PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN METAKOGNITIF BERBASIS SOFT SKILLS.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

DAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP

MELALUI PEMBELAJARAN METAKOGNITIF

BERBASIS

SOFT SKILLS

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan

dalam Bidang Pendidikan Matematika

Promovenda

ATMA MURNI

NIM : 0908158

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Representasi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Metakognitif Berbasis Soft Skills” ini adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan plagiarisme atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam tradisi keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menerima tindakan/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran atas etika akademik dalam karya saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Februari 2013 Yang membuat pernyataan,

Atma Murni NIM. 0908158


(4)

Atma Murni (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Representasi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Metakognitif Berbasis Soft Skills.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan representasi matematis siswa SMP disebabkan dalam pembelajaran matematika siswa belum terbiasa menyelesaikan soal non rutin yang menantang proses dan aktivitas berpikirnya. Pembelajaran matematika memerlukan adanya situasi-situasi dan masalah-masalah yang menantang namun menarik sehingga dapat menimbulkan rasa ingin tahu sekaligus memicu siswa untuk berpikir. Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika adalah dengan meningkatkan kesadaran siswa terhadap proses dan aktivitas belajarnya serta melibatkan soft skills siswa. Pembelajaran metakognitif berbasis soft skills (PMSS) dan pembelajaran metakognitif (PM) merupakan pembelajaran yang menanamkan kepada siswa suatu proses bagaimana merancang, memonitor, dan mengevaluasi pengetahuan yang dimiliki untuk dikembangkan menjadi tindakan dalam menyelesaikan masalah matematis. Penelitian ini berbentuk kuasi eksperimen dengan disain kelompok kontrol pretes-postes, yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis (KPMM) dan kemampuan representasi matematis (KRM) siswa SMP. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri di Kota Pekanbaru dengan sampel 202 orang siswa, yaitu 104 siswa dari sekolah level tinggi dan 98 siswa dari sekolah level sedang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan awal matematis (KAM), tes KPMM, tes KRM, lembar observasi pembelajaran, jurnal siswa setelah pembelajaran, dan pedoman wawancara. Analisis data yang digunakan adalah uji t, ANAVA satu jalur, dan ANAVA dua jalur. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: (1) secara keseluruhan, KPMM dan KRM siswa yang mendapat pendekatan PMSS dan pendekatan PM memperoleh peningkatan yang secara signifikan lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (PK); (2) tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK) dengan level sekolah (tinggi dan sedang) terhadap peningkatan KPMM dan KRM; (3) terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan KAM (atas, tengah, dan bawah) terhadap peningkatan KPMM dan KRM. Analisis terhadap data observasi, wawancara, dan data jurnal siswa menunjukkan bahwa pendekatan PMSS dan pendekatan PM dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.

Kata Kunci: kemampuan pemecahan masalah matematis, kemampuan representasi matematis, pembelajaran metakognitif berbasis soft skills


(5)

Atma Murni (2013). The Enhancement of Junior High School Students’ Abilities in Mathematical Representation and Problem Solving Using Soft Skill-based Metacognitive Learning.

Junior High School students’ abilities in mathematical representation and problem solving is still low. This is because the students are not accustomed to solving challenging non-routine problems. There is a need of challenging and interesting situations and problems in mathematics learning to promote the students’ thinking. One of the strategies that can be implemented in mathematics learning enhances students’ awareness about learning process and activity also involve students’ soft skills. Soft Skill-based Metacognitive Learning (SSML) and Metacognitive Learning (ML) demand the students to plan, monitor, and evaluate their learning process and activity in solving problems. This study is a quasi-experiment with pre-test and post-test design. The aim of this research is to know the enhancement of Junior High School students’ abilities in solving mathematical problem (MPSA) and mathematical representation ability (MRA). The population in this study is the students of Junior High School in Pekanbaru city. The sample consist of 202 students, 104 of them are from the high-level school, and 98 students are from the middle-level school. The instruments used in this study are mathematical prior knowledge (MPK) test, MPSA test, MRA test, instruction observation papers, students journal about the lesson, and the guideline for the interview. The data was analyzed using t-test, one-way ANOVA and two-way ANOVA. The result of data analysis indicates that: (1) overall, the enhancement of students’ MPSA and MRA with SSML and ML approach significantly is higher than those with conventional learning (CL); (2) there is no interaction between the learning approach (SSML, ML, and CL) with the school level (high and middle) toward the enhancement of MPSA and MRA; (3) there is an interaction between the learning approach with MPK toward the enhancement of MPSA and MRA. The analysis of the observation data, interview, and students journal show that the SSML and ML approach could enhance students’ learning activity.

Keywords: mathematical problem solving ability, mathematical representation ability, soft skill-based metacognitive learning.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xviii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 17

C. Tujuan Penelitian ... 19

D. Manfaat Penelitian ... 20

E. Definisi Operasional ... 21

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 23

B. Kemampuan Representasi Matematis ... 34

C. Soft Skills Siswa dalam Pembelajaran Matematika ... 42

D. Metakognisi dalam Pembelajaran Matematika ... 46

E. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan ... 65

F. Hipotesis Penelitian ... 73

BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 76

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 79

C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... 87

D. Prosedur Penelitian ... 107

E. Prosedur Analisis Data ... 109

F. Materi Pembelajaran ... 112

G. Kegiatan Pembelajaran ... 114

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Kemampuan Awal Matematis ... 120

B. Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah Metematis ... 130

C. Analisis Data Kemampuan Representasi Matematis ... 160

D. Analisis Hasil Kerja Siswa ... 191


(7)

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ... 245

B. Implikasi ... 248

C. Keterbatasan ... 250

D. Rekomendasi ... 252

DAFTAR PUSTAKA ... 255


(8)

DAFTAR TABEL

Judul Halaman

Tabel 2.1. Model Pemecahan Masalah ... 33

Tabel 2.2. Proses Metakognisi ... 52

Tabel 3.1. Keterkaitan antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah dan Kemampuan Awal Matematis ... 78

Tabel 3.2. Keterkaitan antara Kemampuan Representasi Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah dan Kemampuan Awal Matematis ... 79

Tabel 3.3. Sampel Penelitian Berdasarkan Level Sekolah ... 78

Tabel 3.4. Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Matematis Siswa Kelas VII SMPN 13 Pekanbaru ... 82

Tabel 3.5. Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal Matematis Siswa Kelas VII SMPN 13 Pekanbaru ... 83

Tabel 3.6. Uji Kesetaraan Data Kemampuan Awal Matematis Siswa Ketiga Kelas VII SMPN 13 Pekanbaru ... 84

Tabel 3.7. Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Matematis Siswa Kelas VII SMPN 10 Pekanbaru ... 85

Tabel 3.8. Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal Matematis Siswa Kelas VII SMPN 10 Pekanbaru ... 86

Tabel 3.9. Uji Kesetaraan Data Kemampuan Awal Matematis Siswa Ketiga Kelas VII SMPN 10 Pekanbaru ... 86

Tabel 3.10. Kriteria Pengelompokan ... 88

Tabel 3.11. Uji Keseragaman Validitas Muka Tes KAM ... 90

Tabel 3.12. Uji Keseragaman Validitas Isi Tes KAM ... 91

Tabel 3.13. Hasil Analisis Validitas Tes KAM ... 92

Tabel 3.14. Hasil Analisis Reliabilitas Tes KAM ... 93

Tabel 3.15. Uji Keseragaman Validitas Muka Tes KPMM ... 96

Tabel 3.16. Uji Keseragaman Validitas Isi Tes KPMM ... 97

Tabel 3.17. Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi ... 99

Tabel 3.18. Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Tes KPMM ... 99

Tabel 3.19. Hasil Analisis Reliabilitas Tes KPMM ... 100

Tabel 3.20. Interpretasi Koefisien Reliabilitas ... 100

Tabel 3.21. Uji Keseragaman Validitas Muka Tes KRM ... 102

Tabel 3.22. Uji Keseragaman Validitas Isi Tes KRM ... 103

Tabel 3.23. Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Tes KRM ... 105

Tabel 3.24. Hasil Analisis Reliabilitas Tes KRM ... 105

Tabel 3.25. Klasifikasi Gain (g) ... 111

Tabel 3.26. Interpretasi Nilai Effect Size ... 112

Tabel 3.27. Keterkaitan antara Masalah, Hipotesis, dan Jenis Statistik yang Digunakan pada Analisis Data ... 113


(9)

Judul Halaman

Tabel 4.1. Sebaran Sampel Penelitian ... 119

Tabel 4.2. Deskripsi Data KAM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah dan Gabungannya ... 121

Tabel 4.3. Deskripsi Data KAM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM ... 122

Tabel 4.4. Uji Normalitas Data KAM Siswa Kedua Level Sekolah Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 123

Tabel 4.5. Uji Homogenitas Kedua Level Sekolah ... 124

Tabel 4.6. Uji Perbedaan Data KAM Siswa antar Kedua Level Sekolah ... 125

Tabel 4.7. Uji Homogenitas Ketiga Pendekatan Pembelajaran... 126

Tabel 4.8. Uji Kesetaraan Data KAM Ketiga Pendekatan Pembelajaran ... 127

Tabel 4.9. Uji Homogenitas Data KAM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ... 129

Tabel 4.10. Uji Kesetaraan Data KAM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ... 130

Tabel 4.11. Deskripsi Data KPMM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran . 131 Tabel 4.12. Uji Normalitas Data N-Gain KPMM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran ... 133

Tabel 4.13. Uji Homogenitas Data N-Gain KPMM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran ... 134

Tabel 4.14. Uji Perbedaan Peningkatan N-Gain KPMM Siswa antara Ketiga Pendekatan Pembelajaran ... 135

Tabel 4.15. Uji Perbedaan Peningkatan KPMM Siswa antar Pendekatan Pembelajaran 135 Tabel 4.16. Perbedaan Skor N-Gain KPMM Ketiga Pendekatan Pembelajaran 136 Tabel 4.17. Deskripsi Data KPMM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ... 136

Tabel 4.18. Uji Normalitas Data N-Gain KPMM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ... 138

Tabel 4.19. Uji Homogenitas Data N-Gain KPMM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ... 140

Tabel 4.20. Uji Perbedaan Peningkatan KPMM Siswa antara Ketiga Pendekatan Pembelajaran Berdasarkan Level Sekolah ... 141

Tabel 4.21. Uji Perbedaan Peningkatan KPMM Siswa antar Pendekatan Pembelajaran pada Sekolah Level Tinggi ... 141

Tabel 4.22. Perbedaan Skor N-Gain KPMM Sekolah Level Tinggi ... 142

Tabel 4.23. Uji Perbedaan Peningkatan KPMM Siswa antar Pendekatan Pembelajaran pada Sekolah Level Sedang ... 143

Tabel 4.24. Perbedaan Skor N-Gain KPMM Sekolah Level Sedang ... 143

Tabel 4.25. Deskripsi Data KPMM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM ... 144

Tabel 4.26. Uji Normalitas Data N-Gain KPMM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM ... 146


(10)

Judul Halaman

Tabel 4.27. Uji Homogenitas Data N-Gain KPMM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM ... 148 Tabel 4.28. Uji Perbedaan Peningkatan KPMM Siswa Ketiga Pendekatan

Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM ... 149 Tabel 4.29. Uji Perbedaan Peningkatan KPMM Siswa antar Pendekatan

Pembelajaran pada KAM Atas ... 150 Tabel 4.30. Perbedaan Skor N Gain KPMM KAM Atas ... 150 Tabel 4.31. Uji Perbedaan Peningkatan KPMM Siswa antar Pendekatan

Pembelajaran pada KAM Tengah ... 151 Tabel 4.32. Perbedaan Skor N Gain KPMM KAM Tengah ... 151 Tabel 4.33. Uji Homogenitas Data Peningkatan KPMM Siswa Ditinjau dari

Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level Sekolah 152 Tabel 4.34. Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level

Sekolah terhadap Peningkatan KPMM ... 153 Tabel 4.35. Uji Homogenitas Data Peningkatan KPMM Siswa Ditinjau dari

Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAM ... 156 Tabel 4.36. Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAM

terhadap Peningkatan KPMM ... 157 Tabel 4.37. Uji Perbedaan Peningkatan KPMM Siswa antar Kategori KAM . 160 Tabel 4.38. Deskripsi Data KRM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran .... 161 Tabel 4.39. Uji Normalitas Data N-Gain KRM Siswa Ketiga Pendekatan

Pembelajaran ... 162 Tabel 4.40. Uji Homogenitas Data N-Gain KRM Siswa Ketiga Pendekatan

Pembelajaran ... 163 Tabel 4.41. Uji Perbedaan Peningkatan N-Gain KRM Siswa antara Ketiga

Pendekatan Pembelajaran ... 164 Tabel 4.42. Uji Perbedaan Peningkatan KRM Siswa antar Pendekatan

Pembelajaran……….. 165 Tabel 4.43. Perbedaan Skor N-Gain KRM Ketiga Pendekatan Pembelajaran .. 166 Tabel 4.44. Deskripsi Data KRM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran

untuk Setiap Level Sekolah ... 166 Tabel 4.45. Uji Normalitas Data N-Gain KRM Siswa Ketiga Pendekatan

Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ... 168 Tabel 4.46. Uji Homogenitas Data N-Gain KRM Siswa Ketiga Pendekatan

Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ... 169 Tabel 4.47. Uji Perbedaan Peningkatan KRM Siswa antara Ketiga

Pendekatan Pembelajaran Berdasarkan Level Sekolah ... 171 Tabel 4.48. Uji Perbedaan Peningkatan KRM Siswa antar Pendekatan

Pembelajaran pada Sekolah Level Tinggi ... 171 Tabel 4.49. Perbedaan Skor N-Gain KRM pada Sekolah Level Tinggi ... 172 Tabel 4.50. Uji Perbedaan Peningkatan KRM Siswa antar Pendekatan

Pembelajaran pada Sekolah Level Sedang ... 172 Tabel 4.51. Perbedaan Skor N-Gain KRM pada Sekolah Level Sedang ... 173


(11)

Judul Halaman

Tabel 4.52. Deskripsi Data KRM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran

untuk Setiap Kategori KAM ... 174 Tabel 4.53. Uji Normalitas Data N-Gain KRM Siswa Ketiga Pendekatan

Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM ... 176 Tabel 4.54. Uji Homogenitas Data N-Gain KRM Siswa Ketiga Pendekatan

Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM ... 178 Tabel 4.55. Uji Perbedaan Peningkatan KRM Siswa Ketiga Pendekatan

Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM ... 179 Tabel 4.56. Uji Perbedaan Peningkatan KRM Siswa antar Pendekatan

Pembelajaran pada KAM Atas ... 180 Tabel 4.57. Perbedaan Skor N Gain KRM KAM Atas ... 180 Tabel 4.58. Uji Homogenitas Data Peningkatan KRM Siswa Ditinjau dari

Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level Sekolah 181 Tabel 4.59. Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level

Sekolah terhadap Peningkatan KRM ... 182 Tabel 4.60. Uji Homogenitas Data Peningkatan KRM Siswa Ditinjau dari

Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAM 186 Tabel 4.61. Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAM

terhadap Peningkatan KRM ... 187 Tabel 4.62. Uji Perbedaan Peningkatan KRM Siswa antar Kategori KAM .... 189 Tabel 4.63. Rangkuman Pengujian Hipotesis Penelitian ... 190 Tabel 4.64. Kriteria Kemampuan ... 193 Tabel 4.65. Rata-rata Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

pada Setiap Kelompok Topik Ditinjau dari Ketiga Pendekatan

Pembelajaran ... 194 Tabel 4.66. Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa Ditinjau dari Ketiga Pendekatan Pembelajaran 195 Tabel 4.67. Rata-rata Kemampuan Representasi Matematis Siswa pada

Setiap Topik Ditinjau dari Ketiga Pendekatan Pembelajaran ... 214 Tabel 4.68. Data untuk Perhitungan Effect Size ... 223 Tabel 4.69. Hasil Perhitungan Effect Size ... 224


(12)

DAFTAR GAMBAR

Judul Halaman

Gambar 2.1. Thai Students’Problem Solving Model ... 31

Gambar 3.1. Bagan Prosedur Penelitian ... 110

Gambar 4.1. Rata-rata Skor KPMM ... 132

Gambar 4.2. Rata-rata N-Gain KPMM ... 132

Gambar 4.3. Deskripsi Data KPMM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ... 137

Gambar 4.4. Deskripsi Data KPMM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM ... 144

Gambar 4.5. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level Sekolah terhadap Peningkatan KPMM ... 154

Gambar 4.6. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAM terhadap Peningkatan KPMM ... 158

Gambar 4.7. Rata-rata Skor KRM ... 161

Gambar 4.8. Rata-rata Skor N-Gain KRM ... 161

Gambar 4.9. Deskripsi Data KRM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ... 168

Gambar 4.10 Deskripsi Data KRM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM ... 174

Gambar 4.11. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level Sekolah terhadap Peningkatan KRM ... 183

Gambar 4.12. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAM terhadap Peningkatan KRM ... 189

Gambar 4.13. Jawaban Siswa ST2-3 pada Soal Nomor 1a Postes KPMM .... 198

Gambar 4.14. Jawaban Siswa ST2-31 pada Soal Nomor 1a Postes KPMM.. 200

Gambar 4.15. Jawaban Siswa ST2-6 pada Soal Nomor 1a Postes KPMM .... 201

Gambar 4.16. Jawaban Siswa ST1-4 pada Soal Nomor 1a Postes KPMM... 202

Gambar 4.17. Jawaban Siswa ST1-8 pada Soal Nomor 1b Postes KPMM ... 203

Gambar 4.18. Jawaban Siswa ST2-2 pada Soal Nomor 1b Postes KPMM ... 204

Gambar 4.19. Jawaban Siswa ST2-22 pada Soal Nomor 2 Postes KPMM .... 205

Gambar 4.20. Jawaban Siswa ST1-14 pada Soal Nomor 2 Postes KPMM .... 206

Gambar 4.21. Jawaban Siswa ST1-4 pada Soal Nomor 2 Postes KPMM ... 207

Gambar 4.22. Jawaban Siswa ST2-24 pada Soal Nomor 2 Postes KPMM .... 208

Gambar 4.23. Jawaban Siswa ST1-16 pada Soal Nomor 3 Postes KPMM .... 209

Gambar 4.24. Jawaban Siswa ST1-3 pada Soal Nomor 3 Postes KPMM ... 210

Gambar 4.25. Jawaban Siswa ST2-11 pada Soal Nomor 3 Postes KPMM .... 211

Gambar 4.26. Jawaban Siswa ST2-23 pada Soal Nomor 3 Postes KPMM .... 212

Gambar 4.27. Jawaban Siswa ST2-27 pada Soal Nomor 1 Postes KRM ... 216

Gambar 4.28. Jawaban Siswa ST2-6 pada Soal Nomor 2 Postes KRM ... 217

Gambar 4.29. Jawaban Siswa ST2-24 pada Soal Nomor 3 Postes KRM ... 218

Gambar 4.30. Jawaban Siswa SS2-17 pada Soal Nomor 4 Postes KRM ... 219

Gambar 4.31. Jawaban Siswa ST4-2 pada Soal Nomor 5a Postes KRM ... 220


(13)

Judul Halaman

Gambar 4.33. Jawaban Siswa ST2-30 pada Soal Nomor 5c Postes KRM ... 220

Gambar 4.34. Jawaban Siswa SS4-15 pada Soal Nomor 6 Postes KRM ... 221

Gambar 4.35 Jawaban Siswa ST2-28 pada Soal Nomor 7 Postes KRM ... 222


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Judul Halaman

A. Validasi Instrumen

A-1. Lembar Pertimbangan ... 263

A-2. Hasil Pertimbangan Tes Kemampuan Awal Matematis ... 271

A-3. Hasil Pertimbangan Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 282

A-4. Hasil Pertimbangan Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 286

A-5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Data Ujicoba Tes Kemampuan Awal Matematis ... 288

A-6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Data Ujicoba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 292

A-7. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Data Ujicoba Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 294

B. Perangkat Pembelajaran dan Instrumen B-1. Silabus ... 297

B-2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Eksperimen-1) ... 300

B-3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Eksperimen-2) ... 305

B-4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Kontrol) ... 309

B-5. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 313

B-6. Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 390

B-7. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (KPMM) ... 397

B-8. Tes Kemampuan Representasi Matematis (KRM) ... 405

B-9. Pedoman Wawancara dengan Siswa dan Guru ... 415

B-10. Lembar Observasi Siswa ... 418

C. Rekap Data C-1. Data Ujian Nasional (UN) ... 420

C-2. Data Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 422

C-3. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (KPMM) ... 439

C-4. Data Kemampuan Representasi Matematis (KRM) ... 468

D. Dokumentasi Penelitian ... 496


(15)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Rendahnya prestasi belajar matematika siswa Indonesia merupakan masalah klasik yang tidak dapat diatasi dalam waktu singkat. Menurut laporan The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2007 dinyatakan bahwa prestasi matematika siswa Indonesia kelas delapan berada di urutan ke-36 dari 49 negara, dengan skor rata-rata 405 dan masih jauh di bawah skor rata-rata internasional yaitu 500 (Tjalla, 2010). Sedangkan dari laporan TIMSS 2011 diketahui bahwa prestasi matematika siswa Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 42 negara dengan skor rata-rata turun menjadi 386 (Mullis et al., 2012).

Menurut Martin (Tjalla, 2010) kerangka penilaian TIMSS 2007 siswa kelas delapan meliputi dimensi konten dan dimensi kognitif dengan memperhatikan berbagai kurikulum yang berlaku di negara peserta. Dimensi konten terdiri dari lima domain yaitu: bilangan, aljabar, pengukuran, geometri, dan data. Dimensi kognitif terdiri dari empat domain, yaitu: mengetahui fakta dan prosedur, menggunakan konsep, memecahkan masalah rutin, dan menggunakan penalaran. Keempat domain dalam dimensi kognitif merupakan perilaku yang diharapkan dari siswa ketika mereka berhadapan dengan domain matematika yang tercakup dalam dimensi konten. Sementara itu, menurut (Mullis et al., 2012) dimensi konten pada TIMSS 2011 hanya meliputi domain: data dan peluang; bilangan; aljabar; dan geometri serta dimensi kognitif meliputi domain:


(16)

pemahaman, penerapan, dan penalaran. Hasil TIMSS mengindikasikan bahwa siswa Indonesia mempunyai pengetahuan dasar matematika, tetapi tidak cukup untuk dapat memecahkan masalah rutin dalam hal memanipulasi bentuk matematis dan memilih strategi pemecahan apalagi masalah non rutin yaitu masalah matematis yang membutuhkan penalaran.

Hasil studi The Programme for International Student Assessment (PISA) 2009 menyatakan bahwa kemampuan matematis siswa Indonesia berada pada peringkat ke-61 dari 65 negara dengan skor rata-rata 371 (Tjalla, 2010). Kemampuan siswa terlihat rendah dalam hal menemukan algoritma, menginterpretasikan data, dan menggunakan langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah.

Hasil studi TIMSS dan PISA tersebut memberikan gambaran bahwa siswa Indonesia memiliki kemampuan rendah dalam menjawab soal-soal berstandar internasional terutama pada kemampuan pemecahan masalah matematis. Kelemahan ini timbul disebabkan dalam pembelajaran matematika siswa belum terbiasa menyelesaikan soal non rutin yang menantang agar siswa berpikir. Menurut Sabandar (2010) di dalam kelas diperlukan situasi dan masalah-masalah yang menantang namun menarik sehingga dapat menimbulkan rasa ingin tahu sekaligus memicu siswa untuk mau berpikir.

Selain kurang merangsang siswa berpikir, pelaksanaan pembelajaran matematika juga cenderung hanya mengacu pada satu buku teks dengan langkah-langkah pembelajaran konvensional yaitu: menyajikan materi, memberikan contoh-contoh soal, meminta siswa mengerjakan latihan yang terdapat pada buku


(17)

teks, dan kemudian membahas bersama siswa. Penekanan pembelajaran lebih pada mengingat dan melakukan langkah yang rutin dan bersifat mekanistik sehingga kurang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematis. Akibatnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih rendah.

Dari hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran pada beberapa kelas di beberapa SMP di Kota Pekanbaru juga terlihat bahwa dalam pembelajaran matematika siswa lebih dominan menyelesaikan soal rutin dari buku teks dan kurang memperoleh pengalaman menyelesaikan soal non rutin yang dapat melatih kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Meskipun dalam pembelajaran guru telah berupaya menuntaskan keseluruhan materi yang ditetapkan kurikulum, namun pencapaian kompetensi secara keseluruhan dan bermutu baik belum dapat terpenuhi menurut standar yang semestinya. Bila dikaitkan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dipersiapkan guru, pada RPP juga belum tergambar adanya upaya untuk melatih kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, padahal kurikulum sangat menuntut agar kemampuan pemecahan masalah matematis harus dilatihkan secara proporsional dalam pembelajaran matematika.

Gambaran hasil studi TIMSS dan PISA juga setara dengan hasil penelitian Elvina & Tjalla (2008) dan Kadir (2008 dan 2009). Kelemahan utama yang ditemukan dalam penelitian tersebut terdapat pada penentuan model matematis yang tepat pada saat memecahkan masalah sehingga memberikan dampak pada ketidaktuntasan pemecahan masalah. Studi pendahuluan (Murni, 2010) juga


(18)

menemukan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VII pada beberapa sekolah di Kota Pekanbaru masih rendah. Kelemahan terlihat pada hasil kerja siswa yaitu dalam hal: menentukan model matematis, memilih strategi yang tepat dan sistematis, menggunakan konsep atau prinsip yang benar, dan kesalahan komputasi. Menemukan model matematis dari suatu situasi atau masalah masih merupakan bagian yang tidak mudah bagi siswa.

Salah satu tujuan pembelajaran matematika sekolah yang tertuang pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang strategi pemecahan, mencari penyelesaian, dan menafsirkan solusi yang diperoleh (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006). Oleh karena itu, pemecahan masalah menjadi fokus penting dalam kurikulum matematika sekolah mulai jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah. Tuntutan akan kemampuan pemecahan masalah matematis dipertegas secara eksplisit dalam kurikulum sebagai kompetensi dasar yang harus dikembangkan dan diintegrasikan pada sejumlah materi yang sesuai secara proporsional. Pemecahan masalah matematis memberikan bekal mendasar pada siswa agar memiliki kemampuan menyelesaikan berbagai bentuk masalah matematika mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006).

Kemampuan siswa untuk memecahkan masalah matematis perlu terus dilatih agar siswa mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang


(19)

dihadapinya baik dalam pembelajaran matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan yang dihadapi tidak sebatas masalah matematis saja, melainkan juga masalah dalam bidang studi lain yang membutuhkan penalaran dalam memperoleh solusinya dan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana dinyatakan Ruseffendi (2006) bahwa kemampuan pemecahan masalah sangat penting dalam matematika, bukan hanya bagi mereka yang mendalami dan mempelajari matematika saja melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, NCTM (2000) menegaskan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika sehingga pemecahan masalah tidak boleh dilepaskan dari pembelajaran matematika.

Suatu masalah memberikan tantangan pada siswa untuk berpikir dalam mencari pemecahannya. Kemampuan yang dimiliki siswa tidak dapat digunakan secara langsung untuk mendapatkan solusi dari suatu masalah. Oleh karena itu siswa memerlukan kreativitas untuk memecahkannya. Siswa perlu merancang suatu bentuk atau model yang mewakili situasi atau masalah untuk memudahkan mereka memperoleh solusi melalui representasi informal terlebih dahulu, seperti dalam bentuk: visual (grafik, diagram, tabel, atau gambar); simbolik (pernyataan matematis/notasi matematis, numerik/simbol aljabar); verbal (kata-kata atau teks tertulis). Dalam hal ini siswa akan merancang pola, melihat dan membuat hubungan dalam pola, membuat generalisasi, dan membuat ekspresi matematis. Siswa membutuhkan latihan dalam membangun kepekaan representasinya sendiri sehingga memiliki kemampuan dan pemahaman konsep yang kuat dan fleksibel


(20)

yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah. Ide-ide matematika yang disajikan guru melalui berbagai representasi dipandang akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pemahaman siswa dalam mempelajari matematika.

Kemampuan pemecahan masalah matematis sangat berhubungan dengan kemampuan representasi matematis. Keterkaitan ini terutama pada saat siswa memanfaatkan kekuatan dari berbagai representasi yang disesuaikan dengan permasalahan untuk memperoleh solusi yang tepat. Misalnya, suatu pemecahan masalah terkadang kurang memadai jika diselesaikan hanya dengan deskripsi verbal, persamaan atau tabel data, tetapi ketika diselesaikan menggunakan representasi berupa grafik, memberikan solusi yang tepat. Jadi dalam melakukan solusi, diperlukan kemampuan seseorang untuk memberikan pertimbangan terhadap model representasi yang akan dilibatkan. Hal ini menunjukkan bahwa kecakapan seseorang dalam mengubah suatu representasi ke representasi lainnya mempengaruhi kecakapannya dalam mencari solusi dari masalah secara efisien.

Pemilihan representasi matematis yang tepat akan memudahkan siswa dalam melakukan pemecahan masalah. Suatu masalah yang rumit akan menjadi lebih sederhana jika digunakan representasi yang sesuai dengan permasalahan tersebut, dan sebaliknya pemilihan representasi yang keliru membuat masalah menjadi sukar untuk dipecahkan.

Beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan representasi matematis dan pemecahan masalah matematis, diantaranya: (Alhadad, 2010); Brenner et al. (Neria & Amit, 2004); dan Gane & Mayer (Hwang et al., 2007). Dari hasil


(21)

penelitian Alhadad (2010) dinyatakan bahwa peningkatan kemampuan representasi multipel matematis dapat menunjang peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Sejalan dengan itu Brenner et al. (Neria & Amit, 2004) menyatakan bahwa proses dari kesuksesan pemecahan masalah bergantung pada: (1) keterampilan mengkonstruksi dan menggunakan representasi matematis dalam bentuk kata-kata, grafik, tabel dan persamaan; (2) memecahkan masalah; dan (3) memanipulasi simbol. Gane & Mayer (Hwang et al., 2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kemampuan representasi siswa yang tinggi merupakan kunci memperoleh solusi yang tepat dalam memecahkan masalah.

Dalam Principles and Standards for School Mathematics tahun 2000 diungkapkan bahwa terdapat lima standar yang mendeskripsikan keterkaitan pemahaman matematis dan kompetensi matematis yang harus dilakukan siswa. Pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan yang perlu dimiliki siswa tercakup dalam standar proses yang meliputi: problem solving, reasoning and proof, communication, connection, and representation (NCTM, 2000).

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan representasi matematis siswa yang sebelumnya dianggap hanya merupakan bagian kecil sasaran pembelajaran dan tersebar dalam berbagai materi matematika yang dipelajari siswa, ternyata dapat dipandang sebagai suatu proses yang fundamental untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis siswa dan sejajar dengan komponen-komponen proses lainnya. Penetapan representasi sebagai komponen standar proses cukup beralasan. Untuk berpikir secara matematis dan


(22)

mengkomunikasikan ide-ide matematis, seseorang perlu memrepresentasikannya dalam berbagai cara. Komunikasi dalam matematika memerlukan representasi eksternal yang dapat berupa: simbol tertulis, gambar, ataupun objek fisik. Setiap ide-ide matematis, umumnya dapat direpresentasikan secara eksternal yang terkadang terbatas pada satu atau dua jenis representasi, namun adakalanya ide matematis tersebut dapat diungkapkan dalam berbagai representasi.

Meskipun representasi telah dinyatakan sebagai salah satu standar proses yang harus dicapai oleh siswa melalui pembelajaran matematika, pelaksanaannya bukan hal sederhana. Keterbatasan pengetahuan guru dan kebiasaan siswa belajar di kelas dengan cara konvensional belum memungkinkan untuk menumbuhkan atau mengembangkan daya representasi siswa secara optimal. Untuk itu salah satu fokus penelitian ini adalah melatih kemampuan representasi matematis siswa.

Berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis, Charles et al. (Laurens, 2010) menyebutkan tujuan dilatihkan kemampuan ini adalah untuk: (1) mengembangkan keterampilan berpikir; (2) mengembangkan kemampuan menyeleksi dan menggunakan strategi-strategi pemecahan masalah; (3) mengembangkan sikap dan keyakinan dalam menyelesaikan masalah; dan (4) mengembangkan kemampuan untuk memonitor dan mengevaluasi pemikiran sendiri selama menyelesaikan masalah. Bila dikaitkan dengan metakognisi yang memiliki peranan penting dalam merancang, memonitor, dan mengevaluasi proses kognitif seseorang dalam belajar dan berpikir maka tujuan ini memiliki keterkaitan dengan metakognisi. Sebagaimana dinyatakan Schoenfeld (Yimer & Ellerton, 2006) bahwa metakognisi dikenal sebagai faktor kunci dalam pemecahan


(23)

masalah, meliputi: (1) menentukan pengetahuan yang dimiliki; (2) merumuskan rencana pemecahan; (3) memilih strategi pemecahan; dan (4) memonitor dan mengevaluasi aktivitas yang digunakan selama pemecahan masalah. Dengan demikian, strategi metakognitif dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah mulai dari menggali pengetahuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah, menyusun rencana pemecahan, memonitor proses berpikir dalam pemecahan masalah, dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Berarti dapat dikatakan bahwa strategi metakognitif sangat penting dimiliki siswa dalam pemecahan masalah matematis.

Penelitian tentang pemecahan masalah matematis dengan memperhatikan kontribusi perilaku metakognisi telah banyak dilakukan mulai dari sekolah dasar sampai pendidikan tinggi. Penelitian-penelitian tersebut diantaranya dilakukan oleh Eizenberg & Zaslavsky (2003); Biryukov (2003); Yimer & Ellerton (2006); dan Ibraheem, A et al. (2009). Eizenberg & Zaslavsky (2003), menunjukkan temuan saling keterkaitan antara kolaborasi, kontrol, dan kesuksesan pemecahan masalah. Pemecahan masalah secara kolaboratif lebih bermanfaat daripada pemecahan masalah secara individu. Tingkat kesuksesan yang lebih tinggi dalam mencapai solusi yang tepat diperoleh dari mereka yang bekerja secara berpasangan karena dapat saling mengontrol aktivitas pemecahan masalah yang dilakukan. Biryukov (2003) dari analisis datanya menunjukkan bahwa pengalaman metakognitif sangat penting dalam pemecahan masalah. Lebih lanjut dinyatakannya bahwa ketika seseorang memiliki pengalaman metakognitif dan tahu bagaimana mengaplikasikannya, maka ada jaminan bahwa pemecahan


(24)

masalah yang dilakukan akan berhasil. Yimer & Ellerton (2006) mengemukakan hasil penelitian yang memberikan gambaran lima fase pemecahan masalah (pemahaman, transformasi-formula, implementasi, evaluasi, dan internalisasi) berasosiasi dengan perilaku metakognitif. Perilaku metakognisi sangat diperlukan pada setiap fase dari pemecahan masalah matematis tersebut.

Pembelajaran matematika perlu menggunakan strategi, pendekatan dan metode yang tepat sesuai perkembangan intelektual siswa (kognitif, psikomotor, dan afektif). Penekanan guru pada proses pembelajaran matematika harus memperhatikan keseimbangan antara melakukan (doing) dan berpikir (thinking). Guru harus dapat menumbuhkan kesadaran siswa dalam melakukan aktivitas pembelajaran sehingga siswa tidak hanya memiliki keterampilan melakukan sesuatu tetapi harus memahami mengapa aktivitas itu dilakukan dan apa implikasinya. Sabandar (2010) menyatakan bahwa guru sebagai fasilitator harus siap dan bertanggungjawab untuk menciptakan suasana atau situasi yang memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri siswa. Guru tidak hanya memberikan penekanan pada pencapaian tujuan kognitif tetapi juga harus memperhatikan dimensi proses kognitif, khususnya pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif. Proses pembelajaran matematika harus dapat melibatkan proses dan aktivitas berpikir siswa secara aktif dengan mengembangkan perilaku metakognitif.

Dalam realitas pembelajaran matematika, usaha untuk menumbuhkan keseimbangan antara ranah kognitif, afektif dan psikomotor memang selalu diupayakan, namun pada kenyataannya yang dominan adalah ranah kognitif.


(25)

Akibatnya peserta didik kaya akan kemampuan yang sifatnya hard skills namun masih lemah dalam soft skills yang terkandung pada aspek afektif dan psikomotor. Prastiwi (2011) menyatakan bahwa soft skills berupa keterampilan yang menyangkut komunikasi, kerjasama, kreativitas, prakarsa, dan keterampilan emosional. Keterampilan-keterampilan tersebut umumnya berkembang dalam kehidupan bermasyarakat dan sangat dibutuhkan dalam menjalin hubungan yang harmonis antar sesama.

Lemahnya soft skills tampak pada output pendidikan yaitu individu-individu yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, pintar, juara kelas, namun miskin kemampuan membangun relasi, kurang mampu bekerjasama, cenderung egois, dan cenderung menjadi pribadi yang tertutup. Lemahnya soft skills siswa sebagai akibat dari kurang dibina dan kurang diberdayakannya soft skills dalam pembelajaran matematika. Sebagaimana ditegaskan Prastiwi (2011) bahwa mengembangkan soft skills peserta didik dalam pembelajaran sangat penting agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, bermoral baik, dan dapat menyelesaikan masalah dalam kehidupannya secara mandiri. Dengan mengembangkan soft skills, peserta didik mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan, memecahkan masalah, berkomunikasi, bekerjasama dan bertanggungjawab. Hal serupa dikemukakan Schulz (2008) bahwa para pendidik perlu mengintegrasikan soft skills ke dalam proses pembelajaran. Sejalan dengan itu Ayu (2011) menyatakan bahwa soft skills dapat mempengaruhi seseorang untuk memperlihatkan dirinya sebagai individu yang lebih beretika, percaya diri,


(26)

dapat menghargai diri sendiri dan orang lain, dapat mengatur kepribadian dalam menjaga emosi dan tingkah laku.

Memperhatikan kondisi di atas maka dipandang perlu bagi guru atau sekolah untuk melakukan perbaikan dan pengembangan dalam proses pembelajaran matematika. Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika adalah dengan meningkatkan kesadaran siswa terhadap proses berpikir dan aktivitas belajarnya. Pembelajaran diawali sajian masalah kontekstual dengan melibatkan soft skills siswa dalam rangka mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan representasi matematis. Pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini diberi nama pembelajaran metakognitif berbasis soft skills. Pembelajaran ini menanamkan kesadaran kepada siswa suatu proses bagaimana merancang, memonitor, dan mengevaluasi proses berpikir dan aktivitas yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah. Untuk menyelesaikan masalah, siswa perlu menghubungkan pengetahuan yang lalu dan sekarang, menggunakan strategi pemecahan masalah yang tepat, dan merefleksikan proses dan solusi yang diperoleh. Pada setiap aktivitas yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran disisipkan pemberdayakan nilai-nilai soft skills diantaranya: religius, percaya diri, mandiri, rasa ingin tahu, kerja keras, santun, saling menghargai, jujur, dan kerjasama. Ketika membuka pelajaran, diberdayakan nilai-nilai soft skills diantaranya: religius, percaya diri, santun, dan jujur. Ketika siswa bekerja secara mandiri, diberdayakan nilai-nilai soft skills diantaranya: percaya diri, rasa ingin tahu, tanggung jawab, mandiri, dan kerja keras. Ketika diskusi kelompok, diberdayakan


(27)

nilai-nilai soft skills diantaranya: percaya diri, kerjasama, mandiri, peduli, saling menghargai, berpikir logis, santun, dan jujur. Ketika hasil diskusi kelompok dipresentasikan di depan kelas yang bertujuan untuk sharing ide antar kelompok, nilai-nilai soft skills yang diberdayakan diantaranya: mandiri, saling menghargai, percaya diri, tanggung jawab, dan santun.

Selain faktor pembelajaran, terdapat faktor lain yang diduga dapat berkontribusi terhadap perkembangan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan representasi matematis yaitu faktor level sekolah dan faktor kemampuan awal matematis siswa. Penerapan pembelajaran metakognitif berbasis soft skills pada sekolah dengan level berbeda diprediksi pencapaian siswa akan berbeda pula. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi biasanya masuk ke sekolah yang levelnya lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kemampuan sedang atau rendah. Meskipun secara formal sekolah-sekolah tidak dikelompokkan berdasarkan peringkatnya, tetapi masyarakat mengakuinya bahwa antara sekolah yang satu peringkatnya lebih tinggi dari yang lain. Tidak ada patokan yang baku dalam penentuan peringkat sekolah, tetapi biasanya berdasarkan prestasi yang diraih dalam berbagai hal. Untuk keperluan penelitian ini level sekolah ditentukan berdasarkan kualifikasi dinas setempat. Level sekolah yang dipakai yaitu dua kelompok yaitu kelompok tinggi dan sedang. Pemilihan sekolah level tinggi dan sedang didasari oleh pendapat Livingstone (1997) yang menyatakan bahwa metakognisi termasuk berpikir tingkat tinggi. Jadi sekolah level rendah tidak dipakai karena dikhawatirkan tidak dapat menjawab pertanyaan penelitian secara komprehensif. Pengelompokan ini juga bertujuan untuk melihat


(28)

adakah pengaruh bersama antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dengan level sekolah terhadap perkembangan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan representasi matematis.

Kemampuan awal matematis siswa juga penting diperhatikan dalam menerapkan pembelajaran metakognitif berbasis soft skills dalam rangka meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan representasi matematis. Sebagaimana Prajitno & Mulyantini (2008) menyatakan bahwa kemampuan siswa untuk mempelajari ide-ide baru bergantung pada pengetahuan awal mereka sebelumnya dan struktur kognitif yang sudah ada. Pengetahuan awal matematis merupakan modal bagi siswa dalam melakukan aktivitas pembelajaran, karena aktivitas pembelajaran adalah wahana terjadinya proses negosiasi makna antara guru dan siswa berkenaan dengan materi pembelajaran matematika. Siswa perlu memberdayakan pengetahuan awal matematisnya untuk dapat menunjukkan reperesentasi matematis dalam pemecahan masalah matematis. Dochy (Dyah, 2007) menyatakan bahwa pengetahuan awal siswa berkontribusi signifikan terhadap skor-skor postes atau perolehan belajar. Pembelajaran yang berorientasi pada pengetahuan awal akan memberikan dampak pada proses dan perolehan belajar yang memadai. Menurut pandangan konstruktivistik, pembelajaran bermakna dapat diwujudkan dengan menyediakan peluang bagi siswa untuk melakukan seleksi terhadap fakta-fakta kontekstual, dan mengintegrasikannya ke dalam pengetahuan awal siswa. Dalam penelitian ini, pengetahuan awal matematis siswa digunakan sebagai acuan untuk menentukan tingkat kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, dan bawah). Pengelompokan ini juga bertujuan


(29)

untuk melihat adakah pengaruh bersama antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan awal matematis terhadap perkembangan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan representasi matematis.

Beberapa penelitian tentang penerapan pembelajaran metakognitif telah dilaksanakan dan menyimpulkan bahwa: menghasilkan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa SMU yang lebih baik dibandingkan dengan yang mendapat pembelajaran biasa (Nindiasari, 2004); menghasilkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa yang lebih baik daripada mahasiswa yang belajar secara konvensional (Maulana, 2007); menghasilkan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa SMA yang lebih baik dibandingkan dengan yang mendapat pembelajaran konvensional (Wara, 2009); menghasilkan kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual dan metakognitif lebih baik dari pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran konvensional (Nanang, 2009).

Berdasarkan analisis peneliti, pembelajaran metakognitif yang diterapkan pada setiap penelitian tersebut belum memberdayakan soft skills. Penelitian ini dilakukan dengan memfokuskan pada pembelajaran metakognitif berbasis soft skills untuk mengetahui perkembangan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan representasi matematis siswa kelas VII ditinjau dari keseluruhan siswa, level sekolah (tinggi dan sedang) dan kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, dan bawah).


(30)

Pembelajaran matematika yang diterapkan dalam penelitian ini menanamkan kesadaran pada siswa suatu proses bagaimana merancang, memonitor, dan mengevaluasi proses berpikir dan aktivitas yang dilakukan dalam pemecahan masalah. Pada setiap aktivitas yang dilakukan dalam pembelajaran diiringi dengan pemberdayaan nilai-nilai soft skills diantaranya: religius, percaya diri, mandiri, tanggung jawab, rasa ingin tahu, kerja keras, santun, peduli, saling menghargai, jujur, dan kerjasama.

Pemberdayaan soft skills bertujuan agar siswa tidak merasa cemas dalam mempelajari matematika yang seringkali mereka anggap sulit dan menakutkan. Tingkah guru yang santun, mengajukan pertanyaan dengan ramah dan melibatkan siswa, mengajak siswa saling menghargai dan kerjasama dalam berdiskusi, mengajukan pertanyaan yang menantang tapi menarik, memberdayakan rasa ingin tahu, jujur, mandiri, dan percaya diri, diharapkan dapat memupuk nilai-nilai soft skills pada diri siswa. Nilai-nilai soft skills yang diberdayakan menghadirkan rasa nyaman dan rasa senang pada siswa dalam belajar matematika sehingga siswa rajin berpartisipasi dalam belajar seperti mengerjakan tugas-tugas dengan cermat yang bermuara pada keberhasilan dalam belajar khususnya untuk kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan representasi matematis dalam penelitian ini. Dengan demikian, penelitian ini selain mengembangkan perilaku metakognitif juga memberdayakan soft skills siswa yang sangat diperlukan dalam pembinaan karakter siswa sehingga disertasi ini diberi judul: “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Representasi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Metakognitif Berbasis Soft Skills”.


(31)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa aspek yang menjadi perhatian peneliti untuk dikaji dan dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini, yaitu: pembelajaran metakognitif berbasis soft skills, pembelajaran metakognitif, kemampuan pemecahan masalah matematis, dan kemampuan representasi matematis. Selain itu, diperhatikan faktor level sekolah (tinggi dan sedang) dan kategori kemampuan awal matematis (atas, tengah, dan bawah) sebagai variabel kontrol. Secara rinci rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa berdasarkan pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK) ditinjau dari keseluruhan siswa?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa level sekolah (LS) tinggi berdasarkan pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK)?

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa LS sedang berdasarkan pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK)?

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan kemampuan awal matematis (KAM) atas berdasarkan pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK)?


(32)

5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa KAM tengah berdasarkan pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK)?

6. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa KAM bawah berdasarkan pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK)?

7. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK) dengan LS (tinggi dan sedang) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?

8. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK) dengan KAM (atas, tengah, dan bawah) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?

9. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa berdasarkan pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK) ditinjau dari keseluruhan siswa?

10.Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa LS tinggi berdasarkan pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK)? 11.Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis

siswa LS sedang berdasarkan pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK)? 12.Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis


(33)

13.Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa KAM tengah berdasarkan pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK)?

14.Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa KAM bawah berdasarkan pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK)?

15.Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK) dengan LS (tinggi dan sedang) terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis siswa?

16.Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK) dengan KAM (atas, tengah, dan bawah) terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis siswa?

C.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan hasil penelitian secara komprehensif tentang perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran PMSS, PM, dan PK ditinjau dari: (1) keseluruhan siswa; (2) LS (tinggi dan sedang); dan (3) KAM (atas, tengah, dan bawah).

2. Mendeskripsikan hasil penelitian secara komprehensif tentang perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh


(34)

pendekatan pembelajaran PMSS, PM, dan PK ditinjau dari: (1) keseluruhan siswa; (2) LS (tinggi dan sedang); dan (3) KAM (atas, tengah, dan bawah). 3. Mendeskripsikan hasil penelitian secara komprehensif tentang interaksi antara

pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK) dengan LS (tinggi dan sedang) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan representasi matematis siswa.

4. Mendeskripsikan hasil penelitian secara komprehensif tentang interaksi antara pendekatan pembelajaran (PMSS, PM, dan PK) dengan KAM (atas, tengah, dan bawah) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan representasi matematis siswa.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut.

1. Bagi siswa, penerapan pembelajaran metakognitif berbasis soft skills (PMSS) dan pembelajaran metakognitif (PM) sebagai sarana untuk membiasakan siswa menyadari proses dan aktivitas berpikirnya dalam pembelajaran matematika, melibatkan siswa secara aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya, dan sebagai wahana meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan representasi matematis. Melalui pembiasaan seperti ini dalam pembelajaran matematika, diharapkan siswa mampu memecahkan masalah yang dihadapi dan menginternalisasi soft skills pada setiap aktivitas dalam kehidupan sehari-hari.


(35)

2. Bagi guru yang terlibat dalam penelitian ini, diharapkan mendapat pengalaman nyata menerapkan pembelajaran metakognitif berbasis soft skills (PMSS) dan pembelajaran metakognitif (PM) sehingga dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan sehari-hari untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan representasi matematis.

3. Bagi peneliti, merupakan pengalaman yang berharga sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan representasi matematis pada berbagai jenjang pendidikan.

E.Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan pada pembahasan dan analisis selanjutnya dalam penelitian ini maka dituliskan definisi operasional sebagai berikut.

1. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa memahami masalah (mengidentifikasi informasi yang diketahui dan ditanyakan dari situasi atau masalah); menyusun dan menyelesaikan rencana pemecahan masalah (membuat model matematis dan menyelesaikannya); dan menafsirkan hasil pemecahan masalah (menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal). 2. Kemampuan representasi matematis adalah kemampuan menyatakan situasi

masalah dalam bentuk simbolik berupa pernyataan matematis/notasi matematis dan numerik/simbol aljabar.


(36)

3. Soft skills adalah seperangkat keterampilan siswa dalam mengatur dirinya sendiri dan berinteraksi dengan guru dan siswa lainnya dalam pembelajaran

matematika meliputi: religius, percaya diri, mandiri, tanggung jawab, rasa

ingin tahu, kerja keras, santun, peduli, saling menghargai, jujur, dan kerjasama. 4. Pembelajaran metakognitif adalah pembelajaran yang menanamkan kepada siswa suatu proses bagaimana merancang, memonitor, dan mengevaluasi pengetahuan yang dimiliki untuk dikembangkan menjadi tindakan dalam menyelesaikan masalah matematis. Pembelajaran dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: (1) diskusi awal; (2) kemandirian; (3) refleksi dan penyimpulan. 5. Pembelajaran metakognitif berbasis soft skills adalah pendekatan yang

digunakan dalam pembelajaran matematika yang memiliki komponen pembelajaran metakognitif secara individual dan kelompok disertai dengan pemberdayaan soft skills siswa (religius, percaya diri, mandiri, tanggung jawab, rasa ingin tahu, kerja keras, santun, peduli, saling menghargai, jujur, dan kerjasama). Pembelajaran dilakukan melalui lima tahapan, yaitu: (1) diskusi awal; (2) kemandirian; (3) diskusi kelompok; (4) presentasi kelompok; (5) refleksi dan penyimpulan.

6. Kemampuan awal matematis adalah kemampuan yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung, kemampuan ini diukur dengan memberikan soal-soal terkait materi yang telah dipelajari sebelumnya dan menjadi prasyarat untuk mengikuti materi dalam penelitian ini.


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental-semu (quasi-experimental research) karena penelitian ini dilakukan dalam setting sosial dan berasal dari suatu lingkungan yang telah ada yaitu siswa dalam kelas, dengan menerapkan pendekatan metakognitif dalam pembelajaran matematika. Unit-unit penelitian ditentukan berdasarkan kelompok pembelajaran, kategori level sekolah, dan kemampuan awal matematis (KAM) siswa. Level sekolah ditetapkan menurut klasifikasi dari Dinas Pendidikan setempat berdasarkan rangking hasil ujian nasional dengan memilih dua sekolah yaitu sekolah level tinggi dan sekolah level sedang. Kemampuan awal matematis siswa dibagi ke dalam kelompok atas, tengah dan bawah. Dampak yang diteliti dan muncul pada subjek penelitian sebagai akibat dari perlakuan pembelajaran yang ditetapkan yaitu kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan representasi matematis siswa.

Dari masing-masing sekolah dipilih tiga kelas, satu sebagai kelas eksperimen-1, satu sebagai kelas eksperimen-2, dan satu sebagai kelas kontrol. Pembelajaran dibedakan menjadi tiga jenis yaitu pembelajaran metakognitif berbasis soft skills (eksperimen-1), pembelajaran metakognitif (eksperimen-2), dan pembelajaran konvensional (kontrol).

Pembelajaran metakognitif memiliki tiga fase utama yakni: diskusi awal, kemandirian, dan refleksi dan penyimpulan. Pembelajaran metakognitif berbasis soft skills adalah suatu pembelajaran yang pada setiap aktivitas siswa dalam pembelajaran terdapat penginternalisasian nilai-nilai soft skills sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini dilakukan berpatokan pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang


(38)

menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian, dalam pembelajaran perlu memberdayakan nilai-nilai karakter atau soft skills. Demikian juga hasil penelitian di Harvard University Amerika Serikat menunjukkan bahwa kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skills) saja, tetapi lebih ditentukan oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skills).

Penelitian ini melibatkan variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah pembelajaran metakognitif berbasis soft skills dan pembelajaran metakognitif, sedangkan variabel terikat adalah kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan representasi matematis. Selain itu, dalam penelitian ini melibatkan level sekolah (tinggi dan sedang) serta kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, dan bawah) yang ditetapkan sebagai variabel kontrol.

Penelitian ini melibatkan tiga kategori kelas sampel, yaitu kelas eksperimen-1 diberikan perlakuan pembelajaran metakognitif berbasis soft skills (X1), kelas eksperimen-2 diberikan perlakuan pembelajaran metakognitif (X2), dan kelas kontrol mendapat pembelajaran konvensional. Kelas-kelas tersebut tidak dibentuk dengan cara menempatkan secara acak subjek-subjek penelitian ke dalam kelas-kelas sampel, melainkan menggunakan kelas-kelas yang ada. Sebelum perlakuan pembelajaran diberikan pretes dan sesudahnya diberikan postes kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan representasi matematis (O). Penelaahan dilakukan berdasarkan kelompok pembelajaran, level sekolah, dan kemampuan awal matematis siswa.

Penelitian ini melibatkan tiga kelompok pada masing-masing level sekolah dengan desain kelompok kontrol pretes-postes (Ruseffendi, 2005) sebagai berikut.


(39)

A O X1 O A O X2 O A O O

Keterkaitan antar variabel dalam penelitian ini ditunjukkan dengan model Weiner yaitu pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.1

Keterkaitan antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Kemampuan Awal Matematis

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (P) Pembelajaran Metakognitif Berbasis

Soft Skills (PMSS)

Metakognitif (PM) Konvensional (PK) Level Sekolah Tinggi

(T)

Sedang (S)

Total Tinggi (T)

Sedang (S)

Total Tinggi (T) Sedang (S) Total KAM Atas (A)

PTA-PMSS PSA-PMSS PA-PMSS PTA-PM PSA-PM PA-PM PTA-PK PSA-PK PA-PK

Tengah (E)

PTE-PMSS PSE-PMSS PE-PMSS PTE-PM PSE-PM PE-PM PTE-PK PSE-PK PE-PK

Bawah (B)

PTB-PMSS PSB-PMSS PB-PMSS PTB-PM PSB-PM PB-PM PTB-PK PB-PK PB-PK

Total PT-PMSS PS-PMSS P-PMSS PT-PM PS-PM P-PM PT-PK PS-PK P-PK

Keterangan (Contoh):

P-PMSS : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pembelajaran metakognitif berbasis soft skills.

P-PM : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pembelajaran metakognitif.

PT-PM : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sekolah level tinggi yang mendapat pembelajaran metakognitif.

PA-PMSS : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa KAM atas yang mendapat pembelajaran metakognitif berbasis soft skills.

PTA-PM : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan KAM atas pada sekolahlevel tinggi yang mendapat pembelajaran metakognitif. PSA-PK : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan KAM atas

pada sekolah level sedang yang memperoleh pembelajaran konvensional.

PSB-PMSS : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan KAM

bawah sekolah level sedang yang mendapat pembelajaran metakognitif berbasis soft skills.

PSE-PM : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan KAM tengah pada sekolah level sedang yang mendapat pembelajaran metakognitif.


(40)

Tabel 3.2

Keterkaitan antara Kemampuan Representasi Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah dan Kemampuan Awal Matematis

Kemampuan Representasi Matematis (R)

Pembelajaran Metakognitif Berbasis

Soft Skills (PMSS)

Metakognitif (PM) Konvensional (PK)

Level Sekolah Tinggi (T)

Sedang (S)

Total Tinggi (T)

Sedang (S)

Total Tinggi (T) Sedang (S) Total KAM Atas (A)

RTA-PMSS RSA-PMSS RA-PMSS RTA-PM RSA-PM RA-PM RTA-PK RSA-PK RA-PK

Tengah (E)

RTE-PMSS RSE-PMSS RE-PMSS RTE-PM RSE-PM RE-PM RTE-PK RSE-PK RE-PK

Bawah (B)

RTB-PMSS RSB-PMSS RB-PMSS RTB-PM RSB-PM RB-PM RTB-PK RSB-PK RB-PK

Total RT-PMSS RS-PMSS R-PMSS RT-PM RS-PM R-PM RT-PK RS-PK R-PK

Keterangan (Contoh):

R-PMSS : Kemampuan representasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran metakognitif berbasis soft skills.

R-PM : Kemampuan representasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran metakognitif.

RT-PMSS : Kemampuan representasi matematis siswa sekolah level tinggi yang mendapat pembelajaran metakognitif berbasis soft skills. RA-PM : Kemampuan representasi matematis siswa dengan KAM atas yang

mendapat pembelajaran metakognitif.

RTA-PM : Kemampuan representasi matematis siswa dengan KAM atas pada sekolah level tinggi yang mendapat pembelajaran metakognitif. RSA-PK : Kemampuan representasi matematis siswa dengan KAM atas pada

sekolah level sedang yang mendapat pembelajaran konvensional.

B.Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP di kota Pekanbaru. Pemilihan siswa SMP berkaitan dengan pendekatan pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu pembelajaran metakognitif berbasis soft skills yang menanamkan kesadaran kepada siswa bagaimana merancang, memonitor dan mengevaluasi proses berpikir dan aktivitas dalam menyelesaikan masalah matematis disertai pemberdayaan soft skills. Siswa SMP yang sedang mengalami kondisi perkembangan fisik dan psikologis pada masa transisi serta perkembangan


(41)

kognitif dari konkrit ke formal sudah selayaknya mengikuti pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya. Sebagaimana Sabandar (2010) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika perlu dikembangkan kemampuan berpikir siswa secara optimal. Siswa tidak sekedar menerima materi matematika secara pasif, melainkan harus memiliki kesempatan memberdayakan pengetahuan yang telah dimilikinya.

Sampel penelitian ditentukan berdasarkan teknik purporsive sampling. Peneliti mengambil masing-masing satu sekolah dari setiap level SMP yang diteliti, yaitu sekolah level tinggi dan sekolah level sedang. Penentuan level sekolah didasarkan pada prestasi yang diperoleh dalam ujian nasional pada tahun pelajaran 2010/2011. Pengambilan level tinggi dan sedang didasari pertimbangan bahwa metakognisi tergolong berpikir tingkat tinggi (Livingston, 1997). Oleh sebab itu pembelajaran metakognitif berbasis soft skills dan pembelajaran metakognitif diprediksi berpeluang akan lebih berhasil pada kedua level tersebut ketimbang diterapkan pada level sekolah rendah. Dari masing-masing sekolah dipilih tiga kelas sampel yang memiliki jadwal tidak beririsan karena peneliti bertindak sebagai pengajar. Kemudian pemilihan kelas eksperimen-1, kelas eksperimen-2, dan kelas kontrol dilakukan secara acak.

Berdasarkan pertimbangan pengambilan sampel di atas, maka langkah-langkah penentuan sampel penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Meminta daftar nama SMP/MTs Negeri Kota Pekanbaru yang telah dirangking berdasarkan total nilai ujian nasional (UN) empat mata pelajaran


(42)

(Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA) tahun pelajaran 2010/2011 dari Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru.

2. Menentukan pengkategorian level sekolah dengan menggunakan kriteria yang mengacu pada kriteria yang digunakan Kadir (2010), sebagai berikut.

a. Sekolah level tinggi : total nilai  X + 0,5 .

b. Sekolah level sedang: X 0,5  total nilai <X + 0,5 . c. Sekolah level rendah : total nilai < X 0,5

3. Menentukan level SMP kota Pekanbaru berdasarkan total nilai UN tahun pelajaran 2010/2011 dengan memperhatikan kategori level di atas.

4. Mengambil satu SMP level tinggi dan satu SMP level sedang.

5. Mengambil tiga kelas VII pada masing-masing SMP terpilih yang jadwalnya tidak beririsan.

6. Menentukan secara acak kelas yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan PMSS (kelas eksperimen-1), pembelajaran dengan pendekatan PM (kelas eksperimen-2) dan kelas yang mendapat pembelajaran konvensional (kelas kontrol).

Berdasarkan data UN SMPN/MTsN tahun pelajaran 2010/2011 (Lampiran C-1) diperoleh bahwa rata-rata total nilai ( ̅) empat mata pelajaran yang diujikan sebesar 32,13 dengan simpangan baku (SB) 2,84. Dengan menggunakan aturan di atas, maka kategori level sekolah yang digunakan adalah:

1. kelompok atas :

2. kelompok tengah : 3. kelompok bawah:


(43)

Sekolah yang dijadikan tempat pelaksanaan penelitian yaitu SMP Negeri 13 Pekanbaru (sekolah level tinggi) dan SMP Negeri 10 (sekolah level sedang). Pemilihan kelompok sampel beserta ukurannya disajikan secara ringkas pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3

Sampel Penelitian Berdasarkan Level Sekolah

Level Sekolah Sekolah Kelompok Subyek Ukuran Sampel

Tinggi (ada 12 SMPN & 1

MTSN)

SMPN 13 (kelas VII)

Siswa Kelas VII-2

(Metakognitif-Soft Skills) 35 Siswa Kelas VII-1

(Metakognitif) 35

Siswa Kelas VII-4

(Konvensional) 34

Sedang (ada 18 SMPN & 2

MTSN)

SMPN 10 (kelas VII)

Siswa Kelas VII-1

(Metakognitif-Soft Skills) 33 Siswa Kelas VII-2

(Metakognitif) 32

Siswa Kelas VII-4

(Konvensional) 33

Jumlah 202

Siswa sampel sebanyak 202 ini sudah cukup representatif sesuai dengan pendapat (Ruseffendi, 2005) yang menyatakan bahwa banyaknya siswa untuk penelitian percobaan (eksperimen) paling sedikit 30 orang perkelompok.

SMP Negeri 13 Pekanbaru memiliki sepuluh kelas VII selanjutnya dipilih sebanyak tiga kelas dengan jumlah siswa 35 orang (kelas VII-1), 35 orang (kelas VII-2), dan 34 orang (kelas VII-4). Pada ketiga kelas perlu diuji kesetaraan data KAM. Sebelum uji kesetaraan, dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data KAM ketiga kelas.

Rumusan hipotesis untuk menguji normalitas data adalah: H0 : sampel berdistribusi normal


(44)

H1 : sampel tidak berdistribusi normal.

Kriteria pengujian yang digunakan adalah: jika nilai significance (sig.) dari Z lebih besar dari α = 0,05, maka H0 diterima; dalam hal lainnya, H0 ditolak. Uji normalitas data yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov.

Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa pada ketiga kelas data berdistribusi normal sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.4. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada Lampiran C-2.7.

Tabel 3.4

Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Matematis Siswa Kelas VII SMPN 13 Pekanbaru

Kelas n Rata-rata Simpangan Baku Sig. Keterangan

VII-1 35 11,29 4,055 0,200 Normal

VII-2 35 12,57 4,374 0,200 Normal

VII-4 34 11,35 3,507 0,110 Normal

Tabel 3.4. menunjukkan bahwa nilai significance (sig.) ketiga kelas lebih besar dari α = 0,05. Ini berarti data kemampuan awal matematis siswa ketiga kelas berdistribusi normal.

Selanjutnya dilakukan uji homogenitas data ketiga kelas menggunakan uji Levene. Rumusan hipotesis statistik adalah:

H0 : σ12= σ22 = σ32

H1 : minimal ada dua kelas yang variansinya berbeda. dengan

σ12

adalah varians data KAM siswa kelas VII-1 SMP N 13 Pekanbaru. σ22

adalah varians data KAM siswa kelas VII-2 SMP N 13 Pekanbaru. σ32


(45)

Kriteria pengujian yang digunakan adalah: jika nilai significance (sig.) lebih besar dari α = 0,05, maka H0 diterima; dalam hal lainnya, H0 ditolak. Uji homogenitas data yang digunakan adalah uji Levene. Hasil uji homogenitas data ketiga kelas disajikan pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal Matematis Siswa Kelas VII SMPN 13 Pekanbaru

Statistik Levene dk 1 dk 2 Sig.

0,949 2 101 0,391

Pada Tabel 3.5 dapat dilihat bahwa nilai significance (sig.) 0,391 lebih besar dari α = 0,05. Ini berarti data ketiga kelas variansinya homogen. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada Lampiran C-2.7.

Untuk mengetahui kesetaraan data KAM siswa dari ketiga kelas VII tersebut dilakukan uji ANAVA satu jalur. Rumusan hipotesis statistik yang diuji adalah:

H0 : μ1 = μ2 = μ3

H1 : minimal ada dua kelas yang rata-ratanya berbeda. dengan

μ1 adalah rata-rata KAM siswa kelas VII-1 SMP N 13 Pekanbaru. μ2 adalah rata-rata KAM siswa kelas VII-2 SMP N 13 Pekanbaru. μ3 adalah rata-rata KAM siswa kelas VII-4 SMP N 13 Pekanbaru.

Kriteria pengujian yang digunakan adalah: jika nilai significance (sig.) lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima; dalam hal lainnya H0 ditolak. Uji kesetaraan rata-rata data KAM siswa berdasarkan ketiga pendekatan pembelajaran


(46)

dilakukan dengan menggunakan uji ANAVA satu jalur. Hasilnya disajikan pada Tabel 3.6. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada Lampiran C-2.7.

Tabel 3.6

Uji Kesetaraan Data Kemampuan Awal Matematis Siswa Ketiga Kelas VII SMPN 13 Pekanbaru

Junlah Kuadrat df Rata-rata Kuadrat F Sig.

Antar Kelompok 36,511 2 18,256 1,141 0,323

Dalam Kelompok 1615,479 101 15,995

Total 1651,990 103

Tabel 3.6 menunjukkan bahwa nilai significance (sig.) adalah 0,323 lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata kemampuan awal matematis siswa ketiga kelas VII SMPN 13 Pekanbaru pada taraf signifikansi α = 0,05. Oleh karena itu, dapat dipilih secara acak ketiga kelas ini yaitu kelas VII-2 dijadikan sebagai kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan PMSS, kelas VII-1 sebagai kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan PM dan kelas VII-4 sebagai kelas yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan konvensional (PK).

SMP Negeri 10 Pekanbaru memiliki sepuluh kelas VII selanjutnya dipilih sebanyak tiga kelas terdiri dari 33 siswa (kelas VII-1), 32 siswa (kelas VII-2), dan 33 siswa (kelas VII-4).

Hasil uji normalitas data menunjukkan bahwa data kemampuan awal matematis siswa pada ketiga kelas ini berdistribusi normal sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 menunjukkan bahwa data KAM siswa ketiga kelas berdistribusi normal pada taraf significance α = 0,05. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada Lampiran C-2.7.


(1)

Garofalo, J. & Lester, F. K. (1985). Metacognition, Cognitive Monitoring, and Mathematical Performance. Dalam Journal for Research in Mathematics Education [Online]. Vol 16 (3), 14 halaman. Tersedia: http://www.jstor.org/stable/748391 [15 April 2010]

Hake, R. R. (1999). Analizing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/-sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [7 Mei 2011]

Harries, T. & Barmby, P. (2006). Representing Multiplication. Dalam Proceeding of the British Society for Research into Learning Mathematics. 26(3), 6 halaman. Tersedia: http://www.bsrlm.org.uk/IPs/ip26-3/BSRLM-IP-26-3-5.pdf[10 April 2011]

Hwang, W.Y., Chen, N.S., Dung, J.J., & Yang, Y.L. (2007). Multiple Representation Skills and Creativity Effects on Mathematical Problem Solving using a Multimedia Whiteboard System. Dalam Journal Educational Technology & Society [Online], Vol 10 (2), 22 halaman. Tersedia: http://www.ifets.info/journals/10-2/17.pdf[3 April 2011]

Ibraheem, A., Doyle, K.M., Czarnocha, B., & Baker, W. (2009). Proportional

Reasoning and Polya’s Problem Solving in Pre-Algebra Mathematics.

Dalam Mathematics Teaching-Research Journal [Online], Vol 3, 25 halaman.

Tersedia:http://www.hostoscuny.edu/departement/math/mtrj/archives/vol 3/issue 3/Proportional Reasoning Polya [20 November 2009]

Ibrahim. (2011). Peningkatan Kemampuan Komunikasi, Penalaran, dan Pemecahan Masalah Matematis serta Kecerdasan Emosional melalui Pembelajaran Berbasis-Masalah pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Kadir. (2008). Laporan Hasil Analisis Instrumen Tes Uji Coba: Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Komunikasi Matematik Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Kendari. FKIP Unhalu Kendari. tidak dipublikasikan. . (2009). Evaluasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelas

VIII SMP. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan II-2009, Lembaga Penelitian Universitas Lampung, FKIP Universitas Lampung, 24 Januari 2009, ISBN 978-979-18755-1-6, 10 halaman.

____. (2010). Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Potensi Pesisir sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik, Komunikasi Matematik, dan Keterampilan Sosial Siswa SMP. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(2)

Kalathil, R. R. & Sherin M.G. (2000). Role of Students’ Representations in the Mathematics Classroom. Dalam B. Fishman & S.O’Connor-Divelbiss (Eds). Fourth International Conference of the Learning Sciences [Online], 2 halaman.

Tersedia: www.umich.edu/~icls/proceedings/pdf/Kalathil.pdf

Kesumawati, N. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Laurens, T. (2010). Penjenjangan Metakognisi Siswa. Disertasi Doktor pada PPS Unesa. Surabaya: tidak diterbitkan.

Lioe, L.T., Fai, H.K., & Hedberg, J.G. (2006). Students’Metacognitive Problem

Solving Strategies in Solving Open-ended Problems in Pairs. [Online]. Tersedia: http://conference.nie.edu.sg/paper/new converted/aboo 287.pdf. [10 Maret 2010].

Livingston, J.A. (1997). Metacognition: An Overview. [Online]. Tersedia: http://gse.buffalo.edu/fas/shuell/CEP564/metacog.html[19 Maret 2010] Mahmudi. (2010). Pengaruh Pembelajaran dengan Strategi MHM Berbasis

Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis, serta Persepsi terhadap Kreativitas. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Matlin, M.W. (1998). Cognition (third ed.). New York: Harcourt Brace Publishers.

Maulana. (2007). Alternatif Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD. Tesis pada SPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

McCoy, L.P., Baker, T.H., & Little, S. (1996). Using Multiple Representations to Communicate: An Algebra Challenge. Dalam P.C Elliot dan M. J Kenney (Eds.). Yearbook Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Reston, VA: The National Council of Teachers of Mathematics.

McIntosh, R. & Jarrett, D. (2000). Teaching Mathematical Problem Solving: Implementing The vision. A Literature Review. [Online]. Tersedia: http://www.cimm.ucr.ac.cr/resoluciondeproblemas/PDFs/McIntosh%20R. pdf [18 Januari 2011]


(3)

Minium, E.W., King, B.M., & Bear, G. (1992). Statistical Reasoning in Psychology and Education. (third ed.). New York: John Wiley & Sons, Inc.

Mu’addab, H. (2010). Pengertian Soft Skill dan Hard Skill. [Online]. Tersedia:

http://hafismuaddab.wordpress.com/2010/02/13/pengertian-soft-skill-dan-hard-skill/ [8 April 2011]

Mullis, I.V.S., Martin, M.O., Foy, P., & Arora, A. (2012). TIMSS 2011 International Results in Mathematics. [Online]. Tersedia: http://timssandpirls.bc.edu/timss2011/downloads/T11_IR_Mathematics_ FullBook.pdf [3 Februari 2013]

Murni, A. (2010). Profil Kemampuan Representasi Matematis dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis siswa Kelas VII pada Materi Bilangan dan Aljabar. Makalah. tidak dipublikasikan.

Mohamed, M. & Nai, T.T. (2005). The Use of Metacognitive Proces in Learning Mathematics.Tersedia:http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/morgan. pdf [1 Januari 2010]

Nanang. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika pada Kelompok Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Pendekatan Kontekstual dan Metakognitif serta Konvensional. Disertasi Doktor pada SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and

Standards for School Mathematics, Reston: NCTM.

Neria, D. & Amit, M. (2004). Students Preference of Non-Algebraic Representation in Mathematical Communication. Dalam T. Nakahara & M. Koyama. (Eds). Proseeding of the 28thConferenceof the International Group for the Psychology of Mathematics Education [Online], Vol.3, 8 halaman.

Tersedia: http//www.emis.de/proceedings/PME28/RR/RR222_Neria.pdf Nindiasari, H. (2004). Pembelajaran Metakognitif untuk Meningkatkan

Pemahaman dan Koneksi Matematik Siswa SMU Ditinjau dari Perkembangan Kognitif Siswa. Tesis pada PPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

North Central Regional Educational Laboratory (NCREL). (1995). Metacognition. [Online].Tersedia:http://www.ncrel.org/sdrs/areas/issues/students/learning/ lr1metn.htm [23 Mei 2010]


(4)

Nur, M. (2000). Strategi-strategi Belajar. Surabaya: Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah.

Ohio Literacy Resource Center (OLRC) News., (2004). Metacognition. [Online]. Tersedia: http://www.literacy.kent.edu/ohioeff/resource.doc. [27 Juni 2008]

Ostad, S.A. Memahami dan Menangani Bilangan. [Online]. Tersedia:

http://www.idp-europe.org/indonesia/buku-inklusi/pdf/13-Memahami_dan_Menangani_Bilangan.pdf [20 Mei 2010]

Pativisan, S. & Niess, M.L. (2007). Mathematical Problem Solving Processes of Thai Gifted Students. Dalam Mediterranean Journal for Research in Mathematics Education [Online], Vol 6 (1 & 2), 22 halaman. Tersedia: http://math.unipa.it/~grim/21_project/21_charlotte_PativisanPaperEdit2.pd f [8 September 2009]

Pimta, S., Tayruakham, S., & Nuangchalerm, P. (2009). Factor Influencing Mathematic Problem Solving Ability of Sixth Grade Students. Journal of Sciences 5 (4), 5 halaman.Tersedia:

http://www.scipab.org/fulltext/jss/jss54381-385.pdf [16 November 2009]

Polya, G. (1973). How To Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. (second ed.). Princeton, New Jersey: Princeton University Press.

Prajitno, H.S. & Mulyantini, S.S. (Eds) (2008). Belajar untuk Mengajar (Edisi Ketujuh Buku Satu). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Prastiwi, W.Y. (2011). Soft Skills, Hard Skills dan Life Skills. [Online]. Tersedia: http://www.infodiknas.com/030-pengembangan-soft-skill-hard-skill-dan-life-skill-peserta-didik-dalam-menghadapi-era-globalisasi/ [8 April 2011] Purwanto, E.A. & Sulistyastuty, D.R. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif untuk

Administrasi Publik dan Masalah-masalah Sosial. Yogyakarta: Gava Media.

Ratnaningsih, N. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Doktor pada SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Rosengrant, D., Etkina, E., & Heuvelen, A.V. (2006). An Overview of Recent Research on Multiple Representations. [Online].Tersedia:

http://paer.rutgers.edu/ScientificAbilities/Downloads/Papers/DavidRosper c2006.pdf [18 September 2010]


(5)

Rosilawati, I. (2009). Pengembangan Soft Skills dalam Pembelajaran IPS di SMP, Melalui Model Cooperative Learning. [Online]. Tersedia: http://www.smpn1-pusakanagara.com/pengembangan-soft-skill-dalam-pembelajaran-ips-di-smp-melalui-model-cooperative-learning/.[11 Maret 2011]

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya (Edisi Revisi). Bandung: Tarsito.

_____________. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Sabandar, J. (2010). “Thinking Classroom dalam Pembelajaran Matematika di

Sekolah”. Dalam T. Hidayat (Eds.) Teori, Paradigma, Prinsip dan

Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia. Bandung: FPMIPA UPI.

Schulz, B. (2008). The Importance of Soft Skills: Education beyond Academic Knowledge. Journal of Language and Communication, Juni 2008. [Online]. Tersedia:http://www.freeebookspdf.net/The-importance-of-soft-skills-education-beyond-academic-knowledge. [5 Februari 2013]

Setiawan, T.R. (2012). Internalisasi Soft Skills melalui Diklat PAKEM dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pendidikan. Disertasi Doktor pada SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Shakir, R. (2009). Soft Skills at the Malaysian Institutes of Higher Learning. [Online].Tersedia:http://web3.fimmu.com/hsrw/vedio/book/soft%20skills/ soft%20skills%20at%20the%20Malaysian%20institutes%20of%20of%20 higher%. [5 Februari 2013]

Shoenfeld, A.H. (1992). “Learning to Think Mathematically: Problem Solving, Metacognition, and Sense Making in Mathematics”. Dalam D.A Grouws (Eds.) Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning. New York: Macmillan Library Reference.

Sternberg, R. J. (2001). “Teaching Problem Solving as away of Life”. Dalam

A.L Costay (Eds.) Developing Minds A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria, Virginia USA: Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD).

Sugiman. (2010). Dampak Pembelajaran Matematika Realistik terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Keyakinan Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta. Disertasi Doktor pada SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.


(6)

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. (1994). Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Tan, O.S. (2004). “Cognition, Metacognition, and Problem-based Learning”.

Dalam Enhancing Thinking Through Problem-based Learning Approaches. Singapore: Thomson Learning.

Thalheimer, W. & Cook, S. (2002). How to Calculate Effect Sizes from Published Research Articles: A Simplified Methodology. [Online].

Tersedia: http://education.gsu/coshima/EPRS8530/Effect_sizes_pdf4.pdf [20 Januari 2013]

Tjalla, A. (2010). Potret Mutu Pendidikan Indonesia Ditinjau dari Hasi-hasil Studi Internasional. [Online].

Tersedia: http://pustaka.ut.ac.id/pdfartikel/TIG601.pdf [16 Mei 2011] Uno, H.B. (2007). Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar

yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Wara, P.H. (2009). Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif. Tesis SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan. Yeo, K.K.J (2008). Secondary 2 Students’ Difficulties in Solving Non Routine

Problems.[Online].Tertsedia:

http://www.cimt.pymouth.ac.uk/journal/yeo.pdf [5 Desember 2009] Yimer, A. & Ellerton, N.F. (2006). Cognitive and Metacognitive Aspects of

Mathematical Problem Solving: An Emerging Model. [Online]. Tersedia: http://www.merga.net.au/documents/RP672006.pdf [18 Oktober 2009] Yoong, W.K. (2002). Helping Your Students to Become Metacognitive in

Mathematics: A DecadeLater.[Online].

Tersedia:http://www.math.nie.edu.sg/kywong/metacognition%20Wong. pdf [10 Februari 2010]