampel secara acak kelompok.

X : Penerapan pembelajaran kontekstual berbasis soft skills (PKBS). O : Pengukuran tes kemampuan pemahaman dan representasi matematis.

Setiap kelompok, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dipilih dengan metode pengambilan sampel secara random atau acak (A). Pengacakan ini dilakukan dengan mempertimbangkan pengelompokan siswa dalam rombongan-rombongan belajar yang sudah ada sebelumnya dan mempertimbangkan keberadaan kelompok siswa pada ketiga level sekolah yang diteliti. Pada kedua kelompok subjek untuk masing-masing klaster sekolah tersebut selanjutnya diberlakukan pretes (O). Selanjutnya, masing-masing kelompok subjek tersebut diberi perlakuan sesuai yang direncanakan. Perlakuan X adalah penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis soft skills


(35)

(PKBS), sedangkan perlakuan kedua adalah penerapan pembelajaran konvensional (PKV).

Pada akhir kegiatan eksperimen, kemampuan pemahaman dan kemampuan representasi matematis siswa diukur dengan melaksanakan postes (O) yang isi dan jumlah soalnya sama dengan yang digunakan dalam pretes. Dari skor hasil pretes dan postes tersebut dapat diperoleh deskripsi tentang hasil perolehan rerata skor pada kedua variabel terikat untuk masing-masing kelompok perlakuan sebelum diberi perlakuan. Dari skor hasil postes dapat diperoleh deskripsi tentang hasil perolehan rerata skor pada kedua variabel terikat untuk masing-masing kelompok perlakuan sesudah diberi perlakuan.

Untuk melihat secara lebih mendalam, desain penelitian dapat disajikan dalam model Weiner seperti pada tabel 3.2 dan 3.3 berikut:

Tabel 3.2

Keterkaitan antara Kemampuan Pemahaman Matematis, Pembelajaran, Klaster Sekolah, dan KAM Siswa

PEMAHAMAN MATEMATIS (P) Klaster

Sekolah (L)

Pembelajaran Kontekstual (PK) Pembelajaran Konvensional (PV)

Kemampuan Awal Matematis (K) Kemampuan Awal Matematis (K) TINGGI

(T)

SEDANG (S)

RENDAH

(R) TOTAL

TINGGI (T)

SEDANG (S)

RENDAH

(R) TOTAL

ATAS (A)

P – PK (LT,KA)

P - PO (LS,KA)

P – PK (LR,KA)

P – PK (KA)

P – PV (LT,KA)

P – PV (LS,KA)

P – PV (LR,KA)

P – PV (KA)

TENGAH (E)

P – PK (LT,KE)

P – PK (LS,KE)

P – PK (LR,KE)

P – PK (KE)

P – PV (LT,KE)

P – PV (LS,KE)

P – PV (LR,KE)

P – PV (KE)

BAWAH (W)

P – PK (LT,KW )

P – PK (LS,KW)

P – PK (LR,KW)

P – PK (KW)

P – PV (LT,KW)

P – PV (LS,KW)

P – PV (LR,KW)

P – PV (KW)

TOTAL P – PK (LT)

P – PK (LS)

P – PK (LR)

P – PK

P – PV (LT)

P – PV (LS)

P – PV (LR)


(36)

Keterangan:

P – PK (LT,KA) : kemampuan pemahaman matematis siswa berkemampuan tinggi pada klaster sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran PKBS.

P – PV (KE) : kemampuan pemahaman matematis siswa berkemampuan sedang yang memperoleh pembelajaran konvensional.

P – PK (LR) : kemampuan pemahaman matematis siswa pada klaster sekolah rendah yang memperoleh pembelajaran PKBS.

Tabel 3.3

Keterkaitan antara Kemampuan Representasi Matematis, Pembelajaran, Klaster Sekolah, dan KAM Siswa

REPRESENTASI MATEMATIS (R) Klaster

Sekolah (L)

Pembelajaran Kontekstual (PK) Pembelajaran Konvensional (PV)

Kemampuan Awal Matematis (K) Kemampuan Awal Matematis (K) TINGGI

(T)

SEDANG (S)

RENDAH

(R) TOTAL

TINGGI (T)

SEDANG (S)

RENDAH

(R) TOTAL

ATAS (A)

R – PK (LT,KA)

R – PK (LS,KA)

R – PK (LR,KA)

R – PK (KA)

R – PV (LT,KA)

R – PV (LS,KA)

R – PV (LR,KA)

R – PV (KA)

TENGAH (E)

R – PK (LT,KE)

R – PK (LS,KE)

R – PK (LR,KE)

R – PK (KE)

R – PV (LT,KE)

R – PV (LS,KE)

R – PV (LR,KE)

R – PV (KE)

BAWAH (W)

R – PK (LT,KW )

R – PK (LS,KW)

R – PK (LR,KW)

R – PK (KW)

R – PV (LT,KW)

R – PV (LS,KW)

R – PV (LR,KW)

R – PV (KW)

TOTAL R – PK (LT)

R – PK (LS)

R – PK (LR)

R – PK

R – PV (LT)

R – PV (LS)

R – PV (LR)

R – PV

Keterangan:

R - PK (LT,KA) : kemampuan representasi matematis siswa berkemampuan tinggi pada klaster sekolah tinggi yang memperoleh pembelajaran PKBS.

R – PV (KE) : kemampuan representasi matematis siswa berkemampuan sedang yang memperoleh pembelajaran konvensional.


(37)

B. Subjek Penelitian

1. Populasi Penelitian

Dalam penelitian ini, populasi yang menjadi subjek sasaran generalisasi hasil-hasil penelitian adalah siswa kelas VIII SMP tahun pelajaran 2011/2012 di Kota Ternate. Dipilihnya siswa kelas VIII SMP sebagai populasi, karena ditinjau dari tahap perkembangan mentalnya, dalam belajar matematika siswa SMP masih perlu dibantu dengan menghadirkan situasi nyata atau kontekstual sebelum belajar matematika formal.

2. Sampel Penelitian

Seluruh siswa kelas VIII SMP yang tersebar di wilayah Kota Ternate sangatlah besar jumlahnya. Peneliti tidak mungkin mampu menjadikan seluruh siswa kelas VIII SMP tersebut sebagai sumber data penelitian. Oleh karena itu peneliti perlu menggunakan teknik sampling untuk mendapatkan sejumlah subjek yang diambil dari populasi yang telah peneliti tetapkan sebelumnya.

Untuk keperluan tersebut, peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel multi stage random sampling untuk menentukan kelompok-kelompok subjek yang akan menjadi sasaran perlakuan dan sumber data. Teknik pengambilan sampel ini dipilih karena dengan teknik ini sampel yang terambil dari kelompok-kelompok yang berbeda akan mewakili karakteristik masing-masing kelompok populasi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ruseffendi (2005:81) bahwa teknik berstrata digunakan agar subjek-subjek populasi yang bersifat heterogen tersebut dapat terwakili sesuai karakteristik masing-masing.


(38)

Berdasarkan atas pertimbangan tersebut, peneliti mengambil tiga klaster sekolah sebagai subjek yang diteliti, masing-masing mewakili karakteristik mereka secara acak. Masing-masing klaster sekolah tersebut adalah SMPN 1 mewakili sekolah peringkat tinggi, SMPN 4 mewakili sekolah peringkat sedang, dan SMPN 6 sekolah peringkat rendah. Tiap-tiap sekolah yang terpilih menjadi sampel mewakili klaster masing-masing dilakukan pengacakan berkelompok (cluster random sampling) untuk menentukan satu kelompok siswa sebagai subjek kelompok eksperimen dan satu kelompok siswa sebagai subjek kelompok pembanding. Hal ini dilakukan karena sebelum penelitian ini dilakukan siswa sudah terkelompokkan berdasarkan rombongan belajar masing-masing dengan jadwal pelajaran dan administrasi yang sudah tertata dengan baik, sehingga kondisi ini akan menjadi kacau jika peneliti melakukan pengacakan siswa secara individu.

Berdasarkan hasil pengambilan sampel tersebut dapat dikemukakan bahwa sampel dalam penelitian ini terdiri dari 6 (enam) kelompok subjek. Tiga kelompok subjek diberi perlakuan dengan menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis soft skills, sedangkan tiga kelompok lainnya diberi perlakuan dengan menerapkan pembelajaran konvensional.

Hasil pemilahan kelompok-kelompok sampel beserta ukurannya disajikan secara ringkas dalam Tabel 3.4 berikut ini.


(39)

Tabel 3.4

Sampel Penelitian Berdasarkan klaster Sekolah Klaster

Sekolah

Sekolah Kelompok Subjek Ukuran

Sampel

Tinggi SMP Negeri 1

Siswa kelas VIII1 (Kelompok Kontekstual)

26 Siswa kelas VIII2

(Kelompok Konvensional)

26

Sedang SMP Negeri 4

Siswa kelas VIII1

(Kelompok Kontekstual)

32 Siswa kelas VIII2

(Kelompok Konvensional)

32 Rendah SMP Negeri 6

Siswa kelas VIII4

(Kelompok Kontekstual)

28 Siswa kelas VIII3

(Kelompok Konvensional)

28

C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Secara keseluruhan instrumen yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini dapat dipilah menjadi dua kelompok, yaitu instrumen tes dan instrumen non tes. Instrumen-instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: tes kemampuan awal matematis, tes kemampuan pemahaman matematis dan tes kemampuan representasi matematis, sedangkan instrumen non tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas guru dan siswa, dan pedoman wawancara untuk guru dan siswa.

Langkah awal yang dilakukan adalah membuat kisi-kisi instrumen dan merancang instrumen penelitian untuk selanjutnya dilakukan penilaian ahli. Yang dimaksud ahli adalah para penimbang atau validator yang kompeten untuk menilai instrumen penelitian dan memberikan masukan atau saran, guna penyempurnaan instrumen yang telah disusun. Setelah instrumen direvisi berdasarkan masukan


(40)

para ahli, instrumen tersebut diujicobakan di sekolah yang berbeda dengan tempat pelaksanaan penelitian. Secara terperinci pengembangan instrumen penelitian tersebut beserta hasil-hasilnya diuraikan sebagai berikut.

1. Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM)

Kemampuan awal matematis (KAM) adalah kemampuan yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung. Tes kemampuan awal matematis (KAM) siswa ini berupa tes obyektif (pilihan ganda) dengan materi yang sudah dipelajari di kelas VII SMP. Pemberian tes kemampuan awal matematis selain bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum pembelajaran, juga dimaksudkan untuk mengetahui kesetaraan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Ini dilakukan agar sebelum diberikan perlakuan kedua kelompok pada masing-masing sampel penelitian dalam kondisi awal yang sama.

Tes kemampuan awal matematis (KAM) terdiri dari 20 butir soal, setiap butir soal mempunyai empat pilihan jawaban. Penskoran terhadap jawaban siswa untuk tiap butir soal dilakukan dengan aturan untuk setiap jawaban benar diberi skor 1, dan untuk setiap jawaban yang salah atau tidak menjawab diberi skor 0. Berdasarkan skor kemampuan awal matematis yang diperoleh, siswa dikelompokkan menurut kemampuannya, yaitu siswa yang berkemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah. Selanjutnya, dengan meggunakan penilaian acuan normatif (PAN) dapatlah ditentukan kriteria pengelompokan skor kemampuan awal matematis (KAM) siswa pada Tabel 3.5.


(41)

Tabel 3.5

Kriteria Kategori Kemampuan Awal Matematis Berdasarkan PAN

Kemampuan Awal Matematis Kategori

KAM ≥ 81,914 Tinggi 51,806 ≤ KAM < 81,914 Sedang KAM < 51,806 Rendah

2. Tes Kemampuan Pemahaman Matematis (KPM)

Tes kemampuan pemahaman matematis digunakan untuk keperluan pengumpulan data tentang pemahaman siswa terhadap topik yang dibahas, yang digunakan untuk keperluan tes sebelum maupun sesudah diberikan perlakuan dengan pembelajaran kontekstual berbasis soft skills. Data ini diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang terkait dengan kemampuan pemahaman matematis siswa. Instrumen ini berupa soal tes bentuk uraian yang terdiri dari 5 butir soal, yang dilengkapi dengan kunci jawaban serta pedoman penskorannya. Naskah soal ini disusun sendiri oleh peneliti dengan memperhatikan keterkaitannya dengan topik yang akan diajarkan dan tingkat perkembangan mental siswa. Penyusunan instrumen ini juga memperhatikan syarat validitas dan reliabilitas tes, yang meliputi validitas isi, validitas muka, dan validitas konkuren. Validitas isi dan validitas muka diuji melalui proses review para ahli dan para pemerhati pendidikan matematika. Validasi dari pemerhati pendidikan matematika dan guru dilakukan oleh 5 orang yang terdiri 3 orang dosen pendidikan matematika yang sedang mengikuti tugas belajar S3, dan 2 orang guru matematika berpredikat magister. Hasil pertimbangan ini selanjutnya diolah


(42)

dengan menggunakan uji Cochran. Berikut ini disajikan hasil validasi instrumen kemampuan pemahaman matematis siswa pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6

Hasil Penimbang Validitas Muka dan Validitas Isi Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

No Soal

PENIMBANG

1 2 3 4 5

Val Muka Val isi Val Muka Val isi Val Muka Val isi Val Muka Val isi Val Muka Val isi

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1

3 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1

4 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1

5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Keterangan: 1 adalah valid dan 0 tidak valid

Dari hasil pertimbangan ahli yang disajikan pada tabel diatas, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji statistik Q-Cochran. Uji statistik tersebut digunakan untuk mengetahui apakah para penimbang telah menimbang instrumen secara sama atau tidak. Hasil uji statistik terhadap hasil pertimbangan validitas muka dan validitas isi tes kemampuan pemahaman matematik disajikan pada Tabel 3.7 dan 3.8 di bawah ini.

Tabel 3.7

Uji Q-Cochran Validitas Muka Tes Pemahaman Matematis

N 5

Cochran's Q 8.000(a)

df 4

Asymp. Sig. .092 a 1 is treated as a success.


(43)

Tabel 3.8

Uji Q-Cochran Validitas Isi Tes Pemahaman Matematis

N 5

Cochran's Q 6.400(a)

df 4

Asymp. Sig. .171 a 1 is treated as a success.

Berdasarkan Tabel 3.7 dan Tabel 3.8 di atas, terlihat bahwa harga statistik Q Cochran untuk validitas muka dan validitas isi masing-masing adalah 8,000 dan 6,400 dengan angka signifikansi asimtotis 0,092 dan 0,171. Karena harga signifikansi asimtotis semuanya lebih dari dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa pada taraf signifikansi 5% para penimbang memberikan pertimbangan terhadap validitas muka dan validitas isi pada butir soal tes kemampuan pemahaman matematis secara seragam atau sama.

Selanjutnya, validitas konkuren diuji melalui uji validitas berdasarkan data-data skor yang diperoleh siswa setelah instrumen ini diuji coba. Hasil perhitungan uji coba dilakukan untuk mengetahui validitas butir soal, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal dengan menggunakan program Excel. Hasil perhitungan koefisien reliabilitas, koefisien korelasi, daya pembeda dan tingkat kesukaran setiap butir soal tes kemampuan pemahaman matematis disajikan pada Tabel 3.9.


(44)

Tabel 3.9

Validitas, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran dan Reliabilitas Tes Kemampuan PemahamanMatematis

No Keofisien

Kolelasi Validitas

Indeks Daya Pembeda

Indeks Kesukaran

1 0,689

Valid 0,47 Baik 0,72 Mudah

2 0,778

Valid 0,51 Baik 0,63 Sedang

3 0,825

Valid 0,68 Baik 0,43 Sedang

4 0,841

Valid 0,66 Baik 0,53 Sedang 5

0,700 Valid 0,36 Cukup 0,20 Sukar Koefisien

Reliabilitas

0,889

Pada Tabel 3.9. terlihat bahwa besarnya koefisien reliabilitas sebesar 0,889. Menurut Guildford (Ruseffendi, 2005: 160), suatu tes dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,889 tergolong sangat tinggi. Pada Tabel 3.9. terlihat pula bahwa setiap butir soal koefisien rhitung (rxy) lebih besar dari rtabel (0,361) berarti terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total untuk setiap butir soal. Dengan demikian setiap butir soal tes kemampuan pemahaman matematis dinyatakan valid dan layak digunakan untuk penelitian.

3. Tes Kemampuan Representasi Matematis (KRM)

Salah satu variabel terikat yang dikaji dalam penelitian ini adalah kemampuan representasi matematis siswa. Data yang diperlukan untuk mengkaji variabel ini adalah skor kemampuan representasi matematis siswa. Data ini diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang melibatkan kemampuan


(45)

kemampuan ini adalah soal tes bentuk uraian yang terdiri dari 5 butir soal, dilengkapi dengan kunci jawaban serta pedoman penskorannya. Perangkat ini disusun sendiri oleh peneliti dengan memperhatikan prosedur dan persyaratan validitas dan reliabilitasnya.

Tes kemampuan representasi matematis, sebelum digunakan terlebih dahulu divalidasi oleh 5 orang penimbang yang yang terdiri dari 3 orang berlatar belakang mahasiswa S3 pendidikan matematika yang dianggap ahli dalam pendidikan matematika dan 2 orang guru matematika berpredikat magister. Para penimbang diminta untuk menilai atau mempertimbangkan dan memberikan saran atau masukan mengenai validitas isi dan validitas muka dari tes tersebut. Pertimbangan validitas isi didasarkan pada kesesuaian butir soal dengan materi pokok yang diberikan, indikator pencapaian hasil belajar, aspek kemampuan representasi matematis yang akan diukur dan tingkat kesukaran untuk siswa SMP kelas VIII. Pertimbangan validitas muka didasarkan pada kejelasan soal dari segi bahasa atau redaksional dan kejelasan soal dari segi gambar atau representasi. Hasil pertimbangan mengenai validitas muka dan validitas isi dari kelima orang penimbang disajikan pada Tabel 3.10 berikut.


(46)

Tabel 3.10

Hasil Penimbang Validitas Muka dan Validitas Isi Tes Kemampuan Representasi Matematis

No Soal

PENIMBANG

1 2 3 4 5

Val Muka Val isi Val Muka Val isi Val Muka Val isi Val Muka Val isi Val Muka Val isi

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1

3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0

4 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1

5 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Keterangan: 1 adalah valid dan 0 tidak valid

Dari hasil pertimbangan ahli yang disajikan pada tabel diatas, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji statistik Q-Cochran. Uji statistik tersebut digunakan untuk mengetahui apakah para penimbang telah menimbang instrumen secara sama atau tidak. Hasil uji statistik terhadap hasil pertimbangan validitas muka dan validitas isi tes kemampuan representasi matematik disajikan pada Tabel 3.11 dan 3.12 di bawah ini.

Tabel 3.11

Uji Q-Cochran Validitas Muka Tes Representasi Matematis

N 5

Cochran's Q 2.400(a)

df 4

Asymp. Sig. .663 a 1 is treated as a success.


(47)

Tabel 12

Uji Q-Cochran Validitas Isi Tes Representasii Matematis

N 5

Cochran's Q 4.000(a)

df 4

Asymp. Sig. .406 a 1 is treated as a success.

Dari Tabel 3.11 dan Tabel 3.12 di atas, terlihat bahwa harga statistik Q Cochran untuk validitas muka dan validitas isi masing-masing adalah 2,400 dan 4,000 dengan angka signifikansi asimtotis 0,663 dan 0,406. Karena harga signifikansi asimtotis semuanya lebih daridari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa pada taraf signifikansi 5% para penimbang memberikan pertimbangan secara seragam atau sama terhadap validitas muka dan validitas isi pada butir soal tes kemampuan representasi matematisk.

Selanjutnya, validitas konkuren diuji melalui uji validitas berdasarkan data-data skor yang diperoleh siswa setelah instrumen ini diuji coba. Hasil perhitungan uji coba dilakukan untuk mengetahui validitas butir soal, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal dengan menggunakan program Excel. Hasil perhitungan koefisien reliabilitas, koefisien korelasi, daya pembeda dan tingkat kesukaran setiap butir soal tes kemampuan representasi matematis disajikan pada Tabel 3.13.


(48)

Tabel 3.13

Validitas, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran dan Reliabilitas Tes Kemampuan Representasi Matematis

No Keofisien

Kolelasi Validitas

Indeks Daya Pembeda

Indeks Kesukaran

1 0,490

Valid 0,406 Baik 0,782 Mudah

2 0,751

Valid 0,469 Baik 0,306 Sedang

3 0,518

Valid 0,406 Baik 0,323 Sedang

4 0,832

Valid 0,531 Baik 0,315 Sedang 5

0,739 Valid 0,500 Baik 0,315 Sedang Keofisien

Reliabilitas

0,852

Pada Tabel 3.13, terlihat bahwa besarnya koefisien reliabilitas sebesar 0,852 (kategori tinggi). Selain itu, terlihat pula bahwa setiap butir soal koefisien rhitung (rxy) lebih besar dari rtabel (0,361) berarti terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor butir soal dengan skor total untuk setiap butir soal. Dengan demikian setiap butir soal tes kemampuan representasi matematis dinyatakan valid dan layak digunakan untuk penelitian.

4. Lembar Observasi

Dalam penelitian ini digunakan dua jenis lembar observasi, yaitu lembar observasi aktivitas guru yang digunakan untuk melihat keefektifan kegiatan guru dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual berbasis soft skills dan lembar aktivitas siswa yang digunakan untuk melihat keaktifan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas maupun kelompok.


(49)

Data aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran pada kelompok eksperimen diperlukan untuk mengetahui bagaimana aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis soft skills. Kategori atau aspek-aspek aktivitas yang diamati dalam instrumen ini disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip maupun karakteristik pembelajaran kontekstual berbasis soft skills. Untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang relevansi aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, peneliti menganalisisnya berdasarkan aktivitas siswa yang diharapkan sesuai kegiatan belajar yang telah ditetapkan dalam RPP untuk masing-masing pertemuan (tatap muka).

Dalam pelaksanaannya, kegiatan pengamatan ini peneliti laksanakan dengan dibantu oleh dua orang pengamat (observer) untuk setiap kali tatap muka berdasarkan lembar pengamatan yang telah disediakan lengkap dengan petunjuk pelaksanaannya. Secara keseluruhan observer yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 6 orang yang tersebar pada klaster sekolah tinggi, sekolah sedang, dan sekolah rendah. Sebelum pelaksanaan penelitian, enam orang observer ini diberikan arahan dan penjelasan tentang pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual berbasis soft skills. Selanjutnya diberikan arahan tentang bagaimana melaksanakan observasi terhadap aktivitas siswa sesuai dengan aspek-aspek aktivitas yang telah ditetapkan ketika proses pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen.

Data hasil observasi ini selanjutnya peneliti gunakan untuk mengetahui apakah aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika dengan


(50)

atau sebaliknya kategori pasif. Analisis data dan hasil analisisnya yang terkait dengan hasil observasi aktivitas siswa akan diuraikan secara lengkap pada bagian analisis data dan pembahasannya.

5. Pedoman Wawancara

Untuk mengetahui strategi, cara berpikir, langkah-langkah pemecahan masalah, serta kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal-soal tes, peneliti melakukan wawancara terhadap beberapa siswa sebagai representasi dari kelompok subjek yang diberi perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual berbasis soft skills maupun dari kelompok subjek yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

Wawancara ini peneliti lakukan terhadap beberapa orang siswa yang mewakili kelas sampel untuk masing-masing klaster sekolah dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang terkait dengan kemampuan pomahaman dan kemampuan representasi matematis. Setiap kelas dipilih 5 orang siswa, sehingga secara keseluruhan terdapat 30 orang siswa yang diwawancara untuk keperluan pengumpulan data.

Dalam mempersiapkan serta melakukan pengumpulan data melalui wawancara, peneliti berupaya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Memilih siswa yang diwawancarai berdasarkan jawabannya.

b. Memperlihatkan jawaban tes akhir, baik tes pemahaman maupun tes kemampuan representasi matematis.


(51)

c. Meminta siswa agar mencermati kembali soal-soal yang tidak tuntas dijawab atau jawaban akhir yang salah.

d. Melakukan wawancara terhadap siswa mengenai jawaban yang diberikan. Hasil jawaban maupun respon siswa secara umum dicatat sesuai dengan pedoman wawancara. Data, proses analisis data dan hasil-hasil analisisnya yang terkait dengan hasil wawancara akan diuraikan secara lengkap pada bagian analisis data dan pembahasannya yang berkaitan dengan analisis data kualitatif.

D. Perangkat Pembelajaran dan Bahan Ajar

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang terdiri dari 10 kali tatap muka dengan masing-masing tatap muka memerlukan waktu 2x45 menit. RPP ini dirancang sendiri oleh peneliti dan diujicobakan kepada kelompok siswa lain (bukan kelompok sampel penelitian) dengan melibatkan guru yang bersangkutan. Sedangkan bahan ajar yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa lembar kerja siawa (LKS) yang memuat materi pokok Bangun ruang Sisi Datar. Lembar kerja siswa akan digunakan siswa dalam proses pembelajaran pada kelompok eksperimen yang merupakan bagian dari perlakuan untuk kelas eksperimen. Lembar kerja siswa berisi; (1) deskripsi situasi atau permasalahan yang pemecahannya harus dipikirkan dan diselesaikan siswa; (2) Tugas-tugas terbimbing (terstruktur) yang berangsur-angsur menuju tugas-tugas yang tidak terbimbing; (3) soal-soal yang mengukur achievement (hasil belajar) siswa secara umum; (4) soal-soal yang mengukur pemahaman siswa; dan (5) permasalahan


(52)

yang mengukur kemampuan representasi matematis siswa. Sedangkan komponen yang dijadikan guru sebagai pedoman pengelolaan pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbasis soft skills adalah RPP, LKS dan panduan serta alternatif jawaban atau pembahasannya, lembar Kuis, lembar PR, dan alternatif jawabannya.

Bahan ajar sebelum digunakan, terlebih dahulu divalidasi oleh 5 orang penimbang yang terdiri dari 3 orang berlatar belakang mahasiswa S3 pendidikan matematika yang dianggap ahli dalam pendidikan matematika dan 2 orang guru matematika berpredikat magister. Para penimbang diminta untuk menilai atau menimbang dan memberikan saran atau masukan mengenai kesesuaian masalah dan tugas yang terdapat pada LKS dengan tujuan yang akan dicapai pada RPP, peran LKS untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan pemahaman dan kemampuan representasi matematis, kesesuaian tuntunan dalam LKS dengan tingkat perkembangan siswa, kesistematisan pengorganisasian LKS, peran LKS untuk membantu siswa membangun konsep-konsep/ prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan mereka sendiri, serta kejelasan LKS dari segi bahasa dan dari segi gambar atau representasi yang digunakan. Hasil penimbang validitas bahan ajar ini, disajikan pada Tabel 3.14 berikut.


(53)

Tabel 3.14

Hasil Penimbang Validitas Bahan Ajar

No Aspek yang dinilai

Penimbang

1 2 3 4 5

1 Kejelasan dan kekomunikatifan bahasa yang digunakan

1 1 1 1 1

2 Kejelasan dan kemenarikan sajian yang mencakup sajian gambar, ilustrasi, atau tabel

1 1 1 1 1

3 Kesesuaian dengan standar kompetensi dan kompetesi dasar

1 1 1 1 1

4 Kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa

1 1 1 1 1

5 Kesesuaian dengan aspek-aspek kemampuan matematis yang dikembangkan (kemampuan pemahaman dan representasi matematis)

1 1 1 1 1

6 Kesesuaian sajian materi dengan pendekatan pembelajaran PKBS

1 1 1 1 1

Keterangan: 1 adalah valid dan 0 tidak valid

Karena semua menjawab valid, maka penimbang memberikan penilaian yang seragam pada bahan ajar

Berdasarkan hasil di atas, maka bahan ajar dan perangkat pembelajaran yang telah disusun sudah layak untuk digunakan. Selanjutnya untuk mengetahui keterterapan perangkat pembelajaran dan bahan ajar, dilakukan uji coba terbatas. Uji coba terbatas dilaksanakan pada satu kelas di salah satu sekolah yang termasuk dalam kategori sekolah peringkat sedang. Kelompok siswa yang dijadikan sebagai sasaran uji coba adalah kelompok siswa dalam kelas yang bukan kelompok yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini. Pemilihan sasaran uji coba terbatas pada kelompok siswa dari sekolah peringkat sedang ini didasarkan pada pertimbangan bahwa siswa pada kelompok ini lebih dapat mewakili kelompok siswa pada sekolah peringkat tinggi maupun rendah. Di


(54)

samping itu, tujuan dari uji coba terbatas ini bukan pada hasil pembelajaran tetapi lebih menekankan pada pengujian kehandalan perangkat dan bahan pembelajaran untuk diterapkan pada pembelajaran matematika siswa kelas VIII SMP.

Beberapa aspek yang dilihat atau diamati pada tahap uji coba ini antara lain: (1) kemampuan guru dalam melaksanakan pengelolaan pembelajaran berdasarkan pada RPP dan LKS yang telah disediakan; (2) kesesuaian RPP dan LKS dengan waktu yang tersedia sesuai ketentuan kurikulum; (3) keterbacaan atau ketepatan penggunaan bahasa bagi guru (untuk RPP) maupun bagi siswa (untuk LKS dan bahan ajar); (4) kesesuaian RPP dan LKS dengan prinsip dan karakteristik pembelajaran PKTS; (5) keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran; dan (6) ketepatan alat peraga atau media pembelajaran dilihat dari prinsip dan karakteristik pembelajaran PKTS, topik yang dipelajari, dan kemampuan siswa dalam memanipulasinya.

Hasil yang diperoleh dari uji bahan ajar dan perangkat pembelajaran pada skala terbatas dapat disimpulkan bahwa semua memahami maksud dari kalimat yang terdapat pada bahan ajar dan perangkat pembelajaran, dan bahan ajar sudah dapat diimplementasikan dengan baik sehingga layak untuk dipakai.

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan, dan analisis data. Prosedur analisis data akan diuraikan pada bagian analisis data, sedangkan kegiatan persiapan dan pelaksanaan penelitian secara terperinci diuraikan sebagai berikut.


(1)

In Hi Abdullah, 2013

--- (2011). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui Pendekatan Kontekstual Berbasis Intuisi. Disertasi PPS UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Methaporical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematika, Komunikasi Matematika dan Kepercayaan diri Siswa SMP. Disertasi PPS UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Heruman. (2003). Pembelajaran Kontekstual terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika di Kelas IV SD. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Hilbert, J., & Carpenter, T.P. (1992). Learning and Teaching With Understanding. In D.A. Grouws (Ed). A Hanbook of Research on Mathematics Teaching and Learning (pp. 65-100). New York: Macmillan Library Reference Simon & Schuster Macmillan.

Hill, W. F. (2010). Theories of Learning: Teori-Teori Pembelajaran. Bandung: Nusa Media.

Hudojo, H. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Dirjen dikti. --- (1990). Pembelajaran Matematika. Dirjen Dikti: Jakarta.

--- (1998). Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivistis. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan dalam Era Globalisasi. PPS IKIP Malang. --- (2002). Representasi Belajar Berbasis masalah. Jurnal Matematika

atau Pembelajarannya. 7 (Edisi khusus), 427-432.

--- (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM PRESS.

Hwang. et.al (2007). Multiple representation Skillss and Creativity Effects on Mathematical ProblemSolving using a Multimedia Whiteboard System. Educational Technology & Society Journal. 10(2). 191-212.

Johnson, E.B. (2007). Contextual Teaching & Learning. Bandung: Mizan Learning Center (MLC).

Kadir (2010). Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbasis potensi Pesisir sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matemati, Komunikasi Matematik dan Keterampilan sosial Siswa SMP. Disertasi PPS UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.


(2)

Kalathil, R.R, & Sherin M.G (2000). Role of Students’ representations in the mathematics classroom. In B. Fishman &S.O’Connor-Divelbiss(Eds). Fourth international conference of the learning sciences. Mahwah, NJ : Erlbaum.

Kapput, J.J & Goldin, G.A. (2004). A joint Perspectiveon the Idea of Representationin Learning and Doing Mathematics. [Online]. Tersedia : http://www. simlac.usmassad. edu. [14 Mei 2010].

Kesumawati, N. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan Pendidikan matematika Realistik. Disertasi PPS UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Koca, O. (2004). The Effects of Multiple Linked Representation on Students’ Learning of Linear Relationships. [Online]. Tersedia : http:/www. egitimdergisi.hacettepe.edu. [7 April 2010].

Ling, G.W. & Ghazali, M. (2005). Solution Strategies, Modes of Representation and Justifications of Primary Five Pupils in Solving Pre Algebra Problems: an Experience of Using Task-Based Interview and Verbal Protocol Analysis.

Luitel, B. C. (2001). Multiple Representation of Mathematical Learning. Tersedia: pdf [18 Desember 2007].

Moleong, L. J. (1999). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mulyana, E. (2009). Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Pemahaman dan Disposisi Matematika Siswa SMA Program IPA. Disertasi PPS UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Nanang (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematik pada Kelompok Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Pendekatan Kontekstual dan Metakognitif serta Konvensional. Disertasi PPS UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

National Council of Teachers of Mathematic (1989). Curiculum and Evaluation Student for School Mathematic. Reston, VA:NCTM.

--- (2000). Principles and Standards for Schools Mathematics. Reston. VA.


(3)

In Hi Abdullah, 2013

Neria, D. & Amit, M. (2004). Students Preference of Non-Algebraic Representations in Mathematical Communication. Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematical Education, 2004. Vol. 3 pp 409 – 416.

Nunes, T. & Borba, R. (2002). Are young children ableto represent negative number? In T. Nakahara & M. Koyama. (Eds). Proseeding of the 24thConferenceof the International Group for the Psychology of mathematics Education. (Vol.1). Hirosima : The Nishiki Print Co.

Nurhadi, dkk. (2004). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press.

Oakley, L. (2004). Cognitive Development. London: Routle-taylor & Francis Group.

Polya, G. (1988). How to Solve It, New Jersey, Princeton University Press.

Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi PPS UPI Bandung. Tidak Dipublikasikan.

Purwanto, N. (1996). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda karya. Qahar, A. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan

Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Matematika Siswa SMP melalui Reciprocal Teaching. Disertasi PPS UPI Bandung. Tidak Dipublikasikan.

Rahman, A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Generalisasi Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbalik. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak Dipublikasikan.

Ratnaningsih, N. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi PPS UPI Bandung. Tidak Diterbitkan. Rauf, S.A. (2004). Pembelajaran Kontekstual dalam Upaya Meningkatkan

Pemahaman Konsep dan Kemampuan Koneksi Matematka Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Tolitoli-Sulawesi Tengah. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Riyanto, Y. (2009). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


(4)

Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

--- (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

--- (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sabandar, J. (2001). Aspek Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika. Makalah. Tidak dipublikasikan.

Sauian, M. S. (2002). Mathematics education: The relevance of “contextual teaching” in developing countries. Proceedings of the 3rd International MES Conference. Copenhagen: Centre for Research in Learning Mathematics, pp. 1-7. [Online]. Tersedia: http://www. mes3.learning.aau.dk/Papers/Sauian.pdf [12 Februari 2009].

Senduk, A.G. (1985). Teori Perkembangan Intelektual Jean Piaget. Bandung: FPS IKIP Bandung.

Setiono, K. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung: Widya Padjadjaran. Siegler, R. S. (2003). Implication of cognitive science research for mathematics

Education. National Council of Teachers of Mathematics, Inc. www.nctm.org. Tersedia: http: www.psy.cmu.edu/~siegler/NCTM.pdf. [20 Oktober 2007].

Slavin, R. E. (1997). Educational Psychology Theory and Practice. Fifth Edition. Boston: Allyn and Bacon.

--- (1995). Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Boston: Allyn and Bacon.

Soedjadi, R. (1999). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Dirjen Dikti, Depdiknas.

Sudjana, N. (1995). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono (2008). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.


(5)

In Hi Abdullah, 2013

Sukmadinata, N. S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kesuma Karya Bandung.

Sumarmo, U. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional. FPMIPA UPI Bandung. Tidak dipublikasikan.

--- (2008). Berfikir Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Cara Mempelajarinya .Laporan Penelitian Hibah SPs UPI-bandung.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

--- (2001). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Jogjakarta: Kanisius.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Bandung: Disertasi SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Thalheimer, W., & Cook, S. (2002). How to Calculate Effect Sizes from Published Research: A Simplified Methodology. Copyright. A work Learning Research Publication. Tersedia di http://www.work-learning .com.

Tuckman, B.W. (1978). Cenducting Education Research. San Diego: Harcourt Brace Jovanovich.

UU RI No. 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan. Jakarta: Citra Utama Media.

Vygotsky, L. (1978). Mind in society: The Development of Higher Mental Processes. Cambridge, MA, Harvard University Press.

Von Glaserfeld, E. (1996). Aspects of radical Constructivism and its Educational Recomendations. In L. Steffe, et.al. (Eds). Theories of mathematical learning (pp. 307-314). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum associates. Zamroni (2000). Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta : Bigraf Publishin.

Zazkis, R. & Liljedahl, P. (2004). Understanding Prime : The Role of Representation. Journal For Research in Matematics Education.35, 164-185.


(6)