Tingkat Depresi Pada Pasien-Pasien Kanker Serviks Uteri Di Rsupham Dan Rsupm Dengan Menggunakan Skala Beck Depression Inventory-II

(1)

TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN-PASIEN

KANKER SERVIKS UTERI DI RSUPHAM DAN

RSUPM DENGAN MENGGUNAKAN SKALA BECK

DEPRESSION INVENTORY-II

T E S I S

OLEH:

DUDY ALDIANSYAH

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK – RSU. Dr. PIRNGADI

MEDAN


(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM-5

Pembimbing : Dr. Nazaruddin Jaffar, SpOG (K)

Prof. Dr. Syamsir BS, SpKJ (K)

Penyanggah : Dr. Risman F. Kaban, SpOG

Dr. Aswar Aboet, SpOG

Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K)

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam


(3)

ABSTRAK

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui tingkat depresi pada pasien-pasien kanker serviks uteri baik rawat inap maupun rawat jalan.

Rancangan Peneltian : Bersifat deskriptif analitik dengan disain potong lintang. Sampel adalah pasien-pasien kanker serviks uteri, baik rawat inap maupun rawat jalan, di RSUP. H. Adam Malik dan RSU. Dr. Pirngadi Medan, sejak November 2007 sampai Februari 2008. Data-data dikumpulkan dengan mengisi kuisioner yang disertai oleh Skala Beck Depression Inventory-II. Data-data tersebut disajikan dalam bentuk tabel-tabel distribusi frekuensi. Analisa statistik menggunakan Pearson χ2, dengan memakai SPSS ver. 15 (Statistical Package for the Social Sciences version 15), dengan tingkat kemaknaan p <0,05.

Hasil Penelitian : Ditetapkan responden berjumlah 75 orang pasien kanker serviks uteri. Tingkat depresi yang terbanyak adalah depresi sedang yaitu sebanyak 28 pasien (37,3%). Karakteristik pasien serta depresi sedang dan berat yang terbanyak pada kelompok: usia > 40 tahun, pendidikan SD, kawin, suku Batak, pendapatan perbulan 500 ribu – 1 juta, stadium IIIb, belum diterapi, lamanya waktu diagnosa ditegakkan sejak <1 tahun, serta dukungan untuk berobat oleh anak dan suami (p >0,05).

Kesimpulan : Tidak dijumpai hubungan bermakna antara karakteristik pasien dengan tingkat depresi.

Kata Kunci: Tingkat Depresi, Kanker Serviks Uteri, Skala Beck Depression Inventory-II.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Ridha dan Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

”Tingkat Depresi pada Pasien-Pasien Kanker Serviks Uteri di RSUPHAM dan RSUPM dengan Menggunakan Skala Beck Depression Inventory-II”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.

2. Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K), Kepala Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Dr. Einil Rizar, SpOG (K), Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K), Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, Dr. Deri Edianto, SpOG (K), Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dan juga Prof. Dr. Djafar Siddik, SpOG (K), Prof. Dr. Hamonangan Hutapea, SpOG(K), Prof. DR. dr. M.


(5)

Thamrin Tanjung, SpOG (K), Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K), Prof. Dr. T.M. Hanafiah, SpOG (K), Prof. Dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K), dan Prof. Dr. Daulat H. Sibuea, SpOG (K), yang telah bersama-sama berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

3. Khususnya kepada Prof Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K), Prof. Dr. Delfi Lutan MSc, SpOG (K), dan Prof Dr. T.M. Hanafiah SpOG (K), yang telah banyak sekali membantu saya pada waktu memasuki dan mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU. Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang membalas kebaikan budi guru-guru saya tersebut.

4. Dr. Rusli P. Barus, SpOG (K), selaku Kepala Sub Divisi OBGINSOS atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk melakukan penelitian tentang

”Tingkat Depresi pada Pasien-Pasien Kanker Serviks Uteri di RSUPHAM dan RSUPM dengan Menggunakan Skala Beck Depression Inventory-II”

5. Dr. Nazaruddin Jaffar, SpOG (K) dan Prof. Dr. Syamsir BS, SpKJ (K) selaku pembimbing, Dr. Risman F. Kaban, SpOG, Dr. Aswar Aboet, SpOG, dan Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K) selaku penyanggah dan nara sumber yang penuh dengan kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

6. Prof. Dr. Delfi Lutan, Msc, SpOG (K), selaku Bapak Angkat saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi masa-masa sulit selama pendidikan.

7. Dr. Makmur Sitepu, SpOG, selaku pembimbing mini referat saya yang berjudul ”BEDAH PADA FETUS”.

8. Dr. Mustafa Mahmud Amin, teman baik saya dari Departemen Psikiatri, yang telah banyak sekali membantu saya untuk menyelesaikan tesis ini.


(6)

9. Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

10. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan.

11. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

12. Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

13. Direktur RS. PTPN II Tembakau Deli, Dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG, dan Dr. Nazaruddin Jaffar, SpOG (K) beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana untuk bekerja selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

14. Direktur RSU PERTAMINA UNIT PENGOLAHAN II Dumai, beserta staf atas kesempatan kerja dan bantuan moril dan materil selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.

15. Kepala Departemen Patologi Anatomi FK-USU beserta staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di Departemen tersebut.

16. Kepada Abang-Abang dan Kakak Saya, Dr. Harry C. Simanjuntak, SpOG, Dr. Cut Adeya Adella, SpOG, Dr. Riza Rivany, SpOG, Dr. Roy Yustin Simanjutak, SpOG, Dr. Johny Marpaung, SpOG, Dr. Melvin NG. Barus, SpOG, Dr. M. Oky Prabudi, SpOG, terima kasih banyak atas segala bimbingan, bantuan, dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.

17. Khususnya kepada Kakanda Dr. Ronny Ajartha Tarigan, SpOG, terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan dan nasehat-nasehat yang diberikan kepada saya selama ini. Dan kepada tim jaga; Dr. Renardy Reza Razali, Dr.


(7)

Siti Syahrini Sylvia, Dr. M. Ikhwan, Dr. Errol Hamzah, terima kasih banyak atas bantuan, kerjasama, dan kebersamaan kita selama ini.

18. Dr. M. Rizki Yaznil, Dr. Made Surya Kumara, Dr. Rizka Heriansyah, Dr. Irwansyah Putra, Dr. Ismail Usman, dan Dr. Ali Akbar, terima kasih yang sebesar-besar atas bantuannya dalam menyelesaikan tesis ini.

19. Dr. Ujang Ridwan Permana, Dr. Eka Purnama Dewi R., Dr. Hayu Lestari Haryono, Dr. Abdul Hadi, Dr. Juni Hardi Tarigan, Dr. Adrian Setiawan, Dr. Edihan, Dr. Miranda Diza, Dr. Rachma Bachtiar Panjaitan, Dr. Tommy, Dr. Panuturi Gottlieb Sidabutar, Dr. T.M. Rizki, Dr. Muara P. Lubis, Dr. John Napoleon Tambunan, Dr. Simon P. Saing, Dr. Mulda F. Situmorang, Dr. David Luther Lubis, Dr. T. Jeffry Abdillah, Dr. Riza Hendrawan Nasution, dan Dr. Elvira Mutia Sungkar, Dr. Hendry Adi Syahputra, Dr. Tigor P. Hasugian dan teman-teman lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaan, bantuan, dan dukungannya selama ini.

20. Teman Sejawat, Asisten Ahli, Dokter Muda, Bidan, Paramedis, karyawan/karyawati, dan pasien-pasien yang telah ikut membantu dan bekerjasama dengan saya dalam menjalani pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU/RSUP H. Adam Malik - RSU Dr. Pirngadi Medan. Terima kasih atas kerjasama dan saling pengertian selama ini.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua Orang Tua Saya yang terkasih, Dr. H. M. Yamin Mahmud, SpM dan Hj. Hafizah, yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari masa kanak-kanak hingga kini.

Kepada yang saya hormati dan sayangi, Bapak dan Ibu Mertua saya, Prof. H. Dr. Darulkutni Nasution, SpS (K) dan Hj. Gunarningsih yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan semangat serta doa kepada saya dalam mengikuti pendidikan, saya ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Kepada adik-adik saya, Henny Lydiasari, ST, Reza Faisal, ST, Deffi Mira Ardianti, serta saudara-saudara ipar saya, M. Haposan Siregar, ST, Arrayani


(8)

Nasution SE, MSi, Ak, Shafira Nasution, saya ucapkan terima kasih atas dukungan dan doa yang diberikan kepada saya.

Buat Istriku Tercinta, Dr. Khairina Nasution, tiada kata yang terindah dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah memberikan saya seorang istri yang baik dan pengertian. Terima kasih atas semua bantuan, pengertian, kesabaran, dorongan semangat dan doa yang diberikan kepada saya hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua.

Medan, Maret 2008


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SINGKATAN ...xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAK ...xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. IDENTIFIKASI MASALAH... 5

C. KERANGKA MASALAH ... 5

D. TUJUAN PENELITIAN ... 6

E. MANFAAT PENELITIAN ... 6

F. KERANGKA KONSEP ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. GANGGUAN MOOD ... 8

B. DEPRESI ... 10

1. Latar Belakang ... 10

2. Patofisiologi ... 11

3. Frekuensi... 11

4. Mortalitas dan Morbiditas... 12

5. Ras, Seks dan Umur ... 12

6. Gejala Klinis... 13


(10)

7.1.1. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) ... 15

7.1.2. Tricyclic Antidepressants (TCAs) ... 16

7.1.3. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)... 17

7.2 Psikoterapi ... 18

7.2.1. Tipe-Tipe Psikoterapi ... 19

7.2.2. Pendekatan Terapi ... 20

7.2.2.1. Terapi Psikodinamik ... 20

7.2.2.2. Terapi Interpersonal ... 20

7.2.2.3. Terapi Tingkah Laku Kognitif...21

7.3 Terapi Elektrokonvulsif (ECT) ... 21

C. BECK DEPRESSION INVENTORY (BDI)... 22

1. Pengertian ... 22

2. Deskripsi... 23

3. BDI – II... 26

D. KANKER SERVIKS UTERI ... 26

1. Pengertian ... 26

2. Etiologi... 27

3. Frekuensi... 27

4. Gejala dan Tanda ...28

5. Stadium ... 28

6. Diagnosis... 31

7. Pengobatan ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 34

A. RANCANGAN PENELITIAN ... 34

B. TEMPAT PENELITIAN... 34

C. WAKTU PENELITIAN ... 34

D. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN ... 34

1. Populasi Penelitian ... 34

2. Sampel Penelitian... 34


(11)

E. ETIKA PENELITIAN... 36

F. BATASAN OPERASIONAL... 36

G. INSTRUMEN PENELITIAN... 38

H. PENGOLAHAN DATA... 39

1. Pemeriksaan Data ... 39

2. Pemberian Kode ...39

3. Teknik Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

1. Karakteristik Sampel Penelitian ... 40

2. Tingkat Depresi Pada Pasien-Pasien Kanker Serviks Uteri... 43

3. Sebaran Umur dengan Tingkat Depresi ... 44

4. Sebaran Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Depresi... 46

5. Sebaran Status Perkawinan dengan Tingkat Depresi ... 48

6. Sebaran Suku dengan Tingkat Depresi ... 50

7. Sebaran Pendapatan Per Bulan dengan Tingkat Depresi ... 52

8. Sebaran Stadium dengan Tingkat Depresi ... 54

9. Sebaran Terapi dengan Tingkat Depresi ... 57

10. Sebaran Lamanya Waktu Diagnosa Ditegakkan dengan Tingkat Depresi ... 61

11. Sebaran Dukungan Untuk Berobat dengan Tingkat Depresi ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 66

A. KESIMPULAN... 66

B. SARAN... 67


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Karakteristik Sampel Penelitian ...40

Tabel 2 Tingkat Depresi pada Pasien-Pasien Kanker Serviks Uteri ...43

Tabel 3 Sebaran Umur dengan Tingkat Depresi...44

Tabel 4 Sebaran Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Depresi ...46

Tabel 5 Sebaran Status Perkawinan dengan Tingkat Depresi ...48

Tabel 6 Sebaran Suku dengan Tingkat Depresi ...50

Tabel 7 Sebaran Pendapatan Per Bulan dengan Tingkat Depresi ...52

Tabel 8 Sebaran Stadium dengan Tingkat Depresi ...54

Tabel 9.1 Sebaran Terapi dengan Tingkat Depresi ...57

Tabel 9.2 Sebaran Belum Diterapi dan Sudah Diterapi dengan Tingkat Depresi ...59

Tabel 10 Sebaran Lamanya Waktu Diagnosa Ditegakkan dengan Tingkat Depresi ...61


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran I LEMBARAN INFORMASI PASIEN ...72 Lampiran II LEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MENGIKUTI

PENELITIAN SETELAH PENJELASAN SECARA LISAN ...74 Lampiran III Beck Depression Inventory-II...75 Lampiran IV PERSETUJUAN KOMITE ETIK TENTANG

PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN ...81 Lampiran V TABEL INDUK ...82 Lampiran VI KETERANGAN TABEL INDUK ...85


(14)

DAFTAR SINGKATAN

5-HT 5-Hydroxytriptamine BDI Beck Depression Inventory DA Dopamine

DNA Deoxyribonucleic Acid

DSM-IV Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders –IV DSM-IV-TR Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-IV-Text Revision

ECT Electroconvulsive Therapy FDA Food and Drug Administration

FIGO Fédération Internationale de Gynécologie et d'Obstétrique (International Federation of Gynecology and Obstetrics) HPV Human Papilloma Virus

HSRS Healt-Related Self-Report

LEEP Loop Excision Electrosurgical Procedure MAOIs Monoamine Oxidase Inhibitors

MDD Major Depressive Disorders NE Norepinephrine

PHQ-9 Patient Health Quetionaire-9

SPSS Statistical Package for the Social Sciences SSP Susunan Saraf Pusat

SSRIs Selective Serotonin Reuptake Inhibitors TCAs Tricyclic Antidepressants


(15)

KETERANGAN TABEL INDUK

RM Nomor Rekam Medik Pasien

St. Psn Status Pasien, Rawat Inap (RI) atau Rawat Jalan (RJ) TIK Tanggal Mengisi Kuisioner

Pddk Tingkat Pendidikan Pasien SD Sekolah Dasar

SMP Sekolah Menengah Pertama SMU Sekolah Menengah Umum Pkj Pekerjaan Pasien IRT Ibu Rumah Tangga

St. Pkw Status Perkawinan Pasien PpB Pendapatan Per Bulan Pasien

Std Stadium Kanker Serviks Uteri Pasien Ca Cx Kanker Serviks Uteri

Th Jenis Terapi pada Pasien

LWD Lama Waktu Diagnosa Ditegakkan

PA Hasil Pemeriksaan Histopatologi Jaringan Pasien SCC Cx Squamous Cell Carcinoma Cervix

BDI II Skor Beck Depression Inventory II DR Depresi Ringan

DS Depresi Sedang DB Depresi Berat

Asal RS Rumah Sakit dimana tempat pasien dirawat

RSHAM Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan RSPM Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kanker serviks uteri merupakan kanker kedua yang paling banyak terjadi pada wanita di negara-negara berkembang. Menurut laporan World Cancer 2003, 80% kanker serviks uteri terjadi di negara-negara berkembang. 1,2

Pada kebanyakan wanita yang didiagnosis dengan kanker ginekologi akan menimbulkan stress emosional yang luar biasa. Emosi-emosi yang dapat ditimbulkan, termasuk :3

1. Depresi karena ketidakpastian hidup dan keraguan mengenai masa depan. 2. Kecemasan.

3. Kebingungan.

4. Kemarahan karena kehilangan fungsi reproduksi dan peluang untuk mempunyai keturunan.

5. Perasaan bersalah, karena aktivitas seksual terdahulu yang dapat menyebabkan kanker. Perasaan bersalah dapat bercampur dengan kekhawatiran mengenai aktivitas seksual di masa depan yang akan terganggu setelah pengobatan kanker.

American Cancer Society telah mengidentifikasi empat faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien-pasien dengan kanker dan keluarganya, yaitu faktor sosial, psikologis, fisik, dan spiritual.4


(17)

Diagnosis dan pengobatan kanker dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup termasuk fisik, psikologi dan kelangsungan sosial. Aspek psikososial meliputi perubahan pola hidup, ketakutan, serta ketidaknyamanan psikososial. Ketidaknyamanan psikososial termasuk kecemasan, kemarahan, perasaan bersalah, dan depresi. Hal-hal tersebut dapat menetap dan berubah seiring waktu tergantung dari tingkat keparahan penyakit.5

Selain masalah psikososial, persepsi mengenai adanya hubungan antara nyeri yang hebat dengan penyakit kanker dan anggapan bahwa kanker adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan, serta membutuhkan biaya yang besar merupakan suatu masalah pada kualitas hidup.6

Hanya sedikit penelitian mengenai kualitas hidup pada pasien kanker. Hal ini mengakibatkan depresi pada pasien-pasien kanker masih sering tidak terdiagnosis dan tidak mendapat penanganan yang serius, karena adanya anggapan bahwa depresi merupakan suatu keadaan yang normal, yang merupakan suatu reaksi universal terhadap penyakit-penyakit serius dan sebagian reaksi tersebut timbul dalam bentuk tanda-tanda neurovegetatif (kehilangan berat badan atau gangguan tidur).7,8,9

Depresi bukan hanya dapat menyebabkan gangguan emosional, tetapi juga dapat memperlambat kepulihan pasien, luaran pengobatan yang jelek, dan akhirnya mengurangi angka ketahanan hidup. Oleh karena itu diperlukan peranan seorang psikiater dalam penanganan pasien kanker untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Selain peranan psikiater, diperlukan juga peranan dari anggota keluarga yang terdekat untuk kestabilan emosi dan kesejahteraan fisik pada pasien kanker. Dukungan, perhatian dan kesabaran


(18)

anggota keluarga dapat membantu penderita bersama-sama melewati masa-masa sulitnya.10,11

Beberapa peneliti telah melaporkan adanya reaksi emosional spesifik terhadap kanker ginekologi, dan telah menemukan bahwa stress psikologis merupakan masalah yang sering dijumpai. Derogatis dkk (1983) memperkirakan sekitar 50% pasien kanker mempunyai gejala psikiatris, 85% mempunyai gejala depresi dan/atau kecemasan. Thompson dan Shear (1998) dengan menggunakan kriteria psikiatri dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV

(DSM-IV) melaporkan sebanyak 23% pasien kanker ginekologi yang didiagnosis dengan gangguan depresi mayor dimana insidens depresi mayor pada populasi umum sekitar 5-6%.3

Prevalensi depresi pada populasi umum di Amerika Serikat bervariasi sekitar 17-25%. Pasien dengan kanker lebih sering mengalami gejala psikologis termasuk depresi dan kecemasan dibandingkan dengan populasi umum. Pasien dengan stadium lanjut, penyakit yang tidak kunjung sembuh, riwayat gangguan mood, atau dengan rejimen pengobatan yang menyebabkan gejala depresi mempunyai resiko yang sangat tinggi untuk terjadinya depresi. Status penampilan yang buruk juga berhubungan dengan tingginya depresi dan ansietas pada pasien dengan kanker.7,12

Sekitar 25% pasien kanker yang dirawat inap, mempunyai gejala depresi yang memenuhi kriteria depresi mayor atau gangguan berupa mood depresi. Penelitian sebelumnya juga menemukan bahwa mood depresi paling sering menggambarkan kesulitan psikososial, hal ini dilaporkan pada 81% wanita dengan kanker ginekologi pada saat diagnosis ditegakkan dan selama


(19)

perawatan. Sebagai tambahan, depresi dapat memperberat penyakit penyerta dan menimbulkan ide dan usaha bunuh diri.13,14

Pasien-pasien kanker serviks uteri sering merasakan nyeri yang berulang baik kronis atau akut, masalah seksual, kelelahan, perasaan bersalah karena menunda skrining atau pengobatan, perubahan penampilan fisik, depresi, kesulitan tidur, dan beban terhadap keuangan dan membebani orang yang mereka cintai.15

Walaupun demikian, tidak semua pasien kanker mengalami nyeri. Nyeri muncul pada sekitar 25% pasien yang baru didiagnosis, 33% pasien yang menjalani pengobatan, dan 25% pasien dengan penyakit yang sudah lanjut.16

Mengenai lamanya depresi sejak diagnosis kanker ditegakkan, para peneliti mempunyai pendapat yang berbeda. Mao, Jun J, dkk (2007) mendapatkan bahwa nyeri dan stress psikologi bersifat menetap. Berbeda dengan Massie dkk, (1989) melaporkan bahwa depresi dan kecemasan karena kanker dapat menghilang seiring dengan waktu pada mayoritas individu yang didiagnosis kanker. Sementara itu, Gotesman dkk (1982) mengemukakan bahwa perasaan putus asa pada pasien kanker dijumpai sepanjang dua bulan setelah keluar dari rumah sakit. Andersen dkk (1989), menyatakan bahwa reaksi emosional yang terberat dijumpai pada awal diagnosis. Klee M (2000) menyatakan bahwa pasien kanker ginekologi mempunyai emosi yang stabil di dalam rentang 6 sampai 12 bulan setelah perawatan.3,17

Miranda dkk (2002, Brazil) dengan menggunakan Beck Depression Inventory (BDI) pada 22 pasien dengan kanker serviks uteri lanjut yang mendapat kemoterapi adjuvan diperoleh penurunan skor BDI dari 13 (sebelum kemoterapi)


(20)

menjadi 12 (sesudah kemoterapi). Hengrasmee dkk, (2004, Thailand)

mendapati prevalensi depresi sekitar 13% pada kanker ovarium, 26,5% pada kanker serviks uteri dan 5% pada kanker korpus uteri.13,14

Setiono J.J (2007, Manado) meneliti gejala-gejala depresi pada 15 penderita kanker serviks uteri, didapatkan gejala depresi ringan sekitar 20,01%, depresi sedang 26,66% dan depresi berat 53,33%.18

Sebuah instrumen yang digunakan untuk menilai manifestasi tingkat keparahan depresi adalah Beck Depression Inventory (BDI) yang merupakan sebuah kuisioner yang digunakan untuk mempelajari psikologi dan psikiatri klinis. Instrumen tersebut juga valid dan menjadi standar untuk pasien non psikiatris, termasuk pasien kanker.14

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Melalui penelitian ini diharapkan akan diketahui tingkat depresi pada penderita-penderita kanker serviks uteri yang dikelola di RSUP H. Adam Malik dan RSU. Dr. Pirngadi Medan dengan menggunakan kuesioner Skala Beck Depression Inventory-II.

C. KERANGKA MASALAH

Pada tahun-tahun belakangan ini, kualitas hidup orang yang menderita kanker telah mendapat perhatian khusus. Sedikit sekali penelitian yang meneliti kaitan depresi dengan penyakit keganasan. Dan tingkat atau stadium keganasan tidak


(21)

berbanding lurus dengan tingkat depresi. Sejumlah penelitian epidemiologi telah dilakukan untuk menyelidiki kaitan-kaitan yang mungkin. Beberapa penelitian telah menunjukkan bukti peningkatan insidens kanker pada pasien-pasien yang depresi, dan beberapa menunjukkan hubungan tersebut. Bukti-bukti tersebut sulit dijelaskan, karena bermacam-macamnya skala-skala psikometrik yang digunakan untuk menilai depresi.4,5

D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat depresi pada pasien-pasien kanker serviks uteri yang dirawat di RSUP H. Adam Malik dan RSU Dr. Pirngadi Medan baik pasien rawat inap maupun rawat jalan.

E. MANFAAT PENELITIAN

1. Didapatkan data mengenai tingkat depresi pada pasien-pasien kanker serviks uteri yang dirawat di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan baik pasien rawat inap maupun rawat jalan.

2. Perlunya peningkatan kualitas hidup pada pasien-pasien yang menderita penyakit keganasan terutama pada pasien-pasien kanker serviks uteri untuk mengatasi depresi. Dan perlunya penanganan psikiatri pada pasien-pasien dengan gejala depresi berat.


(22)

F. KERANGKA KONSEP

Pasien-pasien dengan Kanker Serviks Uteri

Skala Beck Depression Inventory-II

Tingkat Depresi -Ringan -Sedang -Berat

Tingkat Depresi -Ringan -Sedang -Berat

Dikelompokkan dalam :

- Umur Pasien

- Tingkat Pendidikan

- Status Perkawinan

- Suku

- Pendapatan per bulan

- Stadium

- Terapi

- Lamanya diagnosis ditegakkan


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. GANGGUAN MOOD

Gangguan Mood termasuk gangguan dengan gambaran utama berupa kelainan pada mood. Gangguan mood dibagi atas tiga bagian. Yang pertama menggambarkan Episode Mood (Episode Depresi Mayor, Episode Mania, Episode Campuran, dan Episode Hipomania). Yang kedua menggambarkan Gangguan Mood (contohnya, Gangguan Depresi Mayor, Gangguan Distimia, Gangguan Bipolar I). Dan yang ketiga menggambarkan baik episode mood yang baru-baru ini atau perjalanan episode yang rekurens.19

Gangguan Mood dibagi atas Gangguan Depresi (Depresi Unipolar), Gangguan Bipolar, dan dua gangguan berdasarkan etiologi, yaitu Gangguan Mood karena Kondisi Medis Umum dan Zat-Zat yang Menginduksi Gangguan Mood.19

Gangguan Depresi (yaitu, Gangguan Depresi Mayor, Gangguan Distimia, dan Gangguan Depresi Yang Tidak Dapat Terklasifikasikan) dibedakan dengan Gangguan Bipolar karena tidak dijumpainya riwayat episode mania, campuran, atau hipomania. Gangguan Bipolar (yaitu, Gangguan Bipolar I, Gangguan Bipolar II, Gangguan Siklotimia, dan Gangguan Bipolar Yang Tidak Dapat Terklasifikasikan) dijumpai adanya (atau riwayat) Episode Mania, Episode Campuran, atau Episode Hipomania dan selalu disertai dengan dijumpainya


(24)

Gangguan Depresi Mayor dicirikan sebagai satu atau lebih Episode Depresi Mayor yakni, sedikitnya 2 minggu dijumpai mood depresi atau kehilangan kesenangan dan disertai sedikitnya empat gejala tambahan depresi.19

Gangguan Distimia dicirikan sedikitnya selama 2 tahun dijumpai mood depresi selama lebih dari berhari-hari yang disertai dengan gejala depresi tambahan serta tidak memenuhi kriteria untuk Episode Depresi Mayor.19

Gangguan Depresi Yang Tidak Terklasifikasikan adalah yang termasuk gangguan-gangguan yang merupakan gambaran depresi yang tidak memenuhi kriteria untuk Gangguan Depresi Mayor, Gangguan Distimia, Gangguan Penyesuaian dengan Mood Depresi, atau Gangguan Penyesuaian dengan Kecemasan Campuran dan Mood Depresi (atau gejala depresi yang mana tidak adekuat atau yang mempunyai informasi yang bertolak belakang).19

Gangguan Bipolar I dicirikan sebagai satu atau lebih Episode Mania atau Campuran, selalu disertai dengan Episode Depresi Mayor.19

Gangguan Bipolar II dicirikan sebagai satu atau lebih Episode Depresi Mayor yang disertai sedikitnya oleh satu Episode Hipomania.19

Gangguan Siklotimia dicirikan sedikitnya 2 tahun dari beberapa periode gejala hipomania yang tidak memenuhi kriteria Episode Mania dan beberapa periode gejala depresi yang tidak memenuhi kriteria untuk Episode Depresi Mayor.19

Gangguan Bipolar Yang Tidak Terklasifikasikan adalah yang termasuk gangguan yang merupakan gambaran-gambaran bipolar yang tidak memenuhi kriteria pada Gangguan Bipolar spesifik apapun yang didefinisikan pada bab mengenai Gangguan Mood pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental


(25)

Disorders IV Text Revision/DSM-IV-TR, atau gejala bipolar yang mana tidak adekuat atau dengan informasi yang bertolak belakang.19

Gangguan Mood Karena Sebuah Kondisi Medis Umum dicirikan sebagai gangguan mood yang nyata dan persisten yang dinilai sebagai konsekuensi fisiologis akibat kondisi medis umum.19

Gangguan Mood yang Diinduksi Zat-Zat dicirikan sebagai gangguan mood yang jelas dan menetap yang merupakan konsekuensi fisiologis langsung dari penyalah-gunaan obat-obatan, pengobatan depresi, atau paparan toksin.19

Gangguan Mood Yang Tidak Terklasifikasikan adalah yang termasuk gangguan yang merupakan gejala mood yang tidak memenuhi kriteria untuk Gangguan Mood Spesifik apapun dan sulit untuk memilih antara Gangguan Depresi Yang Tidak Terklasifikasikan dan Gangguan Bipolar Yang Tidak Terklasifikasikan (contohnya, agitasi akut).19

B. DEPRESI

1. Latar Belakang

Depresi Unipolar merupakan gangguan psikiatri yang paling sering dijumpai. Biarpun banyak pengobatan efektif yang tersedia, gangguan ini jarang terdiagnosis dan jarang mendapat perawatan. Paramedis seharusnya mempertimbangkan adanya depresi pada pasien-pasien yang mereka kelola. Diduga adanya prevalensi yang tinggi pada gangguan afektif pada pasien yang datang ke praktek-praktek klinik.20


(26)

2. Patofisiologi

Patofisiologi Gangguan Depresi Mayor (Major Depressive Disorders/MDD) belum jelas diketahui. Uji klinis dan preklinis menduga adanya gangguan aktivitas serotonin (5-HT) pada susunan saraf pusat (SSP). Neurotransmiter lain yang terlibat termasuk norephinephrine (NE) dan dopamine (DA). Peranan aktivitas serotonin SSP pada patofisiologi MDD diduga oleh karena efektifnya Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) pada pengobatan MDD.20

Pengalaman klinis menunjukkan adanya interaksi yang kompleks antara ketersediaan neurotransmiter, regulasi reseptor dan sensitivitas, dengan gejala afektif MDD. Obat-obat yang hanya meningkatkan ketersediaan neurotransmiter secara akut, seperti kokain, tidak efektif sebagai sebuah antidepresan. Paparan beberapa minggu dengan antidepresan diperlukan untuk mengurangi gejala.20 Semua antidepresan yang tersedia tampaknya bekerja melalui satu atau lebih mekanisme berikut ini :20

1. Inhibisi presinaptik pada absorbsi (uptake) dari 5-HT atau NE.

2. Aktivitas antagonis inhibisi presinaptik pada reseptor 5-HT atau NE, yang meningkatkan pelepasan neurotransmiter.


(27)

3. Frekuensi

Di Amerika Serikat, prevalensi MDD sekitar 20% pada wanita dan 12% pada laki-laki. Pada pasien yang diobservasi untuk perawatan medis didapatkan prevalensinya sekitar 10%. 20

4. Mortalitas dan Morbiditas

Ide bunuh diri, penyakit medis, gangguan hubungan interpersonal, penyalahgunaan zat-zat terlarang, dan kehilangan waktu bekerja meningkatkan mortalitas dan morbiditas MDD.20

Bunuh diri merupakan penyebab kematian utama di Amerika Serikat, dengan angka rata-rata sekitar 200.000 usaha bunuh diri. Bunuh diri menjadi penyebab kematian kedua pada orang dewasa dan diperkirakan 10-30% kematian terjadi pada usia 20-35 tahun. MDD mempunyai peranan penting pada lebih dari 50% usaha bunuh diri. Angka kematian bunuh diri pada gangguan afektif dapat melebihi 15%. Selain ide bunuh diri, depresi juga dapat menyebabkan gangguan interpersonal, misalnya penurunan libido, gangguan berkonsentrasi, gangguan dalam pekerjaan, dan gangguan fungsional lainnya. Penelitian juga menunjukkan bahwa MDD menambah mortalitas dan morbiditas yang tinggi pada penyakit medis lain, seperti infark miokard, dan keberhasilan pengobatan episode depresi memperbaiki luaran medis dan pembedahan.20


(28)

5. Ras, Seks dan Umur

Depresi jarang dijumpai pada populasi kulit hitam. MDD lebih sering didiagnosis pada wanita, dengan prevalensi dua kali lipat dibandingkan pria. Dijumpai prevalensi yang sama antara laki-laki dan perempuan pada usia prepubertas. Gejala depresi secara klinis meningkat seiring dengan meningkatnya usia, khususnya bila disertai dengan penyakit medis. Bagaimanapun juga, depresi dapat tidak memenuhi kriteria untuk depresi mayor karena kadang-kadang dijumpai gambaran depresi yang atipikal pada pasien yang lebih tua.20

6. Gejala Klinis

Kriteria diagnostik DSM-IV-TR (Diagnostic And Statistical Manual of Mental Disorders IV Text Revision) untuk episode depresi mayor seperti di bawah ini:19,20

A. Lima (atau lebih) gejala yang mengikuti, telah ada selama periode 2 minggu dan menggambarkan perubahan dari fungsi sebelumnya; sedikitnya dijumpai satu gejala, baik (a) mood depresi atau (b) kehilangan minat atau kesenangan.

(1) Mood depresi

(2) Berkurangnya minat secara nyata atau kesenangan (3) Pengurangan atau pertambahan berat badan yang nyata (4) Insomnia atau hipersomnia


(29)

(6) Kelelahan atau kehilangan energi (7) Perasaan tidak berarti

(8) Kekurangan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi; kurang dapat memutuskan sesuatu.

(9) Pikiran berulang untuk mati, ide bunuh diri, usaha bunuh diri, atau rencana untuk bunuh diri.

B. Gejala yang tidak memenuhi kriteria untuk Episode Campuran.

C. Gejala yang menyebabkan stress secara klinis atau kerusakan fungsional (contohnya, fungsi sosial, fungsi pekerjaan).

D. Gejala dikarenakan efek fisiologis langsung akibat penyalahgunaan zat-zat (contohnya, penyalahgunaan obat-obatan) atau karena kondisi medis umum (contohnya hipotiroidisme).

E. Gejala yang tidak dinilai sebagai duka cita, yakni, setelah kehilangan orang yang sangat dicintai, gejala ini menetap lebih dari 2 bulan atau yang dicirikan sebagai gangguan fungsional yang nyata, keasyikan yang patologis, ketidakberartian, ide bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi psikomotor.

7. Manajemen

Pengobatan dapat berupa psikoterapi, psikofarmaka dan terapi elektrokonvulsif (Electroconvulsive Therapy/ECT). Psikoterapi yang singkat (contohnya, terapi kognitif behavioral, terapi interpersonal) merupakan pengobatan pilihan, bisa diterapkan sendiri atau dikombinasikan dengan psikofarmaka. Psikofarmaka saja juga dapat mengurangi gejala depresi. Bagaimanapun juga, kombinasi antara


(30)

psikofarmaka dan psikoterapi memberikan luaran pengobatan yang lebih baik. Untuk gejala depresi berat yang tidak respons dengan psikofarmaka maupun psikoterapi dapat diterapi dengan elektrokonvulsif.20

7.1 Psikofarmaka

Antidepresan dalam 2-6 minggu akan mencapai dosis terapeutik yang dibutuhkan untuk menilai respons klinis. Pilihan medikasi seharusnya mempertimbangkan keselamatan dan toleransi obat, kepatuhan pasien, kebiasaan dokter, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Kegagalan pengobatan sering disebabkan oleh ketidakpatuhan dalam pemakaian obat, durasi terapi yang tidak adekuat, atau dosis yang tidak adekuat.20

7.1.1. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRIs)

Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRIs) yang pertama kali diluncurkan di Amerika Serikat adalah fluoxetine (Prozac) pada tahun 1987. SSRIs merupakan antidepresan yang paling banyak dipilih karena efek samping yang kurang menonjol. SSRIs tidak menyebabkan aritmia jantung seperti antidepresan trisiklik. SSRIs merupakan antidepresan yang digunakan dalam pengobatan depresi, gangguan kecemasan, dan beberapa gangguan personal. SSRIs juga efektif dalam mengobati masalah ejakulasi dini.21

SSRIs mempunyai efek antikolinergik sentral dan perifer, juga mempunyai efek sedatif. SSRIs meningkatkan kadar neurotransmiter serotonin ekstraseluler


(31)

dengan menghambat reuptake pada sel presinaptik, meningkatkan kadar serotonin yang tersedia untuk berikatan dengan reseptor post sinaptik.21

Tidak jelas bagaimana mekanisme kerja SSRIs yang pasti dalam mengurangi gejala depresi. Neurotransmiter serotonin dikaitkan dengan terjadinya depresi. Beberapa peneliti menduga abnormalitas pada aktivitas neurotransmiter akan mempengaruhi mood dan tingkah laku. SSRIs sepertinya mengurangi gejala depresi dengan memblokade reabsorpsi (reuptake) serotonin oleh sel-sel saraf tertentu di dalam otak. Hal ini membuat lebih banyak serotonin yang tinggal di dalam otak, dengan demikian meningkatkan neurotransmisi dengan mengirim impuls-impuls saraf dan memperbaiki mood. SSRI disebut selektif karena sepertinya hanya mempengaruhi serotonin saja.21

Berikut ini adalah SSRIs yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration

(FDA) untuk mengobati depresi, dengan nama generik dan nama dagangnya; Citalopram (Celexa), Escitalopram (Lexapro), Fluoxetine (Prozac, Prozan Weekly), Paroxetine (Paxil, Paxil CR), dan Sertraline (Zoloft).21

SSRIs secara umum dianggap aman dibandingkan antidepresan lainnya. SSRIs sepertinya mempunyai interaksi yang buruk dengan obat-obatan yang lain, dan kurang berbahaya bila terjadi overdosis. Efek samping yang sering terjadi termasuk gangguan gastrointestinal, disfungsi seksual, dan perubahan pada tingkat energi (kelelahan, tidak bisa berisitirahat).21


(32)

7.1.2. Antidepresan Trisiklik (Tricyclic Antidepressant/TCAs)

Antidepresan trisklik menginhibisi reabsorpsi (reuptake) serotonin dan norepinephrine. TCAs juga menginhibisi reabsorpsi dopamine, walaupun sedikit dibandingkan dengan inhibisi pada serotonin dan norepinephrine. Antidepresan-antidepresan ini juga memblokade reseptor-reseptor sel tertentu, yang kemudian menimbulkan banyak efek samping. TCAs disebut trisklik karena bentuk struktur kimianya. TCAs merupakan antidepresan yang pertama kali ditemukan, dan dipasarkan pada tahun 1960-an, dan tetap menjadi obat garis pertama untuk depresi sampai tahun 1980-an, sampai obat antidepresan yang terbaru muncul.21 Berikut ini adalah TCAs yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration

(FDA), untuk mengobati depresi, dengan nama generik dan nama dagangnya; Amitriptyline, Amoxapine, Desipramine (Norpramin), Doxepin (Sinequan), Imipramine (Tofranil), Nortriptyline (Pamelor), Protripyline (Vivactil), dan Trimipramine (Surmontil). Beberapa obat-obat ini harus diberikan dalam bentuk injeksi atau sebagai larutan oral yang harus dicampur dengan cairan, seperti air atau jus.21

Karena TCAs kurang selektif, sehingga mempunyai efek samping yang lebih banyak dibandingkan antidepresan-antidepresan yang lain. Efek sampingnya termasuk: perasaan mengantuk, mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, gangguan fungsi seksual, peningkatan denyut jantung, disorientasi, sakit kepala, tekanan darah rendah, sensitif terhadap cahaya matahari, peningkatan selera makan, pertambahan berat badan, nausea dan badan lemas.21


(33)

7.1.3. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)

MAOIs merupakan antidepresan yang sangat kuat yang digunakan untuk pengobatan depresi. MAOIs digunakan sebagai obat antidepresan terakhir ketika antidepresan yang lain seperti SSRIs dan TCAs tidak respons.21

MAOIs bekerja dengan menghambat aktivitas monoamine oksidase dengan mencegah pemecahan neurotransmiter monoamine, dengan demikian meningkatkan bioavailabilitasnya. MAOIs mengurangi depresi dengan mencegah enzim monoamine oksidase pada neurotransmiter norephinephrine, serotonin dan dopamine yang bermetabolisme di dalam otak. Sehingga, kadarnya tetap tinggi di dalam otak, sehingga memperbaiki mood.21

Berikut ini adalah MAOIs yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration

(FDA) untuk mengobati depresi, dengan nama generik atau nama dagang, yaitu ; Phenelzine (Nardil), Tranylcypromine (Parnate), Isocarboxazid (Marplan), dan Selegiline (Emsam). Karena seriusnya efek samping MAOIs, sehingga MAOIs hanya digunakan ketika obat-obat antidepresi yang lain tidak bisa lagi memperbaiki gejala depresi. Efek samping MAOIs termasuk, perasaan mengantuk, konstipasi, nausea, diarea, kelelahan, mulut kering, pusing, tekanan darah rendah, penurunan urine output, penurunan fungsi seksual, gangguan pola tidur, kekejangan otot, penambahan berat badan, padangan kabur, sakit kepala, peningkatan selera makan, perasaan tidak bisa beristirahat, tremor, kelemahan, dan berkeringat banyak.21


(34)

7.2. Psikoterapi

Psikoterapi merupakan bentuk pengobatan yang direkomendasikan pertama kali untuk depresi. Selama psikoterapi, seseorang yang menderita depresi berbicara pada ahli psikoterapi agar membantu penderita untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memicu depresi. Beberapa faktor-faktor ini bekerja secara kombinasi dengan faktor herediter dan ketidakseimbangan kimia di dalam otak yang dapat memicu depresi. Psikoterapi membantu pasien depresi, dengan memahami tingkah laku, emosi, dan ide yang berperan pada keadaan depresinya. Dengan memahami dan mengidentifikasi masalah-masalah atau peristiwa dalam hidup yang berperan di dalam depresi penderita dan membantu penderita memahami aspek-aspek dari masalah ini sehingga mereka dapat menyelesaikan dan memperbaikinya.22


(35)

7.2.1 Tipe-tipe Psikoterapi

Terapi dapat diberikan dalam bentuk yang bervariasi, termasuk :22

Individual Kelompok

Marital/ Pasangan

Keluarga

: :

:

:

Terapi ini melibatkan hanya pasien dan ahli terapi Terapi ini melibatkan dua atau lebih pasien yang dapat berpartisipasi pada waktu yang sama. Pasien dapat membagi pengalaman dan belajar dengan orang lain yang mempunyai perasaan dan pengalaman yang sama dengannya.

Terapi ini berguna untuk membantu pasangan dan partner agar lebih memahami mengapa orang yang mereka cintai mengalami depresi, perubahan apa yang dilakukan dalam komunikasi dan tingkah laku yang dapat membantu penderita.

Keluarga merupakan faktor kunci untuk membantu penderita yang mengalami depresi agar menjadi lebih baik, hal ini dapat membantu anggota keluarga untuk mengerti apa yang dialami oleh orang yang mereka cintai, dan apa sebaiknya yang anggota-anggota keluarga lakukan untuk membantu penderita.


(36)

7.2.2. Pendekatan Terapi

Walaupun terapi dapat dilakukan dalam bentuk keluarga, kelompok, dan individual juga ada beberapa pendekatan yang dilakukan oleh ahli psikoterapi. Setelah berbicara dengan pasien tentang perihal depresinya, ahli psikoterapi akan memutuskan pendekatan mana yang digunakan berdasarkan kecurigaan pada faktor-faktor yang menyebabkan depresi.22

7.2.2.1. Terapi Psikodinamik

Terapi psikodinamik berdasarkan asumsi bahwa orang yang mengalami depresi disebabkan karena konflik yang tidak terpecahkan yang sering muncul pada masa kanak-kanak. Tujuan dari terapi ini adalah agar pasien mengerti lebih baik dengan membicarakan pengalaman mereka. Terapi psikodinamik diberikan selama tiga sampai empat bulan atau bertahun-tahun.22

7.2.2.2. Terapi Interpersonal

Terapi interpersonal memfokuskan pada tingkah laku dan interaksi seorang penderita depresi dengan keluarga dan temannya. Tujuan utama dari terapi ini adalah memperbaiki keterampilan komunikasi dan meningkatkan kepercayaan diri selama periode yang singkat. Terapi selalu berlangsung selama tiga sampai empat bulan dan berhasil dengan baik untuk depresi yang disebabkan oleh


(37)

dukacita, konflik dalam hubungan interpersonal, peristiwa hidup yang besar, dan isolasi sosial.22

7.2.2.3. Terapi Tingkah Laku Kognitif

Terapi tingkah laku kognitif membantu penderita depresi untuk mengindentifikasi dan merubah persepsi yang tidak akurat yang terdapat pada diri mereka dan di sekeliling mereka. Ahli terapi membantu pasien untuk menegakkan cara baru untuk berpikir dengan mengarahkan perhatian pada asumsi baik yang salah maupun yang benar, yang mereka buat pada diri mereka sendiri atau orang lain.22

7.3. Terapi Elektrokonvulsif (Electroconvulsive Therapy/ECT)

Untuk beberapa gejala depresi yang berat dan tidak respon dengan psikofarmaka dan psikoterapi, terapi elektrokonvulsif dapat dipertimbangkan. ECT dilakukan oleh tim dokter dan perawat yang terlatih, dengan seorang ahli anestesi yang akan membuat pasien tertidur selama beberapa waktu, kemudian sebuah arus listrik dialirkan ke kepala pasien, sehingga menimbulkan kejang pada pasien, setelah itu pasien dibawa ke ruang pemulihan untuk diawasi. Keseluruhan prosedur memakan waktu sekitar 10 menit. ECT selalu diberikan dua atau tiga kali per minggu. Kebanyakan pasien membutuhkan 6 sampai 12 kali pengobatan, tetapi pada beberapa pasien membutuhkan prosedur ECT yang lebih banyak.23


(38)

C. BECK DEPRESSION INVENTORY (BDI)

1. Pengertian

Beck Depression Inventory (BDI), dibuat pada tahun 1961 oleh Dr. Aaron T. Beck, dan dikembangkan untuk menilai manifestasi depresi pada tingkah laku remaja dan orang dewasa. Dirancang untuk menstandarisasi penilaian keparahan depresi serta menggambarkan secara sederhana gejala depresi. Item-item BDI berasal dari observasi pasien-pasien depresi yang dibuat selama perjalanan psikoanalisis atau psikoterapi. Sikap dan gejala depresi tampak spesifik pada kelompok pasien ini, kemudian BDI digambarkan oleh pernyataan-pernyataan, dan penilaian numerik pada masing-masing pernyataan.24

BDI merupakan instrumen yang paling banyak digunakan untuk menilai keparahan depresi. BDI yang asli, terdiri dari 21 pernyataan dalam bentuk

multiple choice, 21 pernyataan merupakan manifestasi 21 tingkah laku, masing-masing area diwakili oleh empat atau lima pernyataan yang menggambarkan keparahan gejala depresi dari yang ringan sampai yang berat. Subjek diminta untuk mengidentifikasi pernyataan yang paling baik yang menggambarkan perasaannya ”saat ini”. Item-item kemudian ditentukan skornya dan dijumlahkan untuk memperoleh total skor. Total skor ini akan menggambarkan tingkat keparahan gejala depresi. Pada tahun 1978, BDI kemudian direvisi menjadi BDI-IA, revisi ini dilakukan untuk menghilangkan pernyataan-pernyataan yang mirip serta untuk menyusun kembali kata-kata pada item tertentu. Sebagai tambahan, batasan waktu untuk penilaian diperpanjang sampai ”seminggu yang lalu, termasuk hari ini”. Pada tahun 1993, panduan untuk menentukan skor


(39)

dimodifikasi, gunanya untuk menggambarkan data-data yang dikumpulkan pada

Center for Cognitive Therapy. 24

Pada tahun 1996, sebuah BDI versi baru (BDI-II) dengan modifikasi pada item-item untuk menggambarkan kriteria DSM-IV dan untuk menyederhanakan kata-kata yang dipakai pada versi sebelumnya. Batasan waktu untuk penilaian diperpanjang sampai ”dua minggu yang lalu, termasuk hari ini.”24

Walaupun data-data psikometrik yang ada pada BDI-II sepertinya sangat menjanjikan dengan jangka waktu diperpanjang sampai dua minggu yang lalu, tapi membuat instrumen ini kurang bermanfaat untuk menilai pola perubahan gejala depresi sepanjang waktu.24

2. Deskripsi

BDI-IA mengandung 21 item yang masing-masing seri terdiri dari empat pernyataan. Pernyataan-pernyataan menggambarkan keparahan gejala depresi dari yang ringan (skor 0) sampai yang berat (skor 3).24

Walaupun instrumen asli (BDI-I) dibacakan dengan suara yang keras oleh orang yang mewancarai subjek dan mencatat pilihan subjek, instrumen ini dapat juga diisi sendiri oleh subjek (self report). Tingkat keparahan skor depresi dibuat dengan menjumlahkan skor dari masing-masing item. Panduan yang paling baru menyarankan interpretasi keparahan skor: 0-9, minimal; 10-16, ringan; 17-29, sedang; dan 30-63, berat. Skor-skor subskala dapat dihitung untuk faktor kognitif-afektif dan faktor penampilan somatik. Subskala kognitif-afektif mengevaluasi perasaan dan pikiran-pikiran ideal, terdiri dari total jumlah skor 13 item yang pertama. Subskala penampilan somatik terdiri dari 8 item terakhir.


(40)

Memerlukan waktu 5-10 menit untuk menyelesaikan BDI-IA. Wawancara membutuhkan waktu 15 menit. Pada beberapa pasien yang terobsesi berat, dapat membutuhkan waktu yang lebih lama. BDI telah diterjemahkan pada beberapa bahasa, yaitu China, Belanda, Finlandia, Prancis, Jerman, Korea, Swedia, dan Turki.24

Beberapa penelitian telah mendapatkan bahwa BDI dapat membedakan pasien-pasien psikiatrik dengan subjek kontrol yang secara psikologi sehat, dengan pasien-pasien distimia, serta dengan pasien-pasien gangguan depresi mayor.

Beck, dkk (1986), melaporkan bahwa sampel-sampel distimia dan depresi mayor menunjukkan perbedaan yang lemah, walaupun skor rata-rata lebih tinggi pada kelompok gangguan depresi mayor. Sehingga pada sampel-sampel psikiatrik, kemampuan diskriminatif BDI sangat lemah.24

Pada penelitian pada 307 remaja (pasien rawat jalan yang berumur 18-37 tahun), Ruud dan Rajab (1995), menemukan bahwa sensitivitas BDI pada gangguan mood berdasarkan kriteria DSM III-R, diperoleh 83,77% pada BDI = 9 (nilai paling rendah yang diperoleh dalam penelitian), 76,2% pada BDI = 14, 66,88% pada BDI = 18, dan 58,4% pada BDI = 20. Skor spesifitas yang sangat tinggi (88,36%) pada BDI = 30 (skor paling tinggi yang diperoleh pada penelitian) dan turun ke 61,64% pada BDI = 20, ke 58,90% pada BDI = 18, dan ke 44,52% pada BDI = 14. Penelitian lain yang menggunakan BDI dilakukan oleh Hopko, dkk (2005), beliau meneliti terapi tingkah laku pada 6 orang pasien kanker. Ditemukan penurunan skor BDI rata-rata dari 38 (pra terapi) menjadi 16 (pasca terapi) dengan skor BDI rata-rata selama 3 bulan follow-up yaitu 11 (p<0,01).


(41)

pada pasien-pasien kanker usia lanjut, yang dirawat di unit perawatan paliatif, dapat dipercaya dan cocok untuk penggunaan klinis dan penelitian, dengan koefisien korelasi Pearson’s = 0,863, koefisien korelasi Spearman = 0,884, Kendal tau-b = 0,743 (p<0,005).24,25,26

Skor BDI yang rendah sering dijumpai pada pasien-pasien dengan gejala psikatrik yang disebabkan oleh penyalahgunaan zat-zat terlarang. Clark dan Steer (1994), menemukan bahwa subskala kognitif afektif pada BDI dapat membedakan pasien depresi dengan penyakit medis yang kronis.24

Beberapa bukti melaporkan adanya bias, misalnya, skor yang lebih tinggi diperoleh pada wanita, remaja, usia lanjut, dan tingkat pendidikan yang rendah.24 Satu kelemahan pada BDI-IA bahwa ia dikembangkan terutama untuk menggambarkan gejala yang ditemukan pada depresi yang berat dan tidak menyediakan cakupan yang lengkap pada gejala yang dipakai pada kriteria DSM-IV. Item-item seperti peningkatan selera makan, peningkatan frekuensi tidur, agitasi, dan retardasi psikomotor tidak termasuk di dalamnya. Revisi BDI-I (BDI-II) memperpanjang jangka waktu sampai 2 minggu yang lalu, telah dikembangkan untuk memecahkan masalah ini. Tetapi kurang bermanfaat dalam penilaian ulang pada penelitian-penelitian yang bertujuan untuk mengetahui respons pengobatan.24

Keuntungan pada BDI yakni sangat mudah untuk digunakan (dapat dipakai sendiri), menggunakan bahasa yang sederhana, dan sangat mudah untuk menilai skor. Kerugiannya adalah adanya bias yang dijumpai (misalnya, wanita, subjek yang tingkat pendidikannya rendah, remaja, usia lanjut, dan individu


(42)

dengan diagnosis psikiatrik tertentu yang cenderung menunjukkan skor yang lebih tinggi).24

3. BDI-II

BDI-II merupakan revisi dari BDI-IA, yang dikembangkan berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual and Mental Disorders IV, Edisi keempat dari American Psychiatric Association (DSM-IV). Item-item yang telah digantikan meliputi gambaran tubuh, hipokondriasis, dan kesulitan bekerja. Item kesulitan tidur dan item kehilangan selera makan, direvisi untuk menilai peningkatan maupun penurunan pola tidur dan selera makan. Ketiga item tersebut direvisi, hanya item yang berkaitan dengan perasaan merasa dihukum, pikiran bunuh diri, dan minat terhadap seks yang tetap dipertahankan. Akhirnya, subyek ditanyakan bagaimana perasaan mereka selama dua minggu terakhir ini. berbeda dengan BDI asli yang menanyakan hanya satu minggu terakhir saja. Seperti BDI, BDI-II juga mengandung 21 pernyataan, masing-masing jawaban dibuat skor dari 0 ke 3. cutoff yang digunakan berbeda dari yang asli. Makin tinggi total skor mengindikasikan makin berat gejala depresi.27

D. KANKER SERVIKS UTERI

1. Pengertian

Leher rahimatau serviks uteri adalah sepertiga bagian bawah uterus. Bentuknya secara kasar adalah silindris, berhubungan dengan vagina melalui sebuah


(43)

orificium yang disebut eksternal os. Kanker serviks uteri dapat berasal dari permukaan vagina atau di dalam kanalis servikalis.28

Sel kanker serviks uteri pada awalnya berasal dari sel epitel serviks yang mengalami mutasi genetik sehingga mengubah perilakunya. Sel yang bermutasi ini melakukan pembelahan sel yang tidak terkendali dan menginvasi jaringan stroma dibawahnya. Keadaan ini menyebabkan mutasi genetik yang tidak dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker.29

2. Etiologi

Penyebab utama kanker serviks uteri adalah infeksi virus HPV (human papilloma virus), lebih dari 90% kanker serviks uteri jenis skuamosa mengandung DNA virus HPV dan 50% kanker serviks uteri berhubungan dengan HPV tipe 16. Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual. Dari banyak tipe HPV, tipe 16 dan 18 mempunyai peranan yang penting melalui sekuensi gen E6 dan E7

dengan mengkode pembentukan protein-protein yang penting dalam replikasi virus.29

3. Frekuensi

Di Amerika Serikat, terdapat 10.370 kasus baru yang didiagnosis setiap tahun. Lebih dari 50.000 kasus didiagnosis sebagai karsinoma in situ. Secara internasional terdapat 500.000 kasus baru yang didiagnosis setiap tahun. Di Indonesia, kanker serviks uteri menempati urutan pertama di antara tumor-tumor ganas ginekologi, yaitu 68,1%, diperkirakan terdapat 350.000 kasus baru setiap


(44)

tahun. Di Asia insidens kanker serviks uteri yaitu 20-30 setiap 100.000 wanita dengan angka kematian 5-10 setiap 100.000 wanita.30,32

4. Gejala dan Tanda

Perdarahan pervaginam yang abnormal merupakan gejala yang paling sering dijumpai, menandakan adanya kanker serviks uteri yang invasif. Wanita yang seksual aktif, hal ini termasuk perdarahan paska koitus, dijumpai perdarahan intermenstrual atau pasca menopause. Tumor yang besar sering terinfeksi, dan dengan adanya vaginal discharge yang berbau, dapat terjadi sebelum onset perdarahan. Pada kasus-kasus dengan stadium lanjut, nyeri pada pelvis, gejala penekanan terhadap kandung kemih, ureter dan usus, dan kadang-kadang dapat keluar urine dan feces dari vagina.31

Penelitian pada 81 pasien yang didiagnosis kanker serviks uteri di California Selatan, oleh Pretorius dkk. (1991), melaporkan bahwa 56% dengan perdarahan vagina abnormal, 28% dengan hasil pap smear yang abnormal, 9% dengan nyeri, 4% dengan vaginal discharge, dan 4% dengan gejala-gejala yang lain. Pasien dengan hasil pap smear yang abnormal, mempunyai tumor yang lebih kecil dan stadium penyakit yang lebih dini.31

5. Stadium

Setelah diagnosis kanker serviks uteri ditegakkan, berdasarkan pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi, dilanjutkan dengan penentuan stadium. Stadium kanker serviks uteri ditentukan melalui pemeriksaan klinis dan sebaiknya dilakukan di bawah pengaruh anestesia umum. Penentuan stadium kanker


(45)

serviks uteri menurut FIGO masih berdasarkan pemeriksaan klinis praoperatif ditambah dengan foto toraks dan sistoskopi serta rektoskopi.29

Stadium Kanker Serviks Uteri Menurut FIGO 1994 33

Stadium 0 Karsinoma in situ, karsinoma intraepitelial. Kasus-kasus Stadium 0 seharusnya tidak termasuk dalam statistik terapeutik apapun untuk

karsinoma invasif.

Stadium I Karsinoma terbatas hanya pada serviks (penyebaran ke korpus uteri

diabaikan)

Stadium Ia Kanker invasif diidentifikasi hanya secara mikroskopik. Semua lesi yang

dapat dilihat secara langsung walaupun dengan invasi yang superfisial, dikelompokkan sebagai kanker stadium Ib. Invasi terbatas pada invasi

stroma dengan kedalaman maksimum 5 mm dan lebarnya tidak lebih dari 7 mm. (Kedalaman invasi seharusnya tidak lebih dari 5 mm diukur

dari dasar epitel, baik permukaan atau glandular, dari mana ia berasal. Keterlibatan ruang vaskuler, baik venosa atau limfatik, seharusnya tidak

mempengaruhi penentuan stadium).

Stadium Ia1 Invasi stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan tidak lebih

dari 7 mm.

Stadium Ia2 Invasi stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi tidak lebih dari 5

mm dan lebarnya tidak lebih dari 7 mm.

Stadium Ib Lesi terbatas pada serviks atau secara mikroskopis lebih dari Ia.

Stadium Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm. Stadium Ib2 Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm.

Stadium II Karsinoma meluas melewati serviks, tapi tidak meluas ke dalam dinding pelvis; karsinoma melibatkan vagina, tetapi tidak melibatkan 1/3 bawah

vagina.

Stadium IIa Tidak ada keterlibatan parametrium.


(46)

Stadium III Karsinoma telah meluas sampai ke dinding pelvis; pada pemeriksaan rektum, tidak ada daerah yang bebas kanker antara tumor dan dinding

pelvis; tumor melibatkan 1/3 bagian bawah vagina; semua kasus dengan hidronefrosis dan gangguan fungsi ginjal, kecuali diketahui karena

penyebab lain.

Stadium IIIa Tidak ada perluasan ke dinding pelvis, tapi keterlibatan 1/3 bagian bawah vagina.

Stadium IIIb Perluasan ke dinding pelvis atau hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal.

Stadium IV Karsinoma telah meluas melewati pelvis atau secara klinis telah

melibatkan mukosa kandung kemih atau rektum.

Stadium IVa Metastase dan pertumbuhan pada organ-organ terdekat.. Stadium IVb Metastase jauh.

Stadium Kanker Serviks Uteri Menurut FIGO 2000 29

Stadium 0 Karsinoma in situ, karsinoma intraepitelial

Stadium I Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteri

diabaikan)

Stadium Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, lesi

yang dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang sangat superfisial dikelompokkan sebagai stadium Ib. Kedalaman invasi stroma

tidak lebih dari 5 mm dan lebarnya tidak lebih dari 7 mm.

Stadium Ia1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan lebar tidak

lebih dari 7 mm.

Stadium Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5

mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm

Stadium Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari Ia

Stadium Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm Stadium Ib2 Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm


(47)

Stadium II Telah melibatkan vagina, tetapi belum melibatkan parametrium. Stadium IIb Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul.

Stadium III Telah melilbatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding panggul. Kasus dengan hidronefrosis atau gangguan fungsi

ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain.

Stadium IIIa Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum

mencapai dinding panggul.

Stadium IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau

gangguan fungsi ginjal.

Stadium IV Perluasan ke luar organ reproduksi

Stadium IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum Stadium IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul.

6. Diagnosis

Diagnosis kanker serviks uteri diperoleh melalui pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi. Pada dasarnya bila dijumpai lesi seperti kanker secara kasat mata harus dilakukan biopsi walaupun hasil pemeriksaan pap smear masih dalam batas normal. Sementara itu, biopsi lesi yang tidak kasat mata dilakukan dengan bantuan kolposkopi. Kecurigaan adanya lesi yang tidak kasat mata didasarkan dari hasil pemeriksaan sitologi serviks (pap smear). Diagnosis kanker serviks hanya berdasarkan pada hasil pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi. Hasil pemeriksaan sitologi tidak boleh digunakan sebagai dasar penetapan diagnosis. Biopsi dapat dilakukan secara langsung tanpa bantuan anestesi dan dapat dilakukan secara rawat jalan. Perdarahan yang terjadi dapat diatasi dengan penekanan atau meninggalkan tampon vagina. Lokasi biopsi sebaiknya


(48)

pada lesi yang besar. Bila hasil biopsi dicurigai adanya mikroinvasi, dilanjutkan dengan konisasi. Konisasi dapat dilakukan dengan pisau (cold knife) atau dengan elektrokauter.29

7. Pengobatan

Pengobatan kanker serviks uteri bervariasi tergantung pada stadium penyakit. Untuk kanker serviks uteri invasif dini, pembedahan merupakan pengobatan pilihan. Pada kasus-kasus dengan stadium yang lebih lanjut, radiasi dikombinasikan dengan kemoterapi merupakan pengobatan standar. Pasien dengan penyakit yang menyebar, kemoterapi atau radiasi merupakan terapi paliatif.30

• Stadium 0 : Pilihan pengobatan untuk kanker stadium 0 termasuk prosedur

Loop Electrosurgical ExcisionProcedure (LEEP), terapi laser, konisasi, dan krioterapi.30

• Stadium Ia : Pilihan terapi untuk stadium Ia adalah, radikal histerektomi, dan konisasi. Radiasi intrakaviter merupakan pilihan untuk pasien-pasien yang terpilih.30

• Stadium Ib atau IIa

Untuk pasien-pasien dengan stadium Ib atau IIa, pilihan pengobatan adalah kombinasi radiasi eksternal dengan brakiterapi atau histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvis bilateral. Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa pasien dengan keterlibatan parametrium, kelenjar limfe yang positif, atau batas sayatan yang positif lebih baik diobati dengan kombinasi cisplatin paska operatif dan radiasi pelvis.30


(49)

• Stadium IIb – IVa

Untuk kanker serviks uteri bersifat lokal dan lanjut (Stadium IIb, III, dan IVa), radiasi merupakan pilihan pengobatan selama bertahun-tahun. Bagaimanapun juga, hasil-hasil dari uji klinis acak yang luas menunjukkan perbaikan yang dramatis pada ketahanan hidup pasien dengan kombinasi penggunaan kemoterapi dan radiasi. Terapi radiasi dimulai dengan pengobatan radiasi sinar eksternal untuk mengurangi massa tumor agar dapat dilakukan aplikasi intrakaviter selanjutnya. Brakiterapi menggunakan aplikator afterloading yang ditempatkan pada kavum uteri dan vagina. Kemoterapi berbasiskan cisplatin dikombinasikan dengan radiasi pada pasien-pasien dengan kanker serviks uteri stadium lanjut merupakan pengobatan standar.30

• Stadium IVb dan kanker yang rekurens

Selama bertahun-tahun pasien diberikan dengan kemoterapi. Agen tunggal cisplatin merupakan pengobatan standar. Baru-baru ini, kombinasi penggunaan cisplatin dan topocetan menunjukkan perbaikan ketahanan hidup secara signifikan dibandingkan agen tunggal cisplatin. Radiasi paliatif sering digunakan secara individual untuk mengontrol perdarahan, nyeri pelvis, atau obstruksi urin atau obstruksi usus.30


(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan disain potong lintang.

B. TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan.

C. WAKTU PENELITIAN

Bulan November 2007 sampai seluruh sampel terpenuhi.

D. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 1. Populasi Penelitian

Semua Pasien yang didiagnosis dengan Kanker Serviks Uteri secara histopatologis serta semua stadium yang dikelola oleh RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan.

2. Sampel Penelitian

Sebagian pasien yang didiagnosis dengan Kanker Serviks Uteri secara histopatologis serta semua stadium yang dikelola oleh RSUP H. Adam


(51)

Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan, dengan besar sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi menggunakan ketepatan absolut, dengan mempertimbangkan : 34

- Proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari, P (dari pustaka)

- Tingkat ketepatan absolut yang dihendaki, d (ditetapkan oleh peneliti)

- Tingkat kemaknaan, α (ditetapkan oleh peneliti)

Zα2PQ n ≥

d2

Zα= Nilai batas bawah dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai

α yang ditentukan ; untuk nilai α = 0,05 → Zα = 1,96

P = Proporsi depresi pada penderita Kanker Serviks Uteri, 26,5% q = 1-p : 1-0,265 = 0,735

d = ketepatan penelitian (tingkat ketepatan absolut yang dihendaki) = 0,1

(1,96)2 x (0,265) x (0,735) n ≥

(0,1)2


(52)

3. Kriteria penerimaan

Semua pasien yang menderita kanker serviks uteri yang bersedia mengikuti penelitian.

E. ETIKA PENELITIAN

Setiap responden diperlakukan sesuai dengan prinsip etika sebagai berikut : 1. Sebelum penelitian dimulai, dijelaskan terlebih dahulu tentang tujuan

penelitian yang akan diikuti responden.

2. Responden berhak atas jaminan kerahasiaan setiap jawaban yang diberikan.

3. Peneliti, pengelola data atau siapapun yang terlibat dalam penelitian ini wajib merahasiakan setiap jawaban yang diberikan responden.

4. Setiap responden tidak dikenakan biaya.

F. BATASAN OPERASIONAL

a. Umur : lamanya hidup sejak lahir yang dinyatakan dalam satuan tahun. Dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu :

• Umur < 30 tahun

• Umur 30-40 tahun

• Umur > 40 tahun

b. Pendidikan : jenjang pengajaran yang telah diikuti atau sedang dijalani responden melalui pendidikan formal.


(53)

Pendidikan dibagi atas :

• Tidak sekolah

• SD (Sekolah Dasar)

• SMP (Sekolah Menengah Pertama)

• SMA (Sekolah Menengah Atas)

• Sarjana atau yang lebih tinggi

c. Status perkawinan : ditentukan apakah subjek masih dalam ikatan perkawinan (menikah), atau tidak dalam ikatan perkawinan : janda, cerai dan tidak kawin).

d. Suku : suku pada pasien diambil dari garis suku ayah (patrilineal), Aceh, Batak, Jawa, Karo, Mandailing, Melayu, Minangkabau, dll.

e. Pendapatan per bulan : ditentukan berdasarkan, pendapatan kurang dari Rp. 500 ribu, pendapatan antara Rp. 500 ribu sampai dengan Rp. 1 juta, dan lebih dari Rp. 1 juta.

f. Stadium : Tingkat keganasan kanker serviks uteri berdasarkan FIGO 2000, dengan pemeriksaan dalam (Vaginal Toucher) yang telah dikonfirmasi berdasarkan pemeriksaan histopatologi untuk memastikan suatu proses keganasan atau tidak. Untuk kanker serviks uteri yang tidak dapat ditegakkan


(54)

stadiumnya karena telah dilakukan operasi histerektomi, digolongkan stadium yang tidak terklasifikasikan.

g. Terapi : sampel dikelompokkan dari yang belum diterapi atau sudah diterapi : konisasi, radikal histerektomi, kemoterapi, radiasi, radikal histerektomi dengan kemoterapi, radikal histerektomi dengan radiasi, kemoterapi dengan radiasi, radikal histerektomi, kemoterapi dan radiasi, dan paliatif.

h. Lamanya waktu sejak diagnosis ditegakkan, didefinisikan sebagai waktu dari sejak dilakukan penentuan stadium oleh supervisor sub departemen onkologi-ginekologi, dibagi atas :

• < 1 tahun

• 1-2 tahun

• 3-5 tahun

• > 5 tahun

i. Dukungan untuk berobat, merupakan bentuk dukungan baik moral maupun material yang berasal dari suami, anak, dan anggota keluarga yang lain.

G. INSTRUMEN PENELITIAN

Data untuk penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner Beck Depression Inventory II (BDI-II) terhadap seluruh pasien yang menderita kanker serviks uteri baik di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi, Medan. Total Skor dihitung dan pasien-pasien dikelompokkan dalam depresi


(55)

minimal, ringan, sedang, dan berat. Bentuk pernyataan adalah multiple choice.

• 0-9 (depresi minimal)

• 10-16 (depresi ringan)

• 17-29 (depresi sedang)

• 30-63 (depresi berat)

H. PENGOLAHAN DATA 1. Pemeriksaan Data

Seluruh data yang masuk akan diperiksa kelengkapannya, baik kelengkapan data sosiodemografi responden maupun kelengkapan data lainnya. Untuk penelitian ini tingkat depresi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

• Depresi Minimal atau Ringan digabung menjadi Depresi Ringan (0-16)

• Depresi Sedang (17-29)

• Depresi Berat (30-63)

2. Pemberian Kode

Semua jawaban akan dikonversi kedalam angka-angka sehingga dapat diolah. Untuk skor 1 a atau b, diberi nilai 1, untuk skor 2a atau b, diberi nilai 2, dan untuk skor 3a atau b, diberi nilai 3.


(56)

3. Teknik Analisis Data

Analisis dilakukan dengan menggunakan uji statistik χ2, dengan kemaknaan 5%, dan dengan memakai alat bantu SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) ver.15.


(57)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Responden berjumlah 75 orang pasien kanker serviks uteri yang dirawat baik di unit rawat inap maupun rawat jalan di RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan. Penelitian berlangsung dari bulan November 2007 sampai dengan bulan Februari 2008. Penyajian hasil-hasil penelitian dalam bentuk tabel-tabel distribusi frekuensi.

1. Karakteristik Sampel Penelitian

Tabel 1. Karakteristik Umur, Pendidikan, Status Perkawinan, Suku, Pendapatan Per Bulan, Stadium, Terapi, Lamanya Diagnosis Ditegakkan, dan Dukungan Untuk Berobat

Karakteristik Responden Jumlah %

Umur < 30 tahun 1 1,3

Umur 30-40 tahun 15 20,0

Umur

Umur > 40 tahun 59 78,7

Tidak sekolah 3 4,0

SD 37 49,3

SMP 11 14,7

SMA 22 29,3

Pendidikan

Sarjana atau lebih tinggi 2 2,7

Kawin 62 82,7

Janda 9 12,0

Status Perkawinan


(58)

Tidak Kawin 0 0

Aceh 3 4,0

Batak 27 36,0

Jawa 20 26,7

Karo 11 14,7

Mandailing 8 10,7

Melayu 1 1,3

Minangkabau 2 2,7

Suku

Dll. 3 4,0

< Rp. 500 ribu 17 22,7

Rp.500 ribu s/d Rp.1 juta 52 69,3

Pendapatan Per Bulan

>Rp. 1 juta 6 8,0

0 1 1,3

Ia1 0 0

Ia2 0 0

Ib1 4 5,3

Ib2 13 17,3

IIa 2 2,7

IIb 16 21,3

IIIa 0 0

IIIb 32 42,7

IVa 1 1,3

IVb 2 2,7

Stadium

Yang tidak terklasifikasikan 4 5,3

Belum Diterapi 41 54,7

Konisasi 1 1,3

RHT 4 5,3

Terapi


(59)

Rad 0 0

RHT + Kemo 5 6,7

RHT + Rad 0 0

Kemo + Rad 3 4,0

RHT + Kemo + Rad 0 0

Paliatif 5 6,7

< 1 tahun 72 96,0

1 -2 tahun 2 2,7

3 -5 tahun 0 0

Lamanya Diagnosis Ditegakkan

> 5 tahun 1 1,3

Tidak 0 0

Anak 17 22,7

Suami 8 10,7

Orangtua 1 1,3

Keluarga 1 1,3

Anak + Suami 46 61,3

Anak + Orang tua 0 0

Anak + Keluarga 1 1,3

Suami+Orang tua 0 0

Suami+Keluarga 0 0

Orang tua+Keluarga 0 0

Anak+Suami+Orang tua 1 1,3

Anak+Suami+Keluarga 0 0

Dukungan Untuk Berobat

Ya

Anak+Suami+Orang tua +Keluarga 0 0


(60)

2. TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN-PASIEN KANKER SERVIKS UTERI

Tabel 2. Tingkat Depresi pada Pasien-Pasien Kanker Serviks Uteri

Tingkat Depresi Jumlah %

Ringan 21 28,0

Sedang 28 37,3

Berat 26 34,7

Total 75 100,0

Dari Tabel 2, diperoleh sebaran tingkat depresi sebagai berikut, depresi ringan yaitu 21 pasien (28,0%), depresi sedang yaitu 28 pasien (37,3%), diikuti dengan depresi berat yaitu 26 pasien (34,7%). Tingkat depresi yang terbanyak adalah depresi sedang yaitu 28 pasien (37,3%).

Mystakidou K., dkk (2006), mendapatkan pada 50 pasien wanita dengan kanker stadium lanjut, dijumpai 76% dengan depresi ringan, 30% dengan depresi sedang, dan 16% dengan depresi berat.

Hasil yang berbeda diperoleh oleh Setiono J.J., (Manado, 2007), beliau mendapatkan pada 15 orang pasien kanker serviks uteri yang di rawat baik pada unit rawat inap maupun rawat jalan di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou, Manado, diperoleh pasien dengan depresi ringan sebanyak 20,01%, pasien dengan depresi sedang sebanyak 26,66%, dan pasien dengan depresi berat sebanyak 53,33%.18,26


(61)

3. SEBARAN UMUR DENGAN TINGKAT DEPRESI

Tabel 3. Sebaran Umur Pasien dengan Tingkat Depresi

Tingkat Depresi p

Ringan Sedang Berat

Umur

n % N % n %

< 30 th 0 0 0 0 1 3,8

30 – 40 th 3 14,3 7 25,0 5 19,2

> 40 th 18 85,7 21 75,0 20 76,9

Total 21 100,0 28 100,0 26 100,0

0,596*

*Pearson χ2

Berdasarkan karakteristik sebaran umur (Tabel 3), Pasien-pasien dibagi menjadi 3 kelompok umur, yaitu <30 tahun, umur 30-40 tahun, dan umur >40 tahun. Dari Tabel 3, diketahui sebaran umur pasien yang paling banyak adalah umur >40 tahun yaitu 59 pasien (78,7%). Depresi ringan paling banyak dijumpai pada kelompok umur >40 tahun yaitu 18 pasien (85,7%), yang paling sedikit dijumpai pada kelompok umur 30-40 tahun yaitu 3 pasien (14,3%). Depresi sedang paling banyak dijumpai pada kelompok umur >40 tahun yaitu 21 pasien (75,0%), yang paling sedikit dijumpai pada kelompok umur 30-40 tahun yaitu 7 pasien ( 25,0%). Depresi berat paling banyak dijumpai pada kelompok umur >40 tahun yaitu 20 pasien (76,9%), yang paling sedikit dijumpai pada kelompok umur <30 tahun yaitu 1 pasien (3,8%). Dengan memakai uji Pearson χ2, tabel sebaran umur


(62)

dibandingkan dengan tingkat depresi ini, tidak bermakna secara statistik (p = 0,596).

Sementara itu Mystakidou K., dkk (2006), meneliti pada dua kelompok wanita dengan kanker stadium lanjut, yaitu kelompok usia ≤ 60 tahun dan > 60 tahun (50 pasien) , pasien-pasien dengan pada kelompok usia ≤ 60 tahun mempunyai skor BDI yang lebih tinggi dibandingkan dengan usia yang lebih tua, 71 % pasien-pasien dalam kelompok ≤ 60 tahun mengalami depresi ringan, dan 10,4% mengalami depresi berat, 67% pasien-pasien dalam kelompok > 60 tahun mengalami depresi ringan , dan 8,8 % mengalami depresi berat (p = 0,063).26 Sedangkan Hengrasmee, dkk., (2004, Thailand), meneliti prevalensi depresi pada 149 wanita yang menderita kanker ginekologi dengan menggunakan

Health-Related Self-Report (HRSR) questionaire untuk menentukan prevalensi depresi, mendapatkan pada rata-rata usia pasien yang menderita depresi adalah 50,4 ± 9,6 tahun, sedangkan rata-rata usia yang tidak dijumpai gejala-gejala depresi adalah 46 ± 11,7 tahun (p = 0,108).13

Sebaran umur dibandingkan dengan tingkat depresi pada penelitian ini, tidak mencapai kemaknaan statistik, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya bias, misalnya, skor yang lebih tinggi diperoleh pada wanita, usia lanjut, dan tingkat pendidikan yang rendah seperti yang dilaporkan oleh Beck, A.T, dkk (2000).24


(63)

4. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN PASIEN DENGAN TINGKAT DEPRESI

Tabel 4. Tingkat Pendidikan Pasien dengan Depresi

Tingkat Depresi p

Ringan Sedang Berat

Tingkat

Pendidikan n % n % n %

Tidak Sekolah 0 0 1 3,6 2 7,7

SD 9 42,9 13 46,4 15 57,7

SMP 3 14,3 4 14,3 4 15,4

SMA 7 33,3 10 35,7 5 19,2

Sarjana 2 9,5 0 0 0 0

Total 21 100,0 28 100,0 26 100,0

0,351*

*Pearson χ2

Berdasarkan tingkat pendidikan dibagi atas 5 kelompok sebagai berikut, kelompok tidak sekolah yaitu 3 pasien (4,0%), kelompok tingkat pendidikan SD yaitu 37 pasien (49,3%), kelompok tingkat pendidikan SMP yaitu 11 pasien (14,7%), kelompok tingkat pendidikan SMA yaitu 22 pasien (29,3%, serta kelompok tingkat pendidikan sarjana atau tingkat pendidikan yang lebih tinggi yaitu 2 pasien (2,7%). Kelompok yang terbanyak adalah kelompok tingkat pendidikan SD yaitu 37 pasien (49,3%). Depresi ringan paling banyak dijumpai pada kelompok tingkat pendidikan SD yaitu 9 pasien (42,9%), yang paling sedikit dijumpai pada kelompok tingkat pendidikan sarjana yaitu 2 pasien (9,5%).


(64)

Depresi sedang paling banyak dijumpai pada kelompok tingkat pendidikan SD yaitu 13 pasien (46,4%), yang paling sedikit dijumpai pada kelompok tidak sekolah yaitu 1 orang ( 3,6%). Depresi berat paling banyak dijumpai pada kelompok tingkat pendidikan SD yaitu 15 pasien (57,7%), yang paling sedikit dijumpai pada kelompok tidak sekolah yaitu 2 pasien (2,7%) (p = 0,351).

Sementara itu Hengrasmee, dkk., (2004, Thailand), pada penelitian 149 wanita yang menderita kanker ginekologi dengan menggunakan Health-Related Self-Report (HRSR)questionaire untuk menentukan prevalensi depresi, mendapatkan pada tingkat pendidikan sekolah dasar atau yang lebih rendah, dijumpai gejala-gejala depresi pada 14 pasien (18,9%), dan yang tidak dengan gejala-gejala-gejala-gejala depresi pada 60 pasien (81,1%). Sedangkan pada tingkat pendidikan sekolah tinggi, didapat gejala-gejala depresi pada 2 pasien (7,4%) dan yang tidak dengan gejala-gejala depresi pada 25 pasien (92,6%). Pada tingkat sarjana atau yang lebih tinggi, didapatkan gejala-gejala depresi pada 4 pasien (8,3%) dan yang tidak dengan gejala-gejala depresi pada 44 pasien (91,7%) (p = 0,147).13

Sebaran tingkat pendidikan dibandingkan dengan tingkat depresi pada penelitian ini, tidak mencapai kemaknaan statistik, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya bias, misalnya, skor yang lebih tinggi diperoleh pada wanita, usia lanjut, dan tingkat pendidikan yang rendah seperti yang dilaporkan oleh Beck, A.T., dkk (2000).24


(65)

5. SEBARAN STATUS PERKAWINAN DENGAN TINGKAT DEPRESI

Tabel 5. Sebaran Status Perkawinan Pasien dengan Depresi

Tingkat Depresi p

Ringan Sedang Berat

Status

Perkawinan n % n % n %

Kawin 19 90,5 22 78,6 21 80,8

Janda 2 9,5 4 14,3 3 11,5

Cerai 0 0 2 7,1 2 7,7

Tidak Kawin 0 0 0 0 0 0

Total 21 100,0 28 100,0 26 100,0

0,732*

*Pearson χ2

Berdasarkan status perkawinan, pasien-pasien dibagi atas empat kelompok, yaitu kelompok tidak kawin, kelompok kawin, kelompok janda dan kelompok cerai. Semua pasien mempunyai status kawin atau sudah pernah kawin, sehingga tidak ada pasien yang tergolong dalam kelompok tidak kawin. Untuk kelompok kawin yaitu 62 pasien (82,7%), kelompok janda yaitu 9 pasien (12,0%), dan kelompok cerai yaitu 4 pasien (5,3%). Kelompok yang terbanyak adalah kelompok kawin yaitu 62 pasien (82,7%). Depresi ringan paling banyak dijumpai pada kelompok kawin yaitu 19 pasien (90,5%), yang paling sedikit adalah kelompok janda yaitu 2 pasien (9,5%). Depresi sedang paling banyak dijumpai pada kelompok kawin yaitu 22 pasien (78,6%), yang paling sedikit pada


(66)

kelompok cerai yaitu 2 pasien (7,1%). Depresi berat paling banyak dijumpai pada kelompok kawin yaitu 21 pasien (80,8%), yang paling sedikit pada kelompok cerai yaitu 2 pasien (7,7%) (p = 0.732).

Sementara itu Hengrasmee, dkk., (2004, Thailand), pada penelitian 149 wanita yang menderita kanker ginekologi dengan menggunakan Health-Related Self-Report (HRSR)questionaire untuk menentukan prevalensi depresi, mendapatkan pada kelompok pasien yang tidak kawin dengan gejala-gejala depresi sebanyak 4 pasien (9,8%), dan yang tidak disertai gejala-gejala depresi sebanyak 37 pasien (90,2%). Sedangkan pada kelompok pasien yang kawin dengan gejala-gejala depresi sebanyak 9 pasien (10,8%), dan yang tidak disertai gejala-gejala-gejala-gejala depresi sebanyak 74 pasien (89,2%). Dan pada kelompok yang terpisah dengan suaminya, cerai, atau janda, dengan gejala-gejala depresi sebanyak 7 pasien (28,0%), dan yang tidak disertai gejala-gejala depresi sebanyak 18 pasien (72,0%).13

Sedangkan Mystakidou K., dkk (2006), meneliti pada gejala-gejala depresi pada 50 wanita dengan kanker stadium lanjut dengan menggunakan BDI , didapatkan pada wanita yang dengan status kawin dijumpai rata-rata BDI yaitu 15,04 ± 9,74 dibandingkan dengan wanita yang tidak kawin dijumpai rata-rata BDI yaitu 20,65 ± 10,41 (p = 0,009).26

Sebaran status perkawinan dibandingkan dengan tingkat depresi pada penelitian ini, tidak mencapai kemaknaan statistik, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya bias, misalnya, skor yang lebih tinggi diperoleh pada wanita, usia lanjut, dan tingkat pendidikan yang rendah seperti yang dilaporkan oleh Beck, A.T., dkk (2000).24


(1)

Lampiran III

Beck Depression Inventory-II

35

Hari ……..….., Tanggal ….……….….200… No. Rekam Medik : ……….(diisi oleh peneliti)

Rawat Inap / Rawat Jalan

Data Responden

Nama Umur :

Pendidikan Pekerjaan

Status Perkawinan

Suku Pendapatan per bulan

Stadium

Terapi

Lamanya waktu dari diagnosa ditegakkan : :

Hasil PA Jaringan

(diisi oleh peneliti)

(diisi oleh peneliti) (diisi oleh peneliti) (diisi oleh peneliti)

Dukungan untuk berobat

Alamat No. Telp/HP

Instruksi : Kuisioner ini terdiri dari 21 kelompok pernyataan. Silakan membaca masing-masing kelompok pernyataan dengan seksama, dan pilih satu pernyataan yang terbaik pada masing-masing kelompok yang menggambarkan dengan baik bagaimana perasaan anda selama dua minggu terakhir, termasuk hari ini. Lingkari nomor pernyataan yang telah anda pilih. Jika beberapa pernyataan dalam beberapa kelompok sama bobotnya, lingkari nomor yang paling tinggi untuk kelompok itu. Yakinkan bahwa anda tidak memilih lebih dari satu pernyataan untuk satu kelompok, termasuk item 16 (Perubahan Pola tidur) atau item 18 (Perubahan Selera Makan).


(2)

1. Kesedihan

0 Saya tidak merasa sedih. 1 Saya sering merasa sedih. 2 Saya sedih sepanjang waktu.

3 Saya merasa sangat sedih atau tidak gembira, sampai saya tidak dapat menahannya.

2. Pesimistik

0 Saya yakin dengan masa depan saya.

1 Saya merasa takut dengan masa depan saya daripada biasanya. 2 Saya tidak berharap segalanya menjadi lebih baik untuk saya.

3 Saya merasa putus asa dengan masa depan saya dan keadaan hanya menjadi semakin buruk.

3. Kegagalan Masa Lalu

0 Saya tidak merasakan saya gagal.

1 Saya telah gagal lebih dari yang seharusnya.

2 Saat saya menoleh ke belakang, saya melihat banyak kegagalan. 3 Saya merasa orang yang sepenuhnya dengan kegagalan.

4. Kehilangan Kesenangan

0 Saya memperoleh kesenangan dari semua hal yang saya nikmati 1 Saya kurang menikmati sesuatu daripada seperti biasanya.

2 Saya mendapat sedikit kesenangan dari hal-hal yang biasanya saya nikmati.

3 Saya tidak mendapat kesenangan apapun dari semua yang biasa saya nikmati.


(3)

1 Saya merasa bersalah pada kebanyakan hal yang saya lakukan atau seharusnya yang saya lakukan.

2 Saya merasa bersalah pada kebanyakan waktu. 3 Saya merasa bersalah setiap waktu.

6. Perasaan Merasa Dihukum

0 Saya tidak merasakan saya sedang dihukum. 1 Saya merasa saya mungkin dihukum.

2 Saya mengharapkan untuk dihukum. 3 Saya merasa saya sedang dihukum.

7. Benci diri sendiri

0 Saya merasa sama dengan diri saya selama ini. 1 Saya kehilangan kepercayan terhadap diri saya. 2 Saya kecewa dengan diri saya.

3 Saya tidak menyukai diri saya.

8. Pengkritikan terhadap diri sendiri

0 Saya tidak mengkritik atau menyalahkan diri saya lebih dari seperti biasanya.

1 Saya lebih kritis terhadap diri saya lebih dari seperti biasanya. 2 Saya mengkritik diri saya untuk semua kesalahan saya.

3 Saya menyalahkan diri saya untuk semua kejadian buruk yang terjadi.

9. Pikiran atau keinginan untuk bunuh diri

0 Saya tidak mempunyai pikiran apapun untuk membunuh diri saya sendiri. 1 Saya mempunyai pikiran untuk membunuh diri saya sendiri, tapi saya

takut.

2 Saya merasa ingin bunuh diri.


(4)

10. Menangis

0 Saya tidak menangis lagi seperti biasanya. 1 Saya menangis lebih dari biasanya.

2 Saya menangis pada masalah-masalah yang kecil. 3 Saya sudah tidak sanggup lagi untuk menangis.

11. Tidak bisa beristirahat

0 Saya bisa beristirahat seperti biasanya.

1 Saya merasa kurang bisa beristirahat seperti biasanya. 2 Saya tidak bisa beristirahat atau sangat sulit untuk diam.

3 Saya sangat tidak bisa beristirahat atau saya harus tetap bergerak atau melakukan sesuatu.

12. Kehilangan minat

0 Saya tidak kehilangan minat terhadap orang lain atau aktivitas tertentu. 1 Saya sedikit berminat terhadap orang lain atau sesuatu hal daripada

keadaan sebelumnya.

2 Saya kehilangan hampir seluruh minat terhadap orang atau hal lain. 3 Sangat sulit untuk berminat terhadap apapun.

13. Keragu-raguan

0 Saya membuat keputusan sebaik keadaan sebelumnya.

1 Saya sedikit kesulitan untuk membuat keputusan daripada seperti biasanya.

2 Saya lebih sulit dalam membuat keputusan daripada seperti biasanya. 3 Saya kesulitan membuat keputusan apapun.

14. Ketidakberartian


(5)

15. Kehilangan energi

0 Saya mempunyai banyak energi seperti biasanya.

1 Saya kekurangan energi dibandingkan keadaan biasanya.

2 Saya tidak mempunyai energi yang cukup untuk melakukan banyak hal. 3 Saya tidak mempunyai cukup energi untuk melakukan apapun.

16. Perubahan dalam pola tidur

0 Saya tidak mengalami perubahan dalam pola tidur. 1a Saya kadang-kadang tidur lebih dari biasanya. 1b Saya kadang-kadang kurang tidur dari biasanya. 2a Saya tidur lebih sering dari biasanya.

2b Saya tidur lebih kurang dari biasanya. 3a Saya tidur hampir sepanjang hari.

3b Saya terbangun 1-2 jam lebih awal dan tidak dapat tidur lagi.

17. Mudah tersinggung

0 Saya tidak mudah tersinggung seperti sebelumnya. 1 Saya lebih mudah tersinggung daripada sebelumnya. 2 Saya lebih sering tersinggung daripada sebelumnya. 3 Saya tersinggung setiap waktu.

18. Perubahan dalam selera makan

0 Saya tidak mengalami perubahan selera makan.

1a Selera makan saya kadang-kadang kurang daripada yang biasanya. 1b Selera makan saya kadang-kadang bertambah daripada yang biasanya. 2a Selera makan saya kurang daripada yang biasanya.

2b Selera makan saya lebih daripada yang biasanya. 3a Saya tidak selera makan sama sekali.


(6)

19. Kesulitan Berkonsentrasi

0 Saya dapat berkonsentrasi baik seperti biasanya. 1 Saya tidak berkonsentrasi sebaik sebelumnya.

2 Sangat sulit untuk berkonsentrasi untuk jangka lama. 3 Saya tidak dapat berkonsentrasi pada apapun.

20. Capek atau Lelah

0 Saya tidak merasa capek atau lelah dibandingkan keadaan sebelumnya. 1 Saya mudah capek atau lelah daripada yang biasanya.

2 Saya merasa sangat lelah atau capek untuk melakukan apapun daripada yang biasanya.

3 Saya terlalu capek atau lelah untuk melakukan hampir semua aktivitas daripada yang biasanya.

21. Kehilangan Minat Seks

0 Saya tidak mempunyai perubahan dalam minat seks.

1 Saya sedikit kurang tertarik terhadap seks dibandingkan yang biasanya. 2 Saya kurang tertarik dengan seks sekarang.

3 Saya kehilangan minat seks sepenuhnya.