HUBUNGAN ANTARA HEALTH LOCUS OF CONTROL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS: Studi Korelasi terhadap Pasien Kanker Serviks di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung.

(1)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS (Studi Korelasi terhadap Pasien Kanker Serviks di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Jurusan Psikologi

Oleh : Novita Rosviantika

0806944

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2013

HUBUNGAN ANTARA

HEALTH LOCUS OF CONTROL

DENGAN TINGKAT DEPRESI


(2)

PADA PENDERITA KANKER SERVIKS

Oleh Novita Rosviantika

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan

© Novita Rosviantika 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(3)

(4)

(5)

i

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Novita Rosviantika (0806944). Hubungan antara Health Locus Of Control dengan Tingkat Depresi pada Penderita Kanker Serviks di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Skripsi Jurusan Psikologi UPI (2013).

Kanker serviks merupakan penyakit yang berat dan dapat menimbulkan gangguan psikologis. Adanya dampak dari penyakit dan prosedur pengobatan yang harus dijalaninya merupakan suatu situasi yang menekan. Kondisi ini mengakibatkan dampak yang berbeda pada setiap pasien, dari yang mengalami gangguan mood ringan sampai dengan yang menampilkan gejala-gejala depresi. Setiap pasien mempunyai keyakinan kendali atau health locus of control yang berbeda, keyakinan ini akan menentukan sejauh mana pasien mengalami tingkat depresi yang diakibatkan penyakit yang dialaminya. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran dan kejelasan secara empirik mengenai hubungan antara health locus of control dengan tingkat depresi pada pasien kanker serviks yang menjalani pengobatan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional yaitu variabel health locus of control dan variabel tingkat depresi. Penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan karakteristik sebagai berikut : penderita kanker serviks pada stadium II dan III yang berkisar berumur 40-60 tahun. Dalam penelitian ini sampel berjumlah sebanyak 30 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan The Multidimensional Health Locus of

Control Scales Form C dari Wallston dkk dan The Beck Depression Inventory

dari Aaron T. Beck. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini berupa data nominal, pengolahan data menggunakan metode statistik non parametrik, yaitu uji Chi-Kuadrat. Berdasarkan perhitungan uji korelasi Chi-Kuadrat dengan taraf

signifikansi (α) = 0,05, menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara health locus of control dengan tingkat depresi pada pasien kanker serviks yang menjalani pengobatan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Rekomendasi untuk peneliti selanjutnya agar mengambil jumlah sampel yang lebih banyak dan memperhatikan kesiapan responden saat pengambilan data.


(6)

ABSTRACT

Novita Rosviantika (0806944). Correlation between The Health Locus Of Control with The Depression Level Of Cervical Cancer Disease Patient at RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Skripsi Jurusan Psikologi UPI (2013).

Cervical cancer disease is one of terminal illness that could make psychological disturbance. The impact of the illness and the treatment procedure are stressful conditions for the patient. This condition had various impacts for each patient, from the patient who felt a mild mood disturbance to the patient who showed depression symptoms. Each patient has a different health locus of control, this believe will determine how far the patient will feel depressed as an impact from his/her cervical cancer disease condition. The aims oh this research is to have a clear description empirically about the correlation between the health locus of control and the depression level of cervical cancer patient at RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. The research method used on this research is a correlation that is variable health locus of control with variable level depression. The sampling technique used is a purposive sampling with this characteristic as follow: the patient that has suffered from cervical cancer diseases on stadium II and III with the age of the patient about 40-60 years old. In this research there were 30 patients that fit with the sample characteristic. Data collecting process used the Multidimensional Health Locus of Control Scales Form C from Wallston & Wallston and De Vellis, and The Beck Depression Inventory from Aaron T. Beck. The data from this research is a nominal data, so the data processed using a statistic non parametric method, that is Chi-Square. The result of the Chi-Square with (α) = 0.05 level of significance showed a non significant correlation between the health locus of control and the depression level of cervical cancer disease patient at RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Recommendations for further research in order to take a lot more number of samples and pay attention to the readiness of the respondents when data is retrieving.


(7)

iii

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 13

A. Definisi Kanker Serviks ... 13

B. Health Locus of Control ... 25

C. Depresi ... 36

D. Kerangka Berpikir ... 48

E. Asumsi ... 52

F. Hipotesis ... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 54

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 54

B. Desain Penelitian ... 55

C. Metode Penelitian ... 56

D. Definisi Operasional ... 57

E. Instrumen Penelitian ... 58

F. Proses Pengembangan Instrumen ... 62

G. Teknik Pengumpulan Data ... 64

H. Analisis Data ... 65

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 66

A. Hasil penelitian ... 66

B. Pembahasan ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik sehat secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam kondisi yang sehat manusia akan dapat melakukan segala sesuatu secara optimal. Tetapi pada kenyataannya selama rentang kehidupannya, manusia selalu dihadapkan pada permasalahan kesehatan salah satunya yaitu berupa penyakit yang diderita.

Jenis penyakit yang diderita bentuknya beraneka ragam, ada yang tergolong penyakit ringan dimana dalam proses pengobatannya relatif mudah dan tidak terlalu menimbulkan tekanan psikologis pada penderita. Tetapi, ada juga penyakit yang tergolong penyakit berat atau berbahaya dan dapat mengganggu kondisi emosional.

Penyakit kronis merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan menjadi penyebab utama kematian. Tingkat kondisi kronis dari yang tingkat ringan seperti kehilangan separuh pendengaran hingga kerusakan atau penyakit yang parah dan mengancam kehidupan seperti penyakit kanker, jantung koroner, dan diabetes (Taylor, 1999 : 328). Salah satu masalah kesehatan saat ini yang banyak menjadi pembicaraan adalah penyakit kanker dan aspek-aspek psikologis yang menyertainya (Idrayani, 2010).

Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia


(9)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

(WHO) tahun 2010 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit kardiovaskuler. Sedangkan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, kanker menempati urutan ke 6 penyebab kematian terbesar di Indonesia. Kanker dapat menyerang semua kelompok umur, masyarakat miskin dan kaya dan semua strata pendidikan, dari tidak sekolah sampai perguruan tinggi (Depkes RI, 2010).

Jenis kanker di Indonesia, didominasi oleh kanker payudara (30%) dan kanker kanker serviks (24%). Data yang diperoleh dari Yayasan Kanker Indonesia pada tahun 2007 menyebutkan setiap tahunnya sekitar 500.000 perempuan didiagnosa menderita kanker serviks dan lebih dari 250.000 meninggal dunia. Data lain dari Globocan (2008) menunjukkan bahwa kanker serviks menempati urutan kedua setelah kanker payudara, dengan kejadian rata-rata 15 per 100.000 perempuan dan jumlah kematian sebesar 7,8 % per tahun dari seluruh kanker pada perempuan di dunia. Total 2,2 juta perempuan di dunia menderita kanker serviks setiap tahun (Sukaca, 2009). Sementara data Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa setiap tahunnya terjadi 200.000 kasus kanker rahim di Indonesia (Anonim, 2010).

Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak di antara rahim (uterus) dengan liang senggama (Aziz, dkk., 2006). Kanker serviks terjadi ketika sel pada serviks mulai tumbuh tidak terkontrol dan kemudian menyerang jaringan terdekat atau menyerang ke seluruh tubuh. Secara histologi terdapat dua tipe utama kanker serviks yaitu karsinoma skuamosa dan


(10)

3

adenokarsinoma. Karsinoma skuamosa terdiri dari 80-85% kanker dan terjadi

lebih sering pada lanjut usia. Sisa dari kasus yang ada adalah adenokarsinoma yang terjadi lebih sering pada wanita usia muda dan cenderung akan menjadi kanker yang agresif (berkembang dengan sangat cepat) (Diananda, 2007).

Yayasan Kanker Indonesia pada tahun 2008 memaparkan bahwa angka kematian kanker serviks terbanyak di antara jenis kanker lain di kalangan perempuan. Diperkirakan, 52 juta perempuan Indonesia berisiko terkena kanker serviks, sementara 36% perempuan dari seluruh penderita kanker adalah pasien kanker serviks. Pada tahun 2008 jumlah pasien kanker yang berkunjung ke Rumah Sakit di Indonesia mencapai 6.511 dengan proporsi pasien kanker serviks yang rawat jalan adalah 16,47% dan rawat inap adalah 10,9% (Depkes RI, 2010).

Budaya dan adat ketimuran di Indonesia telah membentuk sikap dan persepsi yang jadi penghalang bagi perempuan untuk membuka diri kepada profesional medis dan berdaya diri melindungi kesehatan reproduksinya. Akibatnya, lebih dari 70% penderita kanker serviks datang untuk berobat ketika keadaan kesehatannya telah kritis, dan penyakit ditemukan dalam stadium lanjut hingga sulit diobati (Anonim, 2009).

Bagi banyak orang, penyakit kanker merupakan penyakit yang paling menakutkan. Orang cenderung mengasosiasikan diagnosis kanker dengan penyakit kematian (Sherida dan Radmacher, 1992 : 274). Adapun tingkat keparahan kanker beserta kemungkinan sembuhnya yaitu pada stadium I kemungkinan sembuhnya sebesar 90%, pada stadium II 70%, pada stadium III 40%, dan pada stadium IV pasien hanya memiliki 20% kemungkinan bertahan


(11)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

hidup (Harnowo, 2012). Kenyataan ini menempatkan seorang penderita kanker dalam keadaan kritis atau menjelang kematian.

Ketakutan paling umum yang dialami oleh pasien dengan kanker diantaranya pengrusakan, ketergantungan, nyeri, penurunan berat badan, penipisan finansial, kesepian dan kematian. Untuk menanggulangi ketakutan ini, penderita kanker akan mengalami pola perilaku yang berbeda yaitu shock, marah, denial, bargaining, depresi, keadaan tidak berdaya, keputusasaan, rasionalisasi, penerimaan dan intelektualisasi. Pola perilaku ini dapat terjadi selama proses kanker. Beberapa pola kelihatan terjadi lebih sering atau dengan intensitas yang lebih besar pada tahapan spesifik proses penyakit. Faktor yang menentukan bagaimana klien akan menanggulangi diagnosa kanker adalah kemampuan untuk menanggulangi kejadian stressful pada masa lalu, adanya orang terdekat, kemampuan mengekspresikan perasaan dan pemikiran, umur pada saat terdiagnosis, tingkat atau luasnya penyakit, gangguan body image, gejala yang ditunjukkan, pengalaman masa lalu dengan kanker dan sikap yang dihubungkan dengan kanker (Yani, 2007).

Kondisi dan penanganan pada penderita kanker akan dapat menimbulkan stres, sehingga tidak saja mempengaruhi kondisi fisik tetapi juga mempengaruhi kondisi psikologis penderita. Dampak fisik yang dialami antara lain nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kerontokan rambut, terjadinya nyeri di area panggul, perut bawah terasa sesak. Sedangkan, dampak psikologi yang muncul jika mengetahui dirinya menderita kanker maka akan menampilkan reaksi takut akan kematian, ketidakmampuan, ditelantarkan, ketergantungan, kehilangan


(12)

5

kemandirian, diputuskan dari hubungan fungsi peran (Tim Kanker Serviks, 2010). Selain itu, menurut Charmaz umumnya penderita kanker memiliki penerimaan diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan, cemas, frustasi, tertekan dan takut kehilangan seseorang (Lubis, 2009). Jika perasaan-perasaan tersebut dirasakan penderita dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan depresi.

Adanya dampak dari penyakit kanker menyebabkan para pasien akan berusaha untuk melakukan penilaian terhadap situasi menekan tersebut dan akan berupaya untuk menanggulanginya. Adanya diagnosa yang negatif, kondisi yang memburuk dan mengetahui ketidakefektifan treatment yang dijalaninya merupakan suatu stresor. Hal ini akan menimbulkan health locus of control pada pasien. Health locus of control merupakan derajat keyakinan seseorang apakah kesehatannya ditentukan oleh faktor internal atau oleh faktor eksternal, dalam arti pasien merasa bahwa dirinyalah yang bertanggung jawab terhadap kesehatannya atau dia merasa bahwa lingkungannya yang memberi andil terbesar akan kesehatannya (Wallston dan Wallston, 1981 : 8 ).

Keyakinan kendali diri terhadap kesehatan ini berbeda-beda pada setiap orang, sebab ditentukan oleh penilaian dan pengalaman-pengalaman selama rentang kehidupannya, sehingga menimbulkan perilaku yang berbeda-beda pula. Pada sebagian orang menampilkan perilaku yang lebih positif, dimana mereka termotivasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan melakukan kemoterapi secara teratur dan mengikuti prosedur pengobatan yang telah ditentukan, mereka merasa bahwa dirinya masih mampu untuk melakukan


(13)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

aktivitas seperti orang lain walaupun tidak seperti sebelumnya. Mereka merasa bahwa kondisi kesehatannya ditentukan oleh dirinya sendiri, tetapi pada sebagian orang lainnya menampilkan perilaku yang lain, dimana mereka merasa pesimis akan kondisi kesehatannya, sehingga dalam menjalani prosedur pengobatan harus didorong oleh orang lain karena mereka beranggapan bahwa kondisi kesehatannya sekarang tergantung pada dokter, perawat dan keluarganya ataupun dia beranggapan bahwa dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena semua itu telah ditentukan oleh Tuhan (Wallston dan Wallston, 1982).

Berbagai studi menunjukan bahwa locus of control bertindak sebagai suatu perantara yang mempengaruhi relasi antara stressor kehidupan dengan gangguan mental dan kesejahteraan fisik. Dari studi-studi yang menggunakan Rotter I-E scale, umumnya ditemukan relasi positif yang lebih besar antara life even dengan simptomatologi pada individu dengan locus of control eksternal dibanding locus

of control internal (Parkes, 1984 : 665).

Salah satu tindakan untuk pengobatan kanker serviks yang pada akhir-akhir ini cukup sering dilakukan adalah radioterapi (penyinaran). Efek samping yang dirasakan setelah menjalani radioterapi ditambah lagi dengan pengobatan yang memakan waktu selama 25 hari, akan membuat penderita mengalami stres (Tim Kanker Serviks 2010). Apabila stres ini dibiarkan maka kemungkinan penderita akan mengalami depresi.

Pasien kanker dengan internal health locus of control yang tinggi (tipe I) mungkin mencurahkan energi dan penghasilannya secara sia-sia dalam usaha dalam mengubah kondisinya atau menolak manfaat beberapa treatment yang


(14)

7

mungkin efektif, seperti kemoterapi atau radiasi. Kekurangan lain dari individu dengan tipe I yang kuat adalah dukungan terhadap keyakinan internal kemungkinan untuk menjauhkan dari penolong yang potensial. Keyakinan internal kemungkinan maladaptive untuk beberapa penderita kanker jika tidak ada yang dapat mereka lakukan pada kondisi tersebut (Wallston dan Wallston, 1982 : 88).

Diagnosis kanker serviks pada wanita akan menimbulkan stress emosional yang luar biasa. Emosi-emosi yang ditimbulkan termasuk depresi karena ketidakpuasan hidup dan keraguan mengenai masa depan, kecemasan, kebingungan, kemarahan karena kehilangan fungsi reproduksi dan peluang untuk mempunyai keturunan, dan perasaan bersalah karena aktivitas seksual terdahulu yang dapat menyebabkan kanker (Berek, 2005).

Menurut Beck (1967) depresi merupakan seperangkat pikiran negatif yang terdiri dari sikap negatif dan keyakinan negatif terhadap diri sendiri, dunia, dan orang masa depan. Depresi ditandai dengan kemurungan, kelesuan, kesedihan, perasaan putus asa, perasaan tidak berguna dan ketiadaan gairah hidup. Depresi merupakan gangguan kejiwaan yang sering terjadi. Setiap tahunnya WHO (World

Health Organization) mencatat 100 juta kasus depresi. WHO menempatkannya

sebagai salah satu masalah kesehatan yang amat penting di dunia. Prevalensi seumur hidup depresi pada masyarakat mencapai 15% pada pria dan 24% pada wanita. Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang banyak terjadi pada pasien kanker serviks (Massie dan Mary, 2004).

Kira-kira setengah dari seluruh klien kanker mengalami masalah kejiwaan. Dari penelitian pada klien ginekologis diperoleh hasil bahwa mereka yang paling


(15)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

berisiko mengalami gangguan psikologik adalah yang pernah mengalami gangguan ini sebelumnya, klien kanker serviks tahap lanjut dan mereka yang rasa sakitnya tidak teratasi (Tim Kanker Serviks, 2010).

Secara epidemiologik pada penderita kanker serviks di Indonesia baik yang berobat jalan maupun yang dirawat inap dilaporkan 51% menunjukkan kejadian (incidence) gangguan kejiwaan (psikiatrik). Dari penderita kanker yang mengalami gangguan psikiatrik tersebut di atas ternyata 68% mengalami gangguan penyesuaian (adjustment disorder), 22% mengalami depresi berat (major depression), 11% mengalami kecemasan dan kehilangan kesadaran (delirium). Dalam gangguan penyesuaian itu sendiri terdapat gejala-gejala kecemasan dan depresi yang disebabkan karena yang bersangkutan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan penyakitnya (Hawari, 2001).

Berdasarkan penelitian di RSUP.H.Adam Malik dan RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2008 pada pasien kanker serviks didapatkan 28,0% mengalami depresi ringan, 37,7% depresi sedang dan 34,7% depresi berat. Adapun karakteristik pasien dengan depresi sedang dan berat terbanyak pada: kelompok usia 40 tahun, pendidikan SD, kawin, suku batak, pendapatan 500 ribu-1 juta, stadium II, belum diterapi, lamanya waktu diagnosa ditegakan < 1 tahun, serta dukungan berobat oleh anak dan suami (Aldiansyah, 2008).

Selain itu penelitian di RSUP.H. Adam Malik pada tahun 2009 diperoleh hasil bahwa dari 38 orang pasien kanker serviks yang menjalani perawatan inap dan rawat jalan pasien yang tidak mengalami depresi sebanyak 20 orang (52.65%), depresi ringan sebanyak 8 orang (21,1%), dan depresi berat sebanyak 5


(16)

9

orang (13.2%). Karakteristik pasien terbanyak pada tingkat depresi ringan adalah sebagai berikut : umur 40-49 tahun, pekerjaan ibu rumah tangga, pendidikan SD, status kawin, lama terdiagnosa < 1 tahun dan berada pada stadium IIB (Tama, 2009).

Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

“Hubungan antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi pada

Penderita Kanker Serviks”.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Setelah terdiagnosis kanker serviks, seseorang akan melakukan penilaian terhadap sumber stres tersebut. Seseorang akan melihat apakah keadaan tersebut dapat ia tanggulangi atau tidak, sehingga akan memunculkan keyakinan kendali diri pada diri seseorang terhadap kesehatannya yang disebut health locus of

control (Wallston dan Wallston, 1982).

Ada 8 (delapan) pola harapan health locus of control, berdasarkan relatif tinggi rendahnya skor individu pada masing-masing dimensi internal health locus

of control, powerfull others health locus of control dan chance health locus of control (Wallston dan Wallston, 1982). Tiga pola pertama adalah tipe “murni”,

masing-masing berisi persetujuan. Tiga tipe berikutnya berisi skor yang tinggi pada dua dimensi dan skor yang rendah pada satu dimensi. Tipe IV disebut

“eksternal ganda” (double health eksternal) karena individu mendukung dua

dimensi eksternal, tapi tidak setuju dengan pernyataan-pernyataan internal. Tipe V ditandai oleh skor tinggi pada internal health locus of control, powerfull others


(17)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

health locus of control dan skor rendah pada chance health locus of control. Tipe

VI (internal health locus of control dan chance health locus of control tinggi,

powerfull others health locus of control rendah) kemungkinan tidak dijumpai atau

sangat jarang dijumpai. Tipe VII dan VIII seluruh dimensi bersama-sama tinggi atau rendah) dapat muncul dua kemungkinan, yaitu secara valid merefleksikan keyakinan health locus of control atau terjadi karena respon bias.

Situasi dan persepsi tentang penyakit kanker serviks dan prosedur pengobatannya berpotensi dan dapat menimbulkan berbagai tekanan atau stres. Tekanan ini dapat berupa tekanan fisik akibat kerusakan organis pada reproduksi ataupun tekanan psikologis yang berupa sikap terhadap penyakit dan keyakinan akan kesembuhan dari penyakit yang dideritanya, serta tekanan sosial dengan adanya anggapan dari keluarga dan masyarakat sebagai orang cacat. Tekanan tersebut dapat menimbulkan gejala-gejala depresi pada para penderita. Depresi adalah keadaan mood yang ditandai dengan adanya perasaan yang tidak adekuat, perasaan sedih, penurunan dalam aktivitas dan reaktifitas, pesimis, kesedihan dan simptom-simptom lainnya (Hawari, 2001).

Adapun rumusan masalah yang dituangkan ke dalam pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah gambaran health locus of control pada penderita kanker serviks?

2. Bagaimanakah gambaran tingkat depresi pada penderita kanker serviks? 3. Bagaimanakah hubungan antara health locus of control dengan tingkat


(18)

11

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gambaran health locus of control pada penderita kanker serviks.

2. Untuk mengetahui gambaran tingkat depresi pada penderita kanker serviks. 3. Untuk mengetahui bagaimanakah hubungan antara health locus of control

dengan tingkat depresi pada penderita kanker serviks.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk hal berikut:

a. Menjadi masukan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu psikologi terutama psikologi kesehatan.

b. Merangsang peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan psikologis yang berkaitan dengan kesehatan secara umum, atau permasalahan psikologis pada penderita kanker serviks secara khusus.

2. Manfaat praktis

Dalam tataran praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yaitu:

a. Memberikan pemahaman bagi para penderita kanker serviks, mengenai permasalahan psikologis yang mereka rasakan.


(19)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

b. Membantu dalam rangka mempertimbangkan langkah praktis dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan health locus of

control tingkat depresi pada penderita kanker serviks.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Adapun rincian mengenai urutan penulisan dari setiap bab dalam skripsi ini dijabarkan sebagai berikut.

BAB I : Mencakup latar belakang penelitian, identifikasi dan pemaparan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi.

BAB II : Mencakup teori-teori (kanker serviks, health locus of control, dan tingkat depresi), kerangka pemikiran, asumsi penelitian dan hipotesis penelitian.

BAB III : Mencakup lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data serta analisis data.

BAB IV : Mencakup pemaparan data dan pembahasan data.


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Sampel Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini yaitu Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Hal ini didasari oleh beberapa pertimbangan peneliti, terutama yang terkait dengan kemudahan akses untuk menjangkau subjek penelitian, waktu dan biaya.

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita kanker serviks yang menjalani perawatan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Populasi adalah keseluruhann subjek penelitian (Arikunto, 2006). Lebih lanjut Sugiyono (2011) menjelaskan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertetu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan metode purposive sampling. Dalam purposive sampling peneliti secara intensional (sengaja) hanya mengambil beberapa daerah atau sekelompok saja (Hadi, 1997: 82). Mengenai jumlah sampel penelitian, Hadi (1977 : 86) mengungkapkan lebih jauh tentang tidak adanya ketetapan mutlak tentang berapa persen suatu sampel harus diambil dari populasi. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas maka sampel pada penelitian ini adalah 30 pasien kanker serviks RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.


(21)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Seleksi terhadap sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan karakteristik tertentu. Karakteristik sampelnya adalah sebagai berikut :

1. Subjek adalah pasien yang sedang menjalani perawatan kanker seviks di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada stadium II dan III karena mayoritas pasien kanker serviks mengalami depresi berada pada staduim tersebut. Penelitian sebelumnya pada pasien kanker serviks dengan menggunakan skala BDI II menunjukan bahwa pasien yang mengalami depresi ringan paling banyak dijumpai pada kelompok stadium IIB 33,3%, depresi sedang pada kelompok stadium IIIB 39,3%, dan depresi berat paling banyak dijumpai pada kelompok stadium IIIB yaitu 61,5%, (Aldiansyah, 2008).

2. Usia 40-60 tahun

Sampel dibatasi pada usia 40-60 tahun karena mayoritas penderita kanker serviks yang dapat ditemui di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung berada pada rentang usia tersebut.

3. Tidak ada riwayat gangguan psikopatologis sebelumnya. 4. Tidak menerima obat-obatan anti depresan.

5. Bersedia menjadi subjek penelitian.

B. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu health locus of control sebagai variabel independen dan tingkat depresi sebagai variabel dependen. Di antara kedua variabel ini akan dicari hubungannya. Analisa data yang digunakan


(22)

56

untuk mencapai tujuan penelitian ini adalah uji statistik Koefisien Kotingensi. Data yang dikumpulkan diperoleh dari kuesioner Multidimensional Health Locus

of Control Scales (MHLC) dan Beck Depression lnventory II (BDI).

Gambar 3.1 Desain Penelitian

C. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menekankan analisisnya pada data-data numerikal atau angka yang diolah dengan metode statistika serta dilakukan dengan penelitian inferensial atau dalam angka pengujian hipotesis sehingga diperoleh signifikasi hubungan antara variabel yang di teliti (Azwar, 2007 : 5).

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional, yaitu penelitian dilaksanakan dengan mengumpulkan data berupa dua variabel atau lebih dari subjek penelitian, untuk kemudian diuji apakah variabel-variabel tersebut memiliki hubungan. Penelitian korelasional mendeteksi sejauhmana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi-variasi-variasi pada satu atau lebih faktor yang lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2002). Metode korelasional dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel health locus of control dan variabel tingkat depresi pada penderita kanker serviks.

Health locus of control

(Variabel Independen)

Tingkat depresi (Variabel Dependen)


(23)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

D. Definisi Operasional

Berikut ini adalah definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini :

1. Health locus of control dalam penelitian ini adalah derajat keyakinan

pasien kanker serviks yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung mengenai sumber pengendali perilaku dalam menghadapi kesehatannya yang meliputi :

a. lnternal health locus of control, yaitu keyakinan seseorang bahwa

pengendali perilakunya berasal dari dirinya sendiri, yang berarti menunjukkan kecenderungan bahwa pasien yakin kalau yang bertanggung lawab terhadap kesehatannya adalah dirinya sendiri. b. Powerfull others health locus of control, yaitu keyakinan seseorang

bahwa pengendali perilakunya berasal dari luar dirinya, yang berarti menunjukkan kecenderungan bahwa pasien yakin kalau yang bertanggung lawab terhadap kesehatannya adalah orang lain yang berpengaruh seperti dokter, perawat, keluarga dan teman.

c. Chance health locus of control, yaitu keyakinan seseorang bahwa

pengendali perilakunya berasal dari nasib dan keberuntungan, yang berarti pasien bersikap menerima terhadap apapun yang terjadi dengan kesehatannya.

Tinggi rendahnya kecenderungan health locus of control dilihat dari skor pada masing-masing dimensi yang diukur dengan Multidimensional


(24)

58

2. Tingkat depresi dalam penelitian ini adalah derajat keparahan depresi yang dialami oleh para pasien berdasarkan pada gejala depresi yang dirasakannya. Gejala depresi ditandai dengan kemurungan, kelesuan, kesedihan, perasaan putus asa, perasaan tidak berguna dan ketiadaan gairah hidup. Tinggi rendahnya tingkat depresi diukur dengan menggunakan Beck Depression Inventory II.

E. Instrumen Penelitian

1. Instrumen Health Locus Of control

Alat ukur Health Locus Of control diadaptasi oleh peneliti dengan mengacu pada alat ukur Multidimensional Health Locus Of Control Scales Form

C yang disusun oleh Wallston dan Smith (1994) yang merupakan skala Multidimensional Health Locus Of Control bagi orang-orang dengan kondisi

kesehatan yang spesifik, dalam hal ini adalah kanker serviks. Alat ukur ini bertujuan untuk mengukur kecenderungan seseorang terhadap sumber kontrol tingkah laku terhadap kesehatannya. Reliabilitas alat ukur ini berkisar pada 0.70-0.80 (Reliabel).

Dalam cara pengisian jawaban, responden diminta untuk menentukan apakah pernyataan tersebut sesuai atau tidak dengan dirinya. Setiap item mempunyai alternatif jawaban yang menunjukkan derajat kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan dirinya. Enam alternatif jawaban ini mulai dan sangat tidak setuju, agak setuju, agak tidak setuju, sedikit setuju, setuju dan sangat setuju, kemudian akan diberikan skor berkisar 1-6.


(25)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tabel 3.1 Format Jawaban

Multidimensional Health Locus Of Control Scales Form C

Format Alternatif Jawaban Skor Item Sangat Tidak Setuju (STS) 1

Tidak Setuju (TS) 2

Agak Tidak Setuju (ATS) 3

Agak Setuju (AS) 4

Setuju (S) 5

Sangat Setuju (AS) 6

Multidimensional health locus of control scales memiliki tiga dimensi

yaitu intenal health locus of control, powerfull others health locus of control, dan

chance health locus of control. Skor yang diperoleh dari ketiga dimensi yang

berbeda secara teoritis dan empiris tersebut, tidak dapat digabungkan menjadi skor tunggal melainkan harus dievaluasi secana terpisah sehingga menghasilkan data nominal.

Tabel 3.2 Penyekoran

Multidimensional Health Locus Of Control Scales Form C

Sub Skala Range

Skor

Item

Internal 6 - 36 1, 6, 8, 12, 13, 17

Chance 6 - 36 2, 4, 9, 11, 15, 16

Doctors 3 - 18 3, 5, 14

Other People 3 - 18 7, 10, 18

Setelah didapatkan skor pada masing-masing dimensi internal health locus


(26)

60

control kemudian dilakukan perhitungan median pada masing dimensi untuk

menentukan salah satu dari delapan tipologi. 2. Instrumen Tingkat Depresi

Alat ukur untuk mengukur tingkat depresi menggunakan alat ukur adaptasi dari Aaron T Beck yaitu yang digunakan adalah The Beck Depression lnventory

II. Beck Depression lnventory II merupakan suatu alat pengukur kemurungan yang

dapat dipercaya. Alat ini mendeteksi ada atau tidaknya depresi dan secara tepat menunjukkan tingkat keparahannya.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Beck dan kawan-kawan, pengembangan inventori ini akan memberikan keuntungan untuk tujuan-tujuan penelitian. Keuntungan tersebut adalah :

a. Bahwa ia dapat merangkum masalah variabilitas dari diagnosis klinis dan memberikan suatu standarisasi; dengan inventori ini setiap pasien akan ditanya dengan pertanyaan yang sama dan cara yang sama pula. b. lnventori ini akan dapat digunakan dengan mudah

c. Karena inventori ini menghasilkan skor numerik, maka memungkinkan untuk diperbandingkan dengan data kuantitatif yang lain dan dapat pula diterapkan beberapa variasi perhitungan statistik.

Karena adanya skor yang bergradasi, inventori ini mungkin merupakan indikator yang sensitif dari perubahan-perubahan kedalam depresi.


(27)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

lnventori ini juga mengupayakan pembedaan semaksimal mungkin antara individu yang menderita depresi dan individu yang tidak mengalami depresi. Bentuk alat ini :

a. Sejalan dengan meningkatnya keparahan depresi, semakin meningkat jumlah gejalanya, juga adanya suatu perkembangan peningkatan frekuensi gejala depresi. mulai dari tidak depresi menuju depresi ringan, depresi sedang, depresi berat.

b. Pasien yang makin depresi, maka makin intens pula gejala depresi yang dialaminya.

Pada inventori ini, setiap kategori gejala terdiri dari suatu seri pernyataan yang mencerminkan derajat keparahan depresi. Pada setiap kategori gejala terdapat gradasi nilai dari 0 sampai 3.

Tabel 3.3 Format Jawaban

Beck Depression Inventory II

Format Alternatif Jawaban Skor Item

0 0

1 1

2 2

3 3

Sistem penilaiannya dilakukan dengan menjumlahkan nilai gejala yang dipilih subjek pada setiap item. Dari skor total yang didapat subjek, kemudian dilakukan perhitungan median sehingga diperoleh 2 tingkat depresi yaitu, tinggi dan rendah. Apabila skor BDI berada diatas median maka termasuk dalam


(28)

62

kategori tingkat depresi tinggi dan apabila skor BDI berada dibawah atau sama dengan median maka termasuk dalam kategori tingkat depresi rendah.

B. Proses Pengembangan Instrumen

1. Uji Validitas

Pengujian validitas dalam penelitian ini dengan menggunakan validitas isi. Pengujian validitas isi dilakukan dengan cara meminta pendapat dari para ahli sebanyak 3 orang (judgement experts) yaitu setelah intrumen Health Locus Of

Control dan Beck Depression Inventory II disusun kemudian dikonsultasikan

dengan para ahli. Para ahli yang dimintai pendapatnya adalah sebanyak tiga orang. Hasil dari judgement adalah perbaikan penulisan pernyataan.

2. Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila dilakukan dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama akan diperoleh hasil yang sama (Azwar, 2007). Uji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan rumusan koefisien Alpha Cronbach, yang dihitung menggunakan bantuan software SPSS versi 19.0. Nilai koefisien α berkisar 0 sampai 1. Semakin tinggi nilai koefisien kehandalannya, semakin baik alat ukurnya. Prinsip umum yang digunakan dalam menafsirkan tinggi rendahnya koefisien reliabilitas alat ukur dan ada tidaknya korelasi antara dua variabel menurut Guilford (dalam Azwar, 2007) adalah sebagai berikut:


(29)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tabel 3.4 Koefisien Reliabilitas Nilai Reliabilitas Tingkat Reliabilitas

0,90 -1,00 Sangat Reliabel

0,71-0,89 Reliabel

0,41-0,70 Cukup Reliabel

0,21-0,40 Kurang Reliabel

0,00-0,20 Tidak Reliabel

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh tingkat reliabilitas Instrumen Health

Locus Of Control sebesar 0,826 (reliabel) sedangkan tingkat reliabilitas instrumen Beck Depression Inventory II sebesar 0,815 (reliabel).

Selain itu tiap item akan dilihat nilai corrected item-total correlation-nya untuk menentukan item-item mana saja yang patut dipertahankan untuk kemudian diikutsertakan dalam pengolahan data berikutnya. Ahli psikometri menyatakan bahwa batas minimal corrected item-total correlation untuk menentukan item tersebut dipertahankan atau dibuang adalah sebesar 0.30. Namun sebagian ahli lainnya mengatakan bahwa corrected item-total correlation 0.25 adalah cukup. Untuk itu jika sebuah item tidak mencapai 0.30 namun jika item itu dihapus akan ada indikator yang terbuang maka kriterianya bisa diturunkan menjadi 0.25.

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa pada instrumen Health

Locus Of Control terdapat 12 item yang layak dari 18 jumlah item sedangkan

pada intrumen Beck Depression Inventory II terdapat 17 item layak dari 21 jumlah keseluruhan item. Secara lebih rinci item-item tersebut dapat dilihat dalam tabel 3.5.


(30)

64

Tabel 3.5 Item-Item Pengembangan Instrumen

Multidimensional Health Locus Of Control Scales Form C

Dimensi Item Layak Total

1. Internal 6, 8, 12, 13, 4

2. Powerfull Others 5, 14 2

3. Chance 2, 4, 9, 11, 15, 16 6

Jumlah 12

Tabel 3.6 Item-Item Pengembangan Instrumen

Beck Depression Inventory II

Dimensi Item Layak Total

1. Simtom Emosional 1, 4, 10, 3

2. Simtom Kognitif 2, 3, 5, 6, 7, 8 ,13 7

3. Simtom Motivasional 9, 12 2

4. Simtom Fisik-Vegetatif 16, 17, 18,19, 21 5

Jumlah 17

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2011). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang telah diadaptasi. Kuesioner yang dibagikan disertai dengan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian juga pertanyaan yang berkaitan dengan data diri dan data-data demografis responden.


(31)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

H. Analisis Data

Metode analisa data merupakan langkah yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian. Tujuannya untuk mendapatkan kesimpulan dari hasil penelitian. Uji statistik yang digunakan yaitu, teknik analisis koefisien kontingensi.

Kriteria Pengujian Hipotesis:


(32)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian merupakan penjelasan dari pertanyaan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah gambaran health locus of control pada penderita kanker serviks?

2. Bagaimanakah gambaran tingkat depresi pada penderita kanker serviks? 3. Bagaimanakah hubungan antara health locus of control dengan tingkat

depresi pada penderita kanker serviks?

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian berupa pengolahan statistik dengan menggunakan bantuan software SPSS version 19.0 for Windows. Selanjutnya akan dilakukan analisis dari data yang telah diperoleh untuk mengetahui hubungan antara health locus of control dengan tingkat depresi pada penderita kanker serviks. Sebelumnya akan dipaparkan karakteristik responden dalam penelitian ini.

1. Gambaran Responden

Responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 orang penderita kanker serviks di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Dari kuesioner yang telah diisi oleh responden didapat data identitas responden sebagai berikut.


(33)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tabel 4.1 Gambaran Responden

Penderita Kanker Serviks di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Karakteristik Reponden

Jumlah Persentase

Usia 40-45 tahun 13 43 %

46-50 tahun 10 33 %

51-55 tahun 5 17 %

56-60 tahun 2 7 %

Jumlah 30 100%

Pendidikan Terakhir

SD 5 17 %

SMP 16 53 %

SMA 9 30%

Jumlah 30 100%

Pekerjaan IRT 25 83 %

Pedagang 2 7 %

PNS 3 10%

Jumlah 30 100%

Status Pernikahan Janda 5 17 %

Menikah 25 83%

Jumlah 30 100%

Stadium IIA 3 10 %

IIA2 3 10 %

IIB 8 27 %

IIB2 1 3 %

IIIA 4 13 %

IIIB 11 37%

Jumlah 30 100%

Lama Sakit < 1 – 2 tahun 24 80%

2-3 tahun 6 20%

Jumlah 30 100%

Berdasarkan data responden yang didapatkan diketahui bahwa mayoritas penderita kanker serviks di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung yaitu, usia 40-45 tahun (43%), pendidikan terakhir SMP (53%), pekerjaan ibu rumah tangga (83%),


(34)

68

status pernikahan menikah (83%), stadium IIIB (37%), dan lama sakitnya dibawah 2 tahun (80%).

2. Gambaran Umum Health Locus of Control pada Penderita Kanker

Serviks

Perhitungan statistik yang digunakan untuk variabel health locus of control adalah dengan perhitungan median hal ini dilakukan untuk mengklasifikasikan

health locus of control yaitu intenal health locus of control, powerfull others health locus of control, dan chance health locus of control ke dalam dua kategori

yaitu, tinggi dan rendah yang menjadi dasar dalam penentuan tipologi. Responden dikatakan memiliki kecenderungan health locus of control tinggi apabila skor

Multidimensional Health Locus of Control Scales (MHLOC) yang dicapai lebih

dari nilai median. Sebaliknya, dikatakan memiliki kecenderungan health locus of

control rendah apabila nilai yang dicapai kurang dari sama dengan median. Secara

lebih rinci hasil perhitungan tersebut ditampilkan dalam tabel berikut ini. Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Median

Internal Health Locus of Control

Statistics

Internal

N Valid 30

Missing 0

Mean 17,7667

Std. Error of Mean ,69594

Median 18,0000

Std. Deviation 3,81181

Variance 14,530

Range 13,00

Minimum 11,00

Maximum 24,00


(35)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berdasarkan hasil perhitungan median pada dimensi internal health locus of

control diatas diperoleh nilai median sebesar 18.

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Median

Powerfull others Health Locus of Control

Statistics

Powerfull others

N Valid 30

Missing 0

Mean 27,0667

Std. Error of Mean ,87616

Median 28,0000

Std. Deviation 4,79895

Variance 23,030

Range 20,00

Minimum 16,00

Maximum 36,00

Sum 812,00

Berdasarkan hasil perhitungan median pada dimensi powerfull others health locus

of control diatas diperoleh nilai median sebesar 28.

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Median

Chance Health Locus of Control

Statistics

Chance

N Valid 30

Missing 0

Mean 7,8000

Std. Error of Mean ,39070

Median 8,0000

Std. Deviation 2,13993

Variance 4,579

Range 8,00

Minimum 4,00

Maximum 12,00


(36)

70

Berdasarkan hasil perhitungan median pada dimensi chance health locus of

control diatas diperoleh nilai median sebesar 28.

Berikut ini merupakan gambaran umum health locus of control berdasarkan ketiga dimensi tersebut.

Tabel 4.5 Gambaran Health Locus of Control Penderita kanker Serviks

HLOC KRITERIA Jumlah

Norma Kategori Frekuensi Persentase

IHLOC X >18 Tinggi 14 46 % 30

X ≤ 18 Rendah 16 54 %

PHLOC X > 28 Tinggi 10 34 % 30

X ≤ 28 Rendah 20 66 %

CLHOC X > 8 Tinggi 14 46 % 30

X ≤ 8 Rendah 16 54 %

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka diketahu bahwa : a. Internal Health Locus of Control

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebanyak 14 orang penderita kanker serviks (46%) memiliki kecenderungan IHLOC yang tinggi, sementara 16 orang lainnya (54%) memiliki kecenderungan IHLOC yang rendah.

b. Powerfull Others Health Locus of Control

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebanyak 10 penderita kanker serviks (34%) memiliki kecenderungan PHLOC yang tinggi, sementara 20 orang lainnya (66%) memiliki kecenderungan PHLOC yang rendah.


(37)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

c. Chance Health Locus of Control

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebanyak 14 penderita kanker serviks (46%) memiliki kecenderungan PHLOC yang tinggi, sementara 16 orang lainnya (54%) memiliki kecenderungan PHLOC yang rendah.

Dari kecenderungan health locus of control ini, kemudian digolongkan pada salah satu dari delapan tipologi health locus of control berdasarkan tinggi rendahnya skor individu pada masing-masing dimensi internal health locus of

control, powerfull others health locus of control dan chance health locus of control dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.6 Hasil Tipologi HLOC Penderita Kanker Serviks

Tipologi HLOC

Frekuensi Persentase

Tipologi I 3 10 %

Tipologi II 1 3 %

Tipologi III 2 7 %

Tipologi IV 2 7 %

Tipologi V 1 3 %

Tipologi VI 4 13 %

Tipologi VII 6 20 %

Tipologi VIII 11 37%

Jumlah 30

Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa mayoritas penderita kanker serviks memiliki kecenderungan tipologi VIII, yaitu sebanyak 11 orang (37 %).


(38)

72

3. Gambaran Umum Tingkat Depresi pada Penderita Kanker Serviks

Perhitungan statistik yang digunakan untuk variabel tingkat depresi adalah dengan perhitungan median hal ini dilakukan untuk mengklasifikasikan tingkat depresi ke dalam dua kategori yaitu : tinggi dan rendah. Responden dikatakan memiliki tingkat depresi tinggi apabila skor Beck Depression Inventory II yang dicapai lebih dari nilai median. Sebaliknya, dikatakan memiliki tingkat depresi rendah apabila skor yang dicapai kurang dari sama dengan median. Secara lebih rinci hasil perhitungan tersebut ditampilkan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Median Tingkat Depresi Statistics

BDI

N Valid 30

Missing 0

Mean 14,6000

Std. Error of Mean 1,25451

Median 14,5000

Std. Deviation 6,87123

Variance 47,214

Range 26,00

Minimum 3,00

Maximum 29,00

Sum 438,00

Berdasarkan hasil perhitungan median diatas diperoleh nilai median sebesar 14. Kategorisasi ini digunakan untuk mengetahui gambaran tingkat depresi dengan cara mengklasifikasikan skor total yang diperoleh masing-masing responden ke dalam kategori tingkat depresi. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(39)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tabel 4.8 Gambaran Umum Tingkat Depresi Penderita Kanker Serviks

Norma Kategori Frekuensi Persentase

X > 14 Tinggi 15 50%

X ≤ 14 Rendah 15 50%

Jumlah 30 100%

Tabel 4.8 diatas menunjukan bahwa penderita kanker serviks yang memiliki tingkat depresi tinggi adalah sebanyak 15 orang (50%) dan yang memiliki tingkat depesi rendah yaitu, sebanyak 15 orang (50%).

4. Hubungan antara Health Locus of Control dengan Tingkat Depresi

pada Penderita Kanker Serviks di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Dari hasil pengolahan data, diperoleh tabel kontingensi yang menggambarkan hubungan antara health locus of control denga tingkat depresi pada penderita kanker serviks sebagai berikut:

Tabel 4.9 Hasil Kontingensi

Health Locus of Control dengan Tingkat Depresi Pasien Kanker Serviks

Tipologi HLOC

Tingkat Depresi

Frekuensi Persentase Tinggi Rendah

Tipologi I 1 2 3 10 %

Tipologi II 1 0 1 3 %

Tipologi III 2 0 2 7 %

Tipologi IV 1 1 2 7 %


(40)

74

Tipologi VI 2 2 4 13 %

Tipologi VII 2 4 6 20 %

Tipologi VIII 5 6 11 37 %

Jumlah 15 15 30 100%

Dari tabel 4.9 menunjukkan frekuensi health locus of control dengan tingkat depresi, didapat 30 sampel yang diambil dari RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Pada tipologi I health locus of control terdapat 1 orang responden memiliki tingkat depresi yang tinggi dan 2 orang responden memiliki tingkat depresi yang rendah.

2. Pada tipologi II health locus of control terdapat 1 orang responden memiliki tingkat depresi yang tinggi.

3. Pada tipologi III health locus of control terdapat 2 orang responden memiliki tingkat depresi yang tinggi.

4. Pada tipologi IV health locus of control terdapat 1 orang responden memiliki tingkat depresi yang tinggi dan 1 orang responden memiliki tingkat depresi yang rendah.

5. Pada tipologi V health locus of control terdapat 1 orang responden memiliki tingkat depresi yang tinggi.


(41)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

6. Pada tipologi VI health locus of control terdapat 2 orang responden memiliki tingkat depresi tinggi dan 2 orang responden memiliki tingkat depresi rendah.

7. Pada tipologi VII health locus of control terdapat 2 orang responden memiliki tingkat depresi yang tinggi dan 4 orang responden memiliki tingkat depresi yang rendah.

8. Pada tipologi VIII health locus of control terdapat 5 orang responden memiliki tingkat depresi yang tinggi dan 6 orang responden memiliki tingkat depresi yang rendah.

Kemudian hubungan antara health locus of control dengan tingkat depresi pada penderita kanker serviks diolah dengan uji Chi-square dengan taraf signifikansi = 0,05 dan derajat kepercayaan dk = 7. Kriteria uji berdasarkan metoda statistik dalam penelitian ini adalah tolak Ho, jika χ2hitung ≥ χ2tabel dengan

dk = (b-1) (k-1), dimana χ2tabel diambil dari tabel harga kritis Chi-square dengan α = 0,05 dan taraf kepercayaan 95%. Hal ini berarti bahwa kemungkinan adanya kekeliruan 5 dari 100 kasus. Hasil perhitungan koefisien kotingensi dilakukan dengan bantuan software SPSS 19.0 for windows adalah sebagai berikut:

Tabel 4.10 Hasil Uji Chi-Square Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 5,091a 7 ,649

Likelihood Ratio 6,656 7 ,466


(42)

76

Tabel 4.11 Hasil Koefisien Kontingensi Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,381 ,649

N of Valid Cases 30

Berdasarkan hasil analisis korelasi pada tabel diperoleh χ2

hitung = 5.091 dan koefisien kontingensi = 0.381 dengan probabilitas 0.649. Sedangkan harga χ2

tabel

berdasarkan tabel Chi-square dengan dk=7 dan α= 0.05 adalah χ2 0.05 (7)= 18.5 . Hasil perhitungan Chi-square membuktikan bahwa χ2 hitung lebih kecil daripada χ2

tabel (5.091 < 18.500), dengan demikian Ho diterima dan Ha ditolak.

Kesimpulannya, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara health locus of

control dengan tingkat depresi pada penderita kanker serviks di RSUP Dr. Hasan

Sadikin Bandung.

B. Pembahasan

a. Gambaran Health Locus of Control pada Penderita Kanker Serviks

Berdasarkan data pada tabel 4.9 dapat disimpulkan bahwa penderita kanker serviks di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung mayoritas memiliki kecenderungan tipologi health locus of control pada tipologi VIII yaitu sebanyak 37%. Tipologi VIII adalah pasien yang memiliki internal health locus of control,

powerfull others health locus of control dan chance health locus of control yang

rendah atau disebut ray sayer, tipologi ini muncul ketika terdapat individu yang tidak terjaring kendali kesehatannya oleh item multidimensional health locus of

control, yaitu individu yang sangat yakin pada kendali Tuhan akan kesehatan dan


(43)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dikatakan bahwa kepercayaan penderita kanker serviks tehadap Tuhan di RSUP Dr. Hasan Sadikin sangatlah kuat sehingga pasien sangat yakin pada kendali tuhan akan kesehatan dan penyakitnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Pergament (1997) bahwa agama sangat berpengaruh bagi seseorang dalam menangani suatu krisis.

Kecenderungan health locus of control kedua terbanyak pada penderita kanker serviks menurut tabel 4.9 yaitu kecenderungan tipologi VII sebanyak 6 orang (20%). Tipologi VII adalah pasien yang memiliki internal health locus of

control, powerfull others health locus of control dan chance health locus of control yang tinggi, dimana individu meyakini kendali diri terhadap kesehatannya

dan mempercayai orang lain yang berusaha membantu dalam proses pengobatannya, juga meyakini bahwa apapun hasilnya merupakan nasib dan takdir Tuhan (Wallston dan Wallston, 1982). Adanya keyakinan internal health

locus of control, powerfull others health locus of control dan chance health locus of control yang tinggi pada responden tersebut menjadikan dia senantiasa

berusaha menjalani proses pengobatan di bawah pengawasan orang-orang yang kompeten dengan baik dan penuh keyakinan diri, kemudian bersikap pasrah terhadap Tuhan, bagaimanapun hasilnya. Hal ini sejalan dengan ungkapan Wallston dan Wallston (1982) bahwa tipologi VII ini memberikan rasionalisasi yang tepat jika usaha terbaik yang dilakukan dirinya dan orang lain sia-sia. Selain itu tipologi VII disebut juga sebagai yea-sayer yaitu individu yang termasuk dalam ini merupakan individu yang setuju dengan seluruh pernyataan tanpa memperhatikan isi alat ukur health locus of control (Wallston dan Wallston,


(44)

78

1982). Ada beberapa hal yang menurut peneliti menyebabkan banyaknya pasien kanker serviks di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tergolong dalam tipologi VII dan VIII salah satunya yaitu, kondisi pasien yang kelelahan saat pengisian kuesioner sehingga pasien tidak terlalu memperhatikan isi setiap item dan tidak benar-benar menjawab dengan apa yang mereka alami.

Kecenderungan tipologi health locus of control yang lain pada tabel 4.9 adalah tipologi VI. Tipologi VI adalah pasien yang memiliki internal health locus

of control dan chance health locus of control yang tinggi. Dari hasil penelitian

terdapat 4 orang (13%) yang tergolong tipologi VI. Secara konseptual tipologi VI ini sulit dipahami, tetapi dapat dijelaskan bahwa individu meyakini bahwa dirinya berperan dalam usaha mengatasi kondisi sakitnya dan proaktif selama proses pengobatan, selain itu dia juga meyakini bahwa usaha yang dilakukannya sangat tergantung pada masalah nasib dan keberuntungan yang tidak bisa dikontrol dan diprediksi (Wallston dan Wallston, 1982). Artinya pasien pada tipologi VI sama-sama memiliki keyakinan yang tinggi bahwa dirinya sendiri dan nasib yang mempengaruhi kondisi kesehatannya.

Selanjutnya pada tipologi 1 terdapat ada 3 orang responden (10%) yang tergolong tipologi I yaitu internal health locus of control saja yang tinggi. Tipologi I adalah individu yang mencurahkan energinya secara tidak efektif dalam usaha mengubah kondisinya ataupun menolak beberapa pengarahan yang mungkin efektif untuk kesehatannya (Wallston dan Wallston, 1982). Artinya, pasien meyakini bahwa dirinya mampu melakukan upaya-upaya yang dapat meringankan rasa sakit dalam menjalani pengobatan yang sesuai dengan


(45)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

kemampuan yang dimiliki dirinya. Pada saat kondisinya menjadi buruk, maka pasien sendirilah yang menentukan seberapa cepat akan pulih kembali. Pasien melakukan pola hidup sehat secara mandiri, seperti mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai jenis makanan yang boleh dimakan dan yang tidak. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Wallston dan Wallston (1982) bahwa kekurangan dari tipologi I adalah bahwa keyakinan internalnya kemungkinan menjauhkan dirinya dari upaya orang lain untuk menolong dirinya, sehingga merasa bahwa hanya dirinyalah yang mampu melakukan perubahan dalam kesehatannya sedangkan bantuan orang lain sebagai orang yang kompeten justru ditolak.

Menurut Wallston dan Wallston (1982) tipologi III adalah responden yang memiliki keyakinan bahwa kesehatannya ditentukan oleh takdir, nasib dan kebetulan semata. Dari data yang diperoleh terdapat 2 orang responden (6%) yang tergolong tipologi III. Responden dengan tipologi ini meyakini bahwa segala sesuatunya terjadi secara begitu saja tanpa adanya keterkaitan terhadap hukum sebab-akibat. Keyakinan ini dapat membuat responden merasa bahwa hasil yang diperolehnya kurang mencerminkan usahanya sendiri karena lebih dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak dapat dikendalikan olehnya. Responden memandang bahwa kondisi tubuhnya akan sehat atau tidak karena faktor keberuntungan, sehingga membuat penderita menjadi tidak termotivasi untuk melakukan pengobatan.

Tipologi IV disebut external ganda atau double health external yang berarti responden memiliki keyakinan bahwa kesehatannya ditentukan oleh orang


(46)

80

lain yang berpengaruh seperti dokter, perawat, keluarga dan teman, sekaligus dia juga meyakini bahwa kesehatannya ditentukan oleh takdir, nasib dan kebetulan (Wallston dan Wallston, 1982). Dari data yang diperoleh 2 responden (6%) yang tergolong tipologi IV. Artinya, responden pada tipe ini sangat mempercayai bahwa orang lain dan nasib yang mempengaruhi kondisi sakitnya.

Responden yang tergolong tipologi II terdapat 1 orang (3%). Menurut Wallston dan Wallston (1982) tipologi II adalah orang yang semata-mata hanya yakin pada powerfull others health locus of control, akan merasa tidak berdaya bila tidak ada orang lain yang memberikan pertolongan atau petunjuk. Artinya pasien menganggap bahwa dirinya tidak mampu untuk mengubah kondisi yang ada, yakni merasa tidak mampu untuk melakukan upaya-upaya yang dapat mengubah kondisi sakitnya menjadi sehat apabila tidak mendapatkan bantuan sehingga responden menjadi tergantung dengan bantuan tersebut. Namun ketika bantuan tersebut tidak ada saat pasien membutuhkan, maka ia akan mempersepsikan bahwa keluarga tidak perduli terhadap kesehatannya. Keluarga cenderung bersikap acuh terhadap masalah kesehatan pasien, dan tidak mengontrol kebutuhan pasien, seperti mengantar pasien ke dokter untuk mengikuti pengobatan dan terapi. Tidak adanya atau rendahnya dukungan dan bantuan berarti tidak adanya tambahan sumber daya bagi pasien untuk menghadapi penyakitnya, sehingga penyakitnya akan dipandang semakin berat (Miller, 2003).

Tipologi V adalah responden yang memiliki internal health locus of


(47)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

memiliki keyakinan terhadap orang lain yang diikuti oleh kendali diri yang kuat, maka mereka akan mempercayai bahwa ada kekuatan orang lain yang mempengaruhi kesehatannya dan akan membantu dalam usaha untuk membebaskan dirinya dari tekanan atau stres ketika menghadapi masalah kesehatan (Wallston dan Wallston, 1982). Secara konseptual tipologi V merupakan yang paling baik, tetapi dari data yang diperoleh terdapat 1 responden (3%) orang yang tergolong tipologi V.

b. Gambaran Tingkat Depresi pada Penderita Kanker Serviks

Berdasarkan hasil perhitungan statistik diketahui bahwa tingkat pada penderita kanker serviks yaitu sebanyak 15 orang (50%) mempunyai tingkat depresi tinggi dan 15 orang lainnya (50%) mempunyai depresi rendah. Artinya perbandingan tingkat depresi di RSUP Hasan Sadikin Bandung sama rata, responden yang mampu mengatasi permasalahan kesehatannya maka tingkat depresinya rendah begitupun sebaliknya pasien yang tidak dapat mengatasi masalah kesehatanya maka tingkat depresinya akan tinggi. Adapun gejala depresi yang paling banyak muncul pada penderita kanker serviks dalam penelitian ini yaitu gejala fisik vegetatif berupa gangguan tidur, kelelahan, gangguan makan, kehilangan berat badan, keterpakuan pikiran terhadap fisik dan kehilangan nafsu seksual. Sedangkan gejala yang muncul paling sedikit yaitu gejala motivasional berupa pikiran untuk bunuh diri. Dapat dikatakan bahwa tingkat depresi pada penderita kanker serviks ini masih terbilang normal apabila dilihat dari gejala yang paling banyak muncul karna bisa jadi gejala tersebut muncul karena penyakit itu sendiri bukan depresi.


(48)

82

Menurut Beck (1967) bahwa yang menyebabkan seseorang menjadi lebih depresi karena rasa tidak berdaya yang terjadi dalarn diri individu diikuti tidak adanya respon yang diberikan untuk mengubah suatu situsi dan ekspektasi bahwa hasil yang diinginkan tidak akan diperoleh.

Depresi disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang berperan yaitu genetik, pengalaman buruk masa lalu dan tipe kepribadian, sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh berupa stressor kehidupan, obat terlarang dan alkohol, melahirkan, menopause, penyakit medis dan atau pengobatan (Darmono, 2003). Sedangkan dalam penelitian ini faktor yang menyebabkan pasien depresi lebih diakibatkan pada pengobatan hal ini dapat di lihat dari banyaknya gejala fisik-vegetatif yang paling banyak muncul.

Depresi pada pasien kanker dapat muncul saat pasien mengetahui diagnosis, stadium kanker dan terapi yang diperoleh. Reaksi psikologis pasien kanker serviks stadium lanjut lebih besar dibandingkan stadium dini. Kanker pada stadium lanjut menyebar ke organ-organ tubuh lain sehingga pasien harus menjalani terapi yang cukup kompleks. Hal ini dapat mengakibatkan berbagai perubahan pada sistem tubuh. Perubahan-perubahan yang terjadi pada pasien kanker stadium lanjut akibat proses perjalanan penyakit yang kronik dan efek samping pengobatan dapat mempengaruhi penilaian negatif pasien terhadap dirinya sendiri yang menyebabkan pasien menjadi pesimistis, memandang dirinya tidak berharga dan merasa bahwa hidupnya sudah tidak mempunyai harapan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi (Yeung, 2007).


(49)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Walaupun tingkat depresi dalam penelitian ini hasilnya sama rata tetap diperlukan penanganan terhadap depresi itu sendiri agar tidak mengganggu proses jalannya pengobatan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Wibisono (2011) jika depresi tidak ditangani dengan baik, kondisi tersebut dapat sangat menghambat proses terapi dan penyembuhan dari kondisi keseluruhan serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Dampak langsung dari depresi sudah jelas: kurangnya kepatuhan dalam pengobatan, gangguan pola tidur dan pola makan, kecenderungan bunuh diri dan passive suicide, kualitas hidup yang sangat menurun, dan sebagainya. Dampak tidak langsung tentunya dalam mempengaruhi sistem imun dan proses pengobatan yang tidak optimal .

c. Hubungan antara Health Locus of Control dengan Tingkat Depresi pada Penderita Kanker Serviks

Dari hasil penelitian, didapat bahwa tidak ada hubungan antara health

locus of control dengan tingkat depresi pada penderita kanker serviks di RSUP

Dr. Hasan Sadikin Bandung. Adanya hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara

health locus of control dengan tingkat depresi pada pasien kanker serviks

disebabkan adanya tingkat depresi yang relatif merata pada setiap tipologi health

locus of control. Hal ini menggambarkan bahwa tipologi health locus of control

yang dimiliki oleh pasien kanker serviks tidak menjadikan pasien memiliki tingkat depresi tinggi atau rendah. Hasil ini karena pada beberapa pasien mungkin tidak terjaring kendali kesehatannya secara tepat oleh skala multidimensional health


(50)

84

Tidak adanya hubungan antara health locus of control dengan tingkat depresi yang didapat dari penelitian ini sejalan dengan ungkapan Phares (1976 : 129) yang mengemukakan bahwa, perlu pertimbangan lebih lanjut untuk menggambarkan kompleksifitas pada area locus of control dan depresi, sehingga dapat memberikan alasan-alasan akan kegagalan dari penelitian untuk menemukan korelasi yang kuat. Keterbatasan dalam penelitian ini sendiri dikarenakan jumlah responden yang kurang banyak sehingga kurang menggambarkan hubungan health locus of control dengan tingkat depresi dan karakteristik sampel yang hanya bergantung pada usia dan stadium kanker serviks pasien.

Menurut London dan John (1978) terdapat beberapa faktor yang memegang peran penting terhadap upaya seseorang untuk menghayati dan bertingkah laku menghadapi permasalahan kesehatan yaitu faktor usia, pengalaman dalam suatu lembaga, stabilitas perubahan, latihan dan pengalaman, dan terapi. Dalam lingkup yang lebih luas, Comer (1998) menambahkan satu hal lagi yang berpengaruh terhadap health locus of control yaitu kebudayaan. Pada standar budaya barat, segala sesuatu yang di luar kendali kita merupakan ancaman terhadap pengendalian diri kita dan juga internal health locus of control dianggap lebih menguntungkan bagi kesehatan individu (Comer, 1998). Hal ini berbeda sekali dengan standar budaya timur, khususnya Indonesia dimana keyakinan terhadap kendali orang lain justru menambah kekuatan untuk berada dalam kondisi sehat, ditambah dengan keyakinan bahwa apapun yang terjadi merupakan peristiwa yang tidak lepas dari intervensi Tuhan. Perbedaan budaya ini juga


(51)

Novita Rosviantika, 2013

Hubungan Antara Health Locus Of Control Dengan Tingkat Depresi Pada Penderita Kangker Serviks Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

terlihat dari pengungkapan gejala depresi yang dialami oleh responden, dimana responden secara verbal menyatakan bahwa dirinya mengalami gejala depresi yang kompleks, tetapi setelah dilakukan pengukuran ternyata tingkat depresi responden tidak seperti apa yang mereka sampaikan secara verbal. Hal ini disebabkan pada budaya kita, responden relatif lebih banyak mengeluhkan kondisinya agar dia bisa mendapatkan dukungan dan perhatian yang lebih dari lingkungan sekitarnya (Iskandarsyah, 2009).

Menurut konsep dasar health locus of control, orang yang memiliki kecenderungan internal health locus of control adalah orang dengan kendali keyakinan, bahwa ia dapat kembali berada dalam kondisi sehat setelah mengalami suatu penyakit dengan berusaha mengendalikan tingkah lakunya, sedangkan orang dengan kecenderungan powerfull others health locus of control memiliki lebih sedikit kendali dirinya dalam menentukan kesehatannya dan lebih merasakan adanya keteraturan pada tindakan-tindakan orang lain terhadap dirinya, sehingga ia lebih percaya kepada orang lain dibanding kepada dirinya sendiri. Adapun orang dengan chance health locus of control meyakini bahwa kesehatannya adalah masalah nasib dan kebetulan belaka (Wallston dan Wallston, 1982 : 87) .

Dari konsep dasar di atas, terjadi perkembangan ketika ditemukan fakta bahwa seseorang bisa saja mempunyai kecenderungan internal health locus of

control, powerfull others health locus of control dan chance health locus of control dalam waktu yang bersamaan, sehingga digolongkan menjadi 8 tipologi health locus of control.


(52)

86

Tipologi health locus of control pertama yang paling banyak muncul adalah tipologi VIII. Tipologi VIII adalah responden yang memiliki internal

health locus of control, powerfull others health locus of control dan chance locus of control yang rendah atau disebut ray sayer, tipologi ini muncul ketika terdapat

individu yang tidak terjaring kendali kesehatannya oleh skala multidimensional

health locus of control dikarenakan responden merasa bahwa pada skala multidimensional health locus of control tidak merefleksikan harapan health locus of control, sehingga sangat mungkin mereka memiliki keyakinan yang lain yaitu,

individu yang sangat yakin pada yang Maha Kuasa akan kesehatan dan penyakitnya termasuk tipologi VIII (Wallston, 1982). Dari data diperoreh 11 orang yang tergolong tipologi VIII, berdasarkan persentase tipologi VIII merupakan tipologi dengan persentase terbanyak pada penderita kanker serviks di RSUP Hasan Sadikin Bandung dimana 5 orang memiliki tingkat depresi yang tinggi dan 6 orang memiliki tingkat depresi yang rendah. Responden yang sangat yakin terhadap peranan yang Maha Kuasa akan menerima apapun yang terjadi pada kondisi sakit yang dialaminya, karena responden berkeyakinan bahwa apapun yang dilakukan dirinya dan orang lain tidak akan berhasil tanpa seizin yang Maha Kuasa sehingga responden hanya menghayati tingkat depresi yang rendah. Responden yang mengalami tingkat depresi yang tinggi disebabkan responden tidak memiliki keyakinan terhadap dirinya dan kepada orang lain yang membantunya selama proses pengobatan yang dijalaninya, sehingga responden akan merasa pesimis dan merasa dirinya tidak berdaya dalam penyakit yang dialaminya.


(1)

95

kesiapan pasien saat pengambilan data. Hal ini demi mendapatkan hasil penelitian yang lebih meluas, mendalam dan komprehensif.

5. Untuk para dokter, perawat serta tenaga medis lainnya, diharapkan untuk lebih memperhatikan permasalahan psikologis yang muncul seperti depresi selama pasien menjalani prosedur pengobatan, agar tidak mengganggu jalannya proses pengobatan pasien. Oleh karena itu dibutuhkan tenaga professional lainnya seperti psikolog untuk membantu menanggulangi permasalahan psikologis yang dialami oleh pasien.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

---. (2009). Perempuan Berpotensi Terkena Kanker Serviks. [Online]. Tersedia : http://obgyn-rscmfkui.com/index.php [11 Oktober 2011] Aldyansyah, D. (2008). Tingkat Depresi pada Pasien-pasien Kanker Serviks

Uteri di RUSPHAM dan RSUPM dengan Menggunakan Skala Beck Depression Inventory .Universitas Sumatera Utara

Amir N. (2005). Depresi: Aspek Neurobiologi, Diagnosis dan Tata Laksana. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Azis, F.M, (2006). Skrining dan Deteksi Dini Kanker Serviks. Balai penerbit FKUI, Jakarta..

Azwar, S. (2007). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Beck, A.T. (1967), Depression : Clinical, Experimental and Theoritical

Aspects. Hoeber Medica Devision USA, Harper and Row Published

Incorporated.

Beck, A.T. et al. (1979). Cognitive Therapy of Depression. New York : Guilford Press.

Berek, J. (2005). Psychologycal Issues, Practical Gnycologic Oncology. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins.

Depkes RI. (2010). Gerakan Perempuan Melawan Kanker Serviks. [Online]. Tersedia : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1668-gerakan-perempuan-melawan-kanker-serviks-.html Diananda R. (2009). Panduan Lengkap Mengenai Kanker. Yogyakarta. Mirza


(3)

Durand, V. M, dan Barlow, D.H. (2007). Essentials of Abnormal Psychology. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hadi, S. (1997), Metodologi Research Jilid I Edisi satu. Yogyakarta : ANDI Offset Yogyakarta.

Harnowo. P.A. (2012). Kenapa Orang Bisa Kena Kanker?. [Online]. Tersedia : http://health.detik.com/read /2012/ 06/ 27/ 085619/ 1951749/ 775/ kenapa orang bisa kena kanker [11 Oktober 2012].

Hawari, D. (2001). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta, Balai Penerbit FKUI, Gaya Baru.

Holmes, et al. (1988). “Auditing Norma dan Prosedur”, dalam Terjemahan Auditing Norma dan Prosedur Edisi X . : Jakarta : Penerbit

Erlangga.

Indrayani, D. (2010). Pengalaman Hidup Kanker Serviks di Bandung. [Online]. Tersedia : http:// resources. unpad. ac. id/ unpad-content/ uploads/ publikasi_dosen/ PENGALAMAN HIDUP KLIEN KANKER SERVIKS DI BANDUNG. PDF [11 Oktober 2011]

Jaddon, N.A et al. (2010). Assesment of Depression and Anxiety in Adult

Cancer out Patient : A cross-sectional Study (1-23). [Online].

Tersedia : http://www.biomedcentral.com 1471-2407110/ 594 [5 Desember 2011]

Konginan, A. (2008). Depresi pada Penderita Kanker. [Online]. Tersedia : http://www.palliative-surabaya.com/ gambar/ pdf/ buku_p kb_vi bagian_1408082008. pdf. 14 Agustus 2012 [20 Oktober 2012]. London, H dan John E. (1978). Dimensi of Personality. New York: John Wilwy

& Sons.

Lubis, NL. (2009). Dukungan Sosial pada Pasien Kanker Perlukah?. [Online]. Tersedia : http:// usupress.usu.ac.id/ files/ Dukungan Sosial pada


(4)

Pasien Kanker, Perlukah_Final_Normal_Web. pdf [15 Oktober 2011]

Maramis A., Darmono S., dan Maramis M. (2003). Depresi”, dalam

Penanganan Depresi dan Anxietas di Pelayanan Primer. Surabaya:

Indopsy. Hal 20-2.

Massie dan Mary J. (2003), Prevalance of Depression in Patients with Cancer. JNCI Monographs

Nevid, J.S., Rathus, S.A, and Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal Edisi 5. Jakarta : Gelora Aksara Pertama

Parkes, K. R. (1984). “Locus of Control, Cognitive Appraisal, and Coping in Stressful Episodes”. Journal of Personality and Social Psychology, 46, 655–668.

Pergament, K. I. (1997). The Psychology of Religion and Coping: Theory,

Research, Practice. New York : The Guilford Press.

Phares, J. (1976), Locus of Control in Personality, New Jersey, General Learning Press.

Pinel, J.P.J. (2009). “Stres dan Kesehatan”, dalam Biopsikologi Edisi ke -7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 557-565.

Sadock, B.J. dan Sadock, V. A. (2009). Kaplan & Sadock’s Comprehensive

Textbook of Psychiatry. Lippincott Williams & Wilkins.

Sarafino, E.P. (1994). Health Psychology second edition, New York, John Wiley and Sons, Inc.

Sarwono, S. W. (2004). Psikologi Remaja. Edisi revisi 8. Jakarta : Raja Grafindo Pustaka.

Sherida dan Radmacher. (1992). Health Psychology: Challenging the


(5)

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantiatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : CV Alfabeta.

Sukaca, E. B. (2009). Cara Cerdas Menghadapi Kanker Serviks (Leher Rahim). Yogyakarta: Genius Printika.

Suryabrata, S. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tama, D. K. (2009). Tingkat Depresi pada Pasien Kanker Serviks di RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2009. Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara Medan

Taylor F. (1999). Health Psychology, Mc. Graw Hill, New York

Tim Kanker Serviks. (2010). Panduan Kanker Serviks. [Online]. Tersedia : http:// www. kanker-serviks.net/ artikel [15 Oktober 2011]

Wallston, B. S. dan Wallston, K. A. (1978). “Locus of Control and Health: A Review of The Literature”, dalam Health Education Monographs.

Hal 107-117.

Wallston, B. S. et al. (1976). “The Development and Validation of The Health Related Locus of Control (HLC) Scale”. Journal of Consulting and

Clinical Psychology. 44, 580-585.

Wallston, K. A. (1982). “Health Locus of Control Beliefs”, dalam Patient Education Newsletter. Hal 56-57.

Wallston, K. A. Maides, S. A., & Wallston, B. S. (1976). “Health Related Information Seeking as a Function of Health Related Locus of Control and Health Value”. Journal of Research in Personality. 10, 215-222.

Wallston, K.A. dan Smith, M.S. (1994). “Issues of Control And Health: The Action is The Interaction”, dalam Health Psychology: a Lifespan


(6)

Wallston, K.A. dan Wallston, B.S. (1981). “Health Locus of Control Scales”, dalam Research with the locus of control construct, Volume 1. New York: Academic Press.

Wallston, K.A. dan Wallston, B.S. (1982). “Who is Responsible for Your Health: The Construct of Health Locus of Control”, dalam Social Psychology of Health and Illness. Hillsdale, N.J.: Lawrence

Erlbaum & Associates, 65-95.

WHO, Ijs . (2010). HPV dan Kanker Serviks.[Online].Tersedia : http:// www. indosiar. com / ragam/ hpv dan kanker serviks_63319.html [11 Oktober 2011]

Wibisono, S. (2011). “Depresi pada Pasien Kanker”. Indonesian Journal of

Cancer Vol. 5, No. 2 April - June 2011. 93-96.

Yani, D.I. (2007). Pengalaman Hidup Klien Kanker Serviks di Bandung. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran 2007.

Yeung, W. J dan Chan Y. (2007). “The Positive Effects of Religiousness On Mental Health In Physically Vulnerable Populations: A Review On Recent Empirical Studies and Related Theories”. International Journal of Psychosocial Rehabilitation. 11. 2. 37-52