PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA BERBASIS E-LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR REFLEKTIF BAGI MAHASISWA CALON GURU.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN PENGESAHAN... Ii PERNYATAAN... Iii KATA PENGANTAR... Iv

UCAPAN TERIMAKASIH... v

ABSTRAK... Ix ABSTRACT... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A.Latar Belakang... 1

B.Rumusan Masalah... 9

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian... 10

D.Penjelasan Istilah... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 13

A.Keterampilan Berpikir Reflektif... 13

B.E-learning dalam Pembelajaran Kimia... 21

C.Materi Ikatan Kimia... 27

D.Penelitian yang Relevan... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 47

A.Paradigma Penelitian... 47

B.Metode Penelitian... 49

1. Studi pendahuluan (Define)... 51

2. Perancangan program pembelajaran (Design)... 52

3. Pengembangan program pembelajaran (Develop)... 53


(2)

D.Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data... 54

E.Teknik Pengolahan Data... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN, TEMUAN DAN PEMBAHASAN... 57

A.Hasil Penelitian... 57

1. Studi pendahuluan (Define)... 58

2. Perancangan pembelajaran (Design)... 67

a. Model pembelajaran... 67

b. Validasi ahli... 69

c. Realisasi pembelajaran dalam bentuk Web TUTOR 72 3. Pengembangan (Develop)... 75

a. Uji coba terbatas... 76

b. Perbaikan dan validasi... 94

c. Ujicoba diperluas... 107

B.Temuan dan Pembahasan... 128

1. Karakteristik pembelajaran Ikatan Kimia berbasis e-learning... 128 2. Meningkatkan keterampilan berpikir reflektif ... 134

3. Indikator berpikir reflektif yang dikembangkan dalam pembelajaran... 138 4. Peningkatan pemahaman konsep Ikatan Kimia. 140 5. Kendala yang ditemui dalam pembelajaran... 141

6. Tanggapan mahasiswa terhadap pembelajaran... 142

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN... 144

A. Kesimpulan... 144

B. Implikasi... 146

C. Saran ... 146

DAFTAR PUSTAKA... 147


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Materi Ikatan Kimia di Beberapa Perguruan Tinggi di

Indonesia………. 30

Tabel 2.2 Materi Ikatan Kimia di Beberapa PT Luar Negeri... Tabel 2.3 Analisis Konsep Materi Inti Mata Kuliah Ikatan Kimia... Tabel 2.4 Penelitian yang Relevan... 31 36 44 Tabel 3.1 Data, Sumber Data, Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data……….. 55

Tabel 4.1 Tahapan dan Hasil Penelitian... 57

Tabel 4.2 Materi Ikatan Kimia SMA, PT dan Saran untuk Calon Guru………... 60

Tabel 4.3 Validasi Ahli dan Perbaikan yang Dilakukan... 69

Tabel 4.4 Hasil Uji Coba Keterpakaian... 77

Tabel 4.5 Skor Pretes-Postes dan N-Gain Keterampilan Berfikir Reflektif ……… 82

Tabel 4.6 Skor Prediksi Mahasiswa... 83

Tabel 4.7 Skor Klarifikasi Mahasiswa Calon Guru... 85

Tabel 4.8 Skor Pretes, Postes, dan N-Gain Kemampuan Relevansi ... 87

Tabel 4.9 Konsep yang Digunakan Mahasiswa dalam Pretes-Postes... 90

Tabel 4.10 Penguasaan Konsep Mahasiswa Sebelum dan Sesudah Pembelajaran Beserta N-Gain... 91

Tabel 4.11 Rekapitulasi Tanggapan Mahasiswa Terhadap Pembelajaran………. 93

Tabel 4.12 Deskripsi Pembelajaran Ikatan Kimia Berbasis e-learning untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir Reflektif... 97

Tabel 4.13 Keterampilan Berpikir Reflektif mahasiswa... 115

Tabel 4.14 Kemampuan dalam Prediksi oleh Mahasiswa... 117

Tabel 4.15 Kemampuan Mahasiswa dalam Klarifikasi... 119

Tabel 4.16 Kemampuan Mahasiswa dalamRelevansi... 121

Tabel 4.17 Data Uji Statistik Keterampilan Berpikir Reflektif dan Indikatornya………... 123

Tabel 4.18 Pemahaman Mahasiswa terhadap Materi Ikatan Kimia... 125

Tabel 4.19 Rekapitulasi Tanggapan mahasiswa Terhadap Pembelajaran………. 127


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Kedudukan Berfikir Reflektif terhadap Berpikir Dasar

dan Berpikir Tingkat Tinggi... Gambar 2.2 Struktur Materi Ikatan Kimia Perguruan Tinggi dan

Materi yang Mendasarinya... Gambar 2.3 Struktur Materi Ikatan Kimia SMA dan Materi yang

Mendasarinya... Gambar 2.4 Pengembangan Pembelajaran Ikatan Kimia...

17 32 33 46

Gambar 3.1 Paradigma Penelitian... 47

Gambar 3.2 Desain Penelitian... 50

Gambar 4.1 Materi Ikatan Kimia yang Dibutuhkan Guru... 59

Gambar 4.2 Struktur Materi Ikatan Antar Atom... 64

Gambar 4.3 Karakterisrik Mahasiswa Calon Guru PT A Berkaitan dengan e-learning... 65

Gambar 4.4 Karakterisrik Mahasiswa Calon Guru PT B Berkaitan dengan e-learning... 66

Gambar 4.5 Pembelajaran e-learning Ikatan Kimia Teoritis... 71

Gambar 4.6 Gambaran Umum Keterkaitan Ikatan Kimia Perguruan Tinggi, Proses Pembelajaran dan Penguasaan Materi Ikatan Kimia………. 75

Gambar 4.7 Karakterisrik Mahasiswa Berkaitan dengan Pendukung e-learning……….. 78

Gambar 4.8 Presentase Jumlah Mahasiswa dengan Tipe Belajar e-learning……….. 80

Gambar 4.9 Persen N-Gain Keterampilan Berfikir Reflektif Mahasiswa……… 81

Gambar 4.10 Persen N-Gain Prediksi Mahasiswa Calon Guru... 83

Gambar 4.11 Persen N-Gain Klarifikasi Mahasiswa Calon Guru... 86

Gambar 4.12 N-Gain Mahasiswa dalam Relevansi... 88

Gambar 4.13 Rata-rata Persen N-Gain Keterampilan Berfikir Reflek-tif dan Indikatornya untuk Mahasiswa Calon Guru……. 89

Gambar 4.14 Persen N-Gain Pemahaman Mahasiswa... 92

Gambar 4.15 Tahapan Pembelajaran yang Diperbaiki... 95

Gambar 4.16 Karakteristik Mahasiswa PT Berkaitan dengan e-learning………... 107

Gambar 4.17 Pembelajaran Salahsatu Mahasiswa Melalui Siklus TUTOR untuk Kestabilan Atom... 110

Gambar 4.18 Persentase N-Gain Keterampilan Berfikir Reflektif Mahasiswa ………... 116

Gambar 4.19 Persentase N-Gain Kemampuan Prediksi Mahasiswa.... 118

Gambar 4.20 Persentase N-Gain Kemampuan Mahasiswa dalam Klarifikasi………. 120


(5)

Gambar 4.21 Persentase N-Gain Kemampuan Mahasiswa dalam

Relevansi……….. 122

Gambar 4.22 Persentase N-Gain Keterampilan Berfikir Reflektif Mahasiswa dan Indikatornya... Gambar 4.23 Rata-rata N-Gain Setiap Materi LPTK A dan LPTK B...

123 124 Gambar 4.24 Persentase Mahasiswa dan N-Gain Pemahaman... 126


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A.1 Angket/Kuesioner Bapak/Ibu Guru kimia………... 153

Lampiran A.2 Angket untuk Mahasiswan………... 154

Lampiran A.3 Deskripsi Pembelajaran Awal……….. 156

Lampiran A.4 Permasalahan dan Jawaban dalam Pembelajaran………… 168

Lampiran A.5 Jawaban Tes………. 174

Lampiran A.6 Validasi Ahli……… 176

Lampiran A.7 Halaman TUTOR untuk Mahasiswa dan Dosen…………. 180

Lampiran A.8 Gambaran Hubungan Pembelajaran dengan Penguasaan Konsep………. 186

Lampiran A.9 Contoh pembelajaran yang dilakukan Mahasiswa……… 188

Lampiran A.10 Angket Tanggapan Mahasiswa……… 197

Lampiran A.11 Validasi Setelah Ujicoba Terbatas……….. 199

Lampiran A.12 Pedoman Singkat Penggunaan TUTOR……….. 200

Lampiran B.1 Data Ujicoba Soal………. 206

Lampiran B.2 Skor Pretes Berpikir Reflektif Ujicoba Terbatas………….. 214

Lampiran B.3 Data N-gain Ujicoba Terbatas……….. 224

Lampiran B.4 Statistik Ujicoba Terbatas……… 228

Lampiran B.5 Skor Ujicoba Diperluas……… 240


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kimia adalah cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan salah satu pengetahuan yang penting untuk dipelajari (Sirhan, 2007). Memahami kimia merupakan jalan untuk menjelaskan tentang fenomena yang ada di lingkungan sekitar, hal ini disebabkan kajian kimia yang tidak terlepas dari kehidupan. Guna mendapatkan manfaat ilmu kimia, kimia dipelajari semenjak Sekolah Menengah Pertama (SMP) dilanjutkan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan di Perguruan Tinggi (PT) bagi yang mempelajari bidang yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan kimia. Mempelajari kimia dari tingkatan yang berbeda tersebut mengalami reduksi didaktis secara vertikal maupun horizontal yang disesuaikan dengan tahapan pendidikan pembelajar.

Kajian kimia seperti yang ditulis di atas yang berkaitan dengan alam sekitar dan kehidupan meliputi struktur materi, komposisi, sifat, perubahannya serta energi yang terlibat dalam perubahan tersebut. Kajian kimia ini menimbulkan kesulitan dan kesalahan konsep bagi pembelajar karena sebagian besar berkaitan dengan konsep abstrak. Kesulitan belajar dan kesalahan konsep ini dimulai dari tingkatan sekolah menengah sampai perguruan tinggi seperti yang dilaporkan Tan dan Treagust (1999). Taber juga menemukan pembelajar yang kesulitan memahami konsep-konsep sentral dalam kimia (Sirhan 2007). Konsep-konsep kimia yang menjadi kesulitan dan kesalahan dalam konsep pembelajar ini


(8)

merupakan konsep inti dan landasan belajar kimia lebih lanjut atau pendukung cabang IPA dan ilmu yang lain. Calon guru kimia sebagai pembelajar di tingkat perguruan tinggi telah mengalami pembelajaran kimia semenjak sekolah menengah dan tidak luput dari kesulitan dan kesalahan konsep ini. Konsep yang sulit dipahami dan menjadi kesulitan bagi calon guru salah satunya adalah ikatan kimia. Permasalahan ini muncul disebabkan prior knowledge calon guru (Oskay & Dincol, 2011). Sirhan (2007) menambahkan beberapa faktor penyebab permasalahan dalam belajar ikatan kimia yaitu komposisi kurikulum kimia yang dilewati pembelajar, permasalahan dalam kerja memori pembelajar, bahasa dan komunikasi serta motivasi pembelajar. Permasalahan yang dihadapi pembelajar dan calon guru kimia ini hendaknya menjadi perhatian Lembaga Pendidikan calon guru kimia

Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai institusi pendidikan merupakan wadah proses pendidikan calon guru. Pendidikan calon guru meliputi pembekalan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan guru untuk menjalankan tugasnya. Guru dalam melaksanakan tugas hendaknya memahami bahwa tugas guru adalah sebuah profesi yang harus dikerjakan secara profesional. Schulman menyatakan ciri-ciri keprofesionalan seorang pendidik adalah sebagai berikut: diakui oleh masyarakat, memiliki sekumpulan bidang ilmu pengetahuan dan keterampilan sebagai landasan sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Ciri selanjutnya, diperlukan persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum melaksanakan pekerjaan profesional, memiliki mekanisme untuk menjaring tenaga yang kompeten untuk melaksanakan tugas tersebut dan


(9)

memiliki organisasi profesional untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat (Darling dan Bransford 2005).

Penegasan guru sebagai pendidik profesional tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 yang menyatakan guru sebagai tenaga profesional pada jalur pendidikan formal. Fungsi guru profesional adalah meningkatkan mutu pendidikan nasional yang menjadikan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi (kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional), sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Guru profesional ditegaskan dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 16 tahun 2009 (DepPAN dan RB No16, Tahun 2009) yang menyatakan guru adalah pendidik profesional yang bertugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kegiatan guru dalam pembelajaran meliputi penyusunan perencanaan, melaksanakan, menilai, mengevaluasi dan merencanakan perbaikan dan pengayaan pembelajaran. Guru profesional diharapkan juga mengembangkan diri secara berkelanjutan melalui pendidikan formal, pelatihan, kegiatan yang mengembangkan kualifikasi dan kompetensi sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta seni, publikasi ilmiah, menghasilkan karya inovatif maupun penulisan buku yang berkaitan dengan profesi guru.


(10)

Berdasarkan uraian di atas guru profesional mempunyai komponen-komponen: kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, adanya mekanisme penjaringan, sehat jasmani dan rohani, mempunynai sekumpulan bidang ilmu dan kompetensi, adanya persiapan, pelaksanaan praktek profesional serta evaluasi untuk peningkatan kualitas professional. Komponen lain adalah pengakuan dari masyarakat, adanya organisasi profesi dan pengembangan profesi berkelanjutan sejalan perkembangan seni, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Diantara komponen guru profesional adalah mempunyai sekumpulan bidang ilmu dan keterampilan serta pengembangan profesi berkelanjutan. Ilmu dan keterampilan serta upaya pengembangan profesi berkelanjutan ini dibekalkan kepada guru semenjak menjalani pendidikan di LPTK. Calon guru kimia khususnya yang menjalani pendidikan di LPTK tidak terlepas dari pembekalan tersebut salahsatunya melalui pembelajaran ikatan kimia.

Perkuliahan ikatan kimia merupakan salah satu perkuliahan wajib di LPTK yang termasuk rumpun mata kuliah kimia fisika. Ikatan kimia sebagaimana ilmu kimia secara umum, dalam pembelajarannya meliputi tiga level berpikir yaitu level makroskopik yang bisa diamati, level sub mikroskopis yang tidak dapat diamati dan level simbolik. Ketiga level tersebut harus bisa disajikan oleh guru atau dosen sehingga tidak terjadi salah interpretasi (Tasker & Dalton, 2006). Konsep-konsep dalam ikatan kimia berada dalam wilayah sub mikroskopis atau wilayah molekular yang bersifat abstrak. Selain itu perkuliahan ikatan kimia kaya akan prinsip yang dapat digunakan mahasiswa untuk menjelaskan permasalahan yang berkaitan dengan ikatan kimia.


(11)

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, calon guru telah melalui pembelajaran ikatan kimia semenjak sekolah menengah dan dilanjutkan dalam pembekalan di LPTK. Penelitian menunjukkan prior knowledge yang dibawa calon guru saat masuk LPTK berpotensi untuk membuat mahasiswa calon guru kesulitan dalam belajar ikatan kimia (Sirhan, 2007). Penelitian ini didukung oleh Talanquer et al. (2009) yang menyatakan bahwa prior knowledge calon guru akan mempengaruhi bagaimana calon guru memahami pembelajaran yang diikutinya dan calon guru dalam beberapa temuan memiiki konsep yang lemah berkaitan dengan disiplin ilmu yang dipelajarinya. Berdasarkan studi lapangan mengenai pembelajaran ikatan kimia, memperkuat hasil penelitian mengenai kesulitan belajar. Mahasiswa mengalami kesulitan dalam belajar ikatan kimia tetapi ada upaya untuk membantu mahasiswa calon guru memahami konsep ikatan kimia, seperti penggunaan model tiga dimensi (molimod) dan penugasan pembuatan

model tiga dimensi untuk membantu mahasiswa memahami level sub mikroskopis. Upaya ini tidak bertahan lama karena mahasiswa tidak dapat

menerapkan pengetahuannya terhadap permasalahan ikatan kimia yang diberikan. Keterbatasan mahasiswa calon guru dalam pembelajaran ikatan kimia juga terlihat dalam menjelaskan grafik atau gambar. Contoh kasus ini mahasiswa memahami proses pembentukan ikatan kovalen dan energi yang terlibat di dalam proses tersebut tetapi tidak dapat menjelaskan gambar energi potensial pembentukan ikatan kovalen. Demikian pula, mahasiswa memahami faktor-faktor yang mempengaruhi energi kisi ikatan ion tetapi tidak dapat menjelaskan grafik yang berhubungan dengan energi kisi. Mahasiswa mampu menjawab


(12)

permasalahan atom yang stabil tetapi tidak mampu atau ragu-ragu menjelaskan mengapa jawaban tersebut yang dipilihnya. Intinya mahasiswa tidak dapat memberikan alasan berdasarkan pengetahuan yang sudah ada. Mahasiswa tidak menganggap hal ini suatu masalah karena mahasiswa lebih menyukai soal yang sesuai dengan contoh yang diberikan dalam pembelajaran. Mahasiswa mempermasalahkan soal yang “rumit” karena lebih kompleks dibanding contoh yang diberikan (hasil studi lapangan).

Permasalahan calon guru ini jika tidak dicarikan pemecahannya akan berdampak pada kinerja guru kimia di lapangan yang akan mengajarkan ikatan kimia di sekolah menengah. Putra (2010) menemukan salah satu materi yang dipermasalahkan guru dalam membelajarkan siswa adalah materi ikatan kimia. Diperlukan pembelajaran ikatan kimia yang tidak sekedar memberikan pengetahuan dan pemahaman. Diperlukan keterampilan untuk menjelaskan suatu permasalahan yang sudah dijawab benar oleh mahasiswa calon guru, keterampilan mengaitkan suatu konsep dengan konsep lain, sehingga dalam menyelesaikan suatu permasalahan dapat dijelaskan dengan pengetahuan atau konsep yang sudah dipahami. Mahasiswa calon guru perlu keterampilan dalam menyelesaikan permasalahan yang kompleks dengan mengetahui apa yang belum diketahui, apa yang sudah diketahui dan pengetahuan apa yang diperlukan. Dengan memahami posisi pengetahuannya mahasiswa calon guru akan termotivasi untuk belajar lebih lanjut. Keterampilan ini diperlukan karena permasalahan yang akan dihadapi sebagai guru akan lebih kompleks yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan tinggi untuk menyelesaikanya. Selain itu guru di lapangan dituntut


(13)

untuk melakukan pengembangan keprofesian berkelanjutan yang sesuai dengan kebutuhannya untuk meningkatkan keprofesionalitasnya.

Keterampilan yang memungkinkan menjawab permasalahan di atas adalah keterampilan berpikir reflektif, karena berpikir reflektif menurut Dewey adalah suatu tipe berpikir tingkat tinggi yang bersifat aktif, berkelanjutan dan teliti terhadap keyakinan yang didasari pengetahuan (Fisher, 2004). Chen (2002) mendukung pendapat Dewey melalui temuannya bahwa berpikir reflektif diperlukan dan penting bagi profesional untuk mengembangkan profesionalitas berkelanjutan, karena mendorong untuk belajar lebih lanjut dan meningkatkan keterampilan berpikir lainnya.

Keterampilan berpikir reflektif dapat berkembang dalam situasi yang mendukung. Lipman (2003) menyatakan situasi reflektif adalah peserta didik digerakkan untuk berpikir tentang permasalahan atau fenomena yang ada di alam, pembelajaran yang diberikan mendorong rasa ingin tahu dan memperlihatkan keterkaitan antar materi pembelajaran serta pembelajaran berlangsung dalam komunitas dengan interaksi belajar maupun sosial.

Beberapa lembaga pendidikan dan pengembangan profesional guru telah melakukan pembelajaran alternatif untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif yang bermanfaat bagi mahasiswa calon guru. Manfaat ini dapat dirasakan selama masa mahasiswa dan setelah mahasiswa menyelesaikan pendidikan di LPTK (Lee, 2005).

Berdasarkan karakteristiknya mata kuliah ikatan kimia merupakan mata kuliah yang berpotensi sebagai wadah untuk mengembangkan keterampilan


(14)

berpikir reflektif mahasiswa calon guru. Berdasarkan analisis terhadap materi ikatan kimia di sekolah menengah dan perguruan tinggi diperoleh hasil bahwa materi ini didominasi konsep yang berada di wilayah sub mikroskopis. Khan (2005), Tasker dan Dalton (2006) menyatakan wilayah ini merupakan sumber miskonsepsi dan tantangan bagi mahasiswa. Materi ikatan kimia juga mengalami reduksi didaktis yang mejadi bekal pengetahuan awal calon guru yang perlu diurai untuk melihat pemahaman calon guru. Karena itu perlu pengembangan pembelajaran agar mudah dipahami dan memberikan pengalaman belajar yang mendukung berpikir reflektif yaitu dapat melakukan penilaian terhadap pembelajaran yang dilakukan dan adanya interaksi sosial (Chen, 2002).

Keterampilan berpikir reflektif dapat dibekalkan dengan berbagai cara yaitu melalui praktek profesional guru (Chen, 2002) dan Maor (2007) melakukan pembelajaran peer learning secara on line untuk membekalkan keterampilan berpikir reflektif. Tan dan Goh (2008) melakukan pembelajaran di kelas dengan memberikan pertanyaan jika... maka selama pembelajaran berlangsung untuk mendorong berpikir reflektif. Penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran berpikir reflektif dapat dilakukan secara tatap muka maupun dengan bantuan jaringan (on line ). Berdasarkan materi ikatan kimia yang berada pada wilayah sub mikroskopis dan potensinya untuk membekalkan keterampilan berpikir reflektif diperlukan pembelajaran yang dapat membantu penjelasan materi ikatan kimia sekaligus mendukung keterampilan berpikir reflektif.

E-learning sebagai alternatif pembelajaran mempunyai keunggulan dapat memvisualisasikan konsep abstrak melalui teknologi komputer, mampu


(15)

memfasilitasi untuk mengetahui keragaman prior knowledge, belajar mandiri sekaligus dapat melakukan interaksi dalam pembelajaran. Kondisi e-learning merupakan keadaan yang mendukung berpikir reflektif yang membutuhkan interaksi dan pencatatan pengetahuan awal menjadi pengetahuan yang dipelajari pembelajar. Penelitian sebelumnya telah membuktikan e-learning sukses dalam membantu memvisualisasikan pembelajaran tanpa meninggalkan interaksi sosial (Tuvi & Gorsky 2007; Tasker & Dalton, 2006).

E-learning sebagai produk ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan seni diharapkan dapat membantu calon guru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Sebagai calon guru yang akan menghadapi tantangan dalam pelaksanaan tugas keprofesian dan pengembangan keprofesionalan sejalan iptek dan seni calon guru perlu dibekali pengalaman pembelajaran dengan memanfaatkan e-learning.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah pengembangan pembelajaran ikatan kimia berbasis e-learning untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif mahasiswa calon guru? Rumusan masalah diuraikan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik pembelajaran ikatan kimia berbasis e-learning untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif calon guru?

2. Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir reflektif mahasiswa calon guru setelah mengikuti pembelajaran ikatan kimia berbasis e-learning ?


(16)

3. Indikator berfikir reflektif apa yang dikembangkan dalam pembelajaran ikatan kimia berbasis e-learning?

4. Bagaimanakah peningkatan pemahaman konsep ikatan kimia mahasiswa

calon guru setelah mengikuti pembelajaran ikatan kimia berbasis e-learning ?

5. Bagaimana tanggapan mahasiswa terhadap pembelajaran ikatan kimia berbasis e-learning bagi mahasiswa calon guru?

6. Kendala apa saja yang ditemui dalam pembelajaran ikatan kimia berbasis e-learning bagi mahasiswa calon guru?

C. Tujuan dan Manfaaat Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan dan pertanyaan penelitian yang diajukan maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan pembelajaran ikatan kimia berbasis e-learning untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif mahasiswa calon guru. 2. Meningkatkan keterampilan berpikir reflektif dan pemahaman konsep

Ikatan kimia mahasiswa calon guru kimia.

Pencapaian tujuan penelitian sebagaimana yang dituliskan di atas diharapkan dapat memberikan manfaat penelitian sebagai berikut:

1. Sebagai bentuk pengembangan dan contoh model pembelajaran untuk LPTK yang memberikan pembekalan bagi calon guru yang bukan sekedar penyampaian materi melainkan memberikan keterampilan berpikir


(17)

reflektif yang diperlukan calon guru selama menjadi mahasiswa dan pengembangan profesi berkelanjutan

2. Sebagai masukan bagi LPTK mengenai pembelajaran e-learning berupa kelebihan dan kekurangannya, serta faktor pendukung dan faktor penghambat keterlaksanaannya

3. Alternatif pembelajaran bagi dosen, guru dan mahasiswa berupa pembelajaran e-learning untuk berpikir reflektif yang dapat diterapkan pada mata kuliah/pelajaran lain dengan penyesuaian sesuai karakternya masing-masing.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional dimaksudkan agar memudahkan memahami maksud penelitian ini dan menjelaskan cakupan penelitian yang dilakukan. Beberapa definisi yang akan dijelaskan adalah sebagai berikut:

1. Ikatan kimia adalah mata kuliah yang wajib diikuti mahasiswa calon guru kimia. Mata kuliah ini berisi kajian teori mekanika kuantum dan jenis-jenis ikatan kimia (National Standard Teacher Asociation, 2003). Pada penelitian ini ikatan kimia yang dibahas adalah ikatan kimia antar atom. 2. E-learning dalam penelitian ini merupakan pembelajaran dengan

menggunakan teknologi multimedia dan internet yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran (Holmes & Gardner, 2006).

3. Keterampilan berpikir reflektif berupa keterampilan berpikir yang pertama


(18)

ini adalah definisi yang telah mengalami perkembangan menjadi berpikir reflektif berupa jalinan berpikir kritis dan berpikir kreatif dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah (Chen, 2002).


(19)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian memaparkan tentang paradigma penelitian, metode penelitian berupa Research and Development (R&D) dengan model 3D, lokasi dan subjek penelitian. Diuraikan juga mengenai instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data.

A. Paradigma Penelitian

Penelitian ini merupakan pengembangan pembelajaran ikatan kimia berbasis e-learning untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif bagi mahasiswa calon guru. Cara pandang dalam penelitian ini atau yang disebut dengan paradigma penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Pembelajaran berbasis e-learning

Gambar 3.1 Paradigma Penelitian.

Materi Ikatan Kimia spesifik ,konsep abstrak Mahasiswa Calon

Guru Kimia

SKGP Kimia Pembelajaran berbasis e-learning  visualisasi

 interaksi

 mengakomodasi perbedaan Keterampilan berpikir

reflektif

PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA BERBASIS E-LEARNING BAGI MAHASISWA CALON GURU

Materi/ media pendukung Berisi permasalahan Materi landasan

Keterampilan berpikir reflektif mahasiswa calon guru melalui Pembelajaran Ikatan Kimia Berbasis e-learning


(20)

Calon guru kimia adalah mahasiswa pendidikan kimia yang dipersiapkan menjadi guru. Selama dalam pendidikan diharapkan dapat memenuhi kompetensi penguasaan bidang studi kimia yaitu menjelaskan dan menerapkan konsep-konsep esensial dalam kimia dan mengaitkan konsep-konsep kimia serta fungsinya untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah kimia. Selain itu diharapkan calon guru kimia mampu mencari informasi yang berkaitan dengan ilmu kimia melalui media terutama internet. Diharapkan calon guru mampu menilai diri sendiri dan menggunakannya untuk memperbaiki kinerjanya.

Keterampilan berpikir reflektif adalah salah satu bentuk keterampilan yang diperlukan dan bermanfaat bagi calon guru maupun setelah menjadi guru. Keterampilan ini dapat mendorong calon guru belajar lebih lanjut yang bermanfaat untuk pengembangan konsep calon guru dan pengembangan profesional guru.

Ikatan kimia adalah salah satu mata kuliah pada pendidikan calon guru kimia. Materi ini membahas landasan teori dan teori yang menjelaskan ikatan kimia. Pembelajaran dimulai dengan kajian teori atom modern yang dititik beratkan pada teori atom mekanika kuantum, membahas bermacam ikatan antar atom dan antar molekul dan bagaimana menjelaskan sifat materi berdasarkan ikatan yang terdapat pada materi tersebut. Pembahasan juga mencakup geometri molekul dan bagaimana secara teori menjelaskan fakta- fakta menarik tentang materi ditinjau dari geometrinya. Pada penelitian ini materi yang dikaji adalah ikatan antar atom meliputi kestabilan atom, ikatan kimia, ikatan kovalen, ikatan ion, ikatan logam, geometri molekul dan teori ikatan.


(21)

Bahasan ikatan kimia lebih banyak pada daerah sub mikroskopik. Kondisi ini memerlukan bantuan media atau metoda pembelajaran yang mendukung pemahaman, visualisasi dan interaksi yang dapat diakomodir dengan e-learning.

Pembelajaran ikatan kimia berbasis e-learning yang dikembangkan berisi permasalahan yang berfungsi memancing pengetahuan awal mahasiswa. Permasalahan juga memancing interaksi dan belajar lebih lanjut agar tujuan pembelajaran berpikir reflektif dapat terwujud.

Permasalahan yang diangkat dalam pembelajaran merupakan permasalahan yang berkaitan dengan ikatan kimia. Pemecahan masalah menuntut pemahaman konsep dan dapat menjadikannya sebagai landasan pemecahan masalah. Mahasiswa diharapkan dapat memadukan beberapa konsep untuk saling menunjang jawaban yang diberikan.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan dengan model 3D yang merupakan modifikasi model 4D dari Thiagarajan, et al. (1974). Kegiatan 3D meliputi Define yaitu pengumpulan data dari berbagai sumber sesuai dengan informasi yang dibutuhkan, Design dengan kegiatan merancang program pembelajaran ikatan kimia berbasis e-learning untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif. Kegiatan berikutnya Develop yaitu kegiatan mengembangkan pembelajaran. Desain penelitian secara jelas dapat dilihat pada Gambar 3. 2.


(22)

Studi Pendahuluan

Standar Kompetensi Guru Pemula Kimia (SKGP)

National Standard Teacher Association (NSTA)

Standar isi dan kompetensi kimia SMA

Silabus Ikatan Kimia PT (LPTK dan non LPTK)

Materi ikatan kimia yang Dibutuhkan Guru Penetapan Tujuan Pembelajaran Materi, Indikator Deskripsi Pembelaja-ran dan Instrumen Penelitian Story Board, Pembelajaran e-learning teoretik Pengemba -ngan Web, Memasuk kan Materi Studi Lapangan Studi Pustaka Keterampilan Berpikir Reflektif e-learning dalam pembelajaran kimia Penelitian yang relevan Masalah Pembelajaran ikatan kimia Kebiasaan, fasilitas, pendapat calon guru

terkait e-learning Materi Ikatan Kimia Analisis konsep

Ujicoba terbatas, perbaikan

Validasi ahli dan perbaikan

Ujicoba lebih luas

Hasil, analisis, kesimpulan Indikator

Define

Design

Develop

Gambar 3.2 Desain Penelitian

validasi dan perbaikan e-learning, LPTK A Sebagai pendamping, LPTK B


(23)

1. Studi Pendahuluan (Define)

Studi pendahuluan bertujuan untuk persiapan pengembangan. Pada tahapan ini yang dilakukan adalah studi pustaka dan lapangan. Studi pustaka mengenai SKGP guru kimia dan NSTA yang berkaitan dengan pembekalan materi ikatan kimia untuk calon guru. Didapatkan kompetensi guru untuk ikatan kimia terdiri dari kompetensi inti, kompetensi tambahan dan kompetensi pendukung. Dimana kompetensi tersebut merupakan materi minimal untuk calon guru.

Dilakukan analisis terhadap silabus ikatan kimia di Perguruan Tinggi LPTK ataupun non LPTK yang ada di Indonesia dan di luar Indonesia. Dilakukan studi mengenai standar kompetensi dan isi yang berkaitan dengan ikatan kimia di SMA. Studi pustaka juga mempelajari e-learning dalam pembelajaran kimia serta keterampilan berpikir reflektif sebagai keterampilan yang dibutuhkan calon guru. Dikaji juga mengenai penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan untuk melihat posisi penelitian ini.

Dilakukan studi lapangan mengenai materi ikatan kimia yang dibutuhkan guru dengan cara memberikan kuesioner kepada 12 orang guru kimia. Dilakukan juga studi lapangan mengenai pembelajaran ikatan kimia di LPTK. Selanjutnya dilakukan kuesioner kepada calon guru kimia mengenai kebiasaan, fasilitas dan pendapat mahasiswa terkait e-learning.


(24)

2. Perancangan Program Pembelajaran (Design)

Berdasarkan kajian pustaka dan studi lapangan dilakukan analisis sehingga ditetapkan tujuan pembelajaran, materi yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran dan indikator yang digunakan. Perancangan dilanjutkan dengan pembuatan deskripsi pembelajaran yang menggambarkan hubungan antara konsep, indikator, pembelajaran dan asesmen yang digunakan. Asesmen yang digunakan adalah soal uraian yang membutuhkan pemecahan sesuai dengan indikator yang dikembangkan sebanyak 10 buah. Soal divalidasi bersamaan dengan deskripsi pembelajaran dan diujicobakan kepada mahasiswa calon guru. Data-data mengenai ujicoba soal dapat dilihat pada lampiran Untuk mengukur pencapaian indikator dan tanggapan mahasiswa terhadap pembelajaran yang dikembangkan disusun instrumen penelitian berupa kuesioner dan soal penilaian keterampilan berpikir reflektif dan pemahaman calon guru terhadap konsep ikatan kimia.

Tahapan selanjutnya adalah membuat storyboard dan pembelajaran e-learning teoritis. Storyboard dan pembelajaran teoritis dikembangkan menjadi pembelajaran e-learning dengan mengajukan kepada pengembang web untuk didiskusikan mengenai pengembangannya. Pengembang mengembangkan web yang telah disepakati dan materi ikatan kimia yang sesuai dengan deskripsi pembelajaran dimasukkan ke dalam web.


(25)

3. Pengembangan Program Pembelajaran (Develop)

Pembelajaran ikatan kimia berbasis e-learning yang sudah dirancang diujicoba dengan ujicoba terbatas yaitu penggunaan pembelajaran kepada tiga orang mahasiswa calon guru dan dilakukan perbaikan. Dilakukan juga validasi oleh tiga orang ahli, satu ahli bidang pendidikan IPA, satu ahli bidang kimia fisika dan satu ahli pembelajaran jarak jauh. Hasil ujicoba terbatas dan validasi ahli digunakan untuk perbaikan pembelajaran.

Pembelajaran yang sudah diperbaiki diujicoba ulang kepada 19 orang mahasiswa calon guru kimia. Mahasiswa yang melakukan ujicoba pembelajaran merupakan mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Bandung. Pembelajaran yang dilakukan adalah model pembelajaran e-learning.

Sebelum melakukan pembelajaran mahasiswa dikumpulkan untuk melakukan pretes dan pengambilan identitas untuk dientri menjadi nomor user dan password. Nomor user dan password didistribusikan kepada mahasiswa dan mahasiswa diminta melakukan pembelajaran ikatan kimia berbasis e-learning. Bagi mahasiswa yang kesulitan login diadakan simulasi. Pembelajaran dilaporkan melalui format on-line. Selama pembelajaran dilakukan diskusi dan pemecahan permasalahan yang diberikan. Setelah melakukan pembelajaran dilakukan postes.

Ujicoba diperluas dilakukan pada dua tempat yaitu di salahsatu LPTK di Palu (LPTK A) dan Bandung (LPTK B).


(26)

C. Lokasi dan Subyek Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di dua tempat. Pengumpulan data studi pendahuluan berupa kajian pustaka dilakukan di salahsatu perguruan tinggi di Bandung. Studi lapangan dilakukan di Sulawesi Tengah berupa survei kebutuhan

guru (12 orang guru) dan karakteristik mahasiswa yang berkaitan dengan e-learning (30 orang). Karakteristik mahasiswa yang berkaitan dengan e-learning

juga dikumpulkan di Bandung berupa kuesioner (30 orang yang mengembalikan 27 orang).

Ujicoba keterpakaian dilakukan oleh tiga mahasiswa calon guru kimia dan ujicoba terbatas dilakukan di sebuah perguruan tinggi di Bandung yang melibatkan subyek penelitian 19 mahasiswa calon guru yang mengambil mata kuliah Kimia Fisika Empat. Mata kuliah ini membahas materi Ikatan Kimia. Saat penelitian dilakukan mahasiswa belum memasuki materi Ikatan (materi yang sedang dipelajari adalah Hidrogen Like Ion yang merupakan materi sebelum Ikatan Kimia). Ujicoba lebih luas dilakukan di Palu dan Bandung. Masing-masing 19 dan 28 mahasiswa.

D. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan data yang diperlukan dalam tiap tahapan. Studi pendahuluan dan perancangan pembelajaran memerlukan data mengenai materi yang diperlukan guru yang berkaitan dengan materi ikatan kimia. Karakteristik user dilakukan untuk mengetahui faktor pendukung pelaksanaan e-learning dari sisi user (mahasiswa).


(27)

Tahapan pengembangan memerlukan data penilaian deskripsi pembelajaran dan pembelajaran dari validator. Mahasiswa memberikan penilaian mengenai pembelajaran dengan mengisi format penilaian . Tahap pengujian memerlukan data mengenai keterampilan berpikir reflektif dan pemahaman mahasiswa sebelum dan sesudah pembelajaran. Pengujian pemahaman dan keterampilan berpikir reflektif dilakukan melalui soal. Soal yang dikembangkan sebanyak sepuluh buah yang divalidasi diujicobakan pada 45 orang calon guru. Pendapat mahasiswa mengenai pembelajaran diungkap melalui kuesioner. Berikut disajikan Tabel 3.1 mengenai data yang diperlukan, sumber data, instrumen yang digunakan dan teknik pengumpulan data.

Tabel 3.1 Data, Sumber Data, Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

No Data yang Diperlukan Sumber

Data

Instrumen Teknik

Pengumpulan Data 1

2

Studi Pendahuluan Pendapat guru mengenai materi yang diperlukan untuk pembelajaran ikatan kimia di SMA

Karakteristik mahasiswa yang Berkaitan dengan

e-learning Guru Mahasiswa Pertanyaaan pilihan Pertanyaan pilihan Kuesioner Kuesioner 1 2 3 Ujicoba

Format validasi deskripsi pembelajaran Format validasi pembelajaran Format penilaian pembelajaran Validator Validator Mahasiswa Format validasi Format validasi Format penilaian Angket dan wawancara Angket dan wawancara Angket dan wawancara 1 2 3

Ujicoba lebih luas Keterampilan berpikir reflektif dan pemahaman Aktifitas pembelajaran

Pendapat tentang pembela-

Mahasiswa

Mahasiswa

Mahasiswa

Soal dan lem bar jawaban Format aktifi tas Kuesioner Tes tertulis Pembelajaran berbasis e-learning Angket


(28)

E. Teknik Pengolahan Data

Setelah data dikumpulkan dilakukan pengolahan dan analisis.Teknik analisis data penelitian dilakukan sesuai dengan jenis instrumen yang digunakan yaitu jenis data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif meliputi pendapat guru mengenai materi ikatan kimia yang diperlukan, karakteristik mahasiswa yang berkaitan dengan e-learning, penilaian pembelajaran dan pendapat tentang pembelajaran dianalisis secara deskriptif. Demikian juga dengan data aktifitas mahasiswa diolah secara deskriptif. Data kuantitatif berupa keterampilan berpikir reflektif dan pemahaman mahasiswa sebelum dan sesudah pembelajaran. Skor pretes dan postes digunakan untuk menghitung N-gain (normalized gain) dengan rumus:

N-gain

=

� � − � � �

� ��� �� � − � � �

N-gain diinterpretasikan berdasarkan skala Hake (1998) yaitu tinggi jika bernilai 0,71-1, sedang jika bernilai 0,31-0,70 dan rendah jika bernilai 0,00-0,30.. Selanjutnya data N-Gain diolah dengan SPSS 17.


(29)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

Berdasarkan hasil, temuan dan pembahasan didapatkan bahwa pembelajaran ikatan kimia berbasis e-learning dapat meningkatkan keterampilan berpikir reflektif dan pemahaman mahasiswa secara signifikan pada kelas e-learning dan pendamping. Hal ini berimplikasi kepada pentingnya e-learning sebagai alternatif pembelajaran.

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal dalam penelitian ini yaitu:

1. Pembelajaran ikatan kimia berbasis e-learning untuk meningkatkan

keterampilan berpikir reflektif mahasiswa memiliki karakteristik: a) Pembelajaran dimulai dengan permasalahan yang berkaitan dengan

ikatan kimia yang menuntut prediksi, klarifikasi dan relevansi untuk memotivasi berpikir reflektif. b) Pembimbingan komunitas dan individu. c) Klarifikasi dan relevansi dalam memberikan jawaban. d) Dosen sebagai pengarah sehingga pemahaman mahasiswa adalah proses yang dikendalikan mahasiswa. e) Aktifitas pembelajaran dapat sebagai bahan penelusuran dosen dan mahasiswa sebagai pendukung berpikir reflektif. 2. Pembelajaran ikatan kimia berbasis e-learning dapat meningkatkan


(30)

dan pembelajaran pendamping dengan N-gain rata-rata masing-masing

0,41 dan 0,51 serta gain yang berbeda secara signifikan dimana e-learning lebih baik sebagai pendamping mata kuliah reguler.

3. Indikator berpikir reflektif yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran ini adalah prediksi (N-gain rata-rata 0,41 e-learning dan 0,54 pendamping, berbeda signifikan). Klarifikasi ( N-gain rata-rata 0,39 dan 0,51, berbeda secara signifikan. Relevansi ( N-gain 0,20 dan 0,23 tidak berbeda secara signifikan).

4. Pemahaman mahasiswa terhadap konsep ikatan kimia meningkat dengan N-gain rata 0,50 untuk e-learning. Kelas pendamping N-gain rata-rata 0,53, gain kedua kelas ini berbeda secara signifikan. Konsep yang dipelajari meliputi kestabilan atom, ikatan kimia, ikatan ion, energi kisi, ikatan kovalen, hibridisasi, orbital molekul, dan ikatan pada logam. N-gain tertinggi konsep kestabilan atom dan terendah ikatan kovalen.

5. Tanggapan mahasiswa tentang pembelajaran sebagian besar setuju pembelajaran dapat membuat mahasiswa memikirkan manfaat untuk profesi guru, mengetahui kekurangan dan kelebihannya dalam belajar, dan memotivasi untuk belajar lebih lanjut .

6. Kendala yang dihadapi dalam pembelajaran ini adalah koneksi yang lambat sehingga mempengaruhi jam belajar yang efektif dan peralihan pembelajaran dari tatap muka menjadi e-learning.


(31)

B. Implikasi

Sebagai implikasi dari hasil penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran berbasis e-learning dengan fasilitas yang ada dan persepsi mahasiswa yang cukup mendukung dapat dijadikan alternatif pembelajaran pendamping.

2. Kerjasama pihak LPTK untuk mendukung lingkungan pembelajaran untuk keterampilan berpikir reflektif mahasiswa calon guru yang merupakan aset untuk mengembangkan diri dan mengembangkan profesionalitasnya.

C. Saran

Dengan mengacu kepada kesimpulan penelitian dan implikasi dari penelitian ini, diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Dosen kimia fisika untuk menggali kekuatan ikatan kimia untuk dijadikan sarana berpikir mahasiswa calon guru. Perlu kesungguhan untuk menjadikan ikatan kimia sebagai mata kuliah yang disenangi karena dapat menjelaskan fenomena alam dari sudut ikatan kimia.

2. Pengembang web, dosen dan peneliti untuk bahu membahu membentuk dan mendukung pembelajaran e-learning yang meningkatkan pemahaman dan keterampilan yang dibutuhkan mahasiswa untuk pengembangan diri dan profesionalnya sebagai guru untuk mewujudkan pengembangan keprofesian berkelanjutan.

3. Mengembangkan indikator lain (seperti fairness) dari keterampilan berpikir reflektif dan asesmen yang diperlukan untuk mengukurnya.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Akkoyunlu, B dan Soylu, M.Y. (2008). „A Study of Students„ in a Blended Learning Environment Based on Different Learning Styles“. Educational technology and Society, 11, (1), 183-193.

Alonso, D.L dan Blazquez, E.F. (2009).“ Are the Functions of Teachers in e-Learning and Face- to- Face Learning Environments Really Different?“. Educational technology and Society, 12, (4), 331-343.

Arifin, M. et al. (2004). Standar Kompetensi Guru Pemula Lulusan Program Studi Pendidikan Kimia. Jakarta: Dikti.

Arnita, M.T. (2005). Tekhnologi Informasi dalam Pendidikan. [Online]. Tersedia:

http://www.bung-hatta.info/content.php.article.54 [20 April 2010].

CASEMaker Totem. (2000). Why Do You Need to be RAD? USA: CASEMaker Inc. Chen, A.Y. (2002). “Reflective Thinking and Deep Learning”, dalam Teachers’

Handbook On Teaching Generic Thinking Skills. Singapura: Prentice Hall. Chevallard, Y dan Ladage, C. (2008). E-learning as a Touchstone for Didactic Theory

and Conversely. Journal of E-learning and knowledge Society. 4, (2), June 2008.

Cohen, B.E. dan Nycz, M. (2006). “Learning Objects and E-Learning: an Informing Science Perspective”. Journal of Knowledge and Learning Objects. 28, (2), 91-100.

Costa, A.L. (1985). Developing Minds. A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: ASCD .

Cotton, K. (2001). Teaching Thinking Skill. Nothwest Regional Educational Laboratory.

Darling-Hammond, L. dan Bransford, J. (2005). Preparing Teachers for A Changing World. San Francisco: John Wiley and Sons.

Departemen Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. (2009). Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan, Jakarta: DepPAN dan RB.


(33)

Duit, R. (2007). “Science Education Research Internationally: Conceptions, Research Methods, Domains of Research”. Journal of Mathmatics, Science & Technology Education, 3, (1), 3-15.

Firman, H. (2000). Beberapa Pokok Pikiran Tentang Pembelajaran Kimia di SLTA. Makalah pada diskusi guru mata pelajaran kimia Madrasah Aliyah se Jawa Barat di Balai Penataran Guru, Bandung.

Fisher, A. (2004). Critical Thinking An Introductin. Cambridge: Cambridge University Press.

Gall, et al, (2003). Educational Research: an Introduction. USA: Pearson Education. Gurol, A. (2011). “Determining the Reflective Thinking Skills of Pre-Service Teachers in Learning and Teaching Process”. Energy Education Science and Technology Part B: Social and Educational Studies. 3, (3), 387-402.

Hake, R. R. (1998). “Interactive-engagement vs. traditional methods; a six-thousand

student survey of mechanic test data for introductory physics courses”.

American Journal of Physics. 66, 64-74.

Handbook Oxford Chemistry Departement. (2010). [Online]. Tersedia:

http://www.Chem.Ox.ac.uk. [27 Maret 2009]

Henderson, K., Napan, K dan Monteiro . (2004). Encouraging Reflective Learning: An Online Challenge. Proceeding of the 21stASCILITE Conference: Perth. Holmes, B. dan Gardner, J. (2006). E-learning, Concepts and Practice. London:

SAGE Publications.

Hullfish-Gordon, H dan Smith, P.G. (1961). Reflektive Thinking. New York: Dodd, Mead & Company.

Husu, J, Toom, A., dan Patrikainen, S . (2006). Guided Reflection Promoting ways to Advance Reflective Thinking in Teaching. [Online]. Tersedia:

http://www.leeds.ac.uk/educol/document/57892.html [28 Maret 2011] Jolliffe et al. (2001). The On line Learning Handbook. London: Kogan Page.

Judy-Yehudit, D. (2002), “Freshman Learning in Web-based Chemistry Course”. The Journal of Chemical Education. 28, (2), 81-90.

Kemp, Jerrold E. (1994). Proses Perancangan Pengajaran (terjemahan). Bandung: Institut Teknologi Bandung.


(34)

Khan, S. (2005). Constructing Visualizable Models in Chemistry., Montreal, Canada: AERA Confrence

King, FJ. et al (2000) Higher Order Thinking Skill. Educational Service Program. Kok, A. (2010). C-Thinking via E-learning: “A Conceptual Paper about the Use of

Digital Learning Tools for Reflective Thinking”. International Journal of Digital Society. 1, (3), 12-15.

Lee, J. H. (2005). “Understanding and Assessing Preservice Teacher‟s Reflective Thinking”. Journal Teaching and Teacher Education. 21, (2), 699-715.

Leslie, T. ( 1990). Becoming a Secondary School Science Teacher. Colorado: Merryll Publishing Company.

Liliasari. (2005). Membangun Keterampilan Berpikir manusia Indonesia Melalui Pendidikan Sains. Pidato pengukuhan Jabatan guru Besar Tetap UPI dalam Ilmu pendidikan IPA: tidak diterbitkan.

Lipman, M. (2003). Thinking in Education. Cambridge: Cambridge University Press. Lyall, R. (2005). The Strategies Used by Distance Education Students when

Teaching Learning Basic Chemistry. Holland: RSC.

Lydia, T. (2007). “Effectiveness of MORE Laboratory Module in Prompting Student

to Revise Their Molekuler-Level Ideas about Solution”. Journal Chemical Education Research. 84, (1), 71-80.

Maor, D. (2007). Peer-learning and Reflective Thinking in an On-line Community of Learners [On line]. Tersedia: http://www.peer-learing/ EPS/

PES/2011/thompson.hotml [25 Maret 2010]

Massachusetts Institute of Tecnology Opencourse Ware. (2011). Open Course Ware Chemistry. [Online]. Tersedia: http://www.MIT [31 Agustus 2010]

Monk, M. dan Osborne, J. (2000). Good Practice in Science , What Research has to Say. Buckingham: Open University Press.

Moran, J. (2006). Visualizations in Teaching Chemistry. National Center for Supercomputing Application.

National Science Teacher Association. (2003). Standard for Science Teacher Preparation (revised edition). Washington, DC: National Academy Press.


(35)

Nouwens, F. (2007). Evaluating Use of an On line Concept Mapping Tool to Support Collaborative Project Based Learning. Proceeding of the 2007 AaeE Conference. Melbourne.

Oskay, O.O dan Dincol, S. (2011). Enhancing Prospective Chemistry Teachers‟

Cognitive Structures in the Topics of Bonding and Hybridization by Internet-Assisted Chemistry Aplication. World Journal on Education Technology. 3, (2), 90-102

Paul, R dan Elder, L. (2004). Critical and Creative Thinking. The Foundation for Critical Thinking.

Peraturan pemerintah Republik Indonesia No 19 Tahun 2005 tentang Standar Kompetensi dan Standar Isi Mata Pelajaran.

Psillos, et al (2005). Science Teacher Education Issues and Proposal. Netherlands: Springer.

Putra, E.P. (2010). Pengembangan Program Penjaminan Mutu Pendidikan Kimia oleh LPMP. Disertasi Doktor pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Schone, B.J. (2011). Engaging Interactions For e-Learning. [Online]. Tersedia:

http://www.EngagingInteractions.com [1 Desember 2011]

Sheard, J dan Carbone, A. (2008). ICT Teaching and Learning in a New Education

Paradigm: Lecturers‟ Perception versus Students‟ Experience. Australian Computer Society.88, November 2008.

Silabus Ikatan Kimia.[On line]. Tersedia: http://mipa.ugm.ac.id/downlo [31 Agustus 2010]

http://kimia.unp.ac.id unp.content/uploads/2010,[31 Agustus 2010]

http://silabus.upi.edu/index.php?link=detail&code=KIM, [31 Agustus 2010]

http://www.mc.edu/campus/users/mager/411_5411che_syllabus.pdf, [31 Agustus 2010]

http://www.bu.edu/chemistry/undergrad/course,

http://www.KLE-UGAIET-chemistry//syllabus.html. [31 Agustus 2010]

Sirhan, G. (2007). Learning Diffficulties in Chemistry: An Overview. Journal of Turkish Science Education. 4, Issue 2, September 2007.

Song D. H., Koszalka, T.A., dan Grabowski, B.L. (2005). “Exploring Instructional Design Factors Prompting Reflective Thinking in Young Adolescent”. Canadian Journal of Learning and Technology. 31, (2), 1-10.


(36)

Song, D. H. et al. (2005). “Patterns of Instructional-Design Factors Prompting Reflective Thinking in Middle-School and Collage Level Problem-Based

Learning Environment”. Journal of Instructional Science. 34, (09), 63-87. Somekh. (1997). Using Information Technology Effectively in Teaching and

Learning. London: Routledge.

Sunarya, Y. (2000). Ikatan Kimia. Bandung: JICA-UPI.

Strampel, K dan Oliver,R. (2007). Using Technology to Foster Reflection in Higher Education. Proceeding Ascillte : Singapore.

Taggart. (2005). Promoting Reflective Thinking in Teachers: 50 Action Strategies. [On line]. Tersedia: http://www.corwinpress.com [27 Januari 2009].

Talanquer, V., Scantlebury, K. dan Dukerich, L. (2009). The Continum of Secondary Science Teacher Preparation: Knowledge, Question, and Research Recommendations. Sense Publisher: Arizona.

Tan, S. K. dan Goh, K. N. (2008). “Re-interpreting Assessment: Society,

Measurement and Meaning”. Paper presented at the IAEA 2008 Annual

Conference.

Tan, D dan Treagust, DF. (1999). Evaluating Students‟ Understanding of Chemical Bonding. School Science Review. September 1999.

Tasker, R dan Dalton, R (2006). “Research into Practice:Visualisation of the

Molecular World Using Animations”. Journal Chemistry Education Research

and Practice. l7, (2), 141-159.

Thiagarajan, S. et al. (1974). Instructional development for training Teacher of Exceptional Children. Minnesota: Indiana University.

Tuvi, I.A dan Gorsky, P. (2007). ” New Visualization tools for Learning Molecular Symmetry: a Preliminary Evauation.” Journal the Royal Society of Chemistry.,

8, (4), 61-72.

Undang-Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Yezierski , E. J. (2006). “Misconceptios About the Particulate Nature of Matter Using

Animations to Close the Gender Gap”. Journal of Chemical Education. 83, 6 Juni 2006.

Yuen, A.H, (2011). “Exploring Teaching Aproaches in Blended Learning.” Research and Practice in Technology Enhanced Learning. 6,1, (3-23)


(37)

Zenios, M. et al. (2006). Designing to Facilitate Learning through Networked Technology: Factors Influencing the Implementation of Digital Resources in Higher Education. Australia. CSALT.

Zhou, Q. et al. (2010). “Chemistry Teacher‟s Attitude Towards ICT in Xi‟an”. Journal of Science. 2, (10), 4629-4637.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Akkoyunlu, B dan Soylu, M.Y. (2008). „A Study of Students„ in a Blended Learning Environment Based on Different Learning Styles“. Educational technology and Society, 11, (1), 183-193.

Alonso, D.L dan Blazquez, E.F. (2009).“ Are the Functions of Teachers in e-Learning and Face- to- Face Learning Environments Really Different?“. Educational technology and Society, 12, (4), 331-343.

Arifin, M. et al. (2004). Standar Kompetensi Guru Pemula Lulusan Program Studi Pendidikan Kimia. Jakarta: Dikti.

Arnita, M.T. (2005). Tekhnologi Informasi dalam Pendidikan. [Online]. Tersedia: http://www.bung-hatta.info/content.php.article.54 [20 April 2010].

CASEMaker Totem. (2000). Why Do You Need to be RAD? USA: CASEMaker Inc. Chen, A.Y. (2002). “Reflective Thinking and Deep Learning”, dalam Teachers’

Handbook On Teaching Generic Thinking Skills. Singapura: Prentice Hall. Chevallard, Y dan Ladage, C. (2008). E-learning as a Touchstone for Didactic Theory

and Conversely. Journal of E-learning and knowledge Society. 4, (2), June 2008.

Cohen, B.E. dan Nycz, M. (2006). “Learning Objects and E-Learning: an Informing Science Perspective”. Journal of Knowledge and Learning Objects. 28, (2), 91-100.

Costa, A.L. (1985). Developing Minds. A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: ASCD .

Cotton, K. (2001). Teaching Thinking Skill. Nothwest Regional Educational Laboratory.

Darling-Hammond, L. dan Bransford, J. (2005). Preparing Teachers for A Changing World. San Francisco: John Wiley and Sons.

Departemen Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. (2009). Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan, Jakarta: DepPAN dan RB.


(2)

Duit, R. (2007). “Science Education Research Internationally: Conceptions, Research Methods, Domains of Research”. Journal of Mathmatics, Science & Technology Education, 3, (1), 3-15.

Firman, H. (2000). Beberapa Pokok Pikiran Tentang Pembelajaran Kimia di SLTA. Makalah pada diskusi guru mata pelajaran kimia Madrasah Aliyah se Jawa Barat di Balai Penataran Guru, Bandung.

Fisher, A. (2004). Critical Thinking An Introductin. Cambridge: Cambridge University Press.

Gall, et al, (2003). Educational Research: an Introduction. USA: Pearson Education. Gurol, A. (2011). “Determining the Reflective Thinking Skills of Pre-Service Teachers in Learning and Teaching Process”. Energy Education Science and Technology Part B: Social and Educational Studies. 3, (3), 387-402.

Hake, R. R. (1998). “Interactive-engagement vs. traditional methods; a six-thousand

student survey of mechanic test data for introductory physics courses”.

American Journal of Physics. 66, 64-74.

Handbook Oxford Chemistry Departement. (2010). [Online]. Tersedia: http://www.Chem.Ox.ac.uk. [27 Maret 2009]

Henderson, K., Napan, K dan Monteiro . (2004). Encouraging Reflective Learning: An Online Challenge. Proceeding of the 21stASCILITE Conference: Perth. Holmes, B. dan Gardner, J. (2006). E-learning, Concepts and Practice. London:

SAGE Publications.

Hullfish-Gordon, H dan Smith, P.G. (1961). Reflektive Thinking. New York: Dodd, Mead & Company.

Husu, J, Toom, A., dan Patrikainen, S . (2006). Guided Reflection Promoting ways to Advance Reflective Thinking in Teaching. [Online]. Tersedia:

http://www.leeds.ac.uk/educol/document/57892.html [28 Maret 2011]

Jolliffe et al. (2001). The On line Learning Handbook. London: Kogan Page.

Judy-Yehudit, D. (2002), “Freshman Learning in Web-based Chemistry Course”. The Journal of Chemical Education. 28, (2), 81-90.

Kemp, Jerrold E. (1994). Proses Perancangan Pengajaran (terjemahan). Bandung: Institut Teknologi Bandung.


(3)

Khan, S. (2005). Constructing Visualizable Models in Chemistry., Montreal, Canada: AERA Confrence

King, FJ. et al (2000) Higher Order Thinking Skill. Educational Service Program. Kok, A. (2010). C-Thinking via E-learning: “A Conceptual Paper about the Use of

Digital Learning Tools for Reflective Thinking”. International Journal of Digital Society. 1, (3), 12-15.

Lee, J. H. (2005). “Understanding and Assessing Preservice Teacher‟s Reflective Thinking”. Journal Teaching and Teacher Education. 21, (2), 699-715.

Leslie, T. ( 1990). Becoming a Secondary School Science Teacher. Colorado: Merryll Publishing Company.

Liliasari. (2005). Membangun Keterampilan Berpikir manusia Indonesia Melalui Pendidikan Sains. Pidato pengukuhan Jabatan guru Besar Tetap UPI dalam Ilmu pendidikan IPA: tidak diterbitkan.

Lipman, M. (2003). Thinking in Education. Cambridge: Cambridge University Press. Lyall, R. (2005). The Strategies Used by Distance Education Students when

Teaching Learning Basic Chemistry. Holland: RSC.

Lydia, T. (2007). “Effectiveness of MORE Laboratory Module in Prompting Student

to Revise Their Molekuler-Level Ideas about Solution”. Journal Chemical Education Research. 84, (1), 71-80.

Maor, D. (2007). Peer-learning and Reflective Thinking in an On-line Community of Learners [On line]. Tersedia: http://www.peer-learing/ EPS/ PES/2011/thompson.hotml [25 Maret 2010]

Massachusetts Institute of Tecnology Opencourse Ware. (2011). Open Course Ware Chemistry. [Online]. Tersedia: http://www.MIT [31 Agustus 2010]

Monk, M. dan Osborne, J. (2000). Good Practice in Science , What Research has to Say. Buckingham: Open University Press.

Moran, J. (2006). Visualizations in Teaching Chemistry. National Center for Supercomputing Application.

National Science Teacher Association. (2003). Standard for Science Teacher Preparation (revised edition). Washington, DC: National Academy Press.


(4)

Nouwens, F. (2007). Evaluating Use of an On line Concept Mapping Tool to Support Collaborative Project Based Learning. Proceeding of the 2007 AaeE Conference. Melbourne.

Oskay, O.O dan Dincol, S. (2011). Enhancing Prospective Chemistry Teachers‟

Cognitive Structures in the Topics of Bonding and Hybridization by Internet-Assisted Chemistry Aplication. World Journal on Education Technology. 3, (2), 90-102

Paul, R dan Elder, L. (2004). Critical and Creative Thinking. The Foundation for Critical Thinking.

Peraturan pemerintah Republik Indonesia No 19 Tahun 2005 tentang Standar Kompetensi dan Standar Isi Mata Pelajaran.

Psillos, et al (2005). Science Teacher Education Issues and Proposal. Netherlands: Springer.

Putra, E.P. (2010). Pengembangan Program Penjaminan Mutu Pendidikan Kimia oleh LPMP. Disertasi Doktor pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Schone, B.J. (2011). Engaging Interactions For e-Learning. [Online]. Tersedia: http://www.EngagingInteractions.com [1 Desember 2011]

Sheard, J dan Carbone, A. (2008). ICT Teaching and Learning in a New Education

Paradigm: Lecturers‟ Perception versus Students‟ Experience. Australian Computer Society.88, November 2008.

Silabus Ikatan Kimia.[On line]. Tersedia: http://mipa.ugm.ac.id/downlo [31 Agustus 2010]

http://kimia.unp.ac.id unp.content/uploads/2010,[31 Agustus 2010]

http://silabus.upi.edu/index.php?link=detail&code=KIM, [31 Agustus 2010]

http://www.mc.edu/campus/users/mager/411_5411che_syllabus.pdf,

[31 Agustus 2010]

http://www.bu.edu/chemistry/undergrad/course,

http://www.KLE-UGAIET-chemistry//syllabus.html. [31 Agustus 2010]

Sirhan, G. (2007). Learning Diffficulties in Chemistry: An Overview. Journal of Turkish Science Education. 4, Issue 2, September 2007.

Song D. H., Koszalka, T.A., dan Grabowski, B.L. (2005). “Exploring Instructional Design Factors Prompting Reflective Thinking in Young Adolescent”. Canadian Journal of Learning and Technology. 31, (2), 1-10.


(5)

Song, D. H. et al. (2005). “Patterns of Instructional-Design Factors Prompting Reflective Thinking in Middle-School and Collage Level Problem-Based

Learning Environment”. Journal of Instructional Science. 34, (09), 63-87. Somekh. (1997). Using Information Technology Effectively in Teaching and

Learning. London: Routledge.

Sunarya, Y. (2000). Ikatan Kimia. Bandung: JICA-UPI.

Strampel, K dan Oliver,R. (2007). Using Technology to Foster Reflection in Higher Education. Proceeding Ascillte : Singapore.

Taggart. (2005). Promoting Reflective Thinking in Teachers: 50 Action Strategies. [On line]. Tersedia: http://www.corwinpress.com [27 Januari 2009].

Talanquer, V., Scantlebury, K. dan Dukerich, L. (2009). The Continum of Secondary Science Teacher Preparation: Knowledge, Question, and Research Recommendations. Sense Publisher: Arizona.

Tan, S. K. dan Goh, K. N. (2008). “Re-interpreting Assessment: Society,

Measurement and Meaning”. Paper presented at the IAEA 2008 Annual

Conference.

Tan, D dan Treagust, DF. (1999). Evaluating Students‟ Understanding of Chemical Bonding. School Science Review. September 1999.

Tasker, R dan Dalton, R (2006). “Research into Practice:Visualisation of the

Molecular World Using Animations”. Journal Chemistry Education Research and Practice. l7, (2), 141-159.

Thiagarajan, S. et al. (1974). Instructional development for training Teacher of Exceptional Children. Minnesota: Indiana University.

Tuvi, I.A dan Gorsky, P. (2007). ” New Visualization tools for Learning Molecular Symmetry: a Preliminary Evauation.” Journal the Royal Society of Chemistry., 8, (4), 61-72.

Undang-Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Yezierski , E. J. (2006). “Misconceptios About the Particulate Nature of Matter Using

Animations to Close the Gender Gap”. Journal of Chemical Education. 83, 6 Juni 2006.

Yuen, A.H, (2011). “Exploring Teaching Aproaches in Blended Learning.” Research and Practice in Technology Enhanced Learning. 6,1, (3-23)


(6)

Zenios, M. et al. (2006). Designing to Facilitate Learning through Networked Technology: Factors Influencing the Implementation of Digital Resources in Higher Education. Australia. CSALT.

Zhou, Q. et al. (2010). “Chemistry Teacher‟s Attitude Towards ICT in Xi‟an”. Journal of Science. 2, (10), 4629-4637.


Dokumen yang terkait

PEMBELAJARAN ELEKTROLISIS BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN REPRESENTASI SUBMIKROSKOPIK KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA CALON GURU.

0 0 31

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SIMULASI KOMPUTER PADA PERKULIAHAN GELOMBANG DAN OPTIKA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF CALON GURU.

0 3 56

PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIKUM KIMIA DASAR BERBASIS BUDAYA BALI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA CALON GURU KIMIA.

1 10 44

EFEKTIVITAS PEMBEKALAN KEMAMPUAN ASESMEN PEMBELAJARAN BAGI MAHASISWA CALON GURU KIMIA.

0 2 45

COLLABORATIVE RANKING TASKS (CRT) BERBANTUAN e-LEARNING UNTUK MENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS IPBA MAHASISWA CALON GURU FISIKA.

0 0 46

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BIOKIMIA BERBASIS KOMPUTER UNTUK MEMBEKALI KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF MAHASISWA CALON GURU BIOLOGI

0 0 5

PENGEMBANGAN PERKULIAHAN FISIKA MATEMATIKA BERBASIS COGNITIVE APPRENTICESHIP-INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR REFLEKTIF CALON GURU FISIKA - repository UPI D IPA 1201251 Title

0 0 4

Model Pembelajaran OIDDE pada Matakuliah Pengetahuan Lingkungan untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Calon Guru Biologi

0 3 13

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN SIMULASI KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS CALON GURU FISIKA

0 0 6

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN AKTIF BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA CALON GURU

0 1 6